Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Akreditasi...7 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Akreditasi Di dalam dunia...
Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Akreditasi...7 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Akreditasi Di dalam dunia...
7
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Akreditasi Di dalam dunia pendidikan akreditasi telah
menjadi sebuah alat pengukuran kualitas pada lembaga pendidikan. Akreditasi adalah sebuah evaluasi
yang didasarkan kepada standard-standar formal yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya akreditasi adalah sebuah evaluasi pada lembaga publik yang memiliki
tujuan agar masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai dengan standard yang telah ditentukan (Wirawan, 2012). Proses akreditasi sendiri dilakukan
oleh sebuah tim evaluator yang ditunjuk oleh lembaga akreditasi, dalam dunia perguruan tinggi adalah BAN-
PT. Akreditasi pada sebuah lembaga atau program
didasarkan kepada kriteria akreditasi dan juga evaluasi
diri dari lembaga tersebut (Stufflebeam & Shinkfield, 2007). Proses akreditasi di program studi perguruan tinggi sendiri dilakukan oleh tim evaluator yang telah
ditunjuk oleh lembaga akreditasi yang akan melihat laporan yang ada. Proses selanjutnya adalah dengan
melakukan kunjungan pada lembaga tersebut dan melakukan pembandingan antara dokumen dan kenyataan yang ada di prodi. Setelah kunjungan dan
evaluasi mandiri tersebut dilakukan, maka tim evaluator akan memberikan laporan dan penilaian
terhadap lembaga/prodi tersebut. Laporan inilah yang akan menjadi dasar pemberian nilai akreditasi pada prodi, apakah prodi itu layak untuk mendapat status
akreditasi tinggi atau rendah ataupun tidak ter-akreditasi. Akreditasi memiliki kaitan erat dengan status
kualitas, mutu dan kepuasan pelanggan pada lembaga perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan ketika sebuah
perguruan tinggi menyandang sebuah status akreditasi, maka hal itu menandakan bahwa institusi tersebut telah memenuhi standard kualitas yang ditetapkan oleh
8
lembaga akreditasi yang ada (Shinha & Subramanian, 2013). Khoury, dkk (2014) menemukan bahwa status akreditasi pada universitas akan mempengaruhi minat
mahasiswa untuk memilih universitas tersebut. Mahasiswa sebagai pelanggan akan lebih mempercayai lembaga perguruan tinggi yang memiliki hasil
akreditasi yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa akreditasi dapat mempengaruhi seluruh aspek
pendidikan yang ada di sebuah universitas maupun program studi. Mulai dari aspek input, proses hingga
outputnya. Sistem akreditasi pada perguruan tinggi di
Indonesia menekankan pada mutu dan akuntabilitas
publik dari institusi perguruan tinggi di Indonesia. Instrumen penilaian akreditasi yang digunakan
disusun berdasarkan pada praktek-praktek proses akreditasi internasional yang terbaik. Ada tujuh standar penilaian dalam sebuah akreditasi program
studi untuk jenjang sarjana. Ketujuh elemen ini meliputi, visi dan misi; sistem pengelolaan dan penjaminan mutu; mahasiswa dan lulusan; SDM;
kurikulum dan pembelajaran; pembiayaan serta penelitian. Ketujuh elemen ini merupakan standar
penilaian akreditasi bagi sebuah prodi yang mencakup komitmen kepada institusi dan juga efektivitas pelaksanaan program pendidikan yang ada (BAN-PT,
2008). Standar pertama dalam penilaian akreditasi adalah mengenai visi, misi, tujuan dan sasaran serta
strategi pencapaian dari program studi yang ada. Standar ini merupakan acuan untuk melihat kualitas
dari proyeksi akan cita-cita sebuah prodi di masa depan beserta strategi penyelenggaraannya. Perumusan standar satu ini hendaknya dilakukan dengan melihat
kepada analisis kondisi prodi yang komprehensif dan berdasarkan pada kemampuan prodi untuk
mewujudkannya. Hal ini disebabkan karena standar satu pada akreditasi merupakan cerminan integritas dari kondisi prodi yang terintegrasi satu dengan lainnya
(BAN-PT, 2008).
9
Standar dua merupakan penilaian kualitas pada tata pamong (governance), kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan sistem penjaminan mutu program
studi. Penilaian ini mengacu kepada sistem manajemen yang diterapkan oleh program studi. Pada standar dua
ini akan dinilai bagaimana sebuah program studi dapat melasanakan tata pamong dan juga kepemimpinan yang menjamin prinsip kredibilitas, transparansi,
akuntabilitas tanggung jawab serta keadilan dalam penyelenggaraannya. Penyelenggaraan tata pamong dan
kepemimpinan ini didukung oleh sistem pengelolaan sumber daya yang ada dengan mengedepankan manajemen kualitas. Pelaksanaan dari sistem
pengelolaan ini dikawal oleh sistem penjaminan mutu yang berorientasi kepada continuous improvement dan
kepuasan pelanggan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan dan pemangku kepentingan. Penilaian yang terdapat di
dalam buku akreditasi BAN-PT (2008) ini memiliki kemiripan dengan prinsip TQM yang mengedepankan manajemen kualitas dan continuous improvement yang
berorientasi kepada kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2003).
Salah satu produk daripada layanan pendidikan adalah mahasiswa dan juga lulusan (Sallis, 2002). Standar akreditasi ketiga juga mengacu kepada
kualitas mutu mahasiswa dan lulusan. Standar ini melihat bagaimana sebuah prodi mengelola mahasiswa
dan lulusannya sebagai pelanggan dan pemangku jabatan internal yang harus mendapatkan pelayanan dengan baik. Pada standar ini akan dilihat bagaimana
sebuah prodi mendapatkan mahasiswa sebagai input yang berkualitas. Proses pendidikan melihat pada
proses pengembangan kemampuan mahasiswa secara holistik dan menyiapkannya sebagai sumber daya manusia yang bermutu di masa depan. Kemampuan
yang di fasilitasi dan di bina tidak hanya pada bidang akademik saja, namun bagaimana sebuah prodi memperlengkapi mahasiswa mereka dengan
kemampuan-kemampuan serta pengembangan bakat
10
dan minatnya. Lulusan sebagai sebuah keluaran dari proses pendidikan diharapkan menjadi lulusan yang professional dan siap menghadapi dunia kerja dengan
memiliki hard skill dan soft skill. Lulusan yang baik ini juga akan menjadi human capital bagi lembaga prodi
tersebut. Lebih lanjut Sallis menyatakan bahwa kesuksesan pelajar merupakan kesuksesan institusinya, untuk itu sebuah institusi pendidikan dapat
melakukan investor in people juga pada mahasiswanya. Standar ini merupakan standar yang akan
menilai kualitas mutu dari SDM yang ada di sebuah prodi yang akan melaksanakan visi, misi dan mencapai tujuan prodi tersebut. SDM pada sebuah prodi adalah
dosen dan tenaga kependidikan yang bertanggung jawab atas tercapainya mutu di prodi tersebut. Sallis
(2002) menyatakan bahwa SDM yang ada di dalam lembaga pendidikan juga merupakan pelanggan internal yang melaksanakan tercapainya tujuan dari
lembaga tersebut dan menentukan mutu nya. Hal ini senada dengan pedoman akreditasi BAN-PT (2002) yang
menyatakan bahwa SDM dalam prodi; yaitu dosen dan tenaga pendidik akan menentukan kualifikasi mutu dari sebuah prodi dan juga tercapainya tujuan prodi
tersebut dalam memuaskan pelanggannya. Lebih lanjut pengelolaan SDM yang berupa perekrutan dan juga pemberian penghargaan maupun promosi menjadi
salah satu elemen vital di dalam sistem organisasi yang ada (Jones & Walters, 2005).
Standar 5 dari sistem akreditasi di Indonesia berbicara mengenai kurikulum, pembelajaran dan suasana akademik. Pada standar ini akreditasi
menyentuh pada aras kualitas sistem pendidikan yang ada di sebuah prodi. Kurikulum yang ada merupakan
sebuah acuan dalam merencanakan, melaksanakan, memonitor dan juga mengevaluasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai visi, misi, sasaran dan
tujuan prodi yang ada (Gaspersz, 2011). Sedangkan pembelajaran yang ada merupakan proses tatap muka yang bertujuan membuat mahasiswa untuk berfikir
kritis, bereksplorasi akan materi belajar yang ada,
11
berkreasi, dan bereksperimen dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar.
Tjiptono (2003) menyatakan bahwa pembiayaan
merupakan salah satu unsur penunjang dalam pelaksanaan TQM di dalam sebuah lembaga. Di dalam lembaga pendidikan pun tidak terlepas dari adanya
peran pembiayaan yang menunjang pelaksanaan sistem pembelajaran serta tercapainya visi, misi, sasaran dan
tujuan dari lembaga tersebut. Permasalahan mengenai pembiayaan, pengelolaan sarpras beserta ICT terangkum dalam standar enam akreditasi BAN-PT.
Standar ini merupakan acuan keunggulan mutu sumber daya pendukung penyelenggaraan proses
akademik yang bermutu mencakup pengadaan dan pengelolaan dana, sarana dan prasarana, serta sistem informasi.
Standar terakhir pada akreditasi merupakan acuan penilaian pengembangan kualitas mutu prodi pada bidang penelitian, pelayanan pengabdian kepada
masyarakat, dan kerja sama. Penelitian dilakukan sebagai salah satu tugas prodi dalam melaksanakan
tridharma perguruan tinggi yang juga untuk mendukung proses pembelajaran, dan memberikan sumbangsih kepada pengembangan ilmu pengetahuan.
Pelayanan dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh prodi merupakan wujud nyata kontribusi kegiatan
pemanfaatan hasil penelitian dan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas bangsa (Gaspersz, 2011). Sisi akuntabilitas dari standar ini diwujudkan dalam
bentuk pemanfaatan penelitian, pengabdian masyarakat dan kerja sama yang efektif oleh prodi dan bertujuan untuk memberikan kepuasan pada
pelanggan terutama peserta didik (BAN-PT, 2002).
2.2 Akreditasi dengan TQM 2.2.1 Manajemen Mutu Terpadu Pada Lembaga
Pendidikan Tinggi
TQM diterapkan pada lembaga pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan
12
pelanggan dan mutu lembaga tersebut (Usman, 2010). TQM dalam dunia pendidikan disebut dengan Total Quality Education atau Total Quality School (Primiani &
Ariani, 2005). Selanjutnya dalam penelitiannya Primiani & Ariani (2005) menemukan bahwa, TQM di suatu
lembaga pendidikan tidaklah mahal dan memerlukan sistem yang baru melainkan diperlukan keterlibatan dan komitmen dari seluruh pihak demi perbaikan
proses secara berkesinambungan dan menyeluruh. Penemuan ini tentu menjadi berbanding terbalik
dengan hasil penemuan Khalid, dkk.(2011) yang menyatakan bahwa implementasi TQM bagi bisnis berskala kecil dan menengah memerlukan biaya.
Hasil penelitian implementasi TQM pada lembaga pendidikan sebagai tindakan untuk meningkatkan
mutu secara terpadu telah banyak dilakukan. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Darmadji (2008) pada implementasi TQM di MAN model yang ada di
Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi TQM membutuhkan waktu dan proses untuk melaksanakannya dan tidak bisa
dilaksanakan secara instan. Hambatan dari implementasi TQM dapat diatasi melalui komitmen
seluruh pihak. Penemuan ini semakin mendukung hasil penemuan Primiani & Ariani (2005) yang menyatakan bahwa komitmen dari semua pihak perlu
sebagai tujuan TQM. Namun demikian implementasi TQM di dalam
lembaga pendidikan juga masih belum diterapkan
secara maksimal. Hal ini ditunjukkan salah satunya dengan penelitian Syahid (2012) pada penerapan TQM
pada program studi MPI di UIN Alaudin. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Syahid didapat bahwa 70,19% responden menjawab implementasi TQM yang
ada di MPI hanya bersifat biasa-biasa saja. Hal ini disebabkan karena kegiatan keseharian program studi
seperti, mengajar, membimbing, memeriksa skripsi dapat membuat kegiatan yang berhubungan dengan implementasi TQM sangat jarang dilakukan. Sedangkan
Marizka, dkk. (2013) menemukan bahwa implementasi
13
TQM oleh SPMI (Sistem Penjamin Mutu Internal) di Universitas Brawijaya, Malang dilakukan agar universitas tersebut mendapat pengakuan akan
kualitasnya. Namun demikian Universitas Brawijaya melalui PJM (Pusat Jaminan Mutu) masih mengalami kesulitan dalam menghidupi SPMI. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun TQM ingin dipakai sebagai landasan pengakuan kualitas, pada
kenyataannya implementasinya masihlah belum dapat dijalankan dengan maksimal atau penuh. Pada hakekatnya implementasi TQM di dalam lembaga
pendidikan menuntut adanya komitmen total dari seluruh elemen lembaga pendidikan yang ada (Arcaro,
2005). 2.2.2 Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Ada berbagai definisi mengenai Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu.
Definisi pertama mengartikannya sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas,
teamwork, produktivitas dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Marizka dkk, 2013). Hal ini senada dengan
yang dikatakan oleh Khalid, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa TQM adalah sebuah manajemen
kualitas dimana fokus utamanya ada pada kepuasan atas kebutuhan pelanggan internal dan eksternal dengan menggunakan perencanaan strategis. Primiani
dan Ariani (2005) mengartikan TQM sebagai sebuah filosofi pada kualitas yang merupakan cita-cita oleh organisasi yang membutuhkan peran serta seluruh
pihak pada organisasi yang bahkan menuntut perubahan budaya organisasi. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian dari Carolina (2012) yang menyatakan bahwa budaya organisasi dapat memberikan pengaruh yang besar di dalam penerapan TQM dan komitmen
organisasi. TQM dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pada kualitas pelayanan suatu organisasi. Sebuah penelitian pada kualitas pelayanan PLN di wilayah
14
Sulutenggo oleh Lempoy (2013) memperoleh hasil bahwa TQM sangat berkaitan dengan efisiensi biaya dan efektifitas kualitas pelayanan. Berdasarkan pada
temuan dan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan TQM pada sebuah lembaga atau organisasi maka efektifitas dan efisiensi layanan
organisasi tersebut akan semakin baik. Studi kasus implementasi TQM telah dilakukan
pada beberapa organisasi perusahaan. Khalid dkk. (2011) menemukan bahwa TQM merupakan konsep manajemen yang dilakukan demi peningkatan kualitas,
namun implementasinya pada bisnis skala kecil dan menengah masih sulit. Ada dua faktor yang biasanya
menghambat pada implementasi TQM untuk bisnis berskala kecil dan menengah, yang pertama adalah uang dan yang kedua adalah sumber daya umum
seperti waktu, SDM, peralatan dan juga manajer ahli. Sementara pada organisasi besar seperti penelitian Ingelson, dkk. (2012) mengenai implementasi TQM
pada perusahaan Walt Disney ditemukan bahwa TQM akan lebih maksimal digunakan sejak awal proses
perekrutan anggota perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi TQM akan memberikan perbaikan dan peningkatan kualitas mutu
pada organisasi yang melaksanakannya. 2.2.3 Analisis Akar Permasalahan dengan Tool TQM
(Fishbone)
Diagram tulang ikan (fishbone) atau diagram sebab akibat merupakan salah satu alat pemecahan
masalah dalam pendekatan TQM. Dalam tujuh alat statistik utama yang diajukan W. Edwards Deming
dalam pemecahan masalah di dalam sebuah system manajemen alat ini adalah satu-satunya yang tidak didasarkan pada statistika (Tjiptono & Diana, 2003).
Alat yang dikembangkan oleh Ishikawa ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi
penyebab suatu persoalan yang terjadi. Lebih lanjut Arcaro (2005) menyatakan bahwa diagram ini dapat dipakai sebagai alat identifikasi komponen pada proses
15
yang berperan dalam munculnya masalah yang ada. Diagram ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah program yang ada sejak awal berorientasi
kepada kepuasan pelanggan serta sebagai bentuk perencanaan baru yang lebih efektif dan efisien. Hal ini senada dengan temuan Li & Lee (2011) yang
menyatakan bahwa diagram fishbone dapat melihat prioritas dan hubungan dari sebuah masalah yang ada
serta mengidentifikasi faktor penting yang dapat mensukseskan sebuah program.
Penggunaan diagram fishbone di dalam mengatasi berbagai permasalahan kompleks dan sulit yang ada dalam sistem manajemen di dunia pendidikan
dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Desai & Johnson (2013). Penelitian ini menggunakan
diagram fishbone dalam mengembangkan strategi change management (perubahan manajemen) untuk mencapai ketekunan pada siswa tahun pertama.
Diagram tulang ikan digunakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab atau faktor-faktor yang
mempengaruhi ketekunan siswa tahun pertama. Selanjutnya berdasarkan permasalahan yang ditemukan melalui diagram tersebut dikembangkanlah
sebuah strategi pengembangan berupa model matriks kewajiban dan rencana kerja (action plan). Hasil
penelitian ini sesuai dengan pernyataan Arcaro mengenai fungsi fishbone sebagai alat untuk
mengindikasi komponen dan juga bentuk perencanaan baru yang efektif dan efisien.
2.3 Strategi Peningkatan Status Akreditasi Berbasis TQM Upaya peningkatan mutu layanan di dunia pendidikan dengan menggunakan pendekatan
manajemen mutu terpadu telah dilakukan pada beberapa organisasi pendidikan. Fauziah (2008) dalam
penelitiannya mengenai implementasi TQM di SMA Al-Kautzar, menyatakan bahwa implementasi TQM dalam
16
dunia pendidikan yang baik dapat meningkatan kepuasan pelanggan dan juga loyalitasnya. Berdasarkan pada hal ini maka pendekatan TQM dalam
dunia pendidikan memiliki peran yang besar dalam menjamin tingkat kepuasan pelanggan pendidikan tersebut.
Berdasarkan pada hakikat akreditasi maka pendekatan TQM dapat digunakan sebagai strategi
peningkatan akreditasi. Sallis (2002) menyatakan bahwa TQM adalah sebuah pendekatan strategis yang praktis untuk menjalankan sebuah organisasi yang
berfokus pada kebutuhan pelanggan dan memiliki filosofi perbaikan mutu secara terus menerus.
Akreditasi perguruan tinggi sendiri menuntut adanya sebuah pengelolaan organisasi yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan, yaitu mahasiswa dan
juga stakeholder. Perbaikan secara terus menerus juga dituntut dalam akreditasi, hal ini dapat dilihat pada
pelaksanaan akreditasi setiap 5 tahun sekali yang menuntut adanya peningkatan kualitas. Filosofi TQM yang mengedepankan fokus pada kepuasan pelanggan
dan komitmen organisasi atas perbaikan mutu secara terus menerus dapat menjangkau semua persyaratan pada aspek akreditasi.
Dua tujuan utama diadakannya akreditasi, yaitu sebagai standar mutu perguruan tinggi dan sebagai
pendorong diadakannya perbaikan yang terus menerus pada perguruan tinggi memiliki kesamaan dengan dimensi pendekatan TQM yang berorientasi kepada
mutu dan perbaikan terus menerus. Tujuh standar akreditasi yang ada juga mengedepankan mengenai
standar pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Pendekatan TQM juga mengedepankan kepuasan pelanggan sebagai orientasi implementasinya.
Gasperz (2011) menyatakan bahwa penerapan TQM dalam dunia pendidikan di perguruan tinggi yang dijalankan secara konsisten dan terus menerus akan
dapat meningkatkan mutu perguruan tinggi tersebut. Standar penilaian akreditasi berdasarkan BAN-PT juga
merupakan penjabaran dari dimensi mutu yaitu
17
RAISE++, yang terdiri dari: relevansi (relevance), suasana akademik (academic atmosphere), pengelolaan
internal dan organisasi (internal management and organization), keberlanjutan (sustainability), efisiensi
(efficiency), termasuk efisiensi dan produktivitas. Dimensi tambahannya adalah kepemimpinan (leadership), pemerataan (equity), dan tata pamong
(good governance). Dimensi mutu tersebut memiliki kesamaan dengan dimensi mutu yang ada dalam
pendekatan TQM. Dengan demikian maka pendekatan TQM dapat menjadi strategi alternatif manajemen mutu yang dapat dipakai guna menaikkan status akreditasi
sebuah prodi. Kepuasan pelanggan merupakan faktor utama
yang ada dalam pendekatan TQM, perguruan tinggi harus dapat memenuhi kepuasan pelanggannya (Tjiptono, 2003). Sebuah prodi sebagai penyedia jasa
pendidikan dalam perguruan tinggi juga sewajarnya memberikan pelayanan yang berorientasi kepada
kepuasan pelanggan. Komitmen terhadap kualitas juga memiliki rentang waktu yang panjang serta bersifat terus menerus agar dapat memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Kesuksesan daripada implementasi TQM pada sebuah organisasi pendidikan juga tergantung pada sumber daya manusianya (SDM),
karena SDM inilah yang akan menentukan kualitas jasa pada prodi. Oleh sebab itu pengelolaan SDM dalam
sebuah organisasi pendidikan merupakan unsur yang vital (Indrajit, 2006). Dimensi-dimensi TQM tersebut memiliki kesamaan dengan filosofi akreditasi oleh BAN-
PT yang bertujuan untuk menjaga mutu kualitas layanan pada prodi secara berkesinambungan sehingga
pelanggan mendapatkan kepuasan dan pelayanan yang sama. Dimensi TQM dapat dikatakan memiliki kaitan yang erat dengan standard pada akreditasi BAN-PT
karena pada dasarnya tujuannya sama.
18