BAB 2 LANDASAN TEORI ) adalah suatu aktivitas yang...

24
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tidak hanya menawarkan produk dan jasa melainkan juga proses penyampaian informasi dan proses tibanya barang hingga di tangan konsumen. Joseph P. Cannon, William D. Perreault, Jr., E. Jerome McCarthy (2008:8) menjelaskan bahwa pemasaran (marketing) adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau klien dari produsen. Dalam hal ini, pemasaran berperan besar dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Peran tersebut adalah mendorong terjadinya riset dan inovasi yang mana mendorong pengembangan dan penyebaran ide, barang, dan jasa baru. Ketika perusahaan menawarkan cara yang baru dan lebih baik untuk memuaskan kebutuhan konsumen, konsumen memiliki pilihan produk yang lebih banyak dan hal ini mendorong kompetisi untuk mendapatkan uang konsumen. Kompetisi yang terjadi mendorong turunnya harga. Ketika perusahaan mengembangkan produk yang benar – benar memuaskan konsumen, lapangan kerja yang lebih banyak dan meningkatnya pendapatan dapat terwujud. Menurut Bilson Simamora (2003:20) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Jadi, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu maupun organisasi. Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai. Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan bahwa pemasaran adalah mengelola hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan memiliki dua tujuan yaitu untuk menarik pelanggan baru yang menjanjikan dan mempertahankan pelanggan lama dengan memberikan kepuasan. Beliau juga menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk memperoleh nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI ) adalah suatu aktivitas yang...

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan

tidak hanya menawarkan produk dan jasa melainkan juga proses penyampaian

informasi dan proses tibanya barang hingga di tangan konsumen. Joseph P. Cannon,

William D. Perreault, Jr., E. Jerome McCarthy (2008:8) menjelaskan bahwa

pemasaran (marketing) adalah suatu aktivitas yang bertujuan mencapai sasaran

perusahaan, dilakukan dengan cara mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau klien

serta mengarahkan aliran barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan atau

klien dari produsen. Dalam hal ini, pemasaran berperan besar dalam pertumbuhan

dan perkembangan ekonomi. Peran tersebut adalah mendorong terjadinya riset dan

inovasi yang mana mendorong pengembangan dan penyebaran ide, barang, dan jasa

baru. Ketika perusahaan menawarkan cara yang baru dan lebih baik untuk

memuaskan kebutuhan konsumen, konsumen memiliki pilihan produk yang lebih

banyak dan hal ini mendorong kompetisi untuk mendapatkan uang konsumen.

Kompetisi yang terjadi mendorong turunnya harga. Ketika perusahaan

mengembangkan produk yang benar – benar memuaskan konsumen, lapangan kerja

yang lebih banyak dan meningkatnya pendapatan dapat terwujud.

Menurut Bilson Simamora (2003:20) pemasaran adalah suatu proses sosial

dan manajerial yang digunakan individu, rumah tangga maupun organisasi untuk

memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka dengan cara menciptakan dan

mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Jadi, tujuannya adalah untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan individu maupun organisasi. Kebutuhan tersebut

dipenuhi dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai.

Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan bahwa pemasaran

adalah mengelola hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan memiliki

dua tujuan yaitu untuk menarik pelanggan baru yang menjanjikan dan

mempertahankan pelanggan lama dengan memberikan kepuasan. Beliau juga

menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan

nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk

memperoleh nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

10

2.1.1 Proses Pemasaran

Dalam hal ini Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menjelaskan lima

tahap proses pemasaran sebagai berikut :

1. Memahami pasar dan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Perusahaan harus memahami konsumen dan pasar dimana perusahaan

beroperasi.

2. Merancang strategi pemasaran yang berorientasi pada pelanggan.

Perusahaan harus memutuskan pelanggan yang akan dilayani dan

bagaimana pelayanan tersebut dapat memberikan nilai bagi

perusahaan.

3. Membangun program pemasaran yang terintegrasi yang memberikan

nilai yang baik. Perusahaan mengembangkan rencana pemasaran dan

marketing mix yang akan menyampaikan nilai pelanggan.

4. Membangun hubungan yang menguntungkan dan membuat pelanggan

senang. Proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan

yang menguntungkan dengan memberikan nilai pelanggan dan

kepuasan yang unggul.

5. Menangkap nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan dan

ekuitas pelanggan.

2.1.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

J. Paul Peter dan James H. Donnelly, Jr. (2011:43) menjelaskan bahwa

strategi pemasaran biasanya dirancang untuk mempengaruhi pengambilan keputusan

konsumen dan menyebabkan pertukaran yang menguntungkan. Setiap elemen dari

bauran pemasaran (Product, Price, Place, Promotion) dapat mempengaruhi

konsumen dalam berbagai cara.

• Product. Banyak atribut dari produk perusahaan, termasuk brand

name, kualitas, newness, dan kompleksitas, dapat mempengaruhi

perilaku konsumen. Penampilan fisik dari produk, kemasan, dan

informasi label juga dapat mempengaruhi apakah konsumen melihat

produk di toko, memeriksanya, dan membelinya. Salah satu tugas

utama dari pemasar adalah untuk membedakan produk mereka dari

para pesaing dan menciptakan persepsi konsumen bahwa produk

tersebut layak untuk dibeli.

11

• Price. Harga produk dan jasa sering mempengaruhi apakah konsumen

akan membeli dan penawaran harga yang kompetitif yang akan dipilih.

Toko, seperti walmart, yang dianggap memberikan harga terendah,

menarik banyak konsumen. Untuk beberapa kasus, harga yang lebih

tinggi tidak dapat mencegah konsumen untuk membeli karena

konsumen percaya bahwa produk atau jasa tersebut berkualitas lebih

tinggi atau lebih bergengsi. Namun, saat ini banyak yang membeli

produk lebih berdasarkan pada harga daripada atribut lain.

• Promotion. Periklanan, promosi penjualan, tenaga penjualan, dan

publisitas dapat mempengaruhi apa yang konsumen pikirkan tentang

produk, emosi yang konsumen alami dalam pembelian dan

penggunaannya, dan perilaku apa yang mereka tunjukkan, termasuk

belanja di toko tertentu dan membeli merek tertentu. Karena

konsumen menerima banyak informasi dari pemasar untuk merancang

komunikasi yang (1) menawarkan pesan yang konsisten tentang

produk dan (2) ditempatkan dalam media yang sering digunakan oleh

konsumen di pasar sasaran. Marketing Communications berperan

penting dalam menginformasikan konsumen mengenai produk dan

jasa, termasuk di mana produk dan jasa dapat dibeli, dan dalam

menciptakan citra dan persepsi yang baik.

• Place. Strategi pemasaran untuk mendistribusikan produk dapat

mempengaruhi konsumen dalam beberapa cara. pertama, produk yang

nyaman untuk membeli di berbagai toko meningkatkan kemungkinan

konsumen mencari dan membeli mereka. Ketika konsumen mencari

produk keterlibatan rendah, mereka tidak mungkin untuk terlibat

dalam outlet yang luas seperti Nordstrom dapat dirasakan oleh

konsumen sebagai memiliki kualitas yang lebih tinggi. Pada

kenyataannya, salah satu cara pemasar menciptakan ekuitas merek

yaitu, persepsi konsumen yang menguntungkan merek adalah dengan

menjualnya di outlet prestis. Ketiga, menawarkan produk dengan

metode nonstore, seperti di internet atau di katalog, bisa membuat

persepsi konsumen bahwa produk yang inovatif, eksklusif, atau

disesuaikan untuk target pasar yang spesifik.

12

2.2 Word Of Mouth

Pengertian Word Of Mouth communication Sebagai bagian dari bauran

komunikasi pemasaran, word of mouth communication menjadi salah satu strategi

yang sangat berpengaruh didalam keputusan konsumen dalam menggunakan produk

atau jasa. Menurut Lupiyoadi (2009:238), word of mouth adalah suatu bentuk

promosi yang berupa rekomendasi dari mulut ke mulut tentang kebaikan dalam suatu

produk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa word of mouth merupakan komunikasi

yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian dan menceritakan

pengalamanya tentang produk atau jasa tersebut kepada orang lain sehingga secara

tidak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi yang dapat menarik

minat konsumen lain yang medengarkan pembicaraan tersebut.

Menurut Sumardy, Marlin Silviana dan Melina Melone (2011:67), word of

mouth adalah kelakuan dari kustomer memberikan informasi kepada kostumer lain

atau C-2-C (consumer to consumer). Kotler & Keller (2007) mengemukakan bahwa

word of mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut

merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara

individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk

memberikan informasi secara personal.

Sementara itu komunikasi word of mouth untuk kepentingan eksternal menurut

Hoskins (2007) bertujuan untuk menjalin relasi dengan organisasi lain atau pihak-

pihak yang berkepentingan.

Menurut Hasan (2010:32) word of mouth adalah Tindakan konsumen

memberika informasi kepada konsumen lain dari seseorang kepada orang lain

(antarpribadi) non komersial baik merek, produk maupun jasa.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa word of mouth communication

merupakan suatu bentuk percakapan mengenai suatu produk, antara satu orang

dengan orang lainnya, di dalamnnya terdapat pesan yang disampaikan yang

terkadang tidak disadari oleh pemberi informasi atau oleh penerima informasi

tersebut.

2.2.1 Elemen-elemen Word of Mouth

Menurut Andy (2009:31), menyebutkan bahwa ada 5 elemen-elemen

(Five Ts) yang dibutuhkan untuk word of mouth agar dapat menyebar

yaitu:

13

1. Talkers yaitu yang pertama dalam elemen ini adalah kita harus tahu

siapa pembicara dalam hal ini pembicara adalah konsumen kita yang

telah mengkonsumsi produk atau jasa yang telah kita berikan,

terkadang orang lain cenderung dalam memilih atau memutuskan

suatu produk tergantung kepada konsumen yang telah

berpengalaman menggunakan produk atau jasa tersebut atau biasa

disebut dengan referral pihak yang merekomendasikan suatu produk

atau jasa.

2. Topics yaitu adanya suatu word of mouth karena tercipta suatu pesan

atau perihal yang membuat mereka berbicara mengenai produk atau

jasa, seperti halnya pelayanan yang diberikan, karena produk kita

mempunyai keunggulan tersendiri, tentang perusahaan kita,lokasi

yang strategis.

3. Tools yaitu setelah kita mengetahui pesan atau perihal yang membuat

mereka berbicara mengenai produk atau jasa tersebut dibutuhkan

suatu alat untuk membantu agar pesan tersebut dapat berjalan,

seperti website game yang diciptakan untuk orang-orang bermain,

contoh produk gratis, postcards, brosur, spanduk, melalui iklan

diradio apa saja alat yang bisa membuat orang mudah membicarakan

atau menularkan produk anda kepada temannya.

4. Taking Part atau partisipasi perusahaan yaitu suatu partisipasi

perusahaan seperti halnya dalam menanggapi respon pertanyaan-

pertanyaan mengenai produk atau jasa tersebut dari para calon

konsumen dengan menjelaskan secara lebih jelas dan terperinci

mengenai produk atau jasa tersebut, melakukan follow up ke calon

konsumen sehingga mereka melakukan suatu proses pengambilan

keputusan.

5. Tracking atau pengawasan akan hasil WOM marketing perusahaan

setelah suatu alat tersebut berguna dalam proses word of mouth dan

perusahaan pun cepat tanggap dalam merespon calon konsumen,

perlu pula pengawasan akan word of mouth yang telah ada tersebut

yaitu dengan melihat hasil seperti dalam kotak saran sehingga

terdapat informasi banyaknya word of mouth positif atau word of

mouth negatif dari para konsumen.

14

Dalam melakukan word of mouth terdapat lima elemen dasar dari

word of mouth menurut Brown, et all. (2009 : 9) yaitu:

1. Identified the influences (identifikasi pemberi pengaruh).

Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh positif atau negative yang

diberikan oleh opinion leader kepada konsumen terhadap produk

yang sedang dibicarakan baik itu.

2. Creates simple ideas that are easy to communicate (menciptakan

gagasan yang mudah dan sederhana untuk berkomunikasi).

Menciptakan gagasan mudah dan sederhana untuk berkomunikasi

maka proses terjadinya komunikasi word of mouth maka akan

mengurangi timbulnya kendala-kendala yang tidak diinginkan dalam

penyampaian informasi

3. Give people the tools they need to spread the word (memberikan alat

yang dibutuhkan untuk menyebarkan informasi). Dengan didorong

alat pembantu dalam penyebaran informasi seperti menggunakan

brosur dan fakta yang ada, maka akan memudahkan seorang opinion

leader dalam penyampaian informasi.

4. Host a conversation (membawa percakapan). Sebagai opinion leader

harus memperhatikan metode penyampaian komunikasi dengan

membawa percakapan yang menarik untuk disampaikan yang

mendorong keingintahuan penerima pesan terhadap topik yang

sedang dibicarakan.

5. Evaluate and measure (mengevaluasi dan mengukur). Setelah

membicarakan informasi yang disampaikan maka seorang opinion

leader harus mengevaluasi dan mengukur sejauh mana penerima

pesan menerima informasi yang diberikan dan seberapa besar

ketertarikannya terhadap produk yang ditawarkan.

Word of mouth communicationsangat berkaitan erat dengan

pengalaman penggunaan suatu merek produk. Komunikasi dari mulut ke

mulut akan sangat berbahaya bagi perusahaan yang mempunyai citra

negatif, sebaliknya akan sangat menguntungkan jika dalam komunikasi

15

dari mulut ke mulut itu adalah mengenai citra yang baik dan kualitas

yang baik.

2.2.2 Proses Word Of Mouth Communication

Komunikasi word of mouth tak bisa terjadi tanpa proses, dimulai

dari sumber sampai tujuan. Setiap saluran memiliki kepentingan yang

tidak boleh diabaikan.Seperti pendapat Sutisna (2002), dalam pandangan

tradisional, proses komunikasi word of mouth dimulai dari informasi

yang disampaikan melalui media masa, kemudian diinformasikan atau

ditangkap oleh pemimpin opini yang mempunyai pengikut dan

berpengaruh. Informasi yang ditangkap oleh pemimpin opini kepada

pengikutnya melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Bahkan secara

lebih luas model itu juga memasukan penjaga informasi (gatekeeper)

sebagai pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Model

komunikasi word of mouth yang lebih luas digambarkan oleh Sutisna

(2002;191) sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Komunikasi WOM

Sumber : Sutisna (2002 : 192)

2.2.3 Dimensi Word Of Mouth

Didalam word of mouth communication terdapat beberapa hal yang

digunakan untuk mengukur Word Of Mouth Communication Menurut

Babin, Barry “ Modeling Consumer Satisfication And Word Of Mouth

Communication: Restorant Petronage Korea” Journal of Servive

16

Marketing (2015) indikator Word Of Mouth Communication adalah

sebagai Berikut :

1. Membicarakan

Kemauan seseorang untuk membicarakan hal-hal positif tentang

kualitas produk kepada orang lain. Konsumen berharap mendapatkan

kepuasan yang maksimal dan memiliki bahan menarik untuk

dibicarakan dengan orang

2. Mendorong

Dorongan terhadap teman atau relasi untuk melakukan transaksi atas

produk dan jasa. Konsumen menginginkan timbale balikyang

menarik pada saat mempengaruhi orang lain untuk memakai produk

atau jasa yang telah diberitahukan.

3. Merekomendasikan

Konsumen menginginkan produk yang bisa memuaskan dan

memiliki keunggulan dibandingkan dengan yang lain, sehingga bisa

di rekomendasikan kepada orang lain.

2.3 Service Quality

Menurut Usmara (2008) service quality adalah suatu sikap dari hasil

perbandingan pengharapan kualitas jasa konsumen dengan kinerja perusahaan yang

dirasakan konsumen.

Roderick, James dan Gregory (2008) dalam jurnalnya menyatakan bahwa

service quality adalah tingkat-tingkat ukuran atas service quality yang diasumsikan

berhubungan dengan perkembangan harga.

Service quality telah menjadi salah satu kekuatan untuk melanjutkan

kemampuan bisnis dan sangat penting dalam pencapaian perusahaan. Karena itulah,

banyak kegiatan penelitian tentang service quality telah dilakukan di seluruh dunia

(Singh & Thakur, 2012). Wu et al (2011:31) mendefinisikan service quality sebagai

kesesuaian yang dengan kebutuhan pelanggan dalam pengiriman layanan. Wu et al

(2011:31) menyatakan bahwa service quality adalah membangun permintaan yang

tinggi yang terdiri dari tiga subdimensi, kualitas interaksi, kualitas lingkungan

pelayanan, dan kualitas hasil.

17

Stiglingh (2014:217) menemukan bahwa service quality yang dirasakan adalah

hasil dari proses evaluasi di mana layanan diharapkan dapat seimbang dengan

layanan yang diterima.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas

merupakan suatu kondisi dinamis atau keseluruhan ciri serta sifat yang berhubungan

dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan, yang berpengaruh pada

kemampuannya untuk memenuhi atau melebihi harapan akan kebutuhan yang tersirat.

2.3.1 Komponen dalam Service Quality

Dalam membangun sistem service quality, ada beberapa hal-hal

yang harus diperhatikan, yaitu (K. Douglas Hoffman, 2009) :

1. listening, kualitas itu sendiri diartikan oleh pelanggan. Maka dari itu

perusahaan harus terus melakukan inovasi atau perubahan yang lebih

baik dalam hal pelayanan dengan mempelajari mengenai harapan

dan persepsi dari para konsumen.

2. Reliability, keandalan dalam pelayanan merupakan suatu hal yang

sangat penting. Suatu hal yang kecil menjadi sesuatu yang penting

bagi konsumen ketika service quality tersebut buruk atau tidak

dijalankan dengan baik.

3. Basic service, memperhatikan hal-hal yang mendasar dalam

melaksanakan service quality. Konsumen memperhatikan hal-hal

yang dasar.

4. Service design, terpercaya dalam menyampaikan pelayanan dasar

bahwa konsumen mengharapkan seberapa baik fungsi dari

bermacam-macam elemen secara bersamaan dalam sistem service

quaity. Kerusakan setiap bagian desain dalam sistem pelayanan

dapat mengurangi persepsi terhadap kualitas tersebut.

5. Recovery, penelitian ini menunjukan bahwa perusahaan secara

konsisten menerima nilai dari service quality yang paling tidak

menguntungkan dari pelanggan yang memiliki masalah dan tidak

puas akan penyelesaian masalahnya. Akibatnya perusahaan yang

tidak merespon secara efektif dari keluhan-keluhan para pelanggan

akan menambah kegagalan tersebut.

18

6. Surprising customers, melebihi harapan pelanggan yang tidak

terduga. Jika perusahaan jasa tidak hanya bergantung pada hasil

tetapi juga dapat melebihi ekspetasi pelanggan maka perusahaan jasa

tersebut sangat bagus.

7. Fair play, eskpetasi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan

perusahaan untuk memberikan pelayanan secara adil untuk

mencegah kesalahpahaman antara kedua belah pihak tersebut.

8. Teamwork, dalam meningkatkan service quality yang lebih baik lag,

kerja sama dalam tim harus lebih ditingkatkan dan memotivasi tim

tersebut agar dapat memberikan pelayanan yang lebih bagus kepada

para konsumen.

9. Servant leadership, melakukan pelayanan yang sangat bagus

membutuhkan bentuk kepemimpinan yang khusus. Seorang

pemimpin harus bis melayani, menginspirasi, dan mendorong suatu

tim untuk mencapai tujuan.

10. Employee research, penelitian pekerja dalam perusahaan untuk

perkembangan perusahaan tersebut sama pentingnya dengan

penelitian terhadapa pelanggan.

2.3.2 Karakteristik Service Quality

Menurut J. Paul Peter & James H. Donnelly, Jr. (2011:174)

pelayanan memiliki beberapa karakteristik unik yang sering memiliki

dampak yang signifikan terhadap pengembangan program pemasaran.

Beberapa hal yang penting dari karakteristik ini :

1. Intangibility.

Konsumen hanya memiliki ingatan, hasil, atau perasaan seperti

maskapai penerbangan, pengetahuan yang lebih luas atau model

rambut.

2. Inseparability.

Layanan tidak dapat dipisahkan dari orang yang memberikannya.

Layanan dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang sama.

19

3. Perishability.

Layanan hanya dapat digunakan pada saatlayanan tersebut ditawarkan.

Layanan tidak dapatdiinventarisasi, disimpan, ataudibawa.

4. Client Relationship.

Layanansering melibatkanhubungan pribadi yangjangka panjang

antarapembeli dan penjual.

5. Customer Effort.

Konsumen terlibatdalam produksi.

6. Uniformity.

Karena Inseparability dan keterlibatan yang tinggidari pihak pembeli,

setiap layanan mungkin akan unik, dengan kualitas yang bervariasi

2.3.3 Dimensi Service Quality

Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:420-421) terdapat lima dimensi

service quality, diantaranya:

1. Tangibles

Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan

material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

2. Reliability

Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan

layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan

apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang

disepakati.

3. Responsiveness

Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk

membantu para konsumen dan merespon permintaan mereka, serta

menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian

memberikan jasa secara cepat.

20

4. Assurance

Perilaku para karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan

konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan

rasa aman bagi para konsumennya.

5. Empathy

Berkaitan dengan perusahaan memahami masalah konsumennya,

mendengarkan keluhan konsumen dengan menjawab menggunakan

bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen.

2.4 Brand Equity

Aaker dalam Ferrina dewi (2008:169) Brand equity adalah sejumlah asset

dan kewajiban yang berhubungan dengan merek, namanya, dan simbol, yang

menambah atau mengurangi nilai produk atau jasa bagi perusahaan atau bagi

pelanggannya. Brand equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk

dan jasa. Brand equity dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa,

dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar,

dan profitabilitas, yang diberikan, merek bagi perusahaan (Kotler, Keller 2009:

26).

Kotler dan Armstrong (2009) menyatakan bahwa merek lebih dari sekedar

nama dan simbol. Merek merupakan elemen penting dalam hubungan

perusahaan dengan konsumen. Merek mencerminkan persepsi dan perasaan

konsumen mengenai suatu produk dan performa produk tersebut – apapun yang

merupakan arti produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Sehingga, nilai

sebenarnya dari suatu merek yang kuat adalah kekuatan merek tersebut untuk

mendapatkan preferensi dan loyalitas konsumen. Suatu merek yang kuat

memiliki brand equity yang tinggi. Kompetisi menciptakan pilihan yang tak

terhingga, sehingga menyebabkan perusahaan harus mencari cara untuk

berhubungan secara emosional dengan konsumen, menjadi tidak tergantikan,

dan menciptakan hubungan untuk jangka panjang. Konsumen jatuh cinta

terhadap suatu brand, mempercayai merek tersebut dan percaya dengan

keunggulan superior merek tersebut.

Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan brand equity sebagai nilai tambah

yang diberikan pada produk dan jasa. Brand equity dapat tercermin dalam cara

21

konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek,

dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi

perusahaan.

Kesimpulan dari ilmu- ilmu diatas, brand equity merupakan kekuatan suatu

merek yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari merek itu sendiri yang

dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

Nilai brand equity bagi pemasar/perusahaan dapat mempertinggi keberhasilan

program pemasaran dalam memikat konsumen baru atau merangkul konsumen

lama. Hal ini dimungkinkan karena dengan merek yang telah dikenal maka

promosi yang dilakukan akan lebih efektif. Bagi konsumen, brand equity dapat

memberikan nilai dalam memperkuat pemahaman mereka akan proses

informasi, serta meningkatkan pencapaian kepuasan, memupuk rasa percaya

diri dalam pembelian.

2.4.1 Elemen-elemen Brand equity (Brand equity)

Menurut Aaker dalam Sumarwan (2011), pembagian ekuitas merek

berdasarkan 5 unsur utama, yaitu: brand awareness, brand association,

perceived quality, brand loyalty dan asset merek lain

seperti trademark dan paten.

1. Brand awareness adalah ukuran kekuatan eksistensi merek dibenak

pelanggan. Brand awareness ini mencakup brand

recognition (merek yang pernah diketahui pelanggan), brand

recall (merek yang pernah diingat pelanggan untuk suatu

kategori produk tertentu), top of mind (merek pertama apa yang

disebut oleh pelanggan sebagai salah satu kategori produk tertentu),

hingga dominant brand (satu-satunya merek yang diingat

pelanggan).

Aaker dalam Handayani, dkk (2010: 62), mendefinisikan

kesadaran merek adalah kemampuan dari konsumen potensial

untuk mengenali atau mengingat bahwa suatu merek termasuk ke

dalam kategori produk tertentu

Kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat

merek suatu produk berbeda tergantung tingkat komunikasi merek

22

atau persepsi konsumen terhadap merek produk yang ditawarkan.

Berikut adalah tingkatan brand awareness yang dikemukakan oleh

Handayani, dkk (2010: 65):

1. Unware of brand Pada tahapan ini, konsumen merasa ragu

atau tidak yakin apakah sudah mengenal merek yang

disebutkan atau belum. Tingkatan ini yang harus dihindarkan

oleh perusahaan.

2. Brand recognition Pada tahapan ini, konsumen mampu

mengidentifikasi merek yang disebutkan.

3. Brand recall Pada tahapan ini, konsumen mampu mengingat

merek tanpa diberikan stimulus.

4. Top of mind Pada tahapan ini konsumen mengingat merek

sebagai yang pertama kali muncul di pikiran saat berbicara

mengenai kategori produk tertentu.

2. Brand association adalah asosiasi apapun yang terkait dengan merek

tertentu. Asosiasi ini bisa berupa atribut produk. Asosiasi ini biasanya

dibentuk oleh identitas yang dimiliki merek tersebut. Berbagai riset

bisa menggunakan asosiasi ini sebagai basis positioning produk.

Brand association ini akan terbentuk di benak pelanggan dan akan

membantu proses mengingat dan informasi terhadap proses tertentu.

Selain itu juga dapat menjadi penentu pelanggan dalam menentukan

pembelian. Brand association juga menciptakan positif attitude atau

perasaan terhadap pelanggannya dan seperti persepsi kualitas, brand

association ini menjadi basis dalam eksistensi merek.

Aaker dalam Handayani, dkk (2010: 76), mendefinisikan

brand association sebagai segala sesuatu yang terhubung di memori

konsumen terhadap suatu merek

Asosiasi yang kuat dan unik sangat penting bagi keberhasilan

sebuah merek. Asosiasi merek membantu ruang lingkup persaingan

dengan produk dan layanan lain (Keller, 2008:58). Membuat kesan

unik menunjukan perbedaan yang signifikan diantara merek-merek

lain sebagai nilai saing dan membuat konsumen tertarik untuk

memilih merek tersebut. Tujuan dari strategi ini adalah menciptakan

23

asosiasi yang kuat dan unik yang melekat dalam benak konsumen

secara mendalam.

3. Preceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dan

superior produk relatif terhadap pesaing. Seringkali perceived kualitas

ini sulit ditentukan mengingat perceived quality merupakan hasil

persepsi dan judgement dari pelanggan ,menjadi basis diferensiasi dan

positioning produk, menghasilkan harga premium, serta menjadi daya

tarik bagi retailer dan distributor. Jika merek mamiliki persepsi yang

baik maka akan menjadi dasar bagi eksistensi dan perluasan

merek. Dimensi performance dari produk dan service yang

melingkupi product: performance, feature, conformance

with specification, reliability, durability, serviceability, fir and finish,

service: tangibles, responsiviness, competence, reliability, assurance,

emphaty, responsiveness perlu diketahui untuk mengukur hal tersebut.

Aaker dalam Handayani, dkk (2010: 84), mendefinisikan

perceived quality sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas atau

keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang

diinginkannya, dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain. Aaker

mengukur persepsi kualitas dengan teknik kuantitatif dengan

memberikan pertanyaanpertanyaan seputar kualitas produk dan jasa

1. Kualitas produk

a. Performance (kinerja): seberapa baik suatu produk

melakukan fungsinya.

b. Features (karakteristik produk).

c. Conformance with specifications (kesesuaian dengan

spesifikasi)

d. Reliability (keterandalan).

e. Serviceability (pelayanan).

f. Fit and finish (hasil akhir).

2. Kualitas jasa

a. Reliability (keterandalan).

b. Responsiveness (ketanggapan

c. Assurance (jaminan).

24

d. Emphaty (empati).

e. Tangibles (bentuk fisik).

4. Brand loyalty adalah loyalitas yang diberikan pelanggan kepada

merek. Loyalitas ini menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan

pelanggan akan pindah ke merek lain. Ia merupakan satu-satunya

unsure equitas merek yang terkait dengan perolehan laba di masa

depan. Loyalitas yang menjamin pelanggan tidak berpindah ke merek

lain, walaupun pesaing menerapkan harga yang lebih murah atau yang

berkualitas lebih baik. Manfaat yang didapatkan apabila pelanggan

memiliki loyalitas yang kuat akan menghemat biaya karena meretensi

pelanggan lama jauh lebih murah dari pada pelanggan baru. Pelanggan

yang memiliki loyalitas juga mendapatkan ruangan atau tempat yang

dominan di outlet karena peritel melihat merek dengan loyalitas tinggi

akan selalu dicari pelanggan. Loyalitas merek yang tinggi akan

memicu word of mouth karena pelanggan loyal akan cenderung

menjadi pengiklanan anda yang sangat fanatik.

Loyalitas merupakan hasil dari pembelajaran konsumen pada

suatu entitas tertentu (merek, produk, jasa, atau toko) yang dapat

memuaskan kebutuhannya. (Ruly, 2006:68). Kesetiaan merek (brand

loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi

pemasaran karena memberikan banyak manfaat bagi perusahaan

termasuk pembelian berulang dan dapat mengurangi biaya pemasaran.

(Ruly, 2006:68). Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen

yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa

yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan

datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada

pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan

peralihan perilaku.

2.4.2 Dimensi Brand Equity

Dalam penelitian sebelumnya yang dibuat oleh Isabel Buil Eva

Martínez Leslie de Chernatony, 2013 yang berjudul “The influence of

brand equity on consumer responses”. Dimensi brand equity adalah:

25

1. Brand Awareness

Brand Awareness adalah kemampuan pembeli potensial untuk

mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota

kategori produk tertentu.Terdapat sejumlah level/tingkatan dalam

pengenalan merek ini.

2. Preceived Quality

Preceived Quality dapat didefinisikan sebagi persepsi pelanggan

mengenai kualitas atau keunggulan secara keseluruhan dari produk

atau jasa sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, relatif

terhadap alternatif.

3. Brand Association

Brand Association adalah mencerminkan pencitraan suatu merek

terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan,

gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan

lain-lain.

4. Brand Loyalty

Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian

merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek

produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih

unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak

pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek

tersebut memiliki Brand Equity yang kuat.

2.5 Purchase Intention

Purchase intention menurut Irawan, Pane (2011: 66-79) adalah:

"Keinginan yang kuat gairah kecendrungan hati yang sangat tinggi untuk

mendapatkan sesuatu dengan cara pengorbanan, mendapatkan sesuatu dengan

membayarkan uang".

Definisi purchase intention menurut Semuel, Wijaya (2008: 41) adalah

sebagai berikut : "Pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan

rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu".

26

Menurut Engel, Kollat, dan Blackwellyang dikutip dari Lin dan Lin

(2007) PurchaseIntention adalah “process used to evaluate consumer decision

making”.

Menurut Wang & Tsai (2014), Purchase Intention (niat beli) dapat

didefinisikan sebagai suatu kemungkinan bahwa seorang pelanggan akan

membeli produk tertentu. Semakin besar niat, berarti probability untuk

membeli suatu produk akan lebih tinggi, meskipun belum tentu pelanggan

benar - benar membelinya. Dikatakan pula bahwa Purchase Intention

merupakan kecenderungan seseorang untuk membeli suatu produk tertentu

karena dianggap menarik atau khusus. Purchase Intention diperoleh dair suatu

proses berpikir dan belajar suatu individu yang terbentuk karena adanya

persepsi. Purchase intention yang ada di dalam diri seorang individu/konsumen

ketika ingin melakukan pembelian stau produk atau jasa akan menciptakan

ingatan yang kuat bagi individu tersebut dan pada akhirnya ketika seorang

konsumen merasa harus memenuhi kebutuhan yang ada dalam benak tersebut,

purchase intention akan timbul saat individu berada dalam proses pengambilan

keputusan.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Purchase Intention

adalah suatu kemungkinan bahwa seorang pelanggan akan membeli produk

tertentu dan selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya.

2.5.1 Teori Planned Behavior

Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen

yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned

behavior ini sama seperti teori reason action yaitu intensi individu untuk

melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor

motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa

keras orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan

dikeluarkan individu untuk melakukan suatu perilaku. Reason action theory

mengatakan ada dua faktor penentu intensi yaitu sikap pribadi dan norma

subjektif (Fishbein & Ajzen, 1975). Sikap merupakan evaluasi positif atau

negatif individu terhadap perilaku tertentu. Sedangkan norma subjektif adalah

persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak

27

melakukan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Namun Ajzen

berpendapat bahwa teori reason action belum dapat menjelaskan tingkah laku

yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol seseorang. Karena itu dalam

theory of planned behavior Ajzen menambahkan satu faktor yang

menentukan intensi yaitu perceived behavioral control. Perceived behavioral

control merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya

sehubungan dengan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Faktor ini menurut Ajzen

mengacu pada persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya memunculkan

tingkah laku tertentu dan diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman masa

lalu dan juga hambatan yang diantisipasi. Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor ini

yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control dapat memprediksi

intensi individu dalam melakukan perilaku tertentu.

2.5.2 Dimensi Purchase Intention

Purchase intention merupakan keinginan yang tersembunyi dalam

benak konsumen . Minat konsumen adalah seberapa besar kemungkinan

konsumen untuk membeli suatu merek atau berpindah dari satu merek ke

merek lainnya. Menurut Ferdinand (2006:129), purchase intention dapat

diidentifikasi melalui indikator-indikator sebagai berikut:

a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk

membeli suatu produk.

b. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk

mereferensikan suatu produk kepada orang lain.

c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku

seorang konsumen yang memiliki preferensi utama terhadap

produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi

sesuatu dengan produk prefrensinya.

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Tahun Hasil Penelitian

Guillermo

Armelini

(Universidad de

The Effect of

Word of Mouth in

Customer Equity

2011 Peneliti menyatakan

bahwa WOM mempunyari

pengaruh yang signifikan

28

los Andes,

Santiago, Chile)

and

Brand Equity

terhadap brand equity.

Jalal Hanaysha

& Haim Hilman

(School of

Business

Management,

Universiti Utara

Malaysia,

Kedah,

Malaysia)

Strategic Effects

of Product

Innovation,

Service Quality,

and

Relationship

Quality on Brand

Equity

2015 Pada umunya, penelitian

ini menyatakan bahwa

product innovation and

service quality pendorong

yang signifikan untuk

brand equity.

ROOZY,

MOHAMMAD

ALI

ARASTOObAN

D HOSSEIN

VAZIFEHDUS

Tc

EFFECT OF

BRAND EQUITY

ON CONSUMER

PURCHASE

INTENTION

2014 Jika kita ingin

meningkatkan purchase

intention di industry

makanan kita harus

memerhatikan brand

equity, faktor yang paling

penting adalah untuk

membuat customer

menjadi loyal dan itu

adalah faktor satu-satunya

dalam mebangun

rekomendasi pembelian

dari customer. Setelah itu

kita harus memperhatikan

brand association dan

perceived quality.

*Saba Anwar

Khan1, Naveed

Ramzan2,

M.Shoaib3 and

Adam

Mohyuddin4

IMPACT OF

WORD OF

MOUTH ON

CONSUMER

PURCHASE

INTENTION

2015 Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa WOM

mempunyai dampak

positif terhadap niat

purchase intention.

29

Hammad

Hassan, 1

2Maryam Saeed

Hashmi and

3Zahoor Sarwar

"Exploring the

Impact of Retail

Stores' Service

Quality on

Consumers'

Purchase

Intention: The

Moderating Role

of CSR".

2014 Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa

service quality

mempunyai dampak yang

signifikan terhadap

purchase intention.

Service quality

mempunyai cara untuk

memperkuat hubungan

dengan customer sehingga

meningkatkan purchase

intention.

Ioannis E.

Chaniotakis

University of

the Aegean

Service quality

effect on

satisfaction

and word of

mouth in the

health care

industry.

2009 Penelitian ini menunjukan

bahwa “emphaty”yang di

rasakan sama pentingnya

dalam mempengaruhi

persepsi kostumer dalam

“responsiveness”,

“assurance” and

“tangibles”, ketiga

dimensi SERVQUAL

mempunyai efek yang

tidak langsung melalui

kepuasan terhadap WOM

positive.

Sumber : Peneliti, 2016

30

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Sumber : Peneliti, 2016

2.7 Hipotesa

Menurut Sekaran (2006,35), hipotesis bisa didefinisikan sebagai

hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang

diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat di uji. Hubungan tersebut

dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam

kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian.

Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat

asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau

31

konstribusi antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang

dalam penelitianini:

1. Hipotesa 1

H1 : ada pengaruh word of mouth terhadap brand equity Citra Modern

Bakery

2. Hipotesa 2

H2 : ada pengaruh service quality terhadap brand equity Citra Modern

Bakery

3. Hipotesa 3

H3: ada pengaruh word of mouth dan service quality secara bersama-

sama terhadap brand equity Citra Modern Bakery

4. Hipotesa 4

H4 : ada pengaruh word of mouth terhadap purchase intension di Citra

Modern Bakery

5. Hipotesa 5

H5: ada pengaruh service quality terhadap purchase intention di Citra

Modern Bakery

6. Hipotesa 6

H6: ada pengaruh brand equity terhadap purchase intention di Citra

Modern Bakery

7. Hipotesa 7

H7: ada pengaruh word of mouth dan service quality terhadap purchase

intention melalui brand equity Citra Modern Bakery

32