BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 ... - · PDF file37 BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI...
-
Upload
nguyencong -
Category
Documents
-
view
260 -
download
12
Transcript of BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 ... - · PDF file37 BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI...
37
BAB 3
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum dari kondisi
kependudukan Kota Cimahi dan hal-hal yang berhubungan dengan pergerakan
dari masyarakat Kota Cimahi, jaringan jalan yang menghubungkan Kota Bandung
dan Kota Cimahi, gambaran umum jaringan jalan di Kota Bandung dan gambaran
umum dari jalan layang Pasteur-Surapati.
3.1 Gambaran Umum Kota Cimahi
Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran Kota Cimahi yang
meliputi batas administrasi wilayah Kota Cimahi, kondisi kependudukan, dan hal-
hal yang berhubungan dengan terjadinya pergerakan oleh masyarakat Kota
Cimahi.
3.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Wilayah
Menurut UU No. 9 Tahun 2001 luas wilayah Kota Cimahi yaitu 4025,73
Ha. Secara administrasi pemerintahan Kota Cimahi terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu
Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan. Pada Kecamatan
Cimahi Utara terdiri dari Kelurahan Cipageran, Citeureup, Cibabat, dan
Pasirkaliki. Pada Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari Kelurahan Cimahi,
Padasuka, Setiamanah, Karangmekar, Baros, dan Cigugur Tengah. Sedangkan
pada Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari Kelurahan Cibeber, Leuwigajah,
Utama, dan Melong. Batas-batas wilayah Kota Cimahi adalah :
- sebelah utara : Kecamatan Parongpong, Cisarua, dan Kecamatan
Ngamprah Kabupaten Bandung.
- sebelah timur : Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, dan
Kecamatan Andir Kota Bandung
- sebelah selatan : Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung dan
Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung
- sebelah barat : Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar
38
3.1.2 Kependudukan Kota Cimahi
Jumlah penduduk total di Kota Cimahi pada tahun 2006 yaitu 522.731 jiwa
yang terdiri dari 270.350 penduduk laki-laki dan 252.381 penduduk perempuan
dan secara umum Kota Cimahi memliki tingkat laju pertambahan penduduk yang
cukup tinggi per tahunnya yaitu sebesar 2,66. Kelurahan Cibeureum merupakan
kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 200,284 jiwa/Ha,
sedangkan Kelurahan Cibeber merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan
penduduk terendah di Kota Cimahi yaitu 61,195 jiwa/Ha.
TABEL 3-1
JUMLAH PENDUDUK, LPP, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA
CIMAHI TAHUN 2006
Kecamatan –
Kelurahan
Jumlah
Penduduk LPP Kepadatan
Kec. Cimahi Selatan 224.028 2,5 132,3
Kel. Melong 62.701 1,78 200,3
Kel. Cibeureum 63.127 2,3 229,8
Kel. Utama 37.611 2,97 98,9
Kel. Leuwigajah 40.238 3,86 102,3
Kel. Cibeber 20.351 1,84 61,2
Kec. Cimahi Tengah 166.239 1,93 969,6
Kel. Baros 23.439 1,27 104,2
Kel. Cigugur Tengah 49.992 0,97 212,6
Kel. Karangmekar 18.004 2,08 137,3
Kel. Setiamanah 25.594 2,57 186,8
Kel. Padasuka 37.514 3,48 189,5
Kel. Cimahi 11.696 0,95 139,2
Kec. Cimahi Utara 132.464 3,86 462,4
Kel. Pasirkaliki 19.022 4,2 149,7
Kel. Cibabat 42.763 1,88 148,8
Kel. Citeureup 31.926 6,32 98,7
Kel. Cipageran 38.753 3,95 65,2
Kota Cimahi 522.731 2,66 129,5
Sumber : Profil Pemerintahan Kota Cimahi Tahun 2006
39
40
41
Kota Cimahi secara keseluruhan memiliki 116.650 keluarga dimana
sebanyak 8.730 keluarga merupakan keluarga pra sejahtera dan 30.606 merupakan
keluarga sejahtera 1. Selain itu lebih dari 25% penduduk Kota Cimahi merupakan
penduduk yang tidak pernah sekolah. Mayoritas penduduk Kota Cimahi
bermatapencaharian sebagai buruh pabrik, hal tersebut dikarenakan di Kota
Cimahi terdapat industri pengolahan yang akan menarik banyak tenaga kerja.
Meskipun demikian jumlah penduduk Kota Cimahi yang bermatapencaharian
sebagai pegawai jasa dan pedagang juga cukup mendominasi.
3.1.3 Karakteristik Jaringan Jalan dan Pergerakan Kota Cimahi
Klasifikasi jaringan jalan di Kota Cimahi terdiri dari jalan arteri, jalan
kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal dan jalan tol. Sistem jaringan
jalan yang terdapat di Kota Cimahi adalah sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Untuk sistem jaringan jalan primer yang efektif adalah
jalan arteri primer (Jalan Raya Cimahi) dan jalan arteri primer khusus (yaitu Jalan
Tol Padaleunyi dengan cabangnya ruas Baros-Pasteur).
Sistem jaringan jalan sekunder prinsipnya adalah melayani pergerakan
internal Kota Cimahi. Di Kota Cimahi sebenarnya sebagian besar fungsi jalan
sekunder merangkapfungsinya dengan sistem primer di atas. Dalam hal ini
struktur internal jaringan jalan yang berfungsi sebagai arteri sekunder, telah
“dirangkap” oleh sistem primer di atas. Namun demikian dengan peningkatan
jalan-jalan yang ada, dan kemungkinan pembangunan jalan baru, dapat ditetapkan
jalan sekunder lainnya, yaitu kolektor sekunder dan pelayanan sekunder.
