BAB 2 LANDASAN TEORI -...
-
Upload
hoangtuyen -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI -...
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Preferensi
Preferensi adalah suatu sikap yang lebih menyukai sesuatu benda daripada benda
lainnya. Penilaian preferensi adalah teknik penelitian dengan menyajikan dua atau lebih
perangsang yang harus dipilih subjek yang diukur lewat tes verbal atau lisan (Chaplin,
2002).
2.2 Pre Test kuesioner
Sebelum menyebarkan kuesioner kepada sampel sebenarnya, langkah awal yang
harus dilakukan adalah mengadakan penelitian pendahuluan (pre test) untuk menguji
apakah kuesioner sudah layak digunakan untuk pengumpulan data yang sebenarnya.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini sebanyak 20
Responden.
2.2.1 Uji Validitas Instrumen
Validitas data diukur dengan menggunakan teknik Korelasi Spearman Rank.
Menurut Masrun (1979) pada buku Metode penelitian bisnis (Sugiyono,p.124)
menyatakan bahwa ”item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor
total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut juga mempunyai
validitas yang tinggi dengan syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat
(valid) adalah r = 0.3”. Berdasarkan sumber tersebut, dasar pengambilan keputusan
10
pada unit validitas ini adalah jika skor jawaban dengan skor total jawaban setiap
pertanyaan dikorelasi dengan rank spearman > 0.3, maka butir atau variabel tersebut
valid.
rs = 1 –
dimana rs = koefisien korelasi Rank spearman
Dasar pengambilan keputusan pada uni validitas ini adalah:
• Jika rs > 0.3 , maka butir atau variabel tersebut valid.
• Jika rs < 0.3 , maka butir atau variabel tersebut tidak valid.
Validitas dalam penelitian pendahuluan ini sangat berguna untuk mengetahui
derajat ketepatan alat ukur tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur.
2.2.2 Uji Reliabilitas Instrumen
Setelah melakukan uji validitas, analisis dilanjutkan pada uji reliabilitas
menggunakan rumus ‘Crobach’s Alpha’.
Realibilitas = k-1
dimana : k = banyaknya pertanyaan
6 ∑di2
n (n-1)
k ∑ ∂i
2
∂t2
1 -
11
∂I = varians pertanyaan
∂t = varians total
Hasil pengujian reliabilitas kemudian akan dibandingkan dengan rtabel.
Menentukan nilai rtabel adalah dari tabel r (pada lampiran tabel), untuk df=jumlah
kasus-2 dengan tingkat signifikansi 10%.
Dasar pengambilan keputusan pada uji reliabilitas ini adalah :
• Jika ralpha (α) > rtabel, maka butir atau variabel tersebut reliable.
• Jika ralpha (α) < rtabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliable
2.3 Statistika Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berhubungan dengan pengumpulan dan
peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut.
Statistika Deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau
metode mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa
memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya, 2002)
Statistika Deskriptif dapat didefinisikan sebagai metode-metode yang berkaitan
dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi
yang berguna (Walpole,1995,p2).
Menurut Walpole, sembarang ukuran yang menunjukkan pusat segugus data,
yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya disebut
ukuran lokasi pusat atau ukuran pemusatan. Ukuran pemusatan yang paling banyak
digunakan adalah nilai tengah (mean), median dan modus (Walpole,1995,p23).
12
Median segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai yang
terbesar atau sebaliknya adalah pengamatan yang tepat di tengah-tengah bila banyaknya
pengamatan itu ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang di tengah bila banyaknya
pengamatan genap (Walpole,1995,p25).
Sedangkan Modus segugus pengamatan adalah nilai yang terjadi paling sering
atau yang mempunyai frekuensi paling tinggi genap (Walpole,1995,p26).
2.4 Analisis Konjoin
2.4.1 Pengertian Analisis Konjoin
Analisis Konjoin adalah suatu teknik yang secara spesifik digunakan untuk
memahami bagaimana keinginan atau preferensi konsumen terhadap suatu produk
atau jasa dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai kepentingan relatif berbagai
atribut suatu produk (Hair et al. 1995). Analisis Konjoin sangat berguna untuk
membantu bagaimana seharusnya karakteristik produk baru, membuat konsep
produk baru, mengetahui pengaruh tingkat harga serta memprediksi tingkat
penjualan atau penggunaan (Kuhfeld, 2000).
2.4.2 Tahapan Analisis Konjoin
Adapun tahapan yang harus dilakukan dalam analisis konjoin adalah sebagai
berikut :
1. Menetapkan atribut-atribut dan taraf-tarafnya yang dianggap penting dan akan
dilibatkan dalam mengevaluasi produk atau jasa.
2. Memilih metodologi yang akan digunakan dalam analisis konjoin berdasarkan
jumlah atribut yang dilibatkan.
13
3. Merancang stimuli (kombinasi atribut dan taraf) yang akan membentuk produk
hipotetik.
4. Melakukan pengumpulan data sesuai dengan metode pengukuran yang telah
ditetapkan.
5. Melakukan pendugaan parameter yang berkaitan dengan daya guna (utility) dari
masing-masing atribut yang dievaluasi.
6. Melakukan interpretasi hasil
2.5 Teknik Pengambilan Sampel
2.5.1 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan kelompok yang menjadi pusat penelitian bagi peneliti
yang dijadikan sebagai tempat untuk mengeneralisasi hasil penelitiannya (Gay, 1987
di dalam Indriyanto, 1997).
Sampel merupakan bagian dari populasi. Dalam pelaksanaan penelitian,
ruang lingkup populasi merupakan area yang amat luas batasnya sehingga
penggunaan populasi sebagai instrumen penelitian sangat sulit dilakukan. Oleh
karena itu, untuk memenuhi kelayakan dalam pelaksanaan penelitian, ditentukan
populasi sasaran (target population), yaitu populasi yang digunakan untuk
mengeneralisasi hasil penelitian. Namun demikian, populasi sasaran ini masih relatif
sulit untuk ditentukan, karena belum tentu semua populasi sasaran dapat dijangkau.
2.5.2 Teknik Pengambilan Sampel
Ditinjau dari jenis data yang dikumpulkan, data dapat dibagi menjadi dua,
yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Dari segi pendekatannya, terdapat
perbedaan yang cukup mencolok antara data kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan
14
data kualitatif lebih intensif dengan mengambil daerah penelitian atau subjek
penelitian yang relatif terbatas. Pada data kualitatif, peneliti berfungsi sebagai
instrumen penelitian, yaitu sebagai pengumpul data.
Analisis data kualitatif cenderung tidak menggunakan statistik, karena data
yang diperoleh umumnya berbentuk uraian.
Pada satu pihak, data kuantitatif cenderung menggunakan subjek yang relatif
banyak dan daerah penelitian yang lebih luas. Instrumen yang digunakan cukup
bervariasi, misalnya: tes, kuesioner, dan pedoman wawancara. Analisis data
kuantitatif ini cenderung menggunakan statistik karena data yang diperoleh
umumnya berbentuk bilangan numerik atau angka-angka.
Oleh karena kecenderungan ruang lingkup daerah penelitian yang sangat
luas, untuk menghemat dana, waktu, dan tenaga, data kuantitatif umumnya
menggunakan sampel. Dengan demikian, peneliti data kuantitatif harus mempunyai
pengetahuan tentang populasi dan kerangka sampel. Peranan peneliti dalam
pelaksanaan penelitian data kuantitatif tidak hanya berhenti sampai dengan
penarikan sampel saja, tetapi dengan adanya sampel, peneliti mempunyai
konsekuensi untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis pada sampel
tersebut. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan tersebut
adalah representasi hasil analisis terhadap populasi.
Agar hasil analisis data kuantitatif yang dilakukan berdasarkan sampel
tersebut dapat direpresentasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil,
berbagai ketentuan perlu diperhatikan.
Pada dasarnya, cara yang paling sederhana untuk memperoleh sampel yang
dapat mewakili populasinya adalah pengambilan sampel yang bersifat acak. Namun
15
pada prakteknya, akan sangat sulit untuk menarik sampel yang acak. Konsep acak
dalam pengambilan sampel berkaitan dengan konsep probabilitas (peluang). Hinkle,
Wiersma, dan Jurs (1979) di dalam Indriyanto (1997) menyebutkan bahwa kriteria
acak ada dua, yaitu:
1. Setiap anggota populasi mempunyai kesempatan (peluang) yang sama
untuk diambil sebagai sampel (non-zero probability).
2. Semua anggota populasi yang terpilih sebagai sampel harus terpilih secara
independen.
Pengambilan sampel harus representatif, artinya mencerminkan karakteristik
populasi. Untuk menjadikan sampel representatif, maka cara pengambilannya
adalah secara acak yaitu setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel. Namun demikian, cara pengambilan sampel secara
acak tidak dapat menjamin bahwa sampel yang diambil betul-betul representatif
(Fraenkel dan Wallen, 1990 di dalam Indriyanto, 1997). Hal ini dikarenakan adanya
unsur subyektivitas peneliti yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti pada saat
menarik sampel tersebut.
Penetapan sampel agar dapat benar-benar mewakili populasi dilakukan
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebab populasi (Nawawi, 1995).
Penetapan sampel yang ideal mempunyai sifat sebagai berikut.
1. Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang
diteliti.
2. Sederhana dan mudah dilaksanakan.
3. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya sedikit.
4. Dapat menentukan ketepatan (Tiken, 1965, Singarimbun, 1989)
16
Besarnya sampel yang harus diambil tergantung pada karakteristik populasi.
Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah sampel.
1. Derajat keseragaman populasi, makin seragam populasi makin kecil sampel
yang diambil.
2. Ketepatan sampel, makin besar jumlah sampel makin tinggi tingkat
ketepatannya.
3. Tingkat ketepatan analisis yang dilakukan.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam penetapan sampel. Cara-
cara tersebut, menurut Sugiyono (1997) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
probability sampling dan nonprobability sampling. Selanjutnya masing-masing
kelompok dapat diuraikan lagi sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Pembagian Cara Penarikan Sampel
Teknik Pengambilan Sampel
A. Probability Sampling
B. Non Probability Sampling
1. Simple random sampling 2. Systematic sampling 3. Stratified random sampling4. Cluster Sampling 5. Multistage sampling
1. Quota sampling 2. Convenience/accidental
sampling 3. Purpossive sampling 4. Snowball sampling
17
2.5.3 Simple random sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara
demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
Dua cara dapat dilakukan dalam menarik simple random sampling :
1. Cara undian
Yang pertama-tama adalah cara undian. Misalnya kita ingin memilih sebuah
sampel yang besarnya dua dari sebuah populasi yang terdiri dari 5 orang tenaga
ahli. Kita tulis nama tenaga ahli tadi masing-masing pada secarik kertas, dan
kertas tersebut kita gulung. Lalu kita masukkan dalam sebuah kotak dan kita
kocok. Kemudian kita tarik satu gulungan kertas. Lalu kita tarik satu gulungan
kertas lain, tanpa memasukkan kembali gulungan kertas pertama. Nama-nama
pada kedua gulungan kertas tadi merupakan anggota dari sampel kita yang kita
tarik secara undian.
2. Menggunakan tabel angka random
Cara kedua dengan angka random. Gunakan tabel dimana telah dikumpulkan
angka-angka secara random, yang dinamakan tabel angka random ( table random
numbers ). Dengan menggunakan angka random ini, kita dapat menarik n
biangan secara random dari kumpulan bilangan dari 1 sampai dengan N. Marilah
kita berikan sebuah contoh. Misalnya, dalam sebuah kampung terdapat 900
petani. Kita ingin menarik sebuah sampel yang besarnya 9 ( beranggotakan 9
orang petani ) untuk suatu keperluan. Jika kita menggunakan sistem undian,
maka kita akan menyediakan 900 gulungan kertas dan masing-masing kertas kita
18
tuliskan nama petani. Tentu saja kerja ini melelahkan. Tetapi jika kita gunakan
Tabel Angka Random, maka kita dapat menghemat waktu.
2.6 Skala Pengukuran
Skala pengukuran digunakan untuk mengklasifikasikan variabel yang akan
diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah
penelitian selanjutnya (Riduwan, 1997, p32). Jenis-jenis skala pengukuran ada
empat, yaitu Skala Nominal, Skala Ordinal, Skala Interval, dan Skala Ratio.
2.7 Pengumpulan Data
Dilihat dari sumber datanya, data dibagi menjadi dua, data primer, yaitu data
yang diambil langsung dari sumbernya, dan data sekunder, yaitu data yang diambil
melalui tangan kedua.
Metode pengumpulan data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data yang akan digunakan pada penelitian. Metode menunjuk suatu kata
abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan
penggunaannya melalui: angket, wawancara, pengamatan, ujian (tes), dokumentasi,
dan lainnya (Riduwan, 1997, p51).
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan mempermudah olehnya (Suharsimi Arikunto, 1997 di dalam Riduwan,
1997, p51). Selanjutnya instrumen yang diartikan sebagai alat bantu merupakan
saran yang dapat diwujudkan dalam benda, contohnya: angket (quesionnaire), daftar
19
cocok (checklist), skala (scale), pedoman wawancara (interview guide atau interview
schedule), soal ujian (test inventory), dan sebagainya.
Tabel 2.1 Kaitan antara metode pengumpulan data dan instrumen pengumpulan data
No Jenis Metode Jenis Instrumen
1. Angket (quesionnaire) a. Angket (quesionnaire)
b. Daftar cocok (checklist)
c. Skala (scale)
d. Inventori (inventory)
2. Wawancara (interview) a. Pedoman wawancara (interview guide)
b. Daftar cocok (checklist)
3. Pengamatan/Observasi
(observation)
a. Lembar pengamatan
b. Panduan pengamatan
c. Panduan observasi (observation shet atau
observation schedule)
d. Daftar cocok (checklist)
4. Ujian atau tes (tes) a. Soal ujian (soal tes)
b. Inventori (inventory)
5. Dokumentasi a. Daftar cocok (checklist)
b. Tabel
Data yang dikumpulkan dalam penelitian digunakan untuk menguji hipotesis
atau menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh akan
20
dijadikan landasan dalam mengambil kesimpulan, oleh karena itu data yang
dikumpulkan haruslah data yang benar. Agar data yang dikumpulkan baik dan benar,
maka instrumen pengumpulan datanya pun harus benar. Pengambilan data pada
penelitian ini menggunakan angket.
Angket (quesionnaire)
Angket (quesionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang
lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan
pengguna (Riduwan, 1997, p52). Tujuan penyebaran angket adalah untuk mencari
informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa
khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan
dalam pengisian daftar pertanyaan. Disamping itu, responden mengetahui informasi
tertentu yang diminta. Angket dibedakan menjadi dua jenis, yaitu angket terbuka dan
tertutup.
a. Angket Terbuka (angket tidak berstruktur) adalah angkat yang disajikan dalam
bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan
kehendak dan keadaannya.
b. Angket Tertutup (angket berstruktur) adalah angket yang disajikan dalam
bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban
yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara membarikan tanda silang
(x) atau tanda check (√).
2.8 Konsep Dasar Rekayasa Perangkat Lunak
2.8.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak
21
Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz
Bauer sebagai penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha
mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya
dan bekerja secara efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19).
2.8.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak
Menurut Roger Pressman (1992), “software is : (1) Instruction (computer
programs) that when execute provide desired and performance, (2) Data
structures that enable the program to adequately manipulation information, and
(3) Documents that describe the operation and use of program. “ Dengan definsi
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa software adalah (1) Instruksi-instruksi
(program computer) yang bila dijalankan akan memberikan fungsi dan unjuk
kerja yang diinginkan . (2) Struktur data yang memungkinkan program untuk
memanipulasi informasi secara cukup. (3) Dokumen-dokumen yang menjelaskan
operasi dan penggunaan program-program.
“Software components are created through a series of translations that
map customers requirements to machine-executable code. A requirements
model (or prototype) is translated into a design. The software design is
translated into a language form that specified software data structure,
procedural attributes, and related requirements. The language form is
processed by a translation that converts it into machine executable
instructions. (Roer Pressman, 1992)” Menurut pengertian diatas berarti
komponen software diciptakan melalui beberapa perubahan dimana yang
memetakan kebutuhan customer dengan kode yang dapat dieksekusi oleh
22
mesin. Model yang dibutuhkan diubah menjadi bentuk desain. Desain software
tersebut diterjemahkan kedalam sebuah bentuk bahasa yang sesuai dengan
struktur data software, atribut-atribut procedural dan yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Bentuk bahasa tersebut diproses dengan mengubah bahasa tersebut
menjadi instrusi-instruksi yang dapat dieksekusi oleh mesin.
Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti
lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model,
Prototyping Model, Fourth Generation Techniques (4 GT), Spiral Model, dan
Combine Model. Pada penulisan skripsi ini dipakai model Waterfall Model.
Menurut Pressman (1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model,
seperti pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Model Waterfall
a. Rekayasa sistem (System Engineering)
Aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen
sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus
23
berinteraksi dengan elemen-elemen lain, seperti hardware, manusia dan
database.
b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis)
Yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan
piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang
dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak
tersebut.
c. Perancangan (Design)
Tahap ini menitikberatkan pada empat atribut program, yaitu struktur
data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter antarmuka.
Tahap ini pula menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah representasi
perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan
pengkodean.
d. Pengkodean (Coding)
Tahap pengkodean yang dilakukan adalah memindahkan hasil
perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin,
yaitu dengan membuat program.
e. Pengujian (Testing)
Tujuan dari tahap pengujian adalah agar output yang dihasilkan oleh
program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara
menyeluruh hingga semuah elemen, perintah dan fungsi dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
f. Pemeliharaan (Maintenance)
24
Tahap pemeliharaan dilakukan dengan tujuan mengantisipasi kebutuhan
pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul sebagai akibat
munculnya sistem operasi baru, teknologi baru dan hardware baru.
Sesuai dengan daur hidup software, Roger Pressman membuat prosedur
untuk pembuatan program yang tampak pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Prosedur Pembuatan Program
2.9 Interaksi Manusia dan Komputer
2.9.1 Program Interaktif
Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly.
Scheiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh
suatu program yang user friendly, yaitu:
1. Waktu belajar yang tidak lama.
2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.
Plan RequirementSpecification
Design Listing Working Program
Data Structure
Test Specification
25
3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah.
4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu.
5. Kepuasan pribadi.
2.9.2 Pedoman Merancang User Interface
Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu
program, guna mendapatkan suatu program yang user friendly.
1. Delapan aturan emas.
Untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik,
harus memperhatikan delapan aturan dalam perancangan antarmuka,
seperti: strive for consistency (berusaha keras untuk konsisten dalam
merancang tampilan), enable frequent user to use shortcuts
(memungkinkan pengguna menggunakan shortcuts secara berkala), offer
informative feed back (memberikan umpan balik yang informatif), design
dialogs to yield closure (merancang dialog untuk menghasilkan keadan
akhir), offer simple error handling (memberikan penanganan kesalahan),
permit easy reversal of actions (mengijinkan pembalikan aksi dengan
mudah), support internal locus of control (mendukung pengguna
menguasai sistem), dan reduce short-term memory load (mengurangi
beban jangka pendek pada pengguna).
2. Teori waktu respons.
Waktu respon dalam sistem Komputer menurut Scheiderman (1998,
p352) adalah jumlah detik dari saat pengguna program memulai aktifitas
26
sampai menampilkan hasilnya di layar atau printer. Beberapa pedoman
yang disarankan (Scheiderman, 1998, p367): pemakai lebih menyukai
waktu respon yang pendek, waktu respon yang panjang mengganggu,
waktu respon yang pendek menyebabkan waktu pengguna berpikir lebih
pendek, waktu respon harus sesuai dengan tugasnya, dan pemakai harus
diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.
2.10 State Transition Diagram (STD)
State Transition Diagram merupakan sebuah modeling tool yang digunakan
untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD
merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan
pada waktu tertentu.
Komponen-komponen utama STD adalah:
a. State, disimbolkan dengan
State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan
dilakukan. Ada dua jenis state yaitu: state awal dan state akhir. State akhir dapat
berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari satu.
b. Arrow, disimbolkan dengan
Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi
aturan, label tersebut menunjukkan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi.
c. Condition dan Action, disimbolkan dengan
27
State 1 State 2
Condition
Action
Gambar 2.4 Simbol Condition dan Action
Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi yaitu condition dan action seperti
yang dapat diihat pada Gambar 2.4 diatas. Condition adalah suatu event pada
lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah yang
dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap
kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan.
2.11 Fractional Factorial Design
Desain faktorial merupakan modifikasi dari design true experimental, yaitu dengan
memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator yang mempengaruhi perlakuan
( variabel independen ) terhadap hasil ( variabel dependen ).
2.12 Diagram Aliran ( Flowchart )
Bodnar dan Hopwood (2000, p44-45) mengatakan bahwa Diagram Aliran
Dokumen adalah diagram yang digunakan untuk menganalisis distribusi dokumen
dalam sistem. Bagan-bagan ini diatur dalam kolom-kolom untuk mengelompokkan
fungsi-fungsi pemrosesan yang dijalankan setiap entitas.
28
2.13 Penelitian Relevan
Penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini pernah
dilakukan oleh alumni mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang membuat penelitian
mengenai preferensi pelanggan simcard. Judul penelitian tersebut adalah Penerapan
Analisis Konjoin Pada Penilaian Preferensi Pelanggan Terhadap Konsep Produk
Simcard Prabayar GSM studi kasus masyarakat wilayah Tangerang . Penelitian ini
dilakukan oleh Tri Maryugo Hawati.
Penelitian ini telah berhasil membuat suatu rancangan sistem pendukung
keputusan berdasarkan analisis statistika pada preferensi pelanggan simcard. Penelitian
ini dibuat dengan hanya mempertimbangkan empat variabel analisis yaitu simcard
prabayar GSM : Simpati, Mentari, IM3 dan Pro XL . Penelitian yang sekarang sedang
dilakukan mengacu pada pengembangan penelitian ini. Perkembangan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah mengenai faktor analisis terhadap kartu pra bayar CDMA
dimana ada enam faktor (atribut) dan enambelas subfaktor(taraf), dan empat perusahaan
provider CDMA yaitu semua provider sim card CDMA pra-bayar yang ada saat ini di
Indonesia, tanpa dilakukan pembatasan seperti yang dilakukan peneliti sebelumnya,
yang memilih empat variabel untuk dianalisis tanpa perlu adanya survei untuk
mengetahui simcard merek apa yang mendominasi di Indonesia.
2.14 Tahapan Penelitian
Terdapat beberapa tahapan penelitian yang dilalui dalam penyusunan proposal
ini, yaitu:
29
1. Menentukan atribut dan taraf penyusun produk operator seluler yang akan
digunakan dalam merancang kombinasi (stimuli). Atribut dan taraf yang akan
dilibatkan ditentukan dengan melakukan penelitian pendahuluan.
2. Menentukan metodologi yang akan digunakan dalam analisis konjoin, yaitu
tradisional konjoin.
3. Menyusun kuisioner
Diawali dengan menyusun peubah-peubah untuk pertanyaan saringan terhadap
responden dan peubah-peubah demografi untuk mengetahui karakteristik
responden. Selanjutnya, menentukan rancangan kombinasi atribut dan taraf
(stimuli) penyusun produk oprator seluler (simcard) prabayar CDMA.
4. Menentukan metode penarikan contoh
Metode penarikan contoh yang digunakan adalah penarikan contoh berpeluang,
yaitu Simple Random Sampling.
5. Melakukan pre-test (uji pendahuluan) dan perbaikan kuisioner
Uji pendahuluan dengan menggunakan uji Pearson Moment
6. Melakukan pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode full profile dimana responden
diminta untuk mengurutkan (meranking) stimuli mulai dari stimuli yang disukai
sampai stimuli yang paling tidak disukai.
7. Melakukan analisis data
a. Analisis statistika deskriptif untuk mengetahui karakteristik responden.
b. Analisis konjoin untuk mengetahui preferensi responden terhadap atribut
dan taraf simcard prabayar CDMA serta mengetahui kombinasi atribut
30
dan taraf penyusun produk simcard prabayar CDMA yang paling disukai
responden.
8. Melakukan interpretasi hasil.
Hasil dari penelitian kemudian akan digunakan untuk membantu mengambil
keputusan manajerial pemasaran sim card CDMA pra-bayar melalui Sistem
Pendukung Keputusan.
9. Perancangan program aplikasi
Langkah terakhir yaitu membangun suatu program aplikasi untuk menjelaskan
makna keluaran dari analisis yang telah digunakan dalam bentuk report. Selain
itu juga dapat memberikan panduan mengenai faktor pengaruh yang paling
signifikan terhadap preferensi pelanggan simcard.
2.15 Kerangka Pemikiran
Penilaian preferensi pelanggan dilakukan dengan cara mengkombinasikan taraf-
taraf dari faktor terpenting bagi pelanggan yang disebut stimuli. Tahap selanjutnya
menentukan metode konjoin yang paling tepat berdasarkan jumlah atribut dan
melakukan pendugaan parameter dimana didapatkan nilai kegunaan masing-masing
atribut.
2.16 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
SPK diciptakan untuk dapat menyediakan kebutuhan informasi yang spesifik
untuk memecahkan masalah yang spesifik. SPK menyediakan informasi pemecahan
masalah maupun komunikasi dalam memecahkan masalah semi terstruktur dan tidak
terstruktur.
31
a. Definisi Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Moore & Chang (Turban, 1995, p84) SPK adalah sistem yang dapat
dikembangkan, mampu mendukung analisis data dan permodelan keputusan,
berorientasi pada perencanaan masa mendatang, serta tidak bisa direncanakan
interval (periode) waktu pemakaiannya.
Bonczek, Holsapple, dan Whinston Turban, 1995, p84) mendefinisikan SPK
sebagai suatu sistem yang berbasiskan komputer yang terdiri dari tiga komponen
yang berinteraksi, yaitu:
1. Language System, adalah suatu mekanisme untuk menjembatani (interface)
pemakai dan komponen lainnya.
2. Knowledge System, adalah repositori pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tertentu baik berupa data maupun prosedur.
3. Problem Processing System, adalah sebagai penghubung kedua komponene
lainnya, berisi satu atau beberapa kemampuan manipulasi/menyelesaikan
masalah secara umum, yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan menurut Keen, Scott-Morton (Turban, 1995, p83), SPK
memadukan sumber daya intelektual seseorang dengan kemampuan komputer untuk
meningkatkan kualitas keputusan di dalam lingkungan masalah semi terstruktur.
Gorry & Scott-Morto(Turban, 1995, p82) berpendapat bahwa SPK adalah
sistem berbasiskan komputer yang interaktif, yang membantu pengambilan
keputusan memenfaatkan data dan model untuk memecahkan masalah tidak
terstruktur.
32
Maka dapat disimpulkan bahwa SPK merupakan suatu sistem pendukung
bagi para manajer yang bekerja sebagai tim pemecah masalah, dalam mencari solusi
dari permasalahan semi terstruktur dan tidak terstruktur, dengan jalan menyediakan
informasi atau nasihat yang berkaitan dengan keputusan-keputusanyang spesifik.
b. Jenis-jenis Keputusan
Keen dan Scott-Morton (Mallach 1997, p32) membagi keputusan
berdasarkan keharusan keputusan dibuat dan cakupan keputusan tersebut, yaitu:
1. Keputusan terstruktur
Sebuah keputusan terstruktur dapat merupakan keputusan yang dihasilkan
oleh program komputer, keputusan terstruktur diambil untuk memecahkan
masalah yang pernah terjadi sebelumnya.
2. Keputusan tidak terstruktur
Keputusan yang diambil untuk memecahkan masalah baru atau sangat jarang
terjadi, sehingga perlu dipelajari secara hati-hati. Komputer tetap dapat
membantu pembuat keputusan, tetapi hanya dapat memberikan sedikit
dukungan.
3. Keputusan semi terstruktur
Keputusan di antara keputusan terstruktur dan tidak terstruktur.
Keputusan-keputusan dibuat untuk menyelesaikan masalah. Dalam proses
pemecahan suatu masalah, pembuat keputusan mungkin mempunyai banyak
alternatif jawaban. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti
dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi untuk menghindari dampak-
dampak negatif yang mungkin terjadi pada keputusan yang belum matang.
33
Tujuan dari SPK bukan untuk membuat proses pengambilan keputusan
seefisien mungkin, walaupun waktu manajer berharga dan tidak boleh terbuang,
tetapi manfaat utama menggunakan SPK adalah untuk mendapatkan keputusan
manajerial yang lebih baik.
c. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan
Menurut Simon (McLeod, 1995, p57), ada empat tahap yang harus dilalui
manajer saat memecahkan masalah. Tahap-tahap Simon tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Kegiatan Intelijen
Mengamati lingkungan, mencari kondisi yang perlu diperbaiki.
2. Kegiatan Merancang
Menemukan, mengembangkan, dan menganalisis berbagai tindakan alternatif
yang mungkin.
3. Kegiatan memilih
Memilih satu rangkaian tindakan tertentu dari beberapa yang tersedia.
4. Kegiatan memilah
Menilai pilihan-pilihan yang lalu.
d. Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Tujuan-tujuan Sistem Pendukung Keputusan berhubungan dengan tiga
prinsip dasar dari konsep Sistem Pendukung Keputusan, yaitu:
34
1. Struktur masalah
Membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi
terstruktur.
2. Dukungan keputusan
Sistem Pendukung Keputusan mendukung pengambilan keputusan manajer,
dan bukan untuk menggantikannya.
3. Efektivitas keputusan
meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer daripada
efisiensinya.
Gambar 2.4 SPK berfokus pada masalah-masalah semi terstruktur
e. Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan
Tidak ada ketetapan mengenai karakteristik dan kemampuan apa yang us
terdapat pada SPK. Karakteristik umum yang terdapat pada setiap SPK adalah
digunakan oleh manajer dan pegawai berpendidikan (knowledge workers),
menggunakan database, dan menggunakan model. SPK diharapkan memiliki
Solusi
Manajer -> Komputer Solusi
Komputer Solusi
Manajer
Terstruktur Semi Terstruktur Tidak Terstruktur
Tingkat Struktur Masalah
35
beberapa karakteristik dan kemampuan SPK yang dituliskan oleh Turban (1995,
p85-87) sebagai berikut.
1. SPK menyediakan dukungan bagi para pengambil keputusan, khususnya
dalam memecahkan masalah semi terstrutur dan masalah tidak terstruktur.
Caranya dengan menggabungkan kemampuan komputer memecahkan
masalah terstruktur dengan kemampuan manusia untuk memecahkan masalah
tidak terstruktur.
2. SPK ini mencakup berbagai tingkatan manajemen, dari tingkatan atas
(eksekutif) dan manajemen tingkat menengah.
3. SPK ini dibuat untuk mendukung individu maupun kelompok dalam suatu
perusahaan atau organisasi.
4. SPK mendukung beberapa keputusan yang saling berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan yang berurutan.
5. SPK mendukung semua tahapan dalam pengambilan keputusan, yaitu mulai
dari tahapan intelijen, perancangan, pemilihan, dan implementasi.
6. SPK mendukung berbagai cara dalam pengambilan keputusan, sebab di
dalam SPK itu sendiri terdapat proses yang langkahnya sama dengan proses
pemikiran seorang pengambil keputusan.
7. SPK dapat disesuaikan terhadap waktu kondisi perekonomian atau
persaingan, sehingga para pemakai dapat mengubah isi dari setiap variabel
yang ada.
8. SPK mendukung user friendly dan user interaktif, dengan begitu akan terjadi
komunikasi yang baik antara user dengan sistem, dan user tidak merasa
kesulitan dalam mengoperasikan tools maupun sistem yang ada.
36
9. SPKmeningkatkan efektivitas pengambilan keputusan, dan juga menghemat
biaya dan waktu yang ada.
10. Adanya pengendalian dalam setiap proses yang dilakukan oleh manusia,
sebab SPK dibuat untuk membantu pengambilan keputusan bukan untuk
menggantikan pengambil keputusan.
11. Pemodelan pada SPK yang memungkinkan untuk melakukan strategi lain dan
dalam konfigurasi yang berbeda; pemodelan ini dapat membuat kita belajar.
f. Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Komponen SPK terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem manajemen
data, subsistem manajemen model, subsistem dialog, dan subsistem manajemen
pengetahuan.
Gambar 2.5 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Other Computer Based Systems
Data Management Model Management
Knowledge Management
Dialog Management
Manager (User)
Data Eksternal dan Internal
37
g. Tahapan Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Turban (1995, p268-272), tahapan pengembangan SPK terdiri atas:
1. Perencanaan
Tahap ini berhubungan dengan penetapan kebutuhan sistem, mendiagnosis
dan menilai masalah yang dihadapi serta penetapan sasaran dari SPK yang
ingin dicapai.
2. Penelitian
Tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari user, sumber
daya yang tersedia serta lingkungan yang mempngaruhinya.
3. Perancangan Konsep dan Analisis
Dalam tahap ini dilakukan suatu kegiatan membuat rancangan konseptual
dan studi kelayakan, disarankan menggunakan pendekatan normatiuntuk
mendefinisikan model yang ideal agar dapat menyediakan informasi sesuai
dengan yang diinginkan.
4. Perancangan
Meliputi perancangan dialog, komponen, sistem, pemrosesan masalah, dan
kelengkapan basis data SPK. Perancangan dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian yang saling berhubungan, yaitu subsistem manajemen data, subsistem
manajemen model, dan subsistem komunikasi.
5. Konstruksi
Tahap ini merupakan tahap pembangunan SPK sesuai dengan konsep
perancangan alat-alat yang digunakan.
6. Implementasi
38
Tahap implementasi adalah kelanjutan dari tahap konstruksi, di mana sistem
siap untuk diimplementasikan ke dunia nyata. Implementasi meliputi
penyiapan, demonstrasi, orientasi, pelatihan, dan penyebarluasan.
7. Dokumentasi dan Pemeliharaan
Tahap ini terdiri atas perencanaan untuk mendukung sistem secara terus-
menerus. Dokumentasi untuk penggunaan dan pengembangan dari sistem
yang telah dibangun.
Gambar 2.6 Tahapan Pengembangan SPK
Perencanaan Pembangunan Sistem
Penelitian Kebutuhan User
Analisis Sistem
Perancangan Layar Tampilan Dan Layar Dialog
Perancangan Model yang
Dipakai
Perancangan Database
SPPK
Perancangan Komponen
Pengetahuan
Pembangunan Sistem
Implementasi Sistem
Pemeliharaan dan Dokumantasi Sistem
Penyesuaian Sistem Terhadap Kebutuhan
Tahap H
Tahap G
Tahap F
Tahap E
Tahap A
Tahap B
Tahap C
Tahap D
39
Konsep Model Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik utama dari SPK termasuk kemampuan pemodelannya. Ide dasar
untuk menjalankan analisis SPK adalah dengan menggunakan model.
a. Model
Karakteristik utama dari SPK adalah kemampuannya dalam menggunakan
model. Turban (1995, p42) menuliskan bahwa model adalah penyederhanaan atau
abstraksi dari realita (kenyataan). Model selalu sederhana karena realita terlalu
kompleks untuk ditiru dengan tepat dan karena banyak kompleksitas yang
sebenarnya tidak relevan dengan masalah yang spesifik.
b. Simulasi
Tindakan untuk menggunakan model menurut McLeod (1995, p65) disebut
simulasi. Simulasi memperkirakan dampak dari keputusan pemecahan masalah dan
terjadi dalam suatu pengaturan yang dijelaskan oleh elemen-elemen data skenario.
Istilah skenario mulai digunakan untuk menjelaskan kondisi yang mempengaruhi
simulasi.
c. Jenis Model
Model dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat level
abstraksi/pemodelannya menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Model Iconic (Schale)
Model yang paling sederhan adan hanya merupakan replika dari sistem
dan hanya berdasarkan pada perbedaan skala dari bentuk asli.
2. Model Analog
40
Model ini tidak merepresentasikan sistem sebenarnya, namun memiliki
sifat seperti sistem yang direpresentasikan. Model ini lebih abstrak dari model
Iconic dan digunakan sebagai representasi dari kenyataan. Biasanya berupa
diagram dua dimensi dan sedikit lebih rumit dari model Iconic.
3. Model Matematika
Model yang paling tepat untuk merepresentasikan SPK karena tingkat
kerumitan hubungan antar sistem dalam suatu organisasi yang akan
ditampilkan membutuhkan perhitungan matematika.
Model matematika dapat dikelompokkan dalam tiga dimensi yaitu
dimensi pengaruh waktu, tingkat keyakinan, dan kemampuan mencapai
optimasi (McLeod, 1995, p65).
a. Model Statis atau Dinamis
Model statis tidak menyertakan waktu sebagai variabel. Model ini
berkaitan dengan suatu situasi pada satu titik tertentu, misalkan foto.
Sebaliknya model diyertakan waktu sebagai variabel. Model dinamis
menggambarkan perilaku entitas dari waktu ke waktu, misalkan sebuah film.
b. Model Probabilistik atau Deterministic
Model probabilistik adalah model yang mencakup probabilitas.
Probabilitas adalah peluang terjadinya sesuatu, probabilitas berkisar dari 0,00
(sesuatu yang sama sekali tidak mungkin terjadi) hingga 1,00 (sesuatu yang
pasti terjadi). Model yang sebaliknya adalah model deterministik.
c. Model Optimisasi atau Suboptimisasi
41
Model optimisasi adalah model yang memilih solusi terbaik dari beberapa
alternatif, untuk itu masalahnya harus terstruktur dengan sangat baik. Model
suboptimisasi, disebut juga satisfying model, yaitu model yang memungkinkan
manajer memasukkan serangkaian keputusan, dan model akan
memproyeksikan hasilnya. Model ini tidak mengidentifikasikan keputusan
terbaik tetapi menyerahkan tugasnya tersebut pada manajer.
Berdasarkan kategorinya model dibeda-bedakan menjadi beberapa
macam:
Tabel 2.2 Macam-macam Model
Kategori Proses dan Objektif Teknik Representatif Optimisasi masalah dengan berbagai alternatif
Menemukan solusi terbaik dengan jumlah alternatif yang relatif kecil
Tabel Keputusan Pohon Keputusan
Optimisasi dengan algoritma
Menemukan solusi terbaik dari jumlah alternatif yang besar dengan pembangunan bertahap
Model pemrograman linier dan matematika, model jaringan
Optimisasi dengan formula
Menemukan solusi terbaik dengan satu langkah dengan rumus
Sebagian model inventory
Simulasi Menemukan solusi yang lumayan dari beberapa alternatif terbaik
Beberapa macam simulasi
Model deskriptif lainnya
Menggunakan rumus “what-if” Pemodelan keuangan
Heuristik Menemukan solusi g cukup baik dengan menggunakan aturan tertentu
Pemrograman heurisrik dan expert system
Model prediktif Melakukan prediksi atas keadaan tertentu Analisis Markov, model forecast