BAB 2 Tinjauan Pustaka Elemen pada Struktur a.
Transcript of BAB 2 Tinjauan Pustaka Elemen pada Struktur a.
5
BAB 2
Tinjauan Pustaka
2.1 Elemen pada Struktur
Struktur memiliki beberapa elemen yang memiliki fungsi masing – masing,
yang dapat saling terangkai menjadi satu kesatuan yaitu bangunan konstruksi. Untuk
merangkai elemen struktur menjadi satu kesatuan bangunan yang baik, dibutuhkan
pengetahuan mengenai klasifikasi elemen pada struktur baik dari bentuk dan juga
fungsinya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai elemen struktur sederhana yang
pada umumnya digunakan pada bangunan struktur :
a. Balok (Beam)
Balok merupakan elemen struktur yang terpasang secara horizontal untuk
memikul beban yang bekerja secara vertikal dan juga memikul momen.
Beban yang ditanggung oleh balok, akan ditransferkan kepada kolom, yaitu
elemen vertikal pada struktur yang memikul beban dari balok. Elemen balok
pada umumnya memiliki bentuk penampang segiempat. Material yang
digunakan pada balok pada umum menggunakan beton dimana material ini
kuat dalam menahan tekan namun lemah untuk menahan tarikan, sehingga
diperlukan material lain untuk memperkuat kemampuan tarik pada beton
yaitu tulangan. Terdapat beberapa jenis perletakan yang digunakan dalam
mendesain balok, yaitu perletakan sederhana (simplysupportedbeam),
kantilever (cantileverbeam), dan jepit (fixedsupportedbeam).
Gambar 2.1Elemen Struktur Balok dengan Berbagai Perletakan
Sumber : Structural Analysis R. C. Hibbeler 6th Edition (2006)
6
b. Kolom (Column)
Kolom merupakan elemen struktur vertikal berfungsi untuk memikul beban
aksial tekan dan juga momen. Beban yang dipikul oleh kolom pada akhirnya
akan disalurkan ke pondasi yang berada didalam tanah. Bentuk penampang
kolom beranekaragam sesuai dengan desain yang dibuat. Material penyusun
kolom sama seperti pada balok, yaitu beton yang ditambahkan tulangan
menjadi beton bertulang.
Gambar 2.2 Elemen Struktur Kolom
Sumber : Structural Analysis R. C. Hibbeler 6th Edition (2006)
c. Pelat (Slab)
Pelat adalah elemen struktur yang dipasang secara horizontal dan berfungsi
untuk memikul momen. Pelat terbuat dari material beton bertulang seperti
pada balok dan kolom.
Gambar 2.3 Contoh Elemen Struktur Pelat
7
d. Rangka Batang (Truss)
Rangka batang adalah kumpulan dari elemen batang yang disambungkan
membentuk sebuah geometri tertentu sehingga pada saat beban diberikan
pada titik sambungan, maka struktur akan saling menyalurkan beban kepada
perletakan atau tumpuan melalui gaya aksial (tarik atau tekan) oleh setiap
batangnya.
Gambar 2.4 Elemen Rangka Batang
Sumber : http://studystructural.wordpress.com/2012/02/21/my-first-lesson/
e. Kabel
Elemen kabel adalah sebuah sistem struktur yang bekerja berdasarkan prinsip
gaya tarik, terdiri atas kabel baja, sendi, batang, dsb yang menyanggah sebuah
penutup yang menjamin tertutupnya sebuah bangunan.
Prinsip konstruksi kabel sudah dikenal sejak zaman dahulu pada jembatan
gantung, di mana gaya-gaya tarik digunakan tali. Contoh lainnya adalah
tenda-tenda yang dipakai para musafir yang menempuh perjalanan jarak jauh
lewat padang pasir. Setelah orang mengenal baja, maka baja digunakan
sebagai gantungan pada jembatan. Pada taraf permulaan baja itu dapat
berkarat. Pada zaman setengah abad sebelum sekarang, ditemukanlah baja
dengan tegangan tinggi yang tahan terhadap karat.
Elemen kabel merupakan suatu generalisasi terhadap beberapa struktur yang
menggunakan elemen tarik berupa kabel sebagai ciri khasnya. Struktur ini
bekerja terhadap gaya tarik sehingga lebih mudah berubah bentuk jika terjadi
perubahan besar atau arah gaya. Struktur kabel merupakan struktur funicular
8
dimana beban pada struktur diteruskan dalam bentuk gaya tarik searah
dengan material konstruksinya, sehingga memungkinkan peniadaan momen.
Gambar 2.5 Elemen Struktur Kabel
Sumber : Structural Analysis R. C. Hibbeler 6th Edition (2006)
• Keuntungan elemen kabel
Keuntungan dari penggunaan elemen kabel adalah :
− Elemen kabel merupakan elemen konstruksi paling ekonomis
untuk menutup permukaan yang luas;
− Ringan, meminimalisasi beban sendiri sebuah konstruksi;
− Memiliki daya tahan yang besar terhadap gaya tarik, untuk
bentangan ratusan meter mengungguli semua sistem lain;
− Memberikan efisiensi ruang lebih besar;
− Memiliki faktor keamanan terhadap api lebih baik dibandingkan
struktur tradisonal yang sering runtuh oleh pembengkokan elemen
tekan di bawah temperatur tinggi. Kabel baja lebih dapat menjaga
konstruksi dari temperatur tinggi dalam jangka waktu lebih
panjang, sehingga mengurangi resiko kehancuran;
− Dari segi teknik, pada saat terjadi penurunan penopang, kabel
segera menyesuaikan diri pada kondisi keseimbangan yang baru,
tanpa adanya perubahan yang berarti dari tegangan;
− Cocok untuk bangunan bersifat permanen.
• Kelemahan elemen kabel
Pembebanan yang berbahaya untuk struktur kabel adalah getaran.