Berikut ini adalah sistem jaringan jalan utama Kota Cimahi berikut
kondisinya:
42
TABEL 3-2
SISTEM JARINGAN JALAN UTAMA KOTA CIMAHI TAHUN 2002
No. Nama Jalan Panjang (m) Lebar (m) Kondisi Keterangan
Arteri Primer
1 Jl. Raya Cimahi 6950 10-12 Baik Jalan Nasional
2 Jl. Sangasari (akses tol) 1100 8 Baik Akses Jalan Tol
Jumlah 8050
Kolektor Primer
3 Jl. Gatot Subroto 1630 6-10 Sedang Cimahi Tengah
4 Cimahi – Leuwigajah (Baros) 1700 6-10 Baik Cimahi Selatan
5 Cibabat - Cihanjuang 2500 4 Rusak Cimahi Utara
6 Leuwigajah - Lagadar 1700 5 Sedang Cimahi Selatan
7 Cimindi - Leuwigajah 2800 6-8 Baik Cimahi Selatan
8 Cimahi - Jambudipa 3920 5-6 Sedang Cimahi Utara
9 Leuwigajah - Cangkorah 3500 5 Rusak Cimahi Selatan
Jumlah 17750
Kolektor Sekunder
10 Jl. Dustira 525 6 Rusak Cimahi Tengah
11 Jl. H. Usman Damiri 565 3 Baik Cimahi Tengah
12 Jl. Sisingamangaraja 1265 5-6 Sedang Cimahi Tengah
13 Cisangkan - Citeureup 1470 6 Sedang Cimahi Tengah
14 Citeureup – Pasar Atas 2240 6 Baik Cimahi Tengah
15 Kebon Kopi - Cijerah 2100 4 Rusak Cimahi Selatan
16 Cimindi – Cibaligo - Sindangsari 5660 4-6 Rusak Cimahi Selatan
17 Jl. Industri 3000 4-6 Rusak Cimahi Selatan
Jumlah 16825
Sumber : Dinas Perhubungan, 2007
Pola pergerakan yang terjadi di Kota Cimahi dibagi menjadi 2 macam,
yaitu :
• Pergerakan eksternal-eksternal, yaitu pergerakan yang melintasi Kota
Cimahi.
• Pergerakan eksternal-internal atau sebaliknya, yaitu pergerakan yang
berasal dari Kota Cimahi menuju luar dan sebaliknya.
Volume pergerakan yang terjadi dapat dirinci sebagai berikut :
• Eksternal-eksternal = 24.555 kendaraan/hari
• Eksternal-internal = 169.392 kendaraan/hari, dengan
rincian :
o arah timur/Bandung = 84.567 kendaraan/hari
43
o arah barat/Padalarang = 36.100 kendaraan/hari
o arah pelayan-tenggara = 33.976 kendaraan/hari
o arah utara/Cisarua dll = 14.750 kendaraan/hari
GAMBAR 3-2
POLA PERGERAKAN TRANSPORTASI KOTA CIMAHI TAHUN 2003
Sumber : RTRW Kota Cimahi 2002-2012
Dari PT. Jasa Marga diperoleh volume kendaraan keluar-masuk pintu tol
Baros (September 2002) untuk hari kerja, yaitu :
• Golongan I = 24.971 kendaraan/hari,
• Golongan II A = 1.346 kendaraan/hari,
• Golongan III B = 628 kendaraan/hari
TOTAL = 26.945 kendaraan/hari.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa tingkat pergerakan yang terjadi di
internal Kota Cimahi sendiri tidak terlalu signifikan. Mayoritas pergerakan yang
terjadi merupakan pergerakan yang terjadi keluar dari Kota Cimahi ataupun
sebaliknya, khususnya pergerakan yang menuju Kota Bandung.
44
Pola angkutan umum di Kota Cimahi akan saling berpengaruh dengan
struktur wilayah kota dalam arti simpul-simpul pelayanan dan permukiman dalam
Kota Cimahi. Dengan mengambil rute pergerakan angkutan umum utama
Bandung-Cimahi sebagai acuan, maka dapat diidentifikasikan pula rute
pergerakan angkutan umum cabang dan titik pertemuannya pada lokasi tertentu.
Rute angkutan cabang tersebut melayani baik untuk internal Kota Cimahi maupun
ke luar Kota Cimahi.
Untuk angkutan bus antar kota, Kota Cimahi 44las an44 hanya dilewati
tanpa “terminal” atau perhentian secara khusus. Mengingat jarak dan posisi Kota
Cimahi dalam Metropolitan Bandung, maka terminal angkutan bus antar kota
untuk melayani masyarakat Cimahi adalah terminal di Kota Bandung sebagai
pusat Metropolitan Bandung tersebut.
Selain angkutan jalan raya, ada juga pelayanan angkutan kereta api untuk
pergerakan jarak 44las an44 dekat, terutama dalam wilayah Metropolitan
Bandung. Pada tahun 2000 tercatat untuk Stasiun KA Cimahi diangkut sejumlah
599.446 penumpang dalam setahun, atau sekitar 1.650 penumpang rata-rata per
hari. Untuk masa mendatang, diharapkan angkutan kereta api ini akan meningkat
pelayanannya, pelayanan kepadatan angkutan jalan raya yang ada, terutama antara
Cimahi-Bandung. Untuk angkutan jarak jauh, khususnya dari Jakarta Bandung, di
masa 44las a diantisipasi pula kemungkinan ditetapkannya Stasiun Cimahi
sebagai destinasi antara.
3.1.4 Pembatas Keterkaitan Antara Bagian-Bagian Wilayah Kota
Pembatas secara fisik antara bagian-bagian wilayah kota, sehingga akses
atau kemudahan pencapaian antar bagian wilayah terbatas, yaitu antara lain
adalah :
• jalur jalan tol Padaleunyi dan Baros-Pasteur,
• jalur jalan rel kereta api,
• Sungai Cimahi di bagian utara.
45
46
47
Jalan tol Padaleunyi membelah wilayah Kecamatan Cimahi Selatan,
dengan akses yang ada berupa over-pass yang terletak di Cibeber,
Leuwigajah/Utama, dan Cibodas; serta under-pass dengan pemanfaatan terbatas
di kawasan militer. Over-pass yang paling efektif pemanfaatannya dewasa ini
adalah Leuwigajah/Utama sehubungan dengan adanya Jalan Leuwigajah yang
dipergunakan untuk transportasi internal maupun eksternal Kota Cimahi.
