BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

14
BAB -2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persamaan Dasar Persamaan yang menyatakan fenomena sebaran polutan diturunkan dengan berdasar pada persamaan umum angkutan massa pada fluida mengalir. Unsur- unsur dinamika angkutan dapat dibedakan menjadi unsur angkutan atau translasi, unsur sebaran atau difusi, dan unsur luruhan. Struktur matematis unsur translasi dalam persamaan deferensial parsial angkutan diuraikan dalam Farlow, 1982. Suatu material dalam fluida yang mengalir akan memenuhi hukum kekekalan massa. Pada suatu volume kontrol 3 dimensi hukum kekekalan massa tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut. F.(z+dz) z z+dz Fx(x) Fx(x+dx) y+dy Fz(z) Gambar 2.1. Kekekalan massa angkutan material pada pias 3 dimensi Jika kuantitas material dapat dinyatakan dengan konsentrasi material tersebut, maka pada suatu periode dt, perubahan massa polutan dalam pias harus sama

Transcript of BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

Page 1: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

BAB -2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persamaan Dasar

Persamaan yang menyatakan fenomena sebaran polutan diturunkan dengan

berdasar pada persamaan umum angkutan massa pada fluida mengalir. Unsur-

unsur dinamika angkutan dapat dibedakan menjadi unsur angkutan atau

translasi, unsur sebaran atau difusi, dan unsur luruhan. Struktur matematis

unsur translasi dalam persamaan deferensial parsial angkutan diuraikan dalam

Farlow, 1982. Suatu material dalam fluida yang mengalir akan memenuhi

hukum kekekalan massa. Pada suatu volume kontrol 3 dimensi hukum kekekalan

massa tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut.

F.(z+dz) z

z+dz

Fx(x) Fx(x+dx)

y+dy

Fz(z)

Gambar 2 . 1 . Kekekalan massa angkutan material pada pias 3 dimensi

Jika kuantitas material dapat dinyatakan dengan konsentrasi material tersebut,

maka pada suatu periode dt, perubahan massa polutan dalam pias harus sama

Page 2: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

dengan jumlah netto fluks yang masuk selama periode tersebut. Dalam bentuk

formulasi matematis pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut i n i .

dengan

-dVbcdydz^di \F^(x)-F^[x^d4dydzV

{K(y)-FXy+dyidxdz^

{FXz)-FXz+dz)}dxdy

FXx + dx)=FXxh^dx

dF F,{y + dy)=F^.{y) + ^ d y

dy ^ IP

F(z + dz)=FXz) + ^dz dz

(2.1)

(2.2)

Pada Persamaan (2.1) di atas dx dy dz dapat dihilangkan sehingga persamaan

ini dapat ditulis menjadi

dt dx dy dz (2.3)

Fluks suatu material yang masuk dan keluar volume kontrol di atas dapat terdir i

dari fluks konveksi dan difusi. Fluks konveksi adalah kecepatan dikalikan

dengan konsentrasi dan fluks difusi mengikuti hukum Fick, yaitu gradien

konsentrasi dikalikan dengan suatu koefisien difusi. Secara teoritis, untuk suatu

sumbu arah, fluks difusi dapat dipengaruhi oleh gradien konsentrasi pada sumbu

arah lain. Dengan demikian koefisien difusi adalah suatu tensor tiga dimensi.

Vektor fluks konsentrasi dirumuskan sebagai berikut:

dC (2.4)

Indeks m dan n=1,2,3 menyatakan arah x, y, dan z dan k^n adalah elemen ke

mn tensor koefisien difusi k. Pada umumnya pengaruh gradien konsentrasi arah

lain pada fluks difusi pada arah tertentu sangat kecil. Dengan demikian tensor

koefisien difusi dapat disederhanakan menjadi vektor koefisien difusi, penulisan

rumusan vektor fluks konsentrasi menjadi,

4

Page 3: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

(2.5)

Persamaan angkutan dan sebaran suatu material (C fungsi t , x, y, dan z)

didapatkan dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) ke persamaan (2.4) dan

akan dihasilkan persamaan sebagai berikut.

dC d - +

dt dx. u„C-

"dx 1 J

- 0 (2.6)

dengan C adalah konsentrasi, kn adalah koefisien difusi arah sumbu ke-n, un

adalah kecepatan arah sumbu ke-n dengan n = 1, 2, 3 (arah sumbu x, y, dan z).

