Bab 2 Tinjauan Pustaka€¦ · tikus sawah, (2) walang sangit, (3) blas, (4) penggerek batang padi,...
Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka€¦ · tikus sawah, (2) walang sangit, (3) blas, (4) penggerek batang padi,...
7
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berjudul Metode
Scan Statistic untuk Statistik Area Kecil (Indrianti, 2010), membahas
tentang metode Scan Statstic yang digunakan untuk menemukan
sebuah hotspot terhadap kasus tertentu. Hotspot disini didefinikasikan
sebagai lokasi atau suatu wilayah tempat terjadinya suatu kejadian
yang tidak biasa, anomaly, menyimpang atau juga disebut daerah kritis.
Lingkaran-lingkaran dalam hotspot dibangkitkan dengan aturan bahwa
area dalam gerombol tersebut memiliki resiko relatif yang lebih tinggi
dibandingkan yang lainnya. (Kristianingsih, 2012)
Penelitian terdahulu ini memiliki persamaan pada perhitungan
guna pencarian pola dan ditampilkan dalam pemetaan. Pada penelitian
terdahulu menggunakan Fungsi Moran’s I, fungsi tersebut berguna
pula dalam pencarian Hotspot dengan angka autokorelasi spasial dari
+1 dan -1. Berbeda dengan metode perhitungan pada penelitian ini
menggunakan fungsi Gi* statistik dari Getis dan Ord, nilai autokorelasi
spasial Gi* statistik rentang +2 dan -2. Untuk mengolah nilai pola
wilayah dengan Indikator autokorelasi spasial, penelitian terdahulu
menggunakan tools khusus untuk pengolahan data geografi seperti
ArcGIS dari ESRI, GeoDa, sedangkan pada pemodelan yang sedang
dirancang melakukan proses perhitungan menggunakan tools statistik
R studio yang bersifat Open Source. (Barnabas 2011).
8
Pada penelitian yang di lakukan oleh peneliti sebelumnya dapat
di tarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk, dan tingkat pengangguran
terhadap Kemiskinan dan yang paling dominan memiliki keterkaitan
dengan kemiskinan adalah variabel jumlah penduduk (Immanuel
2011).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan data kasus serangan
OPT hama yang mempengaruhi nilai angka hasil panen padi sawah dan
padi gogo dalam kurun waktu 2000-2010 di 19 Kecamatan yang
terletak di Kabupaten Boyolali. Penulis menggunakan kombinasi dua
metode yaitu metode Bayesian sebagai metode probabilitas untuk
perhitungan dan analisa data serangan hama OPT per tahun dalam
kurun waktu sepuluh tahun (tahun 2000-2010) yang kemudian
dipetakan dan dianalisa berdasarkan rerata kasus serangan per
tahunnya. Sedangkan Local G digunakan sebagai metode statistik
untuk mengukur derajat hubungan yang dihasilkan oleh perhitungan
data-data tersebut, dalam hal ini data kasus serangan hama OPT yang
dihubungkan terhadap hasil panen padi sawah dan padi gogo di 19
daerah di kabupaten Boyolali.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Organisme Pengganggu Tanaman
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman
yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis
adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.
Contoh hama yang sering menyerang tumbuhan padi antara lain : (1)
9
tikus sawah, (2) walang sangit, (3) blas, (4) penggerek batang padi, (5)
ulat, (6) belalang dan lain sebagainya (Nurwansyah, 2010)
Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang
bagian-bagian tanaman seperti (1) akar, (2)batang, (3)daun,(4)bunga,
(5) buah atau tanaman seluruhnya. Pengertiannya adalah bahwa ada
jenis hama yang menyerang satu bagian tanaman, atau menyerang
bagian tanaman tertentu, namun mengakibatkan tanaman tidak dapat
dipanen. Sebagai contoh adalah hama penggerek batang padi
kuning Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh tanaman
padi. Akibatnya akan timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau
sundep pada tanaman padi pada fase pertumbuhan vegetatif. Pada fase
generatif, hama ini menimbulkan gejala beluk, yaitu bulir-bulir
tanaman padi yang terserang akan tegak, kosong dan berwarna keabu-
abuan. Tanaman padi yang terserang hama tersebut tidak akan pernah
diharapkan hasilnya (Wardani, 2009).