Sedangkan jalan tol ruas Baros-Pasteur membelah wilayah Kecamatan Cimahi
Tengah dan sebagian Kecamatan Cimahi Selatan, dengan akses yang ada berupa
over-pass Jalan Akses Tol Baros, serta under-pass di Kelurahan Cigugur Tengah
dan di tepi rel kereta api.
Jalan rel kereta api membelah wilayah Kecamatan Cimahi Tengah, dengan
pintu perlintasan masing-masing di Jl Sriwijaya-Jl.RS Dustira, Jl.Gatot Subroto-
Jl.Raya Baros, dan Jl.Bp.Ampi (depan Pusdikpom). Selain itu ada sejumlah
perlintasan tidak resmi yang tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 (hanya
kendaraan roda 2 atau jalan kaki), seperti di Cisangkan Hilir-Contong dan Jl.
Cigugur.
Sungai Cimahi di bagian utara memisahkan wilayah Kecamatan Cimahi
Utara, yaitu Kelurahan Citeureup di satu sisi dan Kelurahan Cibabat di sisi
lainnya. Hubungan/akses antara kedua bagian wilayah ini terpaksa melalui Jalan
Raya Cimahi.
Untuk mengatasi segmentasi ruang tersebut diusulkan pembangunan
jembatan pada jalan rel kereta api (di Kelurahan Padasuka) dan jembatan pada
Sungai Cimahi (perbatasan Kelurahan Citeureup dan Kelurahan Cibabat). Dengan
pembangunan kedua jembatan tersebut sekaligus dikembangkan jaringan jalan
(pembangunan dan peningkatan) yang akan memberikan jaringan akses baru antar
bagian wilayah. Dengan pengembangan jalan baru ini diharapkan dapat
merangsang perkembangan kegiatan-kegiatan baru, dan mengurangi tekanan
pergerakan/volume di Jalan Raya Cimahi.
48
3.1.5 Keterkaitan Ruang Secara Fungsional Dengan Sekitar (Vicinity)
Berdasarkan karakter kegiatan dan pemanfaatan ruang, secara fungsional
ada pengaruh yang kuat dan kesamaan dengan wilayah sekitar atau perbatasan,
sehingga pengembangan selanjutnya harus mempertimbangkan perkembangan di
wilayah sekitar tersebut, terutama yang merupakan kawasan terbangun yang
menerus. Ada 4 macam keterkaitan fungsional antara Kota Cimahi dengan
sekitarnya :
1. Perdagangan dan Jasa (Komersial)
Merupakan koridor bagian barat Metropolitan Bandung dengan sumbunya
jalan arteri primer, sejak dari Jl. Sudirman (Kota Bandung) terus ke Jl.
Raya Cimahi dan terus lagi ke Kecamatan Ngamprah dan Padalarang
(Kabupaten Bandung), disertai pola kawasan terbangun menerus
(contiguous built up area). Dengan demikian ada 2 lokasi dengan karakter
keterkaitan ini, yaitu :
• ke timur : perbatasan dengan Kota Bandung
• ke barat : ke arah Ngamprah dan Padalarang.
2. Perumahan
Berupa kompleks perumahan yang berhampiran dan cenderung menerus
(contiguous). Ada 4 lokasi yang signifikan dengan keterkaitan fungsional
ini, yaitu :
• Kelurahan Melong Cimahi Selatan-Kecamatan Bandung Kulon
Kota Bandung
• Kelurahan Pasir Kaliki Cimahi Utara-Kecamatan Sukajadi &
Sukasari Kota Bandung dan Desa Sariwangi Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung
• Kelurahan Cibabat Cimahi Utara-Desa Cihanjuang Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung
• Kelurahan Cipageran Cimahi Utara-Desa Tanimulya dan Pakuhaji
Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.
49
3. Industri
Berupa zona/kompleks industri yang berhampiran antara komplek industri
besar di Kelurahan Utama Cimahi Selatan-kompleks industri di Desa
Lagadar Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Di Desa Lagadar dan
tetangganya Desa Margaasih berkembang juga kompleks
perumahan.Selain itu perlu diperhatikan pula keberadaan kompleks
industri besar di Desa Giriasih Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung
yang berbatasan dengan Kelurahan Cibeber Cimahi Selatan.
4. Perdesaan dan Konservasi
Ada 4 lokasi dengan keterkaitan fungsional ini, yaitu :
• Kelurahan Cipageran dan Citeureup Cimahi Utara-Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bandung : merupakan kaki/lereng pegunungan
sebelah utara dan hulu dari aliran sungai-sungai yang melintasi
Kota Cimahi, dengan kegiatan yang menonjol adalah pertanian.
• Komplek perbukitan G. Bohong yang membatasi Kelurahan
Padasuka dan Cibeber-Desa Laksanamekar Kec.Padalarang
Kab.Bandung.
• Kompleks perbukitan Padakasih, G.Leutik, G. Aseupan yang
membatasi Kelurahan Cibeber Cimahi Selatan-Desa Giriasih
Kecamatan Batujajar Kab. Bandung.
• Kompleks perbukitan G. Lagadar, G. Puncaksalam, G. Gajahlangu,
G. Masoro, G. Leutik yang membatasi Kelurahan Leuwigajah
Cimahi Selatan-Desa Selatan dan Batujajar Timur Kec. Batujajar
dan Desa Lagadar Kec. Margaasih Kab. Bandung.
3.1.6 Kota Cimahi dalam Konteks Keruangan Provinsi Jawa Barat
Dalam RTRWP Jawa Barat 2010 tersebut dapat dikemukakan posisi Kota
Cimahi, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam RTRWP Jawa Barat 2010 Kota Cimahi merupakan bagian dari
Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya. Arahan
50
pengembangan Kawasan Andalan Cekungan Bandung dan sekitarnya ini
adalah sebagai pusat pengembangan sumber daya manusia dalam rangka
mendukung industri, agribisnis, pariwisata, jasa, dan sumber daya
manusia.