2.2. Metode Elemen Hingga

Metode Elemen Hingga membagi daerah yang dit injau dalam pias-pias kecil

yang disebut elemen. Persamaan-persamaan yang merupakan proses fisik

diberlakukan pada elemen-elemen tersebut sehingga diperoleh rumusan dalam

bentuk hubungan nilai-nilai yang dicari diantara elemen-elemen. Elemen-

elemen tersebut bentuknya bisa bermacam-macam. Bentuk elemen yang biasa

dipakai pada masalah satu dimensi adalah elemen garis. Sedangkan pada

masalah dua dimensi elemen segi tiga atau elemen segi empat dan pada

masalah tiga dimensi elemen tetrahedral (dengan empat bidang sisi) atau

elemen balok yang mempunyai enam bidang sisi. Bentuk-bentuk tersebut

adalah bentuk yang paling sederhana dari bentuk yang mungkin di t iap dimensi

yang bersangkutan. Pemilihan bentuk-bentuk sederhana adalah sesuai dengan

filosofi Metode Elemen Hingga yaitu menyederhanakan bentuk rumit daerah

yang sedang dit injau sehingga permasalahan dapat dipecahkan.

Proses-proses yang terl ibat di dalam Metode Elemen Hingga adalah Interpolasi,

Integrasi dan fungsi pembobot. Berikut ini akan diuraikan proses-proses

tersebut satu-persatu dan kaitannya dalam Metode Elemen Hingga.

5

Page 4: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

2.2.1. Interpolasi

Interpolasi dilakukan adalah dalam rangka untuk mendapatkan nilai fungsi

pendekat ^ di suatu tempat dalam koordinat Cartesian dari nilai-nilai ^ di

t i t i k - t i t i k sudut elemen yang bersangkutan, yaitu ^' , dan dapat dituliskan

sebagai berikut,

h{x,y,z) = f^h{x„y„z,)N,{x,y,z) (2.7) 1=1

dengan ^' ~ " ^') maka dalam penulisan yang lebih ringkas,

persamaan tersebut menjadi,

h = fh,N, (2.8) 1=1

dengan

h

h.

nilai fungsi yang ditaksir.

nilai fungsi di t i t i k nodal i dalam elemen yang di t in jau,

fungsi bentuk (shape function) atau fungsi dasar (basis function),

jumlah t i t i k nodal dalam satu elemen.

Sedangkan interpolasi untuk turunan dari fungsi ^ untuk arah x, y, dan z

adalah.

Ni

n

dh

dx

dx'

dh

dy

dN, dh

dz t r ' dz

dx'

d^ d^

dz' 1=] dz'

(2.9)

(2.10) ,=, dy'

Jika persamaan diskret mengandung turunan kedua fungsi interpolasi, maka

dalam rangka untuk menyederhanakan formulasi diskret agar formulasi yang

terbentuk hanya turunan pertama dari fungsi interpolasi maka digunakan

Hukum Integrasi Bagian dari Green (Green's Lemma atau integration by parts)

sebagai berikut ini :

a dl dx

dxihdz = - Pdxdydz+ \a pn^dT dx

(2.11a)

6

Page 5: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

• dp , , , a — axdyaz = -

dy dp

da pdxdydz+ a P dT idy J '

f a — dxdydz = - — P dxdydz + a P n, I dz ^dz J -

dr

(2.11b)

(2.11c)

dengan term terakhir dari t iap-tiap persamaan menandakan bahwa integrasi

dilakukan pada batas (boundary) dari domain hitungan.

