bab 2 arwinlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00235-TI-Bab 2.pdf · Fungsi...
-
Upload
duongxuyen -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of bab 2 arwinlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00235-TI-Bab 2.pdf · Fungsi...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Perencanaan proses
Perencanaan proses mencakup perancangan dan implementasi suatu
sistem kerja untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan jumlah
yang diinginkan pada waktu yang sesuai dan biaya yang dapat diterima.
Perencanaan proses harus merencanakan fasilitas bukan hanya yang
memenuhi kebutuhan jangka pendek, tetapi juga harus merancang proses
sehingga dapat diubah atau mengisi pemenuhan kebutuhan dimasa datang
dengan mudah baik volume maupun laju produksi.
Fungsi perencanaan proses dapat diterapkan sebagai analisis produk dan
penentuan operasi pengilangan serta fasilitas yang dibutuhkan untuk
memproduksinya meurut spesifikasinya seekonomis mungkin. Tujuan dari
perencanaan proses adalah mencari jalan untuk memproduksi barang dan
jasa yang memenuhi keinginan konsumen dan spesifikasi produk yang
berada dalam jangkauan keterbatasan biaya atau hambatan managerial
lainnya. Proses yang diseleksi akan mempunyai dampak jangka panjang
40
terhadap efisiensi dan produksi, serta fleksibilitas biaya dan mutu barang
dalam produksi.
Sebenarnya, setiap barang atau jasa dibuat dengan menggunakan
beberapa variasi dari satu atau tiga strategi fokus: fokus proses, fokus
proses berulang, fokus proses yang terus menerus.
• Fokus proses : Proses yang aneka produknya sedikit dan bervariasi
banyak. Usaha perencanaannya berfokus pada
• Fungsi (kemampuan individual peralatan dan perbandingan mesin
pekerja).
• Fokus yang terus meneru : Proses dengan jumlah besar tetapi variasinya
sedikit.
• Fokus proses berulang : proses berulang menggunakan modul. Modul
adalah suku cadang atau komponen yang sebelumnya sudah disiapkan,
sering dengan proses yang terus menerus.
Perencanaan proses ini dapat dipetakan pada :
1. Assembly dan flow process chart : Peta ini digunakan untuk tujuan
perencanaan dan pengaendalian transformasi proses.
Assembly chart menunjukkan kebutuhan material dan perakitan
komponen yang menghasilkan suatu perakitan mechanical.
Flow process chart menggunakan simbol yang sama seperti assembly
chart, peta ini memiliki tambahan kolom untuk waktu, jarak perpindahan,
41
dan informasi terkait lainya yang mengizinkan adanya analisis biaya dan
lainnya.
2. Operating Process Chart (OPC)
Menyediakan instruksi lengkap tentang bagaimana harus memproduksi
komponen, termasuk spesifikasi untuk komponen ditambahkan dengan
pengoperasian dan waktu inspeksi. OPC adalah petakerja yang mencoba
mengambarkan urutan-urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan
tersebut menjadi elemen-elemen operasi secara detail. Disini tahapan
proses operasi kerja harus diuraikan secara logis dan sistematik. Dengan
demikian keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal (raw
material) sampai menjadi produk akhir (finished goods product) sehingga
analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual
maupun urutan-urutannya secara keseluruhan akan dapar dilakukan. Peta
operasi ini umumnya digunakan untuk menganalisa operasi-operasi kerja
yang memakan waktu beberapa menit per siklus kerja.
Dari OPC ini dapat diperoleh manfaat:
• Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan dalam
pelaksanaan operasi kerja dan penganggarannya.
• Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada
setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan.
• Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan materialnya.
42
• Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang
sedang dipakai.
Aturan dasar membuat OPC :
• Material yang akan diproses diletakkan diatas garis horisontal yang
akan menunukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses
kerja.
• Lambang atau simbol ASME ditempatkan dalam arah vertikal secara
berurutan yang menunjukkan terjadinya perubahanproses untuk setiap
simbolnya.
• Penomoran terhadap kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi yang diperlukan untuk pembuatan
produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi. Penomoran
terhadap kegiatan pemeriksaan (inspeksi) diberikan tersendiri dan
aturannya sama dengan aturan pemberian nomor pada proses operasi.
• Agar diperoleh gambar peta proses operasi yang baik, maka produk
yang paling banyak memerlukan proses operasi yang harus dipetakan
terlebih dahulu dan digambar pada garis vertikal paling kanan sendiri.
43
Sumber: Vincent Gazper
Gambar 2.1 Contoh Gambar OPC
Dari pemetaan disebut maka dapat dibuat struktur produk. Struktur produk
yang dimaksud adalah gambaran yang menunjukkan komponen-komponen apa
saja yang membentuk suatu produk. Dimulai dengan level 0 untuk produk
akhir, komponen pembentuk produk akhir ditempatkan padalevel 1 dan
seterusnya sehingga terbentuk sebuah struktur yang hierarki. Setruktur produk
ini bermanfaat untuk mengetahui jumlah komponen yang membentuk produk
tersebut serta memberikan penjelasan sedikit mengenai komponen itu.
45
dibutuhkan sebagai Input dalam perencanaan dan pengendalian aktifitas
produksi. Tanpa adanya BOM sangat mustahil untuk dapat melaksanakan
sistem MRP.
Penggunaannya:
• Bagi Enginnering : Dibuat sebagai bagi perancangan proses produksi
dan digunakan untuk menentukan item-item mana saja yang harus dibeli
atau dibuat sendiri.
• Bagi PPIC : digunakan dengan Master Production Schedulle (Jadwalan
Induk Produksi) digunakan untk menentukan item-item dalam daftar
pembelian dan order produksi yang harus dilaksanakan.
• Bagi accounting : digunakan dalam menghitung biaya produk dan harga
jual.
Setiap komponen harus memiliki identifikasi unit/khusus yang hanya
mengidentifikasikan suatu komponen yang disebut Part Number/ Item
Number. Cara penentuan Part Number :
1. Random : Nomor yang digunakan hanya sebagai pengenal / identitas dan
bukan sebagai penjelasan (descriptor). Tidak menjelaskan lebih jauh
mengenai satu komponen.
2. Significant : Nomor yang dapat juga menjelaskan informasi khusus
mengenai item / komponen tertentu seperti sumber material (source),
46
bahan, bentuk dan deskripsi. Significant harus diubah jika komponen
tersebut karakteristiknya diubah atau ditambahkan variable lain.
3. Semi-significant : Beberapa digit pertama menjelaskan mengenai
komponen tersebut, sementara digit berikutnya berupa angka random.
BOM levels:
• Single Level BOM : menggambarkan hubungan sebuah induk dengan
satu level komponen pembentuknya.
• Multi Level BOM : Menggambarkan struktur produk yang lengkap dari
level 0 atau produk akhir sampai level paling bawah. Komponen yang
sama dapat digunakan pada level yang berbeda.
Jenis BOM :
1. Eksposian BOM :
• Bom dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen pada level
paling bawah
• BOM Yang menunjukkan komponen-komponen yang membentuk
suatu induk dari level paling atas sampai level terbawah.
• Single Eksplosion = Single Level BOM
• Indented BOM Eksplosian adalah Multi Level BOM yang
dilengkapi informasi level tiap komponen.
• Summerized Eksplosian adalah multilevel BOM yang dilengkapi
total setiap komponen yang dibutuhkan.
47
2. Implosian BOM :
• BOM yang menunjukkan urutan dimulai dari komponen sampai
induk / level atas.
• Untuk mengetahui suatu part number menjadi komponen dari induk
yang mana saja (kebalikan dari proses Eksplosian).
• Digunakan oleh enginner untuk melihat perubahan rancangan
komponen terhadap induk-induknya.
No. Komponen Level Deskripsi Kode
Jumlah BOM
UOM
Sumber : Vincent Gazper
Gambar 2.3 BOM
2.1.2 Peramalan
Menurut Yamit (1999,p13) peramalan adalah prediksi, proyeksi, estimasi
tingkat kejadian yang tidak pasti dimasa yang akan dating. Ketepatan secara
48
mutlak dalam memprediksi dan tingkat kegiatan yang akan dating adalah
tidak mungkin dicapai oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat
kejadian yang akan dating secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang
besar agar mereka dapat memiliki kekuatan untuk menarik kesimpulan
terhadap kejadiaan yang akan datang.
Menurut Herjanto (1999,p116) berdasarkan horizon waktu , peramalan dapat
dibedakan atas :
1. Peramalan jangka panjang
merupakan peramalan yang mencakup waktu lebih besar dari 24 bulan,
misalnya peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman
modal, perencanaan fasilitas.
2. Peramalan jangka menengah
yaitu antara 3-24 bulan, misalnya untuk perencanaan penjualan,
perencanaan dan anggaran produksi.
3. Peramalan jangka pendek
yaitu untuk jangka waktu yang kurang dari 3 bulan, misalnya permalan
dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian material penjadwalan
kerja dan penugasan.
Menurut Makridakis (1999,p10) pola data dapat dibedakan menjadi :
1. Pola horizontal (H)
49
Terjadi bilamana nilai data frekuensi disekitar niali rata-rata yang
konstan. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun
selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Dengan demikian pula suatu
keadaan pengendalian kualiatas yang menyangkut pengambilan contoh
dari suatu proses produksi kontinyu yang secara teoritis tidak
mengalami perubahan termasuk jenis ini.
Gambar 2.4 Permintaan berpola horizontal
2. Pola musiman (S)
Terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman misalnya
kuartalan, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu. Penjualan dari
produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan baker, pemanas
ruangan semuanya menunjukkan pola jenis ini.
50
Sumber : perencanaan dan pengendalian produksi,p33
Gambar 2.5 Permintaan berpola musiman
3. Pola siklis (C)
Terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan
produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan
jenis pola ini.
Sumber : perencanaan dan pengendalian produksi,p34
Gambar 2.6 Perminatan berpola siklis
51
4. Pola trend
Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangkar
panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto
nasional dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti
suatu pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Sumber : perencanaan dan pengendalian produksi,p25
Gambar 2.7 Faktor-faktor pengaruh permintaan
2.1.2.1 Metode DoubleExponential Smoothing Dua Parameter Dari Holt
Metode pemulusan eksponensial ganda ( double exponential smoothing)
menambahkan parameter α dalam modelnya untuk mengurangi faktor
kerandoman . Nilai perkiraan dapat dicari dengan :
Inisialisasi Awal : S1 = X1
b1 = X2 - X1
52
))(1(. S )1()1(t −− +−+= ttt bSX αα
)1()1( )1()( b −− −+−= ttt bSS γγ
)()( mbSF ttmt +=+
2.1.2.2 Metode Triple Exponential Smoothing Metode Quadratik
Inisialisasi Awal : S’1 = S”1 = S“’1 = X1
1')1(. S' −−+= tt SX αα
1")1('. S" −−+= tt SS αα
1"')1(". S" −−+= tt SS αα
ttt SSS '"".3'3 a t −−=
])34()810(')56[()1(2
b '''''2t ttt SSS ααα
αα
−+−−−−
=
)"2'()1(
c '''2
2
t ttt SSS +−−
=α
α
2
21)( mcmbaFt ttt ++=
53
2.1.2.3 Metode Triple Exponential Smoothing Tiga Parameter Dari Winter
Inisialisasi Awal : SL+1 = XL+1
It = XX t
L
XX
L
tt∑
== 1
)]XX(...)XX()XX()XX[(b LL22L11L11L21L −++−+−+−= +++++ Lt
LX
α
Pemulusan Keseluruhan :
))(1(S 1-t1-tt bSIX
Lt
t +−=−
αα
Pemulusan Trend :
)1()1( )1()( b −− −+−= ttt bSS γγ
Pemulusan Musiman :
L-tt )1(I ISX
t
t ββ −=
Peramalan :
mLtttmt ImbSF +−+ += )(()(
54
2.1.2.4. Metode Peramalan Dekomposisi
Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk
mengidentifikasikan tiga faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu,
yaitu faktor trend, faktor musim, dan faktor siklus. Di dalam beberapa hal,
peramal hanya mendasarkan penyusunannya pada dua faktor yang penting
yaitu trend dan musiman. Faktor trend merupakan pergerakan yang mendasar
pada jangka panjang dari deret waktu. Faktor ini dihitung sebagai suatu
perkembangan garis lurus yang menaik atau menurun yang sifatnya statis
dalam deret waktu. Pengukuran perkembangan faktor trend dilakukan untuk
periode waktu yang panjang dengan menghilangkan variasi musim dan variasi
siklus.
Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret
waktu, dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari
deret itu setepat mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data
empiris di mana yang pertama adalah pergeseran musim, kemudian trend dan
terakhir adalah siklus.
Simple = 4
321 +++ +++ tttt XXXX
Centered = 2
1++ tt SS
Percent MA = CenteredPesaing
Pesaing* = SeasonalPesaing
∑ ∑∑ ∑ ∑
−
−= 22 )( xxn
yxxynb
xbya −=
Trend = a + b (periode)
55
Fitted Values = Trend x Seasonal
Error = Pesaing – Fitted Values
2.1.2.5 Statistik ketepatan peramalan
Menurut Makridakis ukuran statistik standard adalah sebagai berikut :
1.Error
iii FXe −=
2.Nilai tengah kesalahan absolut (mean error)
∑=
=n
ii neME
1
/
3.Nilai tengah galat absolut (mean absolute error)
∑=
=n
iieMAE
1
4.Nilai tengah galat kuadrat ( mean squared error )
n
eMSE
n
ii∑
== 1
2
5.Deviasi standar galat (standard deviation of error)
( )11
2
−=∑=
n
eSDE
n
ii
6.Nilai tengah deviasi absolut (mean absolute deviation)
∑ −= XXn
MAD i1
56
2.1.3 Material Requirment Planning (MRP)
Sebelum tahun 1960 tidak satupun terdapat metode yang memuaskan
dalam proses pengendalian persediaan terhadap item permintaan yang saling
bergantungan. Sistem persediaan formal dalam suatu perusahaan masih
didasarkan pada sistem order point dengan menerapkan metode tradisional
yang tidak formal dan simpang siur khususnya dalam menangani material
yang sifatnya saling bergantungan.
Sekitar tahun 1960 komputer mulai dipakai dalam bidang manajemen
persediaan. Dengan demikian maka komputerisasi pengendalian persediaan
telah mengawali bidang manajemen persediaan yang lebih baik dan efisien.
Kesulitan-kesulitan yang biasanya terjadi dalam pelaksanaan manajemen
persediaan tradisional telah teratasi dengan dikenalnya suatu pendekatan
sistem persediaan yang terperinci dan lebih baik, yang dikenal dengan
Material Requirment Planning (MRP), Yang ditemukan oleh Joseph Orlicky
dari J.I Case Company. Sistem MRP telah memiliki popularitas dalam bidang
Industri yang memamfaatkan kemampuan komputer melaksanakan
perencanaan dan pengendalian persediaan dengan memperhatikan hubungan
antara item persediaan, sehingga pengelolahannya dapat lebih efisien dalam
menentukan kebutuhan material secara cepat dan tepat. Komputerisasi MRP
mula-mula dikembangkan dilingkungan APICS (American Production and
57
Inventory System Society) dalam suatu pengembangan program yang
profesional.
Manajemen pengendalian bahan pada dasarnya adalah merupakan suatu
masalah yang penting dalam komunikasi indiustri. Kerumitan yang sering
timbul dalam proses pengendalian bahan ini berbanding langsung dengan
jumlah barang dalam persediaan dan dengan jumlah transaksi yang harus
dicatat untuk mengikutigerakan bahan (tetap menjaga derajat pengendalian
yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran). Sistem persediaan dalam suatu
operasi atau lingkungan manufaktur memiliki beberapa karakteristik tertentu
yang sangat mempengaruhi terhadap kebijaksanaan dalam perencanaan
material. Pertanyaan mendasar yang sering timbul dalam situasi
kebijaksanaan persediaan tersebut adalah berapa jumlah dan kapan dilaukan
pemesanan, untuk memenuhi produksi yang diinginkan sesuai dengan
perencanaan dalam MPS. Jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari sifat
demand dari persediaan. Suatu demand dikatakan independent apabila sesuai
dengan pengalaman, dimana demand terhadap permintaan barang tersebut
tidak bergantungan dengan barang-barang lain. Demikian sebaliknya suatu
demand dikatakan demand dikatakan dependent apabila barang tersebut
merupakan bagian yang terpadu dari barang yang lain (ada hubungan fisik).
Sistem MRP diproses untuk memenuhi akan kebutuhan yang sifatnya
dependent. Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa MRP dapat lebih
58
banyak digunakan dilingkungan manufaktur yang melibatkan suatu proses
assmebling, dimana kebanyakan permintaan terhadap barang bersifat
bergantungan, sehingga tidak diperlukan peramalan pada tingkat
barang(komponen) ini. Pertanyaan yang pertama dari hal diatas dapat
terpenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan hari terpenuhi sesuai dengan
MPS dan LeadTime. Sedangkan pertanyaan kedua dipenuhi dengan teknik lot
yang sesuai dengan kondisi yang diproses dalam perhitungan MRP. Secara
global hasil informasi yang diperoleh dalam proses MRP sangat menunjang
dalam perencanaan CRP (Capacity Requirment Planning) untuk tercapainya
suatu sistem pengendalian aktifitas produksi yang lebih baik.
2.1.3.1 Pengertian dan Perkembangan MRP
MRP selalu berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi
dan tuntutan terhadap sistem perusahaan maka sampai saat ini MRP dibagi
menjadi 4 bagian dan tidak tertutup kemungkinan untuk masa yang akan
datang. Keempat bagian tersebut adalah :
1. Material Requirment Planning (MRP) dapat didefenisikan sebagai suatu
teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta
waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-
komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand
items).
59
2. Material Requirment Planning II (MRPII), Oliver Wight dan George
Plossl, partner konsultan, diakui oleh orang yang melakukan perluasan
konsep MRP atas area manufactur, sehingga MRP dapat mencakup area-
area perusahaan lain. Hasil perluasan konsep tersebut dinamakan MRP
II, dan arti dari singkatan tersebut berubah menjadi Manufacturing
resource planning ( Perencanaan Sumber Manufactur).
3. Material Requirment Planning III (MRPIII), proses ini diperluas
didalam tingkat akurasi peramalan permintaan, penggunaan secara tepat
dan baik peramalan permintaan (forecast Demand), akan dapat secara
otomatis dan tepat melakukan perubahan terhadap Master Production
Schedule. Dan apabila juga Master Production Schedule telah penuh
atau tidak dapat lagi melakukan Work Order maka system MRPIII ini
dapat melakukan rekomendasi terhadap permintaan.
4. Material Requirment Planning 9000 (MRP9000), MRP9000 sudah
merupakan tawaran yang benar-benar merupakan system yang lengkap
dan terintegrasi dengan system management manufacturing.
Kemampuan sistem MRP9000 didalam manufacturing, termasuk juga
Inventory, penjualan, perencanaan, Pembuatan, dan Pembelian dengan
mengunakan General Ledger, dan sebuah Administrasi, dan Executive
Information System (EIS) secara graphical dalam membuat sebuah
keputusan untuk permasalahan manufacture.
60
2.1.3.2 Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari MRP adalah
menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk
mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam berproduksi. Agar MRP
dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa
persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang
dimaksud adalah :
1. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu
suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu
produk akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi.
Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan
kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik,
serta jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
2. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal
ini disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi
dimana jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka
pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan
yang jelas antara satu dengan yang laiinya.
3. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak
diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam
61
pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses
pembuatannya sangat kompleks. Walaupun demikian, yang penting
struktur produk harus mampu menggambarkan secara gamlang langkah-
langkah suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai
menjadi produk jadi.
4. tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang
menyatakan status persediaan sekarang dan yang akan datang.
Selain syarat diatas, terdapat beberapa asumsi yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu sistem pengoperasian MRP secara efektif yaitu :
1. Adanya suatu sistem data file yang saling berintegrasi serta ditunjang
oleh adanya program komputer yang terpadu dengan melibatkan data
status persediaan dan data tentang struktur produk. Data file ini perlu
dijaga ketelitiannya, kelengkapannya serta selalu Up to Date sesuai
dengan keperluan.
2. Lead time untuk semua item diketahui, paling tidak dapat diperkirakan.
Dalam hal ini waktu ancang-ancang dapat berupa interval waktu antara
saat pemesanan dilakukan sampai saat barang tiba dan siap digunakan,
tapi dapat pula berupa waktu proses pembuatan dari satu stasiun kerja
untuk item atau komponen tersebut.
62
3. Setiap komponen yang diperlukan dalam proses assembling haruslah
berada dalam pengendalian. Dalam proses manufactur ini berarti kita
mampu memonitor setiap tahapan proses/ perubahan yang dialami setiap
item.
4. Semua item untuk suatu perakitan dapat disediakan pada saat suatu
pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan. Sehingga penentuan jumlah,
waktu kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat dilakukan.
5. Setiap pengadaan pemakaian komponen bersifat diskrit. Misalnya bahan
dibutuhkan 50 komponen, maka rencana kebutuhan bahan mampu
membuat rencana agar dapat menyediakan 50 komponen tersebut dan
dipakai tanpa kurang atau lebih.
6. Perlu menetapkan bahwa proses pembuatan suatu item tidak tergantung
terhadap proses pembuatan item yang laiinya. Hal ini berarti dapat
dimulai dan diakhiri tanpa tergantung pada proses yang laiinya.
2.1.3.3 Tujuan MRP
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem
yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik
berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau penjadwalan ulang. Aksi ini
sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/ atau
produksi.
63
Ada 4 macam yang menjadi ciri utama MRP, yaitu:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu
pekerjaan akan selesai (material harus tersedia) untuk memenuhi
permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan MPS yang
direncanakan.
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara
tepat sistem penjadwalan.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan
indikasi kapan pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus
dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang
sudah direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu
memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki,
maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan rencana
penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan
yang realistis. Seandaniya penjadwalan ulang ini masih tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan , maka pembatalan terhadap
suatu pesanan harus dilakukan.
64
Kunci keberhasilan dari faktor diatas haruslah ditunjang dengan suatu
sistem pengontrolan aliran bahan yang tepat untuk memenuhi jadwal
permintaan konsumen, yang didukung dengan sistem komputerisasi sebagai
alat pembantu dalam memudahkan proses pelaksanaannya. Sehubungan
dengan pengontrolan atas bahan/item yang dimaksudkan, rencana kebutuhan
bahan sebagai suatu sistem komputerisasi, berfungsi seperti timbangan yang
berfungsi menyemimbangkan antara kebutuhan dan kemampuan memenuhi
kebutuhan dari setiap item. Rencana kebutuhan bahan memberikan indikasi
apabila terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan.
Besarnya kebutuhan digambarkan oleh jadwal induk produksi, struktur
produk dan status persediaan.
Besarnya kemampuan untuk memenuhi suatu kebutuhan, dicerminkan oleh
besarnya barang setengah jadi, persediaan yang ada dan pesanan/ pembelian
yang akan datang kemudian. Ketelitian atas perkiraan akan kemampuan ini
tergantung pada ketelitian pencatatan atas ketiga sumber informasi tersebut.
2.1.3.4 Input MRP
Ada 3 Inputan yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu :
1. Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara
kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu
65
penyediaannya. Secara garis besar pembuatan suatu MPS biasanya dilakukan
atas tahapan-tahapan sebagai berikut :
• Identifikasi sumber permintaan dan jumlahnya, sehingga dapat diketahui
besarnya permintaan produk akhir setiap periodanya.
• Menentukan besarnya kapasitas produksi dan kecepatan operasi yang
diperlukan untuk memenuhi permintaan yang telah diidentifikasikan,
perencanaan ini biasanya dilakukan pada tingkat agregat, sehingga masih
merupakan perencanaan global.
• Menyusun rencana rinci dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Tahap
ini merupakan penjabaran dari rencana agregat (global) sehingga akan
didapat rencana produksi setiap produk akhir yang dibuat dan perioda
waktu pembuatannya.
• Hal penting yang diperhatikan dalam menyusun MPS adalah menentukan
panjang horison waktu perencanaan (Planning Horison ) , yaitu
banyaknya perioda waktu yang ingin diliput dalam penjadwalan.
2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada
dalam persediaan, yang berkaitan dengan :
• Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
• Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan
datang (on order Inventory )
66
• lead time dari setiap bahan.
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan
diperbaharui setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan
dalam perencanaan.
3. Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi
yang dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi :
• Jenis komponen
• Jumlah yang dibutuhkan
• Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
• Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
• Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
2.1.3.5 Proses MRP
Langkah - Langkah Dasar dalam penyusunan Proses MRP
1. Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih
untuk setiap perioda selama horison perencanaan.
67
2. Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah
pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih
yan dihasilkan.
Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu :
� Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.
� Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap
� Dengan jumlah periode pemesanan tetap.
Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot
Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
1. Fixed Order Quantity (EOQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah
pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Mis : kemampuan
gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik. Jadi dalam
menentukan ukuran lot berdasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya.
2. Lot for Lot (LFL) : Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan
diskrit dengan pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, jumlah yang
dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
3. Least Unit Cost (LUC) : Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan
ongkos unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan
dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan didasarkan :
68
((ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan perunit) + (ongkos simpan
perunit)).
4. Economic Order Quantity (EOQ) : Pendekatan menggunakan konsep
minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan
hitungan minimasi tersebut.
5. Period Order Quantity (POQ) : Pendekatan menggunakan konsep jumlah
pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan
diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar
perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya
jumlah pesanan yan harus dilakukan dan interval periode pemesanannya
adalah setahun.
6. Part Period Balancing (PPB) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot
ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya.
7. Fixed Periode Requirment (FPR) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran
lot dengan Periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode
waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan
tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada
interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
8. Least Total Cost (LTC) : Pendekatan menggunakan konsep ongkos total
akan di minimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison
perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan
69
ukuran lot yang memiliki ongkos simpan perunit-nya hampir sama dengan
ongkos pengadaannya/ unitnya.
((ongkos total) = (ongkos simpan + ongkos pengadaan))
9. Wagner Within (WW) : Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan
prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada prakteknya ini
sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit.
Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melekukan minimasi
penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan
berusahan agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai
yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
10. Silver Mean (SM) : Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat
meminimumkan ongkos total per-perioda. Dimana ukuran lot didapatkan
dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut
sebagai ukuran lot yang tentatif (Bersifat sementara), penjumlahan
dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode
yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentatif tersebut meningkat.
Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir
yang ongkos total periodenya masih menurun.
70
2.1.3.6 Output MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari
MRP, yaitu :
1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan
jumlah kebutuhan meterial serta waktu pemesanannya untuk masa yang
akan datang.