2. Dalam pengembangan sistem kota-kota Jawa Barat ditetapkan 3 PKN
(Pusat Kegiatan Nasional), yaitu : Metropolitan Bodebek (Bogor-Depok-
Bekasi), Metropolitan Bandung, dan Metropolitan Cirebon; serta 6 PKW
(Pusat Kegiatan Wilayah), yaitu : Cianjur-Sukabumi, Cikampek-Cikopo,
Palabuhanratu, Tasikmalaya, Kadipaten, dan Pangandaran. Kota Cimahi
termasuk dalam PKN Metropolitan Bandung.
3. Dalam Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Propinsi Jawa Barat 2010,
diindikasikan adanya kawasan non-hutan yang merupakan Kawasan
Cadangan Hutan Lindung di wilayah Kota Cimahi, yaitu di Kelurahan
Leuwigajah, Kelurahan Cibeber, dan Kelurahan Cipageran.
3.1.7 Kota Cimahi dalam Konteks Metropolitan Bandung
Wilayah Metropolitan Bandung (Bandung Metropolitan Area / BMA)
mencakup daerah-daerah :
1. Kota Bandung,
2. Kabupaten Bandung,
3. Kota Cimahi,
4. Kabupaten Sumedang (sebagian sebelah barat, yaitu 3 kecamatan).
Kota Cimahi merupakan salah satu WP dalam BMA tersebut dan terletak
di tengah bersama-sama Kota Bandung. Selain itu Kota Cimahi termasuk dalam
kota induk Metropolitan Bandung bersama dengan Kota Bandung.
Secara konsepsual, dalam konfigurasi area metropolitan terdapat
Metropolis, yang merupakan core atau inti dalam area metropolitan tersebut.
Sehubungan dengan fakta bahwa Kota Bandung dan Kota Cimahi telah
merupakan konurbasi, maka Konurbasi Bandung-Cimahi inilah yang menjadi
Metropolis bagi Metropolitan Bandung. Selain adanya contiguous built up area
(kawasan terbangun yang menerus) antara Kota Bandung dan Kota Cimahi,
51
pertimbangan jarak antar pusat-pusat dalam konurbasi tersebut juga memperkuat
alasan bahwa konurbasi Bandung-Cimahi adalah metropolis dalam Metropolitan
Bandung.
TABEL 3-3
ARAHAN FUNGSI KOTA-KOTA DI METROPOLITAN BANDUNG
SAMPAI DENGAN TAHUN 2025
No Hierarki Kota/Kawasan
Perkotaan
Perkiraan
Penduduk
Perkotaan
2025 (Jiwa)
Fungsi Pengembangan
1 Kota Inti Kota Bandung-
Kota Cimahi 3.500.000
• Perdagangan &
Jasa
• Pemerintahan
• Pendidikan Tinggi
• Permukiman
2
Kota Satelit
I
Kota
dengan
penduduk
100.000-
500.000
Padalarang-
Ngamprah 500.000
• Industri
• Perdagangan
• Permukiman
Soreang-
Katapang 300.000
• Pemerintahan
• Industri pertanian
• Perdagangan
• Permukiman
Rancaekek-
Cicalengka 300.000
• Perdagangan
• Permukiman
• Industri
Lembang 200.000 • Pariwisata
• Permukiman
Jatinangor-
Tanjungsari 200.000
• Pendidikan tinggi
• Permukiman
• Industri
Majalaya 200.000 • Industri
• Permukiman
Sumber: Executive Summary Penataan Ruang Metropolitan Bandung
3.1.8 Aksesibilitas Jaringan Jalan Kota Cimahi-Kota Bandung
Di Kota Cimahi peranan perhubungan darat cukup dominan terutama
untuk menyalurkan produk industri berbagai daerah. Selain itu perhubungan darat
sangat dibutuhkan dalam melayani kebutuhan masyarakat terutama menggerakkan
perekonomian di wilayah kota.
52
Kondisi umum sistem jaringan jalan Kota Cimahi berdasarkan hasil studi
“Penyusunan Konsep Sistem Jaringan Jalan Transportasi dan Manajemen
Lalulintas Kota Cimahi “ tahun 2003 menunjukkan bahwa sistem jaringan jalan
kota utama berfungsi menghubungkan pusat Kota Cimahi dengan Kota Bandung
di bagian utara dan Kabupaten Bandung di bagian selatan. Dengan jaringan yang
cenderung mengarahkan pergerakan dari semua kawasan menuju Jalan Raya
Cimahi, maka mengakibatkan terjadinya kemacetan.
Ruas jalan utama yang menghubungkan pusat Kota Cimahi dengan Kota
Bandung antara lain adalah : Jalan Tol (Padaleunyi), Jalan Raya Cimahi - Cimindi
dan Jalan Cibeureum. Sedangkan ruas jalan utama yang menghubungkan pusat
Kota Cimahi dengan Kabupaten Bandung antara lain adalah : Jalan Cihanjuang,
Jalan Kolonel Masturi, Jalan Raya Cimahi dan Jalan Nanjung. Saat ini tingkat
pergerakan menuju Kota Bandung yang paling tinggi adalah melalui Jalan
Cimindi yang akan berhubungan langsung dengan Jalan Gunungbatu dan Jalan
Pasteur.
TABEL 3-4
TINGKAT KEMACETAN DI RUAS JALAN CIMAHI-BANDUNG
TAHUN 2004
No. Ruas Jalan Co FCw FCsp FCsf FCcs C
(smp/jam)
V (LHR)
(smp/jam) VCR LOS
1 Jalan Raya
Cimahi 6.600 0,92 1 0,86 1,03 5.221,92 3.077,45 0,59 C
2
Jalan Tol
Padalarang-
Cileunyi
6.600 1,00 1 1,03 1,03 6.789,00 2.121,39 0,05 A
Sumber : LPPM-ITB, 2004
Untuk ruas jalan Cimahi-Cimindi, LOS C tersebut adalah LOS
berdasarkan Laju Harian Rata-rata (LHR. Pada waktu jam-jam puncak, arus bisa
meningkat melebihi 3.489,6 smp/jam mengakibatkan tingkat pelayanan menurun
drastis. Meskipun jalan tol Padalarang-Cileunyi mempunyai tingkat pelayanan A,
akan tetapi untuk masuk ke jalan tol ini harus melalui Jalan Raya Padalarang yang
mempunyai tingkat pelayanan E (Laporan Studi Transportasi Cimahi, 2003).
