BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN … · Bank adalah lembaga kepercayaan, oleh karenanya bank...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN … · Bank adalah lembaga kepercayaan, oleh karenanya bank...
7
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Teori Agensi
Jensen dan Meckling dalam Amijaya dan Prastiwi (2013) mendefinisikan
hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih principal
(pemilik) menggunakan orang lain agen (manajer) untuk menjalankan aktifitas
perusahaannya. Di dalam teori keagenan yang dimaksud sebagai principal
adalah pemegang saham atau pemilik perusahaan, sedangkan yang dimaksud
sebagai agen adalah manajemen yang berkewajiban mengelola harta pemilik.
Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasional
perusahaan, sedangkan agen sebagai pengelola berkewajiban untuk mengelola
perusahaan sebagaimana yang dipercayakan oleh principal untuk
meningkatkan kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan.
Sebagai imbalan dari principal, agen akan diberikan bonus, kenaikan gaji,
kompensasi serta promosi jabatan.
Kenyataannya, agen sering melanggar kontrak yang telah mereka
sepakati bersama oleh principal yaitu bertanggung jawab dalam
mensejahterakan perusahaan dan meningkatkan kemakmuran para pemegang
saham, tetapi dalam kenyataan agen justru lebih mementingkan peningkatan
kesejahteraan untuk diri mereka sendiri. Para manajemen perusahaan
mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan biaya ditanggung oleh pihak lain.
Untuk mengatasi masalah keagenan yang timbul karena adanya asimetri
informasi, maka perusahaan dapat menggunakan berbagai macam cara salah
satunya dengan mekanisme corporate governance ataupun menggunakan jasa
pihak ketiga yakni jasa auditor untuk menurunkan risiko asimetri informasi
tersebut.
2.2. Konsep Dasar Perbankan
2.2.1. Definisi Bank
Kasmir (2014) menyatakan bahwa menurut Undang-Undang No.10 Tahun
1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan mengeluarkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup orang banyak. Kuncoro dalam Oktavianti (2013) menyatakan
bahwa definisi dari bank adalah lembaga yang usaha pokoknya ialah
menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat
dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya
sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit ke
masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang
saham), pemerintah, Bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun
masyarakat dalam negeri.
2.2.2. Jenis-Jenis Bank
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang
kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan, jenis bank meliputi:
1. Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
a. Bank Umum
Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan-
kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum meliputi:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, tabungan, dana, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2) Menerbitkan surat pengakuan utang;
3) Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas
pembayaran. Tugas dari Bank Perkreditan Rakyat meliputi:
9
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2) Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga;
3) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Peraturan
Pemerintah.
2. Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
Berdasarkan kepemilikannya, bank-bank di Indonesia dapat dibagi
menjadi lima kategori (Direktori Bank Indonesia, 2011), yakni:
a. Bank Milik Pemerintah
Bank milik pemerintah ialah bank yang seluruh atau sebagian
modalnya dan akta pendiriannya didirikan oleh pemerintah.Contoh
daftar bank pemerintah, yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia,
Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara.
b. Bank Milik Swasta
Bank swasta adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh
swasta, pembagian keuntungannya juga untuk swasta nasional. Bank
swasta dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Bank swasta nasional devisa, seperti Bank Central Asia, Bank
CIMB Niaga, Bank Danamon Indonesia, Bank OCBC NISP, dan
lain-lain.
2) Bank swasta nasional nondevisa, seperti Anglomas Internasional
Bank (Surabaya), Bank Andara, Bank Artos Indonesia (Bandung),
Bank Bisnis Internasional (Bandung), Bank Tabungan Pensiunan
Nasional (Bandung), Centratama Nasional Bank (Surabaya), Bank
Dipo International, Bank Fama Internasional (Bandung), Bank
Harda Internasional, Bank Ina Perdana, Bank Jasa Jakarta, Bank
Kesejahteraan Ekonomi, Bank Liman International dan Bank
Yudha Bhakti.
