BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian...
Transcript of BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian...
6
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Nunky Oktovyanti (2014) dalam Jurnal Ilmiah yang berjudul
Perbandingan Sistem Swakelola Oleh Masyarakat dan Sistem Kontrak Pada
Penanganan Pekerjaan Prasarana Bangunan Komunal Pada Permukiman Di Kota
Batu mengungkapkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan konstruksi prasarana
yang bersifat komunal, Pemerintah Kota Batu telah melaksanakan
proyek dengan sistem kontrak konstruksi yang dikerjakan oleh Badan Usaha Jasa
Konstruksi maupun dengan sistem swakelola oleh masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan komunal pada pekerjaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), paving jalan lingkungan, drainase lingkungan di Kota Batu sudah
dilakukan, baik secara swakelola maupun secara kontrak konstruksi.
Memperhatikan kondisi tersebut, maka perlu dikaji lebih mendalam tentang
perbandingan sistem swakelola dengan sistem kontrak ditinjau dari segi : sumber
daya manusia, dana, kualitas, waktu pelaksanaan dan operasional pemeliharaan.
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan yaitu tahapan – tahapan pelaksanaan
proyek dan memilih pola penanganan pada pelaksanaan pekerjaan prasarana
permukiman yang bersifat komunal antara sistem swakelola dan sistem kontrak
konstruksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tahapan
pelaksanaan proyek dan memilih pola penanganan yang sesuai.
7
Metode Analytic Hierarchy process (AHP) digunakan dalam penelitian
tersebut untuk mengetahui kriteria dan sub kriteria untuk menentukan keputusan
bagi kasus multi kriteria yang menggabungkan faktor kualitatif dan kuantitatif di
dalam keseluruhan evaluasi alternatif-alternatif yang ada. Dalam pengambilan
keputusan umumnya akan dijumpai persoalan menentukan bobot disetiap aktivitas
menurut tingkat kepentingannya. Dalam menentukan penilaian diantara alternatif-
alternatif di bawah kriteria tertentu, maka digunakan perbandingan berpasangan.
I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) dalam Tesis yang berjudul
Penentuan Skala Penentuan Skala Prioritas Penaganan Jalan Kabupaten Di
Kabupaten Bangli mengungkapkan, Jalan Kabupaten merupakan prasarana
transportasi yang penting dalam pertumbuhan pembangunan sosial dan ekonomi.
Kabupaten Bangli yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali,
terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan memiliki panjang jalan kabupaten 73.823 Km
dan terbagi dalam 369 ruas jalan. Dengan keterbatasan dana sulit menentukan
prioritas penanganannya, sehingga banyak ditemukan ketimpangan seperti
banyaknya jalan yang belum mendapat penanganan dan wilayah Bangli timur
hanya sebagian kecil yang mendapat penanganan. Dengan demikian perlu mengkaji
metode penetapan prioritas penanganan jalan sesuai kebutuhan masyarakat. Pada
penentuan prioritas dengan berdasarkan SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun
1990, dapat diperoleh bahwa urutan prioritas tertinggi adalah jalan dengan nilai
LHR dan NPV tertinggi demikian sebaliknya nilai LHR rendah dengan NPV yang
rendah akan memperoleh hasil perhitungan skala prioritas dengan urutan rendah.
Sedangkan penentuan skala prioritas dengan bantuan metode Analytical Hierarcy
8
Process (AHP) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yaitu :
kondisi jalan, volume lalu lintas, manfaat ekonomi, kebijakan dan aspek tata guna
lahan. Berdasarkan penentuan urutan/skala prioritas penanganan jalan dengan
metode AHP diperoleh tingkat kepentingan dengan bobot masing-masing kriteria
yang dipakai untuk menentukan prioritas penanganan jalan. Adapun bobot masing-
masing kriteria diurut berdasarkan urutannya yaitu : kondisi jalan (23,9%), volume
lalu lintas (22,9%), ekonomi (22,8%), tata guna lahan (15,3%) dan kebijakan
(15,1%). Perolehan urutan prioritas penanganan jalan dengan metode AHP pada
penelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga,
Tahun 1990. Hal ini disebabkan tidak hanya mengutamakan nilai NPV tetapi
adanya kombinasi beberapa faktor kriteria. Beberapa perubahan tersebut
terlihat pada ruas jalan yang LHR nya kecil, dengan nilai NPV rendah tetapi
dibutuhkan masyarakat memperoleh urutan skala prioritas tinggi. Berdasarkan
hasil perbandingan dari kedua metode, metode AHP disarankan
untuk digunakan karena beberapa aspek dan kriteria dapat dikombinasikan
sehingga urutan prioritas dapat menggambarkan kebutuhan masyarakat dengan
baik.
Dalam Jurnal International (International Journal of Environmental
Engineering Science and Technology Research Vol. 1, No. 7, June 2013, PP: 98-
109, ISSN: 2326-3113) yang berjudul Application of AHP Method for selecting the
best strategy to reduce environmental demage caused by non metallic mining Case
study in Gunungkidul Regency, Yogakarta, Indonesia, Kholil dan Rahma Oktaviani
mempergunakan metode AHP dipergunakan untuk menganalisis strategi
9
mengontrol dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan/galian mineral
golongan C di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut
digunakan langkah-langkah metode AHP yaitu : dekomposisi faktor kriteria,
membuat matriks perbandingan berpasangan, menghitung bobot prioritas dan
menghitung rasio konsistensi. Adapun kriteria yang dianalisis adalah : tersedianya
lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), resiko terkecil,
teknologi, pendapatan ekonomi terbesar, dukungan kebijakan dan infrastruktur,
dukungan dari masyarakat lokal.
Adapun persamaan dan perbedaannya dengan yang dilakukan oleh penulis
adalah sebagaimana dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 : Perbandingan penelitian terdahulu
Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Kriteria
1 2 3 4
Nunky Oktovyanti
2014 Perbandingan Sistem Swakelola
Oleh Masyarakat dan Sistem Kontrak Pada Penanganan Pekerjaan Prasarana Bangunan Komunal Pada Permukiman Di Kota Batu
Tingkat kerusakan bangunan,biaya pemeliharaan
Haris Fakhroji
ITS
2009
Penentuan Prioritas Pemeliharaan Bangunan Gedung SDN di Kabupaten Tabalong
Tingkat kerusakan bangunan, Jumlah siswa, Umur bangunan, Lokasi Bangunan dan angka partisipasi murni
Engkus Kusnadi
UNS 2011
Penentuan Prioritas Pemeliharaan Bangunan Sekolah Negeri dengan Sistem Pendukung Keputusan
Tingkat kerusakan bangunan, Status tanah, Status bangunan, Lokasi Sekolah, Rasio siswa dengan ruang kelas, Luas layanan sekolah
10
1 2 3 4
Eko Sudharmono
ITS 2011
Analsa Prioritas Kegiatan Rehabilitasi Bangunan Gedung SD
Negeri dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Tulungagumg
Kriteria Kecamatan (Kepadatan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah) dan Kriteria Sekolah (Tingkat Kerusakan, Jumlah Siswa, Umur Bangunan, Lokasi Bangunan dan Partisipasi Murni).
Sumber : Hasil kompilasi
2.2. Konstruksi
Konstruksi adalah kegiatan membangun sarana dan prasarana dalam
bidang arsitektur (building construction) dan bidang sipil (civil engineer).
Konstruksi juga dapat didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang
terdiri dari bagian-bagian struktur. Sebagai suatu kegiatan, konstruksi terdiri dari
beberapa rangkaian kegiatan yang berbeda-beda. Dalam satu kegiatan konstruksi
dimungkinkan adanya sub kualifikasi dari bidang pekerjaan yang dilaksanakan.
Sebelum dilaksanakan, kegiatan konstruksi diawali dengan perencanaan terpadu
untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, kebutuhan
peralatan dan peralatan penunjang K3 saat pekerjaan konstruksi dilakukan. Jadwal
perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait
dengan pendanaan, dampak lingkungan, ketersediaan peralatan, ketersediaan
material bangunan, logistik ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya
pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.
Menurut Undang – undang Jasa Konstruksi No. 2 Tahun 2017, Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan
11
konstruksi. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian
kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan
manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. Pekerjaan Konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu
bangunan. Aktifitas konstruksi bukan hanya sebatas membangun, tetapi juga
kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan proses pendirian bangunan seperti
perencanaan rancang bangun, penelitian AMDAL, penyusunan RAB, penyediaan
material, dan pengawasan proyek pembangunan. Biasanya pekerjaan konstruksi di
lapangan dilakukan oleh buruh bangunan, tukang, dan ahli bangunan lainnya yang
diawasi mandor proyek. Sementara itu, keseluruhan dari kegiatan konstruksi ini
akan dipantau secara berkala oleh manajer proyek, insinyur desain, atau arsitek
proyek.
Konstruksi dalam pengertian bangunan dapat dikelompokkan menjadi
empat macam, yakni :
1. Konstruksi gedung yaitu konstruksi yang digunakan untuk mendukung
kebutuhan hidup manusia. Konstruksi ini meliputi rumah, hotel, apartemen,
kantor, rumah sakit, dan lain-lain.
2. Konstruksi transportasi ialah konstruksi yang dibuat untuk memenuhi sarana
dan prasarana transportasi. Contoh konstruksi ini yaitu jalan raya, jembatan, rel,
terminal, pelabuhan, stasiun, bandara, dan sebagainya.
12
3. Kontruksi air merupakan konstruksi yang dibangun dengan tujuan mengelola
air di atas tanah. Yang termasuk konstruksi air misalnya bendungan, waduk,
irigasi, drainase, parit, got, gorong-gorong, dan lain sebagainya.
4. Konstruksi khusus adalah konstruksi bangunan yang didirikan untuk tujuan
khusus. Sebagai contoh konstruksi menara pemancar gelombang radio, menara
jaringan listrik, menara pemancar televisi, anjungan minyak lepas pantai, dan
lain-lain.
Perancangan konstruksi bangunan yang ideal harus memenuhi syarat-
syarat tertentu. Di antaranya konstruksi harus kuat dan awet sehingga dapat
berfungsi sesuai tujuan pembuatannya. Selain itu, konstruksi sebaiknya dibuat
dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika sehingga terlihat menarik dan indah
dipandang mata. Tak kalah pentingnya, konstruksi harus dijaga kebersihannya agar
penghuni merasa sehat dan nyaman, termasuk mengatur sirkulasi udara dan cahaya
dengan baik. Terakhir, pembangunan konstruksi ini juga wajib dilakukan efektif
dan efisien.
2.3. Proyek Konstruksi
2.3.1. Pengertian Proyek Konstruksi
Proyek Konstruksi adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka
waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu
tujuan pembangunan konstruksi yang ditentukan. Menurut D.I Cleland dan W.R.
King (1987), proyek adalah gabungan dari berbagai sumber daya, yang dihimpun
dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai suatu sasaran tertentu.
13
Kegiatan atau tugas yang dilaksanakan pada proyek berupa
pembangunan/perbaikan sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan
sebagainya) atau bisa juga berupa kegiatan penelitian, pengembangan. Kegiatan
proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu
terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan (Soeharto, 1995).
2.3.2. Karakteristik Proyek Konstruksi
Berdasarkan pengertian di atas, proyek merupakan kegiatan yang
bersifat sementara (waktu terbatas), tidak berulang, tidak bersifat rutin, mempunyai
waktu awal dan waktu akhir, sumber daya terbatas/tertentu dan dimaksudkan untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Menurut Wateno (2014 : 5), karakteristik suatu proyek adalah :
1. Satu Tujuan dan Tidak Berulang (One Goal and Non Repetitive)
Proyek merupakan kegiatan kerja berupa kegiatan pekerjaan, pengadaan
barang dan jasa yang lingkupnya lebih sempit dari program. Sebuah proyek
adalah kegiatan sekali jadi dan/atau selesai (once to completion) dan tidak
berulang (non repetitive) dengan satu tujuan untuk mendapatkan hasil akhir.
Kegiatan proyek cukup komplek yang membutuhkan kordinasi dan
pengendalian biaya, waktu dan kinerja yang dibutuhkan.
2. Siklus Hidup (Life Cycle)
Setiap proyek memiliki tahap-tahap yang mempunyai pola tertentu
Setiap tahap kegiatan mempunyai kurun waktu siklus hidup tertentu yang
berbeda teergantung untuk kepentingan apa proyek tersebut dilakukan. Siklus
hidup proyek dimulai dari awal akan lahirnya proyek sampai dengan
14
beroperasinya proyek. Saat awal akan lahirnya proyek disebut konseptual
proyek, kemudian pendefinisian atau penyeleksian, implementasi proyek dan
yang terakhir adalah operasional proyek. Pada umumnya, kegiatan proyek
konstruksi mencapai puncaknya pada waktu implementasi yang kemudian
menurun smpai tidak ada kegiatan sama sekali.
3. Saling Ketergantungan (Interdependence)
Setiap proyek suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya secara simultan
terkendali oleh organisasi induk yang biasanya terdiri dari unit logistik,
pemasaran, keuangan, konstruksi dan lain-lain sesuai kebutuhan proyek.
Apabila salah satu kegiatan proyek mengalami perubahan maka kegiatan lain
akan mengikuti perubahan. Manajer proyek harus mencari kesesuaian
interaksi dan memelihara hubungan dengan kelompok luar organisasi.
4. Unik (Uniqueness)
Setiap proyek mempunyai unsur unik yang mana tidak ada proyek yang
sama persis. Keunikan proyek dapat diartikan bahwa dalam setiap kegiatan
proyek mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan terletak pada lokasi,
waktu, biaya mutu dan perilaku sumber daya lainnya. Proyek konstruksi
biasanya lebih rutin dibandingkan dengan proyek penelitian dan
pengembangan. Setiap proyek mempunyai keunikan yang berbeda oleh karena
itu setiap proyek harus dicari sumber keunikannya sehingga dapat ditentukan
langkah-langkah penanganan selanjutnya.
15
5. Konflik (Conflict)
Pada suatu kegiatan proyek konstruksi biasanya timbul konflik.
Sumber konflik antara lain : perbedaan penghasilan karyawan, pendapat dan
ide, personil belum saling mengenal, suasana kerja yang kurang mendukung.
Konflik juga bisa terjadi antar bagian atau departemen atau antar personil
dalam tim. Ada 4 (empat) kelompok penting atau stakeholder yaitu pelanggan,
induk organisasi, tim proyek dan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dan
terpengaruh apabila dalam proyek terjadi konflik. Tetapi konflik juga
membawa hal positif, dengan adanya konflik diharapkan menghasilkan ide
baru yang lebih baik, mencari pendekatan penyelesaian masalah dan memacu
untuk lebih kreatif.
6. Kompleks (Complex)
Dibentuknya struktur organisasi proyek karena kegiatan proyek
merupakan kegiatan yang kompleks yang terdiri dari banyak kegiatan dengan
waktu yang terbatas, maka kompleksitas sangat menyita perhatian manager
proyek. Dengan waktu yang relatif pendek maka kegiatan proyek yang tidak
sederhana dipandang sebagai kegiatan proyek kompleks. Kompleksitas proyek
tergantung pada jumlah dan macam proyek yang meliputi : macam dan jumlah
kegiatan, macam dan jumlah hubungan antar kelompok di dalam internal
proyek, macam dan jumlah hubungan antar kegiatan internal proyek dengan
eksternal proyek dalam organsiasi induk perusahaan. Kompleksitas proyek
tidak tergantung pada besar-kecilnya ukuran proyek melainkan lebih pada
16
jumlah dan macam kegiatan dalam suatu proyek. Poyek skala kecil dapat
bersifat lebih kompleks dibandingkan proyek skala besar.
2.3.3. Jenis Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok
bangunan (Ervianto, 2005), yaitu :
1. Bangunan gedung
Proyek konstruksi bangunan gedung menghasilkan tempat orang tinggal
maupun bekerja. Pekerjaan dilakukan pada lokasi yang relatif sempit dan
kondisi pondasi tersebut umumnya sudah diketahui. Manajemen dibutuhkan
untuk progressing pekerjaan. Contohnya antara lain : perumahan, perkantoran,
pabrik, hotel dll.
2. Bangunan Sipil
Bangunan sipil biasanya dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna
bagi kepentingan manusia. Pekerjaan konstruksi sipil dilakukan pada area yang
luas dengan kondisi pondasi yang bebeda. Manajemen dibutuhkan untuk
pemecahan masalah. Contohnya adalah : jembatan, bendungan dll.
2.3.4. Tahapan Proyek Konstruksi
Kegiatan Proyek Konstruksi yang akan dilaksanakan melalui beberapa
tahapan, secara umum ada 4 (empat) tahapan yang dilalui, yaitu :
1. Tahap Perencanaan (Planning)
a. Gagasan (Idea)
Adanya suatu proyek konstruksi biasanya diawali dari gagasan atau ide
karena suatu kebutuhan. Ide tersebut dapat berasal dari pimpinan puncak
17
(top management), pimpinan menengah (middle management) ataupun
level pimpinan yang ada dibawahnya. Menurut Wateno (2014 : 30),
gagasan dan pemikiran tesebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, yaitu : (1) mengidentifikasi kebutuhan (2) mencari sumber-sumber
potensial (3) cara mendapatkan sumber-sumber potensial (4) kesulitan-
kesulitan yang akan dihadapi (5) pemanfaatan sumber daya setempat (6)
dampak samping terhadap dibangunnya proyek (7) respon masyarakat
setempat dan kemungkinan pemecahannya (8) pengaruh lingkungan
setempat dan pemecahannya (9) manfaat langsung dan tidak langsung
terhadap masyarakat sekitarnya (10) keuntungan materiil dan non materiil
terhadap perusahaan.
b. Studi Pendahuluan (Preliminary Study)
Studi pendahuluan masih sebatas mencari informasi sumber-sumber yang
dapat digali dan digunakan, dampak positif dan negatif terhadap lingkungan
sekitar dan juga keuntungan dan kerugian bagi institusi atau perusahaan.
Informasi tersebut dapat berupa data tertulis atau hasil wawancara yang
dituangkan dalam bentuk pelaporan. Rumusan yang perlu diidentifikasi dan
dilaporkan secara tertulis meliputi (Wateno, 2014 : 30) : (1) kebutuhan
sumber daya, keuangan, material, peralatan dan manusia (2) sumber-sumber
potensial yang dapat digali meliputi sumber daya alam dan sumber daya
manusia (3) cara mendapatkan sumber daya alam dan manusia (4) tingkat
kesulitan yang akan dihadapi dan cara pemecahannya (5) kemungkinan
pemanfaatan sumber daya setempat (6) dampak samping proyek meliputi
18
terjadinya pencemaran dan solusinya (7) respon masyarakat baik positif
maupun negatif dengan alasan dan pemecahannya (8) pengaruh lingkungan
stempat (9) manfaat langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat
setempat (10) Pengaruh keuntungan materiil dan non materiil terhadap
perusahaan. Studi pendahuluan dapat berupa feasibility studi, AMDAL atau
UKL/UPL.
2. Tahap Perancangan (Design)
Tahap perancangan meliputi beberapa sub tahap, yaitu :
a. Tahap Pra-Desain (Preliminary Design)
Yang mencakup kriteria desain, skematik desain, proses diagram blok plan,
rencana tapak, potongan, denah, gambar situasi/site plan tata ruang, estimasi
cost.
b. Tahap pengembangan Desain (Development Design) / Detail Desain (Detail
design).
Merupakan tahap pengembangan dari pra rancangan yang sudah dibuat dan
perhitungan-perhitungan yang lebih detail, mencakup :
Perhitungan-perhitungan detail (struktural maupun non struktural)
secara terperinci
Gambar-gambar detail (gambar arsitektur, elektrikal, struktur,
mekanikal, dsb)
Outline specification (garis besar)
Estimasi cost untuk konstruksi secara terperinci
c. Desain Akhir dan penyiapan dokumen pelaksanaan
19
d. Tahap pengembangan Desain (Development Design)/Detail Desain (Detail
design).
Merupakan tahap akhir dari perencanaan dan persiapan untuk tahap
pelelangan, mencakup :
Gambar-gambar detail, untuk seluruh bagian pekerjaan
Detail spesifikasi
Bill of quantity (daftar volume)
Estimasi biaya konstruksi (secara terperinci)
Syarat-syarat umum administrasi dan peraturan umum (dokumen
lelang)
3. Tahap Pengadaan (Procurement)
Tahap ini merupakan tahap pemilihan kontraktor pekerjaan proyek konstruksi.
Pemilihan dapat dilakukan dengan cara pelelangan atau pengadaan langsung
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Yang perlu diperhatikan
dalam tahap ini adalah kejelian kontraktor dalam memenuhi persyaratan
administrasi dan teknis yang ditetapkan. Selain itu, harga yang ditawarkan
harus diperhatikan jangan sampai proyek yang dikerjakan justru membuat rugi
perusahaan. Rancangan dokumen kontrak juga perlu diteliti karena
menguraikan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
proyek konstruksi.
4. Tahap Pelaksanaan (Construction)
Tujuan dari tahap pelaksanaan adalah untuk mewujudkan bangunan yang
dibutuhkan oleh pemilik proyek dan sudah dirancang oleh konsultan perencana
20
dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan kualitas
yang telah disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan semua operasional di
lapangan. Perencanaan dan pengendalian proyek secara umum meliputi :
Perencanaan dan pengendalian organisasai lapangan
Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja
Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material
Sedangkan koordinasi seluruh operasi di lapangan meliputi :
Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan
sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan
perlengkapan yang terpasanag.
Mengkoordinasikan para Sub-Kontraktor
Penyeliaan umum.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi untuk gedung berbeda dengan pekerjaan
konstruksi jalan atau konstruksi bendungan, pelabuhan dsb. Pada pekerjaan
konstruksi, 4 target yang harus dicapai kontraktor :
Selesai dengan mutu/kualitas paling tidak sama dengan yang ditentukan
dalam spec/perencanaan
Selesai dengan waktu lebih kecil atau sama dengan waktu perencanaan
Selesai dengan biaya paling tidak sama dengan biaya yang direncanakan
Selesai dengan tidak menimbulkan dampak lingkungan (sosial, fisik, dan
administratif)
Pemeriksaan lab/testing
21
Penyerahan pertama
Masa pemeliharaan
Penyerahan kedua.
2.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pengertian pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata
Empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang ada
oleh masyarakat. Hal ini merupakan pendekatan terhadap pemberdayaan
masyarakat dalam upaya pengembangan masyarakat yang berkenaan pada
penekanan akan pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem
dalam mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
yang demikian akan memberikan peranan kepada individu yang bukan sebagai
obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor masyarakat dalam menentukan hidup
mereka sendiri. Lebih lanjut payne (1997 : 266) mengatakan bahwa Pemberdayaan
dipandang untuk menolong klien dengan membangkitkan tenaga dalam mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan sepanjang hidup,
termasuk mengurangi efek atau akibat dari gejala-gejala pada masyarakat atau
individu untuk melatih agar kekuatan itu tumbuh dengan meningkatkan kapasitas
percaya diri, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. (Sumber :
http///F: Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm).
Pemberdayaan Masyarakat menurut Moelyarto (1999 : 37-38)
mengemukakan ciri-ciri pendekatan pengelolaan sumber daya lokal yang berbasis
masyarakat, meliputi :
22
1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat ditingkat
lokal, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya sebagai
partisipan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Fokus utama pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan
masyarakat miskin dalam mengarahkan aset- aset yang ada dalam masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu mengakui makna
pilihan individual dan mengakui proses pengambilan keputusan tidak hanya
dengan sentralistik.
4. Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi-organisasi otonom
dan mandiri yang saling berinteraksi memberikan umpan balik pelaksanaan
untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi.
5. Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi lokal
yang otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat,
pemerintah lokal, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan untuk
memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas berbagai sumber
yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya
setempat. (Sumber : http///F: Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm).
Pemberdayaan masyarakat menurut Cook (1994) menyatakan bahwa
pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan erat dalam upaya
peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif.
Giarci (2001) menyatakan bahwa dengan memandang community
development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian untuk mewujudkan
23
masyarakat dalam berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui
berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan
dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan
fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan
collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat menurut Bartle (2003) menyatakan bahwa
community development sebagai alat ataupun prasarana yang digunakan masyarakat
secara komplek dan kuat, hal ini upaya yang dilakukan untuk perubahan sosial
dimana masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal tumbuh, collective
power-nya meningkat serta diharapkan terjadi adanya perubahan secara kualitatif
pada organisasinya.
Subejo dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya yang sengaja dilakukan untuk memfasilitasi
masyarakat lokal dalam proses merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber
daya lokal yang dimiliki masyarakat tersebut melalui collective action dan
networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian
secara ekonomi, ekologi dan sosial.
Sedangkan menurut Deliveri (2004), pemberdayaan masyarakat
merupakan proses pemberdayaan masyarakat yang seharusnya didampingi oleh
suatu tim fasilitator yang bersifat multi displin. Untuk itu tim pendamping ataupun
fasilitator yang merupakan salah satu external faktor dalam pemberdayaan
masyarakat serta tim pendamping berperan pada awal proses secara aktif namun
peran tersebut akan mulai berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai
24
masyarakat merasa sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri serta
pengoperasionalnya secara inisiatif tim Pemberdayaan Masyarakat (PM) akan
pelan-pelan dikurangi dan pada akhirnya berhenti. Peran tim Pemberdayaan
Masyarakat (PM) sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau
pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat.
Chambers dalam Anholt (2001) menyatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat
yang seharusnya diletakkan dan dipriorientaskan searah dan selangkah dengan
paradigma baru mengenai pendekatan terhadap pembangunan masyarakat,
sedangkan paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down tersebut perlu
direorientasikan menuju pendekatan bottom-up dengan menempatkan masyarakat
atau petani di wilayah pedesaan sebagai pembangunan. Seperti semboyan
Chambers dalam Anholt (2001) sering dikenal dengan semboyan “put the farmers
first”.
Sedangkan menurut Nasikun (2000:27) pemberdayaan masyarakat
merupakan paradigma pembangunan yang mengupayakan prinsip bahwa
pembangunan harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisitaif dan
dorongan serta kepentingan - kepentingan dari masyarakat, sedangkan masyarakat
harus diberi kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan
dan pelaksanaan pembangunannya mulai dari awal sampai akhir termasuk
pemilikan serta penguasaan aset infrastruktur yang pendistribusian keuntungan dan
manfaat yang adil bagi masyarakat setempat. (Sumber : http
:///F:/Pemberdayaan/Pemberdayaan201.htm).
25
2.5. Pendekatan Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Boothroyd (1982 : 15), pendekatan dapat memberikan
kontribusi pada pendekatan pembangunan masyarakat dalam dua hal, antara lain :
1. Pendekatan dalam hal informasi yang diperlukan untuk pembangunan
masyarakat yang masih memerlukan informasi dengan kualitas yang cukup
tinggi. Untuk itu pendekatan pembangunan masyarakat dapat menggunakan
data – data yang disajikan secara teknis maupun pendekatan secara teknis
dengan literatur yang relevan dengan sumber-sumber data bahkan dengan alat-
alat analisa.
2. Pendekatan sosial yang dapat menjadi embrio munculnya proses politik menuju
ke arah pendekatan pembangunan masyarakat. Dengan hal ini merupakan
pendekatan yang dapat menciptakan kesadaran umum masyarakat tentang tidak
adanya perencanaan lokal maupun regional, yang dapat berdampak pada
masyarakat lokal yang dapat diprediksi dengan baik melalui perencanaan
persepsi lokal. Sehingga perencanaan tersebut hanya dapat melalui pendekatan
masyarakat.
Menurut Friedmen (1992), menyatakan pendekatan pemberdayaan
merupakan kekurangtepatan pemilihan dalam strategi pembangunan terhadap
negara dan masyarakat telah menghasilkan paradoks dan tragedi pembangunan
masyarakat seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang sebagai berikut :
1. Pembangunan tidak menghasilkan kemajuan, melainkan justru semakin
meningkatkan keterbelakangan (the development of underdevelopment).
26
2. Melahirkan ketergantungan (dependency) negara sedang berkembang terhadap
negara maju.
3. Melahirkan ketergantungan (dependency) pheriphery terhadap center.
4. Melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat
terhadapnNegara/pemerintah.
5. Melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat kecil (buruh, usaha kecil,
tani, nelayan, dll ) terhadap pemilik modal.
Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan (PPIP2011), pendekatan PPIP
sebagai salah satu program pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Pemberdayaan Masyarakat. Artinya seluruh proses pelaksanaan (tahap
persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan)
melibatkan peran aktif masyarakat.
2. Keberpihakan kepada orang miskin. Artinya orientasi kegiatan baik dalam
proses maupun pemanfaatan hasil, diupayakan dapat berdampak langsung bagi
penduduk miskin.
3. Otonomi dan desentralisasi. Artinya pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan program kegiatan dan
keberlanjutan dari infrastruktur terbangun.
4. Partisipatif. Artinya masyarakat khususnya kelompok miskin, kaum
perempuan serta kelompok minoritas diberikan kesempatan untuk terlibat
secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan serta memberikan kesempatan.
27
5. Keswadayaan. Artinya kemandirian masyarakat menjadi faktor utama dalam
keberhasilan pelaksanaan kegiatan PPIP.
6. Keterpaduan program pembangunan. Artinya program yang direncanakan
dan dilaksanakan dapat bersinergi dengan program pembangunan perdesaan
lainnya
7. Penguatan kapasitas kelembagaan. Artinya pelaksanaan kegiatan
diupayakan dapat mendorong terwujudnya kemandirian pemerintah daerah,
organisasi masyarakat dan stakeholders lainnya dalam penanganan
permasalahan kemiskinan.
8. Kesetaraan dan keadilan gender. Artinya pelaksanaan kegiatan mendorong
terwujudnya kesetaraan antara pria dan wanita dalam setiap tahap kegiatan dan
pemanfaatannya.
2.6. Tahapan – Tahapan Pelaksanaan Proyek Pemberdayaan
Pada dasarnya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat untuk sekarang
akan mengacu pada tiga kluster program penanggulangan kemiskinan di perdesaan
yang merupakan amanat Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, yang antara lain :
1. Bantuan dan perlindungan sosial
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Sedangkan bantuan dan perlindungan sosial ini ditujukan akan
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin berupa infrastruktur, pendidikan,
28
kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih yang disesuaikan dengan program yang
ada. Untuk pemberdayaan masyarakat pada kesempatan ini diarahkan untuk
pembangunan partisipasi masyarakat secara mandiri dalam upaya meningkatkan
kesadaran, kapasitas, dan keberdayaan individu maupun komunal, yang dalam tesis
ini dititikberatkan pada bidang infrastrukturnya. Untuk itu masyarakat sangat
diharapkan partisipasi dan semangat serta keikutsertaan masyarakat dalam setiap
tahapan kegiatan yang ada.
Menurut buku pedoman pelaksanaan (2011), berikut ini merupakan
tahapan – tahapan yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat
pada umumnya, antara lain :
1. Tahap Penyiapan dan mobilisasi masyarakat, yang perlu dilakukan antara lain :
a. Rembug Penyiapan Warga
b. Sosialisasi dan Penandatanganan Pakta Integritas
c. Musyawarah Desa I (pembentukan OMS serta pemilihan KD)
2. Tahap Perencanaan Partisipatif, dengan kegiatan antara lain :
a. Survey Kampung Sendiri (SKS)
b. Identifikasi Permasalah dan Pemetaan Kemiskinan
c. Musyawarah Desa II
d. Penyusunan Usulan Prioritas Desa
e. Penyusunan Usulan RKM
f. Verifikasi RKM
g. Finalisasi RKM
h. Penyusunan Rencana Teknis dan RAB
29
3. Tahap Pelaksanaan Fisik, dengan kegiatan antara lain :
a. Musyawarah Desa III
b. Penandatanganan Kontrak Kerja
c. Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
d. Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur
e. Informasi Pelaksanaan/Pelaporan Kegiatan
f. Rembug Warga Pelaksanaan
4. Tahap Pasca Pelaksanaan Fisik, dengan kegiatan antara lain :
a. Musyawarah Desa IV
b. Serah Terima Infrastruktur Terbangun
c. Operasi dan Pemeliharaan
2.7. Biaya, Mutu dan Waktu dalam Pelaksanaan Proyek
Menurut Dipohusodo (1996), pada umumnya layaknya pelayanan jasa,
ketentuan mengenai mutu, waktu, dan biaya pelaksanaan penyelesaian proyek
konstruksi sudah ada dan terikat dalam kontrak dan telah ditetapkan sebelum
pelaksanaan proyek konstruksi di mulai/dilaksanakan. Apabila dalam pelaksanaan
proyek konstruksi terjadi kesalahan dalam mutu maupun kualitas baik itu disengaja
maupun tidak disengaja, maka efek dari resiko yang harus ditanggung sangat besar.
Untuk itu cara yang harus digunakan untuk memperbaiki bangunan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan, maka bangunan tersebut harus
dibongkar, kemudian dilaksanakan ulang dengan spesifikasi sesuai rencana.
Namun di sisi lain upaya perbaikan tersebut tidak akan mengubah kesepakatan
pembiayaan dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan. Sehingga faktor dari
30
waktu, biaya dan mutu dalam proses proyek konstruksi merupakan faktor yang
tidak bisa diubah dan saling ketergantungan serta sangat berpengaruh antara satu
dengan yang lainnya. Keberhasilan suatu proyek secara umum dapat diukur
melalui enam sasaran (common project constraints) antara lain : scope, quality,
schedule, budget, resources, dan risk (sumber : PMBOX_4th_edition_changes).
Keenam elemen proyek tersebut yang dikenal untuk bekerja secara erat dengan satu
sama lain. Dimana salah satu dari elemen dibatasi atau diperpanjang, maka dua
unsur lainnya akan juga harus diperpanjang / meningkat dalam beberapa cara yang
dibatasi/dikurangi dalam beberapa cara. Hal ini merupakan adanya keseimbangan
dari enam elemen yang sepenuhnya dipahami project manager.
Menurut Ervianto (2005), karakteristik proyek yang perlu diperhatikan
adalah :
Gambar 2.1 : Three Dimential Objective
Melibatkan Organisasi
Melibatkan Sumber Daya
Unik
31
Gambar 2.2 : Triple Constrains
Gambar 2.3 : Faktor Penting Pemberdayaan Masyarakat
Pada pelaksanaan proyek konstruksi yang ada secara umum
(pemberdayaan masyarakat maupun kontraktual), diharapkan proyek yang
dihasilkan dapat tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya. Sedangkan pelaksanaan
dengan pemberdayaan masyarakat biasanya disertakan adanya partisipasi
masyarakat selama proyek tersebut dilaksanakan.
Waktu
Partisipasi
Masyaraaat
Mutu
Anggaran
Tertib Administrasi
Manfaat
Scope
Quality
Schedule
Budget
Resources
Risk
32
Menurut tinjauan Project Management KPIs (Key Performance
Indicators) yang merupakan indicator kunci sukses dalam membantu suatu
organisasi untuk menentukan dan mengukur kemajuan dari suatu manajemen
proyek. Sehingga Project Management KPIs (Key Performance Indicators) sebagai
alat ukur dalam mencerminkan faktor – faktor penentu keberhasilan dari suatu
tujuan organisasi. (Sumber : Software Acquisition Gold Practice Track Earned
Value, 2009).
KPIs dapat mengukur efektivitas manajemen proyek antara lain sebagai
berikut :
1. Deviation of planned time schedule for project/program.
Pelaksanaan suatu proyek maupun program konstruksi sangat diperlukan
perencanaan pelaksanaan yang tepat. Dengan adanya perencanaan jadwal
proyek, baik jadwal yang direncanakan untuk pelaksanaan maupun rencana
akhir pelaksanaan sangat menentukan keberhasilan suatu proyek. Sebuah
sistem terpadu dari manajemen suatu proyek dan kontrol yang memungkinkan
kontraktor dan pelanggan tersebut agar dapat memantau kemajuan dari proyek
yang sedang dilaksanakan dalam hal biaya, jadwal, dan ukuran kinerja teknis.
(Sumber : (Software Acquisition Gold Practice Track Earned Value,2009).
2. Budgeted Cost of Work Scheduled (Anggaran biaya pelaksanaan).
Merupakan jumlah dari anggaran suatu proyek maupun program konstruksi
untuk melaksanakan semua pekerjaan yang telah dijadwalkan dan akan dicapai
dengan jangka waktu tertentu. Sebuah sistem terpadu dari manajemen proyek
dan kontrol yang dapat memungkinkan kontraktor dan pelanggan mereka untuk
33
memantau kemajuan proyek dalam hal biaya terpadu, jadwal, dan ukuran
kinerja teknis. (Sumber : Software Acquisition Gold Practice Track Earned
Value, 2009).
3. Estimate at Completion.
Perhitungan secara rinci dari suatu proyek konstruksi yang digunakan untuk
mengukur total biaya yang dibutuhkan untuk kebutuhan suatu proyek secara
keseluruhan dari awal sampai akhir. Perhitungan (Estimate) yang berdasarkan
mutu dari suatu proyek yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak praktisi
berpengalaman dengan penilaian manajemen yang diperoleh menunjukkan
bahwa tim proyek harus meninjau proyek diperoleh nilai mingguan, karena
dapat mengingatkan tim untuk mengantisipasi masalah tertentu sebelum mereka
berkembang menjadi masalah besar. (Sumber : Software Acquisition Gold
Practice Track Earned Value,2009).
4. Actual Cost of Work Performed (ACWP).
Biaya total pekerjaan yang dilakukan baik secara langsung maupun tak
langsung dalam menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Total
biaya ini digunakan untuk memperoleh nilai dalam pengukuran tingkat
kemajuan. Biaya ini menunjukkan kebutuhan total biaya yang digunakan untuk
pekerjaan mulai dari awal sampai pekerjaan tersebut selesai. (Sumber :
software Acquisition Gold Practice Track Earned Value, 2009).
Dengan adanya pertimbangan wacana mengenai KPIs (Key
Performance Indicators) dan interview mengenai pelaksanaan proyek konstruksi,
34
maka kriteria yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat dan kontraktual
antara lain :
1. Waktu
Pelaksanaan konstruksi biasanya telah ditetapkan dengan waktu yang
direncanakan, mulai dari waktu awal dilaksanakan pekerjaan, waktu pekerjaan
tersebut selesai (sesuai dengan yang direncanakan), dan waktu apabila
pekerjaan yang dilaksanakan selesai terlebih dahulu dari waktu yang
direncanakan.
2. Biaya
Setiap proyek yang ada selalu direncanakan jumlah biaya yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan proyek tersebut sampai selesai. Sedangkan biaya yang
digunakan dalam setiap pekerjaan akan mempertimbangkan berbagai hal antara
lain : kesesuaian dana yang digunakan, transparan dalam pengelolaan dana,
adanya struktur yang mengurus dana, dan dana yang ada dapat
dipertanggungjawabkan di akhir pekerjaan.
3. Mutu/kualitas
Mutu/kualitas dalam proyek merupakan hal yang sangat diperhatikan dan
diperhitungkan, mutu yang baik dapat terwujud apabila adanya : kemampuan
untuk melaksanakan pekerjaan, pengalaman kerja yang cukup, peralatan yang
dibutuhkan untuk kelancaran pekerjaan, metode pelaksanaan (cara pelaksanaan
yang menggambarkan pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai dengan akhir
dapat dipertanggungjawabkan secara teknis), data pekerjaan yang sedang
dilaksanakan.
35
4. Partisipasi masyarakat
Dalam tahapan kegiatan partisipasi masyarakat sangat diperlukan demi
kelancaran kegiatan pekerjaan, partisipasi tersebut antara lain: keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan/usulan kegiatan, peranan aktif masyarakat di
setiap tahapan kegiatan, kelancaran pelaksanaan kegiatan, pengawasan
pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat.
5. Administrasi
Administrasi/pelaporan pekerjaan antara lain : rincian administrasi, data
pendukung administrasi, tertib administrasi.
6. Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan dari keberadaan proyek PNPM,
kemandirian dapat dibagi dalam : Sharing dana komunal, adanya dana
sponsor/dari pihak ketiga dan antusiasme masyarakat untuk gotong royong.
2.8. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode AHP ini merupakan merupakan model pendukung yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang merupakan model pendukung keputusan
untuk menguraikan permasalahan yang multi faktor atau multi kriteria yang
komplek menjadi satu hierarki, sedangkan menurut Saaty (1994) hierarki
didefinisikan sebagai suatu presentasi dari sebuah permasalahan yang kompleks
dari suatu struktur yang multi level, yang di mulai dari level tujuan, level faktor,
kriteria, sub kriteria dan seterusnya hingga level paling bawah atau level alternatif.
Sehingga dari suatu permasalahan yang sangat komplek akan terurai berdasarkan
36
kelompok–kelompoknya yang diatur dalam bentuk hierarki, agar permasalahan
tersebut akan menjadi bentuk permasalahan yang terstruktur dan sistematis.
Metode AHP sering digunakan dalam suatu penyelesaian permasalahan
dibandingkan dengan metode lain, hal ini dikarenakan :
1. Struktur hierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih hingga sub
kriteria yang paling dalam.
2. Metode AHP memperhitungkan validalitas sampai pada batas toleransi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih sebagai pengambilan keputusan.
3. Metode AHP dapat memperhitungkan daya tahan output analisis sensivitas
pengambilan keputusan.
Dengan metode AHP ini terdapat beberapa keuntungan dalam
pengambilan keputusan antara lain :
1. Bersifat Kompleksitas (Complexity)
AHP merupakan penyelesaian permasalahan secara komplek yang dilakukan
dengan cara pendekatan sisten serta dengan pengintegrasian secara deduktif.
2. Kesatuan (Unity)
Dengan permasalahan yang komplek dan tidak terarah, dalam AHP ini dibuat
dalam bentuk suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami, sehingga
permasalahan dapat teratasi.
3. Adanya saling ketergantungan (Inter Dependence)
Dengan metode AHP ini, maka AHP tersebut dapat dipergunakan pada elemen–
eleman bebas yang dan tidak memerlukan adanya hubungan linier.
37
4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)
Dalam struktur hirarki ini metode AHP dapat mewakili pemikiran secara ilmiah
yang mempunyai kecenderungan dalam pengelompokan elemen – elemen
system pada level yang berbeda dari masing – masing level.
5. Pengukuran (Measurement)
Metode AHP ini disertai dengan adanya skala pengukuran dan adanya metode
untuk mendapatkan skala prioritas.
6. Konsistensi (Consistency)
Metode AHP tersebut disertai dengan adanya pertimbangan – pertimbangan
secara konsisten maupun logis dalam penilaian suatu permasalahan yang
digunakan dalam penentuan skala prioritas.
7. Sintesis (Synthesis)
Metode AHP merupakan metode yang mengarah perkiraan secara keseluruhan
mengenai beberapa hal yang diusulkan menjadi alternatif.
8. Pemilihan alternatif (Trade off)
Dengan adanya metode AHP akan mempertimbangkan prioritas relatif yang
akan menjadi faktor – faktor suatu system yang pada akhirnya akan mampu
memilih alternatif yang akan akan menjadi tujuan mereka.
9. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)
Metode AHP tidak mengharuskan adanya consensus, tapi AHP ini
menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.
38
10. Pengulangan Proses (Process Repetition)
Metode AHP mampu menelaah suatu permasalahan dan melakukan penilaian
ulang.
Sedangkan kelemahan dari metode AHP antara lain :
1. Adanya ketergantungan metode AHP dengan input utamanya, di mana input
utama ini merupakan persepsi dari seorang ahli yang subjektivitas. Selain itu
model menjadi tidak berarti apabila ahli tersebut memberikan penilaian yang
keliru.
2. Metode AHP ini merupakan yang sistematis tanpa adanya pengujian secara
statistik sehingga tidak adanya batas kepercayaan kebenaran dari model yang
yang dihasilkan.
2.8.1. Dasar - Dasar Metode AHP
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty, awal tahun 1970-an. Metode AHP ini merupakan suatu perangkat
untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang sulit. Hingga metode ini
bekerja berdasarkan kombinasi input dari berbagai pertimbangan dari para pembuat
keputusan yang didasarkan pada informasi tentang pendukung keputusan tersebut,
yaitu untuk menentukan suatu set pengukuran prioritas dalam rangka evaluasi
terhadap berbagai alternatif yang akan diambil dalam suatu hasil keputusan. AHP
didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis, sehingga pemilihan
maupun penyusunan prioritas dilakukan dengan prosedur terstruktur dan logis pula.
Kegiatan tersebut sering dilakukan oleh ahli-ahli representatif yang berkaitan
dengan alternatif-alternatif yang akan disusun prioritasnya (Bougeois, 2005).
39
Secara garis besar ada 3 tahapan dalam penyusunan prioritas, yaitu:
1. Dekomposisi dari masalah.
2. Penilaian untuk membandingkan elemen – elemen dari dekomposisi.
3. Sintesis dan prioritas.
Proses penggunaan AHP secara garis besar terdiri dalam 5 tahapan,
yaitu :
1. Menstrukturkan masalah ke dalam suatu hirarki. Dengan melakukan
penstrukturan kriteria keputusan ke dalam suatu hirarki, maka permasalahan
yang komplek akan bisa terurai dengan baik.
2. Memasukkan pendapat dari pihak – pihak yang terlibat ke dalam perbandingan
berpasangan mengenai tingkatan kepentingan terhadap faktor – faktor ke dalam
suatu hirarki. Untuk itu keterlibatan berbagai pihak perlu adanya proses
pengambilan keputusan melalui :
a. Konsensus, artinya mendorong kelompok untuk menghasilkan suatu
pendapat dengan melakukan proses pembahasan kelompok.
b. Menghitung rata – rata geometrik untuk menyatukan pendapat individu
terhadap pendapat kelompok.
c. Menghitung rata – rata berbobot, hal ini untuk memadukan pendapat pihak–
pihak berkontribusi dengan bobot yang berbeda.
3. Memberikan angka numerik pada setiap pertimbangan subjektif. Ini dilakukan
untuk patokan kuantifikasi pertimbangan dengan menggunakan skala penilaian
untuk skala perbandingan berpasangan antar aktivitas tersebut.
40
4. Mensintesakan hasil. Pendapat yang telah diberikan angka numerik, akan
menjadi bahan untuk diolah dengan suatu prosedur tertentu agar menjadi bobot
antar faktor.
5. Melakukan analisis kepekaan hasil terhadap perubahan pertimbangan.
2.8.2. Perbandingan Berpasangan
Metode Perbandingan Berpasangan ini digunakan dalam studi ilmiah
tentang preferensi, sikap, sistem pengambilan keputusan dan multi sistem. Tokoh
psychometrician L.L. Thurstone pertama kali memperkenalkan pendekatan ilmiah
untuk menggunakan perbandingan berpasangan dalam hal pengukuran pada tahun
1927. Dalam teori psikometri modern, pendekatan thurstone yang disebut sebagai
hukum penilaian perbandingan yang lebih tepat dianggap sebagai model
pengukuran. Bradley -Terry-Luce (BTL), model Bradley-Terry, 1952; Luce, 1959
sering menerapkan pada data perbandingan berpasangan dengan preferensi
berskala.
Dengan prinsip perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada
dengan tujuan untuk menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian
tersebut menghasilkan skala penilaian yang berupa angka dan perbandingan
berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan
prioritas. Dalam melakukan perbandingan berpasangan dapat digunakan skala
fundamental yang diturunkan berdasarkan riset psikologis atas kemampuan
individu dalam membuat suatu perbandingan secara berpasangan terhadap
beberapa elemen yang akan dibandingkan (Sumber : Saaty, 1994).
41
Tabel 2.2 : Skala Fundamental
Intensitas dari Kepentingan Pada
Skala Absolut Definisi Penjelasan
1 2 3
1 Sama pentingnya Kedua aktivitas menyumbangkan sama pada tujuan
3 Agak lebih penting yang satu atas lainnya
Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktivitas lebih dari yang lain
5 Cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktivitas lebih dari yang lain
7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktivitas lebih dari yang lain
9 Kepentingannya yang ekstrim
Bila kompromi dibutuhkan
2,4,6,8 Nilai tengah di antara du nilai keputusan yang berdekatan
Berbalikan Jika aktivitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktivitas j, maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan nilai i
Rasio Rasio yang didapat langsung dari pengukuran
Sumber : Saaty, 1994
Pada perhitungan dengan menggunakan metode AHP yang dilakukan
dengan menggunakan suatu matrik. Apabila dalam suatu sub sistem operasi
terdapat kriteria operasi yaitu A1, A2, ..., An, maka hasil perbandingan dari elemen-
elemen operasi tersebut akan membentuk matrik A berukuran n x n dengan bentuk
seperti pada Tabel 2.3
42
Tabel 2.3 : Matriks Perbandingan Berpasangan
Kriteria A1 A2 ..... An
A1 1 A12 ..... A1n
A2 A12 1 ..... A2n
..... ..... ..... 1 .....
