BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kanker
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kanker
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kanker
Tumor ( dalam Bahasa latin artinya “pembengkakan”) merupakan sekelompok
sel abnormal yang terbentuk hasil proses pembelahan sel yang berlebihan dan
tidak terkoordinasi. Dalam Bahasa medisnya, tumor dikenal sebagai neoplasia.
“Neo” berarti “baru”, “plasia” berarti “pertumbuhan atau pembelahan” jadi,
kanker adalah suatu akibat pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak
normal yang kemudian berubah menjadi sel-sel kanker. Sel-sel itu selanjutnya
menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui
jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta saraf tulang
belakang (Ghofar, 2015).
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA,
menyebabkan mutase di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa
mutasi dapat mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut
sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi
dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan ( mutasi germline)
(Ghofar, 2015).
Pada semua jenis kanker, beberapa sel tubuh mulai membelah tanpa berhenti
dan menyebar ke jaringan di sekitarnya. Ketika sel tumbuh dan membelah
untuk membentuk sel baru sesuai kebutuhan tubuh. Ketika sel-sel menjadi tua
atau menjadi rusak, mereka mati, dan sel-sel baru terjadi. Ketika kanker
berkembang, proses teratur ini rusak, sel-sel menjadi semakin abnormal, sel-
12
sel tua atau rusak bertahan hidup ketika mereka harus mati, dan sel-sel baru
terbentuk ketika mereka tidak diperlukan dan membelah tanpa henti yang
dapat membentuk pertumbuhan yang disebut tumor (NCI 2015).
Tumor kanker ganas, yang berarti mereka dapat menyebar ke, atau
menyerang, jaringan terdekat. Selain itu, ketika tumor ini tumbuh, beberapa
sel kanker dapat pecah dan menyebar ke tempat-tempat yang jauh di dalam
tubuh melalui darah atau sistem getah bening dan membentuk tumor baru
yang jauh dari tumor aslinya. Tidak seperti tumor ganas, tumor jinak tidak
menyebar ke, atau menyerang jaringan terdekat. Tumor jinak kadang-kadang
bisa sangat besar. Ketika diangkat, mereka biasanya tidak tumbuh kembali,
sedangkan tumor ganas kadang-kadang tumbuh kembali (Oncolink, 2019).
2.1.1. Jenis-jenis kanker
Dalam buku yang berjudul Stop Kanker, Ariani 2015 menjelaskan
tentang jenis-jenis kanker adalah sebagai berikut:
2.1.1.1. Karsinoma
Karsinoma adalah jenis kanker yang berasal dari sel yang
melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh,
misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kalenjer
mucus, sel melanin, payudara, leher Rahim, kolon, rektumm
lambung, pancreas, dan esofagus. Karsinoma adalah kanker
sel epitel, yaitu sel yang melindungi permukaan tubuh,
memproduksi hormon, dan membuat kalenjer. Contoh
13
karsinoma adalah kanker kulit, kanker paru-paru, kanker
usus, kanker payudara, kanker prostat, dan kanker tiroid.
2.1.1.2. Limfoma
Limfoma adalah jenis kanker yang berasal dari jaringan
yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lacteal,
limfa, berbagai kalenjer limfe, timus, dan sumsum tulang.
Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (
kanker kalenjer limfe dan limfa).
2.1.1.3. Leukemia
Kanker ini tidak membentuk masa tumor, tetapi memenuhi
pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal.
2.1.1.4. Sarkoma
Sarkoma adalah jenis kanker yang berada dipermukaan
tubuh, seperti jaringan ikat, termasuk sel-sel yang
ditemukan di otot dan tulang. Sarkoma merupakan kanker
sel mesodermal, sel yang membentuk otot-otot dan
jaringan penghubung seperti leiomyoscarcoma ( kanker
otot halus yang ditemukan pada dinding organ pencernaan)
dan Osteosarcoma ( kanker tulang).
2.1.1.5. Glioma
Kanker ini adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel
glia ( jaringan penunjang ) di susunan saraf pusat.
2.1.1.6. Karsinoma In Situ
14
Istilah ini digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal
yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih
dianggap lesi prainvasif ( kelainan atau luka yang belum
menyebar).
Selain itu berikut ada juga jenis-jenis kanker menurut organ yang
diserang :
2.1.1.7. Kanker otak
Gejalanya antara lain sakit kepala yang sangat pada pagi hari
dan berkurang pada tengah hari, epilepsi lemah, mati rasa
pada lengan dan kaki, kesulitan berjalan, mengantuk,
perubahan tidak normal pada penglihatan, perubahan pada
kepribadian, perubahan pada ingatan, sulit bicara.
2.1.1.8. Kanker mulut
Gejalanya antara lain terdapat sariawan pada mulut, lidah
dan gusi yang tidak kunjung sembuh.
2.1.1.9. Kanker tenggorokan
Gejalanya batuk terus menerus dan suara serak atau parau.
2.1.1.10. Kanker paru
Gejalanya antara lain batuk terus menerus, dahak
bercampur darah, dan rasa sakit di dada
2.1.1.11. Kanker payudara
Gejalanya antara lain adalah benjolan, penebalan kulit
(tickening), perubahan bentuk, gatal-gatal, kemerahan,
15
rasa sakit yang tidaak berhubungan dengan menyusui atau
menstruasi.
2.1.1.12. Kanker saluran pencernaan
Gejalanya antara lain adanya darah dalam kotoran yang
ditandai dengan warna merah terang atau hitam, rasa tidak
enak terus-menerus pada perut, benjolan pada perut, rasa
sakit setelah makan, dan penurunan berat badan.
2.1.1.13. Kanker Rahim (Uterus)
Gejalanya antara lain pendarahan di periode-periode
datang bulan, pengeluaran darah saat mens yang tidak
seperti biasanya, dan rasa sakit yang luar biasa.
2.1.1.14. Kanker indung telur (Ovarium)
Mayoritas kanker ini muncul setelah seorang perempuan
melewati masa menopause. Pada fase lanjutan barulah
muncul gejala.
2.1.1.15. Kanker kolon
Gejalanya antara lain pendarahan pada rectum, ada darah
pada kotoran, dan perubahan buang air besar ( diare yang
terus menerus atau sulit buang air besar).
2.1.1.16. Kanker kandung kemih
16
Gejalanya antara lain ada darah pada air seni, rasa sakit
atau perih saat buang air kecil, keseringan atau kesulitan
buang air kecil, dan sakit pada kandung kemih.
2.1.1.17. Kanker prostat
Gejalanya antara lain kencing tidak lancer, rasa sakit yang
terus-menerus pada pinggang belakang, penis dan paha
atas.
2.1.1.18. Kanker testis
Gejalanya antara lain adanya benjolan pada buah zakar,
ukuran penampungan buah zakar yang membesar dan
menebal secara mendadak, sakit pada perut bagian bawah,
dan dada membesar atau melembek.
2.1.1.19. Kanker kulit
Gejalanya antara lain adanya benjolan pada kulit yang
menyerupai kutil (mengeras seperti tanduk), infeksi yang
tak kunjung sembuh, bitnik-bintik berubah warna dan
ukuran, rasa sakit pada daerah tertentu, dan perubahan
warna kulit berupa bercak-bercak.
2.1.1.20. Komplilaksi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien kanker adalah
infeksi yaitu pada pengidap kankerstadium lanjut. Infeksi
terjadi akibat kekurangan protein dan zat gizi lainnya serta
17
penekanan system imunyang sering terjadi setelah
pengobatan konvensional.
2.1.2. Mekanisme kanker
Dalam kanker dikenal istilah karsiogenetik, yaitu proses perubahan
menjadi kanker. Proses ini melalui dua tahap, yaitu proses inisiasi
kanker dan proses promosi kanker. (Ariani, 2015).
2.1.2.1 Inisiasi Kanker
Pada tahap inisiasi, zat penimbul kanker mulai beraktivitas
mengubah susunan DNA fungsional. Akibat adanya
aktivitas tersebut, terjadilah mutase gen sehingga
menyebabkan gen berbeda dengan sebelumnya. Gen
berfungsi menekan atau menahan pertumbuhan tumor
mengalami perubahan dan tidak berfungsi lagi. Bila sudah
mengalami perubahan maka tidak ada lagi yang menahan
pertumbuhan sel kanker.
2.1.2.2 Promosi Kanker
Pada tahap ini terjadi proses floriferasi, metastasis dan
neoangiogenesis
a. Floriferasi merupakan fase sel mengalami pengulangan
siklus sel tanpa hambatan dan secara kontinus terus
mengulang.
b. Metastasis merupakan penyebab utama dari kenaikan
morbiditan dan mortalitas pada pasien dengan
18
keganasan. Proses ini melibatkan interaksi kompleks,
tidak hanya ditentukan oleh jenis sel kanker itu sendiri,
namun matriks seluler, membran sel, reseptor endotel
serta respon kekebalan host yang berpartisipasi.
Mekanisme ini merupakan indikasi bahwa pasien kanker
gagal untuk mengatasi dn memblokir penyebaran sel
kanker.
c. Neoangiogenesis merupakan suatu pembangun atau agen
transinogenik sangat beraneka ragam, diantaranya
paparan sinar ultraviolet, radiasi sinar gamma, asbestos,
merkuri, asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan
pengawet makanan seperti natrium benzoate, pewarna
makanan misalnya rhodamin, bumbu penyedap makanan
yang dapat menyebabkan mutasi DNA.
2.1.3. Fase-fase kanker
Dalam buku yang berjudul Stop Kanker, Ariani 2015 mengatakan
Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami
transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas
diantara sel normal. Adapun proses jangka panjang terjadinya
kanker adalah :
2.1.3.1. Fase Induksi
19
Berlangsung dalam 15-30 tahun. Kontak dengan karsinogen
membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat
mengubah jaringan dysplasia menjadi tumor ganas.
2.1.3.2. Fase Insitu
Berlangsung 5-10 tahun. Terjadi perubahan jaringan
menjadi lesi pre cancerous yang bisa ditemukan di serviks
uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit, dan akhirnya
juga di payudara.
2.1.3.3. Fase Invasi
Berlangsung 1-5 tahun. Sel menjadi ganas, berkembang
biak dan menginfiltrasi melalui membrane sel jaringan
sekitarnya dan melalui pembuluh darah serta saluran limfa.
2.1.3.4. Fase Desiminasi
Berlangsung 1-5 tahun. Terjadi penyebaran ke tempat lain.
2.1.4. Faktor-Faktor Pemicu Kanker
Menurut Ariani 2015, riset mengungkapkan bahwa kanker
disebabkan oleh terganggunya siklus sel akibat mutase dari gen-gen
yang mengatur pertumbuhan. Mutase dari beberapa gen tersebut
terjadi karena diinduksi oleh suatu mutagen, seperti bahan kimia,
radiasi, radikal bebas maupun infeksi dari beberapa jenis virus
(kelompok oncovirus).
20
Namun demikian, biasanya penyebab kanker tidak dapat diketahui
secara pasti. Akan tetapi, ada beberapa factor yang diduga
meningkatkan resiko terjadinya kanker, yaitu :
2.1.4.1. Lingkungan
Beberapa kegiatan tanpa disadari mengundang resiko
tumbuhnya kanker :
a. Merokok dapat meningkatkan resiko kanker paru,
kanker mulut, kanker laring (pita suara), dan kanker
kandung kemih.
b. Sinar ultraviolet dari matahari
c. Radiasi ionisasi dalam sinar rontgen
2.1.4.2. Makanan
Beberapa jenis makanan yang bisa menyebaabkan kanker
a. Makanan yang diasap dan diasamkan (dalam bentuk
acar) meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung.
b. Minuman yang mengandung alcohol menyebabkan
resiko lebih tinggi terhadap kanker kerongkongan
c. Zat pewarna makanan
d. Logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada
makanan laut yang tercemar seperti : kerang, ikan, dan
sebagainya
e. Berbagai makanan yang diproses secara berlebihan.
2.1.4.3. Infeksi
21
a. Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan
kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi
menahun pada kandung kemih. Namun, penyebab
iritasi menahun lainnya tidak menyebabkan kanker
b. Infeksi oleh Clonorchis yang menyebabkan kanker
pancreas dan saluran empedu
c. Helicobacter Pylori adalah bakteri yang dicurigai
penyebab kanker lambung, dan diduga bakteri ini
menyebabkan cidera dan peradangan lambung kronis
sehingga terjadi peningkatan kecepatan siklus sel.
2.1.4.4. Gangguan Keseimbangan Hormon
Ada kecendrungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan
kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya
resiko kanker payudara, kanker leher Rahim, kanker Rahim,
kanker prostat dan kanker buah zakar pada laki-laki. Hal itu
terjadi karena hormon estrogen berfungsi merangsang
pertumbuhan sel yang cenderung mendorong terjadinya
kanker, sedangkan progesterone melindungi terjadinya
pertumbuhan sel yang berlebihan. Perempuan yang
menstruasi memiliki kadar estrogen yang tinggi, maka
perempuan yang mengalami menstruasi dini dan mencapai
menopause lambat memiliki resiko terbentuk kanker
payudara lebih tinggi.
22
2.1.4.5. Psikis
Stres, dendam, kebencian yang mendalam, dan sakit hati
dapat menyebabkan atau menyebabkan atau memperberat
kanker. Gangguan emosi ini menyebabkan gangguan
keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang yang terus-
menerus mampu memengaruhi sel. Akibatnya, sel menjadi
hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga
menimbulkan kanker.
2.1.4.6. Radikal bebas
a. Radikal bebas yang terbentuk sebagai produk
sampingan dari proses metabolisme
b. Radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dalam
bentuk racun-racun kimiawi dari makanan, minuman,
udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari
c. Radikal bebas yag terproduksi pada waktu kita makan
berlebihan maupun dalam keadaan stres berlebihan,
baik stres secara fisik, psikologis, maupun biologis.
Selain tersebut diatas Menurut Ghofar 2015 ada faktor-faktor lain
yang dapat menyebabkan timbulnya kanker, yaitu :
2.1.4.7. Usia
23
Kebanyakan kanker menyerang orang yang berumur diatas
60 tahun. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang jauh lebih
muda, bahkan anak-anak balita yang juga terkena kanker.
2.1.4.8. Riwayat Keluarga
Adakalanya gen pembawa sifat ini kemudian diturunkan
kepada anak, yang membuat anak tersebut memiliki gen
yang tidak normal. Sekalipun demikian, gen tidak normal ini
belum tentu berkembang menjadi kanker karena masih
tergantung ada tidaknya pemicu-pemicu lain dan kuat
tidaknya daya tahan tubuh. Tidak semua jenis kanker dapat
diturunkan, hanya kanker dengan jenis tertentu yang
memiliki kecendrungan diturunkan, yakni melanoma
(kanker kulit), kanker payudara, kanker kandungan, kanker
prostat, dan kanker usus besar.
2.1.5. Gejala Kanker
Menurut Ariani 2015, menjelaskan Kanker bisa menekan pembuluh
darah, menutup aliran darah dan daerah dengan banyak ruang,
seperti pada dinding usus besar. Jika kanker menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Efek local yang sama pada iritasi dan tekanan terjadi
dengan cepat, terjadi di lokasi yang baru.
2.1.5.1. Rasa Nyeri
Pada awal tumbuh, kanker tidak menimbulkan rasa nyeri.
Namun seiring pertumbuhannya, rasa tidak nyaman
24
perlahan-lahan muncul, hal itu disebabkan oleh tekanan dari
kanker ke dalam saraf dan struktur lain.
2.1.5.2. Pendarahan
Kanker menimbulkan pendarahan karena pembuluh darah
dalam tubuh menjadi rapuh. Pada tahap awal kanker,
pendarahan ringan kemungkinan tidak dapat terdeteksi atau
dapat terdeteksi melalui tes. Pada tahap lanjut, pendarahan
kemungkinan lebih dan semakin parah atau besar sehingga
dapat mengancam nyawa.
2.1.5.3. Kehilangan Berat Badan dan Lelah
Penderita kanker akan kehilangan berat badannya seiring
bertambah parah kanker tersebut. Selain itu, penderita
kanker sering kali sangat letih dan tidur berjam-jam
seharian
2.1.5.4. Depresi
Depresi yang timbul tidak lain melainkan dari wujud rasa
ketakutan pada sekarat.
2.1.5.5. Gejala Neurologis dan Muskular
Ketika kanker berkembang di dalam otak, gejala
kemungkinan menunjukkan gejala dengan tepat, tegas
tetapi bisa pusing, pening, sakit kepala, mual dan perubahan
pada penglihatan.
2.1.5.6. Gejala-gejala Pernapasan
25
Kanker dapat menekan saluran pernapasan sehingga
menyebabkan kesulitan bernapas, batuk atau pneumonia.
Kesulitan bernapas ini bisa disebabkan oleh pendarahan ke
dalam paru-paru.
2.1.6. Komplikasi Kanker
Menurut Ariani 2015, ada beberapa komplikasi penyakit kanker,
sebagai berikut :
2.1.6.1. Cardiac Tamponade
Terjadi ketika cairan menumpuk di dalam struktur seperti
kantong yang mengelilingi jantung (pericardium atau
kantong pericardial). Cairan ini membuat tekanan pada
jantung dan mengganggu kemampuan untuk memopa
darah. Cairan bisa menumpuk ketika kanker menyerang
pericardium dan mengiritasinya.
2.1.6.2. Pleural effusion
Terjadi ketika cairan menumpuk di dalam struktur seperti
kantong di sekitar paru-paru (kantong pleural),
menyebabkan napas yang pendek.
2.1.6.3. Superior vena Cava Syndrome
Terjadi ketika sebagian kanker atau seluruhnya menyumbat
pembuluh (pembuluh cava superior) yang mengeringkan
darah dari bagian atas pembuluh cava superior,
menyebabkan pembuluh di bagian atas dada dan leher
26
menjadi bengkak, mengakibatkan pembengkakan pada
wajah, leher, dan bagian atas dada.
2.1.6.4. Spinal Cord Compression
Terjadi ketika kanker menekan tulang belakang atau saraf
tulang belakang mengakibatkan rasa sakit dan kehilangan
fungsi (seperti berkamih atau fecal incontinence).
2.1.6.5. Braind Dysfunction
Terjadi ketika fungsi otak tidak normal mengakibatkan
kanker berkembang di dalamnya, baik kanker otak primer
ataupun lainnya. Kebanykan gejala yang berbeda bisa
terjadi termasuk pusing, mengantuk, agitasi, sakit kepala,
penglihatan tidak normal, sensasi tidak normal, lemah,
mual, muntah, dan kejang.
2.1.6.6. Pendarahan
Terjadi ketika kanker berkembang ke dalam dan mengikis
pembuluh darah di sekitarnya. Pendarahan bisa terjadi dari
kanker pada daerah yang mengandung banyak pembuluh
darah besar, seperti leher dan dada.
2.2. Kemoterapi
Kemoterapi atau disebut juga dengan istilah “kemo” adalah Salah satu
program pengobatan yang harus dijalankan oleh pasien kanker. Dalam
pelaksanaannya, kemoterapi menggunakan obat-obatan sitostatika.
27
Sitostatika adalah kelompok obat (bersifat sitotoksik) yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker. Kelemahan utama obat kemoterapi
adalah adanya kerusakan baik pada sel-sel kanker maupun pada sel-sel yang
normal. Apabila kemoterapi diberikan dalam dosis dan interval waktu yang
tepat, maka sel-sel normal akan sembuh. Pengobatan kanker dengan
kemoterapi memberikan efek samping berat seperti rambut rontok,
hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih berkurang, tubuh lemah, merasa
lelah, sesak napas, mudah mengalami perdarahan, mudah terinfeksi, kulit
membiru/menghitam, kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan terasa kering
dan masih banyak lagi keluhan fisik yang dirasakan sebagai efek dari
kemoterapi. sehingga sebelum mendapatkan kemoterapi, pasien harus
menjalani beberapa pemeriksaan diantaranya pemeriksaan darah lengkap, test
fungsi liver dan lain-lain (Usolin N.D, dkk., 2016).
2.2.1. Program Kemoterapi
2.2.1.1. Kemoterapi primer, yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum
tindakan medis lainnya, seperti operasi atau radiasi.
2.2.1.2. Kemoterapi Adjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan
sesudah tindakan operasi atau radiasi. Tindakan ini ditujukan
untuk menghancurkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau
metastasis kecil.
2.2.1.3. Kemoterapi neoadjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan
sebelum tindakan operasi yang kemudian dilanjutkan kembali
dengan kemoterapi. Tindakan ini ditujukan untuk mengecilkan
28
ukuran massa kanker yang dapat mempermudah saat
dilakukan tindakan operasi.
Program kemoterapi yang harus dijalani oleh pasien kanker tidak
diberikan dalam satu kali, tetapi diberikan secara berulang selama
enam kali siklus pengobatan dan jarak waktu antar siklus tersebut
selama 21 hari. Pasien akan memasuki waktu istirahat diantara
siklus untuk memberikan kesempatan pemulihan pada sel-sel yang
sehat. Akan tetapi frekuensi dan durasi pengobatan bergantung
beberapa faktor seperti jenis dan stadium kanker, kondisi kesehatan
pasien dan jenis rajimen kemoterapi yang diresepkan (Firmana,
2017).
Terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum dana
tau sesudaah pasien menjalani kemoterapi diantaranya sebagai
berikut:
2.2.1.1.Pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
dan trombosit
2.2.1.2. Pemeriksaan fungsi hepar (SGOT, SGPT, alkali fosfat dan
bilirubin)
2.2.1.3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan creatinine
clearance test jika ada peningkatan serum kreatinin)
2.2.1.4. Pemeriksaan Audiogram (terutama jika pasiena diberikan
obat kemoterapi cisplatin)
29
2.2.1.5. Elecrocardiography ( terutama jika pasien diberikan obat
kemoterapi adriamisin atau epirubicin)
2.2.2. Jenis-Jenis Obat Kemoterapi
Menurut Firmana 2017 jenis-jenis obat kemoterapi adalah sebagai
berikut:
2.2.2.1. Obat Kemoterapi Intravena (IV)
Obat yang diberikan secara intravena (IV) terdiri atas
beberapa golongan, yaitu sebagai berikut :
a. Alkylating agents, contoh cyclophosphamide,
ifosfamide, dan dacarbazine.
b. Platinum compounds, contoh cisplatin
c. Antibiotic antharacylines, contoh doxorubicin,
idarubicin, dan adramycin
d. Antimetabolites, contoh 5-Fluorouracil (5-FU)
Golongan obat-obatan diatas pada umumnya diberikan
dalam bentuk rejimen multidose yang tidak hanya diberikan
dengan dosis tunggal. Hal ini dikarenakan dari setiap
golongan obat tersebut memiliki mekanisme kerja yang
berbeda dalam mempengaruhi sel kanker, sehingga
diharapkan dapat mencapai hasil terapi yang optimal.
2.2.2.2. Obat Kemoterapi Intraarteri (IA)
Kemoterapi intra-arteri (IAC) merupakan metode
pemberian obat kemoterapi langsung ke jaringan kanker
30
melalui pembuluh darah arteri dengan menggunakan kateter
dan system pencitraan X-ray untuk melihat arteri. Metode
IAC ini efektif, baik sebagai pengobatan primer atau
sekunder (setelah radiasi atau kemoterapi IV).
2.2.2.3. Obat Kemoterapi Per Oral (OP)
Obat kemoterapi oral dapat memberikan keuntungan
tersendiri bagi pasien diantaranya sebagai berikut :
a. Kemungkinan pasien yang menjalani program
kemoterapi oral dapat kembali bekerja lebih cepat
dibandingkan dengan pasien yang menerima
pengobatan kanker tradisional (pemberian obat
kemoterapi secara IV)
b. Tidak memerlukan akses IV, sehingga pasien dapat
merasa lebih nyaman dan terhindar dari komplikasi
infus, pembekuan darah, serta infeksi.
c. Pengeluaran biaya pengobatan dan biaya perjalanan ke
rumah sakit yang lebih sedikit.
d. Kemungkinan memiliki efek samping yang lebih ringan
dibandingkan dengan terapi IV.
2.2.2.4. Obat Kemoterapi Intratekal (IT)
Kemoterapi Intratekal (IT) merupakan komponen penting
dari profilaksis atau pengobatan keganasan hematologi
dalam system saraf pusat (SSP), terutama pada pasien
31
dengan leukemia limfoblastik akut dan limfoma agresif.
Rejimen yang berbeda dari kemoterapi IT telah
dirumuskan, sering bersamaan dengan kemoterapi dosis
tinggi sistemik yang mengarah ke penetrasi obat ke dalam
cairan serebrospinal (CSF). Ketiga obat IT yang paling
umum digunakan adalah methotrexate (MTX), sitosin
arabinoside (Ara-C), dan kortikosteroid.
2.2.2.5. Obat Kemoterapi Intraperitoneal/ Pleural (IP)
Kemoterapi intraperitoneal (IP) dapat digunakan dalam
pengobatan beberapa kanker yng tumbuh di daerah
abdomen atau organ pencernaan (seperti lambung dan
apendiks/usus buntu) dan ovarium. Kemoterapi ini
langsung diberikan melalui ruang peritoneum, yaitu
membrane (jaringan tipis) yang melapisi rongga abdomen
dan mengelilingi organ-organ yang berada di dalam
abdomen. Ada dua tipe kemoterapi IP, yaitu tipe pertama
diinfuskn melalui port yang ditanam di abdomen dan tipe
kedua yang disebut sebagai hyperthermic intraperitoneal
chemotherapy (HIPEC), diberikan setelah tindakan operasi
pengangkatan jaringan tumor di ruang operasi. Namun,
kemoterapi IP akan lebih efektif terhadap tumor yang
berukuran kurang dari 1 cm, karena kemoterapi IP ini tidak
32
mampu menembus tumor yang ukurannya lebih besar dari
1 cm.
2.2.2.6. Obat Kemoterapi Intramuscular (IM)
Obat kemoterapi IM akan diserap ke dalam darah lebih
lambat dari kemoterapi IV, sehingga efek kemoterapi IM
dapat berlangsung lama dari kemoterapi IV. Kemoterapi IM
ini dapat diberikan pada pasien setiap hari, satu kali per
minggu, atau dua kali dalam sebulan. Lamanya waktu
pemberian kemotrapi IM dapat dipengaruhi oleh jenis
kanker dan jumlah obat yang diberikan pada pasien dapat
lebih dari satu jenis obat pada suatu waktu.
2.2.2.7. Obat Kemoterapi Subcutan (SC)
Obat kemoterapi subkutan (SC) diberikn dengan cara
injeksi di bawah kulit, kemoterapi SC ini dapat diberikan
pada pasien yang memiliki akses vena yang mudah
pecah/rapuh dan menjalani rawat jalan. Efek obat
kemoterapi yang diberikan secara SC lebih lama jika
dibandingkan dengan pemberian kemoterapi IV, karena
lambatnya dalam proses penyerapan obat. Obat kemoterapi
yang digunakan pada kemoterapi SC diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. MTX dosis rendah (20-30 mg), dapat diberikan pada
kasus leukemia limfoblastik akut.
33
b. Cytarabine atau cytosine arabinoside
c. Cladibine
d. Bortezomib, dll
2.2.3. Mekanisme Kemoterapi
Golongan obat alkylating agent, anthracycline, dan platinum
compounds bekerja mengikat atau merusak DNA tidak dapat
melakukan transkripsi dan replikasi yang dapat mempengaruhi
perkembangan sel kanker. Golongan obat ini bekerja dalam setiap
fase pada siklus sel. Obat golongan antimetabolite bekerja dengan
menghambat sintesis DNA yang menyebabkan kerusakan pada sel-
sel kanker selama fase S (siklus sel), sehingga sel kanker tidak dapat
berkembang.
