BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, · PDF filewewenang penuh mengelola kota dan mengurus...
Transcript of BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, · PDF filewewenang penuh mengelola kota dan mengurus...
27
BAB 3
GAMBARAN UMUM KAWASAN MILITER, BANDUNG
3.1 Tinjauan Sejarah Kota Bandung
Berdasarkan Surat Perintah Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels
kepada Bupati R.A.A. Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten Bandung
mengalami perpindahan dari daerah selatan pinggiran Sungai Citarum (Dayeuh
Kolot) ke pusat Kota Bandung yang sekarang pada tanggal 25 Mei 1810. Perintah
ini didasarkan atas pertimbangan bahwa ibukota Kabupaten Bandung terlalu jauh
ke arah selatan dari rencana pembangunan Jalan Raya Pos (Groote Postweg).
Daerah yang dipilih sebagai ibukota baru tersebut terletak di antara dua buah
sungai, yaitu Cikapundung dan Cibadak, daerah sekitar Alun-Alun Bandung
sekarang (Kunto, 1984: 13-14).
Sejak tahun 1825, Kota Bandung sudah mempunyai suatu “Rancangan
Pembangunan dan Penataan Kota” untuk mengatur pembangunan kota akibat
bertambahnya jumlah penduduk, yang disebut dengan Plan der Negorij
Bandoeng. Dengan adanya rencana ini, maka dilaksanakan pembangunan kota
yang lebih terarah dan terkendali. Rancangan kota ini masih berbentuk sederhana,
dengan batas kota sebelah timur sampai Kaca-kaca Wetan (Simpang Lima), di
sebelah barat sampai Kaca-kaca Kulon (dekat Pasar Andir), sebelah utara sampai
Kantor Kotamadya (Jalan Aceh), dan batas selatan sampai Kebon Kelapa (Kunto,
1984: 182).
Bandung makin ramai karena pada tahun 1856 Gubernur Jenderal Charles
Ferdinand Pahud memerintahkan Ibukota Keresidenan Priangan pindah dari
Cianjur ke Bandung. Namun pemindahan ini baru dilaksanakan pada tahun 1864
bertepatan dengan meletusnya Gunung Gede dekat Cianjur dan pemerintahan saat
itu dipegang oleh Residen Van der Moore (Kunto, 1984: 18).
Perkembangan pesat pembangunan Kota Bandung terjadi pada akhir abad
ke-18, yaitu sekitar tahun 1890 pada masa pemerintahan Bupati R.A.A.
Martanagara (1893-1918). Saat itu mulai dibangun beberapa taman kota yang
28
memberikan suasana asri bagi kota pegunungan ini. Selain itu, mulai dibangun
juga fasilitas-fasilitas penunjang kota seperti penambahan jalan-jalan baru,
pembangunan gedung-gedung baru, serta fasilitas penunjang lainnya (Kunto,
1984: 157).
Sejak 1 April 1906, Kota Bandung memperoleh status sebagai Gemeente,
namun belum sepenuhnya memiliki otonomi pemerintahan. Baru setelah
dinyatakan sebagai Stadsgemeente pada tanggal 1 Oktober 1926, Bandung diberi
wewenang penuh mengelola kota dan mengurus pemerintahan sendiri (Kunto,
1984: 122).
Peranan para arsitek dan planolog di Bandung masa dulu semakin penting
dan meningkat ketika ibukota Priangan ini ditetapkan oleh pemerintah kolonial
sebagai ibukota negara. Ide pemindahan ibukota negara dari Batavia (Jakarta) ke
Bandung berawal dari sebuah laporan tentang kesehatan kota-kota pantai Jawa
yang disusun oleh H.F. Tillema (1916), yang melaporkan bahwa kota-kota di
pantai utara Pulau Jawa keadaannya kurang sehat. Tillema mengusulkan
laporannya tersebut kepada Gubernur Jenderal J.P. van Limburg Stirum (1916-
1921).
Untuk merealisasikan maksud tersebut, dimulailah pembangunan
kompleks perkantoran instansi pemerintah pusat yang mulai dilaksanakan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1920. Adapun instansi pemerintah yang
kemudian menyusul pindah ke Bandung adalah Jawatan Kereta Api Negara (S.S.),
Hoofdbureau PTT (Kantor Pusat Postel), Gouvernements Bedrijven (G.B.) yang
terdiri dari Dinas Pekerjaan Umum (BOW), Jawatan Metrologi (Tera),
Laboratorium dan Museum Geologi, Institut Pasteur (Bio Farma), Balai Besar
Perumka, Topographischen Dienst (Dinas Topografi AD), Militairen Viegdienst
(AU Militer), Stasion Radio Telefoni Malabar, Kantor Kas Negara, dan beberapa
kantor lainnya. Pusat perkantoran instansi sipil dan departemen pemerintahan
tersebut menempati lokasi sekitar Gedong Sate sekarang ini (Kunto, Balai Agung
di Kota Bandung, 1996: 72).
29
GAMBAR 3.1 PUSAT PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG TEMPO DULU
Sumber: http://www.firdaus.or.id/
Sebenarnya, jauh sebelum tuan H.F. Tillema melahirkan gagasan
pemindahan Ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung, secara diam-diam
dan penuh rahasia pimpinan tertinggi Bala Tentara Hindia Belanda telah memilih
wilayah dataran tinggi Bandung sebagai pusat komando militer. Dengan kata lain,
wilayah Bandung merupakan “Pentagon-nya” Hindia Belanda.
Upaya ini telah dirintis semenjak tahun 1898 dengan memindahkan pabrik
mesiu dari Ngawi (Madiun) dan pabrik senjata (Artillerie Constructie Winkel) dari
Surabaya ke Bandung. Pemindahan ACW ini disertai dengan bedol desa para
buruh dan pegawainya, yang kemudian menempati kampung disebut Babakan
Surabaya. Tahun 1916 Departement van Oorlog (DVO) baru dipindahkan dari
Weltevreden ke Bandung dan menempati Gedong Sabau yang mulai dibangun
pada tahun 1908. Begitu pula lapangan terbang Andir (sekarang PAU Husein
Sastranegara) pada tahun 1914 telah diresmikan sebagai pusat pangkalan udara
militer di Hindia Belanda (Kunto, Balai Agung di Kota Bandung, 1996: 80).
Kompleks militer di Bandung dulu, dikenal sebagai Archipelwijk
(Lingkungan Nusantara). Disebut demikian, karena jalan-jalan di kawasan ini
memiliki identitas jalan dengan nama kepulauan atau daerah di nusantara, seperti
Jl. Kalimantan, Jl. Aceh, Jl. Sumatera, Jl. Riau, Jl. Jawa, dan lain-lain. Lokasi
Gedung Sabau (kini Detasemen Markas Kodam III Siliwangi) terletak di kawasan
30
Insulindepark (Taman Lalu Lintas sekarang). Kemudian menyusul pula
pemindahan Paleis van de Legercommandant (Istana Panglima Pasukan) dari
Hertogspark di Weltevreden (Gambir) ke Bandung. Kini bangunan bekas Istana
Panglima Pasukan dijadikan Markas Kodam III Siliwangi.
Jadi, Kota Bandung pada masa sebelum perang direncanakan memiliki
fungsi primer ganda atau dwi fungsi, yakni: ibukota atau pusat pemerintahan sipil
Hindia-Belanda dan Pusat Komando Angkatan Perang Hindia-Belanda. Wilayah
baru di Bandung Utara yang dikembangkan bagi kawasan kompleks perkantoran
pemerintah (sekitar Gedong Sate) dan kompleks militer (sekitar Insulindepark),
tempo dulu sering disebut sebagai Europeesche Zakenwijk (pusat kegiatan
masyarakat Eropa).
Tetapi rencana pemindahan pusat pemerintahan dari Batavia ke Bandung
tersebut tidak terealisasi karena terhalang oleh resesi (maleise) yang menimpa
perekonomian dunia pada tahun 1930-an, yang berdampak buruk terhadap
perekonomian Hindia Belanda. Akibatnya semua proyek-proyek besar
pemindahan ibukota negara ini terpaksa dihentikan (Kunto, 1984: 42). Dari
rencana besar tersebut, fungsi militer Kota Bandung yang sempat dirampungkan
secara tuntas, sedangkan fungsi pusat pemerintahan sipil Hindia-Belanda tidak
sempat diselesaikan.
GAMBAR 3.2 PUSAT MILITER KOTA BANDUNG TEMPO DULU
Sumber: http://www.firdaus.or.id/
31
3.2 Tinjauan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
2004-2013
Kota Bandung sebagai kota yang banyak memiliki benda-benda cagar
budaya terutama bangunan-bangunan bersejarah peninggalan masa pendudukan
Belanda, memiliki kebijakan perundang-undangan yang mendukung pelestarian
bangunan bersejarah tersebut. Walaupun sampai saat ini Peraturan Daerah
mengenai pelestarian bangunan bersejarah belum terealisasi, namun pada Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2004-2013 setidaknya
terdapat beberapa kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya kegiatan
pelestarian bangunan bersejarah di Kota Bandung.
Dalam RTRW Kota Bandung Tahun 2004-2013, terdapat kawasan cagar
budaya yang dalam rencana pola pemanfaatan ruang termasuk kedalam kawasan
lindung. Kawasan cagar budaya merupakan kawasan pelestarian bangunan fisik
serta pelestarian lingkungan alami yang memiliki nilai historis dan budaya Kota
Bandung. Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya yaitu tempat serta ruang
di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi yang mempunyai manfaat tinggi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut RTRW Kota Bandung Tahun 2004-
2013 yang termasuk kedalam 6 (enam) kawasan pelestarian Kota Bandung adalah
sebagai berikut:
• Kawasan Pusat Kota Bersejarah, terdiri dari subkawasan eks pemerintahan
Kabupaten Bandung, Alun-Alun, Asia-Afrika, Cikapundung, dan Braga;
• Kawasan Pecinan, terdiri dari subkawasan jalan Kelenteng, Jalan Pasar Baru,
Otto Iskandardinata, ABC, dan Pecinan;
• Kawasan Pertahanan dan Keamanan, terdiri dari subkawasan perkantoran
Pertahanan dan Keamanan Jalan Sumatera, Jalan Jawa, Jalan Aceh, Jalan Bali,
dan Gudang Militer (Jalan Gudang Utara dan sekitarnya);
• Kawasan Etnik Sunda, terdiri dari subkawasan Lengkong, Jalan
Sasakgantung, Jalan Karapitan, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Melong;
• Kawasan Perumahan Villa, terdiri dari subkawasan Dipati Ukur, Ir. H. Juanda,
Ganesha, Pager Gunung, Tamansari, Diponegoro, R.E. Martadinata,
Cipaganti, Pasteur, Setiabudi, Gatot Subroto, dan Malabar;
32
• Kawasan Industri, terdiri dari subkawasan Arjuna, Jatayu, dan Kebon Jati.
Selanjutnya dalam RTRW juga dijelaskan bahwa kawasan kegiatan
Pertahanan dan Keamanan adalah terkonsentrasi di wilayah Bandung Barat, yaitu
berada di WP Cibeunying dan WP Karees. Pengembangan kawasan kegiatan
Pertahanan dan Keamanan ini direncanakan sebagai berikut :
1. Mempertahankan perkantoran dan instalasi Pertahanan dan Keamanan yang
ada.
2. Mengamankan kawasan, perkantoran dan instalasi Pertahanan dan Keamanan
yang baru sesuai dengan rencana tata ruang pertahanan keamanan.
Kawasan militer (kawasan pertahanan) yang merupakan obyek studi dari
penelitian ini termasuk ke dalam kawasan cagar budaya yang telah disebutkan
sebelumnya. Bangunan-bangunan pusaka yang ada di kawasan ini difungsikan
sesuai dengan ketentuan Rencana Tata Guna Lahan Wilayah Kota Bandung
Tahun 2013 (Gambar 3.3).
33
Rencana Guna Lahan RTRW Kota Bandung
Gambar 3.3
34
3.3 Kegiatan di Kawasan Militer, Bandung
Berikut gambaran kegiatan per ruas jalan di kawasan militer:
• Jalan Aceh, mulai dari persimpangan Jalan Aceh-Jalan Sumatera (depan Hotel
Hyatt) sampai di ujung pertigaan Jalan Aceh-Jalan Riau-Taman Pramuka.
Jalan Aceh dapat dibagi menjadi tiga ruas. Ruas antara Jalan Sumatera sampai
Jalan Banda kegiatan yang ada di satu sisi merupakan perkantoran militer
yaitu kompleks Mabes Kodam III/Slw dan Kodiklat TNI-AD, sedangkan di
sisi lainnya merupakan ruang terbuka hijau dimana terdapat Taman Maluku
dan Lapangan Saparua. Ruas antara Jalan Banda sampai Jalan Cihapit
kegiatan yang terdapat adalah komersial yaitu Gedung Graha Manggala
Siliwangi, boutique, Hero Swalayan; kegiatan perkantoran swasta, kantor PMI
Bandung dan rumah tinggal. Sedangkan ruas jalan antara Jalan Cihapit sampai
Jalan Riau dominan rumah tinggal baik rumah pribadi maupun rumah dinas.
• Jalan Ambon, yang hanya sampai perempatan Jalan Ambon-Jalan Banda.
Di awal Jalan Ambon terdapat perkantoran pemerintah yaitu Dinas
Kependudukan dan Dinas Taman dan Pemakaman, juga ada pelayanan
kesehatan Graha Lansia dan wisma. Kemudian terdapat kegiatan komersial
campuran seperti kantor bis Kramat Djati, perawatan kecantikan, rumah
makan, boutique. Di jalan ini juga terdapat Lapangan Tenis PELTI Jabar.
• Jalan Bali
Jalan Bali didominasi rumah tinggal baik rumah dinas maupun rumah tinggal
pribadi. Beberapa rumah lahan belakangnya dijadikan tempat kost karena
letak rumah yang berdekatan dengan sekolah SMAN 3&5.
• Jalan Banda, yang dimulai dari perempatan Jalan Banda-Jalan Riau.
Ruas mulai dari Jalan Banda-Jalan Riau hingga ke Jalan Aceh terdapat kantor
pemerintahan Dinas Polisi Pamong Praja Propinsi Jawa Barat, Gereja Katolik
St. Albanus, rumah tinggal pastor, kantor swasta, toko sandang, wisma beserta
kegiatan komersialnya. Kemudian antara Jalan Aceh dengan Jalan Belitung
kegiatannya bervariasi mulai dari rumah tinggal, asrama mahasiswa Sulawesi
Utara, kantor swasta pelayanan jasa konsultasi bimbel. Ruas selanjutnya
hingga sampai dengan Jalan Lombok, cenderung kegiatan hunian rumah
35
tinggal, juga ada komersial yaitu dua toko sandang dan beberapa warung
karena letaknya yang strategis dekat dengan sekolah.
• Jalan Bangka
Di Jalan Bangka terdapat kantor militer penting yaitu Direktorat Ajudan
Jenderal TNI-AD dan beberapa perkantoran militer lainnya, juga ada asrama
TNI dan SD Kartika Siliwangi, kemudian terdapat beberapa kegiatan
komersial yang berukuran kecil. Jalan ini juga merupakan pintu utama ke
Lapangan Golf.
• Jalan Bawean
Pada Jalan Bawean dominan terdapat beberapa rumah tinggal, kemudian jasa
konsultasi dan komersial.
• Jalan Belitung
Di Jalan Belitung terdapat beberapa kegiatan yang banyak menarik bangkitan
pergerakan yaitu SMAN 3&5, kolam renang Tirta Merta, dan Taman Lalu
Lintas Ade Irma Suryani Nasution, juga terdapat kegiatan perkantoran militer
dan komersial lainnya.
• Jalan Ermawar
Jalan Ermawar merupakan kompleks perumahan rumah dinas TNI-AD.
• Jalan Gandapura
Di Jalan Gandapura banyak terdapat rumah tinggal dan kegiatan komersial.
Pada ruas jalan yang berdekatan dengan Jalan Gudang dapat ditemukan wisma
milik TNI. Dan di ujung jalan yang bertemu dengan Jalan Jend. A.Yani
terdapat kompleks Ruko Segitiga Emas Kosambi.
• Jalan Gudang Utara-Selatan
Di jalan ini banyak terdapat perkantoran dan bangunan milik TNI seperti
Direktorat Kesehatan AD, Detasemen Pemeliharaan Bekangdam III/Siliwangi,
Unit Perdagangan Umum, gudang peralatan. Selain itu terdapat juga banyak
rumah tinggal yang diantaranya rumah dinas.
• Jalan Halmahera
36
Kegiatan yang ada dominan berkaitan dengan kesehatan seperti rumah sakit
swasta Halmahera Siaga, klinik Perisai Husada, dan kantor milik militer
bagian kesehatan Kodam III/Siliwangi.
• Jalan Jawa, yang dimulai dari pertigaan Jalan Jawa-Jalan Nias.
Terdapat kantor swasta Bala Keselamatan yang bangunannya merupakan
bangunan bersejarah; beberapa perkantoran militer seperti Polisi Militer, Zeni
Kodam III/Siliwangi; kursus bahasa TBI; dan banyak rumah tinggal.
• Jalan Kalimantan
Terdapat kompleks bangunan Detasemen Markas Kodam III Siliwangi,
kemudian didominasi hunian rumah tinggal dan terdapat juga pusat jajanan
SMAN 3&5.
• Jalan Lombok, yang dimulai dari perempatan Jalan Lombok-Jalan Aceh.
Terdapat Stadion Siliwangi milik TNI, kemudian dominan kegiatan komersial
dan pelayanan dan jasa kendaraan bermotor.
• Jalan Menado
Merupakan jalan yang didominasi kegiatan rumah dinas yang masih aktif, dan
terdapat kompleks perumahan Kesatrian Yon Arhanudri.
• Jalan Patrakomala
Jalan ini didominasi oleh rumah tinggal dan terdapat wisma Itjenad milik TNI.
• Jalan Seram
Jalan Seram yang panjangnya pendek sehingga hanya terdapat sedikit kegiatan
yaitu Hotel Gandasari, salon, rumah, dan kantor militer.
• Jalan Sulawesi
Jalan Sulawesi yang bertolak belakang dengan Jalan Aceh sehingga
merupakan bagian dari kompleks Mabes Kodam III/Siliwangi.
• Jalan Sumatera, hanya sampai di perbatasan rel KA.
Kegiatannya antara lain perkantoran yang diantaranya beberapa kantor militer
TNI, kantor swasta dan yayasan Paguyuban Pasundan; kegiatan institusional
SMPN 2 dan SMPN 5, bimbingan belajar GO; wisma; rumah sakit bersalin;
bank; komersial factory outlet.
• Jalan Sumbawa
37
Ruas antara Jalan Sunda dengan Jalan Belitung dominan kegiatan komersial
kecil dan rumah tinggal. Ruas antara Jalan Belitung sampai Jalan Aceh adalah
kegiatan hunian rumah dinas, wisma, juga terdapat museum budaya.
• Jalan Ternate
Di Jalan Ternate cenderung terdapat rumah tinggal. Juga terdapat kantor
pemerintah, wisma dan laboratorium milik militer TNI-AD.
• Jalan Tongkeng
Di jalan ini dominan rumah tinggal dan masih merupakan perumahan rumah
dinas, tetapi beberapa diantaranya dijadikan rumah usaha. Selain itu terdapat
juga perkantoran militer Kesehatan Lapang Kodam III/Siliwangi.
Seperti yang sudah dipaparkan mengenai kegiatan di kawasan militer, di
kawasan tersebut juga terdapat beberapa Ruang Terbuka Hijau yang
diperuntukkan bagi publik. RTH tersebut berupa taman dan lapangan olahraga.
Taman yang ada yaitu Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution yang
letaknya diantara Jalan Belitung. Selain sebagai taman kota, taman ini juga
berfungsi sebagai sarana rekreasi dan sarana pendidikan. Kemudian terdapat
Taman Maluku di sekitar Jalan Sulawesi-Jalan Aceh. Berdasarkan observasi,
Taman Maluku cenderung kurang terawat. Kedua taman ini merupakan bagian
dari peninggalan masa lalu, sesuai dengan pengembangan Kota Bandung sebagai
kota taman (garden city). Kemudian terdapat taman berukuran kecil di depan
kolam renang Titra Merta, Jalan Belitung, disamping SMAN 3&5. Taman ini
banyak dikunjungi oleh para pelajar dan pengunjung kolam renang maupun yang
hanya sekedar beristirahat.
Lapangan olahraga yang ada yaitu Lapangan Olahraga Saparua yang
dikelilingi oleh Jalan Aceh, Jalan Banda, Jalan Ambon, Jalan Saparua; dan
disampingnya juga terdapat lapangan basket berukuran kecil, yang menghadap ke
Jalan Ambon. Kemudian terdapat lapangan tenis Pelti Jabar di Jalan Ambon yang
bertolak belakang dengan Taman Maluku. Dan juga terdapat Stadion Siliwangi di
Jalan Lombok dan tempat latihan lapangan golf di Jalan Bangka. Lapangan-
lapangan olahraga tersebut kondisinya terawat dan dapat digunakan oleh publik.
38
3.4 Karakteristik Bangunan Pusaka di Kawasan Militer, Bandung
3.4.1 Klasifikasi Bangunan Pusaka
Bangunan pusaka yang ada di kawasan militer, Bandung merupakan
bangunan yang hampir semuanya merupakan peninggalan pada masa penjajahan
Belanda. Dilihat dari tabel daftar bangunan bersejarah yang ada, gaya arsitektural
bangunan yang dominan adalah arsitektur Modern Indonesia. Beberapa dari
bangunan tersebut juga merupakan bangunan hasil karya arsitek kenamaan seperti
C.P. Wolff Schoemaker, R.L.A. Schoemaker, F.J.L Ghijsels, F.W. Brinkman en
Voorhoeve. Bentuk bangunan yang tercipta merupakan sebuah karya seni yang
mutakhir pada jamannya dan melegenda sampai sekarang.
Berdasarkan gaya arsitekturnya, bangunan pusaka di kawasan militer
dapat dibedakan atas:
1. Gaya Arsitektur Tradisional Indonesia, yaitu rumah dinas di Jalan Gudang
Selatan No. 18
2. Gaya Arsitektur Klasik, yaitu Kantor Bis Kramat Djati, gudang militer di
Jalan Gudang Selatan No. 88, DENMA KODAM III Siliwangi, FO Bale
Anak, Direktorat Keuangan AD Siliwangi, Paguyuban Pasundan, Rumah
dinas di Jl. Sumtera No. 47
3. Gaya Arsitektur Modern Fungsional (Art Deco Geometrik), yaitu KODIKLAT
TNI-AD, Markas Kodam III/Siliwangi, Gereja Katolik St. Albanus, SMAN 3
& 5, Kantor Pusat Bala Keselamatan
4. Gaya Arsitektur Modern (tropis) Indonesia, yang kebanyakan adalah rumah
tinggal
Kemudian berdasarkan studi pendataan bangunan bersejarah di Kota
Bandung yang dilakukan oleh Bandung Heritage tahun 1997, terdapat tiga
tingkatan klasifikasi bangunan yang akan menentukan tindakan yang harus
dilakukan. Tiga klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
• Degree of Protection A (DPA A), yaitu bangunan atau lingkungan yang sangat
istimewa, bangunan dan lingkungan tidak diperbolehkan untuk diubah sama
39
sekali. Apabila bangunan akan dirubah fungsinya, maka perubahan fungsi
harus dilaksanakan dengan metode pelestarian yang ketat.
• Degree of Protection B (DPA B), yaitu bangunan atau lingkungan yang dalam
pengembangannya harus mengacu pada pelestarian, perubahan-perubahan
dapat dilakukan untuk dapat menampung fungsi baru, tetapi dengan syarat-
syarat yang ketat.
• Degree of Protection C (DPA C), yaitu bangunan yang memang bisa
dikembangkan, disesuaikan dengan standar estetika tertentu, perubahan dapat
dilaksanakan lebih longgar daripada bangunan DP B.
Berdasarkan pengklasifikasian tingkat perlindungan bangunan pusaka
yang dikeluarkan oleh Bandung Heritage tersebut, sebagian besar bangunan
pusaka yang ada di wilayah studi termasuk kedalam bangunan pusaka yang
klasifikasi perlindungannya A, artinya bangunan yang sangat istimewa, tidak
diperbolehkan untuk diubah sama sekali, apabila bangunan akan dirubah
fungsinya maka perubahan harus dilaksanakan dengan metode pelestarian yang
ketat.
