BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...

20
22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanol Etanol atau sering juga disebut dengan alkohol adalah suatu cairan transparan, mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, dengan rumus kimia C 2 H 5 OH, dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform, yang diperoleh melalui fermentasi karbohidrat dari ragi yang disebut juga dengan etil alkohol (Bender, 1982). Etanol atau etil alkohol (C 2 H 5 OH) termasuk kelompok hidroksil yang memberikan polaritas pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan hidrogen intermolekuler. Etanol memiliki massa jenis 0.7893 g/mL. Titik didih etanol pada tekanan atmosfer adalah 78.32 °C. Indeks bias dan viskositas pada temperatur 20°C adalah 1.36143 dan 1.17 cP (Kirk and Othmer, 1965). Etanol digunakan pada berbagai produk meliputi campuran bahan bakar, produk minuman, penambah rasa, industri farmasi, dan bahan-bahan kimia. Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan dari pada bahan bakar lain seperti premium antara lain sifat etanol yang dapat diperbaharui, menghasilkan gas buangan yang ramah lingkungan karena gas CO 2 yang dihasilkan rendah (Jeon, 2007). Etanol dapat dibuat dengan beberapa cara sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etanol

Etanol atau sering juga disebut dengan alkohol adalah suatu cairan transparan, mudah

terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, dengan rumus kimia C2H5OH, dapat bercampur

dengan air, eter, dan kloroform, yang diperoleh melalui fermentasi karbohidrat dari ragi

yang disebut juga dengan etil alkohol (Bender, 1982).

Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) termasuk kelompok hidroksil yang memberikan

polaritas pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan hidrogen intermolekuler.

Etanol memiliki massa jenis 0.7893 g/mL. Titik didih etanol pada tekanan atmosfer adalah

78.32 °C. Indeks bias dan viskositas pada temperatur 20°C adalah 1.36143 dan 1.17 cP

(Kirk and Othmer, 1965). Etanol digunakan pada berbagai produk meliputi campuran

bahan bakar, produk minuman, penambah rasa, industri farmasi, dan bahan-bahan kimia.

Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai

energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

dari pada bahan bakar lain seperti premium antara lain sifat etanol yang dapat diperbaharui,

menghasilkan gas buangan yang ramah lingkungan karena gas CO2 yang dihasilkan rendah

(Jeon, 2007).

Etanol dapat dibuat dengan beberapa cara sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

23

1. Etanol untuk konsumsi umumnya dihasilkan dengan proses fermentasi atau

peragian bahan makanan yang mengandung pati atau karbohidrat, seperti beras dan

umbi. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya berkadar rendah.

Untuk mendapatkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi diperlukan proses

pemurnian melalui penyulingan ataupun destilasi. Etanol untuk keperluan industri

dalam skala lebih besar dihasilkan dari fermentasi tetes tebu, yaitu hasil samping

dalam industri gula tebu atau gula bit.

2. Melalui sintesis kimia melalui reaksi antara gas etilen dan uap air dengan asam

sebagai katalis. Katalis yang dipakai biasanya asam fosfat. Asam sulfat juga dapat

digunakan sebagai katalis, namun sangat jarang digunakan. (http://www.ristek.co.id,

2008).

Etanol dapat dijadikan sebagai bahan bakar, namun harus etanol dengan kadar

kemurnian yang tinggi atau terbebas oleh air. Adapun cara pemurnian etanol dapat

dilakukan dengan destilasi tetapi kemurniannya hanya sampai 96% karena adanya

peristiwa azeotrop antara campuran etanol dan air. Untuk dapat memperoleh etanol dengan

kadar yang tinggi maka dilakukan suatu cara yaitu absorbsi fisik atau molecular sieve.

Dalam penggunaan etanol sebagai bahan bakar, tidak dapat langsung digunakan pada

kendaraan bermotor, namun etanol harus ditambahkan dengan bensin. Sebagai contoh

sebanyak 10% etanol dari 1 liter bensin dapat digunakan sebagai bahan bakar (disebut

E10). Namun haruslah berhati-hati dalam penggunaan bahan bakar ini, karena etanol yang

digunakan harus benar-benar bebas dari air, dikarenakan ketersediaan air dapat

menyebabkan kerusakan dan korosi pada mesin.

Etanol merupakan hasil fermentasi yang memiliki masalah pada proses fermentasi

itu sendiri yakni timbulnya etanol dapat berakibat rusaknya struktur membran plasma

mikroba serta terjadinya denaturasi protein penyusun dari sel tersebut. Adanya

ketersediaan etanol di dalam media fermentasi dapat menjadi penghambat pertumbuhan

mikroba penghasil etanol (Supriyanto, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

24

2.2 Molase

Dalam industri gula dari tebu diperoleh suatu limbah dari sisa pengkristalan gula pasir

berbentuk cairan berwarna coklat kehitaman yang disebut dengan molase. Molase adalah

sirup yang mengandung glukosa dan fruktosa yang sangat sulit untuk dikristalkan. Molase

merupakan produk limbah dari industri gula dimana produk ini masih banyak mengandung

gula dan asam – asam organik, sehingga merupakan bahan baku yang sangat baik untuk

dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ataupun industri etanol. Bahan ini merupakan

produk samping dari industri gula pasir dengan kandungan gula dari molase terutama

sukrosa berkisar 40-55% (http://whfoods.com,2008).

Molase dapat dikonversi menjadi etanol melalui proses fermentasi, biasanya pH

molase berkisar antara 5,5-6,5. Molase yang telah diencerkan hingga 10-18% telah

memberikan hasil yang memuaskan dalam menghasilkan etanol dari proses fermentasi

(http://www.wikipedia.com, 2008).

Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas 2 dan

“black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat

dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan berwarna bening. Maka sisa jus

ini langsung diambil sebagai molase kelas 1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut

dengan “Dark” diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan

sehingga sering disebut dengan istilah “Dark”. Dan molase kelas terakhir yaitu “Black

Strap” diperoleh dari kristalisasi terakhir. Warna “Black Strap” ini memang mendekati

hitam (coklat tua) (http://www.bioetanolindo.blogspot.com).

Adapun komposisi kimia Molase Black Strap dapat dilhat pada tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

25

Tabel 2.1. Komposisi kimia molase black strap

Komposisi Presentase (%)

Bahan Kering

Total Gula sebagai Gula invert

- N

- P2O5

- CaO

- MgO

- K2O

Total Abu

77-84

52-67

0,4-1,5

0,6-2,0

0,1-1,1

0,03-0,1

2,6-5,0

7-11

(http://www.wikipedia.com, 2000).

2.3 Sel Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara

morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat

telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembangbiak dengan membelah diri

melalui "budding cell" . Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta

jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel . Penampilan makroskopik mempunyai

koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan

memiliki sel bulat dengan askospora 1-8 buah (Nikon et al, 2004) .

Taksonomi Saccharomyces cerevisiae menurut Sanger (2004), sebagai berikut:

Super kingdom : Eukaryota

Phylum : Fungi

Subphylum : Ascomycota

Class : Saccharomycetes

Order : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

26

Genus : Saccharomyces

Species : Saccharomyces cerevisiae

Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula

kompleks disakarida yaitu sukrosa (Marx, 1991). Selain itu untuk menunjang kebutuhan

hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen. Pada uji fermentasi gula – gula

mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa,

trehalosa, dan negatif pada gula laktosa (Lodder, 1970). Gambar 2.3 menunjukkan bentuk

sel Saccharomyces cerevisiae dengan bentuk blastospora bulat lonjong yang dilihat

menggunakan mikroskop cahaya.