Struktur ini dapat bertahan dengan sempuna terhadap gaya tarik dan
tidak mempunyai kemantapan yang disebabkan oleh pembengkokan,
tetapi struktur dapat bergetar dan
bangunan.
f. Membran
Membran adalah elemen struktur dengan per
dan berguna menahan
dengan cara dibebani, selain itu elemen ini juga sangat sensit
karena menyebabkan getaran pada struktur. Untuk menjaga agar tidak
bergetar, biasanya membran diberikan gaya pra
g. Cangkang
Elemen cangkang adalah struktur
permukaan lengkung. Beban yang bekerja pada elemen cangkang diteruskan ketanah
dengan menimbulkan tegangan geser, tarik dan tekan pada permukaan tersebut.
Sumber : http://artpoe
tetapi struktur dapat bergetar dan dapat mengakibatkan robohnya
bangunan.
Membran adalah elemen struktur dengan permukaan yang fleksibel dan tipis
berguna menahan tegangan tarik. Struktur ini dapat menyesuaikan diri
dengan cara dibebani, selain itu elemen ini juga sangat sensit
karena menyebabkan getaran pada struktur. Untuk menjaga agar tidak
bergetar, biasanya membran diberikan gaya pra-tegang.
Gambar 2.6 Elemen Membran
Elemen cangkang adalah struktur yang tipis dan juga kaku serta memiliki
permukaan lengkung. Beban yang bekerja pada elemen cangkang diteruskan ketanah
dengan menimbulkan tegangan geser, tarik dan tekan pada permukaan tersebut.
Gambar 2.7 Elemen Struktur Cangkang
http://artpoe-studio.blogspot.com/2013/12/struktur-
9
dapat mengakibatkan robohnya
mukaan yang fleksibel dan tipis
tegangan tarik. Struktur ini dapat menyesuaikan diri
dengan cara dibebani, selain itu elemen ini juga sangat sensitif dengan angin
karena menyebabkan getaran pada struktur. Untuk menjaga agar tidak
yang tipis dan juga kaku serta memiliki
permukaan lengkung. Beban yang bekerja pada elemen cangkang diteruskan ketanah
dengan menimbulkan tegangan geser, tarik dan tekan pada permukaan tersebut.
-cangkang.html
10
2.2 Elemen Kabel
Kabel merupakan elemen tarik yang memiliki perilaku berbeda dengan
elemen struktur yang lainnya. Kekakuan dan bentuk dari kabel sangat bergantung
dari besarnya gaya yang bekerja pada kabel tersebut. Kabel jika menerima gaya akan
mengalami penegangan terlebih dahulu, baru dapat memikul gaya yang diberikan,
sedangkan untuk elemen struktur lainnya jika diberikan gaya, langsung dapat
memikul gaya tersebut. Terdapat dua jenis kabel yang biasa digunakan dalam
konstruksi, yaitu kabel biasa dan kabel pratekan. Perbedaan dari kedua kabel ini
adalah, pada kabel biasa, elemen kabel hanya mampu memikul gaya tarik saja
sedangkan untuk kabel pratekan, elemen kabel mampu memikul gaya tarik dan tekan
akibat dari beban luar.
Supaya kabel dapat menerima gaya yang bekerja, maka kabel tersebut perlu
diberikan gaya. Dalam pemberian gaya kabel, diperlukan perhitungan panjang dari
kabel supaya waktu pemberian gaya prategang dapat sesuai dengan yang diinginkan.
Penentuan panjang dari kabel yang diperlukan untuk diberikan gaya prategang yang
diinginkan dapat dihitung dengan rumus catenary seperti :
Gambar 2.8 Skema Dasar Elemen Kabel
Kekakuan elemen kabel terbagi ke dalam dua jenis yaitu kekakuan kabel
elastik dan kekakuan yang dihasilkan oleh sag dimana kekakuan tersebut bergantung
pada besarnya gaya yang bekerja pada kabel tersebut. Berikut adalah rumus
kekakuan kabel tersebut :
Kelastic=EAL
; Ksag=12T
3
w2L3
Kcomb=1
1Ksag
+ 1Kelastic
Kcomb=EA
L�1+w2L2EA
12T3
� ...................................................................................... (2.1)
11
Dimana :
E = Modulus elastisitas
L = Panjang kabel
A = Luas penampang kabel
w = Berat sendiri kabel per satuan panjang
T = Gaya pada kabel
Gambar 2.9 Perpindahan yang Terjadi pada Elemen Kabel
Untuk kabel yang mengalami perpindahan dengan arah horizontal rumus yang
digunakan :
k=EAL
Cos2α ................................................................................................... (2.2)
Untuk kabel yang mengalami perpindahan dengan arah vertikal rumus yang
digunakan :
k=EAL
Sin2α .................................................................................................... (2.3)
Dimana :
k = Kekakuan kabel
E = Modulus elastisitas kabel
A = Luas penampang kabel
α = Sudut kemiringan kabel
Di dalam elemen kabel, terdapat berat sendiri dari kabel yang menyebabkan
terjadinya deformasi membentuk catenary sehingga akan terjadi pengurangan
kekakuan dari kabel. Pada saat terjadi penambahan beban pada kabel, sag pada kabel
akan berkurang sehingga panjang kabel bertambah. Oleh karena itu analisis untuk
12
elemen kabel ini dapat diidealisasikan sebagai elemen lurus yang setara dengan
modulus elastisitasnya.
Gambar 2.10Sag kabel dengan panjang kabel c
Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Ernst dan telah diteliti lebih lanjut oleh
beberapa peneliti. Rumus untuk pengidealisasian modulus elastisitas tersebut adalah :
Ei=Ee
�1+� �γl�212σ3
�Ee� ............................................................................................ (2.4)
Dimana :
σ = Tegangan izin kabel
Ei = Modulus elastisitas idealisasi
Ee = Modulus elastisitas kabel
γ = Berat jenis kabel
l = Jarak horizontal kabel (= c cos α)
c = Panjang kabel
Untuk mendapatkan besar gaya prategang aksial (P) yang diinginkan untuk menarik
kabel, maka panjang dari kabel perlu diperhitungkan.
ζ=l2
�1+ �4hl
�2 +l4h
sinh �4hl
� -1� ................................................................ (2.5)
P=wl
2
8h ............................................................................................................. (2.6)
Dimana :
ζ = Panjang kabel
13
l = Jarak lurus kabel
h = Sag kabel
w = Berat sendiri kabel
Gambar 2.11 Kabel catenary
Untuk mendapatkan besar gaya prategang horizontal yang diinginkan untuk menarik
kabel, maka panjang dari kabel perlu diperhitungkan.
h1=wL1
2
8Fh; h2=
wL22
8Fh
L1/2=L
2- �h2-h1�Fhcos α�wL�
L2/2=L
2+ �h2-h1�Fhcosα�wL�
S=L+43
h12L1
+h2
2
L2 ........................................................................................ (2.7)
Dimana :
L = Panjang kabel awal
L1 = Panjang lengkung dari titik terendah ke titik 1
L2 = Panjang lengkung dari titik terendah ke titik 2
S = Panjang kabel total
w = Berat sendiri kabel per satuan panjang
h1 = Tinggi dari titik terendah ke titik 1
h2 = Tinggi dari titik terendah ke titik 2
L1/2 = Panjang kabel arah horizontal dari titik terendah ke titik 1
L2/2 = Panjang kabel arah horizontal dari titik terendah ke titik 2
Fh = Gaya prategang horizontal
1
2
14
2.3 Aplikasi Elemen Kabel
Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya, elemen kabel merupakan
elemen yang memiliki kemampuan untuk memikul gaya tarik, dan penggunaan di
zaman sekarang ini sudah sangat banyak. Hal ini dapat dilihat dari aplikasi elemen
kabel yang sangat populer diseluruh dunia. Berikut adalah beberapa aplikasi elemen
kabel pada bangunan sipil :
a. Aplikasi pada struktur berbentang panjang
• Penggunaan pada jembatan
Salah satu aplikasi elemen kabel adalah pada struktur jembatan. Pada
umumnya jembatan biasa dibuat dengan menggunakan beton bertulang
biasa. Namun jika diinginkan jembatan dengan bentang yang panjang,
konstruksi dengan beton bertulang akan kurang efektif karena
membutuhkan biaya yang sangat besar dan membebani pondasi
jembatan. Oleh karena itu digunakan sistem pratekan yang digabungkan
dengan beton bertulang untuk membuat beton pratekan dimana didalam
beton bertulang ditambahkan elemen kabel yaitu kabel pratekan
sehingga berdasarkan konsep beton pratekan dapat membuat dimensi
penampang beton bertulang berkurang namun bentang yang panjang
dapat dicapai. Selain digabungkan dengan beton bertulang, elemen
kabel dapat juga dijadikan sebagai struktur utama penopang jembatan
seperti pada jembatan kabel penahan (suspended bridge) yaitu cable –
strayedbridge dan suspension bridge.
Gambar 2.12 Contoh Jembatan dengan Kabel, Cable-Stayed Bridge
Sumber : http://nisee.berkeley.edu/elibrary/Image/GoddenC64.1
15
Gambar 2.13 Contoh Jembatan dengan Kabel, Suspension Bridge
Sumber : http://www.academia.edu/6332626/Jenis_-_jenis_Jembatan
b. Aplikasi pada struktur atap
Pada struktur atapsalah satu aplikasinya adalah kabel digunakan sebagai
penahan struktur atap tarik sederhana. Atap sederhana ini terdiri dari kabel yang
digantungkan diatas kolom penunjang, kemudian kabel menahan lengkung pada atap
dan diberi angkur pada landasan diatas tanah. Balok – balok atau pelat – pelat lurus
ditempatkan diatap menghubungkan kabel – kabel yang sejajar. Dengan cara
tersebut, maka terbentuk atap tarik sederhana (Hendro Trilistyo, 2005).
Gambar 2.14 Contoh Penggunaan Kabel pada Struktur Atap
Sumber : http://nisee.berkeley.edu/elibrary/getpkg?id=GoddenC66-74
Pada umumnya, kabel paling banyak digunakan untuk struktur jembatan
karena untuk membuat jembatan dibutuhkan elemen yang ringan namun kuat. Selain
itu umumnya struktur jembatan didesain untuk menerima gaya tarik sehingga elemen
kabel paling cocok digunakan didalam jembatan.
16
2.4 Jenis – Jenis Kabel
Jenis – jenis kabel yang pada umumnya digunakan pada jembatan kabel
adalah :
a. Parallel Wire Cables
Kabel jenis ini terbuat dari sejumlah besar dari kabel yang diparalelkan satu
dengan lainnya. Tidak ada kabel yang terbelit dalam pengerjaannya. Kabel
tersebut dikirimkan ke tempat gulungan kabel jembatan dan kabel-kabel
tersebut dipasangkan pada jembatan kemudian keseluruhan kabel digulung
sampai berbentuk lingkaran.
b. Parallel Strand Cables
Kabel ini terdiri dari beberapa kabel jadi yang tinggal dipasang pada
Galvanized Bridge Strand. Keseluruhannya diparalel dan dihubungkan satu
sama lain. Kayu atau alumunium digunakan sebagai pelindung kabel. Setiap
bagian kabel ini terdiri dari beberapa kabel antara lain 7, 19, 37, 61, 91, atau
127 kabel.
c. Parallel Rope Cables
Kabel jenis ini hampir sama dengan Parallel Strand Cables kecuali pada
Galvanized Bridge Rope digunakan pada tempat Bridge Strand.
d. Single Rope or Single Strand Cables
Kabel jenis ini digunakan untuk struktur yang kecil.
2.5 Perhitungan Gaya dalam pada Kabel
Pada jembatan berbentang panjang, digunakan kabel sebagai penopang beban
– beban yang bekerja pada jembatan tersebut. Fungsi gaya tarik pada kabel ini yaitu
untuk mengurangi momen lentur pada gelagar dan pilon sehingga gelagar dan pilon
hanya menahan gaya tekan yang bekerja pada struktur.
Untuk mengetahui besarnya gaya tarik kabel pada jembatan, dibutuhkan suatu
parameter yaitu adalah frekuensi alamiah, dimana frekuensi alamiah didapatkan dari
hasil pengukuran dilapangan. Dengan nilai frekuensi alamiah tersebut dapat
dievaluasi besar dari gaya tarik kabel tersebut menggunakan perhitungan dengan
rumus yang ada maupun dengan menggunakan program. Setelah didapatkan besar
gaya tarik kabel tersebut, dapat dilihat apakah gaya tarik kabel tersebut telah
mencapai batas izinnya atau masih dalam kondisi aman.
17
2.5.1 Satuan
Untuk melakukan suatu perhitungan, satuan merupakan hal yang penting
karena akan menentukan hasil akhir perhitungan. Penggunaan satuan dalam
perhitungan harus konsisten supaya hasil akhir perhitungan menjadi benar. Terdapat
dua buah standar satuan yang digunakan, yaitu MKS (Meter, Kilogram, Sekon) dan
SI (Satuan Internasional). Berikut beberapa satuan yang digunakan :
Tabel 2.1 Tabel Satuan MKS dan SI
Variabel MKS SI E (Modulus Elastisitas) t/m2 kN/m2 ρ (Massa Jenis) ts2/m4 t/m3 γ (Berat Jenis) t/m3 kN/m3 m (Massa) ts2/m t k (Kekakuan) t/m kN/m F (Gaya) t kN u (Perpindahan) m m
2.5.2 Frekuensi Alamiah
Frekuensi alamiah adalahfrekuensi yang terjadi pada saat suatu sistem
berosilasi tanpa adanya redaman. Terdapat dua jenis frekuensi alamiah, yaitu
frekuensi alamiah teredam (dampednaturalfrequency), dan frekuensi alamiah tak
teredam (undampednaturalfrequency). Nilai dari frekuensi alamiah teredam pada
umumnya lebih kecil dibandingkan frekuensi alamiah tak teredam, karena terdapat
nilai rasio redaman yang membuat terjadi pengurangan nilai frekuensi
sudutnya.Rumus umum untuk frekuensi alamiah :
ωn=km
fn=ωn
2π ............................................................................................................. (2.8)
Dimana :
fn = Frekuensi alamiah (Hz)
ωn = Putaran sudut alamiah (rad/s)
k = Kekakuan struktur penopang
m = Massa struktur penopang
18
Untuk frekuensi alamiah teredam, karena terdapat nilai redaman maka nilai redaman
tersebut perlu di cari :
δ=ln � uiui+1
�
ξ=δ2π
ωD=ωn�1-ξ
2
fD=ωD2π
............................................................................................................ (2.9)
Dimana :
fD = Frekensi alamiah teredam (Hz)
ωD = Putaran sudut teredam (rad/s)
δ =Logaritmic decrement
ξ = Rasio redaman
2.5.3 Gaya
Pada penelitian ini, yang ingin diketahui adalah besarnya gaya yang bekerja
pada kabel jembatan. Karena besarnya gaya ini sangat sensitif terhadap kapasitas
penampang kabel yang digunakan, maka gaya ini menjadi sangat penting untuk
menentukan kabel masih kuat atau tidak.
Rumus dasar menentukan gayaadalah :
σ � PA ............................................................................................................ (2.10)
Dimana :
P = Gaya luar
A = Luas penampang kabel
σ = Tegangan yang terjadi pada kabel
Rumus dasar menentukan gaya bedasarkan Hukum Newton II adalah :
P=m.a ........................................................................................................... (2.11)
Dimana :
P = Gaya luar
19
m = Massa benda a = Percepatan benda
Rumus dasar menentukan gaya bedasarkan perpindahan dan kekakuan adalah :
P=k.U ........................................................................................................... (2.12)
Dimana :
P = Gaya luar k = Kekakuan kabel U = Perpindahan pada kabel
2.5.4 Analisa Dinamis
Analisa dinamis pada jembatan kabel merupakan hal yang sangat penting dan
dapat menjadi suatu tahap analisa yang paling menentukan terutama untuk jembatan
dengan bentang yang sangat panjang. Analisa dinamik ini bertujuan untuk
mengetahui frekuensi alami dan mode getar dari struktur. (Walther : 1988).
Berikut adalah persamaan keseimbangan dinamis secara umum :
m.u� �t�+c.u� �t�+k.u�t�=p(t) ............................................................................ (2.13)
Dimana :
p(t) = Gaya luar total yang bekerja
m.u� = Gaya penahan yang terjadi akibat massa struktur
c.u� = Gaya penahan gerakan yang disebabkan oleh redaman yang terjadi
k.u = Gaya penahan gerakan yang diberikan oleh kekakuan
2.5.4.1 Derajat Kebebasan (DegreeofFreedom)
Derajat kebebasan adalah jumlah koordinat bebas yang digunakan untuk menyatakan
susunan atau posisi suatu sistem pada setiap saat. Terdapat dua jenis sistem derajat
kebebasan, yaitu sistem satu derajat kebebasan atau singledegreeoffreedom (SDOF)
dan sistem dengan banyak derajat kebebasan atau multidegreeoffreedom (MDOF).
Sistem dengan satu derajat kebebasan (SDOF) merupakan suatu sistem yang hanya
mempunyai satu koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat
tertentu yang ditinjau. Contoh dari sistem satu derajat kebebasan adalah bangunan
20
satu tingkat. Sistem dengan banyak derajat kebebasan adalah sistem yang memiliki
banyak koordinat untuk menyatakan posisi massa tertentu yang ditinjau. Contoh dari
sistem dengan banyak derajat kebebasan (MDOF) adalah bangunan tingkat 3, dimana
derajat kebebasan dari bangunan tersebut adalah sebanyak 3 derajat kebebasan.
