Bab 1,2,3 Sampah Elektronik (Print)

download Bab 1,2,3 Sampah Elektronik (Print)

of 32

description

contoh

Transcript of Bab 1,2,3 Sampah Elektronik (Print)

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar belakangDimasa sekarang ini sampah merupakan permasalahan yang sangat mendasar di Indonesia, tidak hanya di Indonesia sampahpun menjadi masalah disetiap negara. Peningkatan jumlah penduduk dan semakin canngihnya teknologi dimasa sekarang menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah sampah. Tidak bisa kita pungkiri bahwa dampak buruk atau sampah buangan tidak dapat ditiadakan sama sekali namun kita hanya dapat mengurangi seminimalisir mungkin sampah tersebut ataupun dimanfaatkan untuk hal lain agar sampah yang menjadi permasalahan yang mendasar dapat berkurang. Sampah dapat didefinisikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya sebuah proses. Menurut kamus Lingkungan tahun 1994 Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau khusus dalam produksi atau pemakaian, barang rusak atau cacat selama manufaktur atau materi berlebih atau buangan. Terkadang kita tidak menyadari bahwa buangan atau sampah kecil yang kita hasilkan berdampak besar bagi kehidupan dimasa yang akan datang. Karena perkembangan teknologi yang begitu pesat dan canggih dimana di setiap tahunnnya teknologi selalu berkembang menjadi lebih baik dan tanpa kita sadari sebenarnya semakin canggih alat yang digunakan semakin besar pula dampak buruknya,begitu pula sampah buangannya. Masyarakat sekarang kurang menyadari hal tersebut, kebanyakan masyarakat berfikir bahwa semakin canggