BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian...

42
6 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Nunky Oktovyanti (2014) dalam Jurnal Ilmiah yang berjudul Perbandingan Sistem Swakelola Oleh Masyarakat dan Sistem Kontrak Pada Penanganan Pekerjaan Prasarana Bangunan Komunal Pada Permukiman Di Kota Batu mengungkapkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan konstruksi prasarana yang bersifat komunal, Pemerintah Kota Batu telah melaksanakan proyek dengan sistem kontrak konstruksi yang dikerjakan oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi maupun dengan sistem swakelola oleh masyarakat. Pelaksanaan pembangunan komunal pada pekerjaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), paving jalan lingkungan, drainase lingkungan di Kota Batu sudah dilakukan, baik secara swakelola maupun secara kontrak konstruksi. Memperhatikan kondisi tersebut, maka perlu dikaji lebih mendalam tentang perbandingan sistem swakelola dengan sistem kontrak ditinjau dari segi : sumber daya manusia, dana, kualitas, waktu pelaksanaan dan operasional pemeliharaan. Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan yaitu tahapan tahapan pelaksanaan proyek dan memilih pola penanganan pada pelaksanaan pekerjaan prasarana permukiman yang bersifat komunal antara sistem swakelola dan sistem kontrak konstruksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tahapan pelaksanaan proyek dan memilih pola penanganan yang sesuai.

Transcript of BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian...

Page 1: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

6

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Nunky Oktovyanti (2014) dalam Jurnal Ilmiah yang berjudul

Perbandingan Sistem Swakelola Oleh Masyarakat dan Sistem Kontrak Pada

Penanganan Pekerjaan Prasarana Bangunan Komunal Pada Permukiman Di Kota

Batu mengungkapkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan konstruksi prasarana

yang bersifat komunal, Pemerintah Kota Batu telah melaksanakan

proyek dengan sistem kontrak konstruksi yang dikerjakan oleh Badan Usaha Jasa

Konstruksi maupun dengan sistem swakelola oleh masyarakat.

Pelaksanaan pembangunan komunal pada pekerjaan Instalasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL), paving jalan lingkungan, drainase lingkungan di Kota Batu sudah

dilakukan, baik secara swakelola maupun secara kontrak konstruksi.

Memperhatikan kondisi tersebut, maka perlu dikaji lebih mendalam tentang

perbandingan sistem swakelola dengan sistem kontrak ditinjau dari segi : sumber

daya manusia, dana, kualitas, waktu pelaksanaan dan operasional pemeliharaan.

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan yaitu tahapan – tahapan pelaksanaan

proyek dan memilih pola penanganan pada pelaksanaan pekerjaan prasarana

permukiman yang bersifat komunal antara sistem swakelola dan sistem kontrak

konstruksi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbandingan tahapan

pelaksanaan proyek dan memilih pola penanganan yang sesuai.

Page 2: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

7

Metode Analytic Hierarchy process (AHP) digunakan dalam penelitian

tersebut untuk mengetahui kriteria dan sub kriteria untuk menentukan keputusan

bagi kasus multi kriteria yang menggabungkan faktor kualitatif dan kuantitatif di

dalam keseluruhan evaluasi alternatif-alternatif yang ada. Dalam pengambilan

keputusan umumnya akan dijumpai persoalan menentukan bobot disetiap aktivitas

menurut tingkat kepentingannya. Dalam menentukan penilaian diantara alternatif-

alternatif di bawah kriteria tertentu, maka digunakan perbandingan berpasangan.

I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) dalam Tesis yang berjudul

Penentuan Skala Penentuan Skala Prioritas Penaganan Jalan Kabupaten Di

Kabupaten Bangli mengungkapkan, Jalan Kabupaten merupakan prasarana

transportasi yang penting dalam pertumbuhan pembangunan sosial dan ekonomi.

Kabupaten Bangli yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali,

terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan memiliki panjang jalan kabupaten 73.823 Km

dan terbagi dalam 369 ruas jalan. Dengan keterbatasan dana sulit menentukan

prioritas penanganannya, sehingga banyak ditemukan ketimpangan seperti

banyaknya jalan yang belum mendapat penanganan dan wilayah Bangli timur

hanya sebagian kecil yang mendapat penanganan. Dengan demikian perlu mengkaji

metode penetapan prioritas penanganan jalan sesuai kebutuhan masyarakat. Pada

penentuan prioritas dengan berdasarkan SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun

1990, dapat diperoleh bahwa urutan prioritas tertinggi adalah jalan dengan nilai

LHR dan NPV tertinggi demikian sebaliknya nilai LHR rendah dengan NPV yang

rendah akan memperoleh hasil perhitungan skala prioritas dengan urutan rendah.

Sedangkan penentuan skala prioritas dengan bantuan metode Analytical Hierarcy

Page 3: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

8

Process (AHP) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yaitu :

kondisi jalan, volume lalu lintas, manfaat ekonomi, kebijakan dan aspek tata guna

lahan. Berdasarkan penentuan urutan/skala prioritas penanganan jalan dengan

metode AHP diperoleh tingkat kepentingan dengan bobot masing-masing kriteria

yang dipakai untuk menentukan prioritas penanganan jalan. Adapun bobot masing-

masing kriteria diurut berdasarkan urutannya yaitu : kondisi jalan (23,9%), volume

lalu lintas (22,9%), ekonomi (22,8%), tata guna lahan (15,3%) dan kebijakan

(15,1%). Perolehan urutan prioritas penanganan jalan dengan metode AHP pada

penelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga,

Tahun 1990. Hal ini disebabkan tidak hanya mengutamakan nilai NPV tetapi

adanya kombinasi beberapa faktor kriteria. Beberapa perubahan tersebut

terlihat pada ruas jalan yang LHR nya kecil, dengan nilai NPV rendah tetapi

dibutuhkan masyarakat memperoleh urutan skala prioritas tinggi. Berdasarkan

hasil perbandingan dari kedua metode, metode AHP disarankan

untuk digunakan karena beberapa aspek dan kriteria dapat dikombinasikan

sehingga urutan prioritas dapat menggambarkan kebutuhan masyarakat dengan

baik.

Dalam Jurnal International (International Journal of Environmental

Engineering Science and Technology Research Vol. 1, No. 7, June 2013, PP: 98-

109, ISSN: 2326-3113) yang berjudul Application of AHP Method for selecting the

best strategy to reduce environmental demage caused by non metallic mining Case

study in Gunungkidul Regency, Yogakarta, Indonesia, Kholil dan Rahma Oktaviani

mempergunakan metode AHP dipergunakan untuk menganalisis strategi

Page 4: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

9

mengontrol dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan/galian mineral

golongan C di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut

digunakan langkah-langkah metode AHP yaitu : dekomposisi faktor kriteria,

membuat matriks perbandingan berpasangan, menghitung bobot prioritas dan

menghitung rasio konsistensi. Adapun kriteria yang dianalisis adalah : tersedianya

lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), resiko terkecil,

teknologi, pendapatan ekonomi terbesar, dukungan kebijakan dan infrastruktur,

dukungan dari masyarakat lokal.

Adapun persamaan dan perbedaannya dengan yang dilakukan oleh penulis

adalah sebagaimana dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 : Perbandingan penelitian terdahulu

Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Kriteria

1 2 3 4

Nunky Oktovyanti

2014 Perbandingan Sistem Swakelola

Oleh Masyarakat dan Sistem Kontrak Pada Penanganan Pekerjaan Prasarana Bangunan Komunal Pada Permukiman Di Kota Batu

Tingkat kerusakan bangunan,biaya pemeliharaan

Haris Fakhroji

ITS

2009

Penentuan Prioritas Pemeliharaan Bangunan Gedung SDN di Kabupaten Tabalong

Tingkat kerusakan bangunan, Jumlah siswa, Umur bangunan, Lokasi Bangunan dan angka partisipasi murni

Engkus Kusnadi

UNS 2011

Penentuan Prioritas Pemeliharaan Bangunan Sekolah Negeri dengan Sistem Pendukung Keputusan

Tingkat kerusakan bangunan, Status tanah, Status bangunan, Lokasi Sekolah, Rasio siswa dengan ruang kelas, Luas layanan sekolah

Page 5: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

10

1 2 3 4

Eko Sudharmono

ITS 2011

Analsa Prioritas Kegiatan Rehabilitasi Bangunan Gedung SD

Negeri dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Kabupaten Tulungagumg

Kriteria Kecamatan (Kepadatan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Luas Wilayah) dan Kriteria Sekolah (Tingkat Kerusakan, Jumlah Siswa, Umur Bangunan, Lokasi Bangunan dan Partisipasi Murni).

Sumber : Hasil kompilasi

2.2. Konstruksi

Konstruksi adalah kegiatan membangun sarana dan prasarana dalam

bidang arsitektur (building construction) dan bidang sipil (civil engineer).

Konstruksi juga dapat didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang

terdiri dari bagian-bagian struktur. Sebagai suatu kegiatan, konstruksi terdiri dari

beberapa rangkaian kegiatan yang berbeda-beda. Dalam satu kegiatan konstruksi

dimungkinkan adanya sub kualifikasi dari bidang pekerjaan yang dilaksanakan.

Sebelum dilaksanakan, kegiatan konstruksi diawali dengan perencanaan terpadu

untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, kebutuhan

peralatan dan peralatan penunjang K3 saat pekerjaan konstruksi dilakukan. Jadwal

perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait

dengan pendanaan, dampak lingkungan, ketersediaan peralatan, ketersediaan

material bangunan, logistik ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya

pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.

Menurut Undang – undang Jasa Konstruksi No. 2 Tahun 2017, Jasa

Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan

Page 6: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

11

konstruksi. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian

kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan

manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan. Pekerjaan Konstruksi

adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,

pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu

bangunan. Aktifitas konstruksi bukan hanya sebatas membangun, tetapi juga

kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan proses pendirian bangunan seperti

perencanaan rancang bangun, penelitian AMDAL, penyusunan RAB, penyediaan

material, dan pengawasan proyek pembangunan. Biasanya pekerjaan konstruksi di

lapangan dilakukan oleh buruh bangunan, tukang, dan ahli bangunan lainnya yang

diawasi mandor proyek. Sementara itu, keseluruhan dari kegiatan konstruksi ini

akan dipantau secara berkala oleh manajer proyek, insinyur desain, atau arsitek

proyek.

Konstruksi dalam pengertian bangunan dapat dikelompokkan menjadi

empat macam, yakni :

1. Konstruksi gedung yaitu konstruksi yang digunakan untuk mendukung

kebutuhan hidup manusia. Konstruksi ini meliputi rumah, hotel, apartemen,

kantor, rumah sakit, dan lain-lain.

2. Konstruksi transportasi ialah konstruksi yang dibuat untuk memenuhi sarana

dan prasarana transportasi. Contoh konstruksi ini yaitu jalan raya, jembatan, rel,

terminal, pelabuhan, stasiun, bandara, dan sebagainya.

Page 7: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

12

3. Kontruksi air merupakan konstruksi yang dibangun dengan tujuan mengelola

air di atas tanah. Yang termasuk konstruksi air misalnya bendungan, waduk,

irigasi, drainase, parit, got, gorong-gorong, dan lain sebagainya.

4. Konstruksi khusus adalah konstruksi bangunan yang didirikan untuk tujuan

khusus. Sebagai contoh konstruksi menara pemancar gelombang radio, menara

jaringan listrik, menara pemancar televisi, anjungan minyak lepas pantai, dan

lain-lain.

Perancangan konstruksi bangunan yang ideal harus memenuhi syarat-

syarat tertentu. Di antaranya konstruksi harus kuat dan awet sehingga dapat

berfungsi sesuai tujuan pembuatannya. Selain itu, konstruksi sebaiknya dibuat

dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika sehingga terlihat menarik dan indah

dipandang mata. Tak kalah pentingnya, konstruksi harus dijaga kebersihannya agar

penghuni merasa sehat dan nyaman, termasuk mengatur sirkulasi udara dan cahaya

dengan baik. Terakhir, pembangunan konstruksi ini juga wajib dilakukan efektif

dan efisien.

2.3. Proyek Konstruksi

2.3.1. Pengertian Proyek Konstruksi

Proyek Konstruksi adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka

waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu

tujuan pembangunan konstruksi yang ditentukan. Menurut D.I Cleland dan W.R.

King (1987), proyek adalah gabungan dari berbagai sumber daya, yang dihimpun

dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai suatu sasaran tertentu.

Page 8: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

13

Kegiatan atau tugas yang dilaksanakan pada proyek berupa

pembangunan/perbaikan sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan

sebagainya) atau bisa juga berupa kegiatan penelitian, pengembangan. Kegiatan

proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu

terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan (Soeharto, 1995).

2.3.2. Karakteristik Proyek Konstruksi

Berdasarkan pengertian di atas, proyek merupakan kegiatan yang

bersifat sementara (waktu terbatas), tidak berulang, tidak bersifat rutin, mempunyai

waktu awal dan waktu akhir, sumber daya terbatas/tertentu dan dimaksudkan untuk

mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Menurut Wateno (2014 : 5), karakteristik suatu proyek adalah :

1. Satu Tujuan dan Tidak Berulang (One Goal and Non Repetitive)

Proyek merupakan kegiatan kerja berupa kegiatan pekerjaan, pengadaan

barang dan jasa yang lingkupnya lebih sempit dari program. Sebuah proyek

adalah kegiatan sekali jadi dan/atau selesai (once to completion) dan tidak

berulang (non repetitive) dengan satu tujuan untuk mendapatkan hasil akhir.

Kegiatan proyek cukup komplek yang membutuhkan kordinasi dan

pengendalian biaya, waktu dan kinerja yang dibutuhkan.

2. Siklus Hidup (Life Cycle)

Setiap proyek memiliki tahap-tahap yang mempunyai pola tertentu

Setiap tahap kegiatan mempunyai kurun waktu siklus hidup tertentu yang

berbeda teergantung untuk kepentingan apa proyek tersebut dilakukan. Siklus

hidup proyek dimulai dari awal akan lahirnya proyek sampai dengan

Page 9: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

14

beroperasinya proyek. Saat awal akan lahirnya proyek disebut konseptual

proyek, kemudian pendefinisian atau penyeleksian, implementasi proyek dan

yang terakhir adalah operasional proyek. Pada umumnya, kegiatan proyek

konstruksi mencapai puncaknya pada waktu implementasi yang kemudian

menurun smpai tidak ada kegiatan sama sekali.

3. Saling Ketergantungan (Interdependence)

Setiap proyek suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya secara simultan

terkendali oleh organisasi induk yang biasanya terdiri dari unit logistik,

pemasaran, keuangan, konstruksi dan lain-lain sesuai kebutuhan proyek.

Apabila salah satu kegiatan proyek mengalami perubahan maka kegiatan lain

akan mengikuti perubahan. Manajer proyek harus mencari kesesuaian

interaksi dan memelihara hubungan dengan kelompok luar organisasi.

4. Unik (Uniqueness)

Setiap proyek mempunyai unsur unik yang mana tidak ada proyek yang

sama persis. Keunikan proyek dapat diartikan bahwa dalam setiap kegiatan

proyek mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan terletak pada lokasi,

waktu, biaya mutu dan perilaku sumber daya lainnya. Proyek konstruksi

biasanya lebih rutin dibandingkan dengan proyek penelitian dan

pengembangan. Setiap proyek mempunyai keunikan yang berbeda oleh karena

itu setiap proyek harus dicari sumber keunikannya sehingga dapat ditentukan

langkah-langkah penanganan selanjutnya.

Page 10: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

15

5. Konflik (Conflict)

Pada suatu kegiatan proyek konstruksi biasanya timbul konflik.

Sumber konflik antara lain : perbedaan penghasilan karyawan, pendapat dan

ide, personil belum saling mengenal, suasana kerja yang kurang mendukung.

Konflik juga bisa terjadi antar bagian atau departemen atau antar personil

dalam tim. Ada 4 (empat) kelompok penting atau stakeholder yaitu pelanggan,

induk organisasi, tim proyek dan masyarakat yang mempunyai keterkaitan dan

terpengaruh apabila dalam proyek terjadi konflik. Tetapi konflik juga

membawa hal positif, dengan adanya konflik diharapkan menghasilkan ide

baru yang lebih baik, mencari pendekatan penyelesaian masalah dan memacu

untuk lebih kreatif.

6. Kompleks (Complex)

Dibentuknya struktur organisasi proyek karena kegiatan proyek

merupakan kegiatan yang kompleks yang terdiri dari banyak kegiatan dengan

waktu yang terbatas, maka kompleksitas sangat menyita perhatian manager

proyek. Dengan waktu yang relatif pendek maka kegiatan proyek yang tidak

sederhana dipandang sebagai kegiatan proyek kompleks. Kompleksitas proyek

tergantung pada jumlah dan macam proyek yang meliputi : macam dan jumlah

kegiatan, macam dan jumlah hubungan antar kelompok di dalam internal

proyek, macam dan jumlah hubungan antar kegiatan internal proyek dengan

eksternal proyek dalam organsiasi induk perusahaan. Kompleksitas proyek

tidak tergantung pada besar-kecilnya ukuran proyek melainkan lebih pada

Page 11: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

16

jumlah dan macam kegiatan dalam suatu proyek. Poyek skala kecil dapat

bersifat lebih kompleks dibandingkan proyek skala besar.

2.3.3. Jenis Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok

bangunan (Ervianto, 2005), yaitu :

1. Bangunan gedung

Proyek konstruksi bangunan gedung menghasilkan tempat orang tinggal

maupun bekerja. Pekerjaan dilakukan pada lokasi yang relatif sempit dan

kondisi pondasi tersebut umumnya sudah diketahui. Manajemen dibutuhkan

untuk progressing pekerjaan. Contohnya antara lain : perumahan, perkantoran,

pabrik, hotel dll.

2. Bangunan Sipil

Bangunan sipil biasanya dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna

bagi kepentingan manusia. Pekerjaan konstruksi sipil dilakukan pada area yang

luas dengan kondisi pondasi yang bebeda. Manajemen dibutuhkan untuk

pemecahan masalah. Contohnya adalah : jembatan, bendungan dll.

2.3.4. Tahapan Proyek Konstruksi

Kegiatan Proyek Konstruksi yang akan dilaksanakan melalui beberapa

tahapan, secara umum ada 4 (empat) tahapan yang dilalui, yaitu :

1. Tahap Perencanaan (Planning)

a. Gagasan (Idea)

Adanya suatu proyek konstruksi biasanya diawali dari gagasan atau ide

karena suatu kebutuhan. Ide tersebut dapat berasal dari pimpinan puncak

Page 12: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

17

(top management), pimpinan menengah (middle management) ataupun

level pimpinan yang ada dibawahnya. Menurut Wateno (2014 : 30),

gagasan dan pemikiran tesebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa

bagian, yaitu : (1) mengidentifikasi kebutuhan (2) mencari sumber-sumber

potensial (3) cara mendapatkan sumber-sumber potensial (4) kesulitan-

kesulitan yang akan dihadapi (5) pemanfaatan sumber daya setempat (6)

dampak samping terhadap dibangunnya proyek (7) respon masyarakat

setempat dan kemungkinan pemecahannya (8) pengaruh lingkungan

setempat dan pemecahannya (9) manfaat langsung dan tidak langsung

terhadap masyarakat sekitarnya (10) keuntungan materiil dan non materiil

terhadap perusahaan.

b. Studi Pendahuluan (Preliminary Study)

Studi pendahuluan masih sebatas mencari informasi sumber-sumber yang

dapat digali dan digunakan, dampak positif dan negatif terhadap lingkungan

sekitar dan juga keuntungan dan kerugian bagi institusi atau perusahaan.

Informasi tersebut dapat berupa data tertulis atau hasil wawancara yang

dituangkan dalam bentuk pelaporan. Rumusan yang perlu diidentifikasi dan

dilaporkan secara tertulis meliputi (Wateno, 2014 : 30) : (1) kebutuhan

sumber daya, keuangan, material, peralatan dan manusia (2) sumber-sumber

potensial yang dapat digali meliputi sumber daya alam dan sumber daya

manusia (3) cara mendapatkan sumber daya alam dan manusia (4) tingkat

kesulitan yang akan dihadapi dan cara pemecahannya (5) kemungkinan

pemanfaatan sumber daya setempat (6) dampak samping proyek meliputi

Page 13: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

18

terjadinya pencemaran dan solusinya (7) respon masyarakat baik positif

maupun negatif dengan alasan dan pemecahannya (8) pengaruh lingkungan

stempat (9) manfaat langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat

setempat (10) Pengaruh keuntungan materiil dan non materiil terhadap

perusahaan. Studi pendahuluan dapat berupa feasibility studi, AMDAL atau

UKL/UPL.

2. Tahap Perancangan (Design)

Tahap perancangan meliputi beberapa sub tahap, yaitu :

a. Tahap Pra-Desain (Preliminary Design)

Yang mencakup kriteria desain, skematik desain, proses diagram blok plan,

rencana tapak, potongan, denah, gambar situasi/site plan tata ruang, estimasi

cost.

b. Tahap pengembangan Desain (Development Design) / Detail Desain (Detail

design).

Merupakan tahap pengembangan dari pra rancangan yang sudah dibuat dan

perhitungan-perhitungan yang lebih detail, mencakup :

Perhitungan-perhitungan detail (struktural maupun non struktural)

secara terperinci

Gambar-gambar detail (gambar arsitektur, elektrikal, struktur,

mekanikal, dsb)

Outline specification (garis besar)

Estimasi cost untuk konstruksi secara terperinci

c. Desain Akhir dan penyiapan dokumen pelaksanaan

Page 14: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

19

d. Tahap pengembangan Desain (Development Design)/Detail Desain (Detail

design).

Merupakan tahap akhir dari perencanaan dan persiapan untuk tahap

pelelangan, mencakup :

Gambar-gambar detail, untuk seluruh bagian pekerjaan

Detail spesifikasi

Bill of quantity (daftar volume)

Estimasi biaya konstruksi (secara terperinci)

Syarat-syarat umum administrasi dan peraturan umum (dokumen

lelang)

3. Tahap Pengadaan (Procurement)

Tahap ini merupakan tahap pemilihan kontraktor pekerjaan proyek konstruksi.

Pemilihan dapat dilakukan dengan cara pelelangan atau pengadaan langsung

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Yang perlu diperhatikan

dalam tahap ini adalah kejelian kontraktor dalam memenuhi persyaratan

administrasi dan teknis yang ditetapkan. Selain itu, harga yang ditawarkan

harus diperhatikan jangan sampai proyek yang dikerjakan justru membuat rugi

perusahaan. Rancangan dokumen kontrak juga perlu diteliti karena

menguraikan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

proyek konstruksi.

4. Tahap Pelaksanaan (Construction)

Tujuan dari tahap pelaksanaan adalah untuk mewujudkan bangunan yang

dibutuhkan oleh pemilik proyek dan sudah dirancang oleh konsultan perencana

Page 15: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

20

dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan kualitas

yang telah disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan semua operasional di

lapangan. Perencanaan dan pengendalian proyek secara umum meliputi :

Perencanaan dan pengendalian organisasai lapangan

Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja

Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material

Sedangkan koordinasi seluruh operasi di lapangan meliputi :

Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan

sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan

perlengkapan yang terpasanag.

Mengkoordinasikan para Sub-Kontraktor

Penyeliaan umum.

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi untuk gedung berbeda dengan pekerjaan

konstruksi jalan atau konstruksi bendungan, pelabuhan dsb. Pada pekerjaan

konstruksi, 4 target yang harus dicapai kontraktor :

Selesai dengan mutu/kualitas paling tidak sama dengan yang ditentukan

dalam spec/perencanaan

Selesai dengan waktu lebih kecil atau sama dengan waktu perencanaan

Selesai dengan biaya paling tidak sama dengan biaya yang direncanakan

Selesai dengan tidak menimbulkan dampak lingkungan (sosial, fisik, dan

administratif)

Pemeriksaan lab/testing

Page 16: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

21

Penyerahan pertama

Masa pemeliharaan

Penyerahan kedua.

2.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pengertian pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata

Empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang ada

oleh masyarakat. Hal ini merupakan pendekatan terhadap pemberdayaan

masyarakat dalam upaya pengembangan masyarakat yang berkenaan pada

penekanan akan pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem

dalam mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat

yang demikian akan memberikan peranan kepada individu yang bukan sebagai

obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor masyarakat dalam menentukan hidup

mereka sendiri. Lebih lanjut payne (1997 : 266) mengatakan bahwa Pemberdayaan

dipandang untuk menolong klien dengan membangkitkan tenaga dalam mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan sepanjang hidup,

termasuk mengurangi efek atau akibat dari gejala-gejala pada masyarakat atau

individu untuk melatih agar kekuatan itu tumbuh dengan meningkatkan kapasitas

percaya diri, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. (Sumber :

http///F: Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm).

Pemberdayaan Masyarakat menurut Moelyarto (1999 : 37-38)

mengemukakan ciri-ciri pendekatan pengelolaan sumber daya lokal yang berbasis

masyarakat, meliputi :

Page 17: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

22

1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat ditingkat

lokal, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya sebagai

partisipan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Fokus utama pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan

masyarakat miskin dalam mengarahkan aset- aset yang ada dalam masyarakat

setempat untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu mengakui makna

pilihan individual dan mengakui proses pengambilan keputusan tidak hanya

dengan sentralistik.

4. Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi-organisasi otonom

dan mandiri yang saling berinteraksi memberikan umpan balik pelaksanaan

untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi.

5. Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi lokal

yang otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat,

pemerintah lokal, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan untuk

memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas berbagai sumber

yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya

setempat. (Sumber : http///F: Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm).

Pemberdayaan masyarakat menurut Cook (1994) menyatakan bahwa

pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan erat dalam upaya

peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif.

Giarci (2001) menyatakan bahwa dengan memandang community

development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian untuk mewujudkan

Page 18: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

23

masyarakat dalam berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui

berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan

dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan

fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan

collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat menurut Bartle (2003) menyatakan bahwa

community development sebagai alat ataupun prasarana yang digunakan masyarakat

secara komplek dan kuat, hal ini upaya yang dilakukan untuk perubahan sosial

dimana masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal tumbuh, collective

power-nya meningkat serta diharapkan terjadi adanya perubahan secara kualitatif

pada organisasinya.

Subejo dan Supriyanto (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan

masyarakat merupakan upaya yang sengaja dilakukan untuk memfasilitasi

masyarakat lokal dalam proses merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber

daya lokal yang dimiliki masyarakat tersebut melalui collective action dan

networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian

secara ekonomi, ekologi dan sosial.

Sedangkan menurut Deliveri (2004), pemberdayaan masyarakat

merupakan proses pemberdayaan masyarakat yang seharusnya didampingi oleh

suatu tim fasilitator yang bersifat multi displin. Untuk itu tim pendamping ataupun

fasilitator yang merupakan salah satu external faktor dalam pemberdayaan

masyarakat serta tim pendamping berperan pada awal proses secara aktif namun

peran tersebut akan mulai berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai

Page 19: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

24

masyarakat merasa sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri serta

pengoperasionalnya secara inisiatif tim Pemberdayaan Masyarakat (PM) akan

pelan-pelan dikurangi dan pada akhirnya berhenti. Peran tim Pemberdayaan

Masyarakat (PM) sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau

pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat.

Chambers dalam Anholt (2001) menyatakan bahwa pemberdayaan

masyarakat merupakan salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat

yang seharusnya diletakkan dan dipriorientaskan searah dan selangkah dengan

paradigma baru mengenai pendekatan terhadap pembangunan masyarakat,

sedangkan paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down tersebut perlu

direorientasikan menuju pendekatan bottom-up dengan menempatkan masyarakat

atau petani di wilayah pedesaan sebagai pembangunan. Seperti semboyan

Chambers dalam Anholt (2001) sering dikenal dengan semboyan “put the farmers

first”.

Sedangkan menurut Nasikun (2000:27) pemberdayaan masyarakat

merupakan paradigma pembangunan yang mengupayakan prinsip bahwa

pembangunan harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisitaif dan

dorongan serta kepentingan - kepentingan dari masyarakat, sedangkan masyarakat

harus diberi kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan

dan pelaksanaan pembangunannya mulai dari awal sampai akhir termasuk

pemilikan serta penguasaan aset infrastruktur yang pendistribusian keuntungan dan

manfaat yang adil bagi masyarakat setempat. (Sumber : http

:///F:/Pemberdayaan/Pemberdayaan201.htm).

Page 20: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

25

2.5. Pendekatan Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Boothroyd (1982 : 15), pendekatan dapat memberikan

kontribusi pada pendekatan pembangunan masyarakat dalam dua hal, antara lain :

1. Pendekatan dalam hal informasi yang diperlukan untuk pembangunan

masyarakat yang masih memerlukan informasi dengan kualitas yang cukup

tinggi. Untuk itu pendekatan pembangunan masyarakat dapat menggunakan

data – data yang disajikan secara teknis maupun pendekatan secara teknis

dengan literatur yang relevan dengan sumber-sumber data bahkan dengan alat-

alat analisa.

2. Pendekatan sosial yang dapat menjadi embrio munculnya proses politik menuju

ke arah pendekatan pembangunan masyarakat. Dengan hal ini merupakan

pendekatan yang dapat menciptakan kesadaran umum masyarakat tentang tidak

adanya perencanaan lokal maupun regional, yang dapat berdampak pada

masyarakat lokal yang dapat diprediksi dengan baik melalui perencanaan

persepsi lokal. Sehingga perencanaan tersebut hanya dapat melalui pendekatan

masyarakat.

Menurut Friedmen (1992), menyatakan pendekatan pemberdayaan

merupakan kekurangtepatan pemilihan dalam strategi pembangunan terhadap

negara dan masyarakat telah menghasilkan paradoks dan tragedi pembangunan

masyarakat seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang sebagai berikut :

1. Pembangunan tidak menghasilkan kemajuan, melainkan justru semakin

meningkatkan keterbelakangan (the development of underdevelopment).

Page 21: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

26

2. Melahirkan ketergantungan (dependency) negara sedang berkembang terhadap

negara maju.

3. Melahirkan ketergantungan (dependency) pheriphery terhadap center.

4. Melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat

terhadapnNegara/pemerintah.

5. Melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat kecil (buruh, usaha kecil,

tani, nelayan, dll ) terhadap pemilik modal.

Menurut Buku Pedoman Pelaksanaan (PPIP2011), pendekatan PPIP

sebagai salah satu program pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Pemberdayaan Masyarakat. Artinya seluruh proses pelaksanaan (tahap

persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan)

melibatkan peran aktif masyarakat.

2. Keberpihakan kepada orang miskin. Artinya orientasi kegiatan baik dalam

proses maupun pemanfaatan hasil, diupayakan dapat berdampak langsung bagi

penduduk miskin.

3. Otonomi dan desentralisasi. Artinya pemerintah daerah dan masyarakat

bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan program kegiatan dan

keberlanjutan dari infrastruktur terbangun.

4. Partisipatif. Artinya masyarakat khususnya kelompok miskin, kaum

perempuan serta kelompok minoritas diberikan kesempatan untuk terlibat

secara aktif dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, pemeliharaan dan pemanfaatan serta memberikan kesempatan.

Page 22: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

27

5. Keswadayaan. Artinya kemandirian masyarakat menjadi faktor utama dalam

keberhasilan pelaksanaan kegiatan PPIP.

6. Keterpaduan program pembangunan. Artinya program yang direncanakan

dan dilaksanakan dapat bersinergi dengan program pembangunan perdesaan

lainnya

7. Penguatan kapasitas kelembagaan. Artinya pelaksanaan kegiatan

diupayakan dapat mendorong terwujudnya kemandirian pemerintah daerah,

organisasi masyarakat dan stakeholders lainnya dalam penanganan

permasalahan kemiskinan.

8. Kesetaraan dan keadilan gender. Artinya pelaksanaan kegiatan mendorong

terwujudnya kesetaraan antara pria dan wanita dalam setiap tahap kegiatan dan

pemanfaatannya.

2.6. Tahapan – Tahapan Pelaksanaan Proyek Pemberdayaan

Pada dasarnya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat untuk sekarang

akan mengacu pada tiga kluster program penanggulangan kemiskinan di perdesaan

yang merupakan amanat Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, yang antara lain :

1. Bantuan dan perlindungan sosial

2. Pemberdayaan masyarakat

3. Pemberdayaan usaha mikro dan kecil.

Sedangkan bantuan dan perlindungan sosial ini ditujukan akan

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin berupa infrastruktur, pendidikan,

Page 23: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

28

kesehatan, pangan, sanitasi dan air bersih yang disesuaikan dengan program yang

ada. Untuk pemberdayaan masyarakat pada kesempatan ini diarahkan untuk

pembangunan partisipasi masyarakat secara mandiri dalam upaya meningkatkan

kesadaran, kapasitas, dan keberdayaan individu maupun komunal, yang dalam tesis

ini dititikberatkan pada bidang infrastrukturnya. Untuk itu masyarakat sangat

diharapkan partisipasi dan semangat serta keikutsertaan masyarakat dalam setiap

tahapan kegiatan yang ada.

Menurut buku pedoman pelaksanaan (2011), berikut ini merupakan

tahapan – tahapan yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat

pada umumnya, antara lain :

1. Tahap Penyiapan dan mobilisasi masyarakat, yang perlu dilakukan antara lain :

a. Rembug Penyiapan Warga

b. Sosialisasi dan Penandatanganan Pakta Integritas

c. Musyawarah Desa I (pembentukan OMS serta pemilihan KD)

2. Tahap Perencanaan Partisipatif, dengan kegiatan antara lain :

a. Survey Kampung Sendiri (SKS)

b. Identifikasi Permasalah dan Pemetaan Kemiskinan

c. Musyawarah Desa II

d. Penyusunan Usulan Prioritas Desa

e. Penyusunan Usulan RKM

f. Verifikasi RKM

g. Finalisasi RKM

h. Penyusunan Rencana Teknis dan RAB

Page 24: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

29

3. Tahap Pelaksanaan Fisik, dengan kegiatan antara lain :

a. Musyawarah Desa III

b. Penandatanganan Kontrak Kerja

c. Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur

d. Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur

e. Informasi Pelaksanaan/Pelaporan Kegiatan

f. Rembug Warga Pelaksanaan

4. Tahap Pasca Pelaksanaan Fisik, dengan kegiatan antara lain :

a. Musyawarah Desa IV

b. Serah Terima Infrastruktur Terbangun

c. Operasi dan Pemeliharaan

2.7. Biaya, Mutu dan Waktu dalam Pelaksanaan Proyek

Menurut Dipohusodo (1996), pada umumnya layaknya pelayanan jasa,

ketentuan mengenai mutu, waktu, dan biaya pelaksanaan penyelesaian proyek

konstruksi sudah ada dan terikat dalam kontrak dan telah ditetapkan sebelum

pelaksanaan proyek konstruksi di mulai/dilaksanakan. Apabila dalam pelaksanaan

proyek konstruksi terjadi kesalahan dalam mutu maupun kualitas baik itu disengaja

maupun tidak disengaja, maka efek dari resiko yang harus ditanggung sangat besar.

Untuk itu cara yang harus digunakan untuk memperbaiki bangunan yang tidak

sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan, maka bangunan tersebut harus

dibongkar, kemudian dilaksanakan ulang dengan spesifikasi sesuai rencana.

Namun di sisi lain upaya perbaikan tersebut tidak akan mengubah kesepakatan

pembiayaan dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan. Sehingga faktor dari

Page 25: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

30

waktu, biaya dan mutu dalam proses proyek konstruksi merupakan faktor yang

tidak bisa diubah dan saling ketergantungan serta sangat berpengaruh antara satu

dengan yang lainnya. Keberhasilan suatu proyek secara umum dapat diukur

melalui enam sasaran (common project constraints) antara lain : scope, quality,

schedule, budget, resources, dan risk (sumber : PMBOX_4th_edition_changes).

Keenam elemen proyek tersebut yang dikenal untuk bekerja secara erat dengan satu

sama lain. Dimana salah satu dari elemen dibatasi atau diperpanjang, maka dua

unsur lainnya akan juga harus diperpanjang / meningkat dalam beberapa cara yang

dibatasi/dikurangi dalam beberapa cara. Hal ini merupakan adanya keseimbangan

dari enam elemen yang sepenuhnya dipahami project manager.

Menurut Ervianto (2005), karakteristik proyek yang perlu diperhatikan

adalah :

Gambar 2.1 : Three Dimential Objective

Melibatkan Organisasi

Melibatkan Sumber Daya

Unik

Page 26: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

31

Gambar 2.2 : Triple Constrains

Gambar 2.3 : Faktor Penting Pemberdayaan Masyarakat

Pada pelaksanaan proyek konstruksi yang ada secara umum

(pemberdayaan masyarakat maupun kontraktual), diharapkan proyek yang

dihasilkan dapat tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya. Sedangkan pelaksanaan

dengan pemberdayaan masyarakat biasanya disertakan adanya partisipasi

masyarakat selama proyek tersebut dilaksanakan.

Waktu

Partisipasi

Masyaraaat

Mutu

Anggaran

Tertib Administrasi

Manfaat

Scope

Quality

Schedule

Budget

Resources

Risk

Page 27: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

32

Menurut tinjauan Project Management KPIs (Key Performance

Indicators) yang merupakan indicator kunci sukses dalam membantu suatu

organisasi untuk menentukan dan mengukur kemajuan dari suatu manajemen

proyek. Sehingga Project Management KPIs (Key Performance Indicators) sebagai

alat ukur dalam mencerminkan faktor – faktor penentu keberhasilan dari suatu

tujuan organisasi. (Sumber : Software Acquisition Gold Practice Track Earned

Value, 2009).

KPIs dapat mengukur efektivitas manajemen proyek antara lain sebagai

berikut :

1. Deviation of planned time schedule for project/program.

Pelaksanaan suatu proyek maupun program konstruksi sangat diperlukan

perencanaan pelaksanaan yang tepat. Dengan adanya perencanaan jadwal

proyek, baik jadwal yang direncanakan untuk pelaksanaan maupun rencana

akhir pelaksanaan sangat menentukan keberhasilan suatu proyek. Sebuah

sistem terpadu dari manajemen suatu proyek dan kontrol yang memungkinkan

kontraktor dan pelanggan tersebut agar dapat memantau kemajuan dari proyek

yang sedang dilaksanakan dalam hal biaya, jadwal, dan ukuran kinerja teknis.

(Sumber : (Software Acquisition Gold Practice Track Earned Value,2009).

2. Budgeted Cost of Work Scheduled (Anggaran biaya pelaksanaan).

Merupakan jumlah dari anggaran suatu proyek maupun program konstruksi

untuk melaksanakan semua pekerjaan yang telah dijadwalkan dan akan dicapai

dengan jangka waktu tertentu. Sebuah sistem terpadu dari manajemen proyek

dan kontrol yang dapat memungkinkan kontraktor dan pelanggan mereka untuk

Page 28: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

33

memantau kemajuan proyek dalam hal biaya terpadu, jadwal, dan ukuran

kinerja teknis. (Sumber : Software Acquisition Gold Practice Track Earned

Value, 2009).

3. Estimate at Completion.

Perhitungan secara rinci dari suatu proyek konstruksi yang digunakan untuk

mengukur total biaya yang dibutuhkan untuk kebutuhan suatu proyek secara

keseluruhan dari awal sampai akhir. Perhitungan (Estimate) yang berdasarkan

mutu dari suatu proyek yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak praktisi

berpengalaman dengan penilaian manajemen yang diperoleh menunjukkan

bahwa tim proyek harus meninjau proyek diperoleh nilai mingguan, karena

dapat mengingatkan tim untuk mengantisipasi masalah tertentu sebelum mereka

berkembang menjadi masalah besar. (Sumber : Software Acquisition Gold

Practice Track Earned Value,2009).

4. Actual Cost of Work Performed (ACWP).

Biaya total pekerjaan yang dilakukan baik secara langsung maupun tak

langsung dalam menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Total

biaya ini digunakan untuk memperoleh nilai dalam pengukuran tingkat

kemajuan. Biaya ini menunjukkan kebutuhan total biaya yang digunakan untuk

pekerjaan mulai dari awal sampai pekerjaan tersebut selesai. (Sumber :

software Acquisition Gold Practice Track Earned Value, 2009).

Dengan adanya pertimbangan wacana mengenai KPIs (Key

Performance Indicators) dan interview mengenai pelaksanaan proyek konstruksi,

Page 29: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

34

maka kriteria yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat dan kontraktual

antara lain :

1. Waktu

Pelaksanaan konstruksi biasanya telah ditetapkan dengan waktu yang

direncanakan, mulai dari waktu awal dilaksanakan pekerjaan, waktu pekerjaan

tersebut selesai (sesuai dengan yang direncanakan), dan waktu apabila

pekerjaan yang dilaksanakan selesai terlebih dahulu dari waktu yang

direncanakan.

2. Biaya

Setiap proyek yang ada selalu direncanakan jumlah biaya yang dibutuhkan

untuk pelaksanaan proyek tersebut sampai selesai. Sedangkan biaya yang

digunakan dalam setiap pekerjaan akan mempertimbangkan berbagai hal antara

lain : kesesuaian dana yang digunakan, transparan dalam pengelolaan dana,

adanya struktur yang mengurus dana, dan dana yang ada dapat

dipertanggungjawabkan di akhir pekerjaan.

3. Mutu/kualitas

Mutu/kualitas dalam proyek merupakan hal yang sangat diperhatikan dan

diperhitungkan, mutu yang baik dapat terwujud apabila adanya : kemampuan

untuk melaksanakan pekerjaan, pengalaman kerja yang cukup, peralatan yang

dibutuhkan untuk kelancaran pekerjaan, metode pelaksanaan (cara pelaksanaan

yang menggambarkan pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai dengan akhir

dapat dipertanggungjawabkan secara teknis), data pekerjaan yang sedang

dilaksanakan.

Page 30: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

35

4. Partisipasi masyarakat

Dalam tahapan kegiatan partisipasi masyarakat sangat diperlukan demi

kelancaran kegiatan pekerjaan, partisipasi tersebut antara lain: keterlibatan

masyarakat dalam perencanaan/usulan kegiatan, peranan aktif masyarakat di

setiap tahapan kegiatan, kelancaran pelaksanaan kegiatan, pengawasan

pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat.

5. Administrasi

Administrasi/pelaporan pekerjaan antara lain : rincian administrasi, data

pendukung administrasi, tertib administrasi.

6. Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu tujuan dari keberadaan proyek PNPM,

kemandirian dapat dibagi dalam : Sharing dana komunal, adanya dana

sponsor/dari pihak ketiga dan antusiasme masyarakat untuk gotong royong.

2.8. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP ini merupakan merupakan model pendukung yang

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang merupakan model pendukung keputusan

untuk menguraikan permasalahan yang multi faktor atau multi kriteria yang

komplek menjadi satu hierarki, sedangkan menurut Saaty (1994) hierarki

didefinisikan sebagai suatu presentasi dari sebuah permasalahan yang kompleks

dari suatu struktur yang multi level, yang di mulai dari level tujuan, level faktor,

kriteria, sub kriteria dan seterusnya hingga level paling bawah atau level alternatif.

Sehingga dari suatu permasalahan yang sangat komplek akan terurai berdasarkan

Page 31: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

36

kelompok–kelompoknya yang diatur dalam bentuk hierarki, agar permasalahan

tersebut akan menjadi bentuk permasalahan yang terstruktur dan sistematis.

Metode AHP sering digunakan dalam suatu penyelesaian permasalahan

dibandingkan dengan metode lain, hal ini dikarenakan :

1. Struktur hierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih hingga sub

kriteria yang paling dalam.

2. Metode AHP memperhitungkan validalitas sampai pada batas toleransi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih sebagai pengambilan keputusan.

3. Metode AHP dapat memperhitungkan daya tahan output analisis sensivitas

pengambilan keputusan.

Dengan metode AHP ini terdapat beberapa keuntungan dalam

pengambilan keputusan antara lain :

1. Bersifat Kompleksitas (Complexity)

AHP merupakan penyelesaian permasalahan secara komplek yang dilakukan

dengan cara pendekatan sisten serta dengan pengintegrasian secara deduktif.

2. Kesatuan (Unity)

Dengan permasalahan yang komplek dan tidak terarah, dalam AHP ini dibuat

dalam bentuk suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami, sehingga

permasalahan dapat teratasi.

3. Adanya saling ketergantungan (Inter Dependence)

Dengan metode AHP ini, maka AHP tersebut dapat dipergunakan pada elemen–

eleman bebas yang dan tidak memerlukan adanya hubungan linier.

Page 32: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

37

4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)

Dalam struktur hirarki ini metode AHP dapat mewakili pemikiran secara ilmiah

yang mempunyai kecenderungan dalam pengelompokan elemen – elemen

system pada level yang berbeda dari masing – masing level.

5. Pengukuran (Measurement)

Metode AHP ini disertai dengan adanya skala pengukuran dan adanya metode

untuk mendapatkan skala prioritas.

6. Konsistensi (Consistency)

Metode AHP tersebut disertai dengan adanya pertimbangan – pertimbangan

secara konsisten maupun logis dalam penilaian suatu permasalahan yang

digunakan dalam penentuan skala prioritas.

7. Sintesis (Synthesis)

Metode AHP merupakan metode yang mengarah perkiraan secara keseluruhan

mengenai beberapa hal yang diusulkan menjadi alternatif.

8. Pemilihan alternatif (Trade off)

Dengan adanya metode AHP akan mempertimbangkan prioritas relatif yang

akan menjadi faktor – faktor suatu system yang pada akhirnya akan mampu

memilih alternatif yang akan akan menjadi tujuan mereka.

9. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)

Metode AHP tidak mengharuskan adanya consensus, tapi AHP ini

menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.

Page 33: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

38

10. Pengulangan Proses (Process Repetition)

Metode AHP mampu menelaah suatu permasalahan dan melakukan penilaian

ulang.

Sedangkan kelemahan dari metode AHP antara lain :

1. Adanya ketergantungan metode AHP dengan input utamanya, di mana input

utama ini merupakan persepsi dari seorang ahli yang subjektivitas. Selain itu

model menjadi tidak berarti apabila ahli tersebut memberikan penilaian yang

keliru.

2. Metode AHP ini merupakan yang sistematis tanpa adanya pengujian secara

statistik sehingga tidak adanya batas kepercayaan kebenaran dari model yang

yang dihasilkan.

2.8.1. Dasar - Dasar Metode AHP

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty, awal tahun 1970-an. Metode AHP ini merupakan suatu perangkat

untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang sulit. Hingga metode ini

bekerja berdasarkan kombinasi input dari berbagai pertimbangan dari para pembuat

keputusan yang didasarkan pada informasi tentang pendukung keputusan tersebut,

yaitu untuk menentukan suatu set pengukuran prioritas dalam rangka evaluasi

terhadap berbagai alternatif yang akan diambil dalam suatu hasil keputusan. AHP

didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis, sehingga pemilihan

maupun penyusunan prioritas dilakukan dengan prosedur terstruktur dan logis pula.

Kegiatan tersebut sering dilakukan oleh ahli-ahli representatif yang berkaitan

dengan alternatif-alternatif yang akan disusun prioritasnya (Bougeois, 2005).

Page 34: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

39

Secara garis besar ada 3 tahapan dalam penyusunan prioritas, yaitu:

1. Dekomposisi dari masalah.

2. Penilaian untuk membandingkan elemen – elemen dari dekomposisi.

3. Sintesis dan prioritas.

Proses penggunaan AHP secara garis besar terdiri dalam 5 tahapan,

yaitu :

1. Menstrukturkan masalah ke dalam suatu hirarki. Dengan melakukan

penstrukturan kriteria keputusan ke dalam suatu hirarki, maka permasalahan

yang komplek akan bisa terurai dengan baik.

2. Memasukkan pendapat dari pihak – pihak yang terlibat ke dalam perbandingan

berpasangan mengenai tingkatan kepentingan terhadap faktor – faktor ke dalam

suatu hirarki. Untuk itu keterlibatan berbagai pihak perlu adanya proses

pengambilan keputusan melalui :

a. Konsensus, artinya mendorong kelompok untuk menghasilkan suatu

pendapat dengan melakukan proses pembahasan kelompok.

b. Menghitung rata – rata geometrik untuk menyatukan pendapat individu

terhadap pendapat kelompok.

c. Menghitung rata – rata berbobot, hal ini untuk memadukan pendapat pihak–

pihak berkontribusi dengan bobot yang berbeda.

3. Memberikan angka numerik pada setiap pertimbangan subjektif. Ini dilakukan

untuk patokan kuantifikasi pertimbangan dengan menggunakan skala penilaian

untuk skala perbandingan berpasangan antar aktivitas tersebut.

Page 35: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

40

4. Mensintesakan hasil. Pendapat yang telah diberikan angka numerik, akan

menjadi bahan untuk diolah dengan suatu prosedur tertentu agar menjadi bobot

antar faktor.

5. Melakukan analisis kepekaan hasil terhadap perubahan pertimbangan.

2.8.2. Perbandingan Berpasangan

Metode Perbandingan Berpasangan ini digunakan dalam studi ilmiah

tentang preferensi, sikap, sistem pengambilan keputusan dan multi sistem. Tokoh

psychometrician L.L. Thurstone pertama kali memperkenalkan pendekatan ilmiah

untuk menggunakan perbandingan berpasangan dalam hal pengukuran pada tahun

1927. Dalam teori psikometri modern, pendekatan thurstone yang disebut sebagai

hukum penilaian perbandingan yang lebih tepat dianggap sebagai model

pengukuran. Bradley -Terry-Luce (BTL), model Bradley-Terry, 1952; Luce, 1959

sering menerapkan pada data perbandingan berpasangan dengan preferensi

berskala.

Dengan prinsip perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada

dengan tujuan untuk menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian

tersebut menghasilkan skala penilaian yang berupa angka dan perbandingan

berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan

prioritas. Dalam melakukan perbandingan berpasangan dapat digunakan skala

fundamental yang diturunkan berdasarkan riset psikologis atas kemampuan

individu dalam membuat suatu perbandingan secara berpasangan terhadap

beberapa elemen yang akan dibandingkan (Sumber : Saaty, 1994).

Page 36: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

41

Tabel 2.2 : Skala Fundamental

Intensitas dari Kepentingan Pada

Skala Absolut Definisi Penjelasan

1 2 3

1 Sama pentingnya Kedua aktivitas menyumbangkan sama pada tujuan

3 Agak lebih penting yang satu atas lainnya

Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktivitas lebih dari yang lain

5 Cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan atas satu aktivitas lebih dari yang lain

7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktivitas lebih dari yang lain

9 Kepentingannya yang ekstrim

Bila kompromi dibutuhkan

2,4,6,8 Nilai tengah di antara du nilai keputusan yang berdekatan

Berbalikan Jika aktivitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktivitas j, maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan nilai i

Rasio Rasio yang didapat langsung dari pengukuran

Sumber : Saaty, 1994

Pada perhitungan dengan menggunakan metode AHP yang dilakukan

dengan menggunakan suatu matrik. Apabila dalam suatu sub sistem operasi

terdapat kriteria operasi yaitu A1, A2, ..., An, maka hasil perbandingan dari elemen-

elemen operasi tersebut akan membentuk matrik A berukuran n x n dengan bentuk

seperti pada Tabel 2.3

Page 37: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

42

Tabel 2.3 : Matriks Perbandingan Berpasangan

Kriteria A1 A2 ..... An

A1 1 A12 ..... A1n

A2 A12 1 ..... A2n

..... ..... ..... 1 .....

An A1n A2n ..... 1

Sumber : Saaty, 1994

Pengisian nilai aij menggunakan aturan sebagai berikut (Saaty, AHP, 1988) :

a. Jika aij = α, maka aji = 1/αuntuk aij ~ 0

b. Jika antara elemen operasi Ai dengan Aj mempunyai tingkat kepentingan yang

sama maka nilai aij = aji = 1

c. Nilai aij = 1 untuk i = j (diagonal matrik memiliki nilai 1)

2.8.3. Konsistensi Metode AHP

Pada pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan faktor yang lain

adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistensi

jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga

tidak diinginkan. Pengulangan wawancara dari sejumlah responden yang sama

kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar. Dalam penilaian

perbandingan berpasangan yang sering terjadi adanya ketidakkonsistenan dari

preferensi yang diberikan oleh pengambil keputusan.

Saaty [4] telah membuktikan bahwa index konsistensi dari matrik

berordo n dapat diperoleh dengan rumus :

CI =λ maksimum - n

n − 1

CI = Index konsistensi

λ maksimum = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n

n = ukuran matrik

Page 38: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

43

Apabila CI bernilai nol, berarti matrik konsisten. Batas tidak konsisten diukur

dengan menggunakan nilai pembangkit random (RI).

Tabel 2.4 : Nilai Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

R1 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,41 1,58

Sumber : Saaty, 1994

CR =C1

R1

CR = Rasio Konsistensi

C1 = Index Konsistensi

R1 = Nilai Pembangkit Random

Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, maka ketidakkonsistenan

pendapat masih dianggap dapat diterima. Metode dasar yang dikembangkan oleh

Saaty (1994) tersebut mengidentifikasikan bobot suatu kriteria didasarkan pada ide

yang relatif lanjut dari aljabar matriks dan menghitung bobot sebagai elemen dari

suatu eigenvector yang diasosiasikan dengan maksimum eigenvector dari suatu

matriks. Selanjutnya hasil wawancara dari responden dapat diterjemahkan kedalam

bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) dan selanjutnya

dapat dilakukan proses pembobotan.

Page 39: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

44

2.8.4. Proses AHP

Gambar 2.4 : Skema Analisis Hierarkri

Proses AHP ini merupakan pengambilan keputusan dengan model

Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan mendiskripsikan suatu pendekatan

terstruktur dalam pengambilan keputusan. Pilihan di antara sejumlah alternatif

dengan metode AHP, dianggap mampu memenuhi serangkaian tujuan dalam

pengambilan keputusan dengan melakukan bobot dan skor. Seperti disajikan dalam

gambar 2.4 sebagai alternatif yang ditentukan dua hal yang dibandingkan yaitu

pelaksanaan proyek konstruksi secara pemberdayaan masyarakat dengan secara

kontraktual.

2.9. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner

Uji validitas dan reliabilitas kuisioner diperlukan untuk memastikan

bahwa kuisioner yang digunakan dalam penelitian mampu mengukur variabel

penelitian dengan baik. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur

apa yang diinginkan dan mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara

tepat. Singarimbun dan Effendi (1997) menyatakan bahwa validitas menunjukan

Page 40: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

45

sejauh mana alat ukur itu mampu mengukur apa yang ingin diukur. Menurut

Nunnaly dalam Ghosali (2002), pengujian statistik alpha cronbach, instrumen

dikatakan reliabel untuk mengukur variabel bila memiliki nilai alpha lebih besar

dari 0,60. Melihat nilai alpha cronbach dan masing-masing variabel, menurut

Ronny Kountur (2003) tingkat reliabilitas pada umumnya dapat diterima pada nilai

sebesar 0,60. Test yang reliabilitasnya di bawah 0,60 dianggap tidak reliable.

2.9.1. Uji Validitas

Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan, dalam hal ini angket

memenuhi persyaratan validitas, pada dasarnya digunakan korelasi Pearson. Cara

analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai

pada nomor pertanyaan dengan nilai total dari nomor pertanyaan tersebut.

Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh r masih harus diuji signifikansinya

bisa menggunakan uji t atau membandingkannya dengan r tabel. Bila t hitung > dari

t tabel atau r hitung > dari r tabel, maka nomor pertanyaan tersebut valid. Bila

menggunakan program komputer, asalkan r yang diperoleh diikuti harga p < 0,05

berarti nomor pertanyaan itu valid.

2.9.2. Uji Reliabilitas

Perlu diketahui bahwa yang diuji kehandalannya hanyalah nomor

penyataan yang sahih saja. Metode yang biasa digunakan untuk uji kehandalan

adalah Teknik Ukur Ulang dan Teknik Sekali Ukur. Teknik Sekali Ukur terdiri atas

Teknik Genap Gasal, Belah Tengah, Belah Acak, Kuder Richardson, Teknik Hoyd,

dan Alpha Cronbach.

Page 41: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

46

1. Teknik Ukur Ulang

Teknik ukur ulang artinya pengukuran dilakukan sebanyak dua kali. Hasil

pengukuran pertama dikorelasikan dengan hasil pengukuran kedua. Korelasi

yang digunakan adalah korelasi Pearson, bila korelasi yang diperoleh antara

hasil pengukuran pertama dan kedua signifikan berarti instrumen tersebut

handal. Teknik ukur ulang jarang digunakan karena pertimbangan ingatan.

Artinya responden sering menjawab seperti jawaban sebelumnya. Alasan lain

pengukuran pertama sering digunakan latihan untuk pengukuran kedua. Selain

itu metode ini membutuhkan biaya, tenaga, waktu yang lebih besar, dan

hasilnya kurang handal dibanding dengan metode sekali ukur.

2. Teknik Genap Gasal

Pada teknik genap gasal nomor pertanyaan dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok genap dan kelompok gasal. Selanjutnya kelompok

genap dikorelasikan dengan kelompok gasal dengan menggunakan korelasi

Pearson. Selanjutnya r yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus korelasi

genap gasal (r gg).

r gg = 2(r) / (1+r);

r gg = korelasi genap gasal

r = korelasi Pearson

Uji signifikansi r gg menggunakan uji t atau r tabel.

3. Teknik Belah Tengah

Teknik belah tengah, caranya nomor pertanyaan dikelompokkan menjadi

kelompok I dan II. Jumlah kelompok I diberi simbol X dan kelompok II diberi

Page 42: BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulurepository.untag-sby.ac.id/558/3/BAB 2.pdfpenelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal

47

simbol Y. Jika nomor pertanyaan ganjil, nomor pertanyaaan yang di tengah bisa

dimasukkan ke dalam kelompok I atau kelompok II. Selanjutnya kelompok I

dikorelasikan dengan kelompok II dengan menggunakan korelasi Pearson (r).

Koefisien korelasi yang diperoleh ini selanjutnya dimasukkan ke dalam korelasi

genap tengah r gg. Uji signifikansi r gg sama dengan pada teknik genap gasal.

4. Teknik Belah Acak

Perhitungan dan cara menyimpulkan hasil teknik belah acak sama dengan genap

gasal dan belah tengah, bedanya pengelompokan nomor pertanyaan yang sahih

dilakukan secara random.

5. Teknik Hoyd

Teknik Hoyd tidak menuntut persyaratan seperti Teknik Kuder Richardson.

Teknik Hoyd perhitungannya dengan menggunakan sidik ragam.

6. Teknik Alpha Cronbach

Teknik Alpha Cronbach penggunaanya bebas seperti halnya pada teknik Hoyd.

Teknik perhitungan Alpha Cronbach hampir sama dengan teknik Hoyd yaitu

menggunakan sidik ragam.