c. Bank Pembangunan Daerah
Bank pembangunan daerah adalah bank yang sebagian atau seluruh
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi, yaitu: Bank
Jambi (Jambi), Bank Kalsel (Banjarmasin), Bank Kaltim (Samarinda),
Bank Sultra (Kendari), Bank BPD DIY (Yogyakarta), Bank Nagari
(Padang), Bank DKI (Jakarta), Bank Lampung (Bandar Lampung),
Bank Kalteng (Palangka Raya), Bank BPD Aceh (Banda Aceh), Bank
Sulsel (Makassar), Bank BJB (Bandung) dahulu dikenal sebagai Bank
Jabar Banten atau BPD Jawa Barat, Bank Kalbar (Pontianak), Bank
Maluku (Ambon), Bank Bengkulu (Kota Bengkulu), Bank Jateng
(Semarang), Bank Jatim (Surabaya), Bank NTB (Mataram), Bank
NTT (Kupang), Bank Sulteng (Palu), Bank Sulut (Manado), Bank
BPD Bali (Denpasar), Bank Papua (Jayapura) dahulu dikenal sebagai
BPD Irian Jaya, Bank Riau Kepri (Pekanbaru) dahulu dikenal sebagai
Bank Riau, Bank Sumsel Babel (Palembang) dahulu dikenal sebagai
Bank Sumsel, Bank Sumut (Medan).
d. Bank Campuran
Bank campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu
atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan
oleh WNI (dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki
sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih bank yang
berkedudukan di luar negeri. Bank yang temasuk dalam kategori ini
antara lain: Bank ANZ Indonesia, Bank Commonwealth, Bank Agris,
Bank BNP Paribas Indonesia, Bank Capital Indonesia, Bank
Chinatrust Indonesia, Bank DBS Indonesia, Bank KEB Indonesia,
Bank Mizuho Indonesia, dan lain-lain.
e. Bank Asing
Bank asing adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh pihak asing, yaitu: Bank of America, Bangkok Bank, Bank of
China, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, JPMorgan Chase, Royal
Bank of Scotland, Standard Chartered, The Bank of Tokyo-Mitsubishi
UFJ.
3. Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Status
a. Bank Devisa
Bank devisa ialah bank yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dapat
11
memberikan lalu lintas pembayaran dalam dan luar negeri dan sudah
mendapat izin Bank Indonesia.
b. Bank Non Devisa
Bank non devisa ialah bank yang belum mendapat izin dari Bank
Indonesia untuk memberikan lalu lintas pembayaran dalam dan luar
negeri seperti bank devisa.
4. Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Cara Penentuan Harga
a. Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional
Bank yang berdasarkan prinsip konvensional menetapkan bunga
sebagai harga dan mengenakan biaya dalam nominal ataupun
persentase tertentu (fee base) dalam mendapatkan keuntungan dan
menentukan harga produk bank.
b. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank yang berdasarkan prinsip syariah menggunakan aturan
perjanjian menurut hukum islam dalam pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal
berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau tanpa adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa oleh pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
2.2.3. Fungsi Bank
Fungsi bank dapat dibedakan menjadi tiga (Triandaru & Santoso, 2006)
yakni:
a. Agent of Trust
Bank adalah lembaga kepercayaan, oleh karenanya bank memiliki fungsi
financial intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang
kelebihan dana dan menyalurkan pada pihak yang membutuhkan dana.
Fungsi dari financia lintermediary ini akan dapat berjalan apabila
dilandasi unsur kepercayaan (trust). Dalam hal ini masyarakat akan
menyimpan dananya apabila dilandasi unsur kepercayaan dan pihak bank
sendiri akan menempatkan dananya kepada masyarakat juga dengan
dilandasi unsur kepercayaan juga.
b. Agent of Development
Sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
perekonomian masyarakat. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak dapat bekerja
dengan baik apabila sektor moneter tidak berjalan dengan baik. Tugas
bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk
kelancaran kegiatan yang ditujukan untuk pembangunan perekonomian
masyarakat, seperti kegiatan produksi, distribusi, investasi dan konsumsi
barang atau jasa.
c. Agent of Service
Bank menawarkan berbagai macam jasa disamping dalam melakukan
kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan
penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa
yang ditawarkan bank seperti transfer uang, inkaso, letter of credit,
automated teller machine, money market, capital market, dan lain-lain.
Jasa-jasa yang ditawarkan tersebut erat kaitannya dengan kelancaran
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.3. Manajemen Laba
Ekasiwi dalam Pangaribuan (2014) menyatakan bahwa manajemen laba
merupakan tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu
standar tertentu untuk mempengaruhi laba yang akan terjadi seperti yang
mereka inginkan melalui pengelolaan faktor internal yang dimiliki atau
digunakan perusahaan.
Scott (2009) menyebutkan beberapa faktor yang mendorong manajer
dalam melakukan kegiatan manajemen laba antara lain:
1. Bonus Scheme
Laba perusahaan sering dijadikan indikator kinerja manajer perusahaan,
sehingga para manajer akan berusaha mengatur laba yang dilaporkan guna
memperoleh bonus yang diharapkan akan diterima.
2. Debt Covenant
Kontrak utang jangka panjang mampu mempengaruhi perusahaan, dimana
ketika perusahaan mempunyai kemungkinan dalam melanggar perjanjian
utang, maka manajer akan cenderung memilih metoda akuntansi yang
13
dapat menggeser laba periode mendatang ke periode berjalan dengan
harapan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran kontrak
utang yang mampu membuat perusahaan membayar bunga lebih tinggi.
3. Political Motivation
Manajer pada perusahaan-perusahaan skala besar dan industri strategis
akan berusaha menurunkan laba pada saat periode kemakmuran yang
tinggi, dengan harapan akan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari
pemerintah.
4. Taxation Motivations
Para manajer akan berusaha mengurangi laba yang dilaporkan dengan
tujuan meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.
5. Pergantian Chief Executive Officer (CEO)
CEO yang akan segera lengser dari jabatannya akan berusaha
memaksimalkan laba yang dilaporkan guna meningkatkan jumlah bonus
yang akan diterima, begitupun apabila manajer memiliki kinerja yang
dirasa buruk, mereka akan cenderung menaikkan jumlah laba guna
menghindari pemecatan.
6. Initial Public Offering
Informasi keuangan perusahaan yang menjual saham kepada publik akan
berusaha memberikan sinyal positif kepada investor potensial, sehingga
ada kecenderungan manajer yang akan melakukan penawaran saham
perdana (initial public offering) untuk menaikkan jumlah laba sehingga
dapat mempengaruhi keputusan investor potensial.
Scott (2009) pun mengemukakan 7 (tujuh) pola manajemen laba yakni:
1. Taking a Bath
Taking a bath terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah yang cukup besar, dimana
diharapkan di masa yang akan datang laba yang dilaporkan akan semakin
terlihat besar.
2. Income Minimazation
Pola ini dilakukan saat perusahaan mencapai tingkat profitabilitas yang
tinggi sehingga jika laba perioda mendatang turun dapat diatasi dengan
mengambil laba perioda sebelumnya.
3. Income maximization
Pola ini dilakukan saat laba perusahaan menurun, dimana tujuannya untuk
melaporkan laba yang lebih tinggi untuk mencegah pelanggaran perjanjian
utang ataupun untuk tujuan memperoleh bonus yang lebih tinggi.
4. Income Smoothing
Pola ini dilakukan dengan meratakan laba guna mengurangi volatilitas laba
yang terlalu tinggi, dikarenakan biasanya investor lebih cenderung
menyukai perusahaan yang memiliki laba relatif stabil.
5. Offsetting extraordinary/unusual gains
Pola ini dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang tidak biasa
atau temporal yang berlawanan dengan trend laba.
6. Aggresive accounting applications
Pola yang dilakukan untuk membagi laba antar perioda.
7. Timing Revenue dan Expense Recognition
Pola ini dilakukan dengan mengatur waktu pengakuan suatu transaksi
pendapatan serta transaksi biaya, misalnya mengakui pendapatan yang
akan datang di perioda saat ini serta menunda pengakuan pendapatan saat
ini.
Anggraita (2012) menyebutkan bahwa manajemen laba di perbankan
dapat dilakukan melalui diskresi atas nilai wajar kredit atau biasa disebut
dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit. Dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November
1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan atau
penyisihan tersebut dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Cadangan Umum PPAP : Kredit Kategori Lancar < 1%
2. Cadangan Khusus PPAP :
a. 5% x Kredit Kategori Dalam Perhatian Khusus
b. 15% x (Kredit Kategori Kurang Lancar – Nilai Agunan)
c. 50% x (Kredit Kategori Diragukan – Nilai Agunan)
d. 100% x (Kredit Kategori Macet – Nilai Agunan)
15
Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah dari PPAP
pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau yang sering
disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan
dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika
menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu
mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana
atau cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut
didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank
memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk
kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari
beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia) setelah adanya revisi PSAK 55.
Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan
PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi :
1. Individual
Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN
Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini:
a. Discounted Cash Flow : Estimasi arus kas masa akan datang
(pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga.
b. Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan nilai arus kas
atas jaminan atau agunan di masa yang akan datang.
c. Observable Market Price : Ditentukan dari harga pasar dari kredit
tersebut.
2. Kolektif
Setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai
CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut :
a. Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan
datang.
b. Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur
setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya.
Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan diperoleh
besarnya cadangan atau penyisihan dana atas kredit debitur tersebut dengan
membutuhkan data-data probability of default dan kerugian historis minimal 3
tahun kebelakang.
Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana kredit
suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut tinggal
dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut yang sesuai
dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI. Sedangkan untuk menentukan
besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank
berdasarkan perhitungan CKPN, maka bank harus menentukan terlebih dahulu
kredit dari debitur mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai).
Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih
antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya
impairment (penurunan nilai).
2.4. Kualitas Audit
DeAngelo dalam Oktavianti (2013) mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas penilaian pasar bahwa laporan keuangan terbebas dari salah saji
material dan pasar percaya bahwa ketika ada kesalahan atau kekeliruan didalam
penyajian laporan keuangan tersebut, maka auditor akan menemukan dan
melaporkannya. Lee et al., dalam Anggraita (2012) mendefinisikan kualitas
audit sebagai kemungkinan auditor tidak akan memberikan opini wajar tanpa
pengecualian untuk laporan keuangan yang mempunyai kekeliruan material.
Watkins et al., dalam Oktavianti (2013) mengemukakan bahwa kualitas audit
bergantung dari kemampuan auditor didalam meminimalisir noise serta bias di
laporan keuangan, serta meningkatkan akurasi informasi laporan keuangan itu
sendiri. Kane dan Velury dalam Heryan & Adiwijaya (2013) mendefinisikan
kualitas audit sebagai kapasitas auditor eksternal untuk mendeteksi kesalahan
material dan bentuk penyimpangan lainnya.
DeAngelo dalam Oktavianti (2013) menyatakan bahwa audit yang
berkualitas merupakan audit yang dilakukan oleh auditor yang kompeten serta
independen. Kompeten disini ialah ketika auditor yang memiliki kemampuan
teknologi, memahami dan melaksanakan audit sesuai prosedur yang tepat, serta
menggunakan metoda pengambilan sampel yang tepat. Sementara independen
disini diartikan ketika auditor menemukan pelanggaran atau salah saji, maka
auditor akan melaporkan pelanggaran ataupun kekeliruan tersebut. Menurut
DeAngelo dalam Oktavianti (2013), kedua kualitas tersebut hanya dimiliki oleh
KAP yang berukuran besar.
17
Ada empat auditor besar di Indonesia yang merupakan afiliasi dari KAP
big four yakni:
1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja – Afiliasi dari Ernst & Young.
2. KAP Osman Bing Satrio – Afiliasi dari Deloitte Touche Tohmatsu.
3. KAP Sidharta, Widjaja – Afiliasi dari KPMG.
4. KAP Haryanto Sahari & Rekan – Afiliasi dari Pricewaterhouse Coopers.
Ukuran auditor seringkali dipandang mampu merepresentasikan
independensi dan kompetensi dan saat ini sering direpresentasikan dengan KAP
“big four”. KAP big four sering dianggap investor sebagai KAP yang
mempunyai kualitas audit yang lebih tinggi karena memiliki sumber daya yang
berlebih untuk pelatihan staf, investasi kepada teknologi informasi serta
mengembangkan teknik-teknik untuk mendeteksi praktek manajemen laba
(Krishnan, 2005).
2.5. Mekanisme Self-Assessment Corporate Governance Perbankan
Pengertian GCG menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 8/4/PBI/2006
tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum adalah “Good Corporate
Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan
kewajaran (fairness)”.
Pokok-pokok pelaksanaan GCG diwujudkan dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi
pengendalian intern bank; penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan
auditor eksternal; penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
intern; penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
rencana strategis bank; dan transparasi kondisi keuangan dan non keuangan.
BI mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 9/ 12 /DPNP
Tanggal 30 Mei 2007, yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari PBI nomor
8/4/PBI/2006, yang telah diperbaharui dengan PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal
5 October 2006. BI – melalui surat edaran tersebut – menjelaskan lebih rinci
kelima prinsip GCG tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan.
2. Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan
pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara
efektif.
3. Pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat.
4. Independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional
tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
5. Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-
hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
PBI nomor 8/14/PBI/2006 menyebutkan bahwa setiap bank wajib
menerapkan GCG, termasuk melakukan self-assessment dan menyampaikan
laporan pelaksanaan GCG. Self assessment GCG dilakukan dengan mengisi
kertas kerja self-assessment GCG yang telah ditetapkan, yang meliputi 11
(sebelas) faktor penilaian. Tata cara penilaian secara self-assesment tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan nilai peringkat per faktor, dengan melakukan analisis self-
assessment dengan cara membandingkan tujuan dan kriteria/indikator
yang telah ditetapkan dengan kondisi bank yang sebenarnya;
2. Menetapkan nilai komposit hasil self-assessment, dengan cara membobot
seluruh faktor, menjumlahkannya dan selanjutnya memberikan predikat
kompositnya. Indeks tersebut meliputi aspek-aspek berikut ini:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dengan skala
likert, dan dengan bobot 10,00%.
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi dengan skala likert, dan
dengan bobot 20,00%.
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite dengan skala likert, dan
dengan bobot 10,00%.
d. Penanganan benturan kepentingan dengan skala likert, dan dengan
bobot 10,00%.
19
e. Penerapan fungsi kepatuhan bank dengan skala likert, dan dengan
bobot 5,00%.
f. Penerapan fungsi audit internal dengan skala likert, dan dengan bobot
5,00%.
g. Penerapan fungsi audit eksternal dengan skala likert, dan dengan
bobot 5,00%.
h. Penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian intern dengan
skala likert, dan dengan bobot 7,50%.
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan debitur
besar (large exposure) dengan skala likert, dan dengan 7,50%.
j. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank, laporan
pelaksanaan GCG dan laporan internal dengan skala likert, dan
dengan bobot 15,00%.
k. Rencana strategis bank dengan skala likert, dan dengan bobot 5,00%.
3. Dalam penetapan predikat, perlu diperhatikan batasan berikut : (1)
Apabila dalam penilaian seluruh faktor terdapat faktor dengan nilai
peringkat 5, maka predikat komposit tertinggi yang dapat dicapai bank
adalah ”Cukup Baik” dan (2) Apabila dalam penilaian seluruh faktor
terdapat faktor dengan nilai peringkat 4, maka predikat komposit
tertinggi yang dapat dicapai bank adalah ”Baik”.
Penelitian ini menggunakan indeks komposit corporate governance bank
yang dilaporkan secara self-assessment oleh bank tersebut. Indekskomposit
corporate governance merupakan hasil penjumlahan atas sebelas variabel
penilaian tata kelola bank seperti yang telah dijelaskan diatas.
20
2.6. Riset Empiris
Hasil riset empiris penelitian terdahulu akan dinyatakan dalam tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
1 M. Doddy Amijaya
& Andri Prastiwi
(2012)
Pengaruh Kualitas
Audit Terhadap
Manajemen Laba
Untuk mengetahui
pengaruh Kualitas Audit
terhadap Manajemen Laba
Perbankan di Indonesia
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Terdapat pengaruh signifikan antara
kualitas audit yang diproksikan dengan
ukuran KAP terhadap dilakukannya
manajemen laba perbankan.
2 Ingrid Christiani &
Yeterina Widi
Nugrahanti (2014)
Pengaruh Kualitas
Audit Terhadap
Manajemen Laba
Untuk mengetahui
pengaruh Kualitas Audit
terhadap Manajemen Laba
di Indonesia
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Tidak terdapat pengaruh signifikan
antara kualitas audit yang diproksikan
dengan ukuran KAP terhadap
dilakukannya manajemen laba
perbankan.
21
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
3 Viska Anggraita
(2012)
Dampak Penerapan
PSAK 50/55 (revisi
2006) Terhadap
Manajemen Laba
Perbankan: Peranan
Mekanisme Corporate
Governance, Struktur
Kepemilikan, dan
Kualitas Audit
Untuk mengetahui dampak
penerapan PSAK 50/55
(revisi 2006) terhadap
manajemen laba di
perbankan dan juga
meneliti bagaimana
pengaruh corporate
governance yang meliputi
mekanisme internal
corporate governance
bank, struktur
kepemilikan, dan kualitas
auditor eksternal terhadap
pengaruh penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006)
terhadap manajemen laba
di perbankan
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Hasil pengujian menunjukkan ada
penurunan praktek manajemen laba
setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi
2006). Mekanisme corporate
governancetidak signifikan mengurangi
manajemen laba. Terjadi peningkatan
manajemen laba pada bank yang
dikendalikan keluarga dan penurunan
manajemen laba pada bank yang
dikendalikan asing dan bank yang
diaudit oleh auditor spesialis.
22
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
4 Luhgiatno (2010) Analisis Pengaruh
Kualitas Audit
Terhadap Manajemen
Laba (Studi Perusahaan
yang Melakukan IPO di
Indonesia
Untuk memperoleh bukti
empiris tentang KAP big
fourdan KAP spesialis
industry dalam membatasi
manajemen laba bagi
perusahaan yang
diauditnya pada saat
perusahaan melakukan
IPO
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
KAP big fourdan KAP spesialis industri
terbukti tidak mampu membatasi
praktek manajemen laba bagi
perusahaan yang diauditnya pada saat
perusahaan melakukan IPO
5 Stephanus Wisnu
Pradhana & Felizia
Arni Rudiawarni
(2013)
Pengaruh Kualitas
Audit terhadap
Earnings Management
pada Perusahaan Sektor
Manufaktur yang Go
Public di BEI Periode
2008-2010
Untuk mengetahui apakah
kualitas audit berpengaruh
signifikan negatif terhadap
earning management yang
diukur menggunakan
discretionary accrual pada
perusahaan manufaktur di
BEI
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Kualitas audit yang diproksikan
menggunakan ukuran auditor
berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap manajemen laba dan
spesialisasi auditor berpengaruh positif
signifikan terhadap manajemen laba.
23
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
6 Arri Wiryadi &
Nurzi Sebrina
(2013)
Pengaruh Asimetri
Informasi, Kualitas
Audit, dan Struktur
Kepemilikan terhadap
Manajemen Laba
Untuk mengetahui secara
empiris pengaruh dari
asimetri informasi,
kualitas audit dan struktur
kepemilikan terhadap
manajemen laba
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Asimetri informasi, kualitas audit dan
struktur kepemilikan tidak mempunyai
pengaruh terhadap manajemen laba.
7 Maya Indriastuti
(2012)
Analisis Kualitas
Auditor dan Corporate
Governanceterhadap
Manajemen Laba
Untuk menguji pengaruh
kualitas auditor dan tata
kelola perusahaan terhadap
manajemen laba di
perbankan korporasi.
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Variabel Kualitas Auditor memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap
manajemen laba, sementara variabel
kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional beroengaruh
negative dan signifikan. Variabel
proporsi dewan komisaris independen
tidak memberikan pengaruh yang
signifikan dan positif pada manajemen
laba perusahan perbankan di Indonesia.
24
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
8 Dian Agustia
(2013)
Pengaruh Faktor Good
Corporate Governance,
Free Cash Flow, dan
Leverage Terhadap
Manajemen Laba
Untuk memberikan bukti
empiris pengaruh good
corporate governance,
free cash flow, dan
leverage terhadap
manajemen laba.
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Good corporate governancetidak
berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba, leverage berpengaruh
terhadap manajemen laba, dan free cash
flow berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
9 Marihot Nasution
& Doddy Setiawan
(2007)
Pengaruh Corporate
Governance terhadap
Manajemen Laba di
Perbankan Indonesia
Untuk menguji mekanisme
corporate governance
seperti komposisi dewan
komisaris independen,
ukuran dewan komisaris,
dan keberadaan komite
audit terhadap manajemen
laba perbankan di
Indonesia
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Komposisi dewan komisaris independen
mampu mengurangi praktek manajemen
laba perbankan, ukuran dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap
manajemen laba perusahaan perbankan,
serta keberadaan komite audit dalam
perusahaan perbankan juga mampu
membatasi praktek manajemen laba
perbankan di Indonesia. Sehingga
corporate governanceberpengaruh
terhadap manajemen laba perbankan
25
No Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
10 Ratnaningsih SY
dan Cholis Hidayati
(2012)
Pengaruh Corporate
Governance Terhadap
Manajemen Laba Pada
Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
Tujuan penelitian ini untuk
menguji pengaruh
penerapan corporate
governance yang diukur
dengan proporsi komisaris
independen, ukuran dewan
komisaris dan keberadaan
komite audit terhadap
tindakan manajemen laba
yang dihitung dengan
menggunakan
discretionary accruals
model Jones.
Regresi berganda
menggunakan
laporan keuangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari ketiga indikator Corporate
Governance hanya kepemilikan komite
audit yang merupakan variabel
independen yang dapat mempengaruhi
manajemen laba. Berarti indikator Good
Corporate Governance lainnya yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu
proporsi komisaris independen dan
ukuran dewan komisaris bukan
merupakan pengaruh yang signifikan
terhadap manajemen laba.
26
26
2.7. Pengembangan Hipotesis
2.7.1. Pengaruh Kualitas Audit pada Manajemen Laba Perbankan di
Indonesia
Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak
(nexus of contract) dari faktor-faktor produksi yang ada di dalam perusahaan.
Masalah timbul ketika pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak
manajemen perusahaan yang bukan merupakan pemilik perusahaan (Jensen
& Meckling dalam Amijaya dan Prastiwi, 2013). Teori agensi menyatakan
bahwa pemilik (principal) memberikan wewenang pengambilan keputusan
terhadap pihak lain (agent) guna menjalankan pekerjaan perusahaan,
sehingga dapat menimbulkan masalah.
