BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UNIMAR AMNIrepository.stimart-amni.ac.id/78/3/BAB 2 LYLA BISMILLAH.pdf ·...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UNIMAR AMNIrepository.stimart-amni.ac.id/78/3/BAB 2 LYLA BISMILLAH.pdf ·...
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Kelaiklautan Kapal
Kelaiklautan kapal sangat erat kaitannya dengan Keselamatan Pelayaran.
Kelaiklautan kapal juga dibantu dengan sarana dan prasarana Keselamatan
Pelayaran. Apabila hal – hal yang bersangkutan diabaikan, maka resiko
kecelakaan kapal akan sangat tinggi.
Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya
persyaratan kelaiklautan kapal dan kenavigasian. Didalam Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran disebutkan bahwa
kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat,
pemuatan, kesejahteraan awal kapal dan kesejahteraan penumpang, status hukum
kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan
manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Pemenuhan setiap
persyaratan kelaiklautan kapal dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal
(Kuncowati dan Mudiyanto, 2017).
Kelaiklautan kapal dapat dibuktikan dengan kelengkapan persyaratan
administrasi dan teknis. Persyaratan administrasi berupa sertifikat – sertifikat
keselamatan seperti Surat kebangsaan, surat ukur, sertifikat keselamatan,
konstruksi kapal, sertifikat keselamatan perlengkapan kapal, sertifikat radio dan
ijazah yang dimiliki, serta persyaratan teknis seperti perlengkapan alat pendukung
keselamatan di laut harus terlebih dahulu dipenuhi agar kapal mendapatkan status
laik laut (Barus, et all, 2017). Sertifikat kelaiklautan kapal dikeluarkan
berdasarkan hasil data uji klas dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Pengawasan
dan pemeriksaan yang dilakukan Biro Klasifikasi Indonesia meliputi pemeriksaan
kontruksi kapal, lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik serta keseluruhan
perlengkapan yang di pakai dalam pengoperasian kapal. Menurut (Sonhaji, 2018)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan,
9
kapal yang telah memperoleh sertifikat, dilakukan pengecekan secara terus
menerut sampai kapal tidak digunakan lagi. Artinya sertifikat – sertifikat kapal
tersebut tidak berlaku bilamana masa berlaku sertifikat telah berakhir.
2.1.2 Peralatan Keselamatan Pelayaran
Safety Equipment atau perlengkapan keselamatan yaitu segala peralatan
dan perlengkapan yang digunakan untuk melindungi jiwa awak kapal maupun
penumpang pada waktu dalam keadaan darurat (Mutholib, 2013). Dalam upaya
meningkatkan keselamatan angkutan laut dan penyeberangan, pemeriksaan
fasilitas keselamatan harus dilaksanakan pada setiap kapal yang akan berangkat
berlayar.
Penyelamatan jiwa dilaut menyangkut berbagai aspek, antarai lain yang
terpenting ialah kewajiban dan tanggung jawab untuk memberi pertolongan
terhadap orang atau orang – orang yang dalam keadaan bahaya. Sebagai dasar dari
tanggung jawab itu ialah konvensi Internasional yang telah diberlakukan di
Indonesia mengenai keselamatan jiwa manusia di Laut 1974 (SOLAS ’74) Bab V,
peraturan 10, tentang berita – berita bahaya, kewajiban dan prosedur. Untuk
mencapai suatu keberhasilan yang maksimal di dalam proses penyelamatan di laut
selain diperlakukan peratuaran tersebut, juga diperlakukan kesiapan-kesiapan baik
personil atau awak kapal yang dalam keadaan bahaya, serta perlengkapan dan
alat-alat penolong diatas kapal (Maritim World, 2011).
Keselamatan jiwa di laut, tidak saja bergantung dari kapalnya, awak
maupun peralatannya, tetapi juga kesiapan dari peralatan – peralatan tersebut
untuk dapat digunakan setiap saat, baik sebelum berangkat maupun di dalam
perjalanan. Kesiapan peralatan penolong diatur di dalam peraturan Nomor 4
SOLAS ’74 yang berbunyi :
1. Asas umum yang mengatur ketentuan tentang sekoci – sekoci penolong, rakit
penolong dan alat – alat apung di kapal yang termasuk dalam bab ini ialah
bahwa kesemuanya harus dalam keadaan siap untuk digunakan dalam
keadaan darurat.
2. Untuk dapat dikatakan siap, sekoci penolong, rakit penolong dan alat apung
lainnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
10
a. arus dapat diturunkan ke air dengan selamat dan cepat dalam keadaan
trim yang tidak menguntungkan dan kemiringan 1
b. Embarkasi ke dalam sekoci maupun rakit penolong harus berjalan lancar
dan tertib.
c. Tata susunan dari masing – masong sekoci, rakit penolong dan
perlengkapan – perlengkapan dari alat apung lainnya harus sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu operasi dari alat – alat tersebut.
3. Semua alat penolong harus dijaga supaya berada dalam keadaan baik dan siap
digunakan sebelum meninggalkan pelabuhan dan setiap saat selama
pelayaran.