53
Dengan terus tumbuhnya Kota Bandung, maka tingkat pergerakan
Bandung-Cimahi juga akan terus meningkat. Berikut merupakan peramalan
pertumbuhan volume pergerakan Bandung-Cimahi dari tahun 2005 hingga tahun
2015.
TABEL 3-5
PROYEKSI VOLUME PERGERAKAN BANDUNG-CIMAHI
VIA JALAN RAYA CIMAHI DAN TOL PADALEUNYI
2005-2015
Tahun Ruas Jalan (smp/jam)
Raya Cimahi-Cimindi Tol Padaleunyi
2004 3.177,00 316,07
2005 3.227,68 320,13
2006 3.280,63 325,38
2007 3.337,95 331,10
2008 3.388,56 337,12
2009 3.448,22 342,07
2010 3.500,99 348,31
2011 3.558,50 353,05
2012 3.618,18 359,97
2013 3.668,77 364,02
2014 3.723,90 369,50
2015 3.779,04 374,99
Sumber : Marvilano, 2005
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan terjadinya perkembangan volume
pergerakan tiap tahunnya dengan rasio sekitar 1,7% per tahunnya. Dengan terus
meningkatnya volume pergerakan maka kapasitas jalan penghubung Bandung-
Cimahi akan semakin menurun. Berikut merupakan proyeksi dampak pergerakan
Bandung-Cimahi yang terjadi pada Jalan Raya Cimahi. Adanya pembangunan
PASUPATI mungkin akan meringankan perjalanan pelaku pergerakan untuk
menuju pusat Kota Bandung.
Trayek angkutan kota yang menghubungkan Bandung-Cimahi ada dua
jenis, yaitu Jaringan Trayek Perbatasan dan Jaringan Trayek AKDP ( Antar Kota
Dalam Propinsi). Secara keseluruhan jumlah trayek yang menghubungkan
Bandung-Cimahi ada lima trayek yang seluruhnya melalui Jalan Raya Cimahi.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3-6.
54
TABEL 3-6
SEDIAAN DAN PERMINTAAN TRAYEK ANGKUTAN KOTA YANG
MENGHUBUNGKAN BANDUNG-CIMAHI TAHUN 2003
Trayek
Jumlah
Angkot
Resmi
Jumlah
Kursi
Jumlah
Rit/hari
Jumlah
Kursi/hari
Jumlah
Penumpang/
hari
Over
Supply
Ledeng-Ciwaruga-
Cimahi 10 140 4 1.120 1.368 -248
Leuwipanjang-
Cimahi 1.150 16.100 5 161.000 141.450 19.550
Leuwipanjang-
Padalarang 200 2.800 4 22.400 21.879 521
St. Hall-Padalarang 150 2.100 4 16.800 14.041 2.760
St. Hall-Cimahi 780 10.920u 5 109.200 74.200 35.000
Total 2290 32.060 22 310.520 252.938 57.583
Sumber : LPPM-ITB, 2004
Angkutan umum yang ada di Kota Cimahi menunjukkan bahwa Kota
Cimahi berinteraksi kuat dengan Kota Bandung, terutama untuk rute St. Hall
(Bandung) – Cimahi yang pada umumnya ditempuh oleh pelaku pergerakan yang
bekerja di Kota Bandung tetapi tinggal di Kota Cimahi.
3.2 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung dan Jalan PASUPATI
Jaringan jalan di Kota Bandung memiliki pola memusat, dengan fokus
pusat kota. Hal ini menyebabkan terjadinya kepadatan lalu lintas yang tinggi di
pusat kota, karena dari satu lokasi menuju lokasi lainnya sebagian besar harus
melewati pusat kota. Kondisi padatnya lalu lintas ini dipengaruhi oleh pola fisik
jaringan jalan yang ada, yaitu :
1. Pola jaringan jalan yang memperlihatkan kecenderungan berbentuk
kombinasi radial-konsentris sesuai dengan pola guna lahannya.
2. Sepanjang jaringan jalan utama di dalam kota, banyak ditemui
persimpangan jalan degan jarak antar persimpangan yang sangat dekat.
Hal tersebut merupakan akibat dari kombinasi pola jaringan jalan diatas.
3. Jaringan jalan utama yang menuju arah perluasan berpola radial sebagai
kelanjutan jalan yang mengarah ke luar dari pusat kota.
55
4. Pada bagian selatan Kota Bandung terdapat beberapa jalan lingkar (ring
road) untuk menghubungkan pola radial diatas dan melancarkan arus
barat-timur, yaitu Jalan Lingkar Selatan, Jalan Soekarno-Hatta dan Jalan
Tol Padaleunyi.
Pola jaringan jalan makro Kota Bandung adalah sistem grid yang lebih
dominan di tengah kota dan sistem jaringan radial yang cenderung berada di
wilayah pinggiran. Pola jaringan jalan pada kawasan perluasan (internal kota)
membentuk pola radial, agar arus pergerakan tidak melalui pusat kota. Sedangkan
pola jaringan jalan pada kawasan pinggiran dilayani dengan jaringan jalan tol.
Kawasan pinggiran kota dilayani oleh jalan tol untuk memisahkan arus
pergerakan yang terjadi di internal kota dengan pergerakan arus arah regional.
3.2.1 Kedudukan PASUPATI Dalam Wilayah Pembangunan Kota
Bandung
Jalan layang Pasteur-Surapati berada pada wilayah pembangunan
Bojonegara di Kota Bandung. Menurut RDTRK Bojonegara tahun 2005, sistem
trnasportasi di wilayah Bojonegara ditunjang oleh jaringan jalan arteri, kolektor,
dan lokal serta sistem perangkutan umum penumpang. Hirarki jaringan jalan
tersebut ditetapkan sesuai dengan fungsi pelayanan yang harus diembannya,
antara lain untuk mengurangi pencampuran lalu lintas lokal pada jalan arteri dan
beberapa jalan kolektor. Jika dilihat dari polanya, maka jaringan jalan di WP
Bojonegara membentuk pola radial dan cenderung mengarah ke kawasan pusat
kota. Fungsi jalan arteri primer memiliki peran yang penting karena akan
memberikan akses langsung ke jalur regional yang menghubungkan Kota
Bandung dengan kota-kota lain di sebelah utara, selatan dan barat dari Kota
BandungBerikut merupakan rencana penentuan hirarki jaringan jalan di wilayah
Bojonegara tahun 2005.