Masalah yang dapat timbul di teori agensi yaitu karena tujuan agen
dan prinsipal berbeda, maka prinsipal sulit untuk mengendalikan apa yang
dilakukan oleh agen dan muncul risiko informasi yang dihadapi oleh
prinsipal. Risiko informasi tersebut dapat diminimalkan dengan bantuan
pihak ketiga yaitu jasa auditor, dimana prinsipal mengandalkan auditor untuk
memastikan kewajaran laporan keuangan agen dan menurunkan risiko
informasi yang dihadapi oleh prinsipal.
Auditor dihadapkan pada tantangan memenuhi ekspektasi dari pada
pengguna laporan keuangan untuk menjalankan fungsi dan tugasnya dengan
baik, dimana auditor diharapkan mampu menghasilkan opini audit yang
berkualitas. DeAngelo dalam Oktavianti (2013) menyatakan bahwa kualitas
auditor yakni kompetensi dan independensi hanya dimiliki oleh KAP yang
berukuran besar. Ukuran auditor berpengaruh negatif terhadap discretionary
accrual, atau dengan kata lain perusahaan yang menggunakan Kantor
Akuntan Publik (KAP) big four akan memiliki tingkat manajemen laba yang
lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak memakai KAP big four
sebagai auditornya. Kanagaretnam et al. (2010) melakukan penelitian terkait
hubungan antara reputasi auditor dengan manajemen laba, hasilnya ialah
reputasi auditor memiliki peranan penting dalam membatasi praktek
manajemen laba perbankan.
KAP besar (big four) dipersepsikan akan melakukan audit dengan
lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (non-big four) dikarenakan
KAP besar memiliki lebih banyak sumber daya dan lebih banyak klien
27
sehingga mereka tidak tergantung pada satu atau beberapa klien saja. Selain
itu, karena reputasinya yang dianggap baik oleh masyarakat menyebabkan
mereka akan melakukan audit dengan lebih berhati-hati. Banyaknya skandal
akuntansi belakangan ini terutama yang berkaitan dengan motif
mempercantik tampilan kinerja atau laba yang dilaporkan sehingga saham
perusahaan akan terlihat lebih menarik dan menguntungkan bila dibeli
investor di pasar modal mengakibatkan publik terutama investor
mempertanyakan kembali kualitas audit yang telah dilakukan oleh suatu
KAP.
Luhgiatno (2010) menyatakan bahwa sebagian masyarakat
mempunyai persepsi bahwa KAP berskala besar dapat menyebabkan kualitas
audit yang tinggi, namun persepsi tersebut tidak tepat. Pada kenyataannya,
perusahaan yang diaudit oleh KAP bigfour tidak terbukti mampu membatasi
praktek manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.
Indriani (2010), Saffudin (2011), Indriastuti (2012) menemukan tidak
adanya pengaruh yang signifikan antara kualitas audit dan manajemen laba
yang disebabkan karena perusahaan yang diaudit oleh KAP besar tidak
terbukti membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh
perusahaan malah menambah tindakan manajemen laba. Hal ini dikarenakan
auditor KAP besar lebih kompeten dan profesional dibanding auditor KAP
non-big4 sehingga ia memiliki pengetahuan lebih banyak tentang cara
mendeteksi dan memanipulasi laporan keuangan maupun melakukan
tindakan manajemen laba.
Penelitian Amijaya dan Prastiwi (2013) membuktikan bahwa kualitas
audit yang diproksikan dengan ukuran auditor berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba, dimana diartikan bahwa peran ukuran KAP dapat
menghambat dilakukannya manajemen laba.
Kualitas audit menjadi perhatian dalam penelitian ini, dimana diduga
ketika bank diaudit oleh KAP big four maka tingkat manajemen labanya akan
rendah dikarenakan KAP tersebut akan berusaha menjaga reputasinya dengan
melakukan audit yang berkualitas, maka hipotesis yang diajukan ialah:
H1 : Kualitas audit akan berpengaruh negatif terhadap praktek
manajemen laba perbankan di Indonesia
28
2.7.2. Pengaruh Mekanisme Self-Assesment Corporate Governance pada
Manajemen Laba Perbankan di Indonesia
Salah satu sistem yang dapat memberikan perlindungan bagi investor dan
kreditor selain kualitas audit yang tinggi ialah sistem corporate governance
(Nasution & Setiawan, 2007). Corporate governance merupakan konsep
yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau
monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen
terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep
corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan
yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan (Nasution &
Setiawan, 2007).
Praktek manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal
pelaporan akuntansi yang begitu besar. Salah satu penyebab terjadinya kasus-
kasus ini adalah karena lemahnya penerapan praktik corporate governance di
Indonesia (Ratnaningsih & Hidayati, 2012).