Untuk menganalisa sistem dengan banyak derajat kebebasan seringkali dipakai
asumsi atau pendekatan seperti pada sistem dengan satu derajat kebebasan
(SDOF).Dalam analisa sederhana pada sistem satu derajat kebebasan (SDOF),
pengaruh dari redaman (c) dapat diabaikan. (Ir. Sugeng P Budio)
Gambar 2.15 (a) Model Struktur Sederhana; (b) Sistem
SingleDegreeofFreedom; (c) Sistem MultiDegreeofFreedom
Untuk getaran bebas tanpa redaman, p(t) = 0 dan c = 0, sehingga persamaan 2.13
menjadi:
m.u� �t�+k.u�t�=0
u� �t� + km
u�t� = 0 .......................................................................................... (2.14)
Solusi umum untuk persamaan diatas, didapatkan :
u�t� = A.cos(ωnt) + B.sin(ωnt)
u� �t� = -A.ωn.sin(ωnt) + B.ωn.cos(ωnt) ......................................................... (2.15)
u� �t� = -A.ωn2.cos(ωnt) - B.ωn
2.sin(ωnt) ....................................................... (2.16)
Untuk syarat batas kondisi awal pada t = 0, maka :
u�t=0�=X0
u�t=0�=V0
u(t)=X0Cos�ωnt�+V0ωn
Sin(ωnt)..................................................................... (2.17)
21
2.5.4.2 Eigenvalue Analysis
Eigenvalueanalysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menganalisa getaran bebas tanpa redaman pada analisa dinamis suatu struktur.
Karakteristik dinamis yang didapatkan dari eigenvalueanalysis ini adalah pola getar
(mode shape) dan frekuensi alamiah (natural frequency) yang masing – masing
ditentukan oleh besarnya massa dan kekakuan dari struktur. Untuk getaran bebas
tanpa redaman dimana pada sistem struktur, tidak terdapat redaman dan tidak
terdapat beban yang bekerja (c = 0 dan p(t) = 0), rumusnya adalah : �M !u� "+�K !u"=0......................................................................................... (2.18)
Dimana : �M = Matrix massa struktur �K = Matrix kekakuan struktur
Karena !u" merupakan simpangan dari getaran, sehingga untuk penyedehanaan !u" dapat diasumsikan : !u"=!7" sinωt .............................................................................................. (2.19)
Dimana : !7" = Eigenvector atau matrix pola getar
ω = Putaran sudut alamiah
Jika asumsi nilai u diturunkan dan disubtitusikan ke persamaan 2.19, maka diperoleh:
-ω2�M !7" sinωt +�K !7" sinωt =0 ............................................................ (2.20)
Setelah disederhanakan menjadi : ��K -ω2�M �!7"=0 ...................................................................................... (2.21)
Dalam analisa struktur, nilai yang mewakili kekakuan dan massa struktur dengan
eigenequation yaitu frekuensi alamiah dan pola getar.
22
Gambar 2.16Contoh Bentuk Pola Getar
Terdapat dua buah solusi yang mungkin didapat dari persamaan 2.21, yaitu :
a. Jika determinan ��K -ω2�M �#0, maka solusi yang didapatkan adalah : !7"=0 ................................................................................................. (2.22)
Pada solusi ini tidak terdapat pola getar sehingga solusi ini disebut solusi trivial.
b. Jika determinan ��K -ω2�M ��0, maka nilai !7"≠0 sehingga solusi dapat
diselesaikan menjadi :
det ��K -ω2�M ��0 ............................................................................ (2.23)
Dengan mensubtitusikan ω2=λ, maka persamaan 2.23 dapat berubah menjadi:
det ��K -λ�M �=0 ............................................................................... (2.24)
Dimana :
λ = Eigenvalue
2.5.5 Hubungan Antara Gaya dengan Frekuensi Alamiah
Dalam melakukan analisa terhadap gaya dan frekuensi alamiah pada kabel
digunakan pendekatan menggunakan metode string yang mengasumsikan sifat kabel
menyerupai sifat string (senar gitar).
2.5.5.1 String
Berikut adalah penurunan rumus stringuntuk mendapatkan hubungan antara
gaya dengan frekuensi alami :
23
Gambar 2.17 Tegangan Tarik Kabel
T1Cos α-T2Cos β=T ..................................................................................... (2.25)
T2Sin β - T1Sin α = ρ.∆x.∂2u
∂t2 ...................................................................... (2.26)
Dengan melakukan pembagian antara rumus 2.26 dengan 2.25, sehingga didapat :
T2Sinβ
T2Sinβ-T1Sinα
T1Cosα=ρ.∆x
T.∂2u
∂t2
Tanβ-Tanα=ρ.∆xT
. ∂2u
∂t2 ................................................................................. (2.27)
Tan α= �∂u∂x
�x ; Tan β = �∂u
∂x�x+∆x
............................................................... (2.28)
Dengan melakukan subtitusi rumus 2.28 ke dalam rumus 2.27, maka : �∂u
∂x�x+∆x
- �∂u
∂x�x
� ρ.∆x
T.∂2u
∂t2 .............................................................. (2.29)
1
∆x$�∂u
∂x�x+∆x
- �∂u∂x
�x
% = ρT. ∂
2u
∂t2.................................................................... (2.30)
Asumsi : c2=Tρ
Karena ∆x mendekati nilai 0, sehingga solusi diselesaikan dengan menggunakan
limit.
