BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella,...

26
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare didefinisikan sebagai keadaan kehilangan cairan dikarenakan buang air besar dalam bentuk cair paling sedikit tiga kali dalam sehari atau dengan frekuensi melebihi normal pada seorang individu (WHO, 2009). Diare dapat juga diartikan sebagai volume buang air besar yang sangat banyak dengan konsistensi cair dalam sehari yaitu >10 mL feses/kg berat badan/hari (Bishop, 2014). 2.1.2. Etiologi Diare merupakan gejala umum dari infeksi pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh berbagai macam patogen diantaranya yaitu bakteri, virus dan parasit. Sebagian besar diare disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh sendiri, sedangkan diare yang disebabkan oleh bakteri cenderung pada penyakit yang lebih berat dan biasanya ditemukan pada daerah dengan sanitasi yang buruk (WHO, 2009; Bishop, 2014). Selain disebabkan oleh mikroorganisme dan parasit, diare juga dapat disebabkan oleh malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi serta sebab-sebab lainnya. Penyebab diare yang sering ditemukan di lapangan maupun di klinis adalah diare yang disebabkan karena infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011). Virus merupakan penyebab utama diare pada anak yaitu sekitar 60-70% kasus diare pada anak. Virus yang dapat menyebabkan diare antara lain Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Calicivirus (termasuk noronovirus), Astrovirus, dan Adenovirus enterik (tipe 40 dan 41), Small bowel

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella,...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare

2.1.1. Definisi Diare

Diare didefinisikan sebagai keadaan kehilangan cairan dikarenakan buang

air besar dalam bentuk cair paling sedikit tiga kali dalam sehari atau dengan

frekuensi melebihi normal pada seorang individu (WHO, 2009). Diare dapat juga

diartikan sebagai volume buang air besar yang sangat banyak dengan konsistensi

cair dalam sehari yaitu >10 mL feses/kg berat badan/hari (Bishop, 2014).

2.1.2. Etiologi

Diare merupakan gejala umum dari infeksi pada saluran pencernaan yang

disebabkan oleh berbagai macam patogen diantaranya yaitu bakteri, virus dan

parasit. Sebagian besar diare disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh

sendiri, sedangkan diare yang disebabkan oleh bakteri cenderung pada penyakit

yang lebih berat dan biasanya ditemukan pada daerah dengan sanitasi yang buruk

(WHO, 2009; Bishop, 2014). Selain disebabkan oleh mikroorganisme dan parasit,

diare juga dapat disebabkan oleh malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi

serta sebab-sebab lainnya. Penyebab diare yang sering ditemukan di lapangan

maupun di klinis adalah diare yang disebabkan karena infeksi dan keracunan

(Depkes RI, 2011).

Virus merupakan penyebab utama diare pada anak yaitu sekitar 60-70%

kasus diare pada anak. Virus yang dapat menyebabkan diare antara lain Rotavirus

serotype 1, 2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Calicivirus (termasuk

noronovirus), Astrovirus, dan Adenovirus enterik (tipe 40 dan 41), Small bowel

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

6

structured virus, Cytomegalovirus. Rotavirus adalah virus utama penyebab dan

tersering pada diare, dengan presentase 40% dari semua pasien balita yang diare

di seluruh dunia (Amin, 2015; Bishop, 2014; WHO, 2009).

Bakteri merupakan patogen utama setelah virus yang dapat menyebabkan

diare yaitu sekitar 10-20% kejadian diare pada anak. Bakteri-bakteri tersebut

adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio

cholerae. Bakteri penyebab diare yang utama adalah Vibrio cholerae (Amin,

2015; Bishop, 2014; Eppy, 2009; WHO, 2009).

Sedangkan parasit merupakan penyebab diare paling sedikit pada anak

yaitu <10% kejadian diare pada anak. Parasit penyebab diare adalah dari golongan

Protozoa, yaitu Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,

Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis sedangkan dari

golongan cacing yaitu, Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria

philippinensis, Trichuris trichuria. Parasit tersering penyebab diare pada anak

adalah Cryptosporidium (Amin, 2015; Bishop, 2014; WHO, 2009).

Menurut Abdoerrachman dkk (2007), etiologi diare dapat dibagi menjadi

beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral : infeksi pada saluran pencernaan anak yang merupakan

penyebab utama terjadinya diare pada anak. Infeksi enteral ini yaitu :

1) Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinea, Aeromonas dan sebagainya.

2) Infeksi virus : Enteroovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan sebagainya.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

7

3) Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,

Trichomonas hominis),

4) Infeksi jamur (Candida albicans)

b. Infeksi parenteral : infeksi pada bagian tubuh selain saluran pencernaan,

seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

ensefalitis dan sebagainya. Infeksi ini terutama terjadi pada bayi dan anak

dengan usia dibawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat : dikarenakan intoleransi beberapa karbohidrat

seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Diare pada anak yang terjadi

karena faktor malabsorbsi tersering dikarenakan oleh intoleransi laktosa.

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan

Diantaranya dikarenakan beberapa makanan seperti makanan basi, makanan

beracun, serta alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis

Dikarenakan rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare pada anak.

Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya sering terjadi pada anak yang

lebih besar.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

8

2.1.3. Cara Penularan

Diare ditularkan atau disebarkan melalui kontak langsung dari orang ke

orang, melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, serta dari

binatang ke manusia (Depkes, 2011). Sebagian besar patogen yang menyebabkan

diare memiliki mode transmisi yang sama yaitu dari kotoran seseorang ke mulut

orang lain yang disebut dengan transmisi faecal-oral (WHO, 2009).

2.1.4. Jenis Diare

Menurut Depkes (2011), berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi dua

yaitu : diare akut dan diare kronis atau persisten.

1. Diare akut adalah diare lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair

yang berlangsung kurang dari 1 minggu (Damayanti dkk, 2009). Menurut

WHO (2009), diare akut dibagi menjadi :

a) Diare cair akut yaitu termasuk cholera serta berhubungan dengan

kehilangan cairan tubuh secara signifikan dan dehidrasi yang berlangsung

secara cepat pada individu yang terinfeksi. Umumnya, patogen yang

menyebabkan diare ini adalah V. cholerae atau E. coli dan juga Rotavirus.

b) Diare berdarah atau disentri biasanya ditandai dengan adanya darah pada

feses yang berhubungan dengan kerusakan usus dan hilangnya nutrisi pada

individu yang terinfeksi. Penyebab utama dari disentri adalah Shigella.

2. Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama >14 hari, tidak

berhubungan dengan infeksi namun biasanya berhubungan dengan sindrom

malabsorpsi (Hegar, Badriul dkk, 2012). Diare kronis memiliki banyak sekali

kemungkinan penyebab serta lebih sulit untuk mendiagnosis kondisinya berat

atau ringan (Bishop, 2014).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

9

3. Diare persisten adalah diare dengan penyebab infeksi dan berawal sebagai

diare akut tetapi berakhir lebih dari 14 hari, serta dapat menyebabkan

malnutrisi dan beresiko tinggi menyebabkan kematian (Juffrie dkk, 2011).

2.1.5. Patogenesis

Menurut Abdoerrachman dkk (2007), mekanisme dasar yang dapat

menyebabkan diare adalah :

1. Gangguan osmotik

Akibat dari adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi dari rongga usus

yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga

terjadilah diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat dari adanya rangsangan tertentu (misal oleh karena toksin) pada

dinding usus akan menimbulkan terjadinya peningkatan sekresi air dan

elektrolit ke dalam rongga usus yang kemudian menyebabkan timbulnya

diare karena terdapat peningkatan isi dari rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Gangguan motilitas usus yang salah satunya adalah meningkatnya

gerak peristaltik usus atau hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga terjadilah diare.

Sebaliknya bila gerak peristaltik usus menurun akan menyebabkan bakteri

tumbuh berlebih sehingga dapat menimbulkan diare juga.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

10

Sedangkan patogenis diare berdasarkan dari jenisnya dibagi menjadi dua,

yaitu patogenesis diare akut dan patogenesis pada diare kronis. Patogenesis diare

adalah sebagai berikut :

a. Patogenesis diare akut

Adanya patogen masih hidup yang masuk ke dalam usus halus setelah

berhasil melewati rintangan dari asam lambung. Patogen tersebut kemudian

berkembang biak (bermultiplikasi) di dalam usus halus. Patogen tersebut

selanjutnya mengeluarkan toksin (toksin diaregenik), toksin-toksin tersebut

mengakibatkan terjadinya hipersekresi sehingga dapat menimbulkan

terjadinya diare.

b. Patogenesis diare kronis

Lebih kompleks dari diare akut dan faktor-faktor yang dapat

menimbulkan terjadinya diare kronis adalah infeksi bakteri, parasit,

malabsorbsi, malnutrisi dan sebagainya.

2.1.6. Patofisiologi Diare

Menurut Eppy (2009), diare menggambarkan peningkatan kandungan air

dalam feses akibat dari gangguan absorbsi serta sekresi aktif air dari usus. Secara

patofisiologinya, diare akut dapat dibagi menjadi diare karena inflamasi dan diare

karena non inflamasi, seperti pada tabel di bawah ini.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

11

Tabel 2.1 Patofisiologi dan Tipe Diare Akut

Inflamasi Non inflamasi

Mekanisme Invasi mukosa atau cytotoxin

mediated inflamatory response

Enterotoksin atau

berkurangnya kapasitas

absorpsi usus kecil

Lokasi Kolon, usus kecil bagian distal Usus kecil bagian proksimal

Diagnosis Terdapat leukosit feses, kadar

laktoferin feses tinggi

Tidak ada leukosit feses, kadar

laktoferin feses rendah

Penyebab

Bakteri

Campylobacter

Shigella species

Clostridium difficile

Yersinia

Vibrio parahaemolyticus

Enteroinvasive E. coli

Plesiomonas shigelloides

Salmonella

Escherichia coli

Clostridium perfringens

Staphylococcus aureus

Aeromonas hydrophilia

Bacillus cereus

Vibrio cholera

Virus Cytomegalovirus

Adenovirus

Herpes simplex virus

Rotavirus

Norwalk

Parasit Entamoeba histolytica Cryptosporidium

Microsporidium

Isospora

Cyclospora

Giardia lamblia

(Eppy, 2009)

Menurut Abdoerrachman dkk (2007), akibat dari diare akut maupun kronis

akan menyebabkan terjadinya :

a) Kehilangan air dan elektrolit atau disebut dengan dehidrasi yang

mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa seperti asidosis

metabolik, hipokalemia dan sebagainya

b) Gangguan gizi dikarenakan akibat dari kelaparan (intake makanan berkurang,

sedangkan outake bertambah)

c) Hipoglikemia

d) Gangguan sirkulasi darah

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

12

2.1.7. Gejala Klinis Diare

Menurut Bishop (2014), diare dapat timbul bersamaan dengan gejala

sistemik seperti demam, letargi, dan nyeri pada abdomen. Diare karena virus

memiliki ciri berupa diare cair (watery stool) tanpa disertai darah dan lendir.

Namun, dapat disertai dengan gejala muntah dan dehidrasi yang tampak dengan

jelas. Bila terdapat demam yang menyertai, biasanya demam ringan.

Menurut Abdoerrachman dkk (2007), gejala yang muncul menjelang diare

adalah pada awalnya bayi dan anak akan cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

meningkat, nafsu makan menurun bahkan tidak ada kemudian timbul diare. Diare

berupa tinja cair yang kemungkinan disertai lendir dan atau darah. Warna feses

semakin lama berubah menjadi kehijauan karena tercampur dengan empedu. Anus

dan daerah sekitarnya menjadi lecet karena seringnya buang air besar. Feses

makin lama makin asam karena makin banyaknya asam laktat yang berasal dari

laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

Sedangkan, gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah serta dapat

disebabkan oleh lambung yang meradang atau karena gangguan keseimbangan

asam-basa dan elektrolit. Pada anak yang telah kehilangan banyak cairan dan

elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Gejala yang tampak adalah berat

badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,

mukosa bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan

yang hilang dapat dibedakan menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat.

Sedangkan berdasarkan tonisitas pada plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi

hipotonik, isotonik dan hipertonik.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

13

Menurut Agtini (2011), derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :

1. Diare tanpa dehidrasi merupakan diare yang disertai dengan dua tanda di

bawah ini atau lebih.

a) Keadaan umum : baik

b) Mata : normal

c) Rasa haus : normal, minum biasa

d) Turgor kulit : kembali dengan cepat

2. Diare dehidrasi ringan/sedang merupakan diare yang disertai dengan dua tanda

di bawah ini atau lebih.

a) Keadaan umum : gelisah dan rewel

b) Mata : cekung

c) Rasa haus : haus, ingin minum banyak

d) Turgor kulit : kembali lambat

3. Diare dehidrasi berat merupakan diare yang disertai dengan dua tanda di bawah

ini atau lebih.

a) Keadaan umum : lesu, lemas, atau tidak sadar

b) Mata : cekung

c) Rasa haus : tidak bisa minum atau malas minum

d) Turgor kulit : kembali sangat lambat, yaitu >2 detik

2.1.8. Faktor Risiko Diare

Menurut WHO (2009), pada anak-anak dengan status gizi buruk dan

kondisi kesehatan yang buruk serta mereka yang terpapar dengan kondisi

lingkungan yang buruk, lebih rentan terhadap diare dan dehidrasi parah

dibandingkan anak-anak yang sehat.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

14

Faktor-faktor risiko diare menurut WHO (2009), diantaranya yaitu :

2.1.8.1. Lingkungan

Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu ketersediaan air bersih, sanitasi

yang baik, pembuangan kotoran manusia (tinja) dan kebersihan perorangan yang

baik (Sukut S. S., Arif Y. S. dan Qur’aniati, N., 2015). Perbaikan akses terhadap

air bersih dan sanitasi yang memadai, yang disertai perilaku kebersihan yang baik

(terutama mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memberi makan anak),

dapat membantu mencegah diare pada anak-anak (Adisasmito, 2007). Faktanya,

sekitar 88% kematian diare di seluruh dunia disebabkan oleh air yang tidak aman,

sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan yang buruk.

2.1.8.2. Nutrisi yang Adekuat, Status Gizi

Anak-anak dengan gizi kurang memiliki risiko lebih tinggi untuk

menderita diare yang berkepanjangan dan sering kali lebih sering. Selain itu,

menurut Sinthamurniwaty (2006), beratnya penyakit, lama dan risiko kematian

karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama

pada anak gizi buruk.

2.1.8.3. Pemberian ASI Kurang Mencukupi Kebutuhan

Air susu ibu (ASI) mengandung nutrisi, antioksidan, hormon dan

antibodi yang dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang. Bayi yang

diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan dan terus

disusui sampai usia dua tahun akan lebih jarang terpapar infeksi dan terserang

penyakit (misalnya diare) dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

15

Menurut IDAI (2013), bayi yang seharusnya mendapatkan ASI eksklusif,

namun diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebelum waktunya

maka kebutuhan bayi pada ASI akan berkurang dan berakibat produksi ASI turun.

Sehingga zat-zat nutrisi yang masuk ke dalam tubuh bayi juga berkurang,

diantaranya yaitu immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin G (IgG), dan

immunoglobulin M (IgM), laktoferin dan lisozim sebagai sistem kekebalan tubuh

bayi. Dengan ini bayi akan rentan terserang berbagai penyakit seperti diare.

2.1.8.4. Suplemen Mikronutrien

Suplementasi mikronutrien diantaranya yaitu, vitamin A dan zink.

Suplementasi vitamin A terbukti mengurangi durasi, tingkat keparahan dan

komplikasi pada diare. Sedangkan, asupan zink yang adekuat sangat penting

untuk pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Dari beberapa penelitian zink

dapat mengurangi kasus diare pada anak.

2.1.8.5. Imunisasi

Imunisasi membantu mengurangi kematian akibat diare dalam dengan

cara membantu mencegah infeksi yang menyebabkan diare secara langsung,

seperti rotavirus dan dengan mencegah infeksi yang dapat menyebabkan diare

sebagai komplikasi penyakit, seperti campak.

2.1.9. Diagnosis Diare

3.9.1.1. Diare Akut

a. Anamnesis

Menurut Damayanti dkk (2009), dalam anamnesis yang penting untuk

ditanyakan adalah riwayat pemberian makan pada anak, selain itu perlu juga

ditanyakan hal-hal berikut ini :

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

16

1. Lama diare (berapa hari), frekuensi diare dalam sehari, warna dan

konsistensi tinja, lendir dan darah dalam tinja

2. Muntah, rasa haus, rewel, lemah, kesadaran menurun, BAK (buang air

kecil) terakhir, demam, sesak, kejang, kembung

3. Jumlah cairan yang masuk selama diare

4. Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi selama diare

5. Sumber air minum dan ada tidaknya penderita diare disekitarnya

6. Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya

7. Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi)

b. Pemeriksaan Fisik

Menurut Damayanti dkk (2009) yang perlu diperiksa pada pemeriksaan

fisik adalah :

1. Keadaan umum, kesadaran dan tanda vital

2. Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,

rasa haus, turgor kulit abdomen menurun

3. Tanda tambahan : ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,

mulut dan lidah

4. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas

cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemi), kejang (hipo

atau hipernatremi)

5. Penilaian derajat dehidrasi disesuaikan dengan kriteria berikut :

a) Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan, keadaan

umum baik (sadar), ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung,

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

17

air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah, turgor abdomen baik,

bising usus normal, akral hangat.

b) Dehidrasi ringan/sedang (kehilangan cairan 5%-10% berat badan)

Ditemukan 2 tanda utama disertai dengan 2 atau lebih tanda

tambahan, keadaan umum lemah (gelisah atau cengeng), ubun-ubun

besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa

mulut dan bibir sedikit kering, turgor kurang dan akral hangat.

c) Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)

Ditemukan 2 tanda utama disertai dengan 2 atau lebih tanda

tambahan, keadaan umum lemah (letargi atau koma), ubun-ubun sangat

cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan

bibir sangat kering, turgor sangat kurang dan akral dingin.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja tidak dilakukan secara rutin pada diare akut, kecuali apabila

terdapat tanda intoleransi laktosa atau kecurigaan amubiasis. Beberapa hal yang

perlu dinilai pada pemeriksaan tinja adalah makroskopis (konsistensi, warna,

lendir, darah, bau), mikroskopis (leukosit, eritrosit, parasit, bakteri), kimia (pH

(potensial Hidrogen), clinitest, elektrolit). Serta dilakukan pemeriksaan analisis

gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit (Damayanti dkk, 2009).

3.9.1.2. Diare Kronis

Bayi atau anak dengan diare yang berlangsung selama ≥14 hari, dengan

tanda dehidrasi. Pada diare kronis seringkali disertai dengan sindrom malabsorpsi

dan malnutrisi. Secara klinis anak tampak gagal tumbuh walaupun telah diberikan

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

18

diet sesuai usianya, dengan riwayat berat badan sulit naik. Pada analisis tinja akan

ditemukan komponen nutrien. Untuk mendeteksi adanya faktor infeksi yang

berperan, maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur tinja dan analisis tinja parasit

(terutama pada anak dengan defisiensi imun). Selain itu tinja perlu dievaluasi

terhadap kadar pH tinja, reaksi reduksi, dan jumlah leukosit. Pemeriksaan lain

adalah darah samar, alfa-1-antitripsin tinja, steatokrit, biopsi usus halus ataupun

kolon, dan uji napas hidrogen (hydrogen breath test) (Hegar, Badriul dkk, 2012).

2.1.10. Penatalaksanaan Diare

2.1.10.1. Diare Akut

Menurut Damayanti dkk (2009), untuk tata laksana pada diare akut

adalah diberikan cairan, seng, nutrisi, antibiotik yang tepat serta edukasi.

a. Tanpa dehidrasi

Anak diberi cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan new oralit 5-10

mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu <1 tahun diberi 50-100

mL, 1-5 tahun diberi 100-200 mL dan >5 tahun semau anak. ASI harus terus

diberikan. Anak dapat dirawat dirumah, kecuali jika ada komplikasi seperti tidak

mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus.

b. Dehidrasi ringan-sedang

Anak diberi cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar 75 mL/kgBB dalam

3 jam dan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair. Anak diberi rehidrasi parenteral

(intravena) apabila anak terus muntah setiap diberi minum. Cairan intravena yang

diberikan yaitu RL (Ringer Laktat) atau KaEN 3B atau NaCl (Natrium klorida)

dengan jumlah cairan dihitung sesuai berat badan anak, yaitu 200 mL/kgBB/hari

untuk anak dengan BB 3-10 kg, 175 mL/kgBB/hari untuk anak dengan BB 10-15

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

19

kg dan 135 mL/kgBB/hari untuk anak dengan BB >15 kg. Selain itu anak

dipantau di Puskesmas atau Rumah Sakit selama proses rehidrasi disertai

pemberian edukasi kepada orang tua anak dalam melakukan rehidrasi.

c. Dehidrasi berat

Anak diberi cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer

asetat 100 mL/kgBB dengan pemberian :

1. <12 bulan : 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan dengan 70

mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya

2. >12 bulan : 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan dengan

70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

3. Masukan cairan peroral diberikan bila anak sudah mau dan dapat

minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi

d. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

1. Hipernatremia (Na (Natrium) >155 mEq/L)

Koreksi penurunan Na (Natrium) dilakukan secara bertahap dengan

pemberian cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh

>10 mEq/hari karena dapat menyebabkan edema otak.

2. Hiponatremia (Na <130 mEq/L)

Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih

dijumpai hiponatremi dilakukan koreksi sebagai berikut :

Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0,6 x berat badan;

diberikan dalam waktu 24 jam.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

20

3. Hiperkalemia (K (Kalium) >5 mEq/L)

Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10 % sebanyak

0,5-1 ml/kgBB secara intravena dengan perlahan-lahan dalam 5-10 menit,

sambil dimonitor irama jantung dengan EKG.

4. Hipokalemia (K <3,5 mEq/L)

Koreksi dilakukan menurut kadar kalium sebagai berikut :

i. Kadar K 2,5-3,5 mEq/L diberikan KCl 75 mEq/kgBB per oral per

hari dibagi dalam 3 dosis.

ii. Kadar K < 2,5 mEq/L diberikan KCl melalui drip intravena dengan

dosis 3,5 – kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam

dalam 4 jam pertama kemudian dilanjutkan dengan 3,5 – kadar K

terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 20 jam

berikutnya.

e. Seng

Seng dapat menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja

sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zink elemental

diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak mengalai diare dengan

dosis untuk anak usia <6 bulan = 10 mg/hari dan 20 mg/hari untuk anak usia >6

bulan.

f. Nutrisi

Nutrisi untuk anak, yaitu diberikan ASI dan makanan dengan menu yang

sama sesuai umur pada saat anak sehat tetap diberikan untuk mencegah

kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Fase

kesembuhan ditandai dengan adanya nafsu makan yang semakin membaik. Anak

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

21

tidak boleh puasa dan makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (± 6 kali

dalam sehari), anak diberi makan rendah serat, buah-buahan boleh diberikan

terutama pisang.

g. Medikamentosa

Anak tidak boleh diberi obat anti diare. Antibiotik diberikan apabila

terdapat indikasi misalnya disentri (diare berdarah) atau kolera. Pemberian

antibiotik yang tidak rasional dapat mengganggu flora normal usus sehingga dapat

memperpanjang durasi diare dan Clostridium difficile akan tumbuh yang

menyebabkan diare sulit untuk disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotik yang

tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik. Untuk

antiparasit, diberikan metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis sebagai

pilihan untuk obat amuba vegetatif.

h. Edukasi

Orang tua anak diberikan edukasi untuk membawa anaknya kembali ke

pusat pelayanan kesehatan apabila ditemukan diare disertai dengan demam, tinja

berdarah, makan dan minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum

membaik dalam waktu 3 hari. Orang tua dan pengasuh diberi edukasi mengenai

cara menyiapkan oralit yang baik dan benar. Selain itu orang tua juga diberi

edukasi mengenai langkah promotif/preventif pada diare, yaitu : ASI tetap

diberikan, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, kebersihan

lingkungan, buang air besar di jamban, imunisasi campak, memberikan makanan

penyapihan yang benar, penyediaan air minum yang bersih, dan selalu memasak

makanan.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

22

2.1.10.2. Diare Persisten

Menurut Hegar, Badriul dkk (2012), Prinsip dasar tata laksana diare

persisten adalah sebagai berikut:

a. Resusitasi segera, terapi antibiotik dan stabilisasi

Keluhan muntah pada diare persisten memerlukan penanganan segera

menggunakan cairan intravena. Gangguan elektrolit, seperti hipokalemia, dan

asidosis metabolik berat memerlukan koreksi. Sebanyak 30-50% anak dengan

diare persisten terbukti menderita infeksi sistemik (bakteremia, pneumonia, dan

infeksi saluran kemih), dan kondisi ini sering menyebabkan kematian pada anak

dengan diare persisten. Pada anak dengan infeksi berat sebaiknya diberikan

antibiotik intravena sambil menunggu hasil biakan. Terapi antibiotik

diindikasikan pada infeksi Salmonella, Giardia, Cyclospora Strongyloides,

enteroaggregative E coli, Shigella, dan enteropathogenic E coli.

b. Terapi rehidrasi oral

Kehilangan cairan yang terus menerus melalui tinja atau muntah paling

ideal digantikan oleh cairan rehidrasi oral bila anak dengan diare persisten

mengalami dehidrasi ringan-sedang. Pemberian terapi cairan secara intravena bila

anak mengalami dehidrasi berat ataupun syok hipovolemia.

c. Pemilihan diet dan nutrisi enteral

Anak dengan diare persisten akan mengalami perubahan struktur usus

yang menyebabkan menurunnya kemampuan enzim di brush-border usus, yang

berakibat kepada kondisi malabsorpsi. Jika terjadi intoleransi terhadap makanan,

pemberian formula atau susu sapi masih dapat diberikan; walaupun pemberian

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

23

diet yang bebas susu sapi sangat dianjurkan, misalnya: diet dengan bahan dasar

ayam cincang atau diblender, ataupun formula elemental.

d. Suplementasi Mikronutrien

Kebanyakan anak dengan diare persisten mengalami defisiensi

mikronutrien, di antaranya zinc, selenium, besi dan vitamin. Hal ini akibat

masukan yang kurang dan kehilangan melalui saluran pencernaaan yang terus-

menerus. Mikronutrien tersebut perlu diberikan sebagai bagian tata laksana diare

persisten, yaitu pemberian vitamin A dengan dosis 100.000 IU (International

Unit) dan pemberian zink elemental dengan dosis 3-5mg/kg per-hari. Pemberian

zinc 10mg/hari selama 2-3 bulan setelah diare berhenti dan defekasi menjadi

normal dapat mencegah terulangnya episode diare. Manfaat pemberian zinc

dengan cara meningkatkan reabsorpsi air dan elektrolit di usus, serta

meningkatkan kapasitas regenerasi epitel usus. Peningkatan jumlah disakaridase

di brush-border usus menunjukkan peningkatan efek transporter khusus elektrolit

tersebut dan respons imun yang berpotensi untuk pertahanan usus tersebut.

Pemberian zat besi sebaiknya setelah diare berhenti dan asupan makanan

membaik.

2.2. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

2.2.1. Definisi MP-ASI

Makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) adalah makanan atau

minuman yang diberikan pada bayi usia 6 bulan-24 bulan, diberikan secara

bertahap dan bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi

serta berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi anak selain dari ASI (Perda

Sidoarjo, 2016; Depkes RI, 2006). MP-ASI adalah makanan untuk bayi pada awal

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

24

usia 6 bulan sebagai masa transisi atau peralihan dari makanan cair (ASI) menjadi

makanan keluarga yang berlangsung pada usia 6 bulan sampai 23 bulan.

Pemberian MP-ASI didefinisikan sebagai proses dimulainya pemberian makanan

ketika ASI tidak lagi mencukupi dan memenuhi kebutuhan gizi bayi, oleh karena

itu makanan lain dibutuhkan serta masih dilanjutkan dengan ASI. Pola pemberian

atau pengenalan MP-ASI pada bayi harus bertahap karena sebelumnya bayi tidak

pernah merasakan makanan lain selain ASI, serta harus disesuaikan dengan

maturitas saluran pencernaan bayi dan kebutuhannya. Pola pemberian MP-ASI

adalah dimulai dari makanan lumat, bertahap menjadi makanan lembek, dan pada

umur 1 tahun diharapkan anak sudah dapat mencerna makanan keluarga

(Soetjiningsih dan Suandi, 2008; WHO, 2009; Nasar S. S dan Mexitalia M.,

2014).

Berdasarkan rekomendasi WHO dan AAP (American Academy of

Pediatrics) pemberian MPASI yang paling tepat dan optimal adalah dimulai dari

umur 6 bulan dan tetap dilanjutkan bersama dengan ASI sampai usia 2 tahun

(WHO, 2009, 2014; American Academy of Pediatrics, 2012; Daelmans et al,

2013). Pada usia 6 bulan bayi mulai membutuhkan nutrisi tambahan mencakup

protein, besi dan seng yang didapatkan dari selain ASI karena produksi ASI relatif

tetap sedangkan kebutuhan energi bayi untuk pertumbuhan dan aktivitas semakin

bertambah (Krebs dan Primak, 2014; Soetjiningsih dan Suandi, 2008). Meskipun

ASI dapat memenuhi semua kebutuhan bayi hingga 6 bulan, namun setelah 6

bulan terdapat celah energi yang tidak dapat dipenuhi oleh ASI dan perlu ditutupi

oleh pemberian MP-ASI. Celah energi tersebut semakin meningkat seiring

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

25

bertambahnya usia anak dan ketika asupan ASI mulai menurun, seperti pada

diagram di bawah ini (WHO, 2009).

0100

200300

400500

600700

800900

1000

0-2 m 3-5 m 6-8 m 9-11 m 12-23 m

Energy frombreastmilk

Energy Gap

(WHO, 2009)

Gambar 2. 1

Kebutuhan Energi Bayi hingga Usia 2 Tahun

2.2.2. Tujuan Pemberian MP-ASI

Menurut Soetjiningsih dan Suandi (2008), pemberian MP-ASI pada bayi

dan anak memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu :

a) Memenuhi kebutuhan zat makanan pada anak yang adekuat untuk

kehidupan, memelihara kesehatan, dan untuk aktifitas sehari-hari.

b) Menunjang tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal.

c) Membiasakan anak supaya terbina selera makan yang sehat, memilih dan

menyukai makanan sesuai dengan keperluan anak.

Selain itu waktu dalam pemberian MP-ASI secara tepat juga bertujuan

untuk mengenalkan jenis makanan padat pada bayi, karena pengenalan makanan

padat yang dilakukan secara terlambat pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya

defisiensi nutrisi dan masalah sensorik oral (terhadap tekstur dan penolakan

terhadap makanan) pada anak (Krebs dan Primak, 2014).

Age (months)

En

erg

y (

Kca

l/day

)

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

26

2.2.3. Syarat Pemberian MP-ASI

MP-ASI harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kebutuhan gizi makanan

terpenuhi secara adekuat (tidak berlebihan/kekurangan), mudah diterima dan

dicerna, jenis makanan dan cara pemberian harus sesuai dengan kebiasaan makan

yang sehat, terjamin kebersihannya dan bebas dari penyakit, mengandung susunan

menu seimbang, yaitu berasal dari 10%-15% protein, 25%-35% lemak dan

50%-65% karbohidrat (Soetjiningsih dan Suandi, 2008).

Berdasarkan rekomendasi WHO (Sjarif D. R. dkk, 2015) pemberian

MP-ASI harus memenuhi 4 syarat yaitu :

1. Tepat waktu (timely), artinya MP-ASI harus diberikan ketika ASI eksklusif

sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi yaitu pada usia bayi 6

bulan.

2. Adekuat, artinya MP-ASI harus memiliki kandungan energi, protein, dan

mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan mikronutrien

bayi sesuai usianya.

3. Aman, artinya MP-ASI yang diberikan pada anak harus disiapkan dan

disimpan dengan cara-cara yang higienis, diberikan menggunakan tangan dan

peralatan makan yang bersih.

4. MP-ASI harus diberikan dengan cara yang benar (properly fed), artinya

MP-ASI diberikan dengan memperhatikan rangsangan rasa lapar dan kenyang

seorang anak. Frekuensi makan dan metode pemberian makan harus dapat

mendorong anak untuk mengonsumsi makanan secara aktif dalam jumlah yang

cukup (disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan seorang anak).

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

27

2.2.4. Pemberian MP-ASI

Menurut WHO (2009), pemberian MP-ASI yang tepat adalah dimulai dari

usia bayi 6 bulan dengan jumlah atau kuantitas makanan yang semakin bertambah

secara bertahap seiring bertambahnya usia anak dan pemberian ASI tetap dilanjut

hingga anak usia 2 tahun. Jumlah kuantitas makanan diukur untuk kenyamanan

sesuai dengan jumlah energi (jumlah kkal) yang dibutuhkan oleh anak seperti

pada tabel rekomendasi dibawah ini.

Tabel 2. 2 Jumlah Makanan yang Dibutuhkan pada Usia yang Berbeda

AGE

ENERGY

NEEDED PER

DAY IN

ADDITION TO

BREAST MILK

TEXTURE FREQUENCY

AMOUNT OF

FOOD AN

AVERAGE CHILD

WILL USUALLY

EAT AT EACH

MEAL

6-8

month

200 kcal per day Start with

thick

porridge,

well

mashed

foods

Continue

with

mashed

family food

2-3 meals per day

Depending on the

child’s appetite,

1-2 snacks may

be offered

Start with 2-3

tablespoonfuls per

feed, increasing

gradually to ½ of a

250 ml cup

9-11

month

300 kcal per day Finely

chopped or

mashed

foods, and

foods that

baby can

pick up

3-4 meal per day

Depending on the

child’s appetite,

1-2 snacks may

be offered

½ of a 250 ml cup/

bowl

12-23

month

550 kcal per day Family

foods,

chopped or

mashed if

necessary

3-4 meal per day

Depending on the

child’s appetite,

1-2 snacks may

be offered

¾ to full 250 ml

cp/bowl

(WHO, 2009)

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

28

Pemberian MP-ASI pada anak harus secara bertahap dalam hal bentuk,

volume/jumlah, frekuensi dan jenisnya (Soetjiningsih dan Suandi, 2008).

Pemberian MP-ASI yang tepat selain dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi,

namun juga menstimulasi keterampilan makan dan rasa percaya diri pada bayi.

Pemberian MP-ASI harus bervariasi, dari bentuk bubur cair menjadi bentuk bubur

kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya

menuju bentuk makanan padat (Lestari dkk, 2014). Makanan dengan kandungan

tinggi lemak dan padat kalori cenderung dibutuhkan agar dapat mencukupi

kebutuhan kalori. Setelah usia 6 bulan, kebutuhan kalor dan mikronutrien

(terutama besi) tidak tercukupi lagi hanya dengan ASI sehingga perlu

ditambahkan sereal yang mengandung vitamin dan besi untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi bayi.

Untuk mengidentifikasikan adanya alergi atau intoleransi makanan yang

dapat muncul saat pengenalan makanan, maka serealia diberikan satu per satu

jenis (beras, oatmeal, barley). Sereal campuran (oat, jagung, gandum dan kedelai)

diberikan sebagai variasi untuk bayi dengan usia lebih tua. Setelah usia 6 bulan,

saluran pencernaan bayi sudah matang sehingga urutan pemberian zat gizi (sayur,

buah, daging) pada MP-ASI tidak dipermasalahkan. Makanan yang berpotensi

menimbulkan sumbatan jalan napas seperti kacang, anggur, popcorn harus

dipotong kecil-kecil sehingga ukurannya lebih kecil dari jalan napas bayi. Madu

tidak boleh diberikan sebelum usia 1 tahun karena dapat mengakibatkan risiko

botulisme. Pengenalan terhadap berbagai tekstur makanan dan proses makan

sendiri merupakan pengalaman yang penting dalam perkembangan bayi (Krebs

dan Primak, 2014).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

29

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI

Menurut Roll, Coralie L dan Cheater Francine (2016), faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam pemberian MP-ASI adalah :

a) Pendidikan ibu

b) Lingkungan sosio-demografi

c) Kebudayaan

d) Status ekonomi

2.2.6. Dampak Pemberian MP-ASI Dini

Menurut Soetjiningsih dan Suandi (2008), pemberian MP-ASI dini kepada

anak merupakan kebiasaan tidak baik karena dapat mengakibatkan :

a. Bayi lebih sering terkena diare. Hal ini dikarenakan cara menyiapkan makanan

yang kurang bersih serta karena pembentukan zat-zat pertahanan tubuh dari

saluran pencernaan bayi yang belum sempurna.

b. Bayi mudah alergi terhadap makanan tertentu. Kondisi ini terjadi karena usus

bayi yang masih permeabel, sehingga mudah untuk dilalui protein asing.

c. Terjadi malnutrisi/gangguan pertumbuhan anak. Bila makanan yang diberikan

kurang dapat memenuhi gizi anak maka akan mengakibatkan anak menderita

KEP (Kurang Energi Protein) serta dapat mengakibatkan obesitas pada anak

bila makanan yang diberikan mengandung kalori yang terlalu tinggi.

d. Produksi ASI menurun karena bayi sudah kenyang dengan MP-ASI sehingga

frekuensi menyusu menjadi lebih jarang dan akibatnya dapat menurunkan

produksi ASI.

e. Kandungan solute load yang tinggi pada MP-ASI yang diberikan dapat

mengakibatkan hiperosmolaritas yang meningkatkan beban ginjal pada anak.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56412/3/BAB 2.pdf · adalah Escherichia coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella, dan Vibrio cholerae. ... (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia,

30

Dalam penelitian (Maharani O, 2016) mengenai hubungan pemberian

MP-ASI dini terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan dengan metode

observasional analitik dan pendekatan cross sectional, berdasarkan hasil uji Chi-

square didapatkan nilai p-value <0,05 yaitu sebesar 0,014 yang artinya ada

hubungan pemberian MP-ASI dini dengan kejadian diare pada bayi umur 0-6

bulan di Kecamatan Dampal Utara, Tolitoli, Sulawesi Tengah. Hasil analisis nilai

OR (Odd Ratio) 7,8 artinya bayi yang mendapatkan MP-ASI dini mempunyai

peluang 7,8 kali mengalami diare dibandingkan bayi yang tidak diberi MP-ASI

dini. Hubungan antara waktu pemberian MP-ASI dengan kejadian diare pada bayi

umur 0-12 bulan terjadi karena faktor pemberian makanan pendamping ASI

terlalu dini, sedangkan sistem pencernaan bayi pada umur 0-6 bulan masih belum

matur dan belum siap menerima berbagai jenis makanan. Selain itu, faktor lain

yang mempengaruhi adalah kemungkinan dalam menyajikan makanan kurang

terjaga, kebersihan cara penyimpanan yang kurang baik (terbuka), sehingga

makanan terkontaminasi oleh bakteri juga merupakan penyebab diare.