BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2...

22
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa jasa merupakan tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Menurut Kotler (2003, p445) terdapat 5 kategori tawaran bauran jasa antara lain seperti: 1. Pure tangible good. The offering consists primarily of a tangible good such as soap, toothpaste, or salt. No services accompany the product. 2. Tangible good with accompanying services is the offering consists of a tangible good accompanied by one or more services. Levitt observes that ‘the more technologically sophisticated the generic product (e.g., cars and computers), the more dependent are its sales on the quality and availability of its accompanying customer services (e.g., display rooms, delivery, repairs and maintenance, application aids, operator training, installation advice, warranty fulfillment). In this sense, General Motors is probably more service intensive than manufacturing intensive. Without its services, its sales would shrivel.” 3. Hybrid. The offering consists of equal parts of goods and services. For example, people patronize restaurant for both food and service. 4. Major service with accompanying minor goods and services. The offering consists of a major service along with additional services or supporting goods. For example, airline passengers buy transportation services. The trip includes some tangibles, such as food and drinks, a ticket stub, and an airline magazine. The service requires a capital-intensive good-an airplane- for its realization, but the primary item is a service. 5. Pure service is the offering consists primarily of a service. Examples include baby-sitting, psychotherapy, and massage. Lima kategori bauran jasa antara lain barang berwujud murni yaitu penawaran yang diberikan benar-benar berupa barang tanpa adanya jasa, barang berwujud yang disertai jasa yaitu barang berwujud yang disertai dengan beberapa jasa, campuran tawaran antara barang dan jasa sama besarnya, jasa utama yang disertai barang dan jasa yang sangat kecil tawaran yang diberikan dengan disertai jasa utama dan jasa murni. 8

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Jasa

Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa jasa merupakan

tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain

yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan

kepemilikan sesuatu. Menurut Kotler (2003, p445) terdapat 5 kategori tawaran

bauran jasa antara lain seperti:

1. Pure tangible good. The offering consists primarily of a tangible good such as soap, toothpaste, or salt. No services accompany the product. 2. Tangible good with accompanying services is the offering consists of a tangible good accompanied by one or more services. Levitt observes that ‘the more technologically sophisticated the generic product (e.g., cars and computers), the more dependent are its sales on the quality and availability of its accompanying customer services (e.g., display rooms, delivery, repairs and maintenance, application aids, operator training, installation advice, warranty fulfillment). In this sense, General Motors is probably more service intensive than manufacturing intensive. Without its services, its sales would shrivel.” 3. Hybrid. The offering consists of equal parts of goods and services. For example, people patronize restaurant for both food and service. 4. Major service with accompanying minor goods and services. The offering consists of a major service along with additional services or supporting goods. For example, airline passengers buy transportation services. The trip includes some tangibles, such as food and drinks, a ticket stub, and an airline magazine. The service requires a capital-intensive good-an airplane-for its realization, but the primary item is a service. 5. Pure service is the offering consists primarily of a service. Examples include baby-sitting, psychotherapy, and massage.

Lima kategori bauran jasa antara lain barang berwujud murni yaitu

penawaran yang diberikan benar-benar berupa barang tanpa adanya jasa,

barang berwujud yang disertai jasa yaitu barang berwujud yang disertai

dengan beberapa jasa, campuran tawaran antara barang dan jasa sama

besarnya, jasa utama yang disertai barang dan jasa yang sangat kecil

tawaran yang diberikan dengan disertai jasa utama dan jasa murni.

8

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

9

Adapun karakteristik jasa menurut Kotler (2003, p446-449) antara lain :

- Intangibility, the means is unlike physical products, services cannot be seen, tasted, felt, heard, or smelled before they are bought. - Inseparability. Its means services are typically produced and consumed simultaneously. - Variability. Because they depend on who provides them and when and where they are provided, services are highly variable. - Perishability. Services cannot be stored. The perishability of services is not a problem when demand is steady.

Karakteristik jasa yaitu tidak berwujud karena jasa tidak dapat disentuh dan

diraba, bervariasi tergantung pada siapa yang memberikan jasa, tidak tahan

lama karena jasa tidak dapat disimpan.

Menurut Earl Sasser (dalam Kotler, p115, 2005) menjelaskan beberapa strategi untuk

menghasilkan keselarasan yang lebih baik antara permintaan dan penawaran yaitu :

o Penetapan harga yang berbeda akan menghasilkan sebagian permintaan

dari masa-masa sibuk ke masa-masa tidak sibuk contoh dengan

memberikan promosi berupa diskon.

o Permintaan pada masa tidak sibuk dapat dikembangkan.

o Jasa pelengkap dapat dikembangkan pada jam-jam sibuk untuk

memberikan alternatif bagi pelanggan yang menunggu.

o Sistem pemesanan merupakan cara untuk mengelola tingkat permintaan.

Menurut Lovelock (dalam Tjiptono, 2004), jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan

beberapa kriteria, yaitu :

1. Berdasarkan sifat tindakan jasa, jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks

yang terdiri atas dua sumbu. Dimana sumbu vertikal menunjukkan sifat tindakan

jasa (tangible actions and intangible actions), sedangkan sumbu horizontal

menunjukkan penerima jasa (manusia dan benda).

2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan.

Dalam hal ini, jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari dua

sumbu. Sumbu vertikal menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan jasa dan

pelanggannya, sedang sumbu horizontal menunjukkan sifat penyampaian jasa.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

10

3. Berdasarkan tingkat customization dan judgement dalam penyampaian jasa.

Dalam hal ini, jasa dikelompokkan ke dalam matriks yang terdiri dari dua sumbu

yaitu sumbu vertikal yang menunjukkan tingkat customization karakteristik jasa,

dan sumbu horizontal yang menunjukkan tingkat judgement yang diterapkan

oleh contact personnel dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.

4. Berdasarkan metode penyampaian jasa.

Jasa dikelompokkan terhadap suatu matriks yang terdiri dari dua sumbu, dimana

sumbu vertikal menunjukkan hubungan antara pelanggan dengan perusahaan

jasa, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan ketersediaan outlet jasa.

Masih menurut Tjiptono (2004, p136), jasa memiliki empat karakteristik utama

yaitu :

1. Intangibility. Jasa merupaka suatu obyek, alat atau benda yang bisa

dikonsumsi tanpa bisa di miliki. Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dicium,

didengar atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.

2. Inseparability. Jasa umumnya di jual terlebih dahulu, kemudian baru

diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Variability. Jasa bersifat variabel karena terdiri dari banyak bentuk,

kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan di mana jasa

tersebut dihasilkan.

4. Perishability. Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak

dapat disimpan.

2.2 Perceived Value

Berdasarkan Kotler dan Armstrong (2001: 214), mengemukakan definisi persepsi

adalah proses bagaimana seseorang memilih, mengatur dan menginterpretasikan

masukan-masukan informasi untuk membentuk gambaran yang berarti mengenai

dunia .

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

11

Kotler menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

a. Perhatian Selektif.

Orang-orang mungkin lebih memperhatikan stimulasi yang berhubungan

dengan kebutuhan saat ini, stimulasi yang kalau di antisipasi serta stimulasi

yang besar dalam kaitannya dengan ukuran normal.

b. Distorsi Selektif.

Menjelaskan kecenderungan orang untuk mengolah informasi menjadi suatu

pengertian pribadi.

c. Ingatan Selektif.

Orang-orang akan melupakan kebanyakan dari hal, yang mereka pelajari dan

cenderung mempertahankan informasi yang mendukung pendirian dan

kepercayaan mereka.

Berdasarkan Kotler (2003, p248-250), persepsi dibentuk oleh tiga pasang pengaruh,

yaitu :

1. Karakteristik Fisik Dan Stimuli.

Maksudnya adalah bahwa bagaimana kita merasakan karakteristik fisik ini

yang berupa bentuk, warna, suara, sentuhan, aroma dan rasa, dan stimuli

yang kemudian akan muncul persepsi yang sama atau juga berbeda dari

setiap individu meskipun dari karakteristik yang sama.

2. Hubungan Stimuli Dengan Sekelilingnya.

Stimuli yang diterima konsumen adalah sangat banyak disekelilingnya

terdapat karakteristik fisik dari rangsangan yang berbeda. Oleh sebab itu

para pemasar harus dapat memberikan yang khusus untuk menarik minat

atau perhatian dari konsumen untuk kemudian mendorongnya membeli

produk atau jasa yang dipasarkan.