lim∆x→0
��∂u∂x
�x+∆x
- �∂u∂x
�x
∆x� = 1
c2.∂2u
∂t2
& ∂∂x
�∂u∂x
�= ∂2u
∂x2
24
& ∂2u
∂x2= 1
c2.∂2u
∂t2
& c2∂2u
∂x2� ∂
2u
∂t2
Sehingga hasil yang didapat dari penurunan rumus diatas adalah :
∂2u
∂t2� c
2∂2u
∂x2
∂2u
∂t2( c
2 ∂2u
∂x2� 0 ........................................................................................ (2.31)
2.5.5.2 Mode Getar dan Frekuensi Alamiah
Setelah didapatkan persamaan seperti pada 2.31, selanjutnya dilakukan
asumsi untuk memisahkan variabel yang ada yaitu dengan : u�x,t�=7�x�q�t�........................................................................................... (2.32)
& ∂u
∂t=7(x).q� (t)
& ∂
∂t∂u∂t
=7(x).q� (t) ∂2u
∂t2=7(x).q�(t) .............................................................................................. (2.33)
& ∂u
∂x=7'(x).q(t)
& ∂
∂x∂u∂x
= 7"(x).q(t)
∂2u
∂x2=7
"(x).q(t) ............................................................................................. (2.34)
Kemudian disubtitusikan ke persamaan 2.31 sehingga menjadi :
7(x).q� (t) - c27"(x).q(t)=0
c2 7"
7=q�q ...................................................................................................... (2.35)
Dengan melakukan asumsi yaitu :
λ =ωc
25
Sehingga persamaan 2.35 diatas dapat diubah menjadi :
q� + ω2q=0 ..................................................................................................... (2.36)
7" +λ27=0 ................................................................................................... (2.37)
Solusi umum untuk persamaan 2.36adalah :
q(t)=A sinωt +B cos ωt ................................................................................. (2.38)
Dari persamaan 2.37, didapatkan solusi umum untuk 7(x) yaitu :
7(x)=C sin λx + D cos λx ............................................................................ (2.39)
Nilai untuk C dan D pada persamaan 2.39 ditentukan dengan syarat batas yaitu:
u�0,t�=0→7(0) = 0 ...................................................................................... (2.40)
u�l,t�=0→ 7(l) = 0 ...................................................................................... (2.41)
Dengan memasukkan nilai syarat batas pada persamaan 2.40 dan 2.41 ke dalam
persamaan 2.39, maka didapatkan hasil yaitu :
$ 0 1
sin λl cos λl% +C
D, = +0
0, ............................................................................. (2.42)
Agar didapatkan solusi non-trivial dimana variabel yang dihasilkan tidak bebas
linier, determinan dari matrix pada persamaan 2.42 harus dihilangkan, sehingga
didapatkan hasil yaitu :
sin λl =0 ........................................................................................................ (2.43)
Kemudian dengan menggunakan deret Fourier, didapatkan hasil yaitu :
λ =nπl
............................................................................................................ (2.44)
Dengan nilai n = 1, 2, 3,….
Dengan demikian, rumus frekuensi alamiah yang didapatkan adalah :
ωn= λc
ωn � nπl
�Tρ .................................................................................................. (2.45)
Dimana :
ρ � m
T = p
n = i
Setelah dilakukan penurunan lebih lanjut berdasarkan rumus diatas, didapatkan
hubungan antara frekuensi alamiah dan gaya pada kabel yang dapat dilihat pada
rumus dibawah :
26
p=4ml
2fi2
i2 -i2
π2EI
l2 ........................................................................................ (2.46)
Dimana :
p = Gaya kabel
l = Panjang kabel
i = Mode dari frekuensi alamiah kabel (i = 1, 2, 3,….)
fi = Frekuensi alamiah kabel
m = Massa dari kabel
E = Modulus elastisitas kabel
I = Inersia kabel
Karena kabel yang digunakan itu panjang dan kecil sehingga nilai π2EI
l2 sangat kecil
dan pengaruhnya dapat diabaikan, dengan demikian rumus 2.46 diatas dapat
disederhanakan menjadi :
p=4ml
2fi2
i2 ..................................................................................................... (2.47)
2.6 Perhitungan Gaya Kabel dengan Program Midas Civil
Program Midas Civil merupakan program yang dirancang untuk menganalisa
struktur dan mendesain suatu struktur dalam teknik sipil. Program ini dikhususkan
pada perencanaan struktur yang termasuk didalamnya analisis dan cara
mengoptimalkan suatu desain secara khusus pada struktur jembatan. Program ini
dikembangkan dari bahasa pemrograman Visual C++ dan dapat bekerja secara cepat
dan mudah untuk dipelajari. Setiap fungsi dari program ini telah diverifikasi
berdasarkan teori dan hasil dari program – program sejenisnya. Dalam melakukan
analisa menggunakan program Midas Civil, yang perlu diperhatikan adalah :
a. Pengenalan Program
Program Midas Civil merupakan alat bantu untuk mengoptimalkan
perencanaan suatu struktur, khususnya struktur jembatan. Program ini
memiliki kemampuan untuk menganalisis jenis struktur seperti beton
pratekan, jembatan suspensi, jembatan cable-stayed dan jembatan
konvensional lainnya.
27
Gambar 2.18Modelling Cable – Stayed Bridge
Gambar 2.19Tampilan Depan Midas Civil
b. Analisis Program
Dasar analisa program ini adalah analisa struktur secara linier dan nonlinier.
Tidak ada batas untuk jumlah titik, elemen dan beban pada pemodelan
program ini. Untuk elemen balok, program ini dapat menganalisis lendutan
dan maksimum tegangan yang terjadi pada akhir titik yang ditinjau. Analisa
ini berdasarkan analisa elemen hingga yang didasarkan pada model analisis
numerik.
2.6.1 Teori Perhitungan Gaya Kabel dengan Program Midas
Berdasarkan referensi pada manual analisa progam Midas, cara program
Midas menentukan besarnya gaya dalam kabel yaitu dengan menggunakan prinsip
pertidaksamaan (inequality) struktur. Berikut adalah prosedur analisa menentukan
gaya kabel :
28
a. Menerapkan virtual (unit) load dalam bentuk pre-tension pada setiap kabel.
Jumlah unit load yang dibuat sama dengan jumlah dari gaya dalam yang tidak
diketahui didalam kabel;
b. Melakukan analisa statis untuk desain pembebanan, yang merupakan beban
merata;
c. Rumus pertidaksamaan (inequality) menggunakan syarat batas :
δA1T1+δA2T2+δA3T3+δAD≤δA1 ........................................................ (2.48)
δB1T1+δB2T2+δB3T3+δBD≥0 ............................................................ (2.49)
δC1T1+δC2T2+δC3T3+δCD≥0 ............................................................ (2.50)
Ti≥0 (i = 1,2,3) ................................................................................. (2.51)
Dimana :
δAi = Perpindahan dalam arah lateral pada titik A akibat pembebanan pre-
tension pada arah Ti
δBi = Perpindahan dalam arah lateral pada titik B akibat pembebanan pre-
tension pada arah Ti
δCi = Perpindahan dalam arah lateral pada titik C akibat pembebanan pre-
tension pada arah Ti
δAD = Perpindahan dalam arah lateral pada titik A akibat pembebanan
desain
δBD = Perpindahan dalam arah lateral pada titik B akibat pembebanan
desain
δCD = Perpindahan dalam arah lateral pada titik C akibatbeban desain
δA = Perpindahan dalam arah lateral pada titik A akibat beban desain dan
gaya kabel
Ti = Gaya kabel ke-i yang tidak diketahui
d. Dengan menggunakan teknik optimasi, solusi untuk pertidaksamaan dapat
diselesaikan. Jumlah solusi dari gaya yang tidak diketahui yang ada,
tergantung dari syarat batas dari pertidaksamaan. Midas menentukan solusi
dari pertidaksamaan, dengan menggunakan variabel yang meminimalkan
objek fungsi yang diberikan.Midas memperbolehkan untuk memilih jumlah
dari nilai absolut, jumlah dari kuadrat dan maksimum nilai absolut dari
29
variabel untuk fungsi objek. Faktor berat dapat dimasukkan sebagai variabel
spesifik untuk kontrol.
