BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T...

9
8 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis global saat ini sedang melanda dunia usaha dan berdampak negatif terhadap banyak perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut banyak yang mengalami kebangkrutan yang antara lain dikarenakan kekurangmampuan memprediksi batas maksimum jumlah hutang yang memberikan manfaat bagi perusahaan dan tidak memicu timbulnya biaya Financial Distress. Kemungkinan kebangkrutan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan menghasilkan efek negatif terhadap nilai suatu perusahaan (Ross et al, 2008). Proporsi penggunaan sumber dana internal dan dana eksternal dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur modal yang paling optimal menjadi hal yang sangat penting dalam mengelola keuangan perusahaan. Setiap sumber pendanaan mempunyai biaya modal (cost of capital) masing-masing yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur modal dalam manajemen keuangan terus dilakukan demi upaya mendapatkan struktur modal yang optimal, yang diharapkan kemudian dapat meningkatkan nilai perusahaan dan memperoleh keunggulan daya saing di industrinya. Teori capital structure yang modern dimulai dengan paper Modigliani dan Miller (1958) yang selanjutnya terkenal dengan MM, merupakan terobosan baru dalam manajemen keuangan modern. Proposisi yang diajukan oleh MM ini mempunyai banyak pendukung sampai saat ini. Proposisi yang menyatakan tidak relevannya keputusan financing terhadap nilai perusahaan, memberikan implikasi penting. Proposisi ini menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana keputusan financing menjadi tidak relevan dan bagaiman keputusan tersebut dapat menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001). Selama lebih dari beberapa dekade, berbagai riset empiris telah banyak dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini dan telah melahirkan beberapa teori struktur permodalan yang cukup dominan, di antaranya adalah Pecking Order Theory (POT). Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Struktur Modal

2.1.1. Pendahuluan

Krisis global saat ini sedang melanda dunia usaha dan berdampak negatif

terhadap banyak perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut banyak yang

mengalami kebangkrutan yang antara lain dikarenakan kekurangmampuan

memprediksi batas maksimum jumlah hutang yang memberikan manfaat bagi

perusahaan dan tidak memicu timbulnya biaya Financial Distress. Kemungkinan

kebangkrutan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan menghasilkan

efek negatif terhadap nilai suatu perusahaan (Ross et al, 2008).

Proporsi penggunaan sumber dana internal dan dana eksternal dalam

memenuhi kebutuhan dana perusahaan yang selanjutnya disebut dengan struktur

modal yang paling optimal menjadi hal yang sangat penting dalam mengelola

keuangan perusahaan. Setiap sumber pendanaan mempunyai biaya modal (cost of

capital) masing-masing yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Oleh karena

itu, penelitian mengenai struktur modal dalam manajemen keuangan terus

dilakukan demi upaya mendapatkan struktur modal yang optimal, yang

diharapkan kemudian dapat meningkatkan nilai perusahaan dan memperoleh

keunggulan daya saing di industrinya.

Teori capital structure yang modern dimulai dengan paper Modigliani dan

Miller (1958) yang selanjutnya terkenal dengan MM, merupakan terobosan baru

dalam manajemen keuangan modern. Proposisi yang diajukan oleh MM ini

mempunyai banyak pendukung sampai saat ini. Proposisi yang menyatakan tidak

relevannya keputusan financing terhadap nilai perusahaan, memberikan implikasi

penting. Proposisi ini menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana

keputusan financing menjadi tidak relevan dan bagaiman keputusan tersebut dapat

menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001). Selama lebih dari

beberapa dekade, berbagai riset empiris telah banyak dilakukan untuk menjawab

pertanyaan ini dan telah melahirkan beberapa teori struktur permodalan yang

cukup dominan, di antaranya adalah Pecking Order Theory (POT).

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

 

Universitas Indonesia

2.1.2. Pecking Order Theory

Pada tahun 1961 Donaldson melakukan penelitian yang memperkenalkan

hipotesa Pecking Order. Penelitian ini tampaknya lebih baik dalam menjelaskan

praktek perusahaan tetapi kurang mendapatkan dukungan teoritis dan bukti

empiris. Pecking Order Theory (POT) lebih dikenal secara umum (Myers, 1984;

Myers dan Majluf, 1984) setelah POT mendapat dukungan dari argumentasi

asymmetric information, selain argumentasi manfaat dari pajak dan signifikansi

dari biaya transaksi.

