Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang...

26
x Bab 3 Analisis Data Pada bab ini saya akan menganalisis latar belakang keinginan penundaan memiliki anak pada wanita bekerja yang mengakibatkan penurunan tingkat kelahiran bayi (shoushika) di Jepang ditinjau dari teori feminisme yang berkembang di Jepang. Pada sub bab 3.1 ini saya akan menganalisis terlebih dahulu masalah hubungan naiknya jenjang pendidikan pada wanita Jepang terhadap peningkatan jumlah wanita pekerja yang mengakibatkan penundaan memiliki anak sehingga terjadinya penurunan tingkat kelahiran bayi (shoushika) di Jepang. Kemudian pada sub bab 3.2 saya akan menganalisis dampak peningkatan karier dan upah/gaji terhadap peningkatan jumlah wanita pekerja yang mengakibatkan penundaan memiliki anak sehingga terjadinya penurunan tingkat kelahiran bayi di Jepang ditinjau dari teori feminisme di Jepang. 3.1 Analisis Hubungan Meningkatnya Jenjang Pendidikan pada Wanita Jepang Terhadap Peningkatan Jumlah Wanita Pekerja yang Menimbulkan Shoushika. Setelah Perang Dunia pertama, para wanita muda di Jepang ikut terjun dalam dunia kerja setelah mereka menamatkan sekolah meraka. Pada saat itu wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama dalam mengemban pendidikan setinggi-tingginya. Para ibu menyekolahkan putrinya sehingga putrinya dapat memiliki kesempatan untuk memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidupnya. Dengan pendidikan,

Transcript of Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang...

Page 1: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

Bab 3

Analisis Data

Pada bab ini saya akan menganalisis latar belakang keinginan penundaan memiliki

anak pada wanita bekerja yang mengakibatkan penurunan tingkat kelahiran bayi

(shoushika) di Jepang ditinjau dari teori feminisme yang berkembang di Jepang.

Pada sub bab 3.1 ini saya akan menganalisis terlebih dahulu masalah hubungan

naiknya jenjang pendidikan pada wanita Jepang terhadap peningkatan jumlah wanita

pekerja yang mengakibatkan penundaan memiliki anak sehingga terjadinya penurunan

tingkat kelahiran bayi (shoushika) di Jepang. Kemudian pada sub bab 3.2 saya akan

menganalisis dampak peningkatan karier dan upah/gaji terhadap peningkatan jumlah

wanita pekerja yang mengakibatkan penundaan memiliki anak sehingga terjadinya

penurunan tingkat kelahiran bayi di Jepang ditinjau dari teori feminisme di Jepang.

 

3.1 Analisis Hubungan Meningkatnya Jenjang Pendidikan pada Wanita Jepang

Terhadap Peningkatan Jumlah Wanita Pekerja yang Menimbulkan Shoushika.

Setelah Perang Dunia pertama, para wanita muda di Jepang ikut terjun dalam

dunia kerja setelah mereka menamatkan sekolah meraka. Pada saat itu wanita dan pria

memiliki kesempatan yang sama dalam mengemban pendidikan setinggi-tingginya. Para

ibu menyekolahkan putrinya sehingga putrinya dapat memiliki kesempatan untuk

memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidupnya. Dengan pendidikan,

Page 2: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

orang tua menaruh harapan, anaknya akan memperoleh banyak pilihan hidup. Tingginya

pendidikan yang dimiliki oleh anak perempuan, membuat banyak kemungkinan

perubahan hidup bagi perempuan untuk mempunyai hidup lebih baik dari orang tua

mereka serta akan meningkatkan prestise bagi orang tua anak tersebut.

Menurut Tachibanaki (2010: 68-69) ,beberapa hal yang memotivasi seseorang untuk

mengejar pendidikan:

1. Pendidikan membawa seseorang pada pekerjaan yang bagus dan meningkatkan

kekuasaan.

2. Belajar di sekolah sangat berguna untuk menambah jaringan pertemanan dengan

lainnya.

3. Pendidikan sebagai penyaring pengetahuan, pengetahuan secara ilmiah, dan

karakter.

4. Mengejar pendidikan memungkinkan seseorang untuk bersaing dengan orang

yang melanjutkan kembali sekolahnya atau untuk menunda memasuki dunia

bekerja.

5. Pendidikan memberikan keuntungan dalam menetapkan mencari pasangan

menikah.

Dapat kita lihat pada point nomor 1 dan 2, bahwa kedua point ini menunjukkan

pendidikan membawa suatu keuntungan ekonomi bagi seseorang. Pada nomor 1 yaitu,

pendidikan membawa seseorang pada pekerjaan yang bagus dan meningkatkan

kekuasaan, Hal ini menunjukkan bahwa, dengan kita mengemban pendidikan tinggi

Page 3: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

akan membawa seseorang mendapatkan pekerjaan yang bagus dan bergengsi. Serta

menambah kekuasaan seseorang baik secara pribadi maupun di mata masyarakat.

Kemudian pada motivasi nomor 2 yaitu, belajar di sekolah sangat berguna untuk

menambah jaringan pertemanan dengan lainnya. Dapat diartikan bahwa, dengan

seseorang bersekolah tentunya dia melakukan interaksi dengan banyak orang, semakin

pandainya seseorang dalam berinteraksi tentunya akan memperluas jaringan perkenalan

dengan orang banyak. Dengan banyaknya kenalan yang ia miliki akan menguntungkan

dia memeperoleh informasi untuk meningkatkan kariernya serta promosi-promosi akan

kemampuan yang ia miliki. Tentunya dengan banyaknya orang yang mengenal

kemampuan ataupun kelebihannya, maka akan mendatangkan keuntungan baik berupa

materi ataupun kebanggaan pribadi bagi orang tersebut.

