BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Gondodiyoto dan Idris (2003, h.27), Sistem Informasi Akuntansi
adalah struktur yang menyatu dalam suatu entitas, yang menggunakan sumber
daya fisik dan komponen lain, untuk mengubah data transaksi keuangan atau
akuntansi menjadi informasi akuntansi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan akan informasi dari para pengguna atau pemakainya (user).
Menurut Weygandt et al, (2005, h.377), Sistem Informasi Akuntansi
adalah sistem yang mengumpulkan data transaksi dan informasi keuangan
untuk pihak-pihak yang membutuhkannya.
Jadi, sistem informasi akuntansi adalah sebuah struktur yang menyatu
dalam suatu entitas, yang terdiri dari kumpulan sumber daya seperti manusia
dan peralatan, yang digunakan untuk mengubah data menjadi informasi yang
berguna bagi users dalam mengambil keputusan.
2.1.2 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
2.1.2.1 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Hall (2001, h.18) pada dasarnya tujuan disusunnya
sistem informasi adalah:
9
a. Untuk mendukung fungsi pertanggungjawaban (responsibility)
kepengurusan (management) suatu organisasi/perusahaan, karena
manajemen bertanggung jawab untuk menginformasikan
pengaturan dan penggunaan sumber daya organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
b. Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen, karena
sistem informasi memberikan informasi yang diperlukan oleh
pihak manajemen untuk melakukan tanggung jawab pengambilan
keputusan.
c. Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan hari demi hari
(day-to-day). Sistem informasi membantu personil operasional
untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
2.1.2.2 Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Gondodiyoto (2007, h.124) yang dirangkum dari
berbagai sumber, sistem informasi akuntansi memiliki
manfaat/kegunaan sebagai berikut :
a. Untuk melakukan pencatatan (recording) transaksi dengan biaya
klerikal seminimal mungkin dan menyediakan informasi
(Information Value Added Mechanism) bagi pihak untuk
pengelolaan kegiatan usaha (manajer) serta para pihak terkait
(stakeholder).
10
b. Untuk memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh sistem yang
sudah ada, mengenai mutu, ketepatan penyajian maupun struktur
informasinya.
c. Untuk menerapkan (implementation) sistem pengendalian,
memperbaiki kinerja dan tingkat kehandalan (reliability)
informasi akuntansi dan untuk menyediakan catatan lengkap
mengenai pertanggungjawaban.
d. Menjaga atau meningkatkan perlindungan kekayaan perusahaan.
2.1.3 Siklus Proses Transaksi Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Bodnar dan Hopwood (2000, h.6), bahwa arus transaksi
operasional dapat dikelompokan sesuai dengan 4 (empat) siklus aktivitas
bisnis, yaitu:
1. Siklus Pengeluaran (Expenditure cycle)
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan memperoleh barang dan jasa
dari entitas-entitas lain dan pelunasan kewajiban-kewajiban yang
berkaitan.
2. Siklus Produksi (Conversion cycle)
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan pengubahan sumber daya
menjadi barang dan jasa.
3. Siklus pendapatan (Revenue cycle)
Kejadian-kejadian yang berkaitan dengan pendistribusian barang dan jasa
ke entitas-entitas lain dan pengumpulan pembayaran-pembayaran yang
berkaitan.
11
4. Siklus Keuangan (financial cycle)
Pemrosesan data yang berkaitan dengan perolehan dan manajemen dana
modal, termasuk kas.
2.1.4 Siklus Sistem Informasi Persediaan
Menurut Romney dan Steinbart (2003, h.23), Siklus Transaksi Sistem
Informasi Persediaan terdiri dari:
1. Siklus Pendapatan (Revenue Cycle)
Meliputi peristiwa penjualan dan penerimaan kas. Perusahaan menjual
barang jadinya kepada pelanggan melalui siklus pendapatan yang
meliputi penjualan tunai, penjualan kredit, dan penerimaan kas.
Subsistem yang terdapat dalam siklus penerimaan yaitu :
a. Proses pemesanan penjualan (Sales order processing)
Perusahaan banyak melakukan penjualan kredit yang meliputi
langkah-langkah yakni : menyiapkan Formulir Pesanan Penjualan
(Sales Order), memberikan kredit, mengirimkan produk ke
pelanggan, menagih ke pelanggan, dan mencatat transaksi dalam
akun (piutang usaha, persediaan, beban, dan penjualan).
b. Penerimaan Kas (Cash receipts)
Meliputi tahap menerima kas, menyimpan kas dalam bank, dan
mencatat transaksi dalam akun piutang usaha dan kas.
Siklus pendapatan mencakup fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk
mengubah produk atau jasa menjadi (pendapatan dari) pelanggan. Fungsi-
12
fungsi umum meliputi pemberian kredit , penerimaan dan pemrosesan
order, pengiriman barang, dan piutang dagang.
Fungsi order penjualan mengawali pemrosesan order pelanggan
dengan menyiapkan order penjualan. Order penjualan memuat deskripsi
mengenai produk yang dipesan, harga produk, dan keterangan mengenai
pelanggan, seperti nama, alamat pengiriman, dan jika perlu alamat
penagihan. Pada titik ini jumlah aktual yang dikirimkan dan biaya
pengiriman (jika ada) belum diketahui. Faktur dibuat setelah barang
dikirimkan dengan memberitahukan kegiatan ini ke department
penagihan.
Dalam beberapa kasus, order pelanggan bahwa order produksi
harus diterbitkan untuk memproduksi barang, karena barang ada dalam
persediaan. Catatan-catatan persediaan untuk menunjukkan kuantitas
aktual tercatat dipersediaan dari order penjualan yang kemudian akan
disampaikan bersamaan dengan barang ke fungsi pengiriman.
Setiap organisasi mendefinisikan sistem aplikasi sesuai kebutuhannya
sendiri. Organisasi besar mungkin memiliki beberapa subsistem aplikasi
khusus dalam sistem aplikasi piutang dagang dan penjualan. Contohnya,
sistem aplikasi penjualan dan pencatatan order mencakup subsistem
penentuan harga secara terpisah sampai pengumpulan file, dokumen dan
prosedur-prosedur digunakan untuk menentukan harga barang yang
kompleks seperti peralatan-peralatan elektronik. Subsistem lainnya
adalah yang mencakup daftar produk dan jasa yang diberikan perusahaan.
Aplikasi pengiriman dapat mencakup subsistem gudang yang
13
menunjukkan lokasi gudang dimana barang harus diambil. Sistem gudang
otomatis harus dapat menunjukkan jalur yang paling efisien dalam
mengambil barang untuk meminimalkan jarak yang harus dilalui dalam
mengambil order barang.
2. Siklus Pengeluaran (Expenditure Cycle)
Meliputi aktivitas pembelian yang terdiri dari kegiatan pemesanan,
penerimaan dan penyimpanan, dan pembayaran barang, perlengkapan,
dan jasa. Pemesanan barang merupakan kegiatan utama dalam siklus
utama pengeluaran. Pertama kali akan ditentukan apa, kapan, dan berapa
banyak jumlah barang yang akan dibeli, serta menentukan suppliernya.