2.2.2 Padi Sawah
Kegiatan penanaman padi sawah biasanya didahului
pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan
persemaian. Pertama sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan
dengan melakukan pencangulan oleh manusia, mesin atau kerbau.
Setelah dibajak sawah dibiarkan selama 2-3 hari. Tetapi di beberapa
daerah tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Setelah itu tanah
dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedu kalinya bahkan
katiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian
ditanam dengan pengolahan sawah tersebut. Dalam penanaman padi
sawah peematang atau galengan memegang peranan penting, karena
10
dalam sistem bertanam padi sawah ini, pematang atau galengan ini
harus kuat dan dirawat, karena bertanam padi sawah memerlukan air,
sehingga dengan galengan-galengan sawah ini air dapat bertanam di
petakan sawah. Dan padi dengan sistem penanaman sistem ini tidak
dapat ditanam pada tanah yang datar. Penggarapan bertanam padi
sawah ini digarap secara basah yaitu menunggu sampai musim hujan
tiba dan dalam proses penanaman padi ini memakai bibit persemaian.
Tetapi seringkali bibit sudah terlalu tua baru dapat ditanam karena
jatuhnya hujan terlambat. Dalam penanaman padi sawah ini untuk
menanam dan selama hidupnya membutuhkan air hujan cukup. Hal ini
membawa resiko yang besar sekali karena musim hujan kadang datang
terlambat, sementara padi sawah tadah hujan membutuhkan air hujan
yang cukup. Maka seringkali terjadi puluhan ribu hektar tidak
menghasilkan sama sekali atau hasilnya rendah akibat air hujan yang
tidak mencukupi. (Nurwansyah, 2010)
2.2.3 Padi Gogo / Padi Ladang
Padi gogo adalah tanaman pertanian yang diusahankan di lahan
kering pada di daerah yang bercurah hujan rendah atau pada bagian
teratas dari suatu daerah berlereng yang tidak/kurang mampu
menampung air relatif lama. Dalam siklus hidupnya, padi gogo yang
dikembangkan petani saat ini berumur sekitar empat bulan. Artinya
semenjak benih padi gogo ini disemai, kemudian dipanen, masa
hidupnya selama empat bulan. Lantaran itu, padi gogo termasuk jenis
tanaman semusim. Biasanya tanaman ini diusahan petani hanya ketika
musim penghujan. Jadi dalam setahun petani hanya melakukan
11
penanaman padi jenis ini hanya sekali. Setelah itu lahan ditami jagung
atau jenis tanaman lain.
Tidak jarang setelah panen, lahan tersebut dibiarkan saja tanpa
ditanami budidaya apapun (bahasa Jawa; bero). Dalam praktiknya,
sistem yang dikembangkan petani dalam penanaman tumbuhan
makanan pokok ini adalah sistem tumpangsari. Misalnya antara padi
gogo dengan ketela pohon (seperti nampak dalam gambar) atau dengan
jenis tanaman lainnya. (Nurwansyah, 2010)
2.2.4 Data Spasial
Secara umum, terdapat dua jenis data yang dapat digunakan
untuk merepresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena yang
terdapat di dunia nyata. Jenis data tersebut yaitu jenis data ruang atau
spasial dan jenis data atribut atau non-spasial. Jenis data spasial ini
menjabarkan lokasi, bentuk dari feature geografi dan aspek-aspek
keruangan dari fenomena yang bersangkutan dan hubungan spasial
pada feature lainnya, sedangkan data atribut (non spasial) berisi items
atau properties dari fenomena yang bersangkutan hingga dimensi
waktunya atau keterangan (atribut) dari suatu feature (Prahasta, 2002 &
Gunarso, 2003).