Ratnaningsih dan Hidayati (2012) mengemukakan bahwa corporate
governance merupakan sistem yang mengatur serta mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk pemegang
sahamnya. Situasi eksternal dan internal perbankan yang semakin kompleks,
akan menimbulkan risiko kegiatan usaha perbankan yang beragam sehingga
secara tidak langsung menuntut praktek tata kelola perbankan yang sehat.
Penerapan prinsip good corporate governance selain meningkatkan daya
saing juga memberikan perlindungan kepada masyarakat. Penerapan good
corporate governance menjadi suatu keniscayaan mengingat sektor
perbankan mengelola dana publik, dimana pengendalian sangat diperlukan
untuk memperkecil risiko. Risiko dalam usaha atau bisnis perbankan adalah
sesuatu yang alamiah dan selalu akan dihadapi oleh bank.
Konsep corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat
untuk memonitor kinerja bank dan untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return yang sesuai dengan investasi
yang telah ditanamkannya. Brown dan Caylor (2006) mengemukakan bahwa
mekanisme corporate governance yang dilaporkan oleh bank secara self-
assessment mampu menurunkan tingkat manajemen laba. Dari sisi risiko,
semakin baik kualitas corporate governance yang diterapkan akan semakin
29
menurunkan risiko yang dihadapi oleh bank, sementara dari sisi monitoring
maka tindakan manajer akan dapat diawasi, sehingga menurunkan
kemungkinan terjadinya asimetri informasi dan menurunkan insentif bagi
manajemen dalam melakukan manajemen laba.
Nasution dan Setiawan (2007) menemukan bukti bahwa mekanisme
corporate governance mampu mengurangi manajemen laba di bank,
sementara Anggraita (2012) menemukan bahwa mekanisme corporate
governance tidak signifikan mengurangi praktik manajemen laba di
perbankan Indonesia. Dari uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan ialah:
H2 : Mekanisme Self-Assessment Corporate Governance akan
berpengaruh positif terhadap praktek manajemen laba perbankan di
Indonesia
2.7.3. Pengaruh Kualitas Audit dan Mekanisme Self-Assesment Corporate
Governance Secara Bersama-Sama pada Manajemen Laba Perbankan di
Indonesia
Hipotesis satu menjelaskan bahwa audit atas laporan keuangan merupakan
hal yang penting dikarenakan dapat memberikan jaminan atas kualitas
laporan keuangan. Apabila audit yang dilakukan oleh auditor berkualitas
tinggi, maka diharapkan akan mampu mendeteksi praktek manajemen laba
yang dilakukan oleh perusahaan dan mampu menekan kecenderungan
manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba.
Hipotesis dua menjelaskan bahwa salah satu sistem yang dapat
memberikan perlindungan bagi investor dan kreditor selain kualitas audit
yang tinggi ialah sistem corporate governance (Anggraita, 2012). Corporate
governance adalah rangkaian proses, kebijakan, kebiasaan, aturan, dan
institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan
suatu perusahaan atau korporasi. Corporate governance juga mencakup
hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta
tujuan pengelolaan perusahaan. Corporate governance juga harus
memberikan insentif yang tepat bagi dewan direksi dan manajemen dalam
rangka mencapai sasaran, harus dapat memfasilitasi monitoring yang efektif
dan mendorong penggunaan sumber daya yang efektif (Kusumawardhani,
2012).
30
Penelitian ini berusaha melihat apakah benar bahwa audit yang
berkualitas serta apakah mekanisme corporate governance yang diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan
GCG bagi bank umum mampu membatasi praktek manajemen laba
perbankan di Indonesia, sehingga hipotesis yang diajukan ialah:
H3 : Kualitas audit dan mekanisme self-assessment corporate governance
secara bersama-sama akan berpengaruh terhadap praktek manajemen
laba perbankan di Indonesia.
2.8. Rerangka Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang telah dikembangkan di penelitian ini, maka
rerangka penelitian akan disajikan dalam diagram 2.1. Rerangka penelitian ini
sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu ingin mengetahui: (i) pengaruh kualitas
audit terhadap manajemen laba perbankan, (ii) pengaruh mekanisme self-
assessment corporate governance terhadap manajemen laba perbankan di
Indonesia, serta (iii) pengaruh kualitas audit dan mekanisme self-assessment
corporate governance secara bersama-sama terhadap manajemen laba
perbankan di Indonesia.
Gambar 2.1.
Rerangka Penelitian
Kualitas Audit
Mekanisme
Self-Assessment
Corporate Governance
Manajemen Laba
H1
H2
H3
Variabel Kontrol:
- Ukuran Bank
- CKPN tahun sebelumnya
- Capital Adequacy Ratio