BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2008-2-00506-TI Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1...

54
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemeliharaan Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara fasilitas-fasilitas dan peralatan pabrik, serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu pengertian lain dari perawatan adalah segala tindakan yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan fungsional dari sistem produksi dan peralatannya. Di samping itu ada juga yang mendefinisikan perawatan sebagai suatu konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga ataupun mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi yang sebelumnya (Supandi, p26). Sedangkan pekerjaan perawatan adalah kegiatan untuk melakukan perbaikan yang bersifat kualitas, untuk meningkatkan suatu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. Besarnya aktivitas perawatan yang dilakukan tergantung pada (Supandi, p26): Batas kualitas terendah yang diizinkan dari suatu komponen. Waktu pemakaian atau lamanya operasi yang menyebabkan berkurangnya kualitas peralatan.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2008-2-00506-TI Bab 2.pdfBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1...

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pemeliharaan

Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) merupakan kegiatan untuk

menjaga atau memelihara fasilitas-fasilitas dan peralatan pabrik, serta mengadakan

perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu

kondisi operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan.

Selain itu pengertian lain dari perawatan adalah segala tindakan yang dilakukan untuk

menjaga kelangsungan fungsional dari sistem produksi dan peralatannya. Di samping

itu ada juga yang mendefinisikan perawatan sebagai suatu konsepsi dari semua

aktivitas yang diperlukan untuk menjaga ataupun mempertahankan kualitas peralatan

agar tetap dapat berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi yang sebelumnya

(Supandi, p26).

Sedangkan pekerjaan perawatan adalah kegiatan untuk melakukan perbaikan

yang bersifat kualitas, untuk meningkatkan suatu kondisi ke kondisi lain yang lebih

baik. Besarnya aktivitas perawatan yang dilakukan tergantung pada (Supandi, p26):

Batas kualitas terendah yang diizinkan dari suatu komponen.

Waktu pemakaian atau lamanya operasi yang menyebabkan berkurangnya

kualitas peralatan.

28

Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus fasilitas dan peralatan, dibutuhkan

aktivitas atau kegiatan perawatan yang meliputi kegiatan pengecekan, meminyaki

(librication), dan perbaikan atas kerusakan-kerusakan yang ada, serta penggantian

komponen yang terdapat pada fasilitas tersebut.

Manajemen perawatan (maintenance management) adalah pengorganisasian

operasi perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas

industri (Supandi, p15).

Pemeliharaan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan

produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran atau kemacetan

produksi, kelambatan dan volum produksi serta efisiensi berproduksi. Dengan

demikian, pemeliharaan memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi

lain dari suatu perusahaan (Assauri, p115). Selain itu pentingnya fungsi perawatan

merupakan faktor yang dominan dalam banyak industri. Dalam beberapa tahun

belakangan ini, filosofis umum tentang manajemen perawatan telah berkembang ke

arah spesialisasi yang semakin diperlukan.

Aktivitas pemeliharaan atau perawatan yang sering kali diabaikan oleh pihak

perusahaan, sebenarnya merupakan kegiatan yang tidak kalah pentingnya dengan

kegiatan lain yang ada di dalam suatu perusahaan. Kegiatan pemeliharaan yang tidak

teratur, dapat mengakibatkan mesin dan peralatan mengalami kerusakan, sehingga

dapat mempengaruhi kapasitas produksi, serta mengeluarkan biaya-biaya yang mahal

untuk melakukan perbaikan.

29

2.2 Tujuan Pemeliharaan

Tujuan utama dari perawatan dan pemeliharaan mesin adalah:

Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna

memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan

produksi tidak mengalami gangguan.

Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi

kebutuhan sesuai dengan target serta rencana produksi.

Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal

yang diinvestasikan dalam perusahan selama jangka waktu yang ditentukan

sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.

Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta

peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya

dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama

perusahaan.

Sedangkan tujuan umum dari menajemen pemeliharaan adalah untuk

menunjang aktivitas dalam bidang perawatan (Supandi, p16), yaitu :

Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan

semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan

adanya proteksi yang aman dari investasi modal.

Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang

dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.

30

Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk

manajemen secara umum dan bagi pengawas maintenance khususnya.

Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian

operasi maupun personil maintenance lainnya dengan menetapkan dan

menjaga standar perawatan yang benar.

Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan

melalui pelatihan.

2.3 Jenis-Jenis Pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan aktivitas pemeliharaan,

maintenance dapat dibagi menjadi dua cara (Supandi, p27), yaitu :

1. Perawatan yang direncanakan (Planned Maintenance)

Pengorganisasian pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan dengan

pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat.

2. Perawatan yang tidak direncanakan (Unplanned Maintenance)

Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (Unplanned

Emergency Maintenance).

Sedangkan aktivitas perawatan atau pemeliharaan (maintenance) dibagi

menjadi beberapa bagian yaitu breakdown maintenance, corrective maintenance,

preventive maintenance, running maintenance, predictive maintenance, emergency

maintenance, dan total productive maintenance.

31

2.3.1 Breakdown Maintenance

Breakdown maintenance adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah

terjadinya kerusakan atau terjadi kelainan pada fasilitas dan peralatan sehingga tidak

dapat berfungsi dengan baik. Perawatan ini tidak terlalu menekankan pada

pemeliharaan preventif, cukup pada keadaan apabila mesin dan peralatan sudah

mengalami kerusakan sehingga perlu pembongkaran secara total (breakdown).

Pekerjaan perawatan ini dilakukan setelah terjadi kerusakan, dan untuk

memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga kerjanya.

Penerapan sistem perawatan ini dilakukan pada mesin-mesin industri yang ringan,

sehingga apabila terjadi kerusakan dapat diperbaiki dengan cepat.

Pada dasarnya aktivitas ini tidak tepat untuk disebut aktivitas perawatan.

Yang termasuk dalam katagori ini adalah semua aktivitas yang tak terencana

(unscheduled) yang disebabkan oleh kerusakan (breakdown) peralatan.

2.3.2 Corrective Maintenance (CM)

Perawatan korektif ini dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan

kondisi fasilitas sehingga mencapai standar yang dapat diterima. Perawatan korektif

termasuk dalam cara perawatan yang direncanakan untuk perbaikan (Supandi, p28).

Perawatan ini dilakukan juga untuk menentukan tindakan yang di perlukan untuk

mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali.

Dalam perawatan korektif ini dapat diadakan peningkatan sedemikian rupa,

seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan peralatan agar lebih baik.

32

Menghilangkan problema yang merugikan untuk mencapai kondisi operasi yang lebih

ekonomis (Supandi, p28).

Tindakan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang

sama.. Prosedur ini di tetapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu dapat

terjadi kerusakan.

Dengan demikian didapatkan kesimpulan bahwa pemeliharaan korektif

memusatkan permasalah setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah

untuk mencegahnya agar tidak terjadi.

2.3.3 Preventive Maintenance (PM)

Preventive Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara

terjadwal, umumnya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan

seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian

dilaksanakan.

Pekerjaan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau

cara perawatan yang direncanakan untuk pencegahan. Perawatan prefentif

dimaksudkan juga untuk mengefektifkan pekerjaan inspeksi, perbaikan kecil,

pelumasan, dan penyetelan sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi

dapat terhindar dari kerusakan. Perawatan preventif dilaksanakan sejak awal sebelum

terjadi kerusakan (Supandi, p27).

Perawatan preventif ini penting ditrepakan pada industri-industri yang proses

produksinya kontinyu atau memakai sistem otomatis (Supandi, p27).

33

Dalam praktek di lapangan, pemeliharaan preventif dalam perusahaan dapat

dilakukan dan dibedakan sebagai berikut :

1. Routine maintenance.

Kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya yaitu

pembersihan fasilitas atau peralatan, lubrication (pelumasan),

pengecekan oli, serta pengecekan isi bahan bakar.

2. Periodic maintenance.

Kegiatan perawatan yang dilakukan secara berkala atau dalam jangka

waktu tertentu. Penentuan jangka waktu periodic maintenance dapat

dilakukan berdasarkan interval waktu (seperti, melakukan perawatan

setiap satu bulan, setiap empat bulan atau setiap satu tahun), dan

berdasarkan lamanya jam kerja mesin produk tersebut sebagai jadwal

kegiatan misalnya setiap seratus jam sekali.

Terdapat beberapa manfaat dari pemeliharaan pencegahan yaitu sebagai

berikut :

1. Memperkecil overhaul (turun mesin).

2. Mengurangi kemungkinan resparasi bersekala besar.

3. Mengurangi biaya kerusakan / pergantian mesin.

4. Memperkecil kemungkinan produk produk yang rusak.

5. Meminimalkan persediaan suku cadang.

6. Memperkecil hilangnya gaji – gaji tambahan akibat penurunan mesin.

7. Menurunkan harga satuan dari produk pabrik.

34

Sedangkan tujuan dari Preventive maintenance yang merupakan tindakan

perawatan pencegahan dalam rangkaian aktivitas pemeliharaan adalah :

Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah

asset memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin

akan mengalami kerusakan.

Melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga supaya kondisi peralatan

selalu dalam keadaan sehat.

Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta

meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses

Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan

membuat aktivitas pemeliharan peralatan

Menjaga biaya produksi seminimum mungkin

2.3.4 Running Maintenance

Perawatan berjalan merupakan pekerjaan yang dilakukan pada saat fasilitas

atau peralatan dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan ini termasuk cara

perawatan yang direncanakan untuk diterapkan pada peralatan dalam keadaan

operasi.

Perawatan dalam kondisi berjalan diterapkan pada mesin-mesin yang harus

beroperasi terus dalam melayani proses produksi. Kegiatan perawatan dilakukan

dengan jalan monitoring secara aktif. Diharapkan hasil dari perbaikan yang dilakukan

35

secara cepat dan terencana ini dapat menjamin kondisi operasi produksi tanpa adanya

gangguan yang mengakibatkan kerusakan.

2.3.5 Predictive Maintenance

Perawatan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau

kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem perawatan. Biasanya

perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indera atau dengan alat-alat

monitor yang canggih.

Pekerjaan ini merupakan perawatan dimana dilakukan inspeksi terhadap asset

peralatan untuk memprediksikan terhadap kerusakan atau kegagalan yang akan

terjadi. Beberapa contoh teknik perawatan prediktif : vibration monitoring,

thermography, tribology, process parameters, visual inspection, ultrasonic

monitoring, other non-destructive techniques.

2.3.6 Emergency Maintenance

Perawatan darurat ini merupakan pekerjaan perbaikan yang segera dilakukan

karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tak terduga. Perawatan darurat ini

termasuk cara perawatan yang tidak direncanakan (unplanned emergency

maintenance).

36

2.4 Konsep Keandalan (Reliability Concept)

Keandalan (Reliability)didefinisikan sebagai probabilitas sebuah komponen

atau sistem akan dapat beroperasi sesuai fungsi yang diinginkan untuk suatu periode

waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan

(Ebeling, p5). Sedangkan arti lainya adalah peluang dari sebuah unit yang dapat

bekerja secara normal ketika digunakan untuk kondisi tertentu setidaknya bekerja

dalam suatu kondisi yang telah ditetapkan.

Untuk menentukan keandalan dalam kaitan operasional, diperlukan definisi

yang lebih spesifik, yaitu deskripsi tentang kegagalan yang tidak membingungkan dan

dapat diamati, identifikasi unit waktu, serta sistem yang diamati harus berada dalam

kondisi lingkungan dan operasi yang normal (Ebeling, p5).

Ada terdapat empat elemen yang signifikan dalam konsep reliability,

diantaranya adalah :

Probability (peluang). Setiap item memiliki umur pakai yang berbeda

dengan item lainnya. Sekelompok item dapat memiliki umur rata-rata

yang pasti. Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi distribusi dari

kerusakan item, sehingga dapat diperkirakan umur dari item tersebut.

Performance (kinerja). Mendifinisikan keandalan sebagai suatu

karakteristik kinerja sistem dimana suatu sistem yang baik harus dapat

menunjukkan performansi yang memuaskan jika dioperasikan.

Waktu. Reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang

seseorang untuk hidup pada tahun depan akan berbeda dengan peluang

37

seseorang untuk hidup pada sepuluh tahun yang akan datang. Demikian

juga dengan reliability sebuah item, karenanya pengidentifikasian waktu

yang jelas sangat diperlukan.

Kondisi. Menjelaskan bahwa perlakuan yang diterima oleh suatu sistem

akan memberikan pengaruh terhadap tingkat reliability.

2.5 Konsep Keterawatan (Maintainability Concept)

Yang dimaksud dengan keterawatan (maintainability) adalah probabilitas

suatu komponen atau sistem yang rusak akan dipulihkan atau diperbaiki kembali pada

kondisi yang telah ditentukan selama periode waktu tertentu ketika dilakukan

perawatan sesuai dengan prosedur yang ditentukan (Ebelling, p6).

2.6 Konsep Ketersediaan (Availability Concept)

Availability adalah probabilitas suatu komponen atau sistem dapat beroperasi

sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam waktu tertentu ketika digunakan

pada kondisi operasi yang telah ditetapkan (Ebeling, p6).

Availability juga dapat diinterpretasikan sebagai persentase waktu operasi dari

sebuah komponen atau sistem selama interval waktu tertentu atau persentase

komponen yang beroperasi pada waktu tertentu. Perbedaannya dengan reliability

yaitu bahwa availability merupakan probabilitas komponen saat ini dapat beroperasi

meskipun sebelumnya komponen tersebut pernah mengalami kerusakan dan telah

dipulihkan atau diperbaiki kembali pada kondisi operasinya yang normal. Karena itu

38

sistem availability tidak pernah lebih kecil dari nilai reliability. Availability

merupakan pengukuran yang lebih sering digunakan untuk sistem atau komponen

yang dapat diperbaiki, karena memperhitungkan baik kegagalan atau kerusakan

(reliability) maupun perbaikan (maintainability) (Ebeling, p6).

Availability total meliputi penggantian pencegahan dan pemeriksaan dalam

arti availability merupakan proporsi waktu teoritis yang tersedia untuk komponen

dalam sistem dapat beroperasi dengan baik.

2.7 Fungsi Kerusakan

Breakdown dapat didefinisikan sebagai berhentinya mesin pada saat produksi

yang melibatkan engineering dalam perbaikan. Sedangkan lama waktu dimana suatu

unit tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan disebut

sebagai downtime mesin.

Setiap peralatan atau mesin mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda-

beda. Sejumlah peralatan yang sama akan mempunyai karakteristik kerusakan yang

berbeda jika dioperasikan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Bahkan jika

sejumlah peralatan yang sama dioperasikan pada kondisi lingkungan yang sama pun

dapat mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda.

Keputusan yang berkaitan dengan masalah probabilitas, seperti menentukan

kapan melaksanakan perawatan pencegahan untuk suatu peralatan membutuhkan

informasi mengenai saat atau waktu peralatan tersebut mencapai kondisi gagal atau

rusak. Transisi suatu peralatan dari kondisi baik ke kondisi gagal atau rusak tidak

39

dapat diketahui secara pasti waktunya, tetapi dapat diketahui informasi mengenai

probabilitas terjadinya transisi tersebut pada waktu tertentu berdasarkan fungsi

kerusakannya.

Suatu proses kerusakan digambarkan oleh variabel acak T (time to failure),

yang dikelompokan secara unik melalui empat fungsi, yaitu (Ebeling, p23-34):

Probability Density Function (Fungsi Kepadatan Peluang)

Probability Density Function (PDF) atau yang biasa disebut dengan

Fungsi Kepadatan Peluang, merupakan suatu fungsi yang menggambarkan

bentuk dari distribusi kerusakan.

Bila variabel acak kontinu x (continous random variable) dinyatakan

sebagai waktu kerusakan dari sistem atau peralatan dari sejumlah

kerusakan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx yang

kontinu di setiap titik sumbu nyata, fx dikatakan Fungsi Kepadatan

Peluang (Probability Density Function) dari varabel x. Bila x bernilai

nyata pada interval waktu t, harus memenuhi persyaratan : ( 0 x ≥ )

( ) 0≥tf untuk , sehingga 0≥t ( ) 1 0

=∫∞

dttf

Cummulative Distribution Function (Fungsi Distribusi Kumulatif)

Fungsi Distribusi Kumulatif (Cummulative Distribution Function)

merupakan fungsi yang menggambarkan probabilitas terjadinya kerusakan

sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem atau peralatan mengalami

40

kegagalan atau kerusakan dalam beroperasi sebelum waktu t, yang secara

matematis dapat dinyatakan sebagai :

( ) ( ) tx <= PtF

dimana ( ) 00 =F

dan ( ) 1limt

=∞→

tF

( ) ( ) 1 td =′′= ∫ tftF

untuk 0≥t

dimana : F(t) : fungsi distribusi kumulatif

f(t) : fungsi kepadatan kumulatif

jika ∞→t maka F(t) = 1

The Reliability Function (Fungsi Keandalan)

Keandalan merupakan peluang bahwa sebuah sistem atau komponen akan

berfungsi dengan baik hingga periode t. Fungsi keandalan tersebut dapat

digambarkan dengan hubungan matematis sebagai berikut :

( ) { }tTtR ≥= Pr

Dimana , ( ) 0≥tR ( ) 10 =R , dan ( ) 0lim =∞→ tRt . t meruapakan variabel

acak time to failure (waktu saat terjadinya kerusakan sistem atau

komponen), dan . 0≥t

41

Dengan memasuki fungsi kepadatan peluang, maka :

( ) ( ) td ′′= ∫∞

ttftR

The Hazard Rate Function

Hazard Rate Function atau yang biasa disebut Failure Rate (laju

kerusakan) merupakan fungsi probabilitas tambahan dari yang telah

dijelaskan sebelumnya. Fungsi ini seringkali digunakan dalam reliabilitas,

yang menggambarkan probabilitas suatu peralatan akan rusak pada

interval waktu berikutnya, sedangkan sampai saat t alat tersebut masih

dalam kondisi baik dan dilambangkan dengan ( )tλ (Jardine, p19).

( ) ( )( )

( )( )tRtf

tFtft =

−=

Bentuk penting dari Hazard Rate Function adalah bathtub curve. Sistem

yang laju kerusakannya berbentuk bathtub curve, mengalami laju

kerusakan yang menurun pada siklus awal, kemudian diikuti dengan laju

kerusakan konstan, selanjutnya adalah laju kerusakan yang meningkat.

Kurva bathtub menunjukkan tiga daerah yang memiliki laju kerusakan

yang berbeda, yaitu (Ebeling, p31):

1. Fase Kerusakan Awal (Early Failure atau Burn-in)

Laju kerusakan pada tahap ini terus menurun yang diawali dengan

tingkat laju kerusakan yang cukup tinggi pada awal operasi yang

kemudian terus menurun. Fase ini sering juga disebut startup failure

42

dan sering juga diistilahkan dengan decreasing failure rate (DFR).

Kerusakan yang terjadi pada fase ini dapat disebabkan oleh berbagai

penyebab, seperti kesalahan proses manufaktur yang dapat diatasi

dengan percobaan acceptance dan pengontrolan pada awal operasi.

2. Fase Umur Pakai Yang Berguna (Random Failure atau Usefull Life)

Fase ini ditandai dengan laju kerusakan yang konstan atau constant

failure rate (CFR). Kesalahan-kesalahan operasional merupakan

penyebab dari kerusakan pada fase ini, sehingga pelaksanaan operasi

yang tepat dapat mengatasi kerusakan yang terjadi.

3. Fase Keausan (Wearout Failure atau Wearout)

Fase ini memiliki laju kerusakan yang terus meningkat atau increasing

failure rate (IFR), yang disebabkan oleh berakhirnya umur pakai

peralatan. Untuk mengurangi laju kerusakan harus dilakukan

penggantian perawatan pencegahan.

43

Grafik 2.1 Bathtub Curve

Secara keseluruhan, perawatan pencegahan dapat mengurangi laju

kerusakan yang terjadi. Namun demikian, untuk daerah 1 (burn-in) dan 2

(useful life) sebaiknya perawatan pencegahan yang dilakukan bukan

berupa penggantian pencegahan karena tindakan ini tidak dapat

mengurangi probabilitas kerusakan yang terjadi. Tindakan penggantian

pencegahan yang dilakukan akan sia-sia. Penggantian pencegahan hanya

dapat dilakukan untuk dapat mengurangi laju kerusakan pada daerah 3

(wearout). Sedangkan kebijaksanaan perawatan yang lebih umum seperti

44

overhaul, lubrication (pelumasan), dan pembersihan dapat ditetapkan

untuk ketiga daerah tersebut.

Laju kerusakan pada masing-masing daerah tersebut dapat dihampiri oleh

distribusi-distribusi tertentu, yaitu (Ebeling, p362):

Daerah 1 (burn-in) : Distribusi Weibull

Daerah 2 (useful life) : Distribusi Eksponensial

Daerah 3 (wearout) : Distribusi Weibull, Normal, dan Lognormal

2.8 Distribusi Kerusakan

Ada terdapat empat distribusi yang digunakan untuk mengidentifikasi pola

data yang terbentuk dari waktu kerusakan dan pola data waktu perbaikan. Distribusi

tersebut antara lain, Distribusi Weibull, Distribusi Lognormal, Distribusi

Eksponensial, dan Distribusi Normal.

2.8.1 Distribusi Weibull

Distribusi Weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan untuk

waktu kerusakan karena distribusi ini dapat digunakan baik untuk laju kerusakan

yang meningkat maupun laju kerusakan yang menurun.

Terdapat dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu θ yang

disebut dengan parameter skala (scale parameter) dan β yang disebut sebagai

parameter bentuk (shape parameter). Sedangkan fungsi-fungsi pada distribusi

Weibull adalah (Ebeling, p59) :

45

Probability Density Function : ( )β

θβ

θθβ ⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛−−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

t

ettf1

Cummulative Distribution Function : ( )β

θ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

−=t

etF 1

Reliability Function : ( )β

θ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

=t

etR

Hazard Rate Function : ( )1−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

β

θθβλ tt

dimana θ > 0, β > 0, dan 0≥t

Distribusi Weibull ini sering digunakan dalam menentukan tingkat kegagalan

atau kerusakan, yang menentukan tingkat kerusakan tersebut dari pola data yang

terbentuk adalah nilai parameter β. Nilai-nilai β yang menunjukkan laju kerusakan

terdapat dalam tabel berikut (Ebeling, p63) :

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Parameter β Dalam Distribusi Weibull

Nilai Laju Kerusakan 0 < β <1 Pengurangan laju kerusakan (DFR) β = 1 Distribusi Eksponensial 1 < β < 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konkaf β = 2 Distribusi Rayleigh β > 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konveks 3 ≤ β Peningkatan laju kerusakan (IFR), mendekati kurva normal

Jika parameter β (parameter bentuk) mempengaruhi bentuk kurva (laju

kerusakan naik atau turun), maka parameter θ (parameter skala) mempengaruhi nilai

tengah dari pola data dan sebaran dari distribusi tersebut. Dengan bertambahnya nilai

46

θ, maka nilai reliabilitas pada waktu tertentu juga akan meningkat, yang juga berarti

menurunnya laju kerusakan.

2.8.2 Distribusi Lognormal

Dalam distribusi Lognormal dikenal adanya dua parameter yaitu s yang

merupakan parameter bentuk (shape parameter) dan tmed sebagai parameter lokasi

(location parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan.

Distribusi ini dimengerti hanya untuk nilai t positif dan lebih sesuai daripada

distribusi Normal dalam hal kerusakan. Seperti halnya Weibull, distribusi Lognormal

mempunyai berbagai bentuk. Sehingga sering dijumpai bahwa data yang sesuai

dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal (Ebeling, p73).

Fungsi-fungsi dalam distribusi Lognormal ini antara lain (Ebeling, p73-76) :

Probability Density Function : ( )⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

2

2 ln21exp

st 21

medtt

stf

π 0≥t

Cummulative Distribution Function : ( ) ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ=

medtt

stF ln1

Reliability Function : ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ−=

medtt

stR ln11)(

Hazard Rate Function : ( ) ( )

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ−

=

medtt

s

tftln11

λ

Dimana s > 0, tmed > 0 dan 0≥t

47

2.8.3 Distribusi Eksponensial

Distribusi Eksponensial ini adalah distribusi yang paling populer digunakan

dalam teori keandalan. Distribusi ini digunakan untuk menghitung keandalan dari

distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai

laju kerusakan yang tetap terhadap waktu, dengan kata lain probabilitas terjadinya

kerusakan tidak tergantung pada umur alat. Distribusi Eksponensial merupakan

distribusi yang paling mudah untuk dianalisa (Ebeling, p41).

Parameter yang digunakan dalam distribusi Eksponensial adalah λ, yang

merupakan rata – rata kedatangan kerusakan yang terjadi.

Fungsi-fungsi yang digunakan dalam distribusi Eksponensial antara lain

(Ebeling, p41) :

Probability Density Function : ( ) tetf λλ −=

Cummulative Distribution Function : ( ) tetF λ−−=1

Reliability Function : tetR λ−=)(

Hazard Rate Function : ( ) ( )( ) λλ ==tRtft

2.8.4 Distribusi Normal

Distribusi Normal dapat digunakan untuk memodelkan fenomena keausan

(kelelahan) atau kondisi wearout dari suatu mesin. Parameter yang digunakan adalah

μ (nilai tengah) dan σ (standar deviasi). Sebenarnya distribusi ini bukanlah distribusi

48

reliabilitas murni karena variabel acaknya memiliki range antara minus tak hingga

sampai plus tak hingga. Akan tetapi, karena hampir untuk semua nilai μ dan σ,

peluang untuk variabel acak yang memiliki nilai negatif dapat diabaikan, maka

distribusi normal dapat digunakan sebagai pendekatan yang baik untuk proses

kegagalan. Karena hubungannya dengan distribusi Lognormal, distribusi ini juga

dapat digunakan untuk menganalisa probabilitas Lognormal.

Fungsi-fungsi yang digunakan dalam distribusi Lognormal ini antara lain

(Ebeling, p69) :

Probability Density Function : ( ) ( )⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −−= 2

2

21exp

21

σμ

σπttf ∞<<∞− t

Cummulative Distribution Function : ( ) ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ=σμttF

Reliability Function : ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−=σμttR 1)(

Hazard Rate Function : ( ) ( )

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−=

σμ

λttft

1

2.9 Identifikasi Distribusi

Pengidentifikasian distribusi dari data waktu kerusakan dan data waktu

perbaikan yang dimiliki dapat dilakukan dalam tiga tahapan proses, yang terdiri dari :

identifikasi kandidat distribusi, estimasi parameter, dan uji Goodness Of Fit (Ebeling,

p359) .

49

2.9.1 Identifikasi Kandidat Distribusi

Identifikasi kandidat distribusi disebut juga identifikasi awal yang dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu Probability Plot dan metode Least-Square Curve-

Fitting (LSCF). Dengan Probability Plot dibuat grafik dengan titik-titik ( )( )ii tFt , .

Bila data tersebut menghampiri suatu distribusi, maka grafik yang terbentuk akan

berbentuk garis lurus. Probability Plot ini juga digunakan bila jumlah sampel terlalu

kecil atau data yang digunakan tidak lengkap. Namun demikian metode Least-Square

Curve-Fitting akan menjadi lebih akurat dibandingkan dengan Probability Plot,

karena tingkat subjektivitas untuk menilai kelurusan garis menjadi berkurang.

Dengan metode Least-Square Curve-Fitting, distribusi yang terpilih adalah distribusi

yang menghasilkan nilai index of fit (r) terbesar. Yang selanjutnya distribusi yang

terpilih akan digunakan untuk menghitung MTTF, MTTR, dan Reliability.

2.9.1.1 Probability Plot

Distribusi Weibull

Pembuatan Probability Plot untuk distribusi Weibull dilakukan dengan

meletakkan titik-titik berdasarkan nilai absis ( )it dan nilai ordinat

( )β

θ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

−=t

etF 1 . Kemudian dibuat garis lurus AB yang

menginterpolasikan titik-titik tersebut.

50

Distribusi Lognormal

Pembuatan Probability Plot untuk distribusi Lognormal dilakukan dengan

meletakkan titik-titik berdasarkan nilai absis ( )it dan nilai ordinat

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛= medi t

st

sz ln1ln1 . Kemudian dibuat garis lurus yang

menginterpolasikan titik-titik tersebut (Ebeling, p370).

Distribusi Eksponensial

Pembuatan Probability Plot untuk distribusi Eksponensial dilakukan

dengan meletakkan titik-titik berdasarkan nilai absis ( )it dan nilai ordinat

( )⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛− itF1

1ln . Kemudian ditarik suatu garis lurus dari plot data tersebut.

Semakin dekat jarak antara titik dan garis lurus tersebut, maka semakin

cocoklah data kerusakan dengan distribusi tersebut.

Distribusi Normal

Pembuatan Probability Plot untuk distribusi Normal dilakukan dengan

meletakkan titik-titik berdasarkan nilai absis ( )it dan nilai ordinat

σμ−

=tzi . Kemudian dibuat garis lurus yang menginterpolasikan titik-

titik tersebut (Ebeling, p370) .

51

2.9.1.2 Least-Square Curve Fitting

Distribusi Weibull

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

weibull

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

)ln( ii tx =

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=)(1

1lnlni

i tFy

( )4,03,0

+−

=nitF i

Parameter :

b=β dan ( )βθ ae−=

Gradien :

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−=

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

Intersep :

xbya −=

Dimana :

n = jumlah kerusakan yang terjadi

it = data ke-i

52

Distribusi Lognormal

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

normal

zznxxn

zxzxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11log

)ln( ii tx =

yi = zi = Φ-1[F(ti)] diperoleh dari tabel Φ(z)

( )4,03,0

+−

=nitF i

Parameter :

bs 1= dan samed et −=

Gradien :

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−=

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

Intersep :

xbya −=

Dimana :

n = jumlah kerusakan yang terjadi

it = data ke-i

53

Distribusi Eksponensial

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

aleksponenti

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

ii tx =

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=)(1

1lnlni

i tFy

( )4,03,0

+−

=nitF i

Parameter :

b=λ

Gradien :

=

== n

ii

n

iii

xn

yxnb

1

2

1

Intersep :

xbya −=

Dimana :

n = jumlah kerusakan yang terjadi

it = data ke-i

54

Distribusi Normal

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

normal

zznxxn

zxzxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

ii tx =

zi = Φ-1[F(ti)] diperoleh dari tabel Φ(z)

( )4,03,0

+−

=nitF i

Parameter :

b1=σ dan ( )ba−=μ

Gradien :

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−=

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

Intersep :

xbya −=

Dimana :

n = jumlah kerusakan yang terjadi

it = data ke-i

55

2.9.1.3 Pengujian Dengan Menggunakan Software Minitab 14

Selain dengan menggunakan perhitungan secara manual, untuk menghitung

nilai index of fit (r) dari data waktu kerusakan dan data waktu perbaikan, bisa juga

dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14.

Pengujian yang dilakukan dengan software Minitab 14 ini juga menggunakan

keempat distribusi yang digunakan dalam perhitungan secara manual, seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan dari Pengujian ini dilakukan untuk memudahkan

dalam menentukan distribusi terpilih, yang akan menghasilkan nilai koefisien korelasi

(correlation coefficient) dan nilai Anderson-Darling dari data waktu berdasarkan

masing-masing distribusi. Distribusi terpilih adalah distribusi yang menghasilkan

nilai correlation coefficient terbesar, dan nilai Anderson-Darling terkecil.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan pengujian dengan

menggunakan software Minitab 14 ini adalah :

1. Buka program Minitab 14.

2. Di New Worksheet masukkan nilai variabel x (waktu kerusakan atau

waktu perbaikan) pada kolom C1.

3. Pilih Stat > Reliability Survival > Distribution Analysis (Right

Censoring) > Distribution ID Plot.

56

Gambar 2.1 Kotak Dialog Ditribution ID Plot – Right Censoring

4. Dalam Variables: masukan variabel x pada kolom C1.

5. Pilih Specify, untuk memilih distribusi yang akan di uji.

6. Klik Ok.

2.9.2 Estimasi Parameter

Meskipun pada Least-Square Curve Fitting telah dihitung parameter-

parameter dari masing-masing distribusi, namun parameter-parameter yang diperoleh

ini bukan merupakan estimasi parameter terbaik. Estimasi parameter dengan

57

Maximum Likehood Estimator (MLE) memberikan hasil estimasi yang lebih akurat.

Estimasi parameter untuk tiap-tiap distribusi menggunakan perhitungan sebagai

berikut, yaitu :

Distribusi Weibull

( )( )

( )0ln11

lnln

1

1

1 =−−−+

−+= ∑

∑−

=

=r

ii

iri

ri

r

ii

trtrnt

ttrnttg

β

ββ β

ββ

ββ

dimana :

r = jumlah kerusakan

it = data waktu kerusakan ke-i

n = jumlah data

rt = waktu kerusakan ke-r

( )β

ββθ

1

1

1

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −+= ∑=

r

isi trnt

r

Distribusi Lognormal

∑=

=n

i

i

nt

1

lnμ

μetmed =

( )

n

ts

n

ii∑

=

−= 1

ln μ

58

dimana :

it = data waktu kerusakan ke-i

n = jumlah data

Distribusi Eksponensial

Tr

dimana : r = jumlah kerusakan

Distribusi Normal

n

tt

n

ii

i

∑=== 1μ ;

( )n

sn 21−=σ ;

dengan, ( )∑= −

−=

n

i

ii

ntts

1

2

1

dimana :

it = data waktu kerusakan ke-i

n = jumlah data

2.9.3 Goodness Of Fit Test ( Uji Kebaikan Suai)

Langkah terakhir dalam pengidentifikasian distribusi adalah dengan

melakukan uji statistik yaitu goodness of fit test. Uji ini membandingkan antara

hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa data mengikuti distribusi terpilih dan

59

hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa data waktu tidak mengikuti

distribusi terpilih.

Pengujian ini merupakan perhitungan statistik yang didasarkan pada sampel

data waktu kerusakan dan perbaikan. Statistik ini kemudian dibandingkan dengan

nilai kritik yang diperoleh dari tabel. Secara umum, apabila nilai yang didapat dari

pengujian statistik ini kurang dari nilai kritik tabel, maka H0 diterima. Sebaliknya,

jika nilai pengujian statistik ini lebih besar daripada nilai kritik tabel, maka H1 yang

diterima.

Pada dasarnya ada terdapat dua jenis uji kebaikan suai, yaitu uji umum

(general test) merupakan uji yang dapat digunakan untuk menguji beberapa

distribusi, yaitu uji Chi-Square. Sedangkan uji khusus (specific test) yaitu masing-

masing uji hanya dapat digunakan untuk menguji satu atau dua jenis distribusi. Uji

khusus ini terdiri dari Barlett’s Test, Mann’s Test, dan Kolmogorov-Smirnov Test.

Dibandingkan dengan uji umum, uji khusus akan lebih akurat dalam menolak suatu

distribusi yang tidak sesuai.

2.9.3.1 Mann’s Test untuk Distribusi Weibull

Mann’s Test merupakan uji spesifik untuk distribusi Weibull yang

dikembangkan oleh Mann, Schafer, dan Singpurwalla (1974). Hipotesa untuk

melakukan uji ini adalah (Ebeling, p400) :

H0 : Data berdistribusi Weibull

H1 : Data tidak berdistribusi Weibull

60

Uji statistiknya adalah :

( )

( )∑

=

+

+=

+

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −

=1

1

12

1

11

11

lnln

lnln

k

i i

ii

r

ki i

ii

Mtt

k

Mtt

kM

Dimana,

⎥⎦⎥

⎢⎣⎢=21rk ⎥⎦

⎥⎢⎣⎢ −

=2

12

rk

Mi = Zi+1 - Zi

Zi = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+−

−−25.05.01lnln

ni

Dimana :

M = uji statistik untuk Mann’s Test

i = nomor data (1,2,3,...,n)

ti = data waktu ke-i

ti+1 = data waktu ke-(i+1)

Xi = bilangan integer dari x

r,n = jumlah data yang diamati

Mi = nilai pendekatan Mann untuk data ke-i

Mα,k1,k2 = nilai Mtabel distribusi Weibull tabel distribusi F

(v1 = k1 dan v2 = k2)

Jika nilai Mhitung < Mtabel (α,k1,k2) maka H0 diterima, dan tolak H1, begitu juga

sebaliknya jika Mhitung > Mtabel (α,k1,k2) maka terima H1 dan tolak H0.

61

2.9.3.2 Barlett’s Test untuk Distribusi Eksponensial

Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah (Ebeling, p399):

H0 : Data kerusakan berdistribusi Eksponensial

H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Eksponensial

Uji statistiknya adalah :

rr

tR

tR

rB

r

ii

r

ii

6)1(1

ln11ln211

++

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

=∑∑==

Wilayah Kritik :

2

1,2

2

1,2

1−−

− <<rr

XBX αα ; 1−= rv

Dimana :

ti = data waktu ke-i

r = jumlah kerusakan

B = nilai uji statistik untuk Bartlett’s Test

v = derajat bebas

2

1,2

2

1,2

1 ,−−

− rr αα χχ = nilai tabel distribusi Eksponensial

tabel distribusi chi-square

Jika B jatuh dalam wilayah kritik maka H0 diterima dan tolak H1, begitu pula

sebaliknya, jika nilai perhitungan B jatuh di luar wilayah kritik, maka terima H1 dan

tolak H0.

62

2.9.3.3 Kolmogorov-Smirnov Test untuk Distribusi Normal dan Lognormal

Kolmogorov-Smirnov Test merupakan uji spesifik untuk distribusi Normal dan

Lognormal yang dikembangkan oleh H. W. Lilliefors (1967). Hipotesa untuk

melakukan uji ini adalah (Ebeling, p402) :

H0 : Data kerusakan berdistribusi Normal atau Lognormal

H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Normal atau Lognormal

Uji statistiknya adalah : Dn = max{D1,D2}

Dimana,

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧ −

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ=

≤≤ ni

stt

D i

ni

1max11

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ−=

≤≤ stt

niD i

ni12 max

∑=

=n

i

i

nt

t1

ln dan

1

)(ln1

2

2

−=∑=

n

tts

n

ii

Dimana :

ti = data waktu ke-i

t = rata-rata data waktu

s = standar deviasi

n = banyaknya data

Jika Dn < Dkritis maka terima H0 dan tolak H1, dan begitu pula sebaliknya, jika

Dn > Dkritis, maka terima H1 dan tolak H0.. Nilai Dkritis diperoleh dari tabel critical

value for the Kolmogorov-Smirnov test for normality (Lilliefors Test).

63

2.9.3.4 Pengujian Dengan Menggunakan Software Minitab 14

Selain dengan menggunakan perhitungan secara manual, untuk dapat

mengetahui kesesuaian distribusi dari data waktu kerusakan dan data waktu

perbaikan, bisa juga dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14.

Pengujian yang dilakukan dengan software Minitab 14 ini juga menggunakan

keempat distribusi yang digunakan dalam perhitungan secara manual, seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan dari Pengujian ini dilakukan untuk memudahkan

dalam menentukan distribusi terpilih, yang akan menghasilkan nilai P-Value dan nilai

Anderson-Darling dari data waktu berdasarkan masing-masing distribusi. Distribusi

terpilih adalah distribusi yang menghasilkan nilai P-Value terbesar, dan nilai

Anderson-Darling terkecil. Karena semakin besar nilai P-Value, dan semakin kecil

nilai Anderson-Darling, maka data akan semakin mengikuti distribusi tersebut. Selain

itu, data dikatakan mengikuti suatu distribusi tertentu, memiliki nilai P-Value yang

lebih besar dari nilai α.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan pengujian dengan

menggunakan software Minitab 14 ini adalah :

1. Buka program Minitab 14.

2. Di New Worksheet masukkan nilai variabel x (waktu kerusakan atau

waktu perbaikan) pada kolom C1.

3. Pilih Stat > Quality Tools > Individual Distribution Identification.

64

Gambar 2.2 Kotak Dialog Individual Distribution Identification

4. Dalam Data are aranged as, pilih Single column, dan masukan variabel

x pada kolom C1.