TABEL3-7
RENCANA PENENTUAN HIRARKI JARINGAN JALAN
DI WP BOJONEGARA
56
No Fungsi Jalan Nama Jalan
1 Arteri Primer Jl. Raya Cibeureum, Jl. Dr. Djunjunan, Jl. Pasteur,
Jl. Layang PASUPATI
2 Arteri Sekunder Jl. Rajawali Barat dan Tmiur, Jl. Kebonjati, Jl.
Jend. Sudirman, Jl. Lingkar Utara
3 Kolektor Primer
Jl. Prof. Drg. Surya Sumantri, Jl. Sukahaji, Jl. Pak
Gatot Raya, Jl. Pasirkaliki, Jl. Sukajadi, Jl. Dr.
Setiabudi, Jl. LMU Nurtanio, Jl. Abdurrahman
Saleh, Jl. Padjajaran, Jl. Dr. A. Rivai, Jl. Cimindi-
Padjajaran
4 Kolektor Sekunder Jl. Prof. Sutami, Jl. Gegerkalong Hilir dan Girang,
Jl. Gunungbatu, Jl. Cipaganti
5 Lokal
Jl. Dadali, Jl. Kebonkawung, Jl. Kesatria, Jl. Bima,
Jl. Prof. Eyckman, Jl. Sederhana, Jl. Sukagalih, Jl.
Cipedes, Jl. Sarijadi, Jl. Sarimanah, Jl.
Gegerkalong Tengah
Sumber : RDTRK Bojonegara 2005
Berdasarkan arahan dari RDTRK WP Bojonegara tahun 2005 diketahui
bahwa jalan layang PASUPATI merupakan jalan dengan fungsi sebagai arteri
primer. Dengan demikian jalan layang PASUPATI memiliki peran sebagai
penghubung jalur regional khususnya yang berasal dari Jalan Pasteur.
3.2.2 Pembangunan Jalan Layang Pasteur-Surapati
Dua dasar pokok dalam pembangunan jaringan jalan baru adalah untuk
mengimbangi pertumbuhan jumlah kendaraan per tahun dan peningkatan
pelayanan dari jalan itu sendiri. Pembangunan jaringan jalan-jalan baru di Kota
Bandung, selain untuk mengurangi kemacetan, juga harus mempertimbangkan
strategi pembangunan yang tertera pada RTRK Kota Bandung 1991, yaitu :
• Memisahkan arus regional dan internal, karena kedua jenis arus ini
mempunyai karakteristik yang berbeda. Dengan pembangunan jaringan
jalan baru, maka akan dapat disusun diversifikasi fungsi jalan dan
menghindari bertumpuknya fungsi jalan.
57
• Pendukung penetapan hierarki jalan. Saat ini kepadatan lalu lintas tidak
didukung oleh kelas jalan yang bersangkutan. Sehingga perlu penetapan
dan pembangunan jalan baru sesuai dengan volume lalu lintas.
• Untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan pusat-pusat sekunder.
3.2.2.1 Latar Belakang dan Tujuan Pembangunan Jalan Layang Pasteur-
Surapati
Proyek Pembangunan Jalan Layang dan Jembatan Pasteur - Cikapayang -
Surapati (PASUPATI) yang secara historis tercantum dalam dokumen Carsten
Plan telah diobsesikan pemerintah dan masyarakat kota Bandung sejak tahun 1931
melalui program Autostrada yang menghubungkan 'missing link' poros Pasteur -
Dago yang terpisahkan oleh lembah Cikapundung. Obsesi tersebut ditindak lanjuti
dengan dokumen - dokumen yaitu Master Plan Bandung tahun 1971, Rencana
Induk Kota (RIK) Bandung tahun 1985 (Perda No. 3/1986), Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK) Bandung 2003 (Perda No. 2/1992) tentang implementasi
Autostrada menjadi proyek PASUPATI dan Rencana Detail Tata Ruang Kota
(RDTRK) Bandung (Perda No. 2/1996) yang mempertegas PASUPATI segera
dibangun. Sedangkan usulan Pemerintah Kota Bandung kepada Pemerintah Pusat
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU untuk membangun proyek
PASUPATI, disampaikan tanggal 22 Oktober 1988.
Kronologis tersebut menginformasikan bahwa proyek PASUPATI ini
merupakan usulan yang datang dari pemerintah dan masyarakat kota Bandung
sendiri (bottom up) serta diakomodir oleh pemerintah pusat dengan
mengusahakan sumber pembiayaan melalui loan Pemerintah Kuwait (Kuwait
Fund for Arab Economic Development / KFAED).
Saat ini mobilitas kendaraan arah Barat - Timur dan sebaliknya di wilayah
utara kota Bandung hanya dilayani oleh Jalan Siliwangi di sisi Utara dan Jalan
Wastukencana di sisi Selatan. Analisis studi lalu lintas memprediksi kedua jalan
tersebut mulai tahun 2006 tidak akan cukup lagi menampung pertumbuhan lalu
lintas yang ada.
58
Dari berbagai sisi analisis, baik secara sosial kemasyarakatan, dampak
lingkungan (AMDAL), ekonomi maupun secara teknis maka disimpulkan
pembangunan PASUPATI merupakan solusi yang memberi hasil paling signifikan
dalam mengatasi masalah tersebut.
Seiring dengan pembangunan proyek PASUPATI, Pemerintah Kota
Bandung juga merencanakan penataan kembali kawasan lembah Cikapundung
dari kondisi saat ini yang dinilai sudah tidak layak huni (slump area) menjadi
kawasan yang lebih layak untuk dihuni melalui konsep revitalisasi dan penataan
kawasan Taman Sari (urban renewal) serta relokasi penduduk (resettlement).