Pada kasus dimana suatu fungsi berubah terhadap waktu, maka Interpolasi

untuk fungsi tersebut adalah,

dh dt = z

" ^dr

i=\ ydt, N. (2.12)

2.2.2. Fungsi bentuk {shape function)

Fungsi bentuk {shape function) atau fungsi dasar {basis function) suatu t i t i k

nodal dalam interpolasi pada metode elemen hingga mempunyai sifat khusus,

yaitu mempunyai nilai satu pada t i t i k nodal tersebut dan mempunyai nilai nol

pada t i t i k nodal yang lain dalam elemen yang sama.

Untuk menyederhanakan bentuk persamaan fungsi dasar maka dipakai sistem

koordinat lokal, dimana tiap elemen untuk tiap-tiap arah masing-masing

mempunyai nilai posisi antara -1 dan 1. Bentuk persamaan fungsi dasar atau

fungsi bentuk dalam sumbu koordinat lokal memberikan keuntungan dalam

proses integrasi secara numerik karena hitungannya jauh lebih sederhana.

Fungsi bentuk atau fungsi dasar mempunyai rumus yang berbeda-beda dalam

suatu elemen, tergantung dari letak t i t i k nodalnya dan jenis elemen yang

digunakan. Pada penelitian ini menggunakan elemen balok {rectangular prism

element) kuadratik dengan 20 t i t i k nodal. Elemen balok kuadratik yang

digunakan merupakan elemen isoparametrik {isoparametric element), dimana

letak t i t i k nodal koordinat dan letak parameter fungsi yang dicari berada pada

lokasi yang sama.

7

Page 6: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

i

o

+1 ' ( / ' < >

0 * t •\ Q / J

0

+ 1

0

-1 • 1 0

1 + 1

Gambar 2.2. Elemen balok kuadratik pada koordinat lokal.

Fungsi dasar atau fungsi bentuk untuk tiap-tiap t i t i k nodal dalam elemen balok

kuadratik adalah sebagai b e r i k u t :

T it ik-t i t ik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) :

j ika ^ = 0, r\ = + ^, C, = + ^, maka

N i = | ( 1 - ^ ( 1 + T i o ) ( 1 + C o ) (2.13a) 4

jika 4 = ± 1 , T i = 0 , ( = + 1, maka

= j (1 + ^o) (1 - Ti') (1 + Co) (2.13b) 4

j ika ^ = ± 1 , r | = + 1 , i ; = 0, maka

Ni = 7 (1 + ^o) (1 + %) (1 - C') (2.13c) 4

Tit ik-t i t ik nodal pada sudut elemen (corner nodes) :

Ni = (1 + ^o) (1 + Tio) (1 + Co) (^o.Tio.Co - 3) (2.14) 8

dengan = , TIO= n ^ i i , Co = C Ci . dan variabel , r), , g adalah posisi

t i t i k nodal yang dit injau sedangkan variabel ^ , TI , C adalah posisi suatu t i t i k di

elemen. Sedangkan turunan dari fungsi bentuk elemen kuadratik terhadap £,, r i ,

dan C untuk tiap-tiap t i t i k nodal masing-masing adalah seperti pada

persamaan-persamaan berikut.

8

Page 7: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

Tit ik-t i t ik nodal pada tengah ruas elemen (mid-side nodes) :

a. Untuk ^ = 0, n = + 1, dan C = ± 1 :

b. Untuk 5 » i 1, n - 0, dan ^ = + 1 :

^ = - i ; i ( l - i l ' ) ( l + C „ )

^ 2

c. Untuk^ = + 1, ri = + 1, dan C = 0 :

5Ni

dr] 4

5^

Tit ik-t i t ik nodal pada sudut elemen (corner nodes) :

^ = ^ ^ i ( l + ^ o ) ( l + C o ) ( 2 ^ o + T l o + ^ o - l )

^ = ^ T l i ( l + ^ J ( l + C o ) f e o + 2 T l o + C o - 0 5r| 8

(2.15a)

(2.15b)

(2.15c)

(2.16a)

(2.16b)

(2.16c)

(3.17a)

(2.17b)

(2.17c)

= - ^ i O + ^ o ) ( i + n o ) f e o + T i o + 2 C o - i )

(2.18a)

(2.18b)

(2.18c)