5. Pilih Specify, untuk memilih distribusi yang akan di uji.

6. Klik Ok.

2.10 Nilai Tengah Dari Data Waktu Kerusakan (Mean Time To Failure)

Mean time to failure (MTTF) merupakan rata – rata selang waktu kerusakan

dari suatu distribusi kerusakan dimana rata-rata waktu ini merupakan nilai yang

diharapkan (expected value) dari unit-unit identik yang beroperasi pada kondisi

65

normal. MTTF yang sering digunakan untuk menyatakan angka ekspektasi E(t)

didefinisikan oleh probability distribution function f(t) (Ebeling, p24;35), yaitu

sebagai berikut :

MTTF = E(t) = ; ∫∞

0

)(. dttft

untuk, ( ) ( ) ( )dt

tdRdt

tdFtf −== ;

sehingga, MTTF = ( )dttR∫∞

0

Distribusi Weibull

MTTF = ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ

θ 11.

dimana, ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ11 =Γ )(x tabel fungsi Gamma.

Distribusi Lognormal

MTTF = 2

2

.s

med et

Distribusi Eksponensial

MTTF = λ1

Distribusi Normal

MTTF = μ

66

2.11 Nilai Tengah Dari Data Waktu Perbaikan (Mean Time To Repair)

Untuk dapat menghitung dan menentukan rata-rata atau nilai tengah dari

fungsi probabilitas untuk data waktu perbaikan, perlu diketahui terlebih dahulu

distribusi data perbaikannya. Distribusi yang sering digunakan untuk data waktu

perbaikan adalah distribusi Eksponensial dan Lognormal. Penentuan atau pengujian

ini dilakukan dengan cara yang sama dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya.

MTTR diperoleh dengan menggunakan rumus (Ebeling, p192):

MTTR = ; ( )∫∫∞∞

−=00

)(1)( dttHdttth

dimana :

h(t) = fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan (TTR)

H(t) = fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan (TTR)

Distribusi Lognormal

MTTR = 2

2

.s

med et

Distribusi Eksponensial

MTTR = λ1

2.12 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal

Model penentuan penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi

downtime dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu terbaik dilakukannya

67

penggantian pencegahan guna meminimalkan total downtime per satuan waktu.

Penggantian dilakukan untuk menghindari terhentinya mesin akibat kerusakan

komponen. Model ini digunakan untuk mengetahui interval waktu penggantian

pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime.

Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan kriteria

minimasi downtime, konstruksi modelnya yaitu :

Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan.

Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan.

f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.

Terdapat dua macam model perawatan untuk penggantian pencegahan

berdasarkan kriteria minimasi downtime yaitu sebagai berikut :

Block Replacement

Pada model ini, tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang

tetap. Penerapan model ini adalah dengan melakukan penggantian

kerusakan yang terjadi pada interval (0 , tp) dengan mengabaikan adanya

penggantian yang terjadi selama selang interval waktu tersebut, serta

melakukan penggantian pencegahan pada setiap selang waktu tp secara

konstan (Jardine, p95).

Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka tindakan

penggantian dilakukan pada suatu interval tp yang tetap. Jika sistem rusak

sebelum jangka waktu tp, maka dilakukan penggantian kerusakan dan

68

penggantian selanjutnya akan tetap dilakukan pada saat tp dengan

mengabaikan penggantian perbaikan sebelumnya.

Gambar 2.3 Block Replacement Model

Model ini memungkinkan terjadinya penggantian dalam kurun waktu yang

berdekatan, dimana komponen yang baru dipasang setelah penggantian

kerusakan harus mengalami penggantian lagi pada saat tiba waktunya

penggantian pencegahan.

( )siklus Panjang

pencegahan npenggantia downtime kerusakan downtime Ekspektasi +=tpD

( ) ( )( )pp

pfp

TtTTtH

tpD+

+=

69

dimana :

tp = interval waktu penggantian pencegahan

D(tp) = downtime persatuan waktu

H(tp) = ekspektasi jumlah kerusakan pada interval (0,t)

Tf = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan.

Tp = downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan

Age Replacement

Pada model ini tindakan penggantian pencegahan dilakukan tergantung

pada umur pakai komponen atau pada saat pengoperasiannya sudah

mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp. Jika pada selang waktu

tp tidak terdapat kerusakan, maka dilakukan penggantian sebagai tindakan

preventif. Perhitungan umur tindakan penggantian tp dimulai dari awal

lagi dengan mengambil acuan dari waktu mulai bekerjanya sistem kembali

setelah dilakukan tindakan perawatan preventif tersebut. Apabila sebelum

mencapai waktu penggantian pencegahan tp yang telah ditetapkan

sebelumnya, maka siklus kerusakan ini diakhiri dengan kegiatan

penggantian kerusakan.

70

Gambar 2.4 Age Replacement Model

Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp

didenotasikan dengan D (tp) yaitu : (Jardine, p96)

siklus panjang ekspektasisiklusper downtime ekspektasi Total)( =tpD

Total ekspektasi downtime per siklus (EDS)

( ))(1)(. tpRTftpRTpEDS −⋅+=

Ekspektasi panjang siklus kerusakan (EPS)

( ) ( ))(1.)()().( tpRTftpMtpRTptpEPS −+++=

sehingga,

))(1).())(()().())(1()(.

)(tpRTtpMtpRTtp

tpRTftpRTtpD

fp

p

−+++

−⋅+=

dan

A(tp) = 1-D(tp)min

71

dimana :

tp = interval waktu penggantian pencegahan

Tf = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan.

Tp = downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan

F(t) = fungsi distribusi interval antar kerusakan yang terjadi

R(tp) = probabilitas terjadinya penggantian pencegahan pada saat tp

M(tp) = waktu rata-rata terjadinya kerusakan jika penggantian

pencegahan dilakukan pada tp

D(tp) = downtime persatuan waktu

D(tp)min = downtime terkecil persatuan waktu

A(tp) = nilai tingkat ketersediaan (availability)

2.13 Penentuan Frekuensi Pemeriksaan Optimal

Selain penggantian pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan pemeriksaan

yang dilakukan secara berkala, dengan tujuan untuk meminimasi total downtime

mesin. Dengan meminimasi total downtime mesin, maka jumlah kerusakan mesinpun

dapat dikurangi. Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut

adalah : ( Jardine, p108)

1/μ = Waktu rata-rata perbaikan

1/ i = Waktu rata-rata pemeriksaan

72

Total downtime per satuan waktu merupakan fungsi dari frekuensi

pemeriksaan ( n ) dan didenotasikan dengan D(n) yakni ( Jardine, p109) :

( ) ( ) ff TnTnnD ⋅+⋅= λ

innnD +=

μλ )()(

( )in

nknD +×

dimana :

D(n) = downtime perbaikan kerusakan + downtime pemeriksaan

)(nλ = laju kerusakan yang terjadi

n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu

μ = berbanding terbalik dengan 1/μ

i = berbanding terbalik dengan 1/ i

Diasumsikan laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan :

nkn /)( =λ

dan karena : ( Jardine, p109 )

innnD +=

μλ )()(

maka : 2/)( nkn −=λ

dan : in

nnD 1)()( 2' +−=

μλ

73

Waktu Rata-Rata Perbaikan ( )μ1

bulankerja / jamrata -rata1 MTTR

Nilai μ berbanding terbalik dengan ( )μ1 :