Data spasial mengacu pada informasi yang berhubungan
dengan lokasi di permukaan bumi, dan memungkinkan pengguna untuk
melihat suatu kawasan atau fitur geografis dalam kaitannya dengan
daerah lain (dalam kaitannya dengan perubahan dari waktu ke waktu
dan dalam hubungannya dengan berbagai faktor). Data Spasial baik
menggambarkan lokasi sebuah fitur geografis dan atributnya (non-
locational informasi tentang fitur, biasanya disimpan sebagai koordinat
12
dan topologi). Sebuah fitur sifat-sifat dapat dilihat sebagai informasi
deskriptif yang digunakan untuk mengelompokkan dan atau
menggambarkan fitur tertentu. Data Spasial ada dalam berbagai bentuk,
termasuk peta digital, kertas peta, daerah sidik jari dan foto digital citra
satelit dan dapat dimanipulasi di desktop pemetaan atau program GIS
(Geographic Information System) seperti ArcView, ArcInfo, MapInfo,
atau Intergraph. (University Of Alberta’s Libraries, 2000).
Data vektor mewakili fitur geografis (entitas) sebagai x, y
koordinat dan merupakan fitur yang digambarkan sebagai titik-titik,
garis dan poligon. Contoh dari vektor umum format Arc / Info Ekspor
(E00 file), MapInfo MID/MIF file, DXF dan Shape. (University Of
Alberta’s Libraries, 2000). Data raster adalah sel atau piksel dengan
metode mewakili fitur bumi dengan masing-masing sel atau piksel
memiliki nilai. Data raster merupakan peta atau gambar yang dibuat
melalui pemindaian. Contoh dari raster format TIFF, GIF, JPEG, dan
BMP. (Alberta, 2000).
Karakteristik utama dari data spasial adalah keunikan
mengumpulkan data wilayah untuk berbagai kepentingan. Selain itu
juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam
melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan
pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80%
informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi spasial
(Budiyanto, 2002).
Kemampuan spasial merupakan aspek dari kognisi berkembang
sejalan dengan perkembangan kognitif yaitu konsep spasial pada
tahapan sensori-motor, konsep spasial pada tahapan pra-operasional,
konsep spasial pada tahapan konkrit-operasional dan konsep spasial
13
pada tahapan formal-operasional. Kemampuan spasial biasanya
diperoleh melalui alur perkembangan berdasarkan hubungan spasial
topologi, proyektif. Pada hubungan spasial topologi manusia mengerti
spasial dalam hubungannya dengan relasi topologi yaitu “di samping”
atau “di depan”. Dalam mengorganisasikan dan membangun bagian
gambar atau pola masih didasarkan pada hubungan yang bersifat
proksimitas, keterpisahan, urutan, ketertutupan dan kontinuitas. Objek
atau gambar masih dilihat dalam isolasi, tidak dihubungkan dengan
objek lain. Hubungan spasial semacam ini adalah bersifat hubungan
satu-satu atau hubungan berkesinambungan. (Piaget & Inhelder dalam
Tambunan, 2000).
Perkembangan teknologi yang cepat dalam pengambilan data
spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi
bentuk digital dan relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah
satunya perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap
perekeman data pada saat ini adalah teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) dan GPS (Global Potitioning System) (Prahasta,
2002).
Prinsip yang dapat mengidentifikasikan perubahan teknologi
perekaman data spasial selama tiga dasawarsa ini yaitu, perkembangan
teknologi, kepedulian terhadap lingkungan hidup, konflik politik atau
perang, kepentingan ekonomi.
Data lokasi yang spesifik dibutuhkan untuk melakukan
pemantauan terhadap dampak dalam suatu lingkungan, untuk
mendukung program restorasi lingkungan dan untuk mengatur
pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan
mapping (pemetaan) dengan menggunakan komputer dan pengamatan
14
terhadap bumi dengan menggunakan satelit penginderaan jauh (Mastra,
2003).
Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau
buatan manusia, yang berada di atas maupun di bawah permukaan
bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu
(Peraturan Pemerintah RI No X, 2000). Peta mulai ada dan digunakan
manusia sejak manusia melakukan penjelajahan dan penelitian.
Walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu dalam
bentuk sketsa mengenai lokasi suatu tempat (Mastra, 2003).
Mapping (pemetaaan) adalah proses pengukuran, perhitungan
dan penggambaran permukaan bumi (terminologi geodesi) dengan
menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil
berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun
raster (Mastra, 2003).
Adapun jenis-jenis peta menurut Jaringan Kerja Pemetaan
Partisipatif (JKPP) tahun 2005 yaitu sebagai berikut:
2.2.4.1 Jenis-Jenis Peta
1. Jenis Peta Berdasarkan Isinya
Berikut ini adalah penjelasan penggolongan peta berdasarkan isinya.
Berdasarkan isinya peta dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
peta umum dan peta khusus (tematik).
• PetaUmum
Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi
secara umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang
terdapat di suatu daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun
kenampakan sosial budaya. Kenampakan fisis misalnya sungai,
15
gunung, laut, danau dan lainnya. Kenampakan sosial budaya
misalnya jalan raya, jalan kereta api, pemukiman kota dan
lainnya.
• Peta Khusus atau Tematik
Peta khusus atau tematik adalah peta yang hanya
menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan
bumi yang ingin ditampilkan berdasarkan tema tertentu. Peta
khusus adalah peta yang menggambarkan kenampakan-
kenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kondisi fisik
maupun sosial budaya. Contoh peta khusus yaitu peta curah
hujan, peta kepadatan penduduk, peta penyebaran hasil
pertanian, peta penyebaran hasil tambang, chart (peta jalur
penerbangan atau pelayaran).
2. Jenis peta berdasarkan skalanya
Peta tidak sama besarnya (ukurannya). Ada peta yang
berukuran besar dan ada peta yang berukuran kecil. Besar-kecilnya
peta ditentukan oleh besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta
adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak
sebenarnya di permukaan bumi.
Peta berdasarkan skalanya dapat digolongkan menjadi empat jenis,
yaitu:
1) Peta kadaster atau teknik adalah peta yang mempunyai skala antara
1 : 100 sampai 1 : 5.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan
peta tanah atau peta dalam sertifikat tanah, oleh karena itu banyak
16
terdapat di Departemen Dalam Negeri, pada Dinas Agraria (Badan
Pertanahan Nasional).
2) Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1 : 5.000
sampai 1 : 250.000. Peta skala besar digunakan untuk
menggambarkan wilayah yang relatif sempit, misalnya peta
kelurahan, peta Kecamatan.
3) Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1 :
250.000 sampai 1: 500.000. Peta skala sedang digunakan untuk
menggambarkan daerah yang agak luas, misalnya peta propinsi
Jawa Tengah, peta Propinsi Maluku.
4) Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1 : 500.000
sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta skala kecil digunakan untuk
menggambarkan daerah yang relatif luas, misalnya peta negara,
benua bahkan dunia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
semakin besar angka pembandingnya berarti skala peta itu makin
kecil.
1. Jenis peta berdasarkan tujuannya
Peta dibuat orang dengan berbagai tujuan. Berikut ini contoh-contoh
peta untuk berbagai tujuan:
1) Peta Pendidikan (Educational Map)
Contohnya: peta lokasi sekolah SLTP/SMU.
2) Peta Ilmu Pengetahuan
Contohnya: peta arah angin, peta penduduk.
3) Peta Informasi Umum (General Information Map)
Contohnya: peta pusat perbelanjaan.
17
4) Peta Turis (Tourism Map)
Contohnya: peta museum, peta rute bus.