An A1n A2n ..... 1
Sumber : Saaty, 1994
Pengisian nilai aij menggunakan aturan sebagai berikut (Saaty, AHP, 1988) :
a. Jika aij = α, maka aji = 1/αuntuk aij ~ 0
b. Jika antara elemen operasi Ai dengan Aj mempunyai tingkat kepentingan yang
sama maka nilai aij = aji = 1
c. Nilai aij = 1 untuk i = j (diagonal matrik memiliki nilai 1)
2.8.3. Konsistensi Metode AHP
Pada pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan faktor yang lain
adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistensi
jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga
tidak diinginkan. Pengulangan wawancara dari sejumlah responden yang sama
kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar. Dalam penilaian
perbandingan berpasangan yang sering terjadi adanya ketidakkonsistenan dari
preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan.
Saaty [4] telah membuktikan bahwa index konsistensi dari matrik
berordo n dapat diperoleh dengan rumus :
CI =λ maksimum - n
n − 1
CI = Index konsistensi
λ maksimum = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
n = ukuran matrik
43
Apabila CI bernilai nol, berarti matrik konsisten. Batas tidak konsisten diukur
dengan menggunakan nilai pembangkit random (RI).
Tabel 2.4 : Nilai Pembangkit Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R1 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,41 1,58
Sumber : Saaty, 1994
CR =C1
R1
CR = Rasio Konsistensi
C1 = Index Konsistensi
R1 = Nilai Pembangkit Random
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, maka ketidakkonsistenan
pendapat masih dianggap dapat diterima. Metode dasar yang dikembangkan oleh
Saaty (1994) tersebut mengidentifikasikan bobot suatu kriteria didasarkan pada ide
yang relatif lanjut dari aljabar matriks dan menghitung bobot sebagai elemen dari
suatu eigenvector yang diasosiasikan dengan maksimum eigenvector dari suatu
matriks. Selanjutnya hasil wawancara dari responden dapat diterjemahkan kedalam
bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) dan selanjutnya
dapat dilakukan proses pembobotan.
44
2.8.4. Proses AHP
Gambar 2.4 : Skema Analisis Hierarkri
Proses AHP ini merupakan pengambilan keputusan dengan model
Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan mendiskripsikan suatu pendekatan
terstruktur dalam pengambilan keputusan. Pilihan di antara sejumlah alternatif
dengan metode AHP, dianggap mampu memenuhi serangkaian tujuan dalam
pengambilan keputusan dengan melakukan bobot dan skor. Seperti disajikan dalam
gambar 2.4 sebagai alternatif yang ditentukan dua hal yang dibandingkan yaitu
pelaksanaan proyek konstruksi secara pemberdayaan masyarakat dengan secara
kontraktual.
2.9. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner
Uji validitas dan reliabilitas kuisioner diperlukan untuk memastikan
bahwa kuisioner yang digunakan dalam penelitian mampu mengukur variabel
penelitian dengan baik. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan dan mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara
tepat. Singarimbun dan Effendi (1997) menyatakan bahwa validitas menunjukan
45
sejauh mana alat ukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. Menurut
Nunnaly dalam Ghosali (2002), pengujian statistik alpha cronbach, instrumen
dikatakan reliabel untuk mengukur variabel bila memiliki nilai alpha lebih besar
dari 0,60. Melihat nilai alpha cronbach dan masing-masing variabel, menurut
Ronny Kountur (2003) tingkat reliabilitas pada umumnya dapat diterima pada nilai
sebesar 0,60. Test yang reliabilitasnya di bawah 0,60 dianggap tidak reliable.
2.9.1. Uji Validitas
Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan, dalam hal ini angket
memenuhi persyaratan validitas, pada dasarnya digunakan korelasi Pearson. Cara
analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai
pada nomor pertanyaan dengan nilai total dari nomor pertanyaan tersebut.
Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh r masih harus diuji signifikansinya
bisa menggunakan uji t atau membandingkannya dengan r tabel. Bila t hitung > dari
t tabel atau r hitung > dari r tabel, maka nomor pertanyaan tersebut valid. Bila
menggunakan program komputer, asalkan r yang diperoleh diikuti harga p < 0,05
berarti nomor pertanyaan itu valid.
2.9.2. Uji Reliabilitas
Perlu diketahui bahwa yang diuji kehandalannya hanyalah nomor
penyataan yang sahih saja. Metode yang biasa digunakan untuk uji kehandalan
adalah Teknik Ukur Ulang dan Teknik Sekali Ukur. Teknik Sekali Ukur terdiri atas
Teknik Genap Gasal, Belah Tengah, Belah Acak, Kuder Richardson, Teknik Hoyd,
dan Alpha Cronbach.
46
1. Teknik Ukur Ulang
Teknik ukur ulang artinya pengukuran dilakukan sebanyak dua kali. Hasil
pengukuran pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran kedua. Korelasi
yang digunakan adalah korelasi Pearson, bila korelasi yang diperoleh antara
hasil pengukuran pertama dan kedua signifikan berarti instrumen tersebut
handal. Teknik ukur ulang jarang digunakan karena pertimbangan ingatan.
Artinya responden sering menjawab seperti jawaban sebelumnya. Alasan lain
pengukuran pertama sering digunakan latihan untuk pengukuran kedua. Selain
itu metode ini membutuhkan biaya, tenaga, waktu yang lebih besar, dan
hasilnya kurang handal dibanding dengan metode sekali ukur.
2. Teknik Genap Gasal
Pada teknik genap gasal nomor pertanyaan dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok genap dan kelompok gasal. Selanjutnya kelompok
genap dikorelasikan dengan kelompok gasal dengan menggunakan korelasi
Pearson. Selanjutnya r yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus korelasi
genap gasal (r gg).
r gg = 2(r) / (1+r);
r gg = korelasi genap gasal
r = korelasi Pearson
Uji signifikansi r gg menggunakan uji t atau r tabel.
3. Teknik Belah Tengah
Teknik belah tengah, caranya nomor pertanyaan dikelompokkan menjadi
kelompok I dan II. Jumlah kelompok I diberi simbol X dan kelompok II diberi
47
simbol Y. Jika nomor pertanyaan ganjil, nomor pertanyaaan yang di tengah bisa
dimasukkan ke dalam kelompok I atau kelompok II. Selanjutnya kelompok I
dikorelasikan dengan kelompok II dengan menggunakan korelasi Pearson (r).
Koefisien korelasi yang diperoleh ini selanjutnya dimasukkan ke dalam korelasi
genap tengah r gg. Uji signifikansi r gg sama dengan pada teknik genap gasal.
4. Teknik Belah Acak
Perhitungan dan cara menyimpulkan hasil teknik belah acak sama dengan genap
gasal dan belah tengah, bedanya pengelompokan nomor pertanyaan yang sahih
dilakukan secara random.
5. Teknik Hoyd
Teknik Hoyd tidak menuntut persyaratan seperti Teknik Kuder Richardson.
Teknik Hoyd perhitungannya dengan menggunakan sidik ragam.
6. Teknik Alpha Cronbach
Teknik Alpha Cronbach penggunaanya bebas seperti halnya pada teknik Hoyd.
Teknik perhitungan Alpha Cronbach hampir sama dengan teknik Hoyd yaitu
menggunakan sidik ragam.