3.4.2 Karakteristik Pemilik Bangunan
Bangunan pusaka di kawasan militer dapat dibedakan berdasarkan
kepemilikannya, yaitu milik pemerintah, milik swasta/individu, dan milik
organisasi atau yayasan. Berdasarkan Daftar Bangunan Bersejarah di Kota
Bandung, Tahun 2005, di kawasan militer terdiri dari:
• Bangunan milik instansi pemerintah
Sebagian besar dari bangunan pusaka di kawasan militer merupakan milik
pemerintah, yang terbagi lagi menjadi milik Depdiknas dan milik Dephankam
TNI-AD, sehingga terdapat 25 bangunan milik pemerintah, yang proporsinya
lebih dari setengah dari jumlah bangunan pusaka yang ada di kawasan militer.
Bangunan milik Depdiknas yaitu ketiga sekolah yang ada di kawasan militer,
yaitu SMPN 2, SMPN 5 dan SMAN 3 & 5. Sedangkan bangunan milik
pemerintah TNI-AD terdapat 22 bangunan, yang terdiri dari (6) enam
40
perkantoran militer, 14 rumah dinas TNI, wisma Kartika, dan FO Bale Anak
yang disewakan oleh Kesdam TNI.
• Bangunan milik perorangan
Dari 40 bangunan pusaka, terdapat 11 bangunan milik individu, yang terdiri
dari kantor bis Kramat Djati, kolam renang Tirta Merta, kursus bahasa TBI,
kantor swasta di Jl. Banda No. 12, dan 7 (tujuh) bangunan rumah tinggal.
• Bangunan milik organisasi atau yayasan
Selain bangunan milik pemerintah dan milik individu, terdapat juga bangunan
milik organisasi atau yayasan, yang hanya terdapat 4 (empat) bangunan, yaitu
rumah pertemuan milik perkumpulan Co-Freemasonry di Jl. Banda No.18,
Gereja Katolik St. Albanus di Jl. Banda No.26, kantor pusat Yayasan Bala
Keselamatan di Jl. Jawa No.20, dan kantor organisasi Paguyuban Pasundan di
Jl. Sumatera No. 41.
3.4.3 Fungsi Bangunan
Bangunan-bangunan pusaka di kawasan militer dapat dibedakan
berdasarkan fungsinya, yaitu:
• Bangunan Rumah Tinggal
Di kawasan militer dominan terdapat bangunan dengan fungsi rumah tinggal,
baik rumah dinas maupun rumah pribadi. Dari rumah pribadi beberapa
diantaranya dijadikan rumah usaha.
Umumnya rumah-rumah tersebut bergaya arsitektur tipikal Belanda, yang
dulunya dibangun oleh orang-orang Belanda yang hidupnya sudah mapan atau
yang diperuntukkan bagi para pejabat atau pembesar Belanda.
• Bangunan Perkantoran
Bangunan pusaka yang ada di kawasan militer, yang difungsikan sebagai
perkantoran cenderung merupakan perkantoran militer TNI-AD. Terdapatnya
banyak bangunan peninggalan sejarah di kawasan militer, terutama yang
berfungsi sebagai perkantoran militer dan rumah dinas militer, dapat dipahami
karena ditinjau dari aspek sejarah terutama tentang rencana menjadikan Kota
41
Bandung sebagai ibukota negara untuk menggantikan Batavia. Bangunan
perkantoran lainnya adalah kantor organisasi dan yayasan.
• Bangunan Pendidikan
Bangunan pendidikan yang ada adalah sekolah SMPN 2, SMPN 5, dan SMAN
3&5. Sejak dari awal, bangunan tersebut memang diperuntukkan untuk
sekolah pada jaman kolonial Belanda.
• Bangunan Peribadatan
Di kawasan militer terdapat bangunan pusaka yang mempunyai fungsi sebagai
tempat ibadah yaitu Gereja Katolik St. Albanus. Pada awalnya bangunan
tersebut diperuntukkan untuk kantor yayasan Belanda, tetapi kemudian
yayasan pindah dan dibeli oleh pihak gereja pada tahun 1932, dan sampai
sekarang digunakan sebagai tempat ibadah.
• Bangunan Komersial
Bangunan-bangunan yang memiliki fungsi komersial adalah kantor bis
Kramat Djati, toko busana, salon di Jl. Gandapura, factory outlet.
• Sarana Rekreasi
Di kawasan militer terdapat bangunan yang merupakan sarana rekreasi, yaitu
kolam renang/pemandian Tirta Merta. Kolam renang ini sangat terkenal
dulunya, karena merupakan salah satu dari dua pemandian yang ada pada
jamannya disamping Pemandian Cihampelas.