3. Kondisi-kondisi di dalam diri kita sendiri.

Kondisi-kondisi dari dalam individu ini antara lain dari segi umur, pendidikan,

pendapatan, pekerjaan dan jenis kelamin. Selain itu, persepsi juga

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

12

dipengaruhi oleh rangsangan dari luar seperti produk, tingkat harga, saluran

distribusi dan kegiatan promosi.

2.3 Harga

Menurut Peter dan Olson (2003, p220), yang dimaksud dengan harga adalah elemen

yang paling tidak umum dari bauran pemasaran. Harga adalah satu-satunya elemen

yang berkaitan dengan pendapatan. Dilihat dari sudut pandang konsumen, harga

didefinisikan sebagai apa yang harus diserahkan konsumen untuk membeli suatu

produk atau jasa. Menurut Tjiptono (2004, p151) harga yang ditetapkan

mempengaruhi kuantitas yang terjual. Harga merupakan komponen langsung yang

berpengaruh langsung terhadap laba. Hal ini dapat terlihat jelas pada persamaan

berikut :

Laba = Pendapatan Total – Biaya Total

(Harga per Unit x Kuantitas yang Terjual) – Biaya Total

Masih menurut Tjiptono (2004, p152), harga memiliki peranan utama dalam proses

pengambilan keputusan para pembeli, yaitu :

1. Peran alokasi. Yaitu fungsi dari harga dalam membantu para pembeli untuk

memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan

berdasarkan daya belinya. Pembeli membandingkan harga dari berbagai

alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam ’mendidik’ konsumen

mengenai faktor-faktor produk seperti kualitas. Hal ini bermanfaat dalam situasi

dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau

manfaatnya secara obyektif.

Terdapat empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu : (Tjiptono, 2004, p152-153)

1. Tujuan Berorientasi pada laba. Asumsi ini menyatakan bahwa setiap perusahaan

selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi. Atau biasa

disebut juga maximisasi laba. Pada umumnya, perusahaan menggunakan

pendekatan target laba, yaitu tingkat laba yang sesuai sebagai sasaran laba.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

13

Terdapat dua jenis target laba yang biasa digunakan yaitu target marjin dan

target ROI (Return Of Invesment).

2. Tujuan Berorientasi pada Volume. Biasa dikenal dengan istilah volume pricing

objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target

volume penjualan. Tujuan ini banyak diterapkan pada perusahaan penerbangan,

lembaga pendidikan dan pertunjukan bioskop.

3. Tujuan Berorientasi pada Citra. Citra perusahaan dapat dibentuk melalui strategi

penetapan harga. Perusahaan menetapkan harga tinggi untuk membentuk dan

mempertahankan citra, sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk

membentuk citra nilai tertentu.

4. Tujuan Stabilisasi Harga. Konsumen sangat sensitif terhadap harga, bila

perusahaan menurunkan harga, maka pesaingnya harus menurunkan pula harga.

5. Tujuan lainnya. Harga ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,

mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang atau

menghindari campur tangan pemerintah.

Menurut Lupioyadi dan Hamdani (2006, p100) terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi harga, diantaranya sebagai berikut :

1. Elastisitas permintaan. Dengan elastisitas ini, dapat diketahui hubungan antara

harga dengan permintaan.

2. Struktur biaya. Umumnya terdapat dua jenis biaya yang terdapat dalam struktur

biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

3. Persaingan. Perusahaan harus mengamati pesaing-pesaingnya agar dapat

menentukan harga yang tepat.

4. Positioning dalam jasa yang ditawarkan.

5. Sasaran yang ingin dicapai perusahaan.

6. Siklus hidup jasa.

7. Sumber daya yang digunakan

8. Kondisi ekonomi.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

14

Biaya Bisnis

Biaya Konsumen

+ +

Uang, Waktu, Kegiatan kognitif, upaya perilaku

Produksi, Promosi, Distribusi, Penelitian Pemasaran

= =

Nilai Laba

Harga yang masih mau dibayar

Pertukaran Pemasaran

Harga Jual yang diinginkan

Gambar 2.1 Peran Penting Harga Dalam Pertukaran Pemasaran

Sumber : Lupioyadi dan Hamdani (2006, p100)

2.3.1 Strategi Penetapan Harga

Menurut Kotler (2003, p473) terdapat enam tahap penetapan harga dalam

pendekatan strategi, antara lain :

Gambar 2.2 Pendekatan Strategi Dalam Penetapan Harga

Sumber : Kotler (2003, 473)

1. Selecting the pricing objective

2. Determining demand

3. Estimating costs

4. Analyzing competitors’ cost, prices, and offers

5. Selecting a pricing method

6. Selecting the final price

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

15

2.3.2 Metode Penetapan Harga

Terdapat beberapa metode penetapan harga berdasarkan Kotler dalam

(Tjiptono, 2004, p157-165), antara lain :

- Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan

1. Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan. Metode ini lebih

menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan preferensi

konsumen daripada faktor-faktor seperti laba, dan persaingan.

Permintaan pelanggan didasarkan pada :

1. Kemampuan pelanggan untuk membeli (daya beli)

2. Kemauan pelanggan untuk membeli

3. Posisi produk dan gaya hisup pelanggan

4. Harga produk subtitusi

5. Manfaat yang diberikan produk kepada pelanggan

6. Pasar potensial bagi produk

7. Sifat perilaku non-harga

8. Perilaku konsumen secara umum

Terdapat tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam

metode penetapan harga berbasis permintaan, antara lain :

1. Skimming pricing. Strategi ini diterapkan dengan jalan

menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru selama tahap

perkenalan, kemudian menurunkan harga pada saat persaingan

mulai ketat.

2. Penetration Pricing. Perusahaan berusaha memperkenalkan

suatu produk baru dengan harga rendah dengan harapan

memperoleh volume penjualan yang besar dalam waktu yang

relatif singkat.

3. Prestige Pricing. Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai

ukuran kualitas suatu barang atau jasa. Dengan demikian, bila

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

16

harga diturunkan sampai tingkat tertentu, maka tingkat

permintaan tersebut juga turun.

4. Price Lining. Digunakan apabila perusahaan menjual produk

lebih dari satu jenis tertentu yang berbeda.

5. Odd- Even Pricing. Penetapan harga ganjil ini digunakan untuk

mempengaruhi pemikiran konsumen.

6. Demand-Backward Pricing. Perusahaan memperkirakan suatu

tingkat harga yang bersedia dibayar konsumen untuk produk-

produk yang relatif mahal.

7. Bundle Pricing. Strategi pemasaran yang menggunakan harga

paket untuk dua atau lebih produk.

2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya

Dalam metode ini, faktor penentu harga yang utama adalah aspek

penawaran, bukan permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya

produksi.

Yang termasuk dalam metode ini antara lain :

1. Standard Markup Pricing. Harga ditentukan dengan

menambahkan persentase tertentu dari biaya pada semau item

dalam suatu kelas produk.

2. Cost Plus Percentage of cost Pricing. Perusahaan menambahkan

persentase tertentu terhadap biaya produksi.

3. Cost Plus Fixed Fee Pricing. Metode ini diterapkan dalam produk-

produk yang sifatnya sangat tehnikal.

4. Experience Curve Pricing. Metode ini dikembangkan atas dasar

konsep efek belajar. Metode ini menyatakan unit cost barang

atau jasa akan menurun antara 10 hingga 30% untuk setiap

peningkatan sebesar dua kali lipat pengalaman perusahaan

dalam ,memproduksi dan menjual barang.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

17

3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba.

Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam

penetapan harganya. Beberapa jenis pendekatan yang termasuk dalam

metode ini, antara lain :

1. Target Profit Pricing. Berupa ketetapan atas besarnya biaya dalam

penetapan harganya.

2. Target Return On Sales Pricing. Perusahaan menetapkan tingkat harga

tertentu yang dapat menghasilkan laba dalam persentase tertentu

terhadap volume penjualan.

3. Target return On Investment Pricing. Perusahaan menetapkan besatnya

target ROI tahunan, yaitu rasio antara laba dengan investasi total yang

ditanamkan perusahaan pada fasilitas produksi.