Gambar 2.3 Sel Saccharomyces cerevisiae dengan perbesaran 10 x 40

Komposisi kimia S. cerevisiae dapat di lihat dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 Kandungan kimia S. cerevisiae

Komposisi senyawa Presentasi (%)

Protein

Karbohidrat

Lemak

Mineral lain

50-52

30-37

4-5

7-8

(Reed and Nagodawithana, 1991)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

27

Suriawiria (1990) melaporkan komposisi kimia sel khamir yang hampir sama pada Tabel

2.3 dan kandungan asam aminonya Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Komposisi sel Saccharomyces cerevisiae

Komposisi senyawa Presentase (%)

Abu

Asam Nukleat

Lemak

Nitrogen

5,0-9,5

6,0-12,0

2,0-6,0

7,5-8,5

(Suriawiria, 1990)

Tabel 2.4 Kandungan asam amino dalam Saccharomyces cerevisiae

Komposisi senyawa Presentase (%)

Fenilalanin

Isoleusin

Lisin

Leusin

Metionin

Sistin

Treonin

Triptofan

Valin

4,1-4,8

4,6-5,3

7,7-7,8

7,0-7,8

1,6-1,7

0,9

4,8-5,4

1,1-1,3

5,3-5,8

(Suriawiria, 1990)

Penggunaan sel Saccharomyces cerevisiae dalam produksi etanol didasarkan pada

beberapa faktor yaitu mudahnya diperoleh sel Saccharomyces cerevisiae di sekitar kita,

dan juga didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

28

memproduksi etanol dari molase yang sebagian besar merupakan sukrosa maka sel

Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan sel ini mampu

tumbuh dan berkembang dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula

(sukrosa) yang tinggi, selain itu etanol yang dihasilkan dapat ditoleransi oleh sel ini (Sa’id,

1987).

Menurut Fraenkel (1982), temperatur pertumbuhan yang optimum untuk sel

Saccharomyces cerevisiae adalah 28 – 36o C dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah

4,5 – 5,5 ( Moat and Foster, 1998)

2.3.1 Sumber Energi

Sel Saccharomyces cerevisiae dapat hidupnya memperoleh energi dari bahan – bahan

organik dan anorganik. Sel ini mendapatkan energi dari ikatan karbon, hal ini

digunakannya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang seluruhnya diperoleh

dari molekul glukosa, sukrosa, asam organik ataupun alkohol yang telah diubah menjadi

senyawa kompleks seperti protein, polisakarida, lemak dan lignin (Gattaway and evans,

1984).

Menurut Buckle (1987) karbon dan energi yang diperlukan oleh sel Saccharomyces

cerevisiae diperoleh dari gula dan karbohidrat lain seperti glukosa. Karbohidrat merupakan

sumber karbon paling banyak yang digunakan dalam fermentasi oleh sel ini.

Dalam industri etanol digunakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae yang

sering juga disebut khamir permukaan (top yeast), yaitu khamir yang bersifat fermentatif

kuat dan tumbuh dengan cepat pada suhu 20oC. Khamir permukaan ini tumbuh secara

bergerombol dan melepaskan karbon dioksida dengan cepat, yang mengakibatkan sel

terapung pada permukaan (Fardiaz, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

29

Kemampuan untuk menkonversi gula menjadi etanol ini disebabkan oleh adanya

peran dari enzim zimase dan invertase. Enzim zimase adalah enzim yang berperan sebagai

pemecah sukrosa dari gula menjadi monosakarida-monosakaridanya (glukosa dan

fruktosa), selanjutnya terdapat enzim invertase yang mengubah glukosa menjadi etanol.

Konsentrasi gula yang umumnya dibuat untuk pembuatan etanol berkisar 14-20 persen.

Jika konsentrasi lebih tinggi akan menghambat aktivitas dari khamir dikarenakan

menurunnya oksigen terlarut yang diperlukan khamir. Lama dari fermentasi sekitar 30 – 70

jam dengan kondisi anaerob (Judoamidjojo et al. 1992)

Jika pemberian O2 berlebihan (kondisi aerob), sel S.cerevisiae akan melakukan

respirasi secara aerobik, dalam keadaan ini enzim khamir dapat memecah senyawa gula

lebih sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air.

2.3.2 Pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae

Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi yang saling mempengaruhi secara

berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks meliputi pemasukan nutrien dasar dari

lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrien menjadi energi dan berbagai

constituen vital cell serta perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan

peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada

lingkungan fisik dan kimia (Anonymous, 2008).

Adapun kurva pertumbuhan mikroba secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.4.

.

Gambar 2.4 Kurva pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

30

Pada dasarnya pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae dapat berlangsung tanpa

batas, akan tetapi karena pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae berlangsung dengan

mengkonsumsi nutrien sekaligus mengeluarkankan produk-produk metabolisme yang

terbentuk maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya

pertumbuhan berhenti sama sekali. Berhentinya pertumbuhan dapat disebabkan karena

berkurangnya beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena terjadinya akumulasi

aututuksin dalam medium atau kombinasi dari keduanya (Ansori, 1989).

Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada umumnya berada dalam kultur

murni. Ragi yang beredar dipasaran biasanya mengandung mikroba jenis yeast. Didalam

ragi Saccharomyces cerevisiae dicampur dengan tepung beras dan dikeringkan, biasanya

berbentuk agak bulat dengan diameter 3 cm serta berwarna putih.

2.4 Alginat

Asam alginat adalah senyawa komplek yang termasuk karbohidrat koloidal hidrofilik hasil

polimerisasi D-asam mannuronat dengan rumus kimianya (C6H8O6)n dimana harga n

diantara 80 sampai 83. Ada dua jenis monomer penyusun asam alginat yaitu asam D-

mannuronat dan asam L-guloronat. Berikut struktur kimia penyusun alginat seperti gambar

2.5 (painter et al, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

31

Gambar 2.5 Struktur dasar penyusun alginat

Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan

perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul. Asam alginat tidak

larut dalam air dan mengendap pada pH < 3,5 sedangkan garam alginat dapat larut dalam

air dingin atau air panas dan mampu membentuk larutan yang stabil. Natrium alginat tidak

dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat sangat

stabil pada pH 5 – 10, sedangkan pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil

akibat adanya degradasi ß- eliminatif. Ikatan glikosidik antara asam mannuronat dan

guluronat kurang stabil terhadap hidrolisis asam dibandingkan ikatan dua asam

mannuronat atau dua asam guluronat. Kemampuan alginat membentuk gel terutama

berkaitan dengan proporsi L-guluronat (An Ullman’s, 1998).

Asam alginat diproduksi dengan cara ekstraksi alga coklat (Phaeophyceae) dan

banyak digunakan sebagai bahan pembentuk gel dan pengental yang bersifat

thermoreversibel dalam berbagai bidang industri, juga dipakai sebagai suspending

emulsifying, dan stabilizing agent.

Alginat memiliki sifat hidrofilik sehingga banyak dimanfaatkan dalam industri

pembekuan makanan karena alginat dapat mengikat air. Sifat mengikat air ini juga

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

32

dimanfaatkan dalam industri kosmetik karena dengan adanya alginat, kosmetik dapat

menempel dengan erat di jaringan kulit dengan kelembapan yang tetap terjaga.

Alginat memiliki sifat koloid, dapat membentuk gel dan hidrofilik, selain

digunakan di berbagai industri diatas, kemampuan alginat tersebut dapat digunakan dalam

proses imobilisasi. Dari penelitian yang telah banyak dilakukan, alginat merupakan matrix

imobilisasi yang paling baik, karena efisien, mudah digunakan, dapat dimodifikasi, dan

tidak bersifat toksik. Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi

dan perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul.