Kegiatan pemesanan dimulai dari fungsi pengendali persediaan
(inventory control function) akan meminta pembelian barang atau
perlengkapan. Dalam perusahaan besar, biasanya permintaan pembelian
akan dilakukan jika barang persediaan berada di bawah reorder point.
Tapi dalam perusahaan kecil, yang meminta pembelian barang adalah
pegawai yang mengawasi catatan persediaan barang.
Untuk pembelian barang, akan dimulai dari pembuatan purchase
requisition. Purchase requisition adalah dokumen, atau formulir
elektronik, yang mengidentifikasi dan meminta pembelian, lokasi dan
tanggal pengiriman, item number, deskripsi, kuantitas, dan harga tiap
barang yang dipesan, dan supplier yang disarankan. Purchase requisition
juga mengindikasi department number dan account number, serta orang
yang bertanggung jawab. Kemudian purchase requisition akan
diserahkan ke bagian pembelian. Bagian pembelian kemudian akan
14
memilih supplier untuk menyediakan barang yang dibutuhkan. Setelah itu
akan dibuat Purchase Order dan dikirimkan ke supplier yang telah
dipilih. Purchase Order adalah dokumen atau formulir elektronik yang
meminta supplier untuk menjual dan mengirim produk sesuai spesifikasi
dan harga yang telah disetujui. Purchase Order berisi nama supplier dan
agen pembelian, tanggal order dan pengiriman, lokasi pengiriman dan
metode shipping, dan informasi tentang barang yang dipesan.
Untuk penerimaan dan penyimpanan barang, dimulai dari bagian
penerimaan yang bertanggung jawab menerima pengiriman barang dari
supplier. Setelah barang datang, petugas penerimaan akan
membandingkan referensi nomor purchase order dalam slip pembungkus
supplier dengan file open purchase order untuk memverifikasi bahwa
barang yang diterima adalah benar barang yang dipesan. Petugas
penerimaan juga menghitung kuantitas barang yang dikirim. Kegiatan ini
sangat penting, karena jika perusahaan menerima kiriman barang yang
tidak sesuai dengan pesanan atau yang memiliki kualitas yang tidak
sesuai, maka barang tersebut akan menunggu lama di dalam gudang
sebelum dapat dikembalikan. Sebelum meneruskan barang ke gudang
atau pabrik, petugas penerimaan akan memeriksa barang jika ada
kesalahan. Kesalahan ini ada 3 (tiga) macam, yaitu jika kuantitas yang
diterima tidak sama dengan yang dipesan, barang yang diterima rusak,
atau barang yang diterima memiliki kualitas yang buruk dan lolos dari
pemeriksaan. Jika terjadi kesalahan tersebut, maka Department
Pembelian akan menyelesaikannya dengan supplier. Biasanya supplier
15
akan mengijinkan pembeli untuk memperbaiki kuantitas yang tidak
sesuai. Untuk barang yang rusak atau memiliki kualitas buruk, dokumen
yang disebut Memo Debit akan disiapkan setelah supplier setuju untuk
menerima kembali pengurangan barang atau harga. Salinan dari Memo
Debit ini akan dikirimkan kepada supplier. Departemen Account Payable
akan menyesuaikan hutang kepada supplier berdasarkan Memo Debit.
Salinan Memo Debit lainnya akan digunakan oleh Bagian Pengiriman
untuk mengembalikan barang kepada supplier.
Departemen Penyimpanan Persediaan bertugas menyimpan barang
dan melaporkan kepada Kepala Gudang. Informasi tentang penerimaan
barang harus dikomunikasikan kepada fungsi pengendalian persediaan
untuk mengupdate catatan persediaan. Setelah barang diterima dan
dipesan, maka dibuat laporan penerimaan (receiving report). Laporan
penerimaan adalah dokumen sumber yang digunakan dalam subsistem
penerimaan dalam siklus pengeluaran, isi dokumen tersebut adalah detail
dari tiap pengiriman, meliputi tanggal penerimaan, pengirim, supplier,
dan nomor purchase order. Untuk setiap barang yang diterima,
menampilkan item number, deskripsi, unit of measure, dan kuantitas,
serta tempat kosong yang mengidentifikasi orang menerima dan
memeriksa barang untuk memastikan kualitas barang yang diterima.
3. Siklus Sumber daya (Human Resourc cycle)
Meliputi peristiwa memperkerjakan dan membayar karyawan.
4. Siklus Produksi (Production cycle)
Meliputi peristiwa transformasi bahan mentah menjadi produk jadi.
16
5. Siklus Keuangan (Financing cycle)
Meliputi peristiwa pengumpulan data dari investor dan kreditur dan
membayar mereka kembali.
2.2 Sistem Pengendalian Intern
2.2.1 Pengertian Pengendalian Intern
Menurut Weber (1999, h.35), “A control is a system that prevents,
detects, or correct unlawful events”. Pengendalian adalah suatu sistem untuk
mencegah, mendeteksi, dan mengkoreksi kejadian yang timbul saat transaksi
dari serangkaian pemrosesan yang tidak terotorisasi secara sah.
Menurut Mulyadi (2001, h.165), Sistem Pengendalian Intern meliputi
struktur organisasi, prosedur pencatatan, tugas dan fungsi organisasi dan
ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
dipatuhinya kebijakan manajemen.
Jadi, sistem pengendalian intern adalah kumpulan kebijakan, prosedur,
latihan, sturktur organisasi, dan metode-metode yang disusun top management
dengan tujuan menjaga kekayaan organisasi, serta keefektifan dan keefisienan
operasi dari sebuah organisasi.
2.2.1.1 Pentingnya Sistem Pengendalian Intern
Menurut Gondodiyoto (2007, h.249) ada beberapa faktor-faktor
yang menyebabkan makin pentingnya sistem pengendalian , yaitu:
17
1. Perkembangan kegiatan dan skalanya menyebabkan kompleksitas
struktur, sistem dan prosedur suatu organisasi makin rumit. Untuk
dapat mengawasi operasi organisasi, manajemen hanya
mengandalkan kepercayaan atas berbagai laporan dan analisa.
2. Tanggung jawab utama untuk melindungi aset organisasi,
mencegah dan menemukan kesalahan-kesalahan serta
kecurangan-kecurangan terletak pada manajemen, sehingga
manajemen harus mengatur sistem pengendalian yang sesuai
untuk memenuhi tanggung jawab tersebut.
3. Pengawasan oleh dari satu orang (saling cek) merupakan cara
yang tepat untuk menutup kekurangan-kekurangan yang bisa
terjadi pada manusia. Saling cek ini merupakan salah satu
karakteristik sistem pengendalian yang baik.
4. Pengawasan yang “built-in” langsung pada sistem berupa
pengendalian yang baik dianggap lebih tepat dari pada
pemeriksaan secara langsung dan detil oleh pemeriksa (khususnya
yang berasal dari luar organisasi).
2.2.1.2 Keterbatasan Sistem Pengendalian intern
Menurut Gondodiyoto (2007, h.253), disamping perlu diingat
bahwa sistem pengendalian yang terbaik adalah bukan struktur
pengendalian yang seketat mungkin secara maksimal, sistem
pengendalian juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain
sebagai berikut :
18
1. Persekongkolan (kolusi)
Pengendalian intern mengusahakan agar persekongkolan dapat
dihindari sejauh mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran
bertugas, larangan dalam menjalankan tugas yang bertentangan
oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan
mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian intern
tidak dapat menjamin bahwa persekongkolan tidak terjadi.
2. Perubahan
Struktur pengendalian intern pada suatu organisasi harus selalu
diperbaharui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi.
3. Kelemahan manusia
Banyak kebobolan terjadi pada sistem pengendalian intern yang
secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena
lemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang
bersangkutan. Oleh karena itu personil yang paham dan kompeten
untuk menjalankannya merupakan salah satu unsur terpenting
dalam pengendalian intern.
4. Azas biaya-manfaat
Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan
kegunaannya. Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu
mungkin melebihi kegunaannya, atau manfaat tidak sebanding
dengan biaya yang dikeluarkan (Cost-Benefit Analysis). Mengenai
pengendalian intern, seringkali menghadapi dilema antara
menyusun sistem pengendalian yang komprehensif dengan biaya
19
yang relatif menjadi makin mahal, atau seoptimal mungkin
dengan risiko, biaya dan waktu yang memadai.
2.2.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Menurut Gondodiyoto (2007, h.260), tujuan dari sistem pengendalian
intern adalah:
a. Meningkatkan pengamanan (improve safeguard) assets sistem informasi.
b. Meningkatkan integritas data (improve data integrity), sehingga dengan
data yang benar dan konsisten akan dapat dibuat laporan yang benar.
c. Meningkatkan efektifitas sistem (improve system effectiveness).
d. Meningkatkan efisiensi sistem (improve system efficiency).
2.2.3 Komponen sistem Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2001, h.165), komponen sistem pengendalian intern,
terdiri dari:
1. Unsur-unsur pokok sistem pengendalian intern, yaitu:
a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional
secara tegas. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh
untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.
b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan,
dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas
dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk
menyetujui terjadinya transaksi tersebut.
20
c. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap
unit organisasi. Praktik yang sehat yang umum ditempuh
perusahaan ialah:
- Penggunaan formulir bernomor urut tercetak dan
pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh yang
berwenang.
- Pemeriksaan mendadak (surprised audit).
- Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai
akhir oleh satu orang atau unit organisasi, tanpa campur
tangan dari orang atau unit organisasi lain.
- Perputaran jabatan (job rotation).
- Keharusan pengambilan cuti bagi yang berhak. Jadi, saat
orang yang bersangkutan mengambil cuti, jika terjadi
kecurangan diharapkan dapat diungkap oleh orang yang
menggantikan.
- Secara periodik dilakukan mencocokan fisik kekayaan
dengan catatan.
- Pembentukan unit organisasi yang bertugas mengecek
efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang
lain.
d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya:
- Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang
dituntut pekerjaannya.
21
- Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi
karyawan perusahaan, sesuai tuntutan perkembangan
pekerjaannya.
2. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik
dan manajer perusahaan mengenai pentingnya pengendalian internal
perusahaan. Efektivitas unsur pengendalian internal sangat ditentukan
oleh atmosfer yang diciptakan lingkungan pengendalian, yang memiliki
empat unsur, yaitu:
a. Filosofi dan gaya operasi
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar (basic beliefs) yang
menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Filosofi
merupakan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan.
Sedangkan gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang
bagaimana operasi suatu kesatuan usaha harus dilaksanakan.
b. Berfungsi Dewan Komisaris dan Komite Pemeriksaan
Dewan Komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan
berbadan hukum Perseroan Terbatas. Dewan ini berfungsi
mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh
manajemen (direksi).
Komite Pemeriksaan (Audit Committee) adalah komite yang
anggotanya seluruh atau terutama terdiri dari pihak luar perusahaan.
Tujuan dibentuknya komite ini adalah untuk memperkuat
independensi akuntan publik yang oleh masyarakat dipercaya untuk
22
menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan yang dilakukan
oleh manajemen. Fungsi komite pemeriksaan yang secara langsung
berdampak terhadap akuntan publik adalah:
- Menunjuk akuntan publik yang melaksanakan pemeriksaan
tahunan terhadap laporan keuangan perusahaan.
- Membicarakan luas pemeriksaan dengan akuntan publik.
- Meminta komunikasi langsung dengan akuntan publik
mengenai masalah-masalah besar yang ditemukan oleh
akuntan dalam pemeriksanaannya.
- Menelaah laporan keuangan dan laporan akuntan pada saat
pemeriksaan akuntan selesai dilakukan.
3. Metode Pengendalian Manajemen
Metode pengendalian manajemen merupakan metode perencanaan
pengendalian alokasi sumber daya perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Perencanaan dan pengendalian manajemen dilakukan melalui
4 (empat) tahap, yaitu penyusunan program (rencana jangka panjang),
penyusunan anggaran (rencana jangka pendek), pelaksanaan dan
pengukuran, dan pelaporan dan analisis.
4. Kesadaran Pengendalian
Kesadaran pengendalian dapat tercermin dari reaksi yang ditunjukkan
oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi atas kelemahan
pengendalian yang ditunjuk oleh akuntan internal atau akuntan publik.
23
2.2.4 Sistem Pengendalian Intern pada sistem berbasis komputer
2.2.4.1 Pengendalian Umum (General Controls)
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.250), Pengendalian
Umum ialah sistem pengendalian intern komputer yang berlaku umum
meliputi seluruh kegiatan komputerisasi sebuah organisasi secara
menyeluruh.
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.251) ruang lingkup
yang termasuk dalam pengendalian umum adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian top manajemen (top management controls), dalam
lingkup ini termasuk pengendalian manajemen sistem operasi
(information system management controls).
2. Pengendalian manajemen pengembangan sistem (system
development management controls), termasuk manajemen
program (programming management controls).
3. Pengendalian manajemen sumber data (data resources
management controls).
4. Pengendalian manajemen jaminan kualitas (quality assurance
management controls).
5. Pengendalian manajemen operasi (operations management
controls).
Merupakan jenis pengendalian intern yang didesain untuk
menciptakan kerangka kerja organisasi, pendayagunaan sumber
daya informasi, dan pembagian tugas yang baik dalam suatu
organisasi yang menggunakan sistem berbasis teknologi
24
informasi. Sumber daya informasi meliputi hardware, software,
netware, brainware, data itu sendiri dan seluruh komponen yang
diperlukan untuk mendukung berlangsungnya operasi sistem
informasi yang baik.
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.297) operasi
jaringan yang digunakan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
a. Wide Area Network Controls
Area network yang luas memerlukan intervensi manusia,
sebagai contoh, adanya jaringan komunikasi yang gagal,
program diberhentikan secara tidak normal, antrian berita
memenuhi seluruh kapasitas penyimpanan, operator harus
dapat mengidentifikasi kapan masalah itu dapat terjadi dan
memastikan bahwa jaringan dapat mengakomodasi masalah
tersebut.
b. Local Area Network Controls
Server memainkan peranan penting untuk mekanisme kontrol
akses data pada local area network. Utilities operating system
di server membuat staf operasional dapat mengelola kegiatan
operasi menjadi lebih baik, misalnya:
- Jumlah space kosong pada harddisk server dapat selalu
dimonitor, jika tempat kosong pada server tinggal sedikit
maka kinerja network dapat menjadi kacau.
- Aktivitas pemakaian dan pola perjalanan data pada
jaringan dapat dimonitor. Informasi ini dapat membuat
25
operator dapat menentukan konfigurasi jaringan untuk
meningkatkan kinerja jaringan, melakukan identifikasi
pemakai yang menggunakan jaringan secara tidak
pantas, dan mengetahui tingkat interaksi dengan jaringan
lain dengan menggunakan gateway atau bridge.
- Kartu network khusus sering digunakan untuk masuk ke
jaringan pada LAN (Local area network).
- File pada server dapat digunakan untuk menjalankan
software yang dapat melakukan tindakan preventif,
detektif, dan menghilangkan virus.
File server merupakan komponen kritis LAN, server berisi
data yang sensitif dan program yang digunakan untuk
berkompromi dengan keamanan dan integrity dengan jaringan.
Auditor dapat menggunakan interview, observasi, dan review
dokumentasi untuk mengevaluasi keandalan kontrol terhadap
operasional local area network.
6. Pengendalian manajemen keamanan (security management
controls).
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menjamin agar aset sistem
informasi tetap aman. Aset sumber daya informasi mencakup fisik
(perangkat mesin dan fasilitas penunjangnya) serta aset tak
berwujud (non-fisik, misalnya data / informasi, dan program
aplikasi komputer).
26
Keamanan sistem komputer mencakup keamanan perangkat
keras, perangkat lunak, data / informasi, sistem prosedur dan
manusia. Dimensi keamanan informasi mencakup penggunaan
teknologi komputer, proses, dan orang yang dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Peranan teknologi yang mendukung keamanan komputer
terkait (network) dan media komunikasi yang terkait
kehandalan dan kecepatan penyampaian informasi dari
sumber informasi ke tujuan.
b. Proses dilihat dari penyusunan kebijakan keamanan
informasi, peranan manajemen, dan jaminan terhadap
keamanan informasi agar tidak dapat disusupi oleh pihak
yang ingin mendapatkan informasi dengan cara yang tidak
benar.
c. Pemakai akhir, staf, IT department, maupun manajemen
puncak. Resiko yang dimulai dari proses rekuitmen, dan
pelatihan karyawan.
2.2.4.2 Pengendalian Aplikasi (Application Control)
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.328), Pengendalian
Aplikasi adalah sistem pengendalian intern pada sistem informasi
berbasis teknologi informasi yang berkaitan dengan pekerjaan/aplikasi
tertentu (setiap aplikasi memiliki karakteristik dan kebutuhan
pengendalian yang berbeda). Pengendalian aplikasi diperlukan untuk
27
mengurangi terjadinya resiko, atau jika resiko ternyata terjadi juga,
hendaknya tingkat kerugiannya supaya seminimal mungkin.
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.328), Pengendalian
Aplikasi terdiri dari:
1 Boundary controls ( Pengendalian Batasan )
Boundary adalah interface antara para pengguna (user) dengan
sistem berbasis TI. Tujuan utama Boundary controls ialah:
a. Untuk mengenal identitas dan otentik atau tindakan user /
pemakai sistem.
b. Untuk menjaga agar sumber daya informasi digunakan oleh
user tersebut dengan cara yang ditetapkan.
Beberapa kontrol yang diimplementasikan dalam boundary
controls:
a. Chryptographic control
Adalah sistem pengendalian internal yang didesain untuk
menjaga privacy, serta menjaga agar orang / pihak tidak
berwenang tidak dapat melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan merubah atau menambah data, dan menghapus data.
b. Access control
Access control bertujuan agar sumber daya sistem
digunakan hanya oleh orang-orang yang berhak, menjamin
agar kegiatan pengguna dilakukan sesuai dengan ketentuan,
dan menjamin bahwa peralatan yang digunakan sesuai
dengan semestinya. Ada beberapa cara yang diterapkan
28
dalam kontrol ini, antara lain dengan password. Kelemahan
password, antara lain: password dicatat, sehingga
kemungkinan dibaca orang lain, orang cenderung membuat
password dengan angka tertentu yang mudah ditebak,
password tidak pernah diperbaharui, password sering
dianggap tidak penting dan dibuat menjadi rahasia umum
dengan menyuruh orang lain mengetik password kita.
c. Audit trail
Adalah catatan-catatan atau data tertentu yang disimpan di
dalam sistem komputer dengan tujuan apabila di kemudian
hari ada masalah, maka catatan / data tersebut dapat
digunakan untuk pelacakan. Cakupan audit trail: identitas
user, informasi otentiknya, identitas sumber daya yang
digunakan, jenis kegiatan yang dilakukan, apakah yang
bersangkutan harus mencoba akses beberapa kali karena
akses gagal, dan kapan mulai serta berakhirnya kegiatan.
d. Existance control
Didesain untuk menjaga agar jika aktivitas user terhenti
karena suatu sebab kegagalan tertentu, akses tersebut tidak
diproses lebih lanjut demi untuk menjaga data integrity
maupun pengamanan aset.
2. Input controls ( Pengendalian Masukan )
Input merupakan salah satu tahap dalam sistem komputerisasi
yang paling penting dan mengandung resiko. Input controls
29
dirancang dengan tujuan untuk mendapat keyakinan bahwa data
transaksi input adalah valid, lengkap, serta bebas dari kesalahan
dan penyalahgunaan.
Mekanisme masuknya data input ke sistem dapat
dikategorikan dalam dua cara, yaitu:
a. Batch delayed processing system
Pada cara ini, data tiap transaksi diolah dalam satuan
kelompok dokumen, dan pengolahan bersifat tertunda, yaitu
updating data di komputer tidak sama dengan terjadinya
transaksi.
b. Online transaction processing system (real time system)
Pada cara ini, peng-update-an data di komputer bersamaan
dengan terjadinya transaksi. Sistem ini beresiko tinggi.
Pada umumnya perusahaan sekarang ini menggunakan
jaringan publik karena biaya yang lebih murah dan alasan
keterbukaan akses ke pasar, vendor, partners, dan lingkungan
perusahaan lainnya (entity’s environment). Konsekuensinya
adalah tingkat keamanan sistem dan data.
Pengendalian input dalam sistem online real time dilakukan
pada tahap:
a. Entry data & validation
Dalam sistem ini, seringkali sudah tidak dengan dokumen
lagi (paperless). Data lazimnya langsung di entry ke sistem
komputer, misalnya dengan workstation, automatic teller
30
machine, atau point of sales. Mesin-mesin tersebut sudah
dilengkapi dengan software yang antara lain berisi fungsi
validasi terprogram.
b. Pada sistem ini, data di entry langsung oleh pemakai
maupun petugas operasional.
c. Masalah audit trail menjadi semakin penting pada sistem ini
karena pada umumnya paperless. Oleh karena itu, masalah
audit trail dalam bentuk existance control betul-betul
diperhatikan.
3. Process controls ( Pengendalian Proses )
Ialah pengendalian intern untuk mendeteksi jangan sampai data
(khususnya data yang sesungguhnya sudah valid) menjadi error
karena adanya kesalahan proses.
4. Output controls ( Pengendalian Keluaran )
Output controls merupakan pengendalian yang dilakukan untuk
menjaga output sistem agar akurat, lengkap dan digunakan
sebagaimana mestinya. Output controls ini didesain untuk
menjamin agar output atau informasi dapat disajikan secara
akurat, lengkap, mutakhir, dan didistribusikan kepada orang-orang
yang berhak secara cepat dan tepat waktu. Kemungkinan resiko
yang terkait dengan keluaran dan harus dideteksi ialah: laporan
tidak akurat, tidak lengkap, terlambat atau data tidak up-to-date,
banyak item data yang tidak relevan, bisa dibaca oleh pihak yang
tidak berhak.
31
Metode pengendalian bersifat preventive objective misalnya
ialah perlunya disediakan tabel atau matriks pelaporan : jenis
laporan, periode laporan, dan siapa pengguna, serta check list
konfirmasi tanda terima oleh penggunanya. Pengendalian bersifat
detection objevtive misalnya ialah cek antar program pelaporan,
perlunya dibuat nilai-nilai subtotal dan grand-total yang dapat
diperbandingkan untuk mengevaluasi keakurasian laporan, judul
dan kolom-kolom laporan perlu didesain dengan sungguh-
sungguh. Sedangkan pengendalian intern yang bersifat corrective
objective misalnya ialah prosedur-prosedur klaim ketidakpuasan
pelayanan, tersedianya help-desk dan contact person, persetujuan
dengan users mengenai service level yang disepakati.
Yang termasuk pengendalian keluaran antara lain ialah :
a. Rekonsiliasi Keluaran dengan Masukan dan Pengelolahan
Rekonsiliasi keluaran dilakukan dengan cara
membandingkan hasil keluaran dari sistem dengan
dokumen asal.
b. Penelahaan dan Pengujian hail-hasil pengolahan
Pengendalian ini dilakukan dengan cara melakukan
penelahaan, pemeriksaan dan pengujian terhadap hasil-
hasil pengolahan dari sistem.
c. Pendistribusian Keluaran
Pengendalian ini didesain untuk memastikan bahwa
keluaran didistribusikan kepada pihak yang berhak,
32
dilakukan secara tepat waktu dan hanya keluaran yang
diperlukan saja yang disistribusikan.
5. Pengendalian file / database atau files / database controls, terdiri
dari akses dan integritas data.
6. Pengendalian komunikasi aplikasi / communication controls
terdiri dari pengendalian kegagalan unjuk kerja dan gangguan
komunikasi.
2.3 Audit Sistem Informasi
2.3.1 Pengertian Audit Sistem Informasi
Menurut Weber (1999, h.10), ”Information System Auditing is the
process of collecting and evaluating evidence to determine whether a computer
systems safeguards assets, maintains data integrity , allows organizational
goals to be achieves effectively and uses resources efficiently.” Dengan kata
lain, Audit Sistem Informasi adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian
bukti-bukti untuk menentukan apakah sistem komputer telah memenuhi tujuan
untuk mengamankan aset perusahaan, menjaga integritas data dan
meningkatkan efektivitas serta mendorong efisiensi dalam penggunaan sumber
daya.
2.3.2 Tujuan Audit Sistem Informasi
Menurut Weber (1999, h.11) tujuan dari audit sistem informasi lebih
ditekankan pada beberapa aspek penting, yaitu pemeriksaan dilakukan untuk
dapat menilai keempat tujuan dibawah ini, yaitu:
33
1. Pengamanan Aset
Aset informasi suatu perusahaan seperti hardware, software, sumber
daya manusia, data harus dijaga oleh suatu sistem pengendalian yang
baik. Dengan demikian sistem pengamanan asset merupakan hal yang
sangat penting yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
2. Menjaga integritas Data
Integritas data adalah salah satu konsep dasar sistem informasi. Data
memiliki atribut-atribut tertentu seperti : kelengkapan, kebenaran dan
keakuratan. Jika integritas data tidak terpelihara, maka suatu
perusahaan tidak akan lagi memiliki informasi atau laporan yang benar,
bahkan perusahaan dapat menderita kerugian karena pengawasan tidak
tepat.
3. Efektifitas Sistem
Efektifitas sistem informasi perusahaan memiliki peranan penting
dalam proses pengambilan keputusan. Suatu sistem informasi dapat
dikatakan efektif bila sistem informasi tersebut telah sesuai dengan
kebutuhan dan dirancang dengan benar.
4. Efisiensi Sistem
Efisiensi menjadi hal yang sangat penting ketika suatu komputer tidak
lagi memiliki kapasitas yang memadai. Jika cara kerja dari sistem
aplikasi komputer menurun, maka pihak manajemen harus
mengevaluasi apakah efisiensi sistem masih memadai atau harus
menambah sumber daya, karena suatu sistem dapat dikatakan efisien
34
jika sistem informasi dapat memenuhi kebutuhan user dengan sumber
daya informasi yang minimal.
5. Ketersediaan (Availability)
Berhubungan dengan ketersediaan dukungan / layanan teknologi
informasi . Teknologi informasi hendaknya dapat mendukung secara
terus-menerus terhadap proses bisnis.
6. Kerahasiaan (Confidentiality)
Fokus pada proteksi terhadap informasi dan supaya terlindungi dari
akses dari pihak-pihak yang tidak berwenang.
7. Kehandalan (Realibility)
Berhubungan dengan kesesuaian dan keakuratan bagi manajemen
dalam pengelolaan organisasi, pelaporan dan pertanggung jawaban.
2.3.3 Tahapan Audit Sistem Informasi
Menurut Weber (1999, h.47) ada 5 (lima) tahap dalam Audit Sistem
Informasi yaitu:
1. Perencanaan Audit (Planning the audit)
Perencanaan merupakan fase pertama dari kegiatan audit, bagi auditor
eksternal hal ini berarti melakukan investigasi terhadap klien untuk
mengetahui apakah penugasan audit (audit engagement) dapat diterima,
menempatkan staf audit, mendapatkan surat penugasan, mendapatkan
informasi mengenai latar belakang klien, memahami informasi
mengenai kewajiban hukum klien dan melakukan analisa terhadap
prosedur yang ada untuk memahami bisnis klien dan mengidentifikasi
35
area-area yang berisiko. Pada tahap ini auditor juga harus memahami
pengendalian intern organisasi lalu menentukan tingkat risiko
pengendalian yang berhubungan dengan setiap segmen audit.
2. Pengujian Pengendalian (Tests of controls)
Auditor melakukan test of controls ketika mereka menilai bahwa
tingkat risiko pengendalian berada pada level kurang dari maksimum
(pengendalian masih dapat dipercaya). Test of controls diarahkan
kepada efektifitas pengendalian perusahaan, baik dalam rancangan
maupun operasinya (pelaksanaannya).
Tahap ini diawali dengan fokus pada pengendalian manajemen
(management controls), jika pengendalian manajemen dinilai
beroperasi secara tidak handal, maka auditor hanya akan melakukan
sedikit pengujian pada pengendalian aplikasi (application controls).
Namun jika auditor menemukan kelemahan yang serius pada
pengendalian manajemen maka auditor akan memberikan opini tidak
wajar (adverse opinion) terhadap pengendalian yang ada di dalam
perusahaan atau melakukan pengujian substantif (substantive test) atas
transaksi dan pengujian keseimbangan dan hasil keseluruhan (balances
or overall result).
Jika auditor menyatakan pengendalian manajemen telah
beroperasi secara memadai, maka auditor akan melakukan evaluasi
terhadap kehandalan pengendalian aplikasi dengan menelusuri jenis-
jenis materialitas dari transaksi melalui masing-masing pengendalian
yang dijalankan pada subsistem pengendalian aplikasi.
36
3. Pengujian Transaksi (Tests of transaction)
Auditor menggunakan pengujian ini untuk mengevaluasi apakah
kesalahan atau pemrosesan yang keliru terhadap transaksi telah
mengarah pada kesalahan yang material pada pernyataan laporan
keuangan. Pengujian pembuktian ini mencakup penelusuran terhadap
jurnal hingga ke dokumen sumbernya, menguji kebenaran data, dan
menguji akurasi perhitungan. Jika hasil pengujian transaksi
mengindikasikan terjadi kehilangan atau kesalahan pencatatan yang
material maka auditor dapat mengembangkan tingkat pengujiannya
dengan melakukan test of balances or overall result untuk mendapatkan
estimasi yang lebih baik terhadap kehilangan / kesalahan pencatatan.
4. Tests of balances or overall results
Auditor melakukan pengujian ini untuk memperoleh bukti yang cukup
dalam membuat penilaian akhir (final judgement) mengenai tingkat
kehilangan atau kesalahan pencatatan yang terjadi ketika fungsi sistem
informasi gagal melindungi aset, memelihara integritas data, mencapai
efektifitas dan efisiensi sistem informasi.
5. Completion of the audit
Tahap ini merupakan tahap akhir dari tahapan audit sistem informasi.
Pada tahap ini auditor merumuskan opininya terhadap kehilangan
material dan kesalahan pencatatan yang terjadi sekaligus membuat
rekomendasi untuk manajemen yang nantinya disajikan pada laporan
audit.
37
2.3.4 Prosedur Audit Sistem Informasi
Menurut Arens dan Loebbecke (1996, h.153) menyatakan bahwa ada 7
(tujuh) kategori bahan bukti audit yang dapat dipilih auditor yaitu :
1. Pemeriksaan Fisik
Merupakan penghitungan secara fisik atas aktiva berwujud seperti uang
tunai, inventory, dan lain-lain.
2. Konfirmasi
Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun
lisan dari pihak ketiga yang independent dalam memverifikasi akurasi
informasi yang telah diminta oleh auditor.
3. Dokumentasi (Pemeriksaan dokumen / vouching)
Merupakan pemeriksaan auditor atas dokumentasi dan catatan klien
untuk menyokong informasi yang ada atau seharusnya ada dalam
laporan keuangan.
4. Pengamatan
Adalah penggunaan panca indera untuk menilai/menetapkan suatu
aktivitas tertentu.
5. Tanya jawab dengan klien
Yaitu mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien dengan
menjawab pertanyaan dari auditor.
6. Pelaksanaan ulang (Reperformance)
Mencakup pengecekan ulang suatu sampel penghitungan dan
perpindahan informasi yang dilakukan klien selama periode yang
diaudit. Pengecekan ulang penghitungan berisi pengujian akurasi
38
aritmatika klien. Sedangkan pengecekan ulang atas perpindahan
informasi berisi penelusuran jumlah untuk meyakinkan bahwa kalau
informasi yang sama dimasukkan ke tempat yang lebih dari satu, akan
dicatat dengan jumlah yang sama pada waktu yang berbeda.
7. Prosedur analisis
Adalah prosedur yang menggunakan perbandingan dan hubungan untuk
menentukan apakah saldo akun tersaji secara layak.
2.3.5 Standar Audit
Menurut Information System Audit and Control Association (ISACA),
Standar Audit adalah sebagai berikut :
1. Audit Charter
Responbility, Auhtority and Accountability adalah tanggung jawab,
otoritas, dan akuntabilitas dari fungsi audit sistem informasi lebih tepat
bila didokumentasikan dalam suatu surat perjanjian.
2. Independence
a. Profesional Independece
Semua hal yang berkaitan dengan audit, auditor sistem informasi
harus bersifat independen dalam hal tingkah laku maupun tindakan.
b. Organiational Relationship
Fungsi audit sistem informasi harus independen dari area yang diaudit
untuk mencapai tujuan objektivitas dari suatu proses audit.
3. Proffesional Ethics and Standards
39
a. Code of professional Ethics
Auditor dari sistem informasi harus menghormati dan mentaati etika
profesional dari Information System Audit and Control Association.
b. Due Profesional Care
Standard auditing profesional harus diterapkan dalam segala aspek
dalam pekerjaan yang dilakukan oleh auditor sistem informasi.
4. Competence
Auditor sistem informasi harus kompeten secara profesional, memiliki
keahlian dan pengetahuan untuk melakukan penugasan audit dan harus
menjaga kompetensi profesionalnya melalui pendidikan lanjut
profesional yang tepat.
5. Planning
Audit Planning adalah auditor sistem informasi harus merencanakan
perencanaan audit sistem untuk menempatkan tujuan audit dan untuk
melengkapi standar profesional audit.
6. Performace of Audit Work
a. Supervision
Staff dari audit sistem informasi harus diawasi untuk dapat menjamin
tujuan dari audit yang dijalankan dan standar profesional auditing
dapat terpenuhi.
b. Evidence
Selama masa pekerjaan audit auditor sistem informasi harus
mendapatkan bukti yang tepat, dapat dipercaya, relevan dan berguna
untuk mencapai tujuan objektif dari suatu audit.
40
7. Reporting
Report Content and Form adalah auditor sistem informasi harus
menyediakan report dalam bentuk yang tepat apada saat penyelesaian
tugas audit. Laporan audit berupa lingkup, tujuan, periode audit, dan
lingkungan dimana audit dijalankan. Laporan audit harus
mengidentifikasikan permasalahan yang terjadi dalam jangka waktu
audit. Laporan audit juga untuk memberikan rekomendasi dari layanan
atau kualisifikasi yang diberikan auditor terhadap tugas audit yang
dijalankan.
8. Follow Up Activities
Follow Up adalah auditor sistem informasi harus meminta dan
mengevaluasi informasi yang sesuai dari penemuan yang terdahulu dan
rekomendasi yang dihasilkan pada periode audit terdahulu untuk
mendefinisikan tindakan yang tepat yang harus diimplementasikan dalam
satu periode waktu.
2.3.6 Instrumen Audit
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, h.447) terdapat berbagai
teknik pemeriksaan yang bisa diterapkan dalam melaksanakan audit. Teknik-
teknik pemeriksaan tersebut sering disebut dengan istilah instrumen audit.
Berikut ini adalah contoh-contoh instrumen audit yang dapat digunakan pada
saat pelaksanaan audit :
41
1. Observasi (Observation)
Observasi adalah cara memeriksa dengan menggunakan panca indera
terutama mata, yang dilakukan secara berkelanjutan selama kurun waktu
tertentu untuk membuktikan suatu keadaan atau masalah.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pemeriksaan berupa tanya-jawab secara
lisan antara auditor dengan auditee untuk memperoleh bahan bukti audit.
Tanya-jawab dapat dilakukan secara lisan (wawancara) atau tertulis.
3. Kuesioner (Questionaire)
Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan yang mudah dan praktis karena
tertulis. Dengan metode ini, responden ditentukan, kemudian dikirim
surat pengantar beserta daftar pertanyaan (Questionaire) tentang hal-hal
yang ditanyakan dengan pedoman pengisian dan tanggal jawab yang
ditentukan.
4. Inspeksi fisik (physical inspection)
Inspeksi merupakan cara memeriksa dengan memakai panca indera
terutama mata, untuk memperoleh bukti atas suatu keadaan atau suatu
masalah pada saat tertentu. Inspeksi merupakan usaha pemeriksa untuk
memperoleh bukti-bukti secara langsung di tempat dimana keadaan atau
masalah ingin dibuktikan.
5. Prosedur analisis
Analisis artinya memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah
ke dalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut
untuk digabungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang
42
lain. Dengan analisis pemeriksa dapat melihat hubungan penting antara
satu unsur dengan unsur lainnya.
6. Penelaahan dokumen
Pada teknik ini dilakukan penelaahan pada dokumen yang tersedia pada
suatu organisasi, seperti bagan arus, bagan organisasi, manual program,
manual operasi, manual referensi, notulen rapat, surat perjanjian, dan
catatan-catatan historis lainnya. Jika mungkin, dokumen-dokumen
penting harus ditelaah sebelum wawancara.
Dokumentasi yang bermanfaat adalah diagram (flowchart / Bagan Alir)
dan DFD (data flow diagram / diagram arus data). DFD menekankan
pada hubungan arus data dan pemrosesan. DFD sangat sederhana dan
mudah digunakan.
2.4 Evaluasi Sistem Informasi Persediaan
2.4.1 Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan suatu elemen yang penting bagi perusahaan
dagang maupun perusahaan manufaktur. Perusahaan harus dapat mengelola
persediaan mereka dengan baik, jumlah persediaan yang tinggi memang dapat
membuat perusahaan dapat memenuhi kebutuhan konsumennya, namun
persediaan yang tinggi dapat menghambat kegiatan perusahaan karena
sebagian besar dana perusahaan tertanam di persediaan dan tidak dapat
diputarkan lagi. Untuk itu jumlah optimum persediaan yang dimiliki
perusahaan tersebut dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh
perusahaan.
43
Perusahaan dalam pengendalian persediaannya memerlukan adanya
sistem informasi persediaan agar menghasilkan informasi yang akan digunakan
untuk pengambilan keputusan oleh manajemen dalam rangka menunjang
kegiatan perusahaan.
Menurut Wegandt et al, (2005, h.230), persediaan pada perusahaan
manufaktur juga dimiliki oleh perusahaan lainnya, akan tetapi tidak semua
persediaan tersebut belum dapat dijual.
Menurut Warren et al, (2005, h.355), istilah persediaan digunakan untuk
menunjukan barang dagangan dimiliki untuk dijual kembali dalam kegiatan
usaha normal dan persediaan dalam proses produksi atau dimiliki untuk
produksi.
Jadi, persediaan adalah tersedia untuk dijual pada perusahaan dagang atau
eceran dan bahan baku, barang dalam proses, barang pembantu dan barang jadi
untuk perusahaan manufaktur.
Mengingat peran persediaan sangat penting bagi perusahaan dan sifat
persediaan yang sangat sensitif, maka dalam audit persediaan suatu perusahaan
memerlukan adanya sistem informasi persediaan yang baik.
Pengendalian persediaan pada perusahaan yang bergerak di bidang
retailer pakaian anak-anak, proses pemrograman dan penganggaran
selanjutnya dijelaskan sebagai perencanaan kebutuhan persediaan. Operasi dan
pengukuran meliputi kegiatan pelaksanaan rencana kebutuhan barang serta
pencatatan pelaksanaan rencana tersebut dengan menggunakan cara tertentu
untuk mewujudkan pengendalian. Operasi ini meliputi pembelian, penerimaan,
44
penyimpanan, serta pengiriman dan pendistribusian juga pencatatan dan
pelaporan.
Kebijakan pembelian yang baik akan memperoleh barang dengan harga
yang paling menguntungkan dengan waktu yang tepat. Kebijakan penerimaan
dimaksudkan agar pesediaan yang diterima dan yang akan disimpan di gudang
benar-benar yang dipesan perusahaan.
Pencatatan digunakan sebagai sarana pengendalian yaitu dengan
membandingkan antara rencana kebutuhan persediaan dengan realisasinya dan
apabila terdapat penyimpangan dilakukan analisa untuk mengetahui sebab
terjadi penyimpangan tersebut.
Dengan demikian manajemen dapat mengambil tindakan perbaikan agar
penyimpangan tersebut tidak berlanjut, dan biasanya berupa perubahan
anggaran atau rencana kebutuhan persediaan operasi yang sedang berjalan,
bahkan pertimbangan untuk melaksanakan alternatif baru, misalnya merubah
program pemeliharaan pelaporan dan analisa merupakan sarana komunikasi
bagi manajemen untuk mengetahui seberapa jauh pengelolaan persediaan telah
dilaksanakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa audit
persediaan membutuhkan tahap-tahap yang harus dikoordinir dengan baik. Hal
ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang optimal bagi perusahaan,
yaitu tingkat persediaan yang mendukung dapat diselenggarakan pengelolaan
persediaan yang efektif, efisien dan ekonomis serta menekan biaya
penyelenggaraan persediaan.
45
2.4.2 Tujuan Evaluasi Persediaan
Tujuan evaluasi persediaan adalah untuk merencanakan dan
mengendalikan persediaan pada tingkat yang optimal dan menjaga agar tingkat
persedian tidak menghambat kegiatan perusahaan dengan memperhatikan
semua kebutuhan untuk produksi, penjadwalan, biaya dan keinginan
pelanggan. Jumlah persediaan yang berlebihan mencerminkan adanya
pemborosan dan kekurangan persediaan akan mengakibatkan terganggunya
kelancaran operasi perusahaan.
Kepuasan pelanggan dalam hal pengendalian persediaan dapat terlihat
dari kecepatan pelayanan atas pesanan pelanggan serta tingkat permintaan yang
dapat dilayani oleh perusahaan. Makin cepat daya tanggap perusahaan dalam
menghadapi pesanan dan makin besar daya jangkau perusahaan menunjukkan
adanya sistem pengendalian manajemen atas persediaan yang baik.
2.4.3 Pentingnya Evaluasi Persediaan
Pengelolaan persediaan tidak kalah penting dengan pengelolaan
dibidang lainnya karena pengelolaan persediaan dikenal sebagai fase yang
penting dalam proses pengelolaan perusahaan dan mempengaruhi setiap fungsi
seperti penjualan, produksi, pembelian, akuntansi dan administrasi.
Pengendalian persediaan menjadi begitu penting karena persediaan
merupakan aktiva yang sensitif terhadap kekunoan, penurunan harga,
pencurian, pemborosan, kerusakan dan kelebihan biaya, disamping itu
persediaan juga merupakan investasi penting dan bagian yang cukup besar dari
total aktiva lancar.
46
Pada perusahaan yang bergerak di bidang retailer pakaian anak-anak
dimana penjualan persediaan merupakan kegiatan utama maka adanya sistem
pengendalian persediaan yang baik mutlak diperlukan oleh perusahaan, karena
persediaan yang optimal akan menunjang kelancaran penjualan.
2.4.4 Evaluasi Persediaan pada Sistem Berbasis Komputer
Volume data yang banyak dalam pengelolaan persediaan dan banyaknya
variasi penyajian informasi untuk keperluan manajemen menyebabkan sangat
baik untuk mengaplikasikan komputer dalam sistem persediaan. Penggunaan
komputer yaitu data entry terminal atau database system secara intensif akan
memberikan pengendalian tepat waktu terhadap persediaan.
Pengelolaan dan pengendalian persediaan merupakan bagian dari sistem
pengelolaan perusahaan. Kemajuan yang tercapai dalam pengelolaan data
melalui komputer memungkinkan penggunaan teknik yang lebih rumit. Banyak
program komputer yang tersedia yang dengan mudah dapat dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus dari perusahaan tertentu juga telah
dikembangkan berbagai paket program untuk sistem persediaan perusahaan
tertentu.
Dalam pengembangan sebagian besar sistem persediaan yang
dipergunakan adalah sistem database. Database tersebut akan mencakup
banyak informasi sebagai berikut :
1. Data pelanggan
Meliputi alamat, posisi kredit, banyaknya order, produk-produk yang
lazim dan informasi lain.
47
2. Persediaan
Meliputi uraian kode barang, kuantitas yang tersedia, dan pada jadwal
yang mana, lama penyimpanan, lokasi penyimpanan dalam gudang,
dan lain-lain.
3. Perencanaan produksi
Meliputi daftar uraian barang untuk setiap jenis produk yang
dihasilkan, standar waktu dan jadwal serta urutan operasi.
4. Pengendalian kualitas
Yaitu pengujian yang diperlukan, hasil menurut pengalaman dan
dasar pengujiannya.
5. Catatan dan data historis
Yaitu memelihara sejarah tentang produksi penjualan, tingkat
persediaan dan data mengenai semua transaksi persediaan.
6. Laporan
Yaitu catatan mengenai semua laporan yang diterbitkan dan tindakan
yang telah diambil.
Dengan menggunakan komputer secara tepat, suatu jumlah data yang
besar dapat disediakan dengan biaya sekecil-kecilnya, yang memungkinkan
controller melakukan analisa ekonomis terhadap persediaan. Tujuannya adalah
manajemen persediaan secara wajar, dan ini mengharuskan adanya catatan dan
laporan yang cukup. Dengan adanya komputer maka banyak laporan
persediaan tidak perlu dihasilkan lagi. Data persediaan disimpan dalam
komputer, didapat kembali dan diperlihatkan pada layar komputer. Ini
48
memungkinkan mereka untuk bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan karena memperoleh data secara tepat waktu.
Kemajuan teknologi ini akan memajukan manajemen dalam pengendalian
persediaan dan membantu controller dalam memaksimumkan hasil
penghasilan atas investasi.
2.4.5 Metode Evaluasi Persediaan
Menurut Mulyadi (2001, h.556), metode pencatatan terdiri dari :
1. Metode mutasi persediaan (perpetual inventory method)
Dalam metode ini, setiap mutasi dicatat dalam kartu persediaan.
Metode ini cocok digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam
perusahaan yang harga pokok produknya dikumpulkan dengan metode
harga pokok pesanan.
2. Metode persediaan fisik (physical inventory method)
Dalam metode ini, hanya tambahan persediaan dari pembelian saja
yang dicatat, sedangkan mutasi berkurangnya persediaan karena
pemakaian tidak dicatat dalam kartu persediaan. Untuk mengetahui
berapa harga pokok persediaan yang dipakai atau dijual, harus
dilakukan dengan perhitungan fisik sisa persediaan yang masih ada di
gudang pada akhir periode akuntansi. Cocok digunakan dalam
penentuan biaya bahan baku dalam perusahaan yang harga pokok
produknya dikumpulkan dengan metode harga pokok proses.
49
Menurut Beisel (1993, h.280), ada 2 (dua) metode yang biasanya
digunakan untuk perusahaan yang bergerak dibidang retail :
1. Metode Stock Sales Ratio (SSR)
Metode ini biasanya digunakan untuk perusahaan yang bergerak
dibidang retail dalam perencanaan stock setiap bulannya.
B.O.M. Stock = Planned sales x desired stock-sales ratio
Metode ini dapat digunakan untuk toko, department atau klasifikasi
barang dengan sebuah department. Para pengusaha retail dapat
membandingkan rasio mereka dengan periode keseluruhan atau dengan
ratio dari beberapa toko.
2. Open To Buy
Pembeli harus mengetahui semua waktu dalam jumlah yang
tersedia untuk membeli barang-barang baru dalam satu bulan atau
setiap season. Jumlah ini disebut Open To Buy (OTB). OTB tidak sama
dengan jumlah untuk rencana pembelian. Walaupun OTB berbeda
antara rencana pembelian dan pembelian yang sudah dibuat. Metode ini
menggunakan rumus :
OTB = Planned sales + Planned reductions + Planned E.O.M.
stock – Current inventory – Outstanding orders