Page 8: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

2.2.3. Metode Sisa Berbobot

Proses penaksiran atau pendekatan suatu nilai fungsi dengan menggunakan

teknik interpolasi seperti diuraikan di atas memberikan hasil penaksiran yang

berbeda dengan penyelesaian eksak. Penyelesaian eksak pada masalah-masalah

yang sederhana adalah penyelesaian analitis j ika ada, sedangkan pada masalah

yang rumit penyelesaian eksak adalah imajiner. Beda tersebut disebut juga

sebagai kesalahan (error) atau sisa (residu) R. Kesalahan antara hasil pendekat

dan penyelesaian eksak mempunyai nilai yang berbeda-beda di t i t i t k - t i t i k

maupun di dalam elemen-elemen. Fungsi kesalahan atau sisa R dinyatakan

dalam bentuk :

R{x,y,z) = h{x,y,z)-h{x,y,z) (2.19)

dengan h{x,y,z) adalah fungsi eksak dan h{x,y,z) adalah fungsi pendekat.

Bermula dari ide meminimumkan kesalahan tersebut secara keseluruhan dalam

daerah yang dihitung, Metode Sisa Berbobot (weighted residual method)

membentuk suatu formulasi dengan membuat integrasi perkalian antara fungsi

kesalahan dan suatu fungsi pembobot pada seluruh domain hitungan sehingga

sama dengan nol, (Zienkiwicz, O.C., Taylor, R.L., 1991)

n

dengan W x,y,z; adalah fungsi pembobot. Selanjutnya ada beberapa varian dari

Metoda Sisa Berbobot yang ditentukan oleh pemilihan fungsi pembobot yang

dipakai. Untuk mendapatkan pendekatan yang akurat pemilihan fungsi

pembobot ini perlu dicermati karena efektivitas fungsi pembobot tertentu

dipengaruhi oleh bentuk persamaan diferensial yang dihadapi.

Berdasarkan pemilihan fungsi pembobot yang dipakai dalam Metode Elemen

Hingga, dikenal dua metode yaitu Metode Bubnov-Galerkin atau metode

Galerkin standar dan Metode Petrov-Galerkin. Pada Metode Bubnov-Galerkin

digunakan fungsi pembobot W yang sama dengan fungsi dasar N (basis function)

yang digunakan dalam proses interpolasi (W = N). Fungsi dasar tersebut dikenal

juga dengan fungsi bentuk (shape function). Sedangkan pada Metode Petrov-

Galerkin fungsi pembobot yang digunakan berdasarkan formulasi yang diberikan

dalam persamaan berikut:

10

Page 9: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

2 U dc„ (2.21)

dengan indeks m = 1,2,3 untuk arah x,y,z; dan indeks k sesuai dengan urutan

nomor t i t i k nodal dalam elemen, dan a adalah koefisien upwinding.

2.2.4. Transformasi Koordinat

Seperti yang telah dijelaskan dalam Metode Sisa Berbobot di atas dalam

metode elemen hingga melibatkan proses integrasi dari seluruh nilai-nilai yang

berada dalam daerah yang dit injau. Proses integrasi tersebut j ika dilakukan

dalam koordinat global akan sangat rumit bila dibandingkan integrasi dalam

koordinat lokal. Untuk i tu maka diperlukan transformasi fungsi diskret dari

koordinat global x, y, z ke dalam koordinat lokal ^, r|, dan C, yang masing-

masing berkorespondensi satu-satu dengan x, y, dan z seperti digambarkan

pada Gambar berikut.

transformasi

+ 1

0 •

-1

- > X (a) (b)

Gambar 2.3. Transformasi koordinat global (1) ke koordinat lokal (2).

Dengan memanfaatkan aturan rantai {chain rule) dari diferensial parsial,

turunan fungsi bentuk N pada arah sumbu global dapat dihitung dalam sumbu

lokal.

SNj aNi ax aNj ay aNj az c>x as, ay a az dt,

(2.22a)

11

Page 10: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

dN,

drj

dN,

dN, dx dN, dy dN, dz L + + L

dy drj dz drj

dN, dy dN, dz

dx drj

dN, dx dx dC ' dy d(; dz di;

(2.22b)

(2.22c)

dengan indeks i menunjukkan t i t i k nodal yang dit injau dalam elemen.

Persamaan-persamaan tersebut j ika ditulis dalam bentuk matriks menjadi

sebagai berikut,

dx dy dz aNi' d^ d^ d^ ax dx dx dy dz

<

a N j • = J <

aNj dn dr] dr] dr] ay ay

dx dy dz aNj aNj _di; dt; 5cJ I dz J I dz J

(2.23)

Dari persamaan matriks tersebut, pada ruas kiri bisa dievaluasi dari fungsi

bentuk N. Sedangkan matriks J disebut juga dengan matriks Jacobian. Turunan

fungsi bentuk N pada sumbu global dapat diketahui dengan melakukan proses

inversi terhadap matriks J sebagai berikut,

a N j '

dx aNi

< >

ay aNi

, dz .

Perlu dicermati bahwa matriks J berubah-ubah tergantung dari lokasi.

Sedangkan komponen-komponen matriks Jacobian i tu sendiri dapat dicari

dengan melakukan proses interpolasi dari t i t i k - t i t i k nodal dalam elemen yang

ditinjau seperti terl ihat dalam persamaan matriks berikut,

aN;

5^ aN;

dx\ aNj

I 5C

(2.24)

Page 11: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

J =

f ^ , f ^ y f ^ J L ,

^ dN^ ^ dN, ^ dN, Zt^^' Z^^' X^^' drj Tt dV Tt drj ^ dN, ^ dN, ^ dN,

(2.25)

dengan n adalah jumlah t i t i k nodal dalam elemen.

Jika dilakukan transformasi dari koordinat global ke dalam koordinat lokal pada

proses integrasi, maka volume elemen dalam koordinat global dx dy dz juga

harus ditransformasikan ke dalam bentuk volume elemen lokal d^ dri d^.

Transformasi volume dari koordinat global ke koordinat lokal melibatkan

determinan dari matriks Jacobian J i t u sendiri.

dx dy dz = det J d^ dri dt; (2.26)

Jika proses transformasi ditulis secara keseluruhan dengan menggunakan

koordinat lokal yang telah dinormalisasi (nilai ^, r i , dan t; masing-masing

bernilai dari -1 sampai 1) maka dapat dituliskan sebagai b e r i k u t :

+1 +1 +1

GdV « J J lG{^,rjX)d^drjd^ (2.27) -1 -1 -1

dengan fungsi G tergantung dari fungsi bentuk N atau turunannya dalam

koordinat global dan ° adalah fungsi hasil transformasi dari G pada koordinat

lokal dikalikan dengan determinan matriks Jacobian J.

2.2.5. Integrasi Numeris

Integrasi secara numeris dalam penelitian ini menggunakan metode Gauss-

Legendre quadrature, yaitu metode integrasi numeris yang memanfaatkan t i t ik-

t i t i k Gauss (Gauss points) yang masing-masing telah mempunyai nilai posisi

dalam koordinat lokal dan faktor bobot (weightins factor) tertentu.

Apabila suatu fungsi yang didekati pada koordinat lokal telah diketahui maka

proses integrasi dengan metode Gauss-Legendre adalah sebagai b e r i k u t :

13

Page 12: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

+ 1 NGP

- 1 i=l (2.28)

dengan NGP adalah jumlah dari t i t i k Gauss dalam satu elemen. Nilai faktor

bobot Wi dan posisi ^, sudah tertentu untuk tiap nilai NGP. Pemilihan nilai NGP

disesuaikan dengan akurasi integrasi yang diinginkan.

Untuk elemen balok 3 dimensi maka integrasi numerik dilakukan dengan cara

yang sama dengan cara di atas, yaitu :

+ 1 +1 +1 NGPl NGP2 NGP3 , . I I Jgfe,Tl,C)d^dTld<;« S X I W i W j W , g (^ i ,T l j ,C j (2.29)

_1 -1 _i 1=1 J=l k=l

Nilai NGP1, NGP3, dan NGP3 pada Persamaan (2.29) masing-masing adalah

jumlah t i t i k Gauss pada arah ^, r\, dan C,. Pada penelitian ini ditetapkan jumlah

t i t i k Gauss yang sama untuk t iap arah pada koordinat lokal, yaitu 3 t i t i k ,

sehingga dalam satu elemen terdapat 3 x 3 x 3 atau 27 t i t i k Gauss, seperti

terlihat pada Gambar 2.4. Penetapan jumlah t i t i k gauss tersebut berdasarkan

pada biaya komputasi yang relatif rendah dan tingkat ketelit ian yang cukup

tinggi (Sadtopo, 2001). Pada jumlah t i t i k gauss yang lebih dari 3 t i t i k untuk

masing-masing arahnya, perbedaan akurasinya dengan jumlah t i t i k gaus 3 t i t i k

relatif sangat kecil, sehingga jumlah 3 t i t i k gauss untuk masing-masing arah

adalah kondisi yang paling optimal.

14

Page 13: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

Sedangkan nilai posisi dan bobot W, untuk jumlah t i t i k Gauss satu sampai

dengan empat disajikan pada tabel berikut ini (Carnahan, 1990) :

l a b e l 2. 1. Posisi dan Faktor Bobot dari Metode Gauss-Legendre Quadrature

Jumlah Titik Gauss NGP

Posisi Titik-titik Gauss pada Koordinat Lokal Faktor Bobot

W i

1 0 3,000000000000000 2 0,577350369189636 1,000000000000000

3 0,774596669341483 0,000000000000000

0,555555555555556 0,888888888888889

4 0,861136311594953 0,339981043584856

0,347854845137454 0,653145154863546

2.3. Formulasi Numeris

Secara matematis, persamaan adveksi-difusi merupakan persamaan tipe

campuran, karena tanpa adanya proses difusi t ipe persamaannya adalah

hiperbolik, sedangkan tanpa adanya proses konveksi t ipe persamaannya adalah

parabolik. Kedua tipe persamaan tersebut mempunyai karakteristik yang

Page 14: BAB 2.1. Persamaan Dasar - repository.unri.ac.id

berbeda sehingga dalam menyusun formulasi numeriknya dilakukan secara

terpisah {split operator) (Rassmussen, 1993). Persamaan adveksi-difusi seperti

ditunjukkan pada persamaan (2.6), j ika dipisah maka akan menjadi persamaan-

persamaan berikut ini .

dC _ dC — = -u, dt ' dx^

(2.30)

^ - k „ ^ ^ Q (2.31) dt dx'

Luknanto, 1992, mengembangkan model numerik persamaan adveksi-difusi

untuk kasus angkutan limbah. Persamaan diselesaikan dengan metode beda

hingga skema Holly-Preisman, Dengan skema ini penyelesaian hitungan

angkutan limbah satu dimensi memberikan hitungan yang akurat.

2.4. Penyelesaian Numeris Model

Penyelesaian persamaan-persamaan pembentuk pada suatu model dapat berupa

penyelesaian analitis maupun numeris. Penyelesaian analitis adalah

penyelesaian yang paling diharapkan, tetapi banyak problem dilapangan yang

tidak ada penyelesaian analitisnya karena kompleksnya permasalahan yang

dihadapi. Jika suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan secara analitis,

maka manusia tetap berusaha untuk mendapatkan penyelesaiannya secara

numeris, Penyelesaian analitis biasanya bersifat menerus untuk seluruh domain,

sedangkan penyelesaian numeris bersifat diskrit; hanya berlaku pada t i t i k - t i t i k

hitungan saja (Luknanto, 1993).

Penyelesaian numeris dalam bidang hidraulika ada beberapa macam, yaitu

dengan metode karakteristik, metode beda hingga dan metode elemen hingga.

Pada penelitian ini dipilih metode elemen hingga. Keuntungan yang nyata

dengan menggunakan metode elemen hingga adalah kemampuannya

menyediakan penyelesaian terhadap berbagai macam permasalahan yang rumit,

dimana j ika digunakan metode lain akan mengalami kesulitan (Burnett, 1987).

16