Alginat tidak stabil terhadap panas, oksigen, ion logam, dan sebagainya. Dalam

keadaan demikian, alginat akan mengalami degradasi. Selama penyimpanan, alginat cepat

mengalami degradasi dengan adanya oksigen, terutama dengan naiknya kelembaban udara.

Alginat dengan visositas tinggi lebih cepat terdegradasi dibandingkan alginat dengan

viskositas sedang atau rendah. Urutan stabilitas alginat selama penyimpanan adalah

natrium alginat > ammonium alginat > asam alginat (Sembiring, 2010)

Kemampuan alginat membentuk gel juga ditentukan oleh kadar asam guluronat

yang menyusun struktur alginat. Kekuatan gel ditentukan oleh ukuran molekul dan

komposisi struktur yang menyusun alginat. Tinggi kandungan asam guluronat di dalam

alginat akan menyebabkan alginat dapat mengikat ion divalent lebih baik dibandingkan

dengan alginat yang memiliki sedikit asam guluronat.

Kekakuan strukutur alginat dalam aplikasi imobilisasi ditentukan oleh adanya ion

divalent. Kekakuan strukutur alginat akan bertambah secara umum seiring dengan

bertambahnya afinitas terhadap ion – ion divalent. Berikut urutan ion yang dapat membuat

kekakuan dari alginat berdasarkan urutan afinitasnya,

Mn>Co>Zn>Cd>Ni>Cu>Pb>Ca>Sr>Ba. Namun tidak semua ion-ion ini dapat

diaplikasikan dalam imobilisasi sel. Ion Ca2+ adalah ion yang paling umum digunakan

untuk tujuan imobilisasi sel karena toksisitasnya yang paling rendah (Betha, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

33

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, rantai asam guluronat melengkung

sedangkan rantai asam mannuronat merata. Hal ini menyebabkan keduanya mempunyai

perbedaan dalam berikatan dengan ion Ca2+. Penambahan Ca2+ pada asam guluronat

menjadikannya bentuk gel, seperti Ca2+ masuk kedalam egg box antar unit monomer

(Sembiring, 2010), seperti yang di tunjukkan dalam gambar 2.6.

Gambar 2.6 Proses terbentuknya egg box dari alginat

2.5 Kitosan

Kitosan adalah poli – (2,6– amino – 2 – deoksi - β -(1 – 4) – D – glukopiranosa dengan

rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga

dijumpai secara alamiah dibeberapa organisme. Proses kimiawi menggunakan basa,

misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi,

yaitu mencapai 85 – 93% (Sugita et al, 2009).

Kitosan mempunyai nama lain selain kitin yaitu Kitosan Askorbat, N-karboksibutill

kitosan. Kitosan berbentuk lembaran tipis , tidak berbau, berwarna putih, dan terdiri dari

dua jenis polimer yaitu poli (2-deoksi-2-asetilamin-2-glukosa) dan poli (2-deoksi-2-

aminoglukosa) yang berikatan secara beta (1,4). Adapun struktur kitosan dapat dilihat pada

gambar 2.7.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

34

Gambar 2.7 Struktur dasar Penyusun dari Kitosan

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa = 6,5) hal

yang sangat jarang terjadi secara alamiah. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan:

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat

digunakan dalam pembuata gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran,

membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga

digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan

sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meriaty, 2002)

2.6 Imobilisasi Sel

Proses produksi etanol dapat dilakukan dengan cara fermentasi. Teknik fermentasi

konvensional yang biasa dilakukan adalah dengan mencampur sel ragi yang mengandung