( )μμ1

1=

Waktu Rata-Rata Pemeriksaan ( )i1

bulankerja / jamrata -ratanpemeriksaax 1rata -rata1 =i

Nilai i berbanding terbalik dengan ( )i1 :

( )ii11

=

Rata-Rata Kerusakan (k)

bulan12tahunkerusakan/ jumlah k =

Frekuensi Pemeriksaan Optimal (n)

μik ×

=n

Interval Waktu Pemeriksaan (ti)

nbulankerja / jamrata -rata ti =

Nilai Availability (A(n))

)(1)( nDnA −=

74

2.14 Perhitungan Reliability Tanpa Preventive Maintenance dan dengan

Preventive Maintenance

Berdasarkan sistem yang ada peningkatan keandalan (Reliability) sering

dicapai dengan program Preventive Maintenence. Preventive Maintenence ini dapat

mengurangi kerusakan karena usia yang sudah tua atau sudah saatnya mengalami

kerusakan (wear-out) dan mempunyai pengaruh yang besar dalam umur ekonomis

suatu peralatan dan sistem.

Peningkatan kehandalan dapat ditempuh dengan cara perawatan pencegahan.

Preventive maintenance dapat mengurangi pengaruh wear-out mesin atau komponen

dan menunjukkan hasil yang cukup signifikan terhadap umur mesin. model

kehandalan berikut mengasumsikan sistem kembali ke kondisi baru setelah menjalani

perawatan pencegahan. Keandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut :

Rm(t) = R(t) untuk 0 ≤ t < T

Rm(t) = R(T).R(t-T) untuk T ≤ t < 2T

dimana :

T = interval waktu penggantian pencegahan kerusakan

t = waktu operasional mesin

Rm(t) = kehandalan (reliability) dari sistem dengan preventive maintenance

R(t) = kehandalan (reliability) dari sistem tanpa preventive maintenance

R(T) = peluang dari kehandalan hingga preventive maintenance pertama

R(t-T) = peluang dari kehandalan antara waktu t-T setelah sistem

dikembalikan pada kondisi awal pada saat T.

75

Secara umum persamaannya adalah :

)( R(T) (t) m n nTtRR −⋅=

untuk nT ≤ t ≤ (n+1)T, dimana n = 1,2,3,…dst

dimana :

T = Age Replacement

n = Jumlah Penggantian ke n

R(t) = Keandalan sebelum dilakukan perawatan ( saat ini )

= Probabilitas keandalan hingga mulai dilakukannya perawatan n(T)R

nT)-(tR = Probabilitas reliability untuk waktu t-nT dari tindakan

preventive maintenance yang terakhir.

Rm(t) = Keandalan setelah dilakukan Preventive Maintenance

Distribusi Weibull

( )β

θ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

=t

etR

( )⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−=

β

θTnTR n exp

( )⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−=−β

θnTtnTtR exp

76

)( R(T) (t) m n nTtRR −⋅=

( )⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−=

ββ

θθnTtTntRm expexp

Distribusi Lognormal

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ=

medttR ln

s1 -1 (t)

n

medtT

sR ⎥

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ−= ln11 (T) n

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ=

medtnTtR ln

s1 - 1 nT)-(t

)( R(T) (t) m n nTtRR −⋅=

( ) ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ−⎥

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ−=

med

n

medm t

nTtst

Ts

tR ln11ln11

Distribusi Eksponensial

Untuk laju kerusakan yang konstan, maka :

tetR λ−=)(

Rm(t) = ( ) ( )nTttnt ee −−− λλ

Rm(t) = nttnt eee λλλ ⋅⋅ −−

Rm(t) = e tλ−

Rm(t) = R(t)

77

Distribusi Normal

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−=σμttR 1)(

( )n

n TTR ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−=σμ1

( ) ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

Φ−=−σ

μnTtnTtR 1

)( R(T) (t) m n nTtRR −⋅=

( ) ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

Φ−⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−=σ

μσμ nTtTtR

n

m 11

Hal ini membuktikan bahwa distribusi eksponensial, yang memiliki laju

kerusakan konstan, bila dilakukan preventive maintenance tidak akan menghasilkan

dampak apapun. Sehingga, tidak ada peningkatan reliability seperti yang diharapkan,

karena Rm(t) = R(t).

2.15 Perhitungan Biaya Kerusakan (Failure Cost), Biaya Pemeliharaan

(Preventive Cost), dan Biaya Total (Total Cost)

Biaya Pemeliharaan (Preventive Cost) merupakan biaya yang timbul karena

adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan dan direncanakan.

Sedangkan Biaya Kerusakan (Failure Cost) adalah biaya yang timbul karena terjadi

78

kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti ketika

produksi sedang berjalan.

Maintenance Level

Failure Cost

Maintenance Cost

Total Cost

Grafik 2.2 Kurva Total Biaya

Dari kurva total biaya yang ditunjukan pada Grafik 2.2 menunjukkan bahwa

biaya perbaikan yang timbul akibat kerusakan akan berbanding terbalik dengan biaya

perawatan pencegahan. Semakin tinggi maintenance level yang dilakukan maka

semakin kecil biaya perbaikan (failure cost) yang ditimbulkan, dan begitu juga

sebaliknya. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan (preventive cost) akan semakin

besar seiring dengan meningkatnya maintenance level, begitu pula sebaliknya.

79

Biaya Siklus Failure (Cf)

Cf = [((biaya teknisi / jam + biaya kehilangan produksi / jam) * wsf)

+ biaya komponen]

biaya kehilangan produksi = (biaya bahan baku / jam + biaya listrik / jam

+ biaya operator / jam)

dimana :

Cf : biaya siklus kerusakan (failure cost)

wsf : waktu standar perbaikan kerusakan = Tf = MTTR

Biaya Siklus Preventive (Cp)

Cp = [(biaya teknisi / jam * wsp) + biaya komponen]

dimana :

Cp : biaya siklus pemeliharaan (preventive cost)

wsp : waktu standar pemeliharaan = Tp

Total Biaya Failure

tpCftpTc =)(

dimana :

Tc(tp) : total biaya kerusakan (total failure cost) / jam

Cf : biaya siklus kerusakan (failure cost)

tp : interval waktu perbaikan = MTTF

80

Total Biaya Preventive

( ) ( )( )( ) ( )( )tpRtftpRtp

tpRCftpRCptpTc−+×−+×

=11)(

dimana :

Tc(tp) : total biaya pemeliharaan (total preventive cost) / jam

Cf : biaya siklus kerusakan (failure cost)

Cp : biaya siklus pemeliharaan (preventive cost)

tp : interval waktu preventive = T = Age Replacement

tf : merupakan nilai MTTF

R(tp) : merupakan nilai reliability saat tp