Dengan adanya proyek ini diharapkan :
• Menambah kapasitas ruas jalan dan persimpangan arah Barat - Timur kota
Bandung, sehubungan dengan volume lalu lintas yang sudah sangat tinggi
pada jalan penghubung Barat dan Timur yaitu Jalan Wastukencana dan
Jalan Siliwangi.
• Mengurangi kemacetan lalulintas di simpang Jalan Pasir Kaliki, Cipaganti,
Cihampelas, Taman Sari, Ir. H. Juanda, Jalan Wastukencana dan Jalan
Siliwangi.
• Melengkapi sistem jaringan jalan di kota Bandung.
• Mendukung ekonomi regional dengan adanya pengurangan biaya operasi
kendaraan dan waktu tempuh perjalanan pada jalur Barat - Timur.
• Meningkatkan kondisi lingkungan kota dengan mengurangi tingkatan
polusi akibat kemacetan yang ada sekarang.
• Menambah aset infrastruktur kota Bandung yang akan menjadi landmark
kota.
• Pembangunan jalan layang dan jembatan Pasteur-Cikapayang-Surapati ini
dimaksudkan juga untuk menata kawasan Taman Sari sehingga menjadi
kawasan yang layak huni dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang mendiaminya.
• Diharapkan pelaksanaan proyek ini dapat ditindak lanjuti dengan
peningkatan dan pelebaran jalan ruas Surapati - Cicaheum.
59
60
61
Proyek pembangunan PASUPATI terdiri dari ± 2,50 km jalan layang dan
± 300 m jembatan yang melintasi lembah, termasuk jembatan cable stayed
sepanjang 161 m. Titik awal dipilih Jalan Dr. Junjunan, di sekitar pemakaman
Pandu mengikuti alinyemen Jalan Pasteur, menyeberang lembah Cikapundung,
melalui Jalan Cikapayang dan berakhir di Jalan Surapati di sekitar Jalan
Ariajipang.
3.2.2.2 Jalan Layang Pasteur-Surapati dalam Konteks Metopolitan Bandung
Perkembangan wilayah Metopolitan Bandung dapat diindikasikan oleh
semakin meluasnya kegiatan perkotaan pada beberapa bagian kawasan.
Perkembangan tersebut antara lain terlihat pada wilayah kota inti yaitu Bandung
dan Cimahi. Kebijakan pengembangan wilayah Metropolitan Bandung tidak
terlepas pula dengan rencana pengembangan infrastruktur wilayah sebagai
pendukung berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan berupa kota utama dan
penyangga di wilayah Bandung Metropolitan Area.
Rencana pengembangan infrastruktur wilayah Metropolitan Bandung
menurut RTRWP Jawa Barat bertujuan meningkatkan dan mempertahankan
tingkat pelayanan infrastruktur transportasi yang ada. Secara umum, arahan
pengembangan infrastruktur transportasi darat (jalan) bertujuan untuk
meningkatkan interaksi antara pusat pertumbuhan (kota inti, kota satelit) dengan
wilayah penunjangnya (termasuk kawasan khusus), dan antar pusat pertumbuhan
(kota inti/kota satelit). Upaya peningkatan interaksi tersebut dilakukan melalui
peningkatan kapasitas jalan khususnya yang menghubungkan kota inti (Bandung-
Cimahi) dan kota satelit (Soreang, Banjaran, Majalaya, Padalarang, Lembang dan
Cicalengka).
Pembangunan jalan layang Pasteur-Surapati merupakan salah satu usaha
pembangunan jaringan jalan baru untuk semakin memudahkan akses pergerakan
dari arah barat-timur dan sebaliknya, khususnya dalam hal perkembangan
Metopolitan Bandung yang akan terlayani secara langsung adalah pergerakan
antara Bandung-Cimahi.
62
3.3 Karakteristik Jaringan Jalan Disekitar PASUPATI Sebelum dan
Sesudah Pembangunan PASUPATI
Pada subbab ini akan dipaparkan mengenai karakteristik dari jaringan jalan
disekitar pembangunan PASUPATI pada saat sebelum dan sesudah pembangunan
jalan layang PASUPATI.
3.3.1 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung Disekitar PASUPATI
Sebelum Pembangunan PASUPATI
Untuk jaringan jalan di Kota Bandung yang akan berhubungan langsung
dengan sebelum adanya pembangunan PASUPATI adalah jaringan jalan yang
melayani pergerakan dari timur ke barat. Selama ini akses pergerakan dari timur-
barat hanya dilayani oleh Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana yang semakin
hari tingkat pelayanannya semakin menurun (Ardiansyah, 2004). Berikut
merupakan informasi volume lalu lintas hasil pembebanan perjalanan pada tahun
1997 dan prakiraan volume lalu lintas hasil pembebanan perjalanan di Jalan
Siliwangi dan Jalan Wastukencana hingga tahun 2017.
TABEL 3-8
PRAKIRAAN VOLUME LALU LINTAS HASIL PEMBEBANAN
PERJALANAN TANPA PASUPATI
Jalan/arah Volume Lalu Lintas (smp/jam)
1997 2002 2007 2012 2017
Jl. Wastukencana
Arah ke barat 1618 2065 2542 2873 3181
Arah ke timur 2296 2930 3607 4076 4515
Jalan Siliwangi
Arah ke barat 1716 2190 2695 3048 3379
Arah ke timur 1369 1747 2151 2431 2692
Sumber: Lab. Rekayasa Transportasi ITB, 1997
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa volume lalu lintas akan terus
meningkat setiap tahunnya, dan jika tidak ada suatu kebijakan untuk
meningkatkan tingkat pelayanan jaringan jalan maka jalan-jalan tersebut akan
63
menanggung beban yang sangat tinggi, jauh dari tingkat kemampuan pelayanan
seharusnya.
3.3.2 Karakteristik Jaringan Jalan Kota Bandung Disekitar PASUPATI
Setelah Pembangunan PASUPATI
Rencana jalan dan jembatan Pasteur-Surapati akan menghubungkan dua
fungsi jalan yang berbeda yaitu jalan arteri primer (Terusan Pasteur dan Pasteur)
dan jalan kolektor primer (Jalan Surapati). Adanya jalan layang Pasteur-Surapati
dapat dipastikan akan mempengaruhi pola pergerakan yang akan terjadi.
