Bab 2 Studi Pustaka 3

17
LAPORAN KERJA PRAKTEK BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Perilaku Masa Bangunan Akibat Beban Horisontal Ketika gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan bergoyang. Setelah mengalami sejarah yang panjang, goyangan massa bangunan kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horisontal dinamik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Bergetarnya bangunan akibat gempa kemudian disederhanakan seolah-olah terdapat gaya horisontal yang berkerja pada massa bangunan. Apabila bangunan mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-masing bekerja pada massa-massa tersebut Struktur yang dirancang tahan gempa memiliki perbedaan yang mencolok dengan struktur yang tidak dirancang tahan gempa. Filosofi desain struktur tahan gempa harus memiliki daktilitas yang cukup, sehingga struktur dapat menghilangkan energi seismik. Daktilitas struktur pada dasarnya berasal dari daktilitas anggota dimana yang terakhir dicapai dalam bentuk rotasi. Dalam anggota beton bertulang, rotasi meyebar ke wilayah tertentu yang disebut sebagai sendi plastis. PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 1 GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Transcript of Bab 2 Studi Pustaka 3

Page 1: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

BAB II

STUDI PUSTAKA

II.1 Perilaku Masa Bangunan Akibat Beban Horisontal

Ketika gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan

bergoyang. Setelah mengalami sejarah yang panjang, goyangan massa bangunan

kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horisontal dinamik yang

bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan.

Bergetarnya bangunan akibat gempa kemudian disederhanakan seolah-olah

terdapat gaya horisontal yang berkerja pada massa bangunan. Apabila bangunan

mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-

masing bekerja pada massa-massa tersebut

Struktur yang dirancang tahan gempa memiliki perbedaan yang mencolok

dengan struktur yang tidak dirancang tahan gempa. Filosofi desain struktur tahan

gempa harus memiliki daktilitas yang cukup, sehingga struktur dapat

menghilangkan energi seismik. Daktilitas struktur pada dasarnya berasal dari

daktilitas anggota dimana yang terakhir dicapai dalam bentuk rotasi. Dalam anggota

beton bertulang, rotasi meyebar ke wilayah tertentu yang disebut sebagai sendi

plastis.

II.1.1 Definisi Sendi Plastis

Sendi plastis adalah kondisi ujung-ujung elemen struktur yang semula kaku

(rigid) atau terjepit sempurna, kemudian menjadi sendi (pinned) karena material

penyusunnya telah mengalami kondisi plastis. Misalnya sambungan balok ke kolom

pada awalnya didesain kaku (rigid), namun karena momen tumpuan sangat besar

mengakibatkan semua tulangan tarik pada balok mengalami leleh. Jika sudah leleh,

maka menjadi tidak elastis lagi. Gaya gempa yang arahnya bolak balik

menyebabkan sisi atas dan sisi bawah balok secara bergantian mengalami tekanan

tarik dan tekan yang besar, bahkan dapat membuat beton menjadi retak atau hancur.

Dalam kondisi seperti ini, kekuatan ujung balok bergantung kepada tulangan.

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 1GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 2: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Deformasinya (dalam hal ini putaran sudut) menjadi besar, dan ujung balok tidak

rigid lagi, alias sudah seperti sendi.

Gambar 2.1 Sendi plastis

II.1.2 Perilaku Kolom Kuat Balok Lemah

Perencanaan struktur didaerah gempa menggunakan konsep desain kapasitas

yang berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat beban gempa yang besar

ditentukan lebih dahulu dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa

agar mekanisme keruntuham struktur dapat memancarkan energi sebesar-besarnya.

Konsep desain kapasitas dipakai untuk merencanakan kolom-kolom pada

struktur agar lebih kuat dibanding dengan elemen-elemen balok (strong column

weak beam). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

Pada mekanisme sendi plastis pada balok pemencara energi gempa terjadi

didalam banyak unsur, sedang pada mekanisme sendi plastis kolom pemancaran

energi terpusat pada jumlah kecil kolom-kolom struktur.

Pada mekanisme sendi plastis pada balok, bahaya ketidakstabilan akibat efek

perpindahan jauh lebih kecil dibandingkan dengan mekanisme sendi plastis pada

kolom.

Keruntuhan kolom dapat menyebabkan keruntuhan total dari seluruh bangunan.

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 2GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

h

Area sendi plastis

Daerah kritis

Page 3: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Gambar 2.1 (a) Kolom kuat - balok lemah ; 2.1 (b) Kolom lemah

II.1.3 Mekanisme Keruntuhan Kolom Kuat Balok Lemah

Kerusakan struktur dalam bentuk sendi plastis yang diterima harus dibentuk

dalam balok bukan di kolom. Mekanisme dengan balok mengalami pelelehan lentur

adalah karakteristik dari perilaku kolom-kuat-balok-lemah di mana permintaan

rotasi dapat dicapai cukup baik melalui praktek detailing dalam balok. Mode

perilaku ini memungkin struktur mencapai respon elastis dan daktilitas yang

diinginkan. Di sisi lain, jika joint plastis yang diizinkan untuk terbentuk di kolom,

permintaan rotasi sangat tinggi, sangat sulit untuk dipenuhi dengan detail yang

mungkin. Mekanisme dengan fitur tersebut disebut mekanisme kolom lemah.

Gambar2.2 Mekanisme Keruntuhan

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 3GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 4: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

konsep desain balok kuat kolom lemah ini sebaiknya digunakan di wilayah

bangunan yang memiliki potensi gaya gempa, agar saat terjadi gempa bangunan

tidak mengalami kerusakan yang berat yang berakibat keruntuhan bangunan

secara masal. Pada daerah yang tidak memiliki potensi gempa, penggunaan

desain ini tidak dianjurkan karena akan menambah biaya pada saat proses

pembangunan.

Beberapa contoh kerusakan struktur akibat praktek buruk desain kolom

balok, ditunjukkan pada gambar 2.3.(a) dan (b) (c) :

Gambar (a) (b). Kurangnya penulangan (tidak dipasang tulangan sengkang)

Gambar 2.3 (c) Kegagalan struktur pada Kolom

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 4GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 5: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Sumber : Konsep Struktur Beton Tahan Gempa oleh Iswandi Imran

II.2 Perilaku Pusat Massa dan Pusat Geser

Dengan berkembangnya zaman, pembangunan juga ikut berkembang.

Berbagai model bangunan yang sederhana hingga bangunan dengan geometrik

rumit. Dari berbagai macam geometric bangunan tersebut kita dapat membagi

kategori bangunan menjadi 2 kategori, yaitu bangunan beraturan dan bangunan tidak

beraturan.

Bangunan beraturan adalah bangunan yang pada umumnya simetris dalam

denah dengan sistem struktur yang terbentuk oleh subsistem penahan beban lateral

yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama, dan arah

utama pembebanan gempa adalah yang searah dengan sumbu-sumbu utama

tersebut. Tetapi pada bangunan tidak beraturan, seringkali arah utama pembebanan

gempa yang menentukan tidak dapat dipastikan sebelumnya.

Bangunan beraturan lebih disukai untuk perencanaan daripada bangunan

yang tidak beraturan. Hal ini dikarenakan bangunan beraturan cenderung memiliki

pusat massa dan pusat geser yang berhimpit. Pada saat gempa terjadi, titik tangkap

gaya gempa terhadap bangunan berada pada pusat massanya, sedangkan perlawanan

yang dilakukan oleh bangunan berpusat pada pusat kekakuannya

Gambar 2.4 Perpindahan pada bangunan simetris

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 5GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 6: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Gambar 2.5 Perpindahan pada bangunan tidak simetris

II.2.1 Definisi Pusat Massa dan Pusat Geser

Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap

resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai, yang bekerja pada lantai

tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah titik tangkap

beban gempa static ekuivalen atau gaya gempa dinamik.

Pusat geser lantai tingkat suatu gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat

itu yang bila suatu beban horizontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak

berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak

mengalami beban horizontal semuanya berotasi dan bertranslasi

II.2.2 Hubungan Pusat Massa dan Pusat Geser

Hubungan pusat massa dan pusat geser ini menimbulkan momen torsi yang

disebabkan eksentrisitas antara pusat massa dan pusat geser bangunan. Ekstentrisitas

ini terjadi karena pusat geser dan pusat massa pada gedung tidak berimpit. Dengan

adanya hal ini mengakibatkan gedung mengalami puntir. Bangunan yang tidak

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 6GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 7: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

simetris cenderung memiliki pusat massa dan pusat geser yang tidak berhimpit, hal

ini sebaliknya tidak terjadi pada bangunan simetris yang memiliki pusat massa dan

pusat geser yang berhimpit, sehingga tidak mengalami eksentrisitas yang

menyebabkan terjadinya puntir pada bangunan

Beberapa contoh bangunan yang strukturnya efisien, ditunjukkan pada gambar 2.4.

(a) dan (b)

Gambar 2.6 (a) (b) Contoh Bangunan Efisien

II.2.3 Solusi Pusat Massa dan Pusat Geser

Dalam mendesain suatu struktur bangunan yang tidak simetris atau ada

tonjolan-tonjolan bidang muka harus diminimalisasi dan jika bangunan tidak

dapat di desain ulang maka perlu ditambah kekakuannya, sehingga tidak terjadi

simpangan antar tingkat yang besar. Selain itu pada bangunan yang luas, jika

perlu diadakan pemisahan menjadi beberapa blok agar menjadi simetris dan

teratur.

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 7GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 8: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Gambar 2.7 Contoh pemisahan struktur untuk bangunan efisien

II.3 Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas

Menurut catatan sejarah sebenarnya perencanaan kuat batas adalah

pertama digunakan dalam perencanaan struktur beton. Itu dapat dimengerti

karena beban atau momen batas (ultimate) dapat dicari secara langsung

berdasarkan percobaan uji beban tanpa perlu mengetahui besaran atau distribusi

tegangan internal pada penampang struktur yang diuji.

Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang

dimaksud dengan kuat batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur

balok beton bertulang yang diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh

(tidak kuat menerima tambahan beban lagi)

Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh

suatu keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 8GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 9: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

terpusat yang diletakan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut

hanya timbul momen lentur saja (tidak ada gaya geser)

Gambar 2.8 Contoh balok yang dibebani sampai runtuh

Dari kurva momen kelengkungan balok terlihat bahwa sebelum runtuh,

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 9GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 10: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

tulangan baja leleh terlebih dahulu jika beban ditingkatkan, meskipun besarnya

peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar

dibanding tulangan leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak

mengalami rusak (pecah) sehingga runtuh. Beban batas/maksimum yang masih

dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada kondisi keseimbangan

disebut beban batas (ultimate) yang ditunjukan oleh titik E

Gambar 2.9 Kurva Momen

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 10GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 11: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar

seperti yang diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat

daktail. Sifat seperti itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan

akan adanya keruntuhan sehingga pengguna struktur mempunyai waktu untuk

menghindari struktur tersebut benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya

korban jiwa dapat dihindari

II.3.1 Jenis Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas

Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda

1. Keruntuhan tarik

Keruntuhan tarik terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga

tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu

apabila regangan baja (es) lebih besar dari regangan beton (ey). Penampang

seperti itu disebut penampang under-reinforced

2. Keruntuhan tekan

Keruntuhan tekan terjadi karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka

keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan baja masih elastis, yaitu

apabila regangan baja (es) lebih kecil dari regangan beton (ey). Penampang

seperti itu disebut over-reinforced, sifat keruntuhannya adlah getas (non daktail).

Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat

adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur

tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya

terlebih dahulu

3. Keruntuhan balans

Keruntuhan balans terjadi jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya,

yaitu apabila regangan baja (es) sama besarnya dengan regangan beton (ey).

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 11GILANG ADHYAKSA / 21010110120016

Page 12: Bab 2 Studi Pustaka 3

LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA

Jumlah penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan

untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat

keruntuhan daktail atau sebaliknya.

Gambar 2.10 Perilaku Keruntuhan Balok

PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 12GILANG ADHYAKSA / 21010110120016