BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN...

14
7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat diprediksi, sehingga diperlukan suatu perencanaan bisnis yang tepat melalui proses transformasi bisnis. Globalisasi ini telah menggeser paradigma dalam persaingan bisnis antar perusahaan secara individu menjadi persaingan bisnis antar jejaring bisnis. Pergeseran paradigma dalam persaingan bisnis menuntut perusahaan untuk terus berinovasi dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya sehingga tetap dapat bersaing. (Anatan, 2008,p.45). 2.1 Manajemen Risiko 2.1.1 Definisi Risiko Risiko merupakan bentuk ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (masa depan) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Pengertian risiko menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (1996) adalah uncertainty about future events (p.752). Joel G.Siegel dan Jae K. Shim (1999) mendefinisikan risiko pada tiga hal : Pertama adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus, dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil keputusan. Kedua adalah variasi dalam keuntungan, penjualan atau variabel keuangan lainnya. Ketiga adalah kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik dan masalah industry (p.400). Menurut Joel G.Siegel dan Jae K. Shim (1999) bahwa analisis risiko adalah proses pengukuran dan penganalisaan risiko disatukan dengan keputusan keuangan dan investasi (p.400). Risiko dapat muncul dimanapun dan risiko cenderung terus meningkat setiap tahunnya dikarenakan globalisasi dunia, liberalisasi dunia dan pemrosesan informasi yang semakin cepat serta reaksi investor yang semakin cepat. (Fahmi, 2010, p.2). 2.1.2 Tipe-Tipe Risiko Secara umum risiko hanya dibagi menjadi dua tipe, yaitu risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). (Fahmi, 2010, p.5-6).

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

7

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat diprediksi, sehingga diperlukan suatu perencanaan bisnis yang tepat melalui proses transformasi bisnis. Globalisasi ini telah menggeser paradigma dalam persaingan bisnis antar perusahaan secara individu menjadi persaingan bisnis antar jejaring bisnis. Pergeseran paradigma dalam persaingan bisnis menuntut perusahaan untuk terus berinovasi dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya sehingga tetap dapat bersaing. (Anatan, 2008,p.45).

2.1 Manajemen Risiko

2.1.1 Definisi Risiko

Risiko merupakan bentuk ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (masa depan) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Pengertian risiko menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (1996) adalah uncertainty about future events (p.752).

Joel G.Siegel dan Jae K. Shim (1999) mendefinisikan risiko pada tiga hal :

Pertama adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus, dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil keputusan.

Kedua adalah variasi dalam keuntungan, penjualan atau variabel keuangan lainnya.

Ketiga adalah kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik dan masalah industry (p.400).

Menurut Joel G.Siegel dan Jae K. Shim (1999) bahwa analisis risiko adalah proses pengukuran dan penganalisaan risiko disatukan dengan keputusan keuangan dan investasi (p.400).

Risiko dapat muncul dimanapun dan risiko cenderung terus meningkat setiap tahunnya dikarenakan globalisasi dunia, liberalisasi dunia dan pemrosesan informasi yang semakin cepat serta reaksi investor yang semakin cepat. (Fahmi, 2010, p.2).

2.1.2 Tipe-Tipe Risiko

Secara umum risiko hanya dibagi menjadi dua tipe, yaitu risiko murni (pure risk) dan risiko spekulatif (speculative risk). (Fahmi, 2010, p.5-6).

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

8

a. Risiko Murni (Pure Risk)

Risiko murni adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada.

1) Risiko Aset Fisik

Merupakan risiko yang berakibat timbulnya kerugian pada aset fisik suatu perusahaan, misalnya kebakaran, banjir, gempa, tsunami dan bencana alam lainnya.

2) Risiko Karyawan

Merupakan risiko karena apa yang dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Misalnya kecelakaan kerja pada karyawan yang mengakibatkan proses produksi terhambat.

3) Risiko Legal

Merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan atau kontrak yang tidak berjalan sesuai perjanjian atau rencana. Misalnya perselisihan dengan perusahaan.

b. Risiko Spekulatif (Speculative Risk)

Risiko spekulatif adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan. Potensi kerugian dan keuntungan dibicarakan dalam jenis risiko ini.

1) Risiko Pasar

Merupakan risiko yang terjadi dari pergerakan harga di pasar. Contohnya harga saham mengalami penurunan sehingga menimbulkan kerugian.

2) Risiko Kredit

Merupakan risiko yang terjadi karena counter party gagal memenuhi kewajibannya kepada perusahaan. Contohnya timbulnya kredit macet, persentase piutang meningkat.

3) Risiko Likuiditas

Merupakan risiko karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kas. Contohnya kepemilikan kas menurun sehingga tak mampu untuk membayar hutang.

4) Risiko Operasional

Merupakan risiko yang disebabkan pada kegiatan operasional yang tidak berjalan dengan lancar. Contohnya terjadi kerusakan pada komputer karena berbagai hal salah satunya virus.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

9

2.1.3 Manajemen Risiko

Manajemen risiko merupakan suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis. (Fahmi, 2010, p.2).

2.1.4 Manfaat Manajemen Risiko

Dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu:

a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.

b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul, baik secara jangka pendek dan jangka panjang.

c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian dari segi finansial.

d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum

e. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk management concept) yang dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan mekanisme secara suistainable (berkelanjutan). (Fahmi, 2010, p.3).

2.1.5 Metode Pengukuran Risiko

Secara umum langkah-langkah dalam pengukuran risiko adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi risiko dan mempelajari karakteristik risiko tersebut,

2. Mengukur risiko tersebut, melihat seberapa besar dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan dan menentukan prioritas risiko tersebut. (Hanafi, 2006, p.51).

Pada tahap identifikasi risiko, pihak manajemen melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami oleh perusahaan, termasuk bentuk-bentuk risiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat dan melakukan observasi terhadap potensi-potensi risiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat. (Fahmi, 2010, p.3).

Setelah risiko diidentifikasi, tahap berikutnya adalah mengukur risiko. Jika risiko bisa diukur, kita bisa melihat tinggi rendahnya risiko yang dihadapi perusahaan. Pengukuran risiko biasanya dilakukan melalui kuantifikasi risiko. Kuantifikasi bisa dilakukan dengan metode yang sederhana sampai metode yang sangat kompleks. Tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan tipe risiko yang berbeda menghadirkan teknik pengukuran yang berbeda pula. (Hanafi, 2006, p.57).

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

10

Tabel 2.1 Metode Pengukuran Untuk Beberapa Tipe Risiko

Tipe Risiko Definisi Teknik Pengukuran

Risiko Pasar Harga pasar bergerak ke arah yang tidak menguntungkan (merugikan)

Value At Risk (VAR), StressTesting

Risiko Kredit Counterparty tidak bisa membayar kewajibannya (gagal bayar) ke perusahaan

Credit Rating, Creditmetrics

Risiko perubahan tingkat bunga

Tingkat bunga berubah yang mengakibatkan kerugian pada portofolio perusahaan

Metode pengukuran jangka waktu, durasi

Risiko Operasional

Kerugian yang terjadi melalui operasi perusahaan misal sistem yang gagal, serangan teroris

Matriks frekuensi dan signifikansi kerugian, VAR operasional, House of Risk (HOR) Matriks, Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

Risiko Kematian

Manusia mengalami kematian dini (lebih cepat dari usia kematian wajar)

Probabilitas kematian dengan tabel mortalitas

Risiko Kesehatan

Manusia terkena penyakit tertentu

Probabilitas terkena penyakit dengan menggunakan tabel morbiditas

Risiko Teknologi

Perubahan teknologi mempunyai konsekuensi negatif terhadap perusahaan

Analisis skenario

2.1.5.1 Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

FMEA adalah sebuah teknik menganalisa yang mengkombinasikan antara teknologi dan pengalaman dari orang dalam mengidentifikasi penyebab kegagalan dari produk atau proses dan perencanaan untuk penghilangan penyebab kegagalannya. Aktivitas FMEA terdiri atas :

1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.

2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.

3. Pencatatan proses (document the process).

(Badariah, n.d).

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

11

FMEA dapat dikatakan sebagai tindakan pencegahan (before the event) karena FMEA berusaha untuk mengeliminasi dan mengurangi kemungkinan gagal dari penyebab, sehingga mencegah kegagalan agar tidak terulang kembali di masa mendatang. (Badariah, n.d).

Tiga langkah dalam melakukan metode FMEA adalah (Kumat, 2011, p.5289) :

1. Identify Failures : mengidentifikasi kesalahan dalam suatu proses, berikut penyebab dan pengaruh yang didapat akibat kesalahan tersebut.

2. Prioritize Failures : dengan menggunakan perhitungan RPN (Risk Priority Number), maka akan di dapat kesalahan/ risiko yang paling tinggi.

3. Reduce Risk : mengurangi risiko dengan berbagai cara.

2.1.5.2 Metode House of Risk (HOR)

Salah satu metode terbarukan dalam menganalisis risiko adalah modifikasi model Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) untuk pengukuran risiko secara kuantifikasi dan model House of Quality (HOQ) untuk memprioritaskan mana agen risiko yang harus ditangani lebih dahulu dan untuk memilih tindakan yang paling efektif untuk mengurangi risiko potensial yang ditimbulkan oleh agen risiko.

Pada tahap kuantifikasi, pertama-tama mendefinisikan proses dasar yang akan dianalisis untuk mengidentifikasi risiko yang akan terjadi dan konsekuensi jika risiko terjadi. Para agen risiko dan probabilitas juga akan dinilai pada metode ini.

Model ini didasarkan pada manajemen risiko yang fokus pada tindakan pencegahan, yaitu mengurangi kemungkinan agen risiko terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi kejadian risiko dan agen risiko. Biasanya, satu agen bisa menyebabkan risiko lebih dari satu kejadian risiko. Misalnya, masalah dalam sistem produksi pemasok dapat mengakibatkan kekurangan bahan, meningkatnya hasil yang tidak sesuai dan ketidakmampuan pemasok dalam memenuhi pesanan.

Metode yang terkenal adalah FMEA, penilaian risiko melalui perhitungan Risk Priority Number (RPN) dengan tiga faktor, yaitu probabilitas terjadinya, tingkat keparahan dari dampak yang muncul dan deteksi. Tidak seperti di model FMEA, pada metode HOR hanya menetapkan probabilitas untukagen risiko dan tingkat keparahan dari risiko. Karena salah satu agen risiko dapat menginduksi sejumlah kejadian risiko, maka perlu kuantitas potensi risiko agregat dari agen risiko.

Jika Oj adalah probabilitas terjadinya risiko, j adalah agen risiko, Si adalah keparahan dampak jika i adalah riskevent (kejadian risiko) terjadi, dan Rij adalah korelasi antara j agen risiko dan i kejadian risiko. Kemungkinan agen risiko (j) akan mendorong kejadian risiko (i) maka ARPj (potensi risiko agregat j agen risiko) dapat dihitung sebagai berikut:

Mengadaptasi model House of Quality (HOQ) untuk menentukan agen risiko harus diberikan prioritas sebagai tindakan pencegahan. Peringkat A diberikan untuk setiap agen

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

12

risiko berdasarkan besarnya nilai ARPj untuk setiap j agen risiko. Oleh karena itu, jika agen risikonya banyak, perusahaan dapat memilih terlebih dahulu beberapa dari mereka yang dianggap memiliki potensi besar untuk menimbulkan kejadian risiko. Model dengan dua penyebaran, disebut House of Risk (HOR), yang merupakan modifikasi dari HOQ (Pujawan dan Geraldine, 2009, p.954-955) :

(1) HOR1 digunakan untuk menentukan tingkat prioritas agen risiko yang harus diberikan sebagai tindakan pencegahan.

(2) HOR2 adalah prioritas dalam pengambilan tindakan yang dianggap efektif.

2.1.6 Menentukan Severity dan Occurrence

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka sebelumnya harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity dan Occurrence, serta hasil akhirnya pada HOR 1 adalah penyebab risiko tertinggi.

1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa risiko yaitu menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi proses operasional. Severity menggunakan skala 1 sampai dengan 10 seperti ditampilkan pada Tabel 2.1 dibawah ini berdasarkan standar Severity AIAG (Automotive Industry Action Group):

Tabel 2.2 Level Penilaian Severity pada Risiko

Level Severity Kriteria

1 Low Tidak ada efek yang terjadi

2 Very Minor

1. Terdapat gangguan kecil di line produksi

2. Produk yang dihasilkan harus disusun ulang (lebih kecil dari 100%)

3. Tidak menunjukan adanya bunyi mendecit atau gemerutuk pada hasil akhir

4. Cacat ditemukan oleh pelanggan yang suka membedakan

3 Minor

1. Terdapat gangguan kecil di line produksi

2. Produk yang dihasilkan harus disusun ulang (lebih kecil dari 100%)

3. Tidak menunjukan adanya bunyi mendecit atau gemerutuk pada hasil akhir

4. Cacat ditemukan oleh kebanyakan pelanggan

4 Very Low 1. Terdapat gangguan kecil di line produksi

2. Produk yang dihasilkan harus disusun ulang (lebih kecil

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

13

dari 100%)

3. Tidak menunjukan adanya bunyi mendecit atau gemerutuk pada hasil akhir

4. Cacat ditemukan oleh semua pelanggan

Tabel 2.2 Level Penilaian Severity pada Risiko (lanjutan)

Level Severity Kriteria

5 Low

1. Terdapat gangguan kecil di line produksi

2. 100% dari produk yang dihasilkan harus disusun ulang

3. Beberapa item dalam kendaraan dapat dioperasikan tetapi beberapa item kenyamanan menurunkan performance kendaraan

4. Pelanggan yang sudah berpengalaman mengalami kekecewaan

6 Moderate

1. Terdapat gangguan kecil pada line produksi

2. Kurang dari 100% dari produk harus di hancurkan (tanpa seleksi)

3. Beberapa item dalam kendaraan dapat dioperasikan tetapi beberapa item kenyamanan tidak dapat dioperasikan

4. Pelanggan yang sudah berpengalaman merasa tidak nyaman

7 High

1. Terdapat gangguan kecil pada line produksi

2. Produk harus disusun ulang, dan kurang dari 100% dihancurkan

3. Beberapa item dalam kendaraan dapat dioperasikan tetapi mengurangi level performance

4. Pelanggan kecewa

8 Very High

1. Terdapat gangguan besar pada line produksi

2. 100% produk yang dihasilkan harus dihancurkan

3. Beberapa item pada kendaraan tidak dapat dioperasikan, kehilangan fungsi utama

4. Pelanggan sangat kecewa

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

14

9 Hazardous with

warning

1. Mungkin dapat membahayakan mesin atau operator

2. Kegagalan dapat berpengaruh terhadapt keamanan operasional dan peraturan pemerintah yang berlaku

3. Kegagalan akan terjadi dengan didahului oleh peringatan

10 Hazardous

without warning

1. Mungkin dapat membahayakan mesin atau operator

2. Kegagalan dapat berpengaruh terhadapt keamanan operasional dan peraturan pemerintah yang berlaku

3. Kegagalan akan terjadi tanpa didahului oleh peringatan

2. Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa risiko tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama proses operasional. Dengan level Occurance ditampilkan pada Tabel dibawah ini :

Tabel 2.3 Level Penilaian Occurance pada Risiko

Level Occurance Kriteria

1 Remote Kegagalan tidak mungkin terjadi pada proses identic

2 Very Low Hanya kegagalan yang terisolasi yang dapat terjadi pada proses yang identic

3 Low Kegagalan terisolasi yang terjadi pada proses yang sama

4 Moderate

Kegagalan yang terjadi berkaitan dengan proses terdahulu, kadang mengalami kegagalan tetapi tidak dalam jumlah yang besar

5 6 7

High Umumnya berhubungan dengan proses yang sama sampai proses sebelumnya yang sering mengalami kegagalan 8

9 Very High Kegagalan hampir tak bisa dihindari

10

2.2 Risiko Rantai Pasok (Supply Chain Risk)

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

15

Dalam dunia bisnis saat ini rantai pasokan dapat berada di seluruh dunia untuk memenuhi keinginan pelanggan dengan harga produk yang terendah dan kualitas tertinggi. Rantai pasokan meliputi keseluruhan faktor yang dapat menciptakan kekacauan dan gangguan. Masalah mengenai pemasok, pemogokan, masalah kualitas, dan isu-isu risiko logistik operasional internal yang memerlukan tingkat mitigasi yang berbeda. Zsidisin (2003) menyatakan bahwa risiko dalam konteks rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai terjadinya potensi kejadian yang berhubungan dengan pasokan masuk di mana hasilnya adalah ketidakmampuan dalam kegiatan pembelian di organisasi untuk memenuhi permintaan pelanggan (p.15).

Komunitas bisnis saat ini menghadapi kondisi yang semakin berisiko. Kompetisi yang ketat, ketidakstabilan internal yang disebabkan oleh pemogokan karyawan dan teknis, kegagalan lainnya, perubahan makro-ekonomi dan politik, bencana alam dan bencana buatan manusia merupakan sumber risiko yang dihadapi para pebisnis saat ini.

Dalam konteks supply chain, risiko yang meningkat sebagian karena kompleksitas jaringan sebagai akibat dari perusahaan outsourcing yang kegiatannya lebih banyak untuk pihak luar. Sebuah studi yang dilakukan oleh Finch (2004) mengungkapkan bahwa jaringan antar-organisasi meningkatkan risiko para perusahaan besar, terutama jika mitra adalah usaha kecil dan menengah (p.183). Craighead et al. (2007) berpendapat bahwa struktur supply chain yang meliputi faktor-faktor seperti kepadatan, kompleksitas dan kekritisan yang mendasar dapat meningkatkan keparahan gangguan supply chain (p.131). Selain itu, faktor-faktor seperti efisiensi dari pangkalan logistik, globalisasi supply chain, siklus produk yang diperpendek dan kapasitas komponen utama yang terbatas juga dapat meningkatkan risiko supply chain (Norrman dan Jansson, 2004, p.434).

Risiko adalah fungsi dari tingkat ketidakpastian dan dampak dari suatu peristiwa (Sinha et al., 2004, p.154).Seperti yang ditunjukkan oleh Goh et al. (2007) ada dua jenis risiko supply chain berdasarkan sumbernya, yaitu risiko yang timbul dari internal jaringan supply chain dan orang-orang dari lingkungan eksternal (p.164). Menurut Tang (2006a), risiko supply chain diklasifikasikan ke dalam dua hal yaitu operasional dan gangguan dari risiko tersebut (p.451). Risiko Operasional yang berkaitan dengan ketidakpastian yang melekat dalam supply chain yang meliputi permintaan, pasokan, dan ketidakpastian biaya. Disisi lain gangguan risiko, adalah gangguan yang disebabkan oleh alam dan bencana buatan manusia seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan krisis ekonomi. Kedua hal tersebut dapat mengganggu dan menghambat bahan baku, informasi, dan arus kas, yang pada akhirnya bisa merusak penjualan, peningkatanbiaya, atau keduanya (Chopra dan Sodhi, 2004, p.53).

Untuk bertahan hidup dalam lingkungan bisnis yang berisiko ini, sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki supply chain manajemen risiko yang tepat. Jika tidak dapat ditangani, maka gangguan di supply chain dapat mengakibatkan semakin tingginya penundaan yang dapat pula menyebabkan tingkat layanan yang buruk dan biaya tinggi (Blackhurst et al., 2005, p.4067). Menurut Norrman dan Jansson (2004), fokus dari manajemen risiko supply chain adalah untuk memahami dan mencobauntuk menghindari, pengaruh yang sangat buruk dari bencana atau gangguan bisnis sekecil apapun dan semua itu dapat diatur di dalam supply chain (p.434). Tujuan dari manajemen risiko supply chain adalah untuk mengurangi kemungkinan kejadian risiko dan untuk meningkatkan ketahanan, yaitu, kemampuan untuk pulih dari gangguan.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

16

Sheffi dan Rice (2005) menunjukkan bahwa ketahanan supply chain dapat ditingkatkan dengan baik dengan meningkatkan fleksibilitas (p.41). Risiko di dalam supply chainmeliputi aliran utama (material, informasi, dan uang tunai) antaraorganisasi dan oleh sebab itu, risiko supply chain dapat melampaui batas-batas dari satu perusahaan

2.2.1 Supply Chain Operations Reference (SCOR)

SCOR merupakan model yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC) yang menyediakan kerangka kerja yang unik yang digunakan oleh perusahaan untuk menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik, dan fungsi-fungsi teknologi ke dalam struktur yang terpadu untuk dapat membangun hubungan atau komunikasi diantara mitra-mitra rantai pasok suatu perusahaan dan untuk meningkatkan efektifitas manajemen rantai pasok dan kegiatan perbaikan rantai pasok. (McCormark, 2004, p. 1192).

2.2.2 Lingkup Model SCOR

Batasan lingkup model SCOR adalah mulai dari pemasok sampai pelanggan seperti yang ditunjukan pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Batasan Model SCOR

Tujuh kunci perencanaan supply chain management adalah :

1. Strategi Perencanaan Operasional 2. Manajemen permintaan 3. Perencanaan produksi dan penjadwalan 4. Pengadaan 5. Perjanjian pengiriman 6. Perubahan balancing 7. Manajemen distribusi

Peta di atas menunjukkan bahwa perubahan balancing cenderung mencakup seluruh wilayah keputusan SCOR internal dan eksternal di seluruh supply chain. Perencanaan

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

17

produksi dan penjadwalan dan pengadaan berada pada bagian internal supplier. Manajemen distribusi dan manajemen permintaan berada pada lingkup pelanggan. Sedangkan perusahaan bertanggungjawab atas strategi perencanaan operasional dan perjanjian pengiriman.

2.3 Kegiatan Ekspor dan Impor

2.3.1 Kegiatan Ekspor

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah Pabean. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah daratan, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zone Ekonomi Eksklusif dan Landasan Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan.

Eksportir adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan (ekspor) dalam wilayah hukum NKRI, baik sendiri maupun secara bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum Dibidang Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/MDAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007, ekspor dapat dilakukan oleh setiap perusahaan atau perorangan yang telah memiliki :

1. Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP)/Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);

2. Ijin Usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah non Departemen

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

2.3.2 Kegiatan Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia. Perusahaan Importir adalah perusahaan pemegang Angka Pengenal Impor (API) yang melakukan kegiatan perdagangan importasi barang.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 28/KP/I/1982 yang telah beberapa kali diubah dan ditambah, dan terakhir Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997 tanggal 4 Juli 1997 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, yang di dalamnya meliputi:

1. Impor hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan yang telah memiliki API; 2. Barang impor harus dalam keadaan baru; 3. Pengecualian:

a. Barang Pindahan, Barang Impor Sementara, Barang Kiriman, Barang Contoh Tidak Diperdagangkan, Hadiah, Barang Perwakilan Negara Asing dan Barang Untuk Badan Internasional/Pejabatnya Bertugas di Indonesia;

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

18

b. Kapal Pesiar dan kapal Ikan, atau Ditetapkan Lain Oleh Menteri Perdagangan; c. Barang Tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

Untuk dapat mengajukan proses impor kepada Direktur Impor Departemen Perdagangan Republik Indonesia adalah dengan memenuhi dokumen di bawah ini :

1) Surat Ijin Usaha Industri atau Ijin Usaha Rekondisi; 2) Angka pengenal Importir Produsen (API-P); 3) Angka pengenal Importir Terbatas (API-T); 4) Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.3.3 Prosedur Impor

Prosedur kegiatan impor menurut Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri ditunjukan pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Aliran Impor Barang Umum

Keterangan bagan alir impor barang umum :

1) Antara Importir dan Eskportir. Adanya kontak antara Importir dan Eksportir. Importir menerbitkan Purchase Order (PO) kepada Eksportir. Eksportir menerbitkan penawaran harga kepada Importir. Terbit Sales Contract.

2) Importir membuka L/C di Bank Pembuka/ Opening Bank. 3) Bank Devisa mengkonfirmasi L/C ke Bank Koresponden. 4) Bank Koresponden meneruskan/pemberitahuan L/C kepada Eksportir.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

19

5) Eksportir menghubungi maskapai pelayaran/Forwading Agent di Luar Negeri untuk pelaksanaan pengiriman barang.

6) Adanya proses di Maskapai Pelayaran. 7) Perusahaan pelayaran/penerbangan di Luar Negeri menerbitkan B/L kepada

Eksportir. 8) Eksportir menyerahkan Shipping Document berupa: B/L (Bill of Lading),

Invoice dan Packing List kepada Bank Pembuka. 9) Bank Koresponden melakukan negosiasi L/C membeli wesel pada eksportir 10) Bank koresponden menyerahkan shipping document pada Bank Pembuka L/C 11) Bank Pembuka melakukan reimburse dokumen L/C ke Importir. 12) a. Importir membayar / debit rekening di Bank Pembuka.

b. Bank Pembuka melakukan reimburse / kredit rekening ke bank Koresponden.

13) Importir melakukan inclaring barang ke maskapai pelayaran. 14) Dilakukan pengiriman barang.

Setelah barang tiba di pelabuhan:

1) Importir membuat PIB atau Pemberitahuan Impor Barang (Dasar pengisian PIB antara lain: B/L, Invoice, Packing List).

2) Importir ke Bank Devisa untuk menyelesaikan pembayaran. 3) Importir ke Bea Cukai untuk memproses Costum Clearance, dengan

menyerahkan : a. Bukti Pembayaran. b. Angka Pengenal Impor (API). c. NPWP. d. Surat Registrasi Pabean (SRP). e. PIB (Pemberitahuan Import Barang). f. Surat Setoran Pajak Pabean Cukai dan Pajak Impor. g. Invoice. h. Packing List. i. B/L. j. Polis Asuransi.

4) Bea Cukai menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). 5) Importir menyerahkan B/L original (yang sudah di endorse oleh bank Devisa)

Kepada Agen. 6) Perusahaan Pelayaran di dalam negeri. 7) Importir menerima Delivery Order (DO) dari Agen Pelayaran. 8) Importir dapat mengeluarkan barang dari gudang dengan menyertakan:

a. Delivery Order (DO), b. Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB).

2.3.4 Proses Transaksi Ekspor dan Impor

Secara umum pelaksanaan transaksi ekspor impor telah dibahas, berikut ini adalah proses ekspor-impor yang terjadi di PT. Astra Daihatsu Motor.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2012-2-00281-TI Bab2001.pdf · 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam era globalisasi ini kondisi persaingan sangatlah bergejolak dan tidak dapat

20

Gambar 2.3 Proses Ekspor –Impor PT Astra Daihatsu Motor

Penjelasan : 1. Importir mengajukan permohonan kepada bank pembuka L/C untuk membuka L/C

yang ditujukan kepada eksportir. 2. Bank pembuka L/C yang bersangkutan membuka L/C tersebut kepada bank

koresponden di tempat eksportir (advising bank). 3. Advising bank meneruskan L/C tersebut kepada eksportir 4. Eksportir menyiapkan dan mengapalkan barang-barang yang akan dikirimkan ke

importir 5. Atas pemuatan barang di kapal, eksportir menerima dokumen pengapalan barang (B/L)

dari maskapai pelayan 6. Dokumen-dokumen pengapalan serta wesel kemudian diserahkan oleh eksportir kepada

advising bank ini boleh juga bank lain, tergantung keinginan eksportir. 7. Advising bank atau negotiating bank menegosiasi wesel yang diajukan oleh eksportir

tersebut 8. Dokumen pengapalan dikirim oleh negotiating bank kepada issuing bank untuk

mendapat ganti pembayaran (reimbursement) 9. Issuing bank akan memeriksan dokumen-dokumen tersebut dan disesuaikan dengan

syarat-syarat yang tercantum pada L/C dan apabila telah sesuai maka meminta importir untuk menebusnya dengan cara pembayaran yang disyaratkan dalam L/C pemabayaran pada saat pengajuan dokumen atau berjangka

10. Importir membayar dan meminta issuing bank untuk mendebet rekeningnya pada bank tersebut

11. Issuing bank kemudian akan reimburse negotiating bank dengan mengkredit rekening negotiating bank pada issuing bank, jika tidak ada, bisa pada bank ketiga.