BAB 2 LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI -...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Arti dan Peran Persediaan
Persediaan sesungguhnya memiliki arti yang penting bagi perusahaan,
baik yang berorintasi perdagangan, industri jasa maupun industri
manufacture. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan
pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan yang memerlukan barang atau jasa yang dihasilkan
perusahaan tersebut dikarenakan berbagai hal. Hal ini mungkin terjadi karena
masalah yang terjadi pada tubuh perusahaan tersebut, maupun permasalahan
distribusi dari pemasok yang ada. Perlu kembali diingat bahwa persediaan
yang diadakan akan diikuti oleh sejumlah biaya, untuk itu perlu dipastikan
bahwa keberadaan persediaan ini mampu memberikan nilai lebih
(keuntungan) bagi perusahaan lebih besar dari biaya yang ditimbulkannya.
Pengertian dari persediaan adalah sejumlah bahan – bahan, parts, yang
disediakan dan bahan –bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan
untuk memenuhi kebutuhan proses produksi, serta barang – barang jadi /
produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari pelanggan setiap
26
waktu ( Manajemen Produksi dan Operasi edisi revisi 1999, Sofjan Assauri,
SE, MBA. p 169).
2.1.2 Fungsi Persediaan
Persediaan (Inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang
menambah fleksibilitas dari suatu operasi pada suatu perusahaan. Menurut
Barry Render dan Jay Heizer dalam “prinsip – prinsip manajemen operasi, p
314” enam penggunaan fungsi persediaan, yaitu :
- Untuk memberikan suatu stock barang – barang agar dapat memenuhi
fluktuasi permintaan konsumen.
- Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya, bila
permintaan produknya tinggi hanya pada musim panas, suatu perusahaan
akan membentuk stock selama musim dingin sehingga biaya kekurangan
stock dan kehabisan stock pada musim panas dapat dihindari. Demikian
pula bila pasokan suatu perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan baku
ekstra mungkin diperlukan untuk menghindari kemacetan proses produksi.
- Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah karena pembelian
dalam jumlah banyak dapat secara substansial menurunkan biaya produk.
- Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
- Untuk menghindari kekurangan stock yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, masalah mutu atau keterlambatan pengiriman. “stock
27
pengaman” misalnya, jumlah ekstra ditangan yang dapat mengurangi
resiko kehabisan stock.
- Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan
menggunakan “barang-dalam-proses” dalam persediaannya. Hal ini karena
perlu waktu untuk memproduksi barang dan sepanjang berlangsungnya
proses terkumpul persediaan – persediaan.
2.1.3 Biaya Persediaan
Terdapat sejumlah biaya yang mengikuti keberadaan sejumlah
persediaan. Biaya – biaya tersebut antara lain adalah :
- Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
Merupakan biaya – biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau
penahanan (carrying) persediaan sepanjang waktu tertentu. Oleh karena
itu, biaya penyimpanan juga mencakup biaya yang berkaitan dengan
gudang seperti biaya asuransi, tenaga kerja tambahan, listrik, material
handling bagian gudang dll.
- Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Merupakan biaya yang timbul akibat pengadaan suatu barang yang
meliputi biaya administrasi pemesanan, biaya komunikasi dan biaya
distribusi. Namun untuk biaya distribusi, bukanlah sesuatu yang bersifat
28
pasti karena biaya ini dapat dibebankan pada pemasok bila terdapat
perjanjian sebelumnya.
2.2 Model Persediaan
Secara umum, model persediaan dibagi kedalam dua ruang lingkup utama.
Pembagian ini didasarkan pada sifat permintaan barang tersebut, apakan bersifat
dependent atau independent terhadap permintaan barang lainnya. Secara umum,
barang – barang yang termasuk sebagai dependent demand adalah barang – barang
yang tercatat dalam struktur produk / bill of material. Bila diperhatikan, maka kedua
model persediaan ini menggunakan prinsip yang sama, namun untuk model
persediaan barang – barang yang bersifat dependent demand, akan menjadi lebih
kompleks karena keterkaitannya dengan barang lain menjadi pertimbangan yang
perlu diperhatikan. Sehubungan dengan pembahasan jatuh kedalam barang yang
bersifat dependent, maka pembahasan akan dibatasi pada model persediaan untuk
permintaan dependent demand.
2.2.1 Model Persediaan Untuk Permintaan Dependent
Permintaan yang bersifat dependent diartikan sebagai permintaan
suatu produk berkaitan dengan permintaan produk lainnya. Sebagai contoh,
permintaan permintaan ban mobil tergantung pada permintaan mobil itu
sendiri, dimana permintaan satu unit mobil siap pakai memerlukan lima buah
29
ban. Teknik pengadaan persediaan untuk permintaan dependent dinamakan
MRP (Material Requirement Planning) “Barry Render dan Jay Heizer,
Prinsip – prinsip manajemen operasi 2001, p 356”.
Dalam penyusunan perencanaan persediaan menggunakan teknik ini,
perlu dilakukan beberapa tahapan pendahulu, tahapan – tahapan tersebut
antara lain :
- Peramalan
- Klasifikasi produk
- Konversi data permintaan
- Penentuan persediaan penyelamat (Safety Stock)
- Penyusunan struktur produk (Bill of Material)
- Penentuan teknik lotting dan lot size
- Penyusunan MPS (Master Production Scheduling)
- Penyusunan MRP (Material Requirement Planning)
2.2.1.1 Peramalan
Menurut Barry Render dan Jay Heizer dalam (Prinsip – prinsip
manajemen operasi 2001, p 46) peramalan dapat diartikan sebagai seni
dan ilmu memprediksi perisiwa – peristiwa di masa yang akan datang
dimana menggunakan data histories untuk diproyeksikan kejadian di masa
30
yang akan datang dengan model matematis, baik berupa prediksi subjektif
atau intuitif tentang masa depan.
Perlu untuk diingat bahwa analisa dan penentuan metode
peramalan didasarkan pada pola data, secara umum terdapat empat pola
data antara lain :
a) Pola horizontal (H)
Yaitu pola yang terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai
rata-rata yang konstan. ( Deret seperti itu “stasioner” terhadap nilai rata-
ratanya ).
012345678
0 5 10 15B ulan
Data
Rata-rata
Grafik 2.1 Pola Horizontal (S)
b) Pola Musiman (S)
Yaitu pola yang terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman,
seperti bulanan atau harian. Misalnya hiasan pohon natal terjual habis
menjelang hari Natal.
31
5
0 0 0 0 0 0 0 0 0
8
20
05
10152025
Jan
Feb Mar Apr Mei Jun Ju
lAgs
tSep
tOct
Nov Des
Bulan
Jum
lah
Grafik 2.2 Pola Musiman (S)
c) Pola Siklik (C)
Yaitu pola yang terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Misalnya penjualan mobil, baja, dan peralatan lainnya.
05
1015202530
Jan
Feb Mar Apr Mei Jun Ju
lAgs
tSep
tOct
Nov Des
Bulan
Jum
lah
Grafik 2.3 Pola Siklis (C)
d) Pola Trend (T)
Yaitu pola yang terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk nasional
bruto (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya
mengikuti suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
32
05
1015202530
0 5 10 15
Bulan
Jum
lah
Grafik 2.4 Pola Trend (T)
Menurut Barry Render dan Jay Heizer dalam (Prinsip – prinsip
manajemen operasi 2001, p 46) peramalan biasanya dikelompokan oleh
horizon waktu masa depan yang mendasarinya. Tiga kategori
pengelompokan tersebut antara lain :
1. Peramalan jangka pendek
Rentang waktunya mencapai satu tahun, tetapi umunya kurang dari tiga
bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan
pembelian, perencanaan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan dan tingkat
produksi.
2. Peramalan jangka menengah
Peramalan jangka menengah biasanya berjangka hingga tiga tahun.