2.6.2 Permodelan Kabel Jembatan dengan Program Midas
Langkah – langkah yang dilakukan dalam memodelkan kabel dengan
program Midasadalah sebagai berikut :
• Input Node
Node pada program Midas berfungsi untuk menghubungkan suatu elemen
dengan elemen lainnya. Selain untuk menghubungkan elemen, node berfungsi
juga sebagai tempat diletakkannya boundary (perletakan) untuk struktur atau
dapat juga berfungsi untuk tempat diletakkannya beban terpusat. Titik node
pada program Midas dapat diatur jumlah dan letaknya sesuai keinginan.
Berikut ini adalah contoh pengaturan jumlah node pada Midas.
Node X(m) Y(m) Z(m) 1 0,000000 0,000000 0,000000 2 10,481000 0,000000 0,000000 3 20,961000 0,000000 0,000000 4 31,442000 0,000000 0,000000 5 41,923000 0,000000 0,000000 6 52,403000 0,000000 0,000000 7 62,884000 0,000000 0,000000 8 73,365000 0,000000 0,000000 9 83,845000 0,000000 0,000000 10 94,326000 0,000000 0,000000 11 104,807000 0,000000 0,000000
Gambar 2.20Input Jumlah Node
• InputProperties
Dalam analisa program, bentuk penampang dan jenis material penampang
yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Berikut ini
adalah contoh input material dan penampang pada Midas.
30
Gambar 2.21Input Material pada Midas
Gambar 2.22Input Penampang pada Midas
• Input Perletakan
Terdapat beberapa jenis perletakan pada kabel jembatan. Perletakan yang
digunakan pada kabel jembatan biasanya berupa sendi – sendi (pin – pin),
atau jepit – jepit (fixed - fixed). Perletakan dipasang pada ujung – ujung kabel
jembatan. Berikut ini adalah contoh input perletakan pada program Midas.
31
(a) Sendi (pin) (b) Jepit (fixed)
Gambar 2.23Input Perletakan pada Midas
• InputInitial Force
Initial force adalah gaya awal yang diberikan pada struktur dan bekerja
disepanjang elemen struktur. Untuk penelitian ini didalam program Midas,
initial force dimasukkan disepanjang elemen kabel. Berikut ini adalah contoh
input initial force pada program Midas.
Gambar 2.24Input Initial Force pada Elemen Kabel
• Analisa Dinamis
Pada kasus ini, analisa dinamis yang digunakan menggunakan Eigenvalue
analysis metode Lanczos. Penggunaan metode Lanczos ini dikarenakan
permodelan kabel menggunakan elemen yang tidak terlalu banyak.
32
Gambar 2.25 Analisa Dinamis dengan Eigenvalue Analysis
• Hasil Analisa Dinamis
Setelah model selesai dianalisa, program akan mengeluarkan hasil yang
disajikan dalam bentuk tabel. Berikut ini adalah contoh hasil analisa menggunakan
program Midas :
Tabel 2.2 Hasil Analisa Dinamis Program Midas
EIGENVALUE ANALYSIS
Mode No Frequency Period
Tolerance (rad/sec) (cycle/sec) (sec)
1 3,781516 0,601847 1,661552 0,00E+00 2 7,588891 1,20781 0,827945 3,62E-147 3 11,44814 1,822028 0,548839 2,44E-133
2.6.3 Analisa Gaya Kabel dengan Program Midas Civil
Untuk melakukan analisa gaya kabel pada program MidasCivil, berikut ini
adalah tahapan – tahapan yang dilakukan didalam program :
a. Menentukan jenis material yang akan digunakan pada oleh model;
b. Menentukan dimensi dan bentuk dari penampang yang digunakan;
c. Menentukan panjang kabel yang akan didesain;
d. Menentukan jumlah node yang akan digunakan;
e. Menggambarkan elemen kabel pada node yang dibuat;
f. Menentukan boundary condition untuk perletakan elemen;
33
g. Melakukan analisa dinamis yaitu Eigenvalue Analysis;
h. Memberikan asumsi initialforce (gaya dalam) kabel pada setiap elemen;
i. Melakukan RunAnalysis program.
Berdasarkan tahapan diatas jika dibuat kedalam diagram alir adalah sebagai
berikut ini :
Menentukan Jenis Material dan Dimensi Penampang
Menentukan Panjang Kabel
Menentukan Jumlah Node
Menggambarkan Elemen Kabel pada
Node
Memberikan Perletakan pada Ujung – Ujung
Kabel
Memberikan Analisa Dinamis (Eigenvalue
Analysis)
Run Analysis
Bandingkan dengan Frekuensi Pengukuran
Lapangan
Memberikan Asumsi Initial Force
Mulai
Selesai
Belum Sama
Sama
Melakukan Modelisasi
Gambar 2.26 Diagram Alir Tahapan Analisa Gaya Kabel dengan Program Midas
Untuk tahap awal dalam analisa gaya kabel, dilakukan modelisasi terhadap
jenis material dan dimensi penampang, panjang kabel, jumlah node, danpenentuan
perletakan. Setelah tahap modelisasi selesai dilakukan tahap selanjutnya adalah
melakukan input untuk analisa dinamis yaitu EigenvalueAnalysis.
34
Pada tahapan selanjutnya yaitu pemberian initial force yaitu gaya tarik kabel,
besarnya gaya tarik diasumsikan kemudian dilakukan run analysis program. Setelah
runanalysisselesai dilakukan hasil analisa dinamis yaitu frekuensi dibandingkan
dengan hasil pengukuran dari lapangan. Jika hasil analisa frekuensi ternyata melebihi
pengukuran lapangan, menunjukkan bahwa asumsi initial force terlalu besar
sehingga perlu diturunkan besar asumsinya dan diulangi run analysis program
hingga frekuensi mendekati hasil pengukuran lapangan.
2.7 Pengujian Frekuensi Kabel di Lapangan
Dalam mengukur frekuensi alami pada kabel, tentu saja dibutuhkan suatu alat
bantu ukur. Pada zaman sekarang ini, dimana teknologi telah berkembang dengan
pesat telah banyak ditemukan alat bantu ukur frekuensi yang dapat disambungkan ke
komputer dan langsung didapatkan hasilnya.Alat bantu ukur yang biasa digunakan
untuk mengukur frekuensi pada kabel adalah accelerometer yang dipasangkan pada
permukaan kabel.Alat accelerometer menangkap percepatan getaran dari kabel yang
digetarkan, kemudian hasil bacaan dari accelerometer diolah oleh komputer
menggunakan program untuk mengkonversikan percepatan getaran menjadi
FastFourierTransform (FFT) sehingga dapat dibaca hasil frekuensi alami pada kabel
tersebut.
2.7.1 Accelerometer
Accelerometer merupakan suatu alat untuk mengukur percepatan, mendeteksi
dan mengukur getaran ataupun percepatan akibat gravitasi bumi. Pada bangunan,
accelerometer digunakan untuk mengukur getaran. Terdapat beberapa jenis
accelerometer tergantung dari sensor dan spesifikasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan pembuatnya. Jenis accelerometer yang digunakan pada kabel pada
umumnya adalah jenis piezoelectric accelerometer.
Gambar 2.27 Piezoelectric Accelerometer
35
Jenis – jenis accelerometer (Ichbinnia, 2012) adalah sebagai berikut :
a. Capacitive
Lempengan metal pada sensor yang memproduksi sejumlah kapasitansi.
Perubahan kapasitansi akan mempengaruhi percepatan.
Gambar 2.28Accelerometercapacitive
Pada gambar 2.27 diatas dapat dilihat bahwa ketika accelerometer bergerak
kekanan, massa yang ditandai dengan warna merah tertinggal dan mendorong
logam berwarna biru lebih dekat satu sama lainnya, dan mengubah nilai
kapasitansi sensor tersebut.
b. Piezoelectric
Kristal piezoelectric yang terdapat pada accelerometer jenis ini mengeluarkan
tegangan yang selanjutnya dikonversi menjadi percepatan. Muatan listrik
timbul pada permukaan keping kristal piezoelectric karena adanya tekanan
yang bekerja pada permukaanya.
Gambar 2.29 Accelerometerpiezoelectric
36
Pada gambar 2.28 terlihat bahwa ketika accelerometer bergerak ke kanan,
massa yang ditandai dengan warna merah menekan kristal piezoelectric
berwarna biru sehingga menghasilkan tegangan. Semakin besar akselerasi,
semakin besar gaya tekan, dan semakin besar arus yang mengalir.
c. Piezoresistive
Lempengan yang secara resistan akan berubah sesuai dengan perubahan
percepatan.
d. Hall Effect
Percepatan yang dirubah menjadi sinyal elektrik dengan cara mengukur setiap
perubahan pergerakan yang terjadi pada daerah yang terinduksi magnet.
e. Magnetoresistive
Perubahan percepatan diketahui berdasarkan resistivitas material karena
adanya daerah yang terinduksi magnet.
f. Heat Transfer
Percepatan dapat diketahui dari lokasi sebuah benda yang dipanaskan dan
diukur ketika terjadi percepatan dengan sensor temperatur.
2.7.2 Metode Pengujian Frekuensi Kabel
Accelerometer dapat membaca percepatan getaran pada suatu benda yang
bergetar. Untuk menimbulkan getaran yang akan ditangkap oleh accelerometer,
kabel pada jembatan perlu diberikan getaran dari luar. Teknik penggetaran yang pada
umumnya digunakan adalah impacthammertest dimana pada teknik penggetaran ini,
digunakan palu (hammer) yang dipukul kearah kabel sehingga menyebabkan terjadi
getaran pada kabel jembatan yang akan ditangkap besar percepatannya oleh
accelerometer yang terpasang pada kabel. Teknik penggetaran ini umum digunakan
karena biayanya yang tergolong murah dan mudah untuk dilakukan. Setelah
percepatan getaran ditangkap oleh accelerometer, data tersebut diolah dengan
komputer dengan mentransformasikan grafik percepatan ke dalamfast fourier
transform (FFT).
37
Gambar 2.30 Penggunaan Impact Hammer Test pada Kabel Jembatan Siak III
Sumber : Presentasi Jembatan Siak III oleh Dr. Ing. Josia I. Rastandi
2.7.3 Transformasi Percepatan menjadi Frekuensi dengan Fast Fourier
Transform (FFT)
Fastfouriertransform (FFT) adalah transformasi yang umum digunakan untuk
merubah sinyal digital dari domain waktu ke domain frekuensi. Prinsip kerja FFT
adalah membagi sinyal hasil penyamplingan menjadi beberapa bagian yang
kemudian masing-masing bagian diselesaikan dengan algoritma yang sama dan
hasilnya dikumpulkan kembali. Pada analisa frekuensi kabel, fungsi dari FFT ini
adalah mentransformasikan sinyal yang ditangkap oleh accelerometer yaitu
percepatan, menjadi nilai frekuensi. Kelebihan fast fourier transform (FFT) selain
dapat mengeluarkan nilai frekuensi dari kabel yang diuji, dapat juga menunjukkan
mode frekuensi dari kabel tersebut.
38
Gambar 2.31 Contoh Transformasi Percepatan ke dalam Frekuensi dengan FFT