5) Peta Navigasi
Contohnya: peta penerbangan, peta pelayaran.
6) Peta Aplikasi (Technical Application Map)
Contohnya: peta penggunaan tanah, peta curah hujan.
7) Peta Perencanaan (Planning Map)
Contohnya: peta jalur hijau, peta perumahan, peta pertambangan.
2. Fungsi Peta
Peta sangat diperlukan oleh manusia karena dari peta diketahui lokasi
yang dicari. Secara umum fungsi peta dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan
bumi.
2) Memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di
permukaan bumi.
3) Menggambarkan bentuk-bentuk di permukaan bumi, seperti
benua, negara, gunung, sungai dan bentuk-bentuk lainnya.
4) Membantu peneliti sebelum melakukan survei untuk
mengetahui kondisi daerah yang akan diteliti.
5) Menyajikan data tentang potensi suatu wilayah.
6) Alat analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
7) Alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan.
8) Alat untuk mempelajari hubungan 17tatist-balik antara
fenomena-fenomena (gejala-gejala) geografi di permukaan
bumi.
18
2.2.5 Bayesian
Bayesian mengacu pada metode probabilitas dan statistik
dinamai Thomas Bayes (1702-1761), dalam metode tertentu yang
berhubungan dengan inferensi statistic. Secara matematis, teorema
Bayesian memberikan hubungan antara probabilitas dari A dan B, P(A)
dan P(B) dan probabilitas bersyarat dari A diberikan B dan B diberikan
kepada A. P(A|B) dan P(B|A) Dalam bentuk yang paling umum,
adalah:
���|�� = ��|������� (1)
Makna dari pernyataan ini tergantung pada interpretasi
probabilitas berasal ketentuan inteprtasi Bayesian. Dalam Bayesian
(atau epistemologis) interpretasi, probabilitas mengukur derajat
kepercayaan. Teorema Bayesian kemudian menghubungkan tingkat
kepercayaan proposisi sebelum dan setelah memperhitungkan bukti.
Misalnya, seseorang mengusulkan bahwa koin bias adalah dua kali
lebih mungkin untuk mendarat kepala dari ekor. Tingkat kepercayaan
ini awalnya mungkin 50%. Koin tersebut kemudian membalik
beberapa kali untuk mengumpulkan bukti-bukti. Kepercayaan akan
naik menjadi 70% jika bukti mendukung proposisi tersebut.
Metode Bayesian memberikan cara yang mendasar dalam
memasukkan informasi eksternal ke dalam proses analisa data. Proses
ini diawali dengan distribusi probabilitas yang sudah ada diberikan
untuk himpunan data yang dianalisa. Karena distribusi diberikan
sebelum ada data yang dipertimbangkan, sehingga disebut distribusi
priori. Himpunan data baru menjadikan distribusi priori ini menjadi
distribusi posterior. Perubahan yang terjadi dari priori ke posterior
19
merujuk pada Teorema Bayes. Teorema Bayes merupakan latar
belakang teoritis untuk pendekatan statistic terhadap masalah
pengambilan kesimpulan induktif. Penulis akan terlebih dahulu
menjelaskan konsep-konsep dasar yang didefinisikan dalam Teorema
Bayes dan kemudian menggunakan teorema ini dalam penjelasan
tentang Proses Klasifikasi Bayes Naif, atau Klasifikator Bayes
Sederhana. Misalkan x adalah sampel data yang label kelasnya tidak
diketahui. Misalkan H adalah hipotesa: sedemikian sehingga sampel
data x termasuk dalam kelas khusus c. Penulis ingin menentukan
P(H/x), probabilitas bahwa hipotesa H berlaku dengan diberikannya
sampel data hasil pengamatan x. P(H/x) adalah probabilitas posterior
yang menggambarkan keyakinan kita pada hipotesa setelah x diberikan.
Sebaliknya, P(H) adalah probabilitas H sebelumnya untuk sesuatu
sampel, terlepas dari bagaimana bentuk data dalam sampel.
Probabilitas posterior P(H/x) didasarkan pada lebih banyak informasi
daripada probabilitas priori P(H). Teorema Bayes memberikan cara
menghitung probabilitas posterior P(H/x) dengan menggunakan
probabilitas P(H), P(x) dan P(x/H). Hubungan dasar adalah
P(H/x) = [P(x/H)(P(H)]/P (x) (2)
Bayesian adalah suatu interpretasi dari kalkulus yang memuat
konsep probabilitas sebagai derajat dimana suatu pernyataan dipercaya
benar.Teori Bayesian juga dapat digunakan sebagai alat pengambilan
keputusan untuk memperbaharui tingkat kepercayaan dari suatu
informasi. Teori probabilitas Bayesian merupakan satu dari
cabang teori statistik matematik yang memungkinkan kita untuk
membuat satu model ketidakpastian dari suatu kejadian yang terjadi
20
dengan menggabungkan pengetahuan umum dengan fakta dari
hasil pengamatan. Teori Bayesian menurut Grainner (1998),
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1. Mudah untuk dipahami.
2. Hanya memerlukan pengkodean yang sederhana.
3. Lebih cepat dalam penghitungan.
Sedangkan menurut Yuyang Liu (Wooi Ping Cheah dkk, 2008)
mengatakan : Bayesian adalah model grafik untuk merepresentasikan
interaksi antar variabel. Model ini didasarkan dari teorema bayes.
Bayesian network merupakan salah satu probabilistic graphical model
(PGM) yang sederhana yang dibangun dari teori probabilistik dan teori
graf. Teori probabilistik berhubungan langsung dengan data sedangkan
teori graf berhubungan langsung dengan bentuk representasi yang ingin
didapatkan. Bayesian network dapat merepresentasikan hubungan
sebab akibat diantara variabel-variabel yang terdapat pada struktur
Bayesian network. Sebagai contoh, sebuah Bayesian network dapat
mewakili hubungan probabilistik antara penyakit dan gejala. Bayesian
network dapat digunakan untuk menghitung probabilitas dari kehadiran
berbagai gejala penyakit. (Liu 2008)
Dalam studi kasus saat ini, metode tersebut akan digunakan
untuk menghitung probabilitas serangan hama OPT terhadap tanaman
padi yang mempengaruhi angka produksi padi di 19 Kecamatan yang
ada di Kabupaten Boyolali. Metode ini dinilai tepat sebagai metode
pendekatan perhitungan matematis dan sebagai metode pembading
untuk penelitian-penelitian sebelumnya.
21
2.2.6 Local G
Local G merupakan metode statistik untuk mengukur derajat
hubungan yang dihasilkan dari konsentrasi poin tertimbang atau
centroid wilayah dan semua poin tertimbang lain dalam jarak d dari
titik penelitian (Getis dan Ord 1992).
�� Tidak ada pengelompokan nilai tinggi atau rendah di sekitar
lokasi i, uji statistik mendekati nol.
� Ada pengelompokan nilai tinggi atau rendah di sekitar lokasi i.
Sebuah nilai positif yang signifikan menyiratkan
pengelompokan nilai tinggi, dan nilai negatif yang signifikan
menunjukkan pengelompokan nilai-nilai yang rendah.
Statistik dasar didefinisikan sebagai:
����� = ∑ ���������∑ ���
(3)
Dalam persamaan ini, �� adalah nilai-nilai tertimbang dari titik-
titik di daerah penelitian. ��� adalah biner, simetris bobot matriks
dengan orang-orang untuk semua j poin dalam jarak d dari titik nol i
dan sebaliknya. (Ord dan Getis 1995)
Ada dua varian dari statistik Local G. Statistik �� tidak
termasuk nilai pada i dari penjumlahan dan digunakan untuk
menyebarkan atau studi difusi, sedangkan *�� termasuk nilai pada i
dalam penjumlahan dan yang paling sering digunakan untuk studi
clustering. (Anonimus, 1996)
22
Pada dasarnya, statistik �� merupakan rasio dari nilai-nilai
dalam jarak d dari titik i ke jumlah dari semua nilai minus nilai pada
titik i . The * �� mencakup semua nilai. (Anonimus, 1996)
Dalam (Ord dan Getis 1995) penulis dirumuskan statistik
sehingga hasilnya diberikan dalam varian normal standar. Statistik ini
biasanya didistribusikan, dan dapat digunakan untuk normal serta
distribusi frekuensi miring dari variabel yang mendasari. Namun,
ketika jumlah tetangga kecil statistik kurang dapat diandalkan.
Berbeda dengan Local Moran, Local G hanya menilai
autokorelasi spasial positif. Lokasi yang merupakan pusat dari cincin
signifikan diberi label sebagai cincin yang signifikan dalam dataset
cluster Gi. Area yang signifikan berkerumun diberi label dengan
kategori dalam dataset * Gi cluster
���,� = ∑ ���,���,�� − ��,� �̅� ��
!� ��"�#� − 1�!%�,� − ��,�&
#� − 2
( ≠
( sumber : Scrucca, Luca, 2005 ) (4)
Dimana :
�̅� �� : sampel berarti tidak termasuk lokasi i ("ego")
∑ ���,���,�� : Jumlah data per region atau tetangga dari
tetangga
��,� : jumlah bobot tidak termasuk ego
!� �� : sampel standar deviasi, termasuk ego
#� : jumlah objek dalam geografi pada waktu t
!%�,� − ��,�& : jumlah dari bobot kuadrat, tidak termasuk ego
23
Pentingnya setiap nilai Local G juga dapat dievaluasi
menggunakan prosedur Monte Carlo pengacakan seperti yang terlihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1. Model Monte Carlo Metode Local G
Gambar 2.1 menunjukkan gambaran pemetaan data dengan
menggunakan metode Local G. Metode ini dapat mendeteksi cluster
lokal atau spacetime. Pada setiap zona spasial, lingkaran akan
bertambah besar hingga terbentuk titik-titik atau node-node yang
membentuk suatu pola penyebaran daerah epidemic.
2.2.7 Pola spasial
Pola spasial adalah struktur persepsi, penempatan, atau susunan
benda-benda yang ada dimuka Bumi. Hal ini juga termasuk ruang di
antara benda-benda tersebut. Pola spasial juga dikenal sebagai pola
statistik lokal yang berpusat pada asosiasi pola spasial lokal (hotspot),
untuk mendeteksi hotspot pengukuran dengan statistik lokal yang
memiliki kuantitas variasi pada autokorelasi spasial daripada global
(Tobler, 1965).
24
Pada penelitian kali ini, pola spasial digunakan untuk
menganalisa dan mengidentifikasi pola-pola dalam data spasial. Penulis
menggunakan kombinasi dari metode penghitungan Bayesian dan
Local G sebagai algoritma pengantar analisis pola titik. Algoritma ini
sangat sederhana dengan penjabaran matematika dan statistik.
Tujuan utama dari tulisan ini adalah menggunakan data
serangan hama OPT dan kemudian dihubungan dengan data hasil
panen padi sawah dan padi gogo periode 2000-2010 dan menggunakan
metodologi statistik spasial agar dapat menganalisis pola spasial dari
serangan hama OPT, mengidentifikasi lokasi beresiko tinggi
(menggunakan Bayesian method) kemudian dapat menentukan
berbagai faktor dari kasus ini. Hasil penelitian dapat menunjukkan pola
demografis epidemi serangan hama OPT dibeberapa wilayah kemudian
mengidentifikasi wilayah beresiko tinggi di beberapa distrik di 19
Kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali. Sehingga keterkaitan
antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu
pengidentifikasian lokasi dengan menggunakan kombinasi metode
Bayesian dan Local G.