Menurut (Moni, 2003 dalam Pongky dan Baswan, 2016) Kecelakaan –
kecelakaan kapal yang terjadi umumnya menunjukkan tidak ditaatinya konvensi
pelayaran baik internasional maupun nasional oleh perusahaan pelayaran di dalam
negeri, terutama UU No. 17 Tahun 2008 tentang Keselamatan pelayaran dan
SOLAS. Dengan begitu untuk mencegah kegagalan dalam penggunaan alat – alat
keselamatan yang ada di atas kapal perlu di lakukannya pemeriksaan dan
pengecekan terhadap alat – alat tersebut. Peralatan keselamatan yang dimaksud
meliputi :
a. Peralatan keselamatan perorangan (Personal Life Saving Appliance) terdiri
dari:
1. Sekoci penolong (Life Boat)
2. Pelampung penolong (Life Buoy)
3. Baju Pelampung (Life Jacket)
4. Roket Pelempar Tali (Line Throwing Appliances)
5. Baju Imerson (Immersion Suit)
6. EEBD (Emergency Escape Breathing Device)
b. Alat Pemadam Kebakaran (Fire Fighting Equipment) di atas kapal terdiri
dari:
1. Tekanan Air (Water Pressurized type)
2. CO2 Portable
3. Bubuk Kering (Dry Chemical Powder)
11
4. Busa (Chemical Foam Type)
c. Alat – alat keselamatan dengan isyarat Visual (Pyrotechnis) terdiri dari :
1. Parachute Signal
2. Red Hand Flare
3. Smoke Signal
d. Signal Gawat Darurat (Emergency Signal) di atas kapal terdiri dari:
1. EPIRB ( Emergency Position Indication Radio Beacon)
2. SART (Search and Rescue Transponder)
e. Komunikasi Darurat (Communication Emergency) di atas kapal terdiri dari :
1. GMDSS (Globar Maritime Distress Safety System)
2. Navigation Telex/ NAVTEX
3. Digital Selective Calling (DSC) distress alert
4. Radio Frekuensi 2182 KHz
5. Channel 16 VHF
Semua alat – alat keselamatan harus siap digunakan setiap saat, sebelum kapal
meninggalkan pelabuhan dan selama pelayaran. Intruksi pemeliharaan alat – alat
keselamatan di atas kapal harus dilaksanakan (Nirnama,1997 dalam Pongky dan
Baswan, 2016).
2.1.3 KSOP (Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan)
Dalam struktur organisasi kementrian perhubungan yang berhubungan
dengan direktorat jenderal perhubungan laut, terdapat dua kantor yang
menyebutkan kata syahbandar salah satunya yaitu kantor kesyahbadaran dan
otoritas pelabuhan. Menurut (Barus, et al, 2017) KSOP (Kantor Syahbandar dan
Otoritas Pelabuhan) adalah unit pelaksanaan teknis dilingkungan kementrian
perhubungan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur
jenderal perhubungan laut. Terdapat 96 Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan yang terletak di seluruh pelabuhan-pelabuhan kecil di Indonesia mulai
dari KSOP Sabang sampai KSOP Fakfak. Pengaturan mengenai Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan ini tercantum dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012.
12
KSOP (Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan) dalam tugasnya
menjaga keselamatan pelayaran juga bekerja sama dengan beberapa instansi
terkait dibawah pengawasan direktur jendral perhubungan laut, instansi terkait
tersebut diantaranya :
a. Kesyahbandaran Utama
b. Otoritas Pelabuhan Utama
c. Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP)
d. Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP)
e. Kantor Pelabuhan Batam
f. Distrik Navigasi
g. Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai
h. Balai Kesehatan Kerja Pelayaran
i. Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran
a. Peran Syahbandar
Definisi Syahbandar menurut etimologisnya terdiri dari kata Syah dan
Bandar. Syah berarti penguasa dan kata Bandar berarti Pelabuhan – Pelabuhan
dan Sungai – Sungai yang digunakan sebagai tempat kepil atau tempat labuh,
tempat – tempat kepil pada jembatan punggah dan jembatan – jembatan muat,
dermaga – dermaga, cerocok – cerocok dan tempat – tempat kepil lain yang lazim
digunakan oleh kapal – kapal, juga daerah laut yang dimaksudkan sebagai tempat
– tempat kepil kapal – kapal yang karena saratnya atau sebab lain, tidak masuk
dalam batas – batas tempat – tempat kepil yang lazim digunakan (Pongky dan
Baswan, 2016). Hal yang dimaksud dari penjelasan di atas terlihat beberapa unsur
yang berhubungan langsung antara satu dengan yang lain yaitu adanya penguasa
laut, sungai, dermaga, dan kapal atau dengan kata lain ada unsur manusia
(pengusaha/pemerintah). Dan unsur sarana serta prasarana yaitu sungai dan laut,
dermaga dan kapal. Sarana dan prasaranan harus di atur dan ditata sedemikian
rupa sehingga dapat menunjang kelancaran lalu lintas angkutan laut.
b. Tugas Syahbandar
Menurut (Suryani, et al, 2018) Berdasarkan Undang – Undang No. 17
Tahun 2008 pasal 207 ayat 1, maka Syahbandar memiliki tugas sebagai berikut :
13
1. Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban di
Pelabuhan.
2. Mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur – alur
pelayaran.
3. Mengawasi kegiatan alit muat di perairan pelabuhan.
4. Mengawasi pemanduan dan mengawasi kegiatan penundaan kapal.
5. Mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage.
6. Mengawasi bongkar muat barang berbahaya sertaa limbah bahan berbahaya
dan beracun.
7. mengawasi pengisian bahan bakar
8. Mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang.
9. Mengawasi pengerukan dan reklamasi.
10. Mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.
11. Melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan.
12. Memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadam kebakaran di
pelabuhan, dan
13. Mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan maritim.
c. Fungsi Syahbandar
Menurut (Sari, 2014) Dalam melakukan tugas yang dipercayakan sebagai
pemimpin tertinggi di pelabuhan maka Syahbandar memiliki fungsi :
1. Melaksanakan koordinasi kegiatan Pemerintaan di Pelabuhan yang terkait
dengan pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum di bidang
keselamatan dan keamanan pelayaran.
2. Melaksanakan pengawasan dan pemenuhan kelaiklautan kapal, setifikasi
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal dan penetapan status
hukum kapal.
3. Melaksanakan penyediaan, pengaturan dan pengawasan lahan daratan dan
perairan pelabuhan, pemeliharaan penahanan gelombang, kolam pelabuhan
alur pelayaran dan jaringan jalan serta Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.
4. Syahbandar membantu tugas pencarian dan penyelamatan dipelabuhan sesuai
dengan ketentuan perundang – undangan.
14
d. Kewenangan Syahbandar
Menurut (Bayuputra, 2015) Wewenang syahbandar sebagai seorang kepala
pelabuhan diatur pasal 209 Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran. Dalam pelayaran di Indonesia syahbandar memiliki delapan
kewenangan, yaitu :
1. Mengkoordinasi seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan
2. Memeriksa dan menyimpan surat, dokumen dan warta kapal
3. Menerbitkan persetujuan kegiatan kapal di Pelabuhan
4. Melakukan pemeriksaan kapal
5. Menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)
6. Melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal
7. Menahan kapal atas perintah pengadilan, dan
8. Melaksanakan sijil awak kapal
Menurut (Aguw, 2013) Peran Syahbandar dalam bidang pengawasan
sangatlah penting hal ini dapat dilihat dalam Undang – Undang pelayaran
Indonesia mengenai keselamatan kapal ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dari Syahbandar dalam pengawasannya yaitu :
1. Material kapal
2. Konstruksi kapal
3. Bangunan kapal
4. Permesinan dan perlistrikan kapal
5. Stabilitas kapal
6. Tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan
radio
7. Elektronika kapal.
Demikian juga dalam rangka mengatur sarana dan prasarana di Bidang
Keselamatan Pelayaran, maka ada beberapa perangkat peraturan yang mengatur
tentang keselamatan kapal antara lain :
15
1. Nasional
a. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
b. Scheepen Ordonansi 1953 (SO.1953) ScheepenVerordening 1935
(SV.1935) dan peraturan pelaksanaan lainnya yang bersumber dari
ordinansi tersebut.
c. Peraturan lambung timbul 1935
2. Internasional
Safety of life at Sea 1974 diperbaiki dengan Amandemen 1978 berlaku
bagi semua kapal yang melakukan pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan di
dunia. Ordonansi dan peraturan tersebut mengatur antara lain :
a. Instansi yang melakukan pengawasan terhadap laik laut suatu kapal.
b. Mengatur persyaratan konstruksi bangunan kapal.
c. Mengatur persyaratan kelengkapan kapal.
d. Mengatur persyaratan alat-alat radio komunikasi kapal.
e. Mengatur persyaratan daerah pelayaran suatu kapal.
f. Mengatur persyaratan navigasi kapal.
g. Mengatur tatacara pemuatan di kapal.
h. Mengatur persyaratan stabilitas kapal.
i. Mengatur persyaratan permesinan dan kelistrikan.
j. Mengatur tentang muatan berbahaya
k. Mengatur persyaratan kapal nuklir.
l. Mengatur persyaratan untuk nahkoda,perwira deck, dan mesin kapal serta
awak kapal.
m. Mengatur bentuk sertifikat Keselamatan Pelayaran.