Peramalan ini sangat bermanfaat perencanaan penjualan, perencanaan dan
penganggaran produksi, penganggaran kas, dan analisa rencana operasi.
33
3. Peramalan jangka panjang
Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih, digunakan dalam
perencanaan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas dan
penelitian serta pengembangan.
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri
yang membedakan keduanya dengan peramalan jangka pendek. Peramalan
jangka menengah dan panjang berhubungan dengan isu yang lebih
kompentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan
perencanaan produk, pabrik dan proses. Kedua, peramalan jangka pendek
biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari peramalan yang
lebih panjang waktunya.Teknik – teknik matematis seperti rata – rata
bergerak (moving average), penghalusan eksponensial (exponential
smoothing) dan ekstrapolasi trend biasa digunakan untuk proyeksi jangka
pendek. Metode – metode kualitatif yang agak luas bermanfaat dalam
memprediksi isu –isu seperti apakah teknologi baru harus diperkenalkan
dalam lini produksi suatu perusahaan. Ketiga, peramalan jangka pendek
cenderung lebih akurat dibanding peramalan dengan jangka waktu yang
lebih panjang.
34
2.2.1.2 Master Production Scheduling (MPS)
Menurut Vincent Garpersz (Production planning and inventory
control 2001, p141) Master Production Schedule (Penjadwalan Produksi
Induk) adalah satu aset perencanaan yang menggambarkan beberapa
jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item pada periode tertentu.
Fungsi MPS, yaitu:
Menjadwalkan jumlah tiap end item yang akan di produksi.
Memberikan input bagi MRP (Master Requirement Planning).
Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman kepada
konsumen.
Tujuan dari MPS adalah:
Memenuhi target tingkat pelayanan terhadap konsumen.
Efisiensi penggunaan sumber daya produksi.
Mencapai target tingkat produksi tertentu.
Kriteria-kriteria yang ada dalam menyusun MPS adalah sebagai berikut:
Jenis item tidak terlalu banyak.
Kebutuhannya dapat diramalkan.
Mempunyai Bill of Material (BOM) sehingga kebutuhan material atau
komponennya dapat diketahui.
Dapat diperhitungkan dalam penentuan kapasitas.
Menyatakan konfigurasi produk yang dapat dikirim.
35
Secara umum bentuk tabel MPS adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Master Production Schedule
Lead Time: Description:On Hand: Safety Stock:
Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9ForecastActual OrderProject Available BalanceAvailable To PromiseMaster Schedule
Periode
Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut:
1) Item No. (nomer item) merupakan kode komponen atau material yang
akan dirakit.
2) Lead Time (waktu kirim) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk
merilis atau melepas suatu end item.
3) Safety Stock (persediaan pegaman) menyatakan cadangan material
yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang.
4) Description menyatakan deskripsi material secara umum.
5) On Hand (persediaan ditangan) menyatakan jumlah material yang ada
ditangan sebagai sisa dari periode sebelumnya.
6) Demand Time Fences (batas waktu pemintaan) merupakan batas
waktu penyesuaian permintaan. Panjangnya = assembly lead time.
PAB dihitung dari aktual demand. Disini perubahan demand tidak
akan dilayani.
36
7) Planning Time Fences (batas waktu perencanaan) merupakan batas
waktu penyesuaian perencanaan pemesanan dimana demand masih
boleh berubah. Perubahan masih dilayani selama kapasitas dan
material masih tersedia. Panjangnya = kumulatif lead time antara
procurement lead time (waktu untuk mendapatkan material),
fabrication lead time, dan assembly lead time.
8) Forecast (peramalan) merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai
hasil dari perencanaan agregat.
9) Actual Order = AO (pemesanan sebenarnya) merupakan jumlah order
yang sudah diterima sebelumnya.
10) Project Available Balance = PAB (keseimbangan persediaan
terencana) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir
periode. PAB dapat dihitung dengan rumus:
tttt AOMSPABPAB −+= −1
tttPTFtDTF AOMSPABPAB −+= −≤≤ 1 atau tF (pilih yang paling besar)
11) Available To Promise = ATP merupakan jumlah yang dapat dijanjikan
kepada konsumen untuk bisa dipenuhi atau dengan kata lain ATP
merupakan jumlah material on hand pada inventory yang sebenarnya.
ATP dapat dihitung dengan rumus:
tt MSATPATP += −1 - Actual order sampai pada periode yang sudah
dijadwalkan pada master schedule
37
12) Master Schedule (MS) merupakan jadwal produksi.
2.2.1.3 Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC merupakan klasifikasi yang didasarkan oleh prinsip
Pareto dimana pada era 1900-an, Vilfedro Pareto melakukan analisa
distribusi kekayaan dan menemukan bahwa sebagian besar kekayaan
dimiliki oleh sekelompok kecil masyarakat. Atas dasar inilah klasifikasi
ABC ini muncul (Steven Nahmias, Production and operation analysis,
2005, p265).
Disini, Klasifikasi ABC digunakan untuk mendapatkan produk-produk
yang paling sering diproduksi untuk dianalisa lebih lanjut. Hal ini
disebabkan karena terdapat sejumlah produk tertentu yang tidak rutin
diproduksi setiap hari. Dalam perencanaan persediaan, klasifikasi dari
suatu kelompok material dalam susunan menurun didasarkan penggunaan
meterial dan biaya yang mengikutinya, namun hal ini bukan merupakan
sesuatu pasti karena terdapat sejumlah faktor yang juga dapat dijadikan
pertimbangan seperti :
o Nilai total uang dari material
o Biaya per unit material
o Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material
o Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu dll.
38
2.2.1.4 Konversi Data Permintaan
Konversi data permintaan merupakan suatu proses konversi jumlah
permintaan dari perkiraan permintaan (peramalan) dengan periode
aktifitas perusahaan dan faktor lainnya bila dibutuhkan. Hal ini perlu
dilakukan agar terdapat keselarasan perpindahan informasi pada skala
periode yang berbeda.
2.2.1.5 Penentuan Persediaan Penyelamat (Safety Stock)
Menurut Sofjan Assauri (Manajemen Produksi dan Operasi, 1999,
p188) dalam menentukan besarnya persediaan penyelamat yang sebaiknya
dimiliki perusahaan harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang
dapat diukur. Untuk ini, terdapat dua pendekatan diantaranya ”probability
of stock out” dan ”level of service” .
A. Probability of stock out approach
Dalam pendekatan ini, berlaku asumsi bahwa lead time adalah konstan
dan seluruh barang yang dipesan diserahkan oleh pemasok pada suatu saat
yang sama. Dengan asumsi ini berarti terjadinya stock out bukan
disebabkan karena perubahan lead time, tetapi lebih karena flukuasi
demand.
39
B. Level of service approach
Dalam pendekatan ini, perencanaan persediaan tidak disebabkan
karena flukuasi demand, namun lebih didasari kepada kebijakan yang
menghindari putusnya peredaran produk oleh alasan apapun.
Dalam pembahasan kedepan, penentuan tingkat persediaan pengaman
akan didasari oleh pendekatan level of service. Hal ini karena produk oli
dalam kemasan yang menjadi objek observasi lebih cenderung mengarah
ke barang – barang subtitusi, dimana kepastian keberadaan produk di
pasaran harus harus selalu terjaga agar tidak diisi oleh produk pesaing.
Persamaan yang dipakai dalam penentuan tingkat persediaan penyelamat
ini adalah :
( )1
2
1
−
−∑=
N
DDVariance
i
N
iancevar=σ
safety stock = ( )KD ×+ σ
(dimana nilai K diperoleh dari tabel policy factor)
40
Tabel 2.2 Policy Factors (K) pada frequency of level of service
Frequency level of service (%) K50 060 0.2570 0.5275 0.6780 0.8485 1.0490 1.2895 1.64
97.5 1.9699.0 2.3399.5 2.5899.9 3.1
2.2.1.6 Struktur Produk (Bill of Material)
Struktur produk atau Bill of Material didefinisikan sebagai cara
komponen – komponen itu bergabung kedalam suatu produk selama
proses manufacturing (Vincent Gaspersz, Production Planning and
Inventory Control 2005, p148).
Beberapa format BOM yang sering digunakan :
1. Multi Level Indented Eksplosion.
Format ini adalah yang paling sering digunakan karena dapat memberikan
informasi yang luas tentang produk dan sekaligus memperjelas urutan
proses perakitannya.
2. Single Level BOM.
Format ini hanya mendeskripsikan komponen–komponen yang
diperlukan pada level khusus untuk perakitan ( assembly ).
41
3. Summarized BOM.
Merupakan kesimpulan beberapa urutan keseluruhan kuantitas dari
masing– masing komponen yang diperlukan untuk membuat produk tanpa
memperhatikan level perakitan.
4. Where–Used BOM.
Format ini membalik struktur produk untuk mengidentifikasi pada sub
perakitan, perakitan atau produk akhir apa suatu item digunakan.
Beberapa macam BOM :
1. Eksplosion
Merupakan BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen
pada level paling bawah. BOM jenis ini menunjukkan komponen yang
membentuk suatu induk dari level teratas sampai level terendah.
2. Implosion
Merupakan BOM dimana urutan dimulai dari komponen sampai induk
atau level paling atas. Secara singkat BOM jenis ini adalah kebalikan dari
BOM eksplosion.
2.2.1.7 Penentuan Teknik Lotting dan Lot Size
Pada umumnya, terdapat beberapa metode lotting yang dapat
digunakan pada penyusunan MRP (dependent demand). Beberapa metode
tersebut antara lain :
42
- Lot for lot
Merupakan teknik lotting standart dimana kita melakukan pengadaan
tepat sesuai yang dibutuhkan.
- Economic Order Quantity
Teknik lotting ini lebih disukai bila permintaan independent, walau
demikian tetap dapat dipakai dalam penentuan lot size permintaan
dependent bila kondisi lingkungan sesuai dengan teknik ini.
- Part Period Balancing
Merupakan pendekatan yang lebih dinamis dalam menyeimbangkan biaya
pemasangan dan penahanan. Metode ini menggunakan informasi
tambahan dengan mengubah ukuran lot agar tercermin kebutuhan ukuran
lot berikutnya dimasa yang akan datang. Metode ini berusaha
menyeimbangkan biaya pemasangan dan penahanan dan penahanan untuk
permintaan yang diketahui.
- Algoritme Wagner – Whitin
Merupakan model pemograman dinamis yang menambahkan beberapa
kompleksitas kepada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan
jumlah waktu yang tidak pasti, diluar itu tidak ada kebutuhan bahan baku
netto.
Dalam pembahasan, teknik lotting yang dipilih adalah teknik EOQ.
Hal ini dikarenakan beberapa hal seperti keberadaan lead time yang
43
diketahui dan bersifat konstan, keadaan kehabisan stock dapat dihindari
sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat dan teknik
ini lebih fleksibel terhadap perubahan karena pemesanan kembali tidak
didasarkan pada interval waktu, namun lebih ke tingkat persediaan yang
ada.
2.2.1.8 Material Requirement Planning
Menurut Vincent Gaspersz (Production Planning and Inventory
Control 2005, p177) MRP dapat diartikan sebagai metode penjadwalan
untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders.
Secara umum MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Meminimalkan persediaan
MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan
disesuaikan dengan jadwal induk produksi (Master Production Schedule).
Dengan menggunakan metode ini maka pengadaan (pembelian) atas
komponen-komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat
dilakaukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan
biaya persediaan.
44
2. Mengurangi resiko keterlambatan produksi atau pengiriman
MRP mengidentifikasi berapa banyaknya bahan dan komponen yang
diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan
tenggang waktu produksi maupun pengadaan atau pembelian komponen,
sehingga dapat memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan
diproses yang akan mengakibatkan terganggunya rencana produksi.
3. Komitmen yang realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan
rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan
secara realistis. Hal ini dapat mendorong meningkatnya kepuasan dan
kepercayaan konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi
MRP juga mendorong meningkatkan efisiensi karena jumlah persediaan,
waktu produksi, dan waktu pengiriman dapat direncanakan lebih baik
sesuai jadwal induk produksi.
Ada tiga input utama dari suatu sistem MRP, yaitu Master Production
Schedule, catatan keadaan persediaan (inventory status), dan struktur
produk (bill of material). Tanpa adanya ketiga input tersebut, MRP tidak
akan berfungsi dengan baik.
45
Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian
pesanan dan inventori untuk item-item dependen demand. Bendasarkan
MPS yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP
mengidentifikasikan item apa yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas
item yang harus dipesan, dan bilamana harus memesan item tersebut
(Gaspersz, 2001, p180). Secara umum bentuk tabel Material Requirement
Planning (MRP) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Material Requirement Planning
Part No: Description:BOM UOM: On Hand:Lead Time: Order Policy:Safety Stock: Lot Size:
Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9Gross RequirementSchedule ReceiptsPAB 1Net RequirementPlanned Order ReceiptsPlanned Order ReleasePAB 2
Periode
Keterangan untuk tabel di atas adalah sebagai berikut :
1. Part No. (Nomor Komponen) menyatakan kode komponen atau
material yang akan dirakit.
2. BOM UOM ( Unit Material) menyatakan satuan komponen atau
material yang akan dirakit.
3. Lead Time (Waktu Kirim) menyatakan waktu yang diperlukan untuk
merilis atau mengirim suatu komponen.
46
4. Safety Stock (Persediaan Pengaman) menyatakan cadangan material
yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan
datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On Hand (Persediaan di Tangan) menyatakan jumlah meterial yang
ada di tangan sebagai sisa periode sebelumnya.
7. Order Policy (Kebijakan Pemesanan) menyatakan jenis pendekatan
yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat
memesan barang.
8. Lot Size (Ukuran Lot) menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan
barang.
9. Gross Requirement (kebutuhan kotor) menyatakan jumlah yang akan
diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk item terakhir
(produk jadi), kuantitas gross requirement sama dengan MPS (Master
Production Schedule). Untuk komponen, kuantitas gross requirement
diturunkan dari Planned Order Release induknya.
10. Schedule Receipts (jadwal Penerimaan) menyatakan meterial yang
dipesan dan akan diterima pada periode tertentu.
47
11. Net Requirements (Kebutuhan Bersih) menyatakan jumlah bersih
(netto) dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi
induk komponennya atau untuk memenuhi Master Production
Schedule.
12. Planned Order receipts (Penentuan Jumlah Pemesanan Terencana)
menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode.
Planned Order receipts muncul pada saat yang sama dengan Net
Requirements, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing)
bergantung pada order policy-nya. Selain itu juga harus
mempertimbangkan Safety Stock juga.
13. Planned Order release (Pelaksanaan Pemesanan Terencana)
menyatakan kapan pemesanan sudah harus dilakukan atau
dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh
induk itemnya. Kapan suatu pemesanan harus dilakukan ditetapkan
dengan periode Lead Time sebelum dibutuhkan.
48
2.2.2 Model Persediaan Untuk Permintaan Independent
Model persediaan untuk permintaan independent dapat diartikan sebagai
model persediaan yang ditujukan pada item yang tidak memiliki keterkaitan dengan
item lain. Permintaan independent bersifat uncertain sehingga perlu diramalkan.
Dalam kasus ini, produk jadi federal oil adalah independent demand yang besarnya
permintaan bersifat uncertain dan perlu diramalkan. Secara mendasar, model
persediaan independent demand adalah sama dengan model persediaan dependent,
untuk produk jadi, model seperti EOQ, POQ, Quantity Discount dll dapat digunakan.