Kemudian obat golongan topoisomerase-inhibitor, vinca alkaloid,
dan taxanes bekerja dengan cara menghentikan proses mitos dalam
reproduksi sel. Golongan obat ini bekerja selama fase M, tetapi
dapat merusak sel pada semua fase dalam siklus sel. Sementara obat
golongan enzim memiliki kinerja dalam memberikan hambatan pada
sintesis protein, sehingga terjadi hambatan pada sintesis DNA dan
RNA yang berpengaruh terhadap perkembangan sel kanker
(Firmana, 2017)
2.2.4. Efek Samping Kemoterapi
Kemoterapi bukannya tanpa efek samping. Pasien yang menjalani
kemoterapi baik per IV di rumah sakit maupun OP secara mandiri di
34
rumah keduanya memiliki resiko terhadap efek dan ketidakpatuhan
dalam menjalani pengobatan. Ada beberapa efek samping yang
membuat banyak pasien kanker mengurungkan diri untuk
melakukan keoterapi. Beberapa pasien pada akhirnya menolak dan
memilih pengobtan alternatif yang tidak melibatkan medis
(Firmana, 2017)
Dalam buku Keperawatan Kemoterapi Firmana 2017 menyebutkan
efek kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel kanker, tetapi sel-
sel sehatpun ikut terbasmi. Hal ini dikarenakan obat kemoterapi
tidak dapat membedakan antara sel kanker dan sel sehat. Dengan
demikian, kemoterapi dapat mengakibatkan terjadinya efek
samping, diantaranya sebagai berikut:
2.2.4.1. Kerontokan Rambut (Alopesia)
Kerontokan rambut merupakan salah satu konsekuensi
bagi pasien yang menjalani kemoterapi. Diketahui bahwa
obat kemoterapi tidak mampu membedakan se
sehat/normal dengan sel yang berbahaya (kanker),
sehingga sel-sel folikel rambut ikut hancur dan terjadinya
kerontokan.
2.2.4.2. Mual dan Muntah (CINV)
Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV)
disebabkan oleh adanya rangsangan zat obat kemoterapi
dan hasil metabolitnya terhadap pusat mual dan muntah,
35
yaitu vomiting center yang terdapat dimedula oblongata
dan chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang terdapat
diarea postrema (AP) batas belakang ventrikel keempat
melalui serabut saraf aferen. Selanjutnya rangsangan
direspon melalui serabut saraf eferen di nervus vagus dan
secara bersamaan pusat muntah memberikan stimulus
reflex otonom dan reflex simpatis yang menyertai mual
dan muntah, yaitu berupa kontraksi otot abdomen dan
diafragma, gerakan balik peristaltic usus, vasokontraksi,
takikardi, dan diaphoresis. Proses ini melibatkan beberapa
neurotransmitter dan kemoreseptor.
Menurut Hesketh (2008) dan Grunberg (2004), CINV
dikategorikan menjadi tiga berdasarkan pada waktu
terjadinya, yaitu sebagai berikut:
a. Acute
Mual muntah yang terjadi dalam 1 sampai 24 jam
pertama pasca pemberian kemoterapi dan berakhir
dalam waktu 24 jam.
b. Delayed
Mual muntah yang muncul minimal 24 jam pertama
hingga lima hari pasca kemoterapi.
c. Anticipatory
36
Mual muntah yang muncul sebelum 12 jam dimulainya
kemoterapi selanjutnya
2.2.4.3. Mulut Kering, Sariawan (Stomatitis) dan Sakit
Tenggorokan
Stomatitis atau mukositis adalah peradangan mukosa mulit
dan merupakan komplikasi utama pada kemoterapi kanker.
Tanda dini stomatitis adalah eritema dan edema yang dapat
berkembang menjadi ulkus nyeri yang menetap dalam
beberapa hari sampai seminggu atau lebih. Eritematosa
mukosit biasanya muncul 7 sampai 10 hari setelah
memulai terapi kanker dosis tinggi. (Firmana, 2017)
2.2.4.4. Diare (Chemotherapy-Induced Diarrhea)
Fungsi normal dalam gastrointestinal track (GIT) adalah
keseimbangan antara metabolism, sekresi, asupan oral, dan
penyerapan cairan. Fungsi utama dari usus kecil adalah
pencernaan. Permukaan luminal diatur dalam kriptus, vili,
dan enzim yang membantu dalam pencernaan,
metabolism, dan penyerapan.
Kemoterapi mempengaruhi daya serap dan adanya
peningkatan zat terlarut dalam lumen usus. Hal ini
menyebabkan pergeseran osmotik air ke lumen, sehingga
terjadinya diare. Sebuah gangguan pada epitel usus juga
dapat menyebabkan diare eksudatif yang dihasilkan dari
37
kebocoran elektrolit, lender, protein dan sel-sel darah
merah dan putih ke dalam lumen usus (Firmana, 2017)
2.2.4.5. Pansitopenia
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat memberikan
toksisitas pada jaringan atau organ lainnya. Salah satu efek
dari toksisitas yang banyak ditemukan adalah
pansitopenia. Salah satu golongan obat antikanker yang
menyebabkan efek tersebut adlah alkylating. Golongan
obat ini mempengaruhi kinerja sumsum tulang (supresi
sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya penurunan
produksi sel darah puti, sel darah merah dan trombosit).
(Firmana, 2017)
2.2.4.6. Konstipasi
Obat kemoterapi dapat menyebabkan konstipasi, terutama
obat kemoterapi golongan vinca-alkaloid yang dapat
mempengaruhi suplai saraf ke usus. Kondisi konstipasi ini
akan semakin memburuk jika mengonsumsi obat analgesic
secaar bersamaaan, dikarenkan obat analgesic juga dapat
memberikan efek samping konstipasi.
Konstipasi yangbterjadi pada pasien juga dapat disebbkan
oleh kanker yang menekan pada saraf di sumsum tulang
belakang. Penekanan tersebut dapat memperlambat atau
menghentikan gerakaan usus dan menyebabkan konstipasi.
38
Kanker atau tumor dia abdomen dapat menyumbat,
memeras, atau mempersempit usus sehingga berpengaruh
pada gerakan usus. Selain itu, tumor yang tumbuh pada
lapisan usus dapat mempengaruhi pasokan saraf ke otot
dan menyebabkan konstipasi. (Firmana, 2017)
2.3. Konsep Tidur
2.3.1. Pengertian Tidur
Secara fisiologis, tidur merupakan proses fisiologis seseorang yang
bersiklus secara bergantian dengan periode yang lebih lama dari
keterjagaan (Potter et al., 2016). Tidur juga dapat dikatakan sebuah
keadaan perubahan kesadaran dengan minimnya aktivitas tetapi
masih dapat dibangunkan (Berman et al., 2011) dalam (syamsul &
Evy 2018).
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat,
saraf perifer, endoktrin, kardiovaskular, respirasi dan
muskuluskeletal. Pengaturan dan control tidur tergantung dari
hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian
mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.
Reticular activating system (RAS) di batang otak bagian atas
diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual,
auditori, nyeri, dan sensori raba. Selain itu, juga menerima stimulus
39
dari korteks serebri (emosi dan proses piker) (Tarwoto, Wartonah
2015).
Pada keadaan sadar, neuron-neuron dalam RAS melepaskan
ketakolamin, misalnya neropinefrin. Saat tidur disebabkan oleh
pelepasan serum serotonin dari sel-sel sfesifik di spons dan batang
otak tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun dan
tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang
diterima dari pusat otak, reseptor sensorik perifer misalnya bunyi,
stimulus cahaya, dan system limbik seperti emosi (Tarwoto,
Wartonah 2015).
2.3.2. Pengertian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu perasaan kepuasan seseorang terhadap
tidur sendiri, sehingga seseorang tersebut tidak mengeluhkan
perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar kantung mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah, mata terasa perih, konsentrasi menurun, sakit
kepala dan sering menguap atau mengantuk yang bukan pada
waktunya. Tidur dikatakan berkualitas apabila seseorang tersebut
(Buysse et al., 2008, Ohayon et al., 2017) dalam (syamsul & Evy
2018)
a. Menilai kualitas tidur sendiri sangat baik,
b. Dapat tertidur ≤15 menit atau dalam waktu 30 menit,
c. Memiliki jumlah jam tidur >7 jam per malam,
40
d. Dapat tertidur lebih lama saat di tempat tidur sekurang-
kurangnya 85% dari waktu total tidur,
e. Terbangun dari tidur tidak lebih dari sekali per malam,
f. Tidak ada gangguan tidur selama satu bulan terakhir,
g. Dapat tertidur tanpa menggunakan obat-obatan tidur,
h. Tidak ada tanda-tanda disfungsi dalam kegiatan aktivitas
sehari-hari.
2.3.3. Komponen Kualitas Tidur
Adapun komponen-kompen dari kuliatas tidur terdiri sebagai
berikut (Buysse et al., 1989b) dalam (syamsul & Evy 2018)
a. Kualitas tidur subjektif
Kualitas tidur subjektif merupakan penilaian seseorang terhadap
tidurnya apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk.
b. Latensi tidur
Durasi mulai dari berangkat tidur hingga tertidur disebut dengan
latensi tidur. Apabila seseorang dengan kualitas tidur baik
menghabiskan waktu kurang dari atau sama dengan 15 menit
untuk dapat memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap.
c. Durasi tidur
Durasi tidur terhitung dari waktu seseorang tidur sampai
terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun pada
tengah malam. Durasi tidur pada orang dewasa rata-rata 7 jam
41
setiap malam dan hal tersebut dapat dikatakan memiliki kualitas
tidur yang baik.
d. Efisiensi kebiasaan tidur
Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara jumlah
total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan di
tempat tidur.
e. Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan berubahnya kondisi pola tidur-
bangun seseorang dari kondisi pola kebiasaannya. Hal tersebut
menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas tidur
seseorang.
f. Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan mempunyai efek terhadap terganggunya tidur pada
tahap REM. Contohnya obat hipnotik mengganggu untuk
mencapai tahap tidur yang lebih dalam (Potter & Perry, 2005).
g. Disfungsi aktivitas sehari-hari
Apabila kualitas tidur seseorang itu buruk, maka seseorang itu
akan menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di
siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur sepanjang siang,
kelelahan, depresi, mudah mengalami distres, dan penurunan
kemampuan beraktivitas.
2.3.4. Tahapan Tidur
42
Dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Tarwoto, Wartonah 2015 mengatakan Normalnya, tidur dibagi
menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye
movement (REM). Masa NREM seseorang terbagi menjadi empat
tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur.
Sementara itu, tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90
menit sebelum tidur berakhir.
2.3.4.1. Tahapan Tidur NREM
a. NREM tahap I :
1) Tingkat transisi
2) Merespon cahaya
3) Berlangsung beberapa menit
4) Mudah terbangun dengan rangsangan
5) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolism
menurun
6) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
b. NREM tahap II :
1) Periode suara tidur
2) Mulai relaksasi otot
3) Berlangsung 10-20 menit
4) Fungsi tubuh berlangsung lambat
5) Dapat dibangunkan dengan mudah.
c. NREM tahap III :
43
1) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak
2) Sulit dibangunkan
3) Relaksasi otot menyeluruh
4) Tekanan darah menurun
5) Berlangsung 15-30 menit.
d. NREM tahap IV
1) Tidur nyenyak
2) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif
3) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun
4) Sekresi lambung menurun
5) Gerak bola mata cepat
2.3.4.2. Tahapan tidur REM
a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur
NREM
b. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari
tidur malamnya.
c. Jika individu terbangun dari tidur REM, maka
biasanya terjadi mimpi
d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental,
emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan
adaptasi.
2.3.5. Pola Tidur Normal
44
Dalam buku Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Tarwoto, Wartonah 2015 menjelaskan pola tidur manusia sesuai
tingkat usia adalah sebagai berikut:
2.3.5.1. Neonates sampai dengan 3 bulan
a. Membutuhkan 16 jam/hari
b. Mudah berespon terhadap stimulus
c. Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap
REM
2.3.5.2. Bayi
a. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira 14
jam/hari
c. Tahap REM 20-30%
2.3.5.3. Toddler
a. Tidur 10-12 jam/hari
b. Tahap REM 20-30%
2.3.5.4. Prasekolah
a. Tidur 11 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%
2.3.5.5. Usia Sekolah
a. Tidur 10 jam pada malam hari
b. Tahap REM 18,5%
2.3.5.6. Usia Remaja
45
a. Tidur 8,5 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%
2.3.5.7. Usia Dewasa Muda
a. Tidur 7-9 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%
2.3.5.8. Usia Dewasa Pertengahan
a. Tidur kurang lebih 7 jam/hari
b. Tahap RE 20%
2.3.5.9. Usia Tua
a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%
c. Tahap NREM IV menurun dan kadang-kadang absen
d. Sering terbangun pada malam hari
Faktor- faktor yang mempengaruhi tidur menurut Tarwoto,
Wartonah 2015 adalah sebagai berikut :
2.3.5.1. Penykit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur
lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit
menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur.
2.3.5.2. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan
nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana, maka akan
menghambat tidurnya.
46
2.3.5.3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat
menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan waspada
menahan kantuk.
2.3.5.4. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama pada
tahap REM.
2.3.5.5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan
saraf simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
2.3.5.6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang
tahan minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan
lekas marah.
2.3.5.7. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan
tidur adalah sebagai berikut :
a. Deuretik; menyebabkan insomnia
b. Antidepresan; menyupresi REM
c. Kafein; meningkatkan saraf simpatis
d. Beta-bloker; menimbulkan insomnia
e. Narkotika; menyupresi REM
2.3.6. Gangguan Kondisi Tidur
47
Menurut Tarwoto, Wartonah 2015 ada beberapa gangguan kondisi
tidur yaitu :
2.3.6.1. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara
cukup kualitas dan kuantitas tidur. Tiga macam insomnia,
yaitu:
a. Insomnia Inisial (initial insomnia) adalah adanya
ketidakmampuan untuk tidur.
b. Insomnia Intermiten (intermittent insomnia)
merupakan ketidakmampuan untuk tetap
mempertahankan tidur karena sering terbangun
c. Insomnia Terminal (terminal insomnia) adalah bangun
lebih awal, tetapi tidak pernah tertidur kembali.
Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik,
kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah
banyak.
2.3.6.2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah berlebihan jam tidur pada malam hari,
lebih dari 9 jam, biasanya disebabkan oleh depresi,
kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, hati, dan
metabolism.
2.3.6.3. Parasomnia
48
Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang
mengganggu tidur anak, seperti samnohebalisme (tidur
sambal berjalan).
2.3.6.4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah suatu keadaan atau kondisi yang ditandai
oleh keinginan yang tidak terkendali untuk tidur.
Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan
orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas
darah atau endoktrin.
2.3.6.5. Apnea Tidur dan Mendengkur
Mendengkur bukan dianggap sebagai suatu gangguan tidur,
namun bila disertai apnea maka dapat menjadi maslah.
Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan
pengeluaran udara di hidung dan mulut, misalnya amandel,
adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan
bergetar. Periode apnea berlangsung selama 10 detik
sampai 3 menit.
2.3.6.6. Mengigau
Hamper semua orang pernah mengigau. Hal itu terjadi
sebelum tidur REM.
Dalam sebuah artikel tentang Sleep Problems (Insomnia) in the
Cancer Patient 2018 menyatakan Insomnia dapat muncul sebagai
kesulitan tidur, beberapa kali terjaga di malam hari, atau bangun di
49
pagi hari dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur. Pasien
mungkin memiliki satu atau semua keluhan ini, tetapi mereka harus
memenuhi kriteria khusus agar dapat diklasifikasikan sebagai
sindrom insomnia sebagaimana didefinisikan oleh Klasifikasi
Internasional Gangguan Tidur. Kriteria ini adalah: kesulitan tidur
yang ditandai dengan (atau keduanya) 30 menit atau lebih untuk
tertidur, atau lebih dari 30 menit waktu malam terbangun, dengan
rasio total waktu tidur dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur
kurang dari 85%. Gangguan tidur harus terjadi setidaknya 3 malam
per minggu, dan menyebabkan gangguan signifikan pada siang hari
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Tidur pada Pasien
Kemoterapi
2.4.1. Stadium Kanker
Sistem Staging TNM adalah salah satu sistem staging yang paling
umum digunakan. Sistem ini dikembangkan dan dikelola oleh
American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan diadopsi oleh
Union for International Cancer Control (UICC). Sistem klasifikasi
TNM dikembangkan sebagai alat bagi dokter untuk melakukan
berbagai jenis kanker berdasarkan kriteria standar tertentu.
Sistem Staging TNM didasarkan pada luasnya tumor (T), luasnya
penyebaran ke kelenjar getah bening (N), dan adanya metastasis
(M).
50
2.4.1.1. Kategori T menggambarkan tumor asli (primer).
a. TX - Tumor primer tidak dapat dievaluasi
b. T0 - Tidak ada bukti tumor primer
c. Tis - Carcinoma in situ (kanker awal yang belum
menyebar ke jaringan tetangga)
d. T1 – T4 - Ukuran dan / atau luas tumor primer
2.4.1.2. Kategori N menjelaskan apakah kanker telah mencapai
kelenjar getah bening di dekatnya.
a. NX - Nodus limfa regional tidak dapat dievaluasi
b. TIDAK - Tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening
regional (tidak ditemukan kanker di kelenjar getah
bening)
c. N1-N3 - Keterlibatan kelenjar getah bening regional
(jumlah dan / atau luas penyebaran)
2.4.1.3. Kategori M mengatakan apakah ada metastasis jauh
(penyebaran kanker ke bagian lain dari tubuh).
a. MO - Tidak ada metastasis jauh (kanker belum
menyebar ke bagian tubuh lain)
b. M1 - Metastasis jauh (kanker telah menyebar ke bagian
tubuh yang jauh)
51
Setiap jenis kanker memiliki sistem klasifikasi sendiri, sehingga
huruf dan angka tidak selalu berarti sama untuk setiap jenis kanker.
Setelah T, N, dan M ditentukan, mereka digabungkan, dan "Tahap"
keseluruhan I, II, III, IV ditugaskan. Kadang-kadang tahap-tahap ini
juga dibagi lagi, menggunakan huruf-huruf seperti IIIA dan IIIB.
Kanker tahap awal memasuki stadium satu yaitu kanker telah masuk
ke lapisan sekitarnya. Pada stadium dua, kanker menyebar ke
jaringan terdekat tetapi belum sampai ke kelenjar getah bening
(http://kanker.roche.co.id, diakses 14/09/14).
Tahap lanjut atau stadium lanjut apabila kanker memasuki stadium
tiga. Stadium tiga berarti kanker telah menyebar ke kelenjar getah
bening terdekat tetapi belum sampai ke organ tubuh yang letaknya
lebih jauh. Tahap akhir atau disebut stadium akhir apabila telah
masuk pada stadium empat. Stadium empat menunjukkan bahwa
kanker telah menyebar ke organ tubuh atau jaringan
lain(http://kanker.roche.co.id, diakses14/09/14).
Stadium kanker dibagi menjadi :
a. Stadium 0 : kanker in situ, dimana sel-sel kanker berada pada
tempatnya di dalam jaringan payudara normal.
52
b. Stadium I (stadium dini) : tumor dengan garis tengah 2-2,5 cm
dan belum menyebar pada kalenjar getah bening. Pada stadium
ini, kemungkinan sembuh adalah 70%
c. Stadium IIa : tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum
menyebar ke kalenjar getah bening atau tumor dengan garis
tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kalenjar
getah bening.
d. Stadium IIb : tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm
dan belum menyebar ke kalenjar getah bening atau tumor
dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah menyebar ke kalenjar
getah bening.
e. Stadium IIIa : tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan
sudah menyebar ke kalenjar getah bening disertai perlengketan
satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau
tumor dengan garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar
ke kalenjar getah bening.
f. Stadium IIIb : tumor telah menyusup keluar organ yang
diserang, yaitu ke dalam kulit atau telah menyebar ke kalenjar
getah bening di dalam organ lain. Pengobatan dilakukan
dengan penyinaran, kemoterapi dan pembedahan.
g. Stadium IIIc : sebagaimana stadium IIIb, tetapi telah menyebar
pada pembuluh getah bening dalam organ lain (kanker telah
53
menyebar lebih dari sepuluh titik di saluran getah bening
dibawah tulang selangka).
h. Stadium IV : tumor telah menyebar keluar daerah organ yang
diserang, misalnya ke hati, tulang, atau paru-paru. Pengobatan
dilakukan kemoterapi, kemudian dilanjutkan dengan radiasi
dan hormonal. Untuk stadium lanjut, setelah pengobatan
harapan hidup pasien hanya 4 tahun (Anonim, 2007).
Sebuah studi insomnia yang dilakukan Fiorentino. L, et al tahun
2007 menyatakan bahwa karakteristik klinis, dan faktor risiko
pada 300 pasien kanker payudara, menemukan bahwa faktor yang
terkait dengan risiko tinggi insomnia adalah cuti sakit,
pengangguran, janda, lumpectomy, kemoterapi, dan stadium
kanker saat diagnosis. Pada pasien dengan kanker stadium lanjut,
status kinerja yang lebih rendah, kecemasan, depresi, dan
kebingungan dilaporkan berhubungan dengan gangguan tidur.
Davidson et al. [10, Kelas III], dalam survei skala besar yang
disebutkan sebelumnya, menemukan bahwa faktor risiko terkait
insomnia termasuk kelelahan, usia, kaki gelisah, penggunaan obat
penenang / hipnosis, suasana hati buruk, mimpi, kekhawatiran,
dan operasi kanker baru-baru ini.
2.4.2. Program Kemoterapi
54
Penelitian yang dilakukan oleh Melia (2012) yang menyatakan
bahwa pemberian kemoterapi dengan frekuensi tertentu sesuai
dengan jenis obat kemoterapi dapat berdampak pada perubahan
status fungsional responden dikarenakan munculnya efek samping
dari pemberian kemoterapi tersebut dan ditemukan hubungan yang
kuat serta berbanding terbalik antara frekuensi kemoterapi dengan
status fungsional pasien kanker yang menjalani kemoterapi (Melia,
E.KD.A.2012) dalam (Setiawan,dkk 2018).
Berdasarkan hasil penelitian dan dari beberapa teori yang
menyebutkan bahwa frekuensi pemberian kemoterapi pada pasien
kanker payudara tidak sekedar diberikan satu kali saja, akan tetapi
diberikan secara berulang (siklus) yang berarti pasien menjalani
kemoterapi setiap satu siklus, dua siklus, tiga siklus dan seterusnya
artinya setiap siklus terdapat proses pengobatan dengan kemoterapi
beserta dengan masa pemulihan yang akan berlanjut dengan masa
pengobatan kembali dan seterusnya seperti itu sesuai dengan
protokol pengobatan kemoterapi yang telah ditentukan
(Tjokronegoro, A. 2006) dalam (Setiawan,dkk 2018).
Sel yang terpapar obat kemoterapi bisa saja tidak terjadi kematian
sel, karena sebelum sel mati, sel harus melewati beberapa fase
pembelahan, maka dari itu hanya beberapa sel yang mati akibat obat
yang diberikan pada frekuensi tertentu serta dosis kemoterapi yang
55
tetap diberikan secara berulang agar dapat mengurangi jumlah sel
kanker (Sudoyo, A. W. dkk. 2009) dalam (Setiawan,dkk 2018).
Semakin banyak frekuensi pemberian kemoterapi maka sel kanker
yang mengalami kerusakan dan kematian semakin banyak pula,
kerusakan tidak hanya terjadi pada sel kanker, setelah menjalani
beberapa periode satu sampai tiga minggu, sel sehat juga akan
mengalami kerusakan. Kerusakan pada sel sehat akan berefek pada
fungsi dan ketahanan tubuh, dimana akan terjadi suatu penurunan
dan hal ini akan terus berlanjut pada pemberian kemoterapi
berikutnya (Smeltzer & Bare. 2002) dalam (Setiawan,dkk 2018).
Pada pasien kanker yang menjalani program kemoterapi, insomnia
merupakan gangguan tidur yang umum terjadi. gangguan Gangguan
tidur dapat terjadi pada 33-50% pada pasien kanker. Gangguan
tersebut terjadi karena efek samping fisik yang ditimbulkan oleh
kanker serta pengobatannya (rasa panas, mual, dan nokturia),
lingkungan (suhu dan kebisingan ruangan), gaya hidup (pola makan,
olahraga, rutinitas tidur, kondisi emosional) Selain itu dampak
psikologis juga ditimbulkan seperti rasa tidak nyaman, cemas, takut,
serta meningkatkan resiko kecemasan dan depresi. (Hananta,dkk
2014).
Berlandasakan teori tersebut diatas, secara umum pasien pasien
kanker yang menjalani kemoterapi akan merasakan penurunan pada
fungsi fisik serta psikologisnya. Setiap perubahan dalam kesehatan
56
dapat menjadi stressor yang mempengaruhi pola tidur pasien
(Hananta,dkk 2014).
2.4.3. Onset Penyakit
Onset dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti serangan atau
permulaan. Dalam dunia kedokteran, kata onset sering digunakan
untuk menggambarkan waktu permulaan munculnya suatu penyakit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lisnawati, dkk 2014
gangguan tidur dapat disebabkan oleh gangguan arousal, sehingga
pasien akan sulit untuk masuk dalam fase tidur atau mudah
terbangun pada saat tertidur. Terdapat dua neurotransmitter penting
pada manusia yang mengatur pola tidur-bangun, yaitu histamin dan
GABA (gamma-aminobutyric acid). Pola tidur dapat terganggu
ketika pada malam hari tubuh terlalu banyak memproduksi histamin
dan tidak cukup memproduksi GABA, sehingga dapat menyebabkan
insomnia; namun pada siang hari, tubuh terlalu banyak
memproduksi GABA dan tidak cukup memproduksi histamin,
sehingga dapat menyebabkan kantuk yang berlebihan. Pada pasien
kanker diketahui sebanyak 48% menderita insomnia yang
dilaporkan terjadi pascadiagnosis (6 bulan pradiagnosis hingga 18
bulan pascadiagnosis).
Sebuah studi insomnia yang dilakukan Fiorentino. L, et al tahun
2007 menyatakan gangguan tidur mempengaruhi antara 30% hingga
75% dari pasien kanker yang baru didiagnosis atau baru dirawat,
57
tingkat yang telah dilaporkan dua kali lipat dari populasi umum.
Survei menunjukkan bahwa keluhan tidur pada pasien kanker terdiri
dari sulit tidur dan sulit tidur, dengan sering terbangun malam hari.
Pasien melaporkan keluhan ini baik sebelum pengobatan [6] dan
selama pengobatan [7, Kelas III]. Keluhan yang paling umum adalah
kesulitan tidur (40%), sulit tidur (63%), dan tidak merasa istirahat di
pagi hari (72%), Lebih jauh lagi, 19% pasien kanker dilaporkan
mengalami kesulitan tidur sebelum diagnosis kankernya.
58
2.5. Kerangka Konsep
2.1 Skema Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang akan diajukan adalah ada hubungan antara faktor
stadium kanker, program kemoterapi, dan onset penyakit terhadap
gangguan kondisi tidur pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
Faktor- faktor :
1. Stadium Kanker
2. Program
Kemoterapi
3. Onset penyakit
Kualitas Tidur
Pasien kanker yang
menjalani
kemoterapi 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. pekerjaan
Tidak diteliti
Diteliti