4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan.

Metode ini dilakukan dengan mengikuti apa yang dilakukan pesaing.

Yang termasuk dalam metode ini yaitu :

1. Customary Pricing. Digunakan untuk produk-produk yang

harganya ditentukan oleh faktor-faktor seperti tradisi, saluran

distribusi atau faktor persaingan lainnya.

2. Above, At, or Below Market Pricing. Perusahaan menggunakan

pendekatan subyektif dalam memperkirakan harga pesaing.

Dalam Above –market Pricing, dilaksanakn dengan jalan

menetapkan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Dalam

At-market pricing, harga ditetapkan sebesar harga pasar, yang

dikaitkan juga dengan harga pesaing. Sementara dalam Below-

market pricing, harga yang ditetapkan di bawah harga pasar.

3. Loss Leader Pricing. Digunakan pada promosi khusus, dimana

perusahaan menjual harga di bawah biayanya. Tujuannya

untuk meningkatkan penjualan, dan menarik konsumen untuk

datang dan membeli pula produk-produk yang lain.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

18

4. Sealed Bis Pricing. Metode ini menggunakan sistem penawaran

harga dan biasanya melibatkan agen pembelian.

2.3.3 Penyesuaian Khusus Terhadap Harga

Menurut Tjiptono (2004, p166), terdapat penyesuaian khusus terhadap harga,

yaitu salah satunya adalah diskon.

Diskon. Diskon ini merupakan potongan harga yang diberikan oleh

penjual kepada pembeli. Terdapat beberapa jenis diskon, antara lain :

1. Diskon Kuantitas : Potongan harga yang diberikan guna

mendorong konsumen agar membeli dalam jumlah banyak,

sehingga dapat meningkatkan volume penjualan secara

keseluruhan.

2. Diskon Musiman. Potongan harga yang diberikan hanya pada

masa-masa tertentu saja.

3. Diskon kas. Potongan yang diberikan apabila pembeli

membayar tunai barang-barang yang dibelinya, atau

membayarnya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan apa

yang dijanjikan sebelumnya.

4. Trade (Functional Discount). Diskon ini diberikan oleh

produsen kepada para penyalur yang terlibat dalam

pendistribusian barang dan pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu.

Menurut Lupioyadi dan Hamdani (2006, p107), terdapat pedoman dalam

memilih metode penentuan harga yang tepat, antara lain :

1. Besarnya anggaran iklan atau promosi yang diinginkan.

2. Jenis Produk.

3. Sasaran Pangsa Pasar.

4. Saluran Pemasaran (Distribusi)

5. Pandangan Tentang Laba

6. Keragaman atau Keunikan Produk

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

19

7. Ada atau Tidaknya Jasa Tamban

8. Siklus Hidup Penggunaan Produk

9. Amortisasi Investasi

10. Ancaman Pesaing Baru

Perusahaan harus mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan

kebijakan penetapan harga. Terdapat beberapa kebijakan yang diperlukan

untuk melakukan penetapan harga, seperti yang dikemukakan oleh Kotler

(2003, p142).

1. Memilih Tujuan Penetapan Harga

6. Memilih harga akhir

5. Memilih Metode Penetapan harga

4. Menganalisis biaya, harga dan tawaran pesaing

3. Memperkirakan Biaya

2. Menentukan Permintaan

Gambar 2.3 Menentukan Kebijakan Penetapan Harga

Sumber : Kotler (2003, p142)

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

20

Adapun jenis-jenis kebijakan penetapan harga :

1. Kebijakan satu harga.

Menawarkan harga yang sama kepada seluruh pelanggan yang membeli produk

dalam kondisi yang sama dan jumlah yang sama.

2. Kebijakan harga luwes.

Menawarkan produk dan kuantitas yang sama kepada pelanggan yang berbeda

dengan harga yang tidak serupa. Biasanya penetapan harga seperti ini ditemui

pada saluran perdagangan.

3. Kebijakan penepisan harga.

Dimaksudkan untuk menjual dengan harga tinggi sebelum mengarahkan produk

kepada pelanggan yang lebih peka. Kebijakan harga seperti ini menurunkan

harga secara perlahan-lahan.

4. Kebijakan penetapan harga penetrasi.

Berusaha untuk menjual produk dengan satu harga yang rendah ke seluruh

pasar. Kebijakan ini diberlakukan apabila ada persaingan ketat.

Selain terdapat beberapa kebijakan penetapan harga, terdapat pula aspek hukum

dalam kebijakan penetapan harga. Karena pada umumnya terdapat beberapa

kebijakan penetapan harga yang dinilai tidak etis dan merugikan, antara lain seperti:

- Harga tercatat langsung.

Adalah harga yang diperlihatkan kepada pelanggan yang menunjukkan bahwa

harga yang dibayarkan telah dikurangi dari harga tercatat. Umumya pelanggan

tertarik untuk melakukan pembelian karena penawaran harga yang diberikan

seolah-olah telah dikurangi dari harga yang sesungguhnya.

- Persekongkolan harga.

Para pesaing bergabung untuk menaikkan, menurunkan dan menstabilkan harga

sehingga membuat harga pasar menjadi kacau.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

21

- Diskriminasi harga.

Menjual produk yang sama kepada pembeli yang berbeda dengan harga yang

tidak sama. Pemberlakuan diskriminasi harga ini harus berdasar pada perbedaan

biaya dan kebutuhan bersaing.

2.4 Perilaku Konsumen

Berdasarkan Ma’ruf (2005, p50) Perilaku Konsumen adalah proses yang terjadi pada

konsumen, ketika ia memutuskan untuk membeli, apa yang dibeli, di mana, kapan

dan bagaimana membelinya. Menurut Kotler (2003, p195) Perilaku membeli

konsumen merujuk pada perilaku membeli dari konsumen akhir individu dan rumah

tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Perilaku konsumen

sendiri merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsing terlibat dalam

usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa , termasuk

proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan

tersebut (Tjiptono, 2004, p19).

Berdasarkan Ma’ruf, (2005, p51)Setiap konsumen mempunyai dua sifat motivasi

pembelian yang saling tumpang tindih, yaitu antara lain :

1. Emosional.

Motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahan,

gengsi, atau perasaan lainnya.

2. Rasional.

Sikap belanja rasional dipengaruhi oleh alasan rasional dalam pikiran seorang

konsumen.

Ada banyak perilaku yang dimiliki konsumen pada saat berbelanja. Terdapat

gambaran faktor-faktor apa saja yang biasanya dilakukan oleh konsumen pada saat

perilaku berbelanja berdasarkan Ma’ruf (2005, p53).

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

22

Gambar 2.4 Perilaku Berbelanja

Sumber Ma’ruf (2005, p53)

Terdapat lima peran yang berguna untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan

konsumen. (Tjiptono, 2004, p20), peran tersebut antara lain :

Orientasi “belanja adalah belanja” (lebih mementingkan hal-hal

yang fungsional)

Paska belanja (antaran barang, pemasaran, evaluasi, kunjungan ulang) Display tema Area informasi dan petunjuk bagi konsumen

Selama belanja Daya tarik ambience (suasana internal) Visual merchandising Fasilitas dalam gerai Pusat barang dan jasa Fasilitas kredit

Prabelanja (mencari dan memilih gerai) Bergengsi Ada toko utama (anchor store) seperti hero, Matahari Pilihan barang banyak Merchandise ekslusif

Orientasi “rekreasi” (lebih dipengaruhi oleh

suasana lingkungan tempat belanja.

Paska belanja (antaran barang, pemasaran, evaluasi, kunjungan ulang) Display barang Area informasi dan petunjuk bagi konsumen

Selama belanja Barang yang tersedia Harga menarik Cepat proses pembayaran (antrean di kasir tidak terlalu panjang)

Prabelanja (mencari dan memilih gerai) Lokasi mudah dicapai Cukup parkir Dekat dengan gerai lain Pilihan merchandise pelengkap atau pengganti

1. Pemrakarsa (initiator).

Yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang

belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa.

2. Pemberi pengaruh (influencer).

Yaitu orang yang pandangan, nasihat atau pendapatnya mempengaruhi

keputusan pembelian.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

23

3. Pengambil keputusan (decider).

Yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

4. Pembeli (buyer).

Yakni orang yang melakukan pembelian aktual

5. Pemakai (user).

Yaitu orang yang mengkonsumsi barang atau jasa yang dibeli.

2.5 Keputusan Pembelian

Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian,

pembelian, penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu.

Sering kali konsumen merasa tidak puas telah memutuskan untuk melakukan

pembelian di suatu perusahaan, konsumen seringkali mengajukan komplein terhadap

ketidakpuasan (Tjiptono, 2004, p21), antara lain :

1. Voice response.

Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung atau

meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan.

2. Private response.

Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu teman

atau keluarga mengenai pengalamannya dengan perusahaan yang bersangkutan.

Tindakan ini berdampak pada citra perusahaan.

3. Third-party response.

Tindakan yang dilakukan meliputi meminta ganti rugi secara hukum, mengadu

lewat media massa, atau mendatangi langsung lembaga konsumen atau instansi

hukum. Tindakan seperti ini ditakuti oleh sebagian perusahaan yang tidak

memiliki prosedur penanganan yang baik. Umumnya konsumen lebih memilih

untuk menyebarluaskan keluhan kepada masyarakat luas.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

24

Terdapat tipe-tipe proses pengambilan keputusan konsumen, berdasarkan Tjiptono

(2004, p22), yaitu :

Keterlibatan rendah Keterlibatan Tinggi

Pengambilan Pengambilan Pengambilan

Keputusan Keputusan Keputusan

Kebiasaan Terbatas Yang Luas

Pengenalan masalah Selektif

Pengenalan masalah Generik

Pencarian Informasi Internal (terbatas)

Pencarian Informasi Internal dan Eksternal

(terbatas)

Pembelian

Purnabeli Tak Ada

Ketidakcocokan, Evaluasi sangat

Evaluasi Alternatif Sedikit Atribut, Aturan Keputusan, Sederhana,

Sedikit Alternatif

Pembelian

Purnabeli Ketidakcocokan, Evalasi kompleks

Purnabeli Tak Ada

Ketidakcocokan, Evalasi terbatas

Pembelian

Evaluasi Alternatif Banyak Atribut, Aturan Keputusan, Sederhana,

Sedikit Alternatif

Pencarian Informasi Internal dan Eksternal

Pengenalan masalah Generik

Gambar 2.5 Tipe-tipe proses pengambilan keputusan konsumen

Sumber : Tjiptono (2004, p22)

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

25

2.6 Perilaku Konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Ma’ruf (2005, p57)

antara lain :

1. Faktor Budaya. Budaya adalah faktor mendasar dalam pembentukan norma-

norma yang dimiliki seseorang kemudian membentuk atau mendorong keinginan

dan perilakunya menjadi seseorang konsumen. Budaya itu sendiri meliputi :

- Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah norma yang dianut oleh masyarakat.

- Persepsi adalah cara pandang pada sesuatu.

- Preferensi adalah rasa lebih suka pad sesuatu dibandingkan pada yang

lainnya.

- Kebiasaan.

2. Faktor sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor sosial antara lain :

- Reference group adalah kelompok yang mempengaruhi anggotanya dan

membuat keputusan terhadap pembelian suatu barang atau jasa.

- Keluarga dapat mempengaruhi seseorang di dalam mengambil keputusan.

- Peran dan status. Peran seseorang akan mempengaruhi pola tindakan dalam

membeli barang atau jasa.

3. Faktor teknologi, yang meliputi transportasi pribadi, alat rumah tangga, audio-

visual, internet dan seluler.

4. Faktor-faktor pribadi. Keputusan pembeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi

seperti umur pembeli dan tahap siklus hidup, pekerjaan, gaya hidup dan

kepribadian.

5. Faktor psikologis. Pilihan seseorang dalam membeli dipengaruhi oleh empat

faktor psikologis yaitu : motivasi, persepsi, pengetahuan serta keyakinan dan

sikap. Motivasi yaitu suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk

membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

26

2.7 Tipe-tipe Perilaku Keputusan Membeli

Semakin kompleks keputusan pembelian akan melibatkan semakin banyak pihak

yang terlibat dan semakin banyak pertimbangan. Terdapat beberapa jenis tipe

perilaku pembelian antara lain : (Peter dan Olson, 2003, p219)

1. Perilaku membeli yang kompleks adalah perilaku membeli konsumen dalam

berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli dan

adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan

yang lain.

2. Perilaku Membeli yang mengurangi ketidakcocokan. Yaitu perilaku membeli

konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi

sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada.

3. Perilaku Membeli karena kebiasaan. Terjadi dalam situasi yang bercirikan

keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan yang dirasakan

diantara merek-merek yang ada.

4. Perilaku Membeli yang mencari variasi. Terjadi dalam situasi yang bercirikan

rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap

benar.

Keterlibatan tinggi Keterlibatan rendah

Gambar 2.6 Empat Tipe Perilaku Pembeli

Sumber : Peter dan Olson (2003, p223)

Perilaku membeli yang kompleks

Perilaku membeli yang mencari

variasi

Perbedaan mendasar di antara

merek yang ada

Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Perilaku membeli karena kebiasaan

Sedikit perbedaan di antara merek

yang ada

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

27

2.8 Proses Keputusan Membeli

Berdasarkan Peter dan Olson (2003, p223-227) terdapat tahap-tahap proses

pengambilan keputusan antara lain :

1. Pengenalan Kebutuhan.

Tahap pertama proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen

mengenali suatu masalah atau kebutuhan.

2. Pencarian Informasi.

Tahap proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen telah

tertarik untuk mencari lebih benyak informasi, konsumen mungkin hanya

meningkatkan perhatian atau mencari informasi. Sumber informasi dapat

diperoleh melalui beberapa sumber yaitu sumber pribadi, komersial, publik,

pengalaman.

3. Evaluasi berbagai alternatif.

Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen

menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif yang

terdapat dalam pilihan-pilihan.

4. Keputusan Pembelian.

Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen

benar-benar membeli produk.

5. Evaluasi Keputusan Pembelian.

Mengevaluasi keputusan pembelian yang telah dilakukan sebelumnya.

Apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang diperlukan

sebelumnya.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

28

Pengaruh Eksternal

Masukan

Pengambilan Keputusan Konsumen

Proses

Perilaku Setelah Keputusan

Usaha Pemasaran Perusahaan

1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran Distribusi

Lingkungan Sosio Budaya 1. Keluarga 2. Sumber informasi 3. Sumber nonkomersial 4. Kelas sosial 5. Subbudaya dan budaya

Pengenalan Kebutuhan Penyelidikan Sebelum Pembelian Evaluasi Alternatif

Bidang Psikologi 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pengetahuan 4. Kepribadian 5. Sikap

Pengalaman

Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian Ulang

Evaluasi Setelah Pembelian

Keluaran

Gambar 2.7 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Kanuk dan Schiffman (2004, p8)

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-1-00323-MN Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Menurut Rangkuti (dalam Kotler,2003) mendefinisikan bahwa

29

2.9 Kerangka Pemikiran

Terdapat dua variabel independen (variabel X) dan satu variabel

dependen (variabel Y). Dimana variabel - variabel nya adalah :

1. Variabel X1 : Harga produk yang ditawarkan

2. Variabel X2 : Perceived Value

3. Variabel Y : Keputusan Pembelian oleh Konsumen

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keputusan pembelian yang

dilakukan oleh konsumen di Binus Center Grogol, dimulai dari pengenalan

kebutuhan hingga pada akhirnya memutuskan untuk membeli, dipengaruhi

oleh faktor-faktor apa saja selain dari faktor harga dan perceived value.

Melalui penelitian ini, akan diketahui apakah harga dan perceived value Binus

Center mempengaruhi keputusan pembelian oleh konsumen.

Binus Center

Harga Produk (X1) Perceived Value (X2)

Keputusan Pembelian (Y)

- Pencarian

Informasi - Evaluasi

Alternatif - Keputusan

Pembelian - Perilaku

Setelah Pembelian

- Kejelasan informasi - Kualitas materi

pembelajaran - Tingkat kebersihan - Suasana yang

nyaman - Lokasi mudah

dijangkau - Variasi pilihan

produk

- Jumlah peserta - Jumlah variasi

produk - Cara pembayaran - Sruktur potongan

harga - Harga yang

bersaing - Kesesuaian harga

Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian