BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41281/3/jiptummpp-gdl-hanifiyahn-47043-3-bab2.pdf · aseton...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41281/3/jiptummpp-gdl-hanifiyahn-47043-3-bab2.pdf · aseton...
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres
2.1.1 Definisi stres
Stres merupakan suatu keadaan tuntutan lingkungan yang
melebihi kapasitas dari biasanya dan membutuhkan respon yang lebih
sehingga dapat mempengaruhi fisik dan psikologis pada seseorang
(Bamuhair, 2015). Stres merupakan suatu respon tubuh yang tidak
spesifik, dari keadaan yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan (Kaplan dan Sadock, 2015)
2.1.2 Sumber stres
Stres merupakan kondisi yang didapatkan oleh berbagai sumber
yang disebut stresor (Priyoto, 2014). Stresor yang dapat menimbulkan
stres, yaitu: frustasi, konflik, tekanan atau krisis (Maramis, 2009).
2.1.2.1 Frustasi
Frustasi dibagi menjadi dua yaitu frustasi yang timbul
karena stresor dari luar dan yang timbul dari dalam. Frustasi
yang timbul akibat stresor dari luar seperti: kecelakan,
kematian orang tersayang, peperangan dan penyakit yang
dapat menimbulkan frustasi. Frustasi yang timbul akibat
stresor dari dalam seperti: kecacatan badaniah atau kegagalan
yang berhubungan dengan harga diri (Maramis, 2009).
5
2.1.2.2 Konflik
Konflik dapat terjadi ketika seseorang tidak dapat
menentukan pilihan antara dua atau lebih suatu kebutuhan
atau tujuan. Konflik juga dapat terjadi ketidak harusan
memilih diantara hal yang semua tidak sukainya (Maramis,
2009).
2.1.2.3 Tekanan
Tekanan seperti halnya dengan frustasi dapat berupa
dari dalam dan luar. Tekanan dari dalam seperti cita-cita atau
norma yang kita gantungkan terlalu tinggi dan kita
mengejarnya terlalu keras, sehingga kita terus menerus
dibawah tekanan. Tekanan dari luar seperti orang tua yang
meminta anaknya untuk prestasi sekolah yang tinggi
(Maramis, 2009).
2.1.2.4 Krisis
Krisis merupakan keadaan yang baru secara mendadak
dan besar yang akan menimbulkan stres, seperti penyakit
yang membutuhkan operasi dan masuk sekolah untuk
pertama kalinya (Maramis, 2009).
2.1.3 Gejala stres
2.1.3.1 Gejala psikologis
Gejala psikilogis yang sering terjadi adalah mudah
tersinggung, ingatan melemah, konsentrasi kurang, tugas
susah dilaksanakan, daya mengingat melemah, reaksi
6
berlebihan terhadap hal sepele, tidak mampu santai pada saat
yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain,
dan emosi yang tidak dapat dikendalikan (Priyoto, 2014).
2.1.3.2 Gejala fisik
Gejala fisik yang sering terjadi pada saat terkena stres
adalah nyeri dada, diare selama beberapa hari, lelah, sakit
kepala, susah untuk tidur (Priyoto, 2014).
2.1.4 Tingkat stress
2.1.4.1 Stres ringan
Stres ringan di score kan dengan nilai 15-18 jika diukur
dengan kuisioner Depression Anxiety and Stress Scale
(DASS) (Lovibond, 1995)
2.1.4.2 Stres sedang
Stres sedang di score kan dengan nilai 19-25 jika
diukur dengan kuisioner Depression Anxiety and Stress Scale
(DASS) (Lovibond, 1995)
2.1.4.3 Stres berat
Stres berat di score kan dengan nilai lebih dari 26 jika
diukur dengan kuisioner Depression Anxiety and Stress Scale
(DASS) (Lovibond, 1995)
2.1.5 Respon terhadap stres
2.1.5.1 Neurotransmiter
Stresor mengaktifkan locus ceruleus di otak dan
menyebabkan keluarnya katekolamin dari sistem saraf
7
otonom. Sistem serotonorgik juga mengalami peningkatan
serotonin ketika mengalami stres. Glukokortikoid yang
diperantarai oleh 5-HT2 akan menyebabkan fungsi
serotonergik meningkat pada depresi dan penyakit tertentu.
Stres akan meningkatkan neurotransmiter dopaminergik pada
jaras mesoprefrontal. Corticotropin Realising Factor (CRF),
glutamat dan gama–aminobutiric acid (GABA) mempunyai
peranan penting untuk mengatur respon stres pada otak
(Kaplan dan Sadock, 2015).
2.1.5.2 Endokrin
Hipothalamus mensekresikan CRF ke hipofisial-
hipofisis-portal. Corticotropin Realising Factor (CRF) di
hipofisis anterior akan melepaskan adenokortikotropin
(ACTH). ACTH di korteks adrenal akan melepaskan
glukokortikoid. Glukokortikoid akan menyebabkan sistem
flight or fight dalam tubuh dan akan menghambat fungsi
pertumbuhan, reproduksi dan imunitas. Hipotalamus-hipofis-
adrenal merupakan pengendali umpan negatif terhadap
kortisol dan ACTH (Kaplan dan Sadock, 2015).
2.1.5.3 Imun
CRF di locus ceruleus akan mengaktifkan sistem saraf
simpatis baik sentral maupun perifer serta meningkatkan
epinefrin dari medula adrenal dan stresor juga dapat
8
melepaskan sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) dan IL-6
(Kaplan dan Sadock, 2015).
2.1.6 Stres pada mahasiswa fakultas kedokteran
Mahasiswa Fakultas kedokteran menghadapi berbagai jenis stres
dalam kehidupan mereka dan pada saat belajar menjadi mahasiswa
kedokteran (Shah, 2010). Penelitian sebelumnya juga menemukan
pada mahasiswa kedokteran mempunyai tingkat stres yang tinggi.
Penelitian di Amerika Utara memaparkan hasil penelitian 38%
mengalami stres, penelitian ini diikuti oleh 100 peserta mahasiswa
kedokteran, di Inggris sebanyak 31,2% mengalami stres penelitian ini
diikuti oleh 165 peserta, di Pakistan, dengan 161 peserta, prevalensi
stres sebanyak 30,84% (Shah, 2010) sedangkan di Asia sebesar 39,6-
61,3% (Habeeb, 2010). Penelitian di Bangladesh menyebutkan dari
990 peserta mahasiswa kedokteran 54% mengalami stres (Eva et al.,
2015). Prevalensi keseluruhan stres pada 3 universitas di Inggris
adalah 31,2% di 3 universitas di Inggris, sedangkan mahasiswa
kedokteran Malaysia 41,9% dan 61,4% di Thailand (Bamuhair, 2015).
Di Malaysia, dengan 396 peserta, prevalensi stres mahasiswa fakultas
kedokteran adalah 41,9% (Sherina, 2004), sedangkan di Indonesia
menunjukkan dari 422 partisipan mahasiswa fakultas kedokteran 15
orang (3,5%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami
stres sedang, 42 orang (10%) mengalami stres berat (Suganda, 2014).
Salah satu stresor yang dapat menimbulkan stres atau gangguan
kejiwaan adalah stresor psikososial. Stresor psikososial merupakan
9
keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam
kehidupan seseorang sehingga orang tersebut harus melakukan
adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Contoh dari
stres psikosial antara lain, yaitu: masalah dengan keluarga, masalah
hubungan intrapersonal seperti masalah dengan teman atau lawan
jenis, masalah pekerjaan, masalah hukum atau adanya keterlibatan
dengan hukum, masalah keuangan yang merupakan merupakan faktor
yang seringkali sangat berpengaruh kepada seseorang menderita stres
dan mempunyai penyakit fisik yang dapat menyebabkan stres seperti
penyakit jantung, HIV/AIDS, kecelakaan, operasi / pembedahan,
aborsi, dan lain sebagainya (Hawari, 2011). Mahasiswa perempuan
lebih stres daripada laki-laki tapi mereka menggunakan strategi lebih
mengatasi juga (Banuhair, 2015). Perempuan berbeda dengan laki-
laki mereka cenderung menggunakan strategi penanggulangan
emosional dan avoidant lebih dari laki-laki lakukan. Studi dari Inggris
telah melaporkan mahasiswa kedokteran penggunaan tembakau
sebagai strategi koping untuk mengatasi stres (Al Dubai, 2011). Stres
pada mahasiswa fakultas kedokteran dapat menyebabkan masalah
pada kesehatan dan penurunan kepuasan hidup (Holm et al., 2010).
Penurunan kesehatan siswa dapat mempengaruhi kemampuan
belajar dan prestasi akademis serta pencapaian tujuan. Selain itu, stres
juga mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar universitas,
sehingga berdampak pada kesehatan mental. Stres pada mahasiswa
kedokteran dapat menyebabkan tekanan fisik, psikologis dan juga
10
akademis seseorang yang akan merusak pada empati, perilaku etis,
dan profesionalisme, mudah lelah, putus sekolah dan juga
menyebabkan penyalahgunaan zat kimia yang dapat merusak tubuh
hingga bunuh diri (Schoeman, 2015).
Stres mahasiswa kedokteran meliputi stres akademik dan non-
akademik. Stres akademik meliputi tugas yang berlebihan, kurangnya
keterampilan mengatur waktu, ujian yang banyak, tekanan untuk
mendapatkan nilai yang baik. Stres non-akademik meliputi isu-isu
sosial dan masalah keuangan. Di Pakistan, stres yang paling umum di
antara mahasiswa kedokteran yang harapan yang tinggi orangtua
untuk masa depan dan juga untuk mendapatkan nilai yang baik,
luasnya kurikulum akademik atau sulit pembelajaran, kesulitan tidur
dan ujian yang banyak (Al Dubai, 2011). Stres akademik pada
mahasiswa kedokteran menjadikan topik yang menarik dikarenakan
mahasiswa kedokteran menghadapi tantangan akademis yang unik
yang membuat mereka lebih rentan terhadap stres dan kecemasan dari
mahasiswa fakultas lain. Mahasiswa baru, sangat rentan terhadap stres
karena sifat adaptasi dari kehidupan kampus, kehidupan kampus
memaksa untuk memperoleh adaptasi keterampilan sosial yang baru
dan untuk menimbulkan sifat tanggung jawab. Tekanan akademik
dikombinasikan dengan faktor emosional berlaku pada tahun pertama,
sementara alasan tekanan akademik yang berkaitan dengan perawatan
pasien dan faktor fisik yang lebih penting pada tahun-tahun berikutnya
(Bamuhair, 2015).
11
2.1.7 Koping pada mahasiswa
Koping merupakan strategi untuk mengatasi stress. Mekanisme
koping menggunakan perilaku, faktor eksternal fisik, emosional,
spiritual dan strategi kognitif. Koping stres terbagi menjadi dua
koping positif dan koping negatif. Koping positif merupakan strategi
mengurangi stres yang bermanfaat dalam jangka panjang, seperti
olahraga mengurangi stres, memotivasi dan memberikan arah dan
meningkatkan kemampuan dalam belajar, rekreasi, mendapatkan
dukungan dari teman dan keluarga. Koping negatif merupakan strategi
mengurangi stres dalam jangka pendek (misalnya. Gunakan alkohol
atau obat-obatan, atau penarikan dari interaksi sosial) (Pariat et al.,
2014) Menurut penelitian Tobacco Etiology Research Network
mahasiswa merokok untuk melepaskan pikiran yang menjanggalnya
dan meyakini bahwa rokok dapat mengatasi stresornya (Tummers,
2013).
2.2 Merokok
2.2.1 Definisi merokok
Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau melalui pipa
atau cerutu yang kemudian dihirup asapnya. Asap tembakau
mempunyai campuran lebih dari 4000 bahan kimia yang memiliki
efek merugikan pada manusia. Selain itu, mempunyai kebiasaan
merokok merupakan awal dari penyalahgunaan dari narkoba (Aldo et
al., 2010).
12
2.2.2 Kategori merokok
2.2.2.1 Perokok aktif
Seseorang yang merokok minimal satu batang dalam
sehari (Boneta, 1999). Seseorang yang menghirup langsung
asap rokok dan dapat membahayakan kesehatan dirinya
sendiri dan lingkungan sekitar (Bustan, 2000).
2.2.2.2 Perokok pasif
Seseorang yang menghirup asap rokok tetapi tidak
merokok (Bustan, 2000). Seseorang yang tidak aktif dalam
merokok tetapi terpapar atau terhirup oleh asap pembakaran
tembakau dari rokok oleh lingkungan sekitarnya (Ueno et al.,
2015).
2.2.3 Tipe merokok
Tipe merokok dibagi menjadi empat, yaitu (Alamsyah, 2009) :
2.2.3.1 Kebiasaan positif
Perilaku merokok yang disebabkan keinginan untuk
menambahkan rasa yang positif
a. Perilaku merokok untuk meningkatkan kenikmatan
yang sudah didapatkan dari sebelumnya, misalnya
merokok setelah minum kopi atau makan (Alamsyah,
2009).
b. Perilaku merokok yang untuk menyenangkan perasaan
(Alamsyah, 2009).
13
2.2.3.2 Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif
Merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam
diri seseorang. Merokok yang dilakukan ketika sedang
marah, stres, cemas, gelisah dan seseorang tersebut
menganggap rokok sebagai penyelamat (Alamsyah, 2009).
2.2.3.3 Perilaku merokok yang adiktif
Kegiatan merokok yang dikarenakan keinginan yang
tidak tertahankan untuk merokok. Perokok ini akan
menambahkan dosis rokok yang dikonsumsi. Perokok ini
akan khawatir jika rokok tidak tersedia pada saat ingin
merokok (Alamsyah, 2009).
2.2.3.4 Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Kegiatan merokok yang sama sekali bukan karena
untuk mengendalikan perasaan orang tersebut, tetapi karena
sudah menjadi kebiasaan (Alamsyah, 2009).
2.2.4 Frekuensi merokok
Tingkatan perokok menjadi 3 bagian, yaitu :
2.2.4.1 Perokok ringan
Perokok aktif yang menghisap rokok mulai dari 1
batang hingga 5 batang dalam satu hari (Gigliotti, 2001).
2.2.4.2 Perokok sedang
Perokok aktif yang menghisap rokok mulai dari 6
batang hingga 10 batang dalam satu hari (Gigliotti, 2001).
14
2.2.4.3 Perokok berat
Perokok aktif yang menghisap rokok dari lebih dari 11
batang sehari (Gigliotti, 2001).
2.2.5 Kandungan rokok
Rokok mengandung sekitar 5.000 bahan kimia, bahan kimia
tersebut mengandung zat karsinogenik dan beracun, zat tersebut dapat
menyebabkan kematian. Penyakit yang paling sering disebabkan oleh
rokok yang menyebabkan kematian merupakan penyakit jantung,
penyakit paru obstruktif kronik, dan berbagai jenis kanker, seperti
kanker paru-paru dan masih banyak yang lainnya (Talhout et al.,
2011). Bahan kimia pada rokok seperti karbon monoksida, hidrogen
sianida, nitrogen oksida, hidrokarbon aromatik polisiklik, amonia,
asetaldehida, formaldehida, benzena, fenol, argon, pyridines dan
aseton mengandung zat karsinogenik pada manusia yang
membahayakan tubuh manusia (Slaughter et al., 2011).
Bahan kimia pada rokok yang dapat menyebabkan kanker
seperti, formaldehida yang dapat digunakan untuk pengawet pada
mayat, benzene yang dapat ditemukan di bensin, dan Polonium 210
yang bersifat radioaktif dan sangat beracun. Bahan kimia yang
terkandung pada rokok juga mengandung logam beracun seperti
chromium yang digunakan untuk membuat baja, arsenik yang
digunakan dalam pestisida, timah hitam yang digunakan dalam cat,
dan kadmium yang digunakan dalam pembuatan baterai. Zat yang
terkandung dalam rokok juga mengandung gas beracun seperto karbon
15
monoksida yang dapat ditemukan di knalpot mobil, hydrogen sianida
digunakan dalam senjata kimia, amonia yang digunakan untuk
pembersih rumah tangga, butana yang digunakan dalam cairan ringan.
Toluena yang dapat digunakan untuk pengencer cat (Benjamin,
2010).
Gambar 2.1 Kandungan pada rokok yaitu : nikotin, amonia, methanol, carbon monoxida, arsenik, methan, asam asetik, butana, kadmium, asam stearik,haksamin dan toluen (Surodjo dan Langi, 2013)
Nikotin merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna,
bisa menghambat rasa lapar, menimbulkan kecanduan, mempengaruhi
sistem saraf dan memepercepat detak jantung melebihi detak normal
sehingga memperbesar risiko penyakit jantung (Surodjo dan Langi,
2013). Metil Klorida merupakan campuran zat kimia bervalensi satu
dengan unsur utama hidrogen dan karbon. Zat ini sangat berbahaya
dan uapnya bersifat sama dengan pembius (Surodjo dan Langi, 2013).
Metanol merupakan cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar.
Jika diminum dan dihisap dapat menyebabkan kebutaan hingga
kematian (Surodjo dan Langi, 2013). Tar merupakan kotoran pekat
berwarna coklat tua atau kehitaman yang merupakan efek dari getah
16
tembakau atau distilasi kayu. Tar mempunyai banyak dampak buruk
untuk tubuh, tar dapat mengiritasi paru-paru dan menyumbat
pernapasan, bisa menyebabkan penyakit bronkitis kronis, emfisema
dan kanker paru-paru. Racun kimia dalam tar dapat meresap ke dalam
darah yang kemudian dikeluarkan oleh urine. Tar yang tersisa dalam
kandung kemih akan menyebabkan kanker kandung kemih (Surodjo
dan Langi, 2013).
2.2.6 Faktor yang menyebabkan merokok
Penelitian sebelumnya mengatakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan merokok. Lingkungan sosial dan tiga jenis faktor
psikologis yang merupakan interpersonal, sikap, dan intrapersonal
dapat menyebabkan merokok (Bricker, 2010).
2.2.6.1 Lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi
berperilaku merokok merupakan orang tua yang merokok dan
teman-teman dekat yang merokok. Keduanya merupakan
alasan yang kuat dalam merokok pada remaja (Otten et al.,
2013). Pada tahun 1993 Rutter melaporkan bahwa keluarga
dan sekolah adalah konteks sosial yang paling penting yang
mempengaruhi perilaku berisiko merokok pada remaja
(Faucher, 2003). Lingkungan pekerjaan merupakan faktor
yang dapat menyebabkan perilaku merokok seperti bekerja di
caffe, restaurant, dan bar (Bricker, 2010).
17
2.2.6.2 Faktor psikologis
Faktor psikologis tebagi menjadi tiga yaitu
interpersonal, sikap, dan intrapersonal. Faktor interpersonal
yang dimaksud adalah ketidakpatuhan kepada orang tua dan
keinginan yang kuat untuk mematuhi teman. Sikap yang
dapat menyebabkan berperilaku merokok adalah motivasi
yang rendah untuk berprestasi dan adanya perilaku yang tidak
sesuai atau pemberontakan. Intrapersonal dapat menyebabkan
berprilaku merokok seperti mencari sensasi dan keinginan
berprilaku yang berisiko (Otten et al., 2013).
2.2.7 Merokok dan risiko kesehatan
Lebih dari 16 juta orang telah memiliki setidaknya satu penyakit
akibat merokok. Lebih dari 20 juta orang Amerika meninggal karena
merokok sejak tahun 1964, termasuk sekitar 2,5 juta kematian akibat
paparan asap rokok. Sebanyak 8,6 juta orang hidup dengan penyakit
serius yang disebabkan oleh merokok. Rata-rata, perokok meninggal
13 sampai 14 tahun lebih awal dibanding bukan perokok (U.S
Department of Health & Human Services, 2016). Perokok aktif
memiliki risiko empat kali lipat terkena stroke dibandingkan dengan
orang yang melaporkan mereka tidak pernah merokok (Bonita, 1999).
Penelitian di Jepang telah membuktikan bahwa merokok dapat
menyebabkan kerusakan gigi dan mulut pada pria (Ueno et al., 2015).
Merokok menyebabkan banyak jenis kanker, seperti kanker
tenggorokan, mulut, rongga hidung, kerongkongan, lambung,
18
pankreas, ginjal, kandung kemih, dan leher rahim, serta AML/ Acute
Myeloid Leukemia (U.S Department of Health & Human Services,
2016).
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung
(National Heart, Blood and Lung Institute, 2015). Merokok dapat
menyebabkan COPD, emfisema dan kronis bronchitis. Merokok
menyababkan penyebab diabetes mellitus tipe 2 dan dapat membuat
lebih sulit untuk mengontrol. Risiko terkena diabetes adalah 30-40%
lebih tinggi dibanding yang tidak merokok (Center for Disease
Control and Prevention, 2015). Merokok juga menyebabkan beberapa
penyakit autoimun, termasuk penyakit Crohn Disease dan Rheumatoid
Arthritis (U.S Department of Health & Human Services, 2016).
2.2.8 Merokok dan stres
Gambar 2.2 Nikotin Addiksi dan Withdrawl pada manusia, tahap pertama merupakan tahap tidak ada nikotin di aliran darah, tahap kedua kandungan rokok akan membuka sinyal reseptor nikotin di tenggorokan, tahap ketiga ketika rokok sudah habis reseptor nikotin tidak sensitif dan tidak berespon sehingga membutuhkan lebih banyak nikotin, tahap keempat merokok jangka panjang menyebabkan peningkatan keinginan (Raffx, 2016)
19
Hubungan rokok dengan stres karena rokok mengandung
nikotin. Pada otak manusia, terdiri dari miliaran neuron. Neuron
melakukan komunikasi dengan cara melepaskan neurotransmitter.
Nikotin memiliki bentuk molekul seperti asetilkolon. Nikotin
mencapai otak dengan melalui darah dan menembus blood-brain-
barier, setelah nikotin sampai di otak akan menempel pada reseptor
asetilkolin yang akan mengaktifkan rasa kepuasan, nyaman dan
sebagai stimulan (Raffx, 2016).
Nikotin dihisap melalui paru melewati arteri karotis interna
lalu ke otak dan akan berefek pada otak 10-15 detik, nikotin akan
melepaskan dopamin, GABA, serotonin, beta-endorfin yang berfungsi
memberikan sensasi rasa senang, bahagia, meningkatkan mood dan
mengurangi rasa cemas dan tegang. Nikotin akan menimbulkan
kecanduan yang disebabkan oleh reseptor kolinergik di otak, di area
Tegmental Ventral Ikatan antara nikotin dengan reseptor nikotinik
menyebabkan pelepasan dopamin di Nukleus Akumbens, yang akan
menyebabkan rasa nyaman dan menyebabkan ketergantungan, hal ini
akan menyebabkan peningkatan frekuensi merokok pada perokok
aktif. Menggunakan nikotin, secara akut maupun kronik, akan
menimbulkan toleransi pada tubuh kita. Pada toleransi akut terjadi
akibat desensitisasi reseptor. Ketika nikotin berikatan dengan reseptor
nikotinik, akan terjadi perubahan alosterik dan reseptor menjadi tidak
sensitif terhadap nikotin untuk beberapa waktu. Pada penggunaan
kronik akan meningkatkan jumlah reseptor nikotinik hingga 50% yang
20
kemungkin merupakan akibat dari desensitisasi reseptor. Pada
keadaan tersebut jika nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamin
dan neurotransmiter lainnya akan menurun di bawah kadar normal,
sehingga akan menimbulkan efek putus zat atau yang disebut dengan
Nicotine Withdrawl, keadaan ini akan menyebabkan stres (Gayatri,
2012)