Pecking Order Theory yang dikembangkan oleh Stewart C. Myers dan

Nicholas Majluf di tahun 1984 adalah teori yang menyatakan bahwa perusahaan

mengikuti suatu hirarki tertentu dalam mengambil keputusan keuangan yang

menyangkut struktur modalnya. Perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan

dari internal dan dalam hal mereka memerlukan pendanaan dari pihak eksternal,

perusahaan akan menggunakan pendanaan yang paling aman terlebih dahulu,

dimulai dari hutang, kemudian hutang yang bisa dikonversikan (convertible debt)

dan pada akhirnya menerbitkan saham sebagai sumber pendanaan terakhir. Masih

menurut Myers (1984), di dalam Pecking Order Theory tidak ada target rasio

hutang terhadap ekuitas yang ditentukan di awal.

Sumber pendanaan dari dalam perusahaan atau internal adalah berasal dari

Laba Ditahan (Retained Earnings). Laba Ditahan tidak mempunyai masalah

adverse selection. Adverse Selection dalam hal ini adalah masalah yang timbul

karena ketidakmampuan investor mengetahui kualitas perusahaan karena investor

tidak mempunyai informasi yang perusahaan ketahui dan sebaliknya.  Ekuitas

lebih beresiko dibandingkan hutang jika dilihat dari sudut pandang investor.

Ekuitas mempunyai masalah adverse selection yang serius dan jauh lebih besar

dibandingkan dengan pinjaman atau hutang. Oleh karena itu, investor akan

menuntut tingkat pengembalian (rate of return) yang lebih tinggi atas ekuitas

dibandingkan hutang. Pihak yang ada di dalam perusahaan memandang laba

ditahan sebagai sumber dana yang lebih baik daripada hutang, dan hutang adalah

pendanaan yang lebih baik dari pada ekuitas. Oleh karena itu, perusahaan akan

mendanai seluruh investasinya dengan menggunakan laba ditahan jika

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

10 

 

Universitas Indonesia

memungkinkan. Jika laba ditahan tidak mencukupi, makan pendanaan dari

pinjaman akan digunakan (Frank dan Goyal, 2002). 

Keengganan perusahaan dalam menerbitkan saham atau ekuitas baru lebih

dikarenakan adanya asymmetric information antara manajemen dan calon investor

atau pemegang saham baru. Myers dan Majluf (1984) menjelaskan bahwa akibat

kurangnya informasi yang dimiliki oleh calon investor dibandingkan manajemen

perusahaan mengenai arus kas yang diharapkan dari asset perusahaan baik arus

kas saat ini atau arus kas masa mendatang dan karena asumsi bahwa manajemen

perusahaan tidak memihak mereka, menyebabkan ekuitas akan dinilai lebih

rendah dari nilai intrinsiknya (underpriced). Kesadaran bahwa investor memiliki

sedikit informasi tentang perusahaan, maka investor akan berasumsi bahwa

manajemen hanya akan menerbitkan saham jika harga saham tersebut sedang

overpriced sehingga pasar akan menilai saham tersebut dengan discount.

Underpricing akan menyebabkan underinvestment, karena jika penerbitan saham

pada nilai yang tidak menguntungkan maka hal ini akan dianggap sebagai

pemindahan kekayaan dari pemegang saham lama ke pemegang saham baru. Bagi

manajemen perusahaan terdapat aturan pengambilan keputusan pendanaan sebagai

berikut, “Melakukan pinjaman atau berhutang ketika investor menilai perusahaan

di bawah nilai intrinsiknya dan menerbitkan ekuitas jika terjadi sebaliknya yaitu

investor menilai perusahaan di atas nilai intrinsiknya”.

Pecking Order Theory mengakui adanya dua bentuk pengujian dalam

mengevaluasi teori tersebut yaitu pengujian strong form dan pengujian semi

strong form (Chirinko and Singha, 2000). Menurut strong form, perusahaan tidak

pernah menerbitkan ekuitas dan menggunakan sumber dana internal dan hutang

untuk mendanai perusahaannya. Sedangkan semi strong form menerima

penerbitan ekuitas untuk tingkatan tertentu yang lebih logis dan dapat diuji.

Pecking Order Theory tidak sepenuhnya menolak penerbitan saham atau ekuitas.

Penerbitan ekuitas dapat terjadi dalam dua situasi khusus yaitu:

- Jika perusahaan memerlukan dana untuk investasi di masa mendatang

yang belum direncanakan (Myers 1984, Myers dan Majluf 1984, Shyam-

Sunder dan Myers 1999, Frank dan Goyal 2003a).

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

11 

 

Universitas Indonesia

- Jika terdapat information asymmetry yang karena suatu alasan,

menyebabkan perusahaan dapat mengambil manfaat atas informasi ini dan

kemudian menerbitkan saham baru pada nilai wajarnya (Myers, 1984).

Lemmon dan Zender (2002) mengemukakan bahwa faktor kapasitas

hutang atau pinjaman dapat juga menjadi batasan penting dalam menerbitkan

ekuitas baru. Perusahaan dengan pinjaman atau hutang yang sudah mencapai

kapasitasnya tidak dapat lagi meminjam atau berhutang lagi. Satu-satunya pilihan

adalah dengan menerbitkan ekuitas atau saham baru, di mana sejalan dengan

prinsip POT. Sedangkan Fama dan French, 2002, berpendapat bahwa ada

kemungkinan lain yang menyebabkan perusahaan menerbitkan saham baru tanpa

bertentangan dengan Pecking Order Theory. Hal ini dapat terjadi jika perusahaan

mengantisipasi bahwa perusahaan akan memerlukan pendanaan dari pihak luar

untuk mendanai implementasi proyek atau investasi baru dalam waktu dekat.

2.2. Faktor-faktor Determinan Struktur Hutang

Faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pilihan proporsi struktur

permodalan perusahaan dapat dibagi ke dalam empat kategori sesuai dengan

tujuan masing-masing (Harris dan Raviv, 1991). Keempat kategori tersebut

adalah:

a. Pendekatan agency yang menonjolkan konflik yang terjadi antara beberapa

pemegang kepentingan terhadap sumber daya perusahaan termasuk para

manager.

b. Pendekatan informasi asymmetric mengenai penyampaian informasi

pribadi ke pasar modal atau mengurangi dampak-dampak dari pilihan yang

berlawanan.

c. Pendekatan yang mempengaruhi karakteristik produk atau persaingan di

dalam pasar produk atau bahan baku.

d. Pendekatan yang mempengaruhi hasil atas perbedaan pengendalian

perusahaan.

Pihak akademisi selama beberapa dekade terakhir ini memperdebatkan

faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam pengambilan keputusan

mengenai struktur permodalan. Menurut Harris dan Raviv (1991, hal. 334) faktor-

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

12 

 

Universitas Indonesia

faktor determinan struktur permodalan yang telah menajdi konsensus di antara

para ahli meliputi besarnya fixed tangible assets, non-debt tax shields, peluang

pertumbuhan (growth opportunities), ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas,

besarnya pengeluaran biaya iklan dan biaya pengembangan dan penelitian, dan

keunikan dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Analisis empiris yang

konvensional merupakan regresi tingkat hutang terhadap empat faktor yaitu

tangible assets, profitabilitas, pertumbuhan, dan ukuran perusahaan (Frank dan

Goyal, 2002). Keempat faktor ini merupakan faktor yang paling dominan, yang

menjadi objek penelitian dari banyak penelitian empiris tentang struktur modal

sejauh ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995), Frank

dan Goyal (2002), dan Medeiros dan Daher (2004). Rajan dan Zingales (1995)

memusatkan perhatian pada keempat faktor di atas karena dua alasan. Alasan

pertama adalah faktor-faktor ini telah memperlihatkan pengaruh yang konsisten

terhadap hutang pada penelitian-penelitian sebelumnya. Alasan keduanya adalah

data yang ada membatasi kemampuan mereka menentukan proxy untuk faktor-

faktor yang lain. Keempat faktor ini juga yang diteliti dalam penelitian ini untuk

melihat pengaruhnya terhadap hutang perusahaan.

2.2.1. Aktiva Tetap (Fixed Tangible Assets)

Menurut Harris dan Raviv (1991) perusahaan dengan tingkat aktiva tetap

yang rendah akan mempunyai masalah asymmetric information. Asymmetric

information adalah informasi mengenai nilai intrinsik perusahaan yang diketahui

oleh manager perusahaan tersebut yang tidak diketahui oleh investor di pasar

modal (Myers, 1984). Dengan kesadaran kekurangan informasi tersebut, investor

akan berpikir bahwa manajemen hanya akan menerbitkan saham jika harga

sahamnya sedang overpriced. Kemudian, pasar akan memberi discount harga

pada saham tersebut sehingga saham tersebut menjadi underpriced (Medeiros dan

Daher, 2004). Sebaliknya jika perusahaan menerbitkan hutang, maka pasar atau

investor akan berpikir bahwa harga saham atau ekuitasnya saat itu sedang

underpriced sehingga pasar atau investor lebih menyukai membeli hutang

perusahan. Keadaan inilah yang menyebabkan perusahaan yang mempunyai

tingkat aktiva tetap yang kecil harus mengandalkan hutang yang lebih banyak,

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

13 

 

Universitas Indonesia

karena pendanaan dari menerbitkan ekuitas hanya dimungkinkan dengan cara

penerbitan ekuitas dengan nilai yang underpriced yang akan menggerus nilai

kekayaan pemegang saham lama.

Argumentasi lain diberikan oleh Titman dan Wessel (1988), mengenai

information asymmetric dan agency cost. Agency cost yang terjadi mungkin lebih

tinggi pada perusahaan dengan jumlah aktiva tetap yang dapat dijadikan jaminan

pinjaman yang lebih sedikit karena adanya kesulitan untuk memonitor pemakaian

modal. Untuk alasan inilah, perusahaan dengan aktiva yang lebih sedikit untuk

bisa dijadikan jaminan akan memilih tingkat hutang yang lebih tinggi untuk

membatasi dan memonitor para manajer.

Di lain pihak, menurut Harris dan Raviv (1991), perusahaan dengan

tingkat aktiva tetap yang lebih tinggi, cenderung tidak mempunyai masalah

asymmetric information sehingga dapat menerbitkan saham pada harga wajarnya,

sehingga mereka tidak memerlukan penerbitan hutang untuk membiayai investasi

baru. Oleh karena itu, hubungan antara aktiva tetap dengan hutang seharusnya

negatif. Tangible Assets yang tinggi tidak menimbulkan masalah asymmetric

information karena nilai tangible assets relatif mempunyai nilai pasar atau nilai

jual kembali yang jelas.

2.2.2. Tingkat Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

laba dan merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan oleh manajemen

dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang

dihasilkan. Secara garis besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan berasal dari

penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Investor sangat

memperhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan, mempertahankan

dan meningkatkan laba (White, Sondhi, Fied, 2003).

Menurut Pecking Order Theory, laba ditahan adalah pilihan pendanaan

terbaik bagi perusahaan. Jenis sumber pendanaan ini tidak menimbulkan

asymmetric information dan dapat digunakan segera untuk proyek baru. Myers

(1984) mengambil hasil penelitian dari Donaldson dan Brealey dan Myers

mengatakan bahwa perusahaan lebih memilih sumber pendanaan yang berasal dari

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

14 

 

Universitas Indonesia

pertama-tama laba ditahan, kedua dari hutang dan ketiga dari penerbitan saham

baru. Hal ini terjadi karena terkait dengan biaya penerbitan saham baru yang

timbul karena asymmetric information atau biaya transaksi. Di lain pihak, tingkat

profitabilitas masa lalu dari perusahaan, dan jumlah laba yang tersedia untuk

ditahan, seharusnya menjadi faktor penentu penting dari struktur modalnya.

(Titman dan Wessel, 1988). Dari argumentasi di atas, dapat disimpulkan bahwa

hubungan antara tingkat profitabilitas dan hutang adalah negatif.

Terdapat bukti empiris yang kuat atas pengaruh negatif antara tingkat

profitabilitas dengan tingkat hutang dalam penelitian Donaldson (1961) mengenai

bagaimana perusahaan mengambil keputusan keuangan mereka. Hasil penelitian

Allen (1991), Rajan dan Zingales (1995), Wiwattanakantang (1999), Chen (2003)

dan Gaud et al. (2005) mendukung teori bahwa perusahaan yang mempunyai laba

tinggi menggunakan pendanaan internal, sedangkan perusahaan yang berlaba

rendah menggunakan lebih banyak hutang pada saat dana internal mereka tidak

mencukupi.

2.2.3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan (Growth)

Nilai suatu perusahaan ditentukan sebagian besar oleh proyeksi penjualan,

laba dan tingkat pertumbuhannya, yang pada gilirannya merupakan suatu fungsi

dari proyeksi tingkat pertumbuhan industri, posisi bersaing, dan strategi

perusahaan. Analisa tingkat pertumbuhan menggunakan analisa rasio keuangan,

analisa kualitas earnings, dan teknik-teknik stastistik tertentu untuk menganalisa

laporan keuangan perusahaan sehingga dapat memproyeksikan kecenderungan

pertumbuhan dan mengidentifikasi perubahan-perubahan di dalam operasi,

keuangan dan karakteristik strategis perusahaan (Hawkins, 1995).

Karena pentingnya tingkat pertumbuhan perusahaan terhadap keberhasilan

perusahaan, tingkat pertumbuhan dari penjualan, laba dan dividen menjadi pusat

perhatian yang utama dalam banyak analisa laporan keuangan. Investor tertarik

pada pertumbuhan karena adanya hubungan yang dekat antara nilai saham dengan

proyeksi tingkat pertumbuhan dan volatilitas dari laba dan dividen. Kreditur

mempelajari tingkat pertumbuhan masa lalu untuk memprediksi tingkat kebutuhan

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

15 

 

Universitas Indonesia

dana yang diperlukan untuk membiayai asset-asset produktif seperti piutang dan

persediaan.

Fama dan French (2002) mengutarakan bahwa versi sederhana dari

Pecking order Theory menggambarkan bahwa perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi memerlukan dana besar untuk investasi yang tinggi.

Untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut, perusahaan tidak dapat hanya

mengandalkan dana internal yang biasanya masih rendah karena perusahaan

masih dalam fase pertumbuhan. Perusahaan biasanya menerbitkan hutang atau

meminjam untuk menutupi keterbatasan dana internal tersebut. Menurut versi

sederhana ini ada hubungan positif antara tingkat pertumbuhan perusahaan

dengan tingkat hutang. Penulis dalam melakukan penelitian ini, akan

menggunakan versi sederhana dari POT ini yaitu adanya hubungan positif antara

tingkat pertumbuhan perusahaan dengan tingkat hutang.

2.2.4. Ukuran Perusahaan (Size)

Mpaata dan Sartono (1997) mengatakan bahwa besaran perusahaan atau

skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang ditentukan dari jumlah total

asset yang dimiliki perusahaan. Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan

dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva,

penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan

tersebut. Karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan, maka ketiga variabel

itu sering dipakai untuk mewakili ukuran perusahaan. Semakin besar akitva maka

semakin banyak modal yang ditanamkan, semakin banyak penjualan maka

semakin banyak perputaran uang, semakin besar kapitalisasi pasar, maka semakin

besar pula ia dikenal masyarakat.

Ukuran perusahaan merupakan satu dari beberapa variabel yang digunakan

untuk menjelaskan tingkat hutang suatu perusahaan. Banyak penelitian yang

dilakukan untuk menguji adanya hubungan antara hutang dan ukuran perusahaan.

Warner (1977) dan Ang, Chua, dan McConnel (1982) menyediakan bukti yang

menyatakan bahwa biaya kebangkrutan menggerus sebagian besar nilai

perusahaan. Perusahaan besar biasanya lebih mempunyai transparansi dalam

pengelolaan perusahaan. Perusahan besar tersebut apalagi yang lebih

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1 ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/128423-T 26620-Pengaruh aktiva... · 2.1. Teori Struktur Modal 2.1.1. Pendahuluan Krisis

16 

 

Universitas Indonesia

terdiversifikasi sehingga risiko bisnis bisa tersebar, relatif lebih jauh dari

kemungkinan mengalami kebangkrutan. Hal ini yang memberi nilai tambah pada

perusahaan besar tersebut sehingga perusahaan besar mempunyai kesempatan

yang lebih besar untuk berhutang atau meminjam sebagai sumber pendanaannya

(Titman dan Wessel, 1988).

Perusahaan besar mempunyai arus kas yang lebih stabil atau kurang

bergejolak dan dapat mengeksploitasi economies of scale dalam operasi

perusahaannya (Graham et al., 1998; Gaud et al. 2005). Perusahaan besar

mempunyai kelebihan dibandingkan perusahaan yang lebih kecil dalam memasuki

pasar uang dan dapat meminjam dalam kondisi yang lebih baik karena reputasinya

yang baik (Ferri dan Jones, 1979; Wiwattanakantang, 1999).

Biaya penerbitan hutang dan saham juga berhubungan dengan ukuran

perusahaan. Perusahaan kecil membayar lebih mahal daripada perusahaan besar

dalam mengeluarkan ekuitas baru dan dalam menerbitkan hutang jangka

panjangnya. Ini berarti juga bahwa perusahaan kecil tidak menyukai hutang

jangka panjang karena tingginya biaya yang berkaitan dengan penerbitan hutang.

Perusahaan yang lebih kecil juga menghadapi biaya untuk memperoleh dana

eksternal yang lebih tinggi karena masalah asymmetric information. Perusahaan

kecil dikarenakan biaya perolehan hutang yang lebih tinggi dibandingkan

perusahaan besar akan lebih enggan untuk berhutang. Berdasarkan keadaan ini,

hubungan antara ukuran perusahaan dengan hutang adalah positif.

Pengaruh aktiva..., Susan Veronica Lim, FE UI, 2010.