Mengejar pendidikan sebagai motivasi memberi keuntungan atau kepuasan pribadi

seseorang dapat kita lihat pada point nomor 3, 4, dan 5. Pada nomor 3 dijelaskan bahwa,

pendidikan sebagai penyaring pengetahuan, pengetahuan secara ilmiah dan karakter. Hal

ini menjelaskan bahwa dengan pendidikan membuat seseorang bertambah ilmu

pengetahuannya serta membentuk karakter-karakter baru yang membawa dampak positif

bagi orang tersebut. Nomor 4 menjelaskan bahwa, mengejar pendidikan memungkinkan

seseorang untuk bersaing dengan orang yang melanjutkan kembali sekolahnya atau

untuk menunda memasuki dunia bekerja. Hal ini bermaksud bahwa, seseorang yang

terus melanjuti pendidikannya memiliki kesempatan besar untuk menyaingi atau

mengejar orang-orang yang terlebih dahulu atau memiliki tingkat pendikan yang lebih

tinggi darinya namun menunda dengan alasan tertentu baik karena bekerja ataupun

lainnya. Kemudian orang yang menunda melanjuti pendidikan tersebut kembali

Page 4: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

melanjuti pendidikannya dengan bersamaan orang yang terus melanjuti pendidikannya

tanpa menunda. Tentunya hal ini membawa keuntungan bagi orang yang terus melanjuti

pendidikannya tanpa menunda bisa menyamakan kesempatan memasuki dunia bekerja

atau wawasan yang sama dengan pendahulunya. Kemudian pada nomor selanjutnya

yaitu, pendidikan memberikan keuntungan dalam menetapkan mencari pasangan

menikah. Ditegaskan oleh Tachibanaki ( 2010:64 ), hal ini menjelaskan bahwa

pendidikan memungkinkan seseorang mendapatkan pasangan menikah yang berbobot,

karena dengan memiliki pendidikan yang tinggi secara tidak langsung menetapkan

standar atau kriteria untuk menjadi pasangan hidupnya. Dengan memiliki pendidikan

yang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang

berpendidikan tinggi juga, hal ini tentunya akan membawa hal positif bagi seseorang

dengan memiliki pasangan berpendidikan tinggi.

Dengan banyaknya motivasi seseorang mengejar pendidikan menurut Tachibanaki

(2010: 68-69) sebelumnya, maka tidak mengejutkan bahwa banyak penduduk Jepang

saat ini melanjuti pendidikan hingga ke jenjang pendidikan yang tertinggi sebagai modal

untuk memiliki masa depan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari grafik diagram di

halaman selanjutnya.

Page 5: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

3.1 Diagram Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun

2005

TK, 1,739

SD, 7,197

SMP, 3,626

SMA, 3,605

Sekolah pendidikankhusus, 102

Aneka sekolah, 164

Kuliah pelatihan khusus,1,784

Diploma, 219

Institut teknologi, 59

Universitas, 2,865

 

Sumber: MEXT (2005)

Dengan melihat diagram di atas, terlihat adanya kecendrungan banyaknya jumlah

murid pada tahun 2005 di atas. Pada tingkat dasar, penduduk di Jepang menjalani

pendidikan wajib dari tingkat sekolah taman kanak-kanak sebanyak 1,739 murid,

sekolah dasar sebanyak 7,197 murid, sekolah menengah pertama sebanyak 3,626 murid,

dan sekolah menengah atas sebanyak 3,605 murid. Hal ini menunjukkan bahwa

tingginya jumlah siswa pada pendidikan tingkat dasar sangat berarti dan wajib bagi

kehidupan anak-anak di Jepang.Tidak hanya menyekolahkan anak-anak pada tingkat

Page 6: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

dasar, para orang tua di Jepang pun menyekolahkan anak-anaknya hingga ke tingkat

universitas, diploma, institut teknologi, dan sekolah kejuran khusus lainnya. Dapat

dilihat juga dalam table diagram jumlah siswa pada tahun 2005 di halam sebelumnya,

bahwa banyak siswa setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah keatas

melanjutkan pendidikan ke universitas sebanyak 2,865 siswa.

Pentingnya memiliki jenjang pendidikan yang tinggi, dapat kita lihat pada grafik

berikutnya. Pada grafik selanjutnya kita akan melihat perkembangan jumlah perempuan

yang melanjuti pendidikannya hingga universitas.

3.1 Grafik Wanita Dewasa yang lulus dari Universitas

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

2002 2003 2004 2005

W anita lulusanuniversitas

 

Sumber : MEXT (2005)

Berdasarkan grafik wanita dewasa yang lulus dari universitas menurut Ministry of

Education, Culture, Sport, Science & Technology (2008), pada tahun 2002 terdapat

sebanyak 11.740 wanita lulusan universitas. Kemudian sebanyak 12.659 wanita pada

Page 7: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

tahun 2003. Diikuti pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 14.544 wanita dan 15.852

wanita lulusan universitas.

Menurut analisis penulis perkembangan grafik wanita dewasa yang lulus dari

universitas menunjukkan bahwa, jumlah wanita yang lulus dari universitas akan terus

meningkat setiap tahunnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa para orang tua terus

mengupayakan putrinya untuk memperoleh pendidikan setinggi mungkin yang setara

dengan laki-laki sesuai dengan konsep pemikiran feminisme. Ditegaskan oleh Tong

(2008: 66) bahwa, dengan memberikan pendidikan awal yang sama bagi anak-anak

perempuan dan laki-laki, serta mengakhiri prasangka, yang pada gilirannya akan

menuntut redistribusi besar-besaran atas sumber daya dan perubahan kesadaran yang

besar.

Sesuai dengan pernyataan Tachibanaki mengenai motivasi seseorang mengejar

pendidikan pada point nomor 5 yaitu, pendidikan memberikan keuntungan dalam

menetapkan mencari pasangan menikah. Apabila wanita memiliki pendidikan yang

tinggi, maka wanita dapat menentukan kebebasannya dalam menentukan jalan hidupnya,

salah satunya dalam menentukan pasangan hidup sesuai dengan kriterianya. Beberapa

kriteria yang dipilih orang untuk menjadi pasangan hidup pada umumnya dipertegas

oleh Tachibanaki (2010: 64) ialah sebagai berikut; 1.pendidikan, 2. pekerjaan, 3.

penghasilan, 4. latar belakang keluarga, 5. penampilan, 6. kepribadian, dan 7. tinggal

bersama orang tua atau tidak. Dapat dilihat dari ketujuh kriteria seseorang mencari

pasangan hidup, beberapa berdasarkan kriteria ekonomi, latar belakang calon pasangan,

serta personal calon pasangan tersebut. Pada kriteria ekonomi dapat kita lihat pada point

pekerjaan dan penghasilan. Kriteria latar belakang calon pasangan pada point pendidikan,

Page 8: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

latar belakang keluarga, dan tinggal bersama orang tua atau tidak. Kemudian kriteria

personal ditunjukkan pada point penampilan dan kepribadian calon pasangan tersebut.

Pada dekade selanjutnya, wanita Jepang memilih pasangannya dengan kondisi yang

berbeda dengan pada masa orang tua mereka. Dewasa ini ada tiga hal yang dijadikan

kriteria yaitu : tingginya tingkat pendidikan, tingginya tingkat pemasukkan, tingginya

kualitas penampilan secara fisik. Atau kriteria ini dikenal dengan istilah “three highs”.

Menurut analisis penulis, dengan tingginya tingkat pendidikan maka wanita

memiliki rasa percaya diri dalam memilih calon pasangannya. Wanita ini telah

menetapkan kriteria ideal menurut mereka, tanpa perlu menuruti atau terpengaruh dari

pihak lain. Hal ini ditegaskan oleh Iwao, (1993: 63), wanita saat ini berbeda dari ibu

mereka, mereka mempunyai kebebasan dalam memilih dan menentukan kualifikasi

calon pasangan hidup mereka, bahkan jika mereka telah berusia 30 tahun. Hal ini

menjelaskan bahwa pendidikan dan pekerjaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan

sebagai salah satu faktor utama yang menentukan seseorang dalam memilih pasangan

hidup. Dengan memiliki pendidikan tinggi serta pekerjaan yang bagus memungkinkan

wanita mendapatkan pasangan hidup yang baik.

Dengan mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan tiga kriteria wanita Jepang

dalam memilih calon pasangan hidup mereka saat ini, yaitu : tingkat pendidikan yang

tinggi, tingkat pemasukan keuangan yang tinggi, serta penampilan fisik dengan kualitas

tinggi, tentunya menambah kebanggan pribadi bagi wanita dapat memperoleh calon

pasangan yang sesuai dengan kriteria saat ini.

Page 9: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

Setelah mengetahui kriteria memilih calon pasangan hidup wanita dewasa Jepang

saat ini, selanjutnya kita akan melihat grafik perkembangan jumlah pasangan yang

menikah.

3.2 Grafik Pekembangan Jumlah Pasangan yang Menikah

 

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

20

40

60

80

100

120

22 ・ 30 ・ 40 ・ 50 ・ 60 2 7 ・ 17 21

婚姻率(人口千対)

婚姻件数

婚姻 率

昭和22年

最高の婚姻率

昭和47年

最高の婚姻件数

1 099 984組

昭和・・年 平成・年

平成21年

推計値 5.7

万組

平成21年推計

714 000 組

昭和22年

12.0

図4 婚姻件数及び婚姻率の年次推移

    Sumber : Ministry of Health and Welfare (2009) 

     Keterangan : 

     人口千対       =  Jumlah penduduk per 1.000  orang 

婚姻件数 = Kasus pernikahan

2002‐2007

Page 10: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

昭和 = Tahun Showa ( 1926 – 1986 )

平成 = Tahun Heisei ( 1988 – sekarang )

婚姻率 = Tingkat pernikahan

万組 = Jumlah per 10.000 pasangan

Menurut grafik perkembangan jumlah pasangan yang menikah dari Departemen,

Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan. Pada tahun 2002 (平成 14) sebanyak 757.331

pasangan telah menikah. Kemudian pada tahun 2005 (平成 17) turun menjadi 714.265

pasangan yang menikah. Akan tetapi, pada tahun 2006 (平成 18) jumlah pasangan yang

menikah meningkat menjadi 730.971 pasangan. Dan pada tahun 2007 (平成 19)

menurun kembali menjadi 719.822 jumlah pasangan yang menikah.

Berdasarkan perkembangan grafik jumlah pasangan yang menikah dari Departemen

Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan. Perkembangan jumlah pasangan yang menikah

antara kurun waktu tahun 2002 hingga tahun 2007 mengalami sekali kenaikan jumlah

pasangan yang menikah pada tahun 2006. Dan juga mengalami banyak penurunan

tingkat jumlah pasangan yang menikah.

Setelah menikah, tentunya kita harus melihat berapa banyak pasangan yang

melahirkan anak, karena salah satu tujuan dari menikah ialah memiliki keturunan.

Surbakti ( 2008:106 ) mengatakan bahwa, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk

melanjutkan keturunan. Setiap pasangan pernikahan secara normal pasti mengingkan

Page 11: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

keturunan sebagai buah pernikahan mereka. Pada grafik selanjutnya, bisa dilihat

perkembangan tingkat kelahiran.

3.3 Grafik Perkembangan Kelahiran Bayi di Jepang

0

1

2

3

4

5

22 ・ 30 ・ 40 ・ 50 ・ 60 2 7 ・ 17 21

出生数

合計特殊出生率

(昭和22~24年)最高の出生数

2 696 638人

第2次ベビーブーム

(昭和46~49年)2 091 983人

平成17年

最低の出生数 1 062 530

最低の合計特殊出生率 1.26

万人

300

200

100

0

昭和・・年 8

第1次ベビーブーム

図1 出生数及び合計特殊出生率の年次推移

1 360 974人

昭和41年

ひのえうま

平成21年推計値

1 069 000 人

平成・年 

Sumber : Ministry of Health and Welfare (2009) 

     Keterangan : 

     人口千対       =  Jumlah penduduk per 1.000  orang 

出生数 = Banyaknya kelahiran

昭和 = Tahun Showa ( 1926 – 1986 )

2002‐2007

Page 12: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

平成 = Tahun Heisei ( 1988 – sekarang )

会計特殊生率 = Tingkat kelangsungan hidup

Grafik perkembangan kelahiran bayi di atas menunjukkan pada tahun 2002 (平成 14)

sebanyak 1.153.885 bayi telah lahir. Kemudian pada tahun 2003 (平成 15) sebanyak

1.123.610 bayi, 1.110.721 bayi di tahun 2004 (平成 16) , dan 1.062.530 bayi di tahun

2005 (平成 17). Pada tahun 2006 (平成 18) jumlah tingkat kelahiran bayi sedikit

bertambah menjadi 1.092.674 bayi, dan menurun lagi menjadi 1.089.818 bayi di tahun

2007 (平成 19).

Membandingkan dengan grafik sebelumnya yaitu, grafik perkembangan jumlah

pasangan yang menikah dengan grafik jumlah perkembangan bayi yang dilahirkan,

kedua grafik ini menunjukkan berbanding lurus. Pada kedua grafik ini menunjukkan

bahwa pada tahun yang sama, apabila perkembangan jumlah pasangan menurun maka

jumlah kelahiran bayi pun ikut menurun. Bisa dilihat pada kedua buah grafik di atas,

pada tahun 2002 hingga tahun 2005, baik jumlah pasangan yang telah menikah dan

memiliki anak, keduanya menunjukkan jumlah yang menurun. Akan tetapi, pada tahun

2006 jumlah pasangan yang menikah dan kelahiran bayi sedikit meningkat. Dan kedua

grafik tersebut kembali lagi mengalami penurunan di tahun 2007.

Menurut analisis penulis, penurunan tingkat jumlah pasangan yang menikah

dihubungkan dengan kriteria mencari calon pasangan hidup yang ditetapkan oleh wanita

Jepang saat ini ialah disebabkan oleh faktor pendidikan tinggi yang dimiliki oleh wanita

Jepang saat ini. Oleh karena itu banyak dari wanita tersebut yang terus fokus

Page 13: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

mengembani jenjang pendidikan yang tinggi, dan mulai menikmati keuntungan yang ia

peroleh dengan memiliki pendidikan yang tinggi sehingga bagi wanita-wanita yang

memiliki pendidikan tinggi ini mencari pasangan hidup bukanlah sekedar untuk

memiliki keturunan. Akan tetapi, mencari pasangan hidup adalah suatu kebutuhan hidup

berbagi bersama baik secara pola pikir, keuangan, pengalaman hidup, dan lain

sebagainya.Oleh karena itu, ketika wanita ini telah menemukan pasangan yang cocok

sesuai dengan kriteria saat ini, maka mereka tidak bertujuan langsung memiliki

keturunan. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pasangan muda di Jepang yang telah

menikah, namun tidak terlalu mengupayakan memiliki keturunan secepatnya. Inilah

yang mengakibatkan munculnya fenomena shoushika (penurunan tingkat jumlah

kelahiran bayi).

Dengan sekolah, wanita dapat berinteraksi menambah kenalan, bertukar pikiran, serta

menambah wawasan pengetahuan dalam pengembangan dirinya. Cara pola pikir yang

berubah sejalan dengan bertambahnya pengetahuan, membentuk karakter wanita.

Banyak ibu diam-diam bangga dan bahkan sedikit iri pada putri mereka baik dalam

kemampuan ekonomi dan kebebasan (Iwao, 1993: 64). Karena pada masa mereka,

mereka hidup dalam kehidupan patriarki, yaitu kehidupan sosial yang mementingkan

garis keturunan dari bapak, yang tidak bisa memperoleh kebebasan untuk menempuh

pendidikan tinggi. Mereka tidak punya pilihan selain patuh terhadap bapak, suami, serta

keluarga mereka yang membatasi kebebasan mereka.

Saat ini para wanita dapat memiliki dan mengejar pendidikan dan pekerjaan yang

setara dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan terdapatnya tujuan dari teori feminisme

Page 14: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

yaitu menghilangkan pandangan bahwa garis keturunan laki-laki atau garis keturunan

patriarkat lebih diutamakan dalam memilih dan menentukan masa depan mereka.

Wanita pun memiliki kesempatan yang sama dengan pria dalam menyetarakan

persamaan hak dalam memperoleh kebahagiaan hidupnya. Hal ini sesuai dengan Suharto

(2006:14), yang menyatakan bahwa Feminisme sosialis adalah gerakan untuk

membebaskan perempuan melalui perubahan struktur patriarkat.

Menurut analisis penulis, tingginya pendidikan yang diembani oleh perempuan

Jepang saat ini berarti telah menunjukkan penyetaraan perempuan dalam bidang

akademi, sangatlah penting bagi perempuan untuk memperoleh kesempatan

berkehidupan yang lebih layak sama halnya dengan laki-laki. Hal ini juga dipertegas

oleh Mill dan Taylor dalam Tong ( 2008: 23 ), bahwa jika masyarakat ingin mencapai

kesetaraan seksual, atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberikan

perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama yang dinikmati oleh

laki-laki. Dengan pemikiran ini banyak orang tua yang menyekolahkan putrinya setinggi

mungkin, sehingga putrinya memperoleh pekerjaan yang baik dan menjadi kebanggan

bagi mereka sebagai orang tua dan di mata masyarakat.

 

Page 15: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

3.2 Analisis Dampak Peningkatan Karier & Upah/Gaji Terhadap Peningkatan

Jumlah Wanita Bekerja yang Mempengaruhi Timbulnya Shoushika.

Sebelum memasuki dunia perindustrian, pada mulanya Jepang merupakan negara

agraris. Para penduduk bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Sejak berakhirnya

Perang Dunia II dan munculnya industrialisasi di Jepang, sistem negara keluarga

dihapuskan. Asas demokrasi mulai diberlakukan dalam kehidupan berkeluarga dengan

munculnya tenaga kerja wanita dalam berbagai bidang pekerjaan. Mereka dapat bebas

mengikuti pendidikan seperti halnya pria. Kebebasan mengikuti pendidikan diberikan

kepada seluruh warga Jepang dengan tanggung jawab secara pribadi.

Perkembangan industri yang pesat disertai dengan penurunan angka ketergantungan

hidup sebagai petani mengakibatkan sejumlah besar laki-laki muda dewasa

meninggalkan lapangan kerja pertanian dan mencari pekerjaan di sektor non-pertanian.

Akibatnya kebanyakan lahan-lahan pertanian hanya dikerjakan oleh anggota keluarga

berusia lanjut dan kaum wanita.

Pada awal perkembangan era industri di Jepang, wanita dipekerjakan menjadi buruh

di industri tekstil. Pada masa itu industri tekstil yang terkenal yaitu sutera dan kapas.

Industri ini menjadi komoditas utama diprioritaskan untuk diekspor ke luar negeri.

Kemudian para wanita yang memiliki pendidikan agak tinggi, dengan lulusan sekolah

menengah ke atas, juga bekerja di berbagai macam jenis pekerjaan kantoran atau dikenal

dengan istilah ‘white collar’ atau ‘kerah putih’ ( Mackie, 2003:75 ) .

Pada umumnya wanita Jepang pada masa Perang Dunia II memasuki dunia pekerjaan

setelah mereka menamatkan sekolah mereka. Mereka bekerja selama beberapa tahun,

Page 16: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

dan seringnya kembali melanjutkan pekerjaannya setelah mengandung anak pertama.

Hampir sembilan puluh persen wanita di Jepang menikah sebelum berusia 35 tahun, dan

hampir semua wanita yang telah menikah juga menjadi ibu yang memiliki anak

(Steinhoff dan Tanaka, 1989: 104) .

Setelah Perang Dunia II, sejak tahun 1960-an kekuatan perekonomian utama Jepang

terletak pada perindustriannya. Isteri yang tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga

sepenuhnya menjadi simbol kesuksesan ekonomi. Para isteri ini berada dalam kelas

menengah dan kelas pekerja. Dapat ditemui bahwa para isteri ini memiliki suami yang

berasal dari kelas menengah, dan karyawan dari sebuah perusahaan besar. Kemudian

para isteri ini mengerahkan seluruh waktunya untuk mengurus rumah dan anak.

Beberapa wanita menambah pendidikan dan keahlian untuk mengatur rumah tangga, dan

mengatur perekonomian rumah tangganya (Steinhoff dan Tanaka, 1989: 104).

Pada saat ini wanita Jepang memiliki pendidikan tinggi, tidak hanya untuk mengatur

rumah tangganya kelak, tapi juga sebagai modal awal mereka untuk memperoleh

pekerjaan sebagus mungkin, baik dari segi jabatan maupun gaji yang diperoleh.

Wanita yang telah menikah, yang beristirahat dari pekerjaanya, kemudian

memutuskan kembali lagi memasuki dunia bekerja, biasanya akan mendapat posisi

pekerjaan yang lebih rendah daripada posisi pekerjaannya sebelum menikah. Selain itu

juga, kebanyakan dari para wanita yang berhenti dari pekerjaanya saat menikah, tidak

akan memperoleh jenis pekerjaan yang sama dengan pekerjaan yang telah dia tinggalkan

sebelumnya, karena dibutuhkannya jenjang karier yang panjang untuk memperoleh

posisi manajer dalam sebuah perusahaan yang besar. Oleh karena itu, banyak

Page 17: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

manajemen dalam sebuah perusahaan mendiskriminasi para wanita yang meninggalkan

perusahaan demi keluarga dan anak untuk mencari wanita muda berbakat lainnya,

bekerja dalam perusahaannya.

Usui dan Rose ( 2003 : 97 ) mengemukakan bahwa ;

Managers believe that company investment in young women is not worthwhile since they will leave to have children. There has been a systematic pattern of overt corporate discrimination against women based on condition of marriage, family, and age.

Manajemen berkeyakinan bahwa investasi perusahaan pada wanita muda adalah layak ketika mereka meninggalkan perusahaan untuk memiliki anak. Ada pola sistematis diskriminasi terang-terangan terhadap perempuan dalam perusahaan sesuai dengan kondisi pernikahan, keluarga, dan usia.

Pernyataan Usui dan Rose menjelaskan bahwa sistem diskriminasi dalam sebuah

manajemen di perusahaan memang benar ada dan telah tersusun sistematis. Pada

awalnya wanita muda yang memiliki kemampuan yang dapat mendatangkan keuntungan

bagi perusahaan akan dipekerjakan secara baik dan memiliki kesempatan dalam

memperoleh tingkat jabatan tertentu dalam perusahaan. Akan tetapi, ketika wanita ini

memutuskan untuk meninggalkan perusahaan demi pernikahan ataupun keluarga, maka

wanita tersebut akan didiskriminasi dalam manajemen perusahaan. Oleh karena itu, tidak

memungkinkan bagi wanita yang berhenti kemudian berniat kembali memasuki dunia

bekerja untuk bekerja dan memperoleh jabatan yang ditinggalkannya pada perusahaan

sebelumnya.

Baik dalam sektor publik maupun sektor pribadi, perusahaan dengan organisasi yang

besar di Jepang, hanya memperkerjakan pegawai dengan level karyawan kantoran

(staff), dan berharap akan mempensiunkan pegawai ini hingga mereka berumur

Page 18: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

pertengahan lima puluh tahun. Pada umumnya karyawan ini adalah lulusan baru dari

sekolah, tanpa memiliki pengalaman bekerja sebelumnya. Jenjang karier manajer

umumnya lulusan akademi ataupun universitas selama empat tahun, namun tidak pernah

mengikuti pelatihan khusus. Para karyawan baru diberikan pelatihan oleh perusahaan

selama tahun pertama dalam pekerjaannya. Kemudian mereka dipindahkan ke berbagai

macam bagian di dalam perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

mereka, dan juga menerima pelatihan pelayanan secara terus-menerus selama lebih dari

satu tahun (Steinhoff dan Tanaka, 1989:106 ).

Kebanyakan perusahaan lebih memilih mengirimkan karyawannya untuk mengikuti

pelatihan, apabila merupakan sebuah kebutuhan pada bagian dalam perusahaan tersebut,

daripada mempekerjakan seseorang yang telah siap dan mengusai bidangnya, hal ini

mengakibatkan bahwa perusahaan menghapus karyawan untuk posisi manajemen

dengan menyediakan berbagai peluang pengembangan karir internal. Dijelaskan bahwa

semua karyawan mempunyai peluang yang sama dalam memperoleh jabatan, namun hal

spesifik yang dinilai dari perusahaan ialah kemampuan potensi masing-masing individu.

Pada umumnya, segala promosi pekerjaan bersifat internal, dan dinilai oleh para

senior. Setelah sekitar delapan tahun berdedikasi untuk perusahaan tempat ia bekerja,

semua karyawan tetap yang bergabung ke dalam perusahaan pada tahun yang sama.

Memenuhi syarat untuk mendapatkan promosi jabatan. Promosi jabatan yang paling

tinggi diberikan pada orang terdekat atau bahkan melebihi batas formal usia pensiun.

Biasanya situasi diatur sedemikian rupa, sehingga tidak satu orang pun dari peringkat

dan kelompok usia yang sama, tidak memperoleh promosi selama masa kerja mereka.

Page 19: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

Wanita lajang dan muda yang dipekerjakan atas kemampuannya, akan pensiun ketika

memasuki pernikahan dan menjadi ibu rumah tangga selama beberapa tahun, tanpa

dipromosikan ke jenjang karir lebih tinggi. Karena perusahaan tidak mau

mempromosikan wanita ini, perusahaan selalu menerima perempuan dengan level

pendidikan yang lebih rendah ( sekolah menengah ke atas atau sarjana diploma )

daripada karyawan laki-laki dari perusahaan yang sama.

Steinhoff dan Tanaka ( 1989:108 ), mengatakan bahwa hingga saat ini, wanita secara

umum menerima sistem ini. Dalam keluarga tradisional, wanita dinasihati untuk

mendapatkan tipe dan level pendidikan yang membuat mereka dapat menikahi manajer,

daripada mereka menjadi seorang manajer. Walaupun kompetisi untuk memasuki

universitas terbuka lebar, dan ketika mereka masuk dalam universitas, mereka

mendapati bahwa disiplin ilmu seperti hukum, ekonomi, dan teknik ialah beberapa

bidang yang paling sering diterima oleh perusahaan, dan juga merupakan bidang disiplin

ilmu yang cenderung digeluti oleh laki-laki. Oleh karena itu, alasan ini membuat

perempuan menyamakan kualifikasi dengan pria, dalam hal ini yaitu menyetarakan agar

memperoleh posisi jabatan dalam perusahaan besar.

Page 20: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

3.2 Diagram Persentase Mahasiswi dari Universitas Berdasarkan Bidang

Studi Utama yang Diambilnya (2005).

 

Sumber : MEXT (2005)

Berdasarkan diagram di atas bisa dilihat dari 1.009.217 mahasiswi sebanyak 29.20%

mengambil studi utamanya ilmu pengetahuan sosial. Ilmu pengetahuan sosial terdiri atas

ruang lingkup ekonomi, hukum, manajamen, psikologi, sastra dan lainnya. Yang kita

ketahui bahwa bidang ilmu pengetahuan sosial lebih luas lagi pengembangan minat dan

lapangan kerjanya, dan juga banyak perusahaan-perusahan besar yang ingin menerima

karyawan dari lulusan tersebut.

Hal ini ditegaskan oleh Edwards (2002:50) bahwa lulusan universitas cenderung

lebih mudah memperoleh promosi jabatan manajer hingga ke tingkatan paling tinggi

seperti (kepala bagian, kepala departeman, dan kepala divisi), selain itu juga hampir

selalu dapat diterima dalam perusahaan firma berskala besar (yang kompensasi gajinya

lebih besar daripada perusahaan firma berskala sedang).

Page 21: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

3.4 Grafik Perubahan Gaji Awal bagi Lulusan Baru dan Tingkat

Perubahan Upah dari Tahun ke Tahun Berdasarkan Industri (Total untuk

Semua Ukuran perusahaan) bagi Lulusan Baru Perguruan Tinggi Dimulai

dari ¥1000

JPY 160.00

JPY 165.00

JPY 170.00

JPY 175.00

JPY 180.00

JPY 185.00

JPY 190.00

JPY 195.00

JPY 200.00

JPY 205.00

JPY 210.00

2004 2005 2006 2007

mencakup industri

pertambangan

konstruksi

manufaktur

listrik, gas, dan penyuplai air dan panas

informasi & komunikasi

transportasi

perdagangan grosir dan eceran

keuangan & asuransi

real estate

tempat makan dan minum sertaakomodasiperawatan medis kesehatan &kesejahteraanpendidikan & dukungan belajar

pelayanan

 

Sumber : MHLW (2005)

Melihat dari gafik di atas, bahwa saat ini gaji yang diperoleh oleh pekerja wanita

yang bekerja di bidang informasi & komunikasi serta real estate lebih besar daripada gaji

dari pekerjaan bidang lain. Dalam bidang informasi & komunikasi, pada tahun 2004 dan

2005 sebesar ¥ 201.400 dan ¥ 201,800. Kemudian pada tahun 2006 dan 2007 mengalami

kenaikan pesat menjadi ¥ 207.100 dan ¥ 201.100.

Page 22: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

Menurut analisis penulis, peningkatan upah kerja dalam bidang informasi dan

teknologi disebabkan majunya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di Jepang saat

ini. Pada umumnya bidang informasi dan komunikasi ialah bidang yang dikerjakan oleh

para laki-laki seperti lulusan disiplin ilmu teknik informatika ataupun teknik komputer.

Akan tetapi, dengan adanya wanita yang berhasil mengikuti disiplin ilmu tehnik

informatika ataupun teknik komputer, maka wanita ini telah menyetarakan kemampuan

dirinya bekerja, sama halnya dengan laki-laki. Hal ini membuka peluang bagi wanita

tersebut untuk memperoleh gaji yang sama tingginya dengan karyawan laki-laki serta

terbukanya bidang-bidang pekerjaan yang baru bagi wanita untuk dikerjakan, meskipun

sudah menjadi umum bagi para laki-laki mengerjakannya.

Usui dan Rose (2003:96), mengemukakan bahwa :

“Gender differences in seniority provide one explanation for the wide gender gap in wages. Over the years, women have gained more seniority on the job and the gender gap in seniority has shrunk considerably. On average, women’s continuous job tenure is five years shorter than that of men. However, it has not reduced the earnings gap beetween men and women in accordance with recent increases in women’s seniority. Education is another explanation for wage disparities for women”.

Perbedaan gender dalam senioritas menyediakan satu penjelasan atas kesenjangan gender luas dalam upah. Selama bertahun-tahun perempuan mendapatkan banyak kesenioritasan dalam pekerjaan dan kesenjangan gender dalam senioritas meningkat secara signifikan. Akan tetapi, hal itu telah mengurangi kesenjangan pendapatan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan peningkatan baru-baru ini di senioritas perempuan. Pendidikan merupakan penjelasan untuk perbedaan upah untuk perempuan.

Pernyataan Usui dan Rose diatas menjelaskan bahwa, selama ini masalah jenis

kelamin menjadi penyebab kesenioritasan dalam perolehan upah. Gender menjadi

perbedaan seseorang dalam memperoleh upah. Selama bertahun-tahun perempuan

Page 23: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

mendapat diskriminasi dalam pekerjaan perolehan upah. Akan tetapi, akhir-akhir ini

telah banyak peningkatan dan perubahan dalam kesenioritasan perempuan sehingga

masalah kesenjangan gender dalam perolehan upah mulai teratasi. Salah satu penyebab

perubahan dalam kesenioritasan perempuan adalah tingginya tingkat pendidikan yang

dimiliki oleh perempuan. Dengan pendidikan yang tinggi, maka masalah kesenjangan

gender dalam perolehan upah mulai menghilang.

Saat ini pun telah banyak dijumpai perusahaan-perusahaan asing yang telah

beroperasi sukses di Jepang. Kebanyakan dari perusahaan tersebut tertarik untuk

merekrut wanita muda cemerlang dan atraktif, yang memiliki ambisi karier yang tinggi

pula serta kemampuan berbahasa asing yang bagus. Sembilan puluh persen dari

perusahaan ini ialah perusahaan berskala kecil atau sedang. Akan tetapi, perusahaan ini

juga menawarkan tantangan pekerjaan dengan gaji yang bagus serta lebih bersaing dari

gaji para karyawan laki-laki di perusahaan-perusahaan Jepang lainnya. Sehingga

perusahaan ini lebih dikenal dengan “woman-friendly employee” ( perusahaan ramah-

wanita ) (Iwao, 1993:169).

Alasan perusahaan asing juga menawarkan kondisi pekerjaan yang bagus terhadap

wanita adalah karena perusahaan ini mengalami kesulitan untuk merekrut para pekerja

pria dengan talenta yang bagus. Karena pada umumnya, para pekerja pria dengan talenta

yang bagus, terlebih dahulu telah direkrut oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Oleh

karena itu, perusahaan-perusahaan asing ini memberikan kesempatan bagi para wanita

cerdas dan cemerlang untuk bersaing memperoleh gaji yang sama bagusnya dengan

pekerja laki-laki. Ditegaskan oleh Usui dan Rose (2003:99), bahwa perusahaan asing

Page 24: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

adalah ramah wanita dan mempromosikan perempuan dalam jajaran manajerial pada

tingkat lebih tinggi dari perusahaan Jepang.

Bukan hal yang baru, apabila banyak kita jumpai wanita Jepang saat ini bekerja

sebagai staff manajemen dari perusahaan asing. Para wanita ini kesulitan menemui

pekerjaan yang menarik di perusahaan Jepang, dan juga di perusahaan Jepang tersebut

bukanlah sebagai orang yang menduduki posisi penting. Wanita bekerja ini lebih

mendapat tantangan dan risiko yang lebih banyak di perusahaan asing.

Firma-firma asing ini memperkerjakan pekerja berdasarkan apa yang bisa mereka

kerjakan saat mereka dipekerjakan, bukan pada kemampuan potensial yang mereka

miliki yang dapat dikembangkan selama diadakannya pelatihan kerja intensif, yang

diselenggarakan oleh perusahaannya selama beberapa bulan untuk kebutuhan dan tujuan

pekerjaan.

Karena firma asing ini berbeda praktek prosedur dan manajerial. Wanita yang

pertama kali bekerja di firma-firma asing ini harus mengetahui lingkarang bisnis asing di

Jepang. Apabila perusahaan Jepang mempekerjakan wanita dengan kualitas pekerjaan

dan latar belakang yang bagus, maka pemilik perusahaan asing harus mengumpulkan

semua talenta-talenta karyawan wanita yang ia miliki baik sekarang maupun terdahulu.

Pada waktu yang sama, alur bisnis internasional pun akan terus berkembang, dan

kemungkinan untuk keluar negeri serta kesempatan untuk berinteraksi bekerja sama

dengan orang manca negara terbuka sangat luas bagi kesempatan wanita Jepang.

Walupun begitu, jumlah wanita yang bekerja di manajerial masih sangat rendah, namun

kesempatan untuk berkembang tetap berjalan. Sebagai catatan, promosi pekerjaan dapat

Page 25: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               x      

diperoleh bukan hanya dengan latar belakang pendidikan, tapi juga lamanya pengabdian

seseorang kepada perusahaan tersebut (Iwao, 1993:170).

Menurut analisis penulis, bagi wanita yang bekerja yang berambisi untuk

mendapatkan gaji yang bagus serta karier yang tinggi maka menunda memiliki anak

adalah pilihan yang mereka harus ambil. Melihat bahwa untuk memperoleh posisi

manajerial dalam sebuah perusahaan Jepang dibutuhkan tidak hanya kecakapan dalam

mengerjakan pekerjaan. Akan tetapi, dibutuhkan juga keloyalitasan pengabdian pada

perusahaan tersebut, dengan panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk memebuktikkan

keloyalitasan dalam perusahaan membuat wanita bekerja ini tidak memiliki waktu untuk

memiliki apalgi merawat anak mereka. Hal ini dipertegas oleh Tachibanaki (2010:4)

yang mengatakan jika wanita ingin mandiri dalam ekonomi dan ingin melanjuti

pekerjaannya karena merasa memiliki dan mengurus anak sangat memberatkan, maka

mereka lebih baik menunda memiliki anak. Hal inilah yang menyebabkan munculnya

fenomena shoushika ( penurunan tingkat kelahiran bayi ).

Menurut analisis penulis, dengan terbukanya kesempatan promosi jenjang

manajerial atau karier lainnya, sehingga wanita bekerja ini memperoleh gaji yang tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Jepang saat ini telah menyetarakan hak-hak

perempuan untuk memperoleh kesempatan untuk turut serta dalam sektor-sektor publik.

Pemikiran masyarakat Jepang ini sesuai dengan pemikiran feminisme seperti yang

diungkapkan oleh Tong ( 2008: 18 ) menjelaskan bahwa, tujuan umum dari feminisme

liberal adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan

berkembang. Hanya di dalam masyarakat seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat

mengembangkan diri. Harapan bahwa masyarakat membuka cara pandang mereka

Page 26: Bab 3 Analisis Data - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2010-2-00298-jp bab 3.pdfyang tinggi berarti menaruh harapan bahwa dia akan mendapatkan pasangan hidup yang berpendidikan

                                                                                                                               ix

mengenai kebebasan, bahwa kebebasan dapat diperoleh baik laki-laki maupun

perempuan dalam mengembangkan diri.

Sistem hierarki dalam perusahaan di Jepang lama-kelamaan memudar, sehingga

diskriminasi gender dalam pekerjaan dihilangkan sehingga baik laki-laki dan perempuan

bersaing secara sehat untuk memperoleh jenjang karier dan gaji yang bagus. Hal ini

sesuai dengan pemikiran feminisme menurut Suharto ( 2006: 12 ), baik feminisme

liberal dan feminisme radikal kedua feminisme ini menolak sistem hierarkis yang

berstarata berdasarkan garis gender dan kelas.