Saccharomyces cerevisiae dengan substrat yang mengandung glukosa. Namun teknik ini

memiliki beberapa kelemahan antara lain sulitnya proses isolasi produk hasil fermentasi

dan sel ragi yang digunakan tidak dapat diperoleh kembali sehingga ragi yang digunakan

hanya dapat digunakan sekali saja. Teknik ini juga memiliki kekurangan antara lain sel ragi

yang digunakan dapat mati diakibatkan oleh faktor inhibisi dari produk hasil fermentasi

yaitu etanol yang merupakan senyawa yang dapat memecah sel ragi tersebut sehingga

ketersediaan etanol sebenarnya menyebabkan kematian ragi semakin cepat. Kadar etanol

yang dapat ditoleransi oleh sel S.cerevisiae sebesar 14%. sel S.cerevisiae juga tidak dapat

mentoleransi dari perubahan lingkungan seperti pH dan suhu dari lingkungan medianya.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

35

Untuk dapat mengeliminasi kelemahan-kelemahan tersebut maka dilakukan

imobilisasi sel Sacchaomyces cerevisiae tersebut. Dengan demikian sel yang diperoleh

lebih tahan terhadap inhibisi dari etanol yang dihasilkan. Sel terimobil ini juga dapat

menahan perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya seperti perubahan pH dan

suhu, dan tentunya dapat digunakan lagi berulang-ulang setelah mengkatalisis suatu reaksi

sintesis tertentu (Chibata, 1978).

Sel terimobilisasi dapat didefenisikan sebagai sel yang secara fisik ditempatkan

dalam suatu ruang tertentu yang sudah di atur dengan kondisi tertentu dan tetap memiliki

aktifitas katalitiknya dan dapat digunakan secara berulang-ulang ataupun secara berlanjut

(Chibata, 1978).

Imobilisasi sel juga merupakan salah satu usaha untuk mempermudah proses

pemisahan produk hasil fermentasi molase yaitu etanol dengan sel Saccharomyces

cerevisiae selama reaksi berlangsung dengan menggunakan sistem dua fase, yaitu satu fase

mengandung sel dan fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi proses

kontaminasi dari produk terhadap sel yang digunakan (Chaplin, 1990).

Imobilisasi juga diartikan sebagai suatu modifikasi tempat sel untuk hidup dengan

meniru keadaan dari tempat berkembangnya sel sehingga sel tetap dapat berkembang dan

bekerja dalam proses katalisis suatu reaksi yang berkesinambungan (Zaborsky, 1973).

2.6.1 Metode Imobilisasi

Metode untuk imobilisasi enzim dapat dibagi atas 3 kategori dasar, yaitu:

1. Metode Carrier-binding

Metode ini dibagi menjadi tiga berdasarkan cara pengikatan enzimnya, yaitu

adsorpsi fisika, pengikatan ionik, dan pengikatan kovalen.

a. Metode Adsorpsi fisika

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

36

Metode ini berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan

pembawa yang tidak larut dalam air. Kelemahan dari metode ini dimana enzim

yang diserap dapat bocor selama pemakaian karena gaya ikat antara protein

enzim dan pembawa lemah.

b. Metode pengikatan ionik

Metode pengikatan ionik berdasarkan pengikatan ionik dari protein enzim pada

pembawa yang tidak larut dalam air yang mengandung residu penukar ion.

Kelemahan metode ini dimana kebocoran dapat terjadi dimana dalam larutan

substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH.

c. Metode pengikatan kovalen

Pada metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya dilakukan

tidak dalam keadaan kamar. Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa ikatan

kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang

mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

2. Metode Ikat Silang

Metode ini berdasarkan pembentukan ikatan kimia seperti dalam metode ikat

kovalen,namun pembawa yang digunakan tidak larut dalam air. Imobilisasi enzim

dilakukan dengan pembentukan ikat silang intermolekuler diantara molekul enzim

dengan penambahan reagent bi-atau multifungsional.

3. Metode Penjebakan

Metode penjebakan berdasarkan pengikatan enzim dalam kisi matriks polimer atau

melingkupi enzim dalam membran semipermiabel dan dibagi menjadi tipe kisi dan

mikrokapsul.

a. Tipe kisi (lattice type)

Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas

(intersititial space) dari suatu ikat – silang yang tidak larut dalam air misalnya

gel matriks.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

37

b. Mikrokapsul

Penjebakan dengan cara mikrokapsul melibatkan pelingkupan enzim dengan

membran polimer semipermiabel.Prosedur untuk mikroenkapsulasi enzim dapat

dibagi kedalam tiga kategori (Chibata,1978) yaitu :

1. Polimerisasi interfasial

2. Pengeringan cair (liquid drying)

3. Pemisahan fase (phase separation)

Teknik penjebakan yang umum untuk mikroorganisme dalam butiran adalah

pembentukan gel ionotropik dari makromolekul dengan kation multivalensi. Penjebakan

dapat terjadi dengan mencampurkan mikroorganisme dengan polimer anionik dan

kemudian diikatsilang larutan tersebut dengan kation multivalensi sehingga membentuk

struktur yang menjebak mikroorganisme tersebut. (Liouni,2007).

Dalam penelitian kali ini dilakukan teknik mikrokapsul. Dasar dari penggunaan

teknik mikrokapsul didasarkan pada kestabilan yang lebih tinggi pada proses fermentasi,

sederhana dalam pembuatan dan penggunaan, terjadi interaksi yang kuat, mudah dalam

pemisahan produk dan juga mudah dalam modifikasi (Mosbach, 1976).

2.7 Fermentasi

2.7.1 Pengertian Fermentasi

Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan, yaitu berdasarkan

ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda

dengan air mendidih. Gas yang terbentuk tersebut di antaranya karbondioksida (CO2)

(Afrianti,2004).

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam kondisi anaerob (tanpa

oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

38

tetapi definisi yang lebih jelas mengatakan bahwa fermentasi diartikan sebagai respirasi

dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal (Darmanto, 2006).

Fermentasi juga dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim, bakteri, khamir dan

jamur. Contoh fermentasi yang ada di kehidupan sehari – hari antara lain pengasaman

susu, perubahan gula menjadi alkohol serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat et

al, 2006).

2.7.2 Pembagian Fermentasi

Menurut Afrianti (2004) fermentasi berdasarkan kebutuhan O2, dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1. Ferementasi aerob (proses respirasi)

Fermentasi aerob yaitu disimilasi bahan-bahan yang disertai dengan pengambilan oksigen.

Semua organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energi yang diperoleh dari hasil

metabolisme bahan pangan, dimana organisme itu berada. Bahan energi yang paling

banyak digunakan mikroorganisme untuk tumbuh adalah glukosa. Dengan adanya oksigen

maka mikroorganisme dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan

sejumlah besar energi. Contoh : fermentasi asam asetat, asam nitrat, dan sebagainya.

2. Fermentasi anaerob

Fermentasi anaerob yaitu fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen, Beberapa

mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen. Jadi hanya

sebagian bahan energi itu dipecah, yang dihasilkan adalah sebagian dari energi,

karbondioksida dan air, termasuk sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volatil, alkohol

dan ester. Biasanya dalam fermentasi ini menggunkan mikroba yeast, jamur dan bakteri.

Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan

produk akhir metabolik organik lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol serta

sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester (Buckle et.al, 1985). Pada

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

39

proses fermentasi anaerob mula-mula glukosa dipecah menjadi asam piruvat yang melalui

lintasan Embden Meyerhoff Pamas (EMP). Setelah itu terjadi dekarboksilasidehida asam

piruvat menjadi asetaldehida. asetaldehida tereduksi menjadi etanol yaitu menerima

elektron hasil oksidasi asam gliseraldehida 3- phosphat. Melalui proses fermentasi anaerob

ini 90% glukosa akan dirubah menjadi etanol dan CO2 (Ansori, 1989).

Reaksi pada Gambar 2.8 asetaldehida bertindak sebagai penerima hidrogen dalam

fermentasi, dimana hasil reduksinya oleh NADH2 menghasilkan etanol, dan NAD yang

teoksidasi kemudian dapat digunakan lagi untuk menangkap hidrogen (Fardiaz,1992)

Gambar 2.6 Proses fermentasi glukosa

Gambar 2.8 Proses pembentukan etanol dari glukosa

2.7.3 Mekanisme fermentasi

Didalam fermentasi , kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung dari jumlah

akseptor elektron terakhir yang dapat dipakai. Sel – sel melakukan fermentasi

menggunakan enzim-enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi , dalam hal ini

yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif, sehingga dapat menangkap

elektron terakhir dan menghasilkan energi (Fardiaz, 1990)

Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, terdapat hal – hal yang harus

dipenuhi untuk pertumbuhan dari sel (Winarno, 1980) yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

40

- pH dari Reaksi yang berlangsung

- Konsentrasi substrat yang digunakan

- Temperatur selama fermentasi dan

- Kemurnian dari Sel yang digunakan.

Jika tumbuh dalam keadaaan anaerobik, sel Saccharomyces cerevisiae lebih

cenderung memfermentasi substrat karbohdirat untuk menghasilkan etanol bersama sedikit

produk akhir, sesuai dengan jalur glikolisis menurut Buckle, (1987).

2.8 Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan

senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa yang dapat dipisahkan dengan

kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa tersebut harus

mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Temperatur ini berkisar 50-300oC.

Jika senyawa yang diuji tidak dapat menguap dan stabil pada temperatur pengujian, maka

senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas

(Mardoni et al, 2007).

Penentuan kadar etanol yang terdapat dalam sampel dapat dilakukan dengan

menggunakan kromatografi gas (GC). Metode ini dapat digunakan karena metode ini

mampu memisahkan zat-zat organik (berupa cairan komplek), waktu analisis relatif

singkat, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk analisis relatif kecil, dan kepekaan tinggi

(Munson, 1981).

Kromatografi gas, fase geraknya berupa gas inert, sedangkan fase diamnya dapat

berupa zat padat atau zat cair. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas

bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap)

yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etanolrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53940/4/Chapter...Saccharomyces cerevisiae adalah sel yang tepat. Hal ini dikarenakan el ini mampu s tumbuh

41

2.9 Mikroskop cahaya

Mikroskop cahaya merupakan jenis mikroskop yang menggunakan cahaya matahari atau

lampu sebagai sumber cahaya. Pada dasarnya mikroskop cahaya bekerja sebagai suatu alat

pembesar tingkat dua. Suatu lensa objektif melakukan pembesaran awal, dan suatu lensa

okuler ditempatkan sedemikian rupa sehingga memperbesar bayangan pertama untuk

kedua kalinya. Pembesaran seluruhnya diperoleh dengan mengalikan kekuatan pembesaran

lensa objektif dan lensa okuler.

Untuk dapat melihat bagaimana interaksi dari penyusun bead, dapat dilakukan

menggunakan mikroskop cahaya, hal ini berlandaskan bahwa pada setiap penyusun dari

bead memiliki bentuk permukaan yang berbeda. Melalui mikroskop cahaya masing-masing

penyusun dapat dilihat dari bentuk permukaan yang berbeda-beda sehingga dapat

ditentukan komponen penyusun dari bead.

Liouni (2007) menggunakan mikroskop cahaya sebagai alat untuk melihat jumlah

bead yang rusak dari pengujian stabilitas mekanik dari bead. Mikroskop cahaya dapat

digunakan sebagai alat untuk melihat permukaan dari bead dikarenakan perbesaran hingga

1000x sehingga dapat dijadikan cara untuk melihat pori dan permukaan dari benda. Bead

yang terbentuk dan yang digunakan dalam fermentasi juga dianalisis menggunakan

mikroskop cahaya dikarenakan mikroskop cahaya mudah dalam penggunaan, biaya

operasional relatif murah dan menghasilkan gambar yang jelas.

Universitas Sumatera Utara