2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi
pembeli yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok, dan
berguna juga bagi Manajer manufaktur, yang akan digunakan untuk
mengontrol proses produksi.
3. Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah
direncanakan) adalah yang merefleksikan pembatalan pesanan,
pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan.
4. Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan
stock dan ukuran yang lain.
2.1.3.7 Tipe MRP
Dalam manejemen material dikenal 2 tipe dasar dari sistem MRP, Yaitu :
71
1. Sistem Regeneratif
2. Sistem Net Change.
Perbedaan utama dari kedua sistem tersebut terletak pada frekwensi
perencanaan ulang. Pada sistem regeneratif, sering didapat pelaksanaan
perencanaan ulang secara periodik (biasanya mingguan), dan pada saat kapan
dilakakukan perencanaan ulang tersebut. Dalam perencanaan MPS pada
sistem ini, semua permintaan kebutuhan di exsplode secara lengkap dalam
proses batch mulai dari produk akhir sampai bahan mentah yang dibeli dan
dilakukan secara periode.
Berdasarkan proses ini kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih dari setiap
item persediaan dihitung terlebih dahulu dan selanjutnya dilakukan
penjadwalan pesanan. Proses keseluruan dilakukan secara level by level, yang
diawali dari level produk yang tinggi sampai yang renda.
Sistem ini cocok digunakan untuk situasi dimana frekwensi perencanaan
ulang rendah, untuk pabrik yang memproses seperti batch. Keuntungan dari
sistem ini adalah penggunaan alat pemrosesan data akan lebih efisien, baik
untuk digunakan pada suatu lingkungan yang stabil. Kerugiannya adalah tidak
terlampau peka terhadap ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Pada sistem Net Change merupakan sistem yang relatif baru. Konsep ini
pada dasarnya adalah merupakan proses eksplosion hanya dilakukan apabila
72
terjadi perubahaan dalam MPS atau keadaan persediaan atau sistem
persediaan untuk semua item. Keuntungan sistem ini adalah akan selalu
memberikan catatan yang Up to date dan sangat baik diterapkan dalam situasi
dan lingkungan dimana situasi sangat tidak menentu dan berubah-ubah.
2.1.3.8 Faktor-Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP
yaitu :
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan
terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang-
ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah berdasarkan
tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering
banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada
tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi
level lot sizing tecnique)
2. Lot Sizing.
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot
sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu
fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan.
Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan
73
situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan dari
rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-
teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi
menjadi 4 bagian besar, yaitu :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran,
yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal
ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya
untuk kasus multi level.
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang
diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan
pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah
networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal, atau
saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang penting dari
74
masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan
tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya adalah
mampu merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan,
baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri.
Kepekaan ini bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan
kebutuhan akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan
jumlah penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo
pemesanan yang ada.
5. Komponen Umum
Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang
dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat
menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan
khususnya dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut
akan semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang
berbeda.
75
2.1.4. Biaya-Biaya yang Timbul Dari Persediaan
Biaya-biaya yang ditimbulkan dari persediaan antara lain :
1. Biaya Penyimpanan
Besarnya biaya penyimpanan tergantung dengan banyaknya persediaan
yang dilakukan, semakin besar kualitas barang yang disimpan maka
semakin besar pula biaya yang dikeluarkan.
Biaya-biaya penyimpanan antara lain :
a. Biaya penyediaan fasilitas penyimpanan.
b. Biaya kadaluarsa
c. Biaya perhitungan fisik dan pembuatan laporan.
d. Biaya asuransi persediaan
e. Biaya pajak persediaan
f. Biaya penanganan persediaan
2. Biaya Pemesanan
Setiap proses pemesanan, perusahaan menanggung biaya antara lain :
a. Expedisi
b. Pengepakan dan penimbangan
c. Pemeriksaan
3. Biaya Kekurangan Persediaan Barang