Perubahan yang akan terjadi adalah perubahan arus dan rute lalu lintas timur-barat
yang biasanya melalui Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana. Kemungkinan
besar mereka yang sebelumnya menggunakan jalan tersebut akan beralih
menggunakan jalan layang Pasteur-Surapati.
Pembangunan jalan layang Pasteur-Surapati akan meningkatkan
aksesibilitas timur-barat, karena dengan adanya jalan layang Pasteur-Surapati
akan membentuk terusan dari Pasteur menuju Cicaheum dan Ujungberung yang
merupakan batas timur dan barat Kota Bandung (Firman dkk, 1997). Selain itu
akan terdapat kawasan-kawasan yang mengalami peningkatan aksesibilitas yaitu
Pasteur-Pasirkaliki-Dago (karena adanya ramp-on), persimpangan Cihampelas-
Pasteur (karena adanya ramp-on dan ramp-off), dan sekitar persimpangan
Tamansari-Cikapayang (karena adanya ramp-on dan ramp-off) (Ardiansyah,
2004). Berikut merupakan prakiraan volume lalu lintas hasil pembebanan
perjalanan dengan adanya jalan layang Pasteur-Surapati.
Berdasarkan informasi pada tabel 3-9 dapat diketahui bahwa dengan
adanya jalan layang Pasteur-Surapati tidak mengurangi beban jalan yang sudah
ada pada Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana, namun setidaknya laju
pertambahan bebannya tidak setinggi jika tidak ada PASUPATI.
Untuk jaringan jalan disekitar PASUPATI yang dipengaruhi dengan
adanya PASUPATI akan dibagi menjadi jaringan jalan yang terkena pengaruh
langsung dan tidak langsung.
64
TABEL 3-9
PRAKIRAAN VOLUME LALU LINTAS HASIL PEMBEBANAN
PERJALANAN DENGAN PASUPATI
Jalan/arah Volume Lalu Lintas (smp/jam)
1997 2002 2007 2012 2017
Jl. Wastukencana
Arah ke barat 1618 1641 1676 1894 2098
Arah ke timur 2296 2328 2380 2689 2692
Jalan Siliwangi
Arah ke barat 1716 1740 1778 2009 2226
Arah ke timur 1369 1388 1419 1603 1775
Jalan Layang Pasteur-Surapati
Arah ke barat 0 3917 4426 5001 5539
Arah ke timur 0 3773 4264 4818 5336
Sumber: Lab. Rekayasa Transportasi ITB, 1997
Berdasarkan tabel 3-10, jalan-jalan yang akan dipengaruhi langsung
dengan adanya PASUPATI selain Jalan Siliwangi dan Jalan Wastukencana adalah
Jalan Pasirkaliki, Jalan Cipaganti, Jalan Cihampelas, Jalan Tamansari, dan Jalan
Surapati, karena pada jalan-jalan tersebut terdapat ramp-on dan ramp-off yang
akan mempengaruhi pergerakan yang terjadi dan jalan-jalan tersebut juga
merupakan jalan yang menghubungkan antara Pasteur dengan Jalan Siliwangi dan
Jalan Wastukencana sebelum adanya PASUPATI. Sedangkan bagi jalan-jalan
yang mendapatkan pengaruh tidak langsung dengan adanya PASUPATI adalah
Jalan Setiabudi, Jalan Sulanjana, Jalan Aria Jipang, dan Jalan Sukajadi. Jalan-
jalan tersebut merupakan jalan yang akan mendapatkan dampak turunan dengan
adanya PASUPATI. Misalnya ketika terdapat perubahan volume pergerakan pada
Jalan Cipaganti maka Jalan Setiabudi akan merasakan pengaruhnya juga, karena
jalan tersebut merupakan terusan dari jalan sebelumnya.
65
TABEL 3-10
JARINGAN JALAN YANG TERKENA PENGARUH LANGSUNG DAN
TIDAK LANGSUNG DENGAN ADANYA PASUPATI
Nama Ruas Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak
Langsung
Jl. Pasirkaliki v
Jl. Cipaganti v
Jl. Cihampelas v
Jl. Tamansari v
Jl. Surapati v
Jl. Setiabudi v
Jl. Sulanjana v
Jl. Aria Jipang v
Jl. Sukajadi v
Sumber: Ardiansyah, 2004
Untuk mengetahui arus lalulintas yang terjadi di ruas sekitar Pasupati
sebelum dan sesudah beroperasi perlu dilakukan prediksi arus lalulintas dengan
menggunakan program SATURN. Sedangkan untuk mengevaluasi kinerja
jaringan digunakan parameter VCR (Volume Capacity Ratio) dan untuk kinerja
simpang digunakan parameter derajat kejenuhan, panjang antrian, dan tundaan
(Ridwan, 2004).
TABEL 3-11
PROYEKSI PENINGKATAN VOLUME ARUS LALU LINTAS
DI RUAS-RUAS SEKITAR PASUPATI
Ruas Jalan Sebelum Sesudah
Jl. Surapati 1455 smp/jam 2680 smp/jam
Jl. Dr. Djunjunan 2756 smp/jam 2890 smp/jam
Jl. Cikapayang 740 smp/jam 2080 smp/jam
Jl. Pasteur 948 smp/jam 1908 smp/jam
Sumber : Ridwan, 2004
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan maka diketahui bahwa setelah
Pasupati beroperasi akan terjadi peningkatan volume arus lalulintas pada jalan
yang mempunyai akses langsung terhadap Pasupati, seperti Jl. Surapati terjadi
peningkatan dari 1455 smp/jam menjadi 2680 smp/jam, Jl. Dr. Djunjunan dari
66
2756 smp/jam menjadi 2890 smp/jam, Jl. Cikapayang dari 740 smp/jam menjadi
2080 smp/jam, dan Jl. Pasteur dari 948 smp/jam menjadi 1908 smp/jam.