Bab 2 Studi Pustaka 3
-
Upload
priagung-huda-cahyo -
Category
Documents
-
view
70 -
download
1
Transcript of Bab 2 Studi Pustaka 3
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II
STUDI PUSTAKA
II.1 Perilaku Masa Bangunan Akibat Beban Horisontal
Ketika gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan
bergoyang. Setelah mengalami sejarah yang panjang, goyangan massa bangunan
kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horisontal dinamik yang
bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan.
Bergetarnya bangunan akibat gempa kemudian disederhanakan seolah-olah
terdapat gaya horisontal yang berkerja pada massa bangunan. Apabila bangunan
mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-
masing bekerja pada massa-massa tersebut
Struktur yang dirancang tahan gempa memiliki perbedaan yang mencolok
dengan struktur yang tidak dirancang tahan gempa. Filosofi desain struktur tahan
gempa harus memiliki daktilitas yang cukup, sehingga struktur dapat
menghilangkan energi seismik. Daktilitas struktur pada dasarnya berasal dari
daktilitas anggota dimana yang terakhir dicapai dalam bentuk rotasi. Dalam anggota
beton bertulang, rotasi meyebar ke wilayah tertentu yang disebut sebagai sendi
plastis.
II.1.1 Definisi Sendi Plastis
Sendi plastis adalah kondisi ujung-ujung elemen struktur yang semula kaku
(rigid) atau terjepit sempurna, kemudian menjadi sendi (pinned) karena material
penyusunnya telah mengalami kondisi plastis. Misalnya sambungan balok ke kolom
pada awalnya didesain kaku (rigid), namun karena momen tumpuan sangat besar
mengakibatkan semua tulangan tarik pada balok mengalami leleh. Jika sudah leleh,
maka menjadi tidak elastis lagi. Gaya gempa yang arahnya bolak balik
menyebabkan sisi atas dan sisi bawah balok secara bergantian mengalami tekanan
tarik dan tekan yang besar, bahkan dapat membuat beton menjadi retak atau hancur.
Dalam kondisi seperti ini, kekuatan ujung balok bergantung kepada tulangan.
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 1GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Deformasinya (dalam hal ini putaran sudut) menjadi besar, dan ujung balok tidak
rigid lagi, alias sudah seperti sendi.
Gambar 2.1 Sendi plastis
II.1.2 Perilaku Kolom Kuat Balok Lemah
Perencanaan struktur didaerah gempa menggunakan konsep desain kapasitas
yang berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat beban gempa yang besar
ditentukan lebih dahulu dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa
agar mekanisme keruntuham struktur dapat memancarkan energi sebesar-besarnya.
Konsep desain kapasitas dipakai untuk merencanakan kolom-kolom pada
struktur agar lebih kuat dibanding dengan elemen-elemen balok (strong column
weak beam). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Pada mekanisme sendi plastis pada balok pemencara energi gempa terjadi
didalam banyak unsur, sedang pada mekanisme sendi plastis kolom pemancaran
energi terpusat pada jumlah kecil kolom-kolom struktur.
Pada mekanisme sendi plastis pada balok, bahaya ketidakstabilan akibat efek
perpindahan jauh lebih kecil dibandingkan dengan mekanisme sendi plastis pada
kolom.
Keruntuhan kolom dapat menyebabkan keruntuhan total dari seluruh bangunan.
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 2GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
h
Area sendi plastis
Daerah kritis
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.1 (a) Kolom kuat - balok lemah ; 2.1 (b) Kolom lemah
II.1.3 Mekanisme Keruntuhan Kolom Kuat Balok Lemah
Kerusakan struktur dalam bentuk sendi plastis yang diterima harus dibentuk
dalam balok bukan di kolom. Mekanisme dengan balok mengalami pelelehan lentur
adalah karakteristik dari perilaku kolom-kuat-balok-lemah di mana permintaan
rotasi dapat dicapai cukup baik melalui praktek detailing dalam balok. Mode
perilaku ini memungkin struktur mencapai respon elastis dan daktilitas yang
diinginkan. Di sisi lain, jika joint plastis yang diizinkan untuk terbentuk di kolom,
permintaan rotasi sangat tinggi, sangat sulit untuk dipenuhi dengan detail yang
mungkin. Mekanisme dengan fitur tersebut disebut mekanisme kolom lemah.
Gambar2.2 Mekanisme Keruntuhan
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 3GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
konsep desain balok kuat kolom lemah ini sebaiknya digunakan di wilayah
bangunan yang memiliki potensi gaya gempa, agar saat terjadi gempa bangunan
tidak mengalami kerusakan yang berat yang berakibat keruntuhan bangunan
secara masal. Pada daerah yang tidak memiliki potensi gempa, penggunaan
desain ini tidak dianjurkan karena akan menambah biaya pada saat proses
pembangunan.
Beberapa contoh kerusakan struktur akibat praktek buruk desain kolom
balok, ditunjukkan pada gambar 2.3.(a) dan (b) (c) :
Gambar (a) (b). Kurangnya penulangan (tidak dipasang tulangan sengkang)
Gambar 2.3 (c) Kegagalan struktur pada Kolom
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 4GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Sumber : Konsep Struktur Beton Tahan Gempa oleh Iswandi Imran
II.2 Perilaku Pusat Massa dan Pusat Geser
Dengan berkembangnya zaman, pembangunan juga ikut berkembang.
Berbagai model bangunan yang sederhana hingga bangunan dengan geometrik
rumit. Dari berbagai macam geometric bangunan tersebut kita dapat membagi
kategori bangunan menjadi 2 kategori, yaitu bangunan beraturan dan bangunan tidak
beraturan.
Bangunan beraturan adalah bangunan yang pada umumnya simetris dalam
denah dengan sistem struktur yang terbentuk oleh subsistem penahan beban lateral
yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama, dan arah
utama pembebanan gempa adalah yang searah dengan sumbu-sumbu utama
tersebut. Tetapi pada bangunan tidak beraturan, seringkali arah utama pembebanan
gempa yang menentukan tidak dapat dipastikan sebelumnya.
Bangunan beraturan lebih disukai untuk perencanaan daripada bangunan
yang tidak beraturan. Hal ini dikarenakan bangunan beraturan cenderung memiliki
pusat massa dan pusat geser yang berhimpit. Pada saat gempa terjadi, titik tangkap
gaya gempa terhadap bangunan berada pada pusat massanya, sedangkan perlawanan
yang dilakukan oleh bangunan berpusat pada pusat kekakuannya
Gambar 2.4 Perpindahan pada bangunan simetris
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 5GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.5 Perpindahan pada bangunan tidak simetris
II.2.1 Definisi Pusat Massa dan Pusat Geser
Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap
resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai, yang bekerja pada lantai
tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah titik tangkap
beban gempa static ekuivalen atau gaya gempa dinamik.
Pusat geser lantai tingkat suatu gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat
itu yang bila suatu beban horizontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak
berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak
mengalami beban horizontal semuanya berotasi dan bertranslasi
II.2.2 Hubungan Pusat Massa dan Pusat Geser
Hubungan pusat massa dan pusat geser ini menimbulkan momen torsi yang
disebabkan eksentrisitas antara pusat massa dan pusat geser bangunan. Ekstentrisitas
ini terjadi karena pusat geser dan pusat massa pada gedung tidak berimpit. Dengan
adanya hal ini mengakibatkan gedung mengalami puntir. Bangunan yang tidak
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 6GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
simetris cenderung memiliki pusat massa dan pusat geser yang tidak berhimpit, hal
ini sebaliknya tidak terjadi pada bangunan simetris yang memiliki pusat massa dan
pusat geser yang berhimpit, sehingga tidak mengalami eksentrisitas yang
menyebabkan terjadinya puntir pada bangunan
Beberapa contoh bangunan yang strukturnya efisien, ditunjukkan pada gambar 2.4.
(a) dan (b)
Gambar 2.6 (a) (b) Contoh Bangunan Efisien
II.2.3 Solusi Pusat Massa dan Pusat Geser
Dalam mendesain suatu struktur bangunan yang tidak simetris atau ada
tonjolan-tonjolan bidang muka harus diminimalisasi dan jika bangunan tidak
dapat di desain ulang maka perlu ditambah kekakuannya, sehingga tidak terjadi
simpangan antar tingkat yang besar. Selain itu pada bangunan yang luas, jika
perlu diadakan pemisahan menjadi beberapa blok agar menjadi simetris dan
teratur.
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 7GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Gambar 2.7 Contoh pemisahan struktur untuk bangunan efisien
II.3 Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas
Menurut catatan sejarah sebenarnya perencanaan kuat batas adalah
pertama digunakan dalam perencanaan struktur beton. Itu dapat dimengerti
karena beban atau momen batas (ultimate) dapat dicari secara langsung
berdasarkan percobaan uji beban tanpa perlu mengetahui besaran atau distribusi
tegangan internal pada penampang struktur yang diuji.
Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang
dimaksud dengan kuat batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur
balok beton bertulang yang diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh
(tidak kuat menerima tambahan beban lagi)
Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh
suatu keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 8GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
terpusat yang diletakan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut
hanya timbul momen lentur saja (tidak ada gaya geser)
Gambar 2.8 Contoh balok yang dibebani sampai runtuh
Dari kurva momen kelengkungan balok terlihat bahwa sebelum runtuh,
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 9GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
tulangan baja leleh terlebih dahulu jika beban ditingkatkan, meskipun besarnya
peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar
dibanding tulangan leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak
mengalami rusak (pecah) sehingga runtuh. Beban batas/maksimum yang masih
dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada kondisi keseimbangan
disebut beban batas (ultimate) yang ditunjukan oleh titik E
Gambar 2.9 Kurva Momen
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 10GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar
seperti yang diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat
daktail. Sifat seperti itu dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan
akan adanya keruntuhan sehingga pengguna struktur mempunyai waktu untuk
menghindari struktur tersebut benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya
korban jiwa dapat dihindari
II.3.1 Jenis Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda
1. Keruntuhan tarik
Keruntuhan tarik terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga
tulangan tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu
apabila regangan baja (es) lebih besar dari regangan beton (ey). Penampang
seperti itu disebut penampang under-reinforced
2. Keruntuhan tekan
Keruntuhan tekan terjadi karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka
keruntuhan dimulai dari beton sedangkan tulangan baja masih elastis, yaitu
apabila regangan baja (es) lebih kecil dari regangan beton (ey). Penampang
seperti itu disebut over-reinforced, sifat keruntuhannya adlah getas (non daktail).
Suatu kondisi yang berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat
adanya deformasi yang besar yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur
tersebut mau runtuh sehingga tidak ada kesempatan untuk menghindarinya
terlebih dahulu
3. Keruntuhan balans
Keruntuhan balans terjadi jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya,
yaitu apabila regangan baja (es) sama besarnya dengan regangan beton (ey).
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 11GILANG ADHYAKSA / 21010110120016
LAPORAN KERJA PRAKTEKBAB II STUDI PUSTAKA
Jumlah penulangan yang menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan
untuk menentukan apakah tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat
keruntuhan daktail atau sebaliknya.
Gambar 2.10 Perilaku Keruntuhan Balok
PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DISPERINDAG 12GILANG ADHYAKSA / 21010110120016