Dalam (Suryani, et al, 2018) Syahbandar dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai unsur pelaksana teknis melakukan pengawasan kapal di
pelabuhan. Disamping syahbandar ada pula petugas yang ditunjuk oleh
pemerintah, untuk mengawasi kapal – kapal asing yang dikenal sebagai “Port
State Control Officer” dan pengawasannya meliputi :
1. Sewaktu Kapal datang
16
Ada tiga tugas penting yang harus dilakukan oleh syahbandar (Harbour
Master) ialah :
a. menunjuk tempat sandar/labuh kapal
b. Memberikan warta kapal untuk diisi dan ditandatangani oleh Nahkoda
c. Meneliti dokumen pelaut/surat – surat kapal yang diterima dari nahkoda
(Aguw, 2013 dalam Suryani, et al, 2018)
2. Sewaktu Kapal berada di Perairan Bandar
Sewaktu kapal berada di perairan bandar, menunggu selesainya bongkar
muat barang, embarkasi dan debarkasi penumpang, syahbandar mengawasi
dengan ketat ditaatinya ketentuan – ketentuan peraturan bandar oleh
Nahkoda/Awak kapal antara lain :
a. Kapal tidak boleh berpindah tempat.
b. Tidak boleh melakukan perbuatan – perbuatan yang dapat menimbulkan
bahaya kebakaran.
c. Tidak boleh melakukan perbuatan – perbuatan yang dapat menimbulkan
pencemaran kelestarian lingkungan.
d. Tidak boleh melakukan perbuatan – perbuatan yang dapat menyebabkaan
pendangkalan terhadap alur pelayaran.
e. Tidak boleh melakukan perbuatan – perbuatan yang dapat mengganggu
keamanan dan ketertiban umum serta terganggunya tertib hukum di perairan
Bandar.
f. Kesempatan kepada Syahbandar untuk melakukan pemeriksaan di kapal
dalam rangka pemeriksaan terus – menerus mengenai segi keselamatan
pelayaran.
3. Sewaktu kapal akan Berlayar.
Kapal yang akan berlayar meninggalkan pelabuhan harus mendapatka
Surat Ijin Berlayar (Port Clearance) dari syahbandar sesuai pasal 8 Peraturan
Bandar 1925. Sebelum diberikan Surat Ijin Berlayar oleh Syahbandar perlu
diselesaikan lebih dahulu hal – hal sebagai berikut :
a. Perusahaan pelayaran
17
Semua kewajiban – kewajiban perusahaan/ Nahkoda terhadap Bea Cukai,
kesehatan, Imigrasi, perum pelabuhan sudah diselesaikan.
b. Pandu
Harus sudah diminta oleh perusahaan yang bersangkutan dan sudah siap
untuk melakukan pemanduan
c. Nahkoda
Memberikan Clearing Declaration kepada Syahbandar.
d. Hal – hal yang harus diteliti oleh Syahbandar :
a) Apakah dokumen lengkap dan masih berlaku
b) Apakah nahkoda dan awak kapal lengkap dan memenuhi syarat – syarat
ijazah yang ditentukan
c) Apakah awak kapal memiliki buku pelaut dan sertifikat
d) Pengawasan tertib Bandar.
Untuk melaksanakan pengawasan tertib Bandar dan keselamatan kapal,
Syahbandar berwewenang untuk menerapkan perundang – undangan yang
bertujuan untuk :
1. Terjaminnya kelancaran dan Keselamatan keluar masuknya suatu kapal
2. Terjaminnya keselamatan kelancaran bongkar muat barang
3. Terjaminnya kelancaran dan ketertiban naik turun penumpang
4. Terjaminnya tertib hukum dan keamanan di dalam bandar
5. Terjaminnya kelestarian lingkungan di dalam Bandar
2.1.4 ISM Code
International Safety Management Code (ISM Code) diartikan sebagai
peraturan manajemen keselamatan internasional untuk keamanan maupun
keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran yang ditetapkan
oleh Dewan Keselamatan Maritim International Maritim Organization (IMO)
yang masih dimungkinkan untuk diamandemen.
Tujuan diselenggarakannya International Safety Management (ISM Code) adalah
sebagai berikut :
1. Menjamin keselamatan di laut, mencegah kecelakaan dan hilangnya jiwa
manusia serta mengindari terjadinya kerusakan lingkungan laut.
18
2. Membentuk dan membiasakan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap
terwujudnya fungsi keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran.
3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, kehandalan dan kinerja perusahaan serta
kapal, khususnya pada aspek keselamatan pengoperasian kapal dan
pencegahan pencemaran (Suwestian, et al, 2015)
ISM Code merupakan produk dari IMO (International Maritime
Organization) yang akhirnya diadopsi oleh SOLAS pada tahun 1994 (Safety of
Life at Sea). ISM Code merupakan standard sistem Manajemen Keselamatan
untuk pengoperasian kapal secara aman dan untuk pencegahan pencemaran di
laut. Intinya, ISM Code ini bertujuan untuk menjamin keselamatan di laut,
mencegah kecelakaan atau kematina, dan juga mencegah kerusakan pada
lingkungan dan kapal. Sistem pada ISM Code harus disetujui oleh Flag
Administration (Pemerintah suatu negara yang benderanya digunakan oleh kapal
yang bersangkutan) atau suatu badan yang ditunjuk oleh Flag Administration.
Sebelum perusahaan dan kapalnya dioperasikan keduanya harus disertifikasi
terhadap ISM Code. Sertifikasi ISM Code dapat diartikan sebagai suatu lisensi
untuk menjadi Ship Operator (Nurhasanah, et al, 2015).
Adanya beberapa alasan untuk menjalankan ISM Code diantaranya :
1. ISM Code menjadikan kapal sebagai tempat yang aman untuk bekerja.
2. ISM Code melindungi laut dan lingkungan/wilayah perairan.
3. ISM Code mendefinisikan tugas secara jelas.
4. ISM Code adalah hukum.
a. Target ISM Code
Sesuai SOLAS Consolidated edisi 2004, ISM Code diterapkan pada :
1. Kapal penumpang, termasuk kapal penumpang cepat.
2. Oil tankers, chemical tankers, gas carriers, bulk carriers, dan cargo high-
speed craft diatas 500 gross tonnage.
3. Other cargo ship dan mobile offshore drilling units diatas 500 gross tonnage.
Sedangkan elemen – elemen ISM Code adalah :
19
1. Umum, pengenalan secara umum terhadap definisi, sasaran, dan
penerapan ISM Code.
2. Kebijakan Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan, perusahaan harus
mendokumentasikan kebijakan tentang keselamatan dan pencegahan
pencemaran dan memastikan bahwa setiap personil di perusahaannya
mengetahui tentang hal tersebut dan menjalankannya.
3. Tanggung jawab dan wewenang perusahaan, perusahaan harus mempunyai
personil di kantor maupun di kapal dalam jumlah yang cukup dan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan, dengan tanggung jawab dan wewenang
yang telah didefinisikan dengan jelas.
4. Designated Person Ashore (DPA). Perusahaan harus menunjuk personil di
kantor yang bertanggung jawab untuk memonitor semua hal yang
berkaitan dengan keselamatan kapal.
5. Tanggung jawab dan wewenang Nahkoda, nahkoda bertanggung jawab
untuk membuat sistem yang tela ditetapkan berjalan di kapal, membantu
awak kapal dalam menjalankan sistem tersebut, dan memberikan
instruksi/panduan bagi ABK jika diperlukan.
6. Sumber Daya dan Tenaga Kerja, perusahaan harus mempekerjakan
personil yang tepat sesuai jabatan yang dibutuhkan di kantor dan di kapal,
dan memastikan bahwa semua personil mengetahui tanggung jawab, dan
wewenangnya.
7. Pengembangan rencana pengoperasian kapal, perusahaan harus membuat
rencana untuk melakukan pekerjaan di atas kapal dan arus menjalankan
apa yang telah direncanakan tersebut.
8. Kesiapan menghadapi keadaan darurat, perusahaan harus mempersiapkan
cara untuk menghadapi keadaan darurat yang dapat terjadi sewaktu –
waktu. Perusahaan harus mengembangkan rencana untuk merespon
keadaan darurat di kapal dan melatih semua personil.
9. Pelaporan dan Analisa Ketidaksesuaian, kecelakaan dan kejadian
berbahaya. Hal baik tentang sistem ini adalah memberikan jalan bagi kita
20
semua untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem tersebut. Ketika
menemukan hal yang salah makan dilaporkan dan dianalisis.
10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya, seluruh perlengkapan kapal
harus dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik.
11. Dokumentasi, sistem kerja manajemen keselamatan selalu
didokumentasikan secara tertulis dan dikontrol pendistribusiannya.
Dokumen penting harus tersedia di kantor dan di kapal.
12. Verifikasi, tinjauan, dan evaluasi perusahaan. Perusahaan harus
mempunyai metode internal sendiri untuk memastikan bahwa sistem yang
ada bekerja seperti yang diharapkan dan selalu ditingkatkan.
13. Setifikasi dan verifikasi, flag administration atau organisasi yang ditunjuk
oleh flag administration adalah yang berhak mengeluarkan sertifikat dan
menunjuk auditor.
2.1.5 Keselamatan Pelayaran
Keselamatan pelayaran adalah segala hal yang ada dan dapat
dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan pencegahan kecelakaan pada
saat pelaksanaan kerja di bidang pelayaran (Nurhasanah, et al, 2015). Didalam
Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 pasal 1 ayat (32) tentang pelayaran,
definisi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhan dan lingkungan maritim. Sedangkan dalam pasal 1 ayat (33) Undang
– Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menjelaskan kelaikan kapal
adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan
pencemaran dari kapal, pengawakan, pembuatan, kesehatan dan kesejahteraan
awak kapal serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan
tertentu (Pongky dan Baswan, 2016).
Keselamatan Pelayaran telah diatur oleh lembaga internasional yang
mengurus atau menangani hal – hal yang terkait dengan keselamatan jiwa, harta
laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinakan International
Maritime Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB. Salah satu faktor
penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian lingkungan laut adalah,
21
keterampilan, keahlian dari manusia yang terkait dengan pengoperasian dari alat
transportasi (kapal) di laut, karena bagaimanapun kokohnya kontruksi suatu kapal
dan betapapun canggihnya teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang
ditempatkan di atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia yang tidak
mempunyai keterampilan/keahlian sesuai dengan tugas dan fungsinya maka
semua akan sia – sia. Untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang
kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang
berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang
akan berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan sesuai untuk
melakukan tugasnya di atas kapal berdasarkan jabatannya dengan
mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran. UU
No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 40 awak kapal adalah orang
yang bekerja atau diperlukan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk
melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya (santoso, 2013).
Menurut (Suryani, et al, 2018) Unsur – Unsur yang berhubungan dengan
Keselamatan Pelayaran sesuai dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang pelayaran adalah sebagai berikut :
a. Pelayaran, pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
angkutan di perairan, kepelabuhan serta keamanan dan keselamatannya.
b. Kapal, kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik tenaga angin atau ditunda, termasuk
dengan kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah – pindah.
c. Perairan, perairan adalah perairan yang meliputi laut wilayah, perairan
kepulauan, perairan pedalaman sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang – Undang Nomor 4 Prp. 1960 tentang perairan Indonesia Undang
– Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan United Nations
Convention on the law of the sea (Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa
tentang hukum laut), serta perairan daratan.
22
d. Pelabuhan, pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintah dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat
barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antar moda transportasi.
e. Alur pelayaran, alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami
maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman untuk dilayari.
f. Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi atau haluan kapal serta
memberitahukan bahaya atau rintangan pelayaran untuk kepentingan
keselamatan berlayar.
g. Telekomunikasi pelayaran adalah setiap pemancaran pengiriman atau
penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara atau informasi dalam bentuk
apapun melalui sistem kawat optik, radio atau sistem elektromagnetik
lainnya dalam dinas bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari
keselamatan pelayaran.
h. Pekerjaan bawah air, pekerjaan bawah air adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan instalasi, kontruksi atau kapal yang dilakukan di
bawah air yang bersifat kusus (Bayuputra, 2015 ; Barus, 2017 dalam
Suryani, et al, 2018).
2.2 Penelitian Terdahulu
Pada tabel berikut dijelaskan tentang penelitian terdahulu, variabel
penelitian, teknik analisa serta hasil penelitian adalah sebagai berikut :
2.2.1 Rujukan Jurnal Penelitian Kelaiklautan Kapal
Pada tabel 2.1 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel kelaiklautan kapal.
23
Tabel 2.1
Rujukan Penelitian untuk Variabel Kelaiklautan Kapal
Pengarang Lazuardi Saputra, Adwani, Mafud Tahun 2013 Volume 2,
No. 2, November 2013 ISSN 2302-0180
Judul Tanggung Jawab Nahkoda Kapal Cepat Angkutan
Penyebrangan Terhadap Kelaiklautan Kapal Dalam
Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.
Metode Analisis Metode Pendekatan Yuridis-Empiris
Variabel
Penelitian
Variabel:
X1 : Kelaiklautan Kapal
Indikator:
a. Adanya sertifikat kelaiklautan kapal dan pengawakan
kapal.
b. Tidak melebihi muatan atau penumpang yang
seharusnya.
c. Memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal.
Variabel :
X2 : Nahkoda Kapal
Indikator :
a. Nahkoda mentaati peraturan yang lazim untuk
menjamin kesanggupan berlayar
b. Nahkoda menyimpan dan merawat semua dokumen-
24
dokumen kapal
c. Nahkoda Menyelenggarakan buku harian kapal
Hasil Penelitian Nahkoda kapal memikul tanggung jawab penting dalam
sebuah kapal. Untuk membawa sebuah kapal dalam
kegiatan pelayaran, Nahkoda wajib membuat kapalnya
laiklaut agar tanggung jawabnya dalam keselamatan
pelayaran dapat terpenuhi.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel Kelaiklautan Kapal
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
2.2.2 Rujukan Jurnal Penelitian Peralatan Keselamatan Pelayaran
Pada tabel 2.2 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel Peralatan Keselamatan Pelayaran.
Tabel 2.2
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Peralatan Keselamatan Pelayaran
Pengarang Patunru Pongky, Ady Baswan, Volume 1, Nomor 1,
Tahun 2016
Judul Evaluasi Sistem Manajemen Peralatan Keselamatan
Pelayaran Pada Accomodation Work Barge Elang Biru
507 (Studi Kasus : PT. Melindo Elang Indah)
Metode Analisis Metode Penelitian Deskriptif Rasional dan Empiris
Variabel
Penelitian
Variabel:
X1 : Sertifikasi Peralatan Keselamatan Pelayaran
Indikator:
a. Kesiapan Alat Keselamatan di atas kapal
b. Pemeliharaan alat – alat keselamatan di atas kapal
c. Inspeksi (pemeriksaan alat keselamatan dengan
25
seksama)
Hasil Penelitian Manajemen pemeriksaan dan pengecekan sertifikasi
peralatan keselamatan yang ada diatas kapal harus terus
di tingkatkan guna mengetahui adanya sertifikasi alat
yang sudah invalid. Karena kapal dikatakan laiklaut
apabila segala aspek – aspeknya terpenuhi termasuk juga
peralatan keselamatannya dan hal tersebut berpengaruh
terhadap keselamatan dalam pelayaran apabila alat
keselamatan tersebut sewaktu – waktu dibutuhkan.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel Peralatan Keselamatan Pelayaran
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
2.2.3 Rujukan Jurnal Penelitian Peran Syahbandar
Pada tabel 2.3 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel Peran Syahbandar.
Tabel 2.3
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Peran Syabandar
Pengarang Julia Purnama Sari, Jom Fisip, Volume 01, Nomor 02,
Tahun 2014
Judul Pengawasan Syahbandar dalam Upaya Mewujudkan
Keselamatan, Keamanan, dan Ketertiban Penumpang
di Pelabuhan Tembilahan
Metode Analisis Analisis metode Deskriptif
Variabel Penelitian Variabel :
X1 : Peran Syahbandar
Indikator :
26
a. Pelaksanaan pengawasan keselamatan dan
keamanan
b. Pengaturan lalu lintas kapal
c. Pelaksana pemeriksaan kecelakaan kapal
Hasil Penelitian Syahbandar mempunyai tugas diantaranya
melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum
dibidang keselamatan dan keamanan pelayaran. Peran
dari syahbandar dalam sisi pengawasan harus terus
ditingkatkan karena peran syahbandar sangatlah
penting. Lolosnya pengawasan oleh syahbandar dapat
menyebabkan hal – hal yang tidak di inginkan dalam
keselamatan dan kemanan pelayaran terjadi.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel Peran Syahbandar
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
2.2.4 Rujukan Jurnal Penelitian ISM Code
Pada tabel 2.4 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel ISM Code.
Tabel 2.4
Rujukan Penelitian untuk Variabel ISM Code
Pengarang Nina Nurhasnah, dkk Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk
Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan
Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat ISBN: 978-979-
3649-81-8
Judul Persepsi crew dan manajemen dalam penerapan ISM
Code bagi keselamatan pelayaran dan perlindungan
lingkungan laut
Metode Analisis Metode penelitian studi kasus dan metode penelitian
27
deskriptif
Variabel
Penelitian
Variabel:
X1 : ISM Code
Indikator:
a. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapal
b. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban di
atas kapal
c. Mencegah terjadinya pemcemaran lingkungan
Variabel :
X2 : crew Kapal
Indikator :
a. Bagi nahkoda, mualim dan masinis harus
memiliki sertifikat keterampilan laut.
b. Bagi operator radio harus mempunyai sertifikat
kealian pelaut dibidang radio.
c. Bagi rating harus memiliki sertifikat sesuai
dengan jenis tugas, ukuran dan jenis kapal.
Variabel :
X3 : Lingkungan Laut
Indikator :
a. Zona lingkungan salinitas
b. Kedalaman air
c. Kedalaman penetrasi cahaya
Hasil Penelitian ISM Code produk dari IMO (International Maritim
Organization) yang akhirnya diadopsi oleh SOLAS pada
tahun 1994 (Safety of life at sea) . ISM Code merupakan
standar sistem manajemen keselamatan untuk
pengoprasian kapal secara aman dan untuk pencegahan di
laut. Pada manajemen kapal, seharusnya secara periodik
melakukan pelatihan terhadap penanggulangan dan
28
pencegahan gangguan keselamatan terhadap aktivitas
pelayaran dari Perusahaan Pelayaran yang bersangkutan.
Untuk menanggulangi dan mencegah keselamatan,
Perusahaan Pelayaran harus memiliki fasilitas dan
peralatan sesuai dengan ketentuan ISM Code.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel ISM Code.
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
2.2.5 Rujukan Jurnal Penelitian ISM Code
Pada tabel 2.5 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel ISM Code.
Tabel 2.5
Rujukan Penelitian untuk Variabel ISM Code
Pengarang Mudiyanto, Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Pelabuhan,
volume 9, nomor 1, September 2018
Judul Peranan International Safety Management (ISM) Code
sebagai penunjang Keselamatan Pekayaran di atas kapal
pada Perusahaan Pelayaran di Surabaya
Metode Analisis Pendekatan Kuantitatif
Variabel
Penelitian
Variabel:
X1 : ISM Code
Indikator:
a. Sistem Manajemen Keselamatan sesuai tipe kapal
b. Rencana untuk menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan
Variabel :
X2 : SMC (Safety Management Certificate)
Indikator :
29
a. Merencanakan audit kapal
b. nahkoda dan perwira telah memahami Sistem
Manajemen Keselamatan
Variabel :
Y : Keselamatan Pelayaran
Indikator :
a. Kelaiklautan Kapal
b. Kenavigasian
Hasil Penelitian Y = 5,072 + 0,382 X1 + 0,324 X2
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel ISM Code.
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
2.2.6 Rujukan Jurnal Penelitian Keselamatan Pelayaran
Pada tabel 2.6 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada
variabel Keselamatan Pelayaran.
Tabel 2.6
Rujukan Penelitian untuk Variabel Keselamatan Pelayaran
Pengarang Randy Y.C, Aguw jurnal 1, ex administratum, vol
1/No.01/Jan-Mrt/2013
Judul Tanggung Jawab Syahbandar dalam keselamatan
pelayaran ditinjau dari UU pelayaran No.17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran
Metode Analisis Metode penelitian kepustakaan (library research)
Variabel
Penelitian
Variabel:
X1 : Tanggung Jawa Syahbandar
Indikator:
a. Aspek pengawasan kelaiklautan kapal
b. Melaksanakan sijil awak kapal
30
c. Pembinaan awak kapal
Variabel :
Y : Keselamatan Pelayaran
Indikator :
a. Keselamatan dan keamanan Kapal
b. Keamanan perairan
c. Tertib bandar
Hasil Penelitian Tanggung jawab Syahbandar sangatlah penting karena
keamanan dan keselamatan pelayaran adalah sudah
menjadi tugasnya. Tindakan – tindakan yang
dilakukannya adalah / agar untuk meningkatkan
pengawasan keamanan dan keselamatan terhadap hal – hal
yang berhubungan dengan pelayaran Tugas pegawasan
yang dilakukan seorang syahbandar dalam rangka
pengaturan sarana dan prasarana pelaksanaan operasional
transportasi laut sangatlah penting.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari Kesimpulan Jurnal Terdahulu Terdapat Variable
Yang Sama Dan Berkaitan Erat Dengan Penelitian
Penulis Yaitu Variabel Keselamatan Pelayaran.
Sumber : Jurnal yang dipublikasikan
Pada penelitian terdahulu memiliki variabel yang berbeda – beda. Dalam
hal ini peneliti mengambil satu variabel dan dikembangkan pada penelitian ini
dengan tempat dan sasaran responden yang berbeda. Berharap dengan
pengembangan penelitian ini terdapat perbedaan hasil dimana beberapa variabel
yang digunakan dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan kesimpulan yang
baik dan bermanfaat.
2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban diberikan baru
31
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empirik (Sugiyono, 2017).
Didalam usulan penelitian ini penulis menarik beberapa anggapan
sementara antara lain :
a. Diduga faktor Kelaiklautan Kapal berpengaruh positif terhadap
Keselamatan Pelayaran
b. Diduga faktor Peralatan Keselamatan Pelayaran berpengaruh positif
terhadap Keselamatan Pelayaran
c. Diduga faktor Peran Syahbandar berpengaruh positif terhadap
Keselamatan Pelayaran
d. Diduga faktor ISM Code berpengaruh positif terhadap Keselamatan
Pelayaran
e. Diduga Faktor Kelaiklautan Kapal, Peralatan Keselamatan Pelayaran,
Peran Syahbandar dan ISM Code berpengaruh positif terhadap
Keselamatan Pelayaran.
32
2.4 Diagram Alur Penelitian
Latar Belakang Masalah
Pengumpulan Data
Tinjauan Pustaka
Metodologi Penelitian
Pengolahan Data
Implikasi Manajerial
Analisis Data
Data tidak cukup
Pengolahan
Data
Data cukup
33
2.1 Diagram Alur Penelitian
2.5 Kerangka Pemikiran
H1
H2
H3
H4
H5
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Kesimpulan dan Saran
Y.3
Y.2
Y.1
X4.3
X4.2
X4.1
X3.3
X3.2
X3.1
X2.3
X2.2
X2.1
X1.3
X1.2
X1.1
Keselamatan
Pelayaran( Y)
Peran
Syahbandar
(X3)
Peralatan
Keselamatan
Pelayaran (X2)
Kelailautan
Kapal
(X1)
ISM CODE
(X4)
34
= Indikator = Pengukur
= Variabel = Pengaruh
H = Hipotesis = indikator Simultan
Variabel dalam penelitian ini meliputi Kelaiklautan Kapal, Peralatan
Keselamatan Pelayaran, Peran Syahbandar, ISM Code terhadap keselamatan
pelayaran. Variabel tersebut memiliki indikator sebagai berikut :
1. Kelaiklautan Kapal (Saputra, et all, 2013)
Indikator – indikator Kelaiklautan Kapal antara lain :
a. Adanya sertifikat kelaiklautan kapal dan pengawakan kapal.
b. Tidak melebihi muatan atau penumpang yang seharusnya.
c. Memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal.
2. Peralatan Keselamatan Pelayaran (X2) (Pongky dan Baswan, 2016)
Indikator – indikator Peralatan Keselamatan Pelayaran antara lain :
a. Kesiapan Alat Keselamatan di atas kapal
b. Pemeliharaan alat – alat keselamatan di atas kapal
c. Inspeksi (pemeriksaan alat keselamatan dengan seksama)
3. Peran Syahbandar (X3) (Sari, 2014)
Indikator – indikator Peran Syahbandar antara lain :
a. Pelaksanaan pengawasan keselamatan dan keamanan
b. Pengaturan lalu lintas kapal
c. Pelaksana pemeriksaan kecelakaan kapal
4. ISM Code (X4) (Nurhasanah, et all, Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin
Ilmu dan Call for Papers ISBN: 978-979-3649-81-8).
Indikator - indikator ISM Code antara lain :
a. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapalnya
b. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban jiwa diatas kapal
35
c. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan
5. Keselamatan Pelayaran (Y) (Aguw, Randy Y.C, 2013)
Indikator – indikator Keselamatan Pelayaran antara lain :
a. Keselamatan dan keamanan kapal.
b. Keamanan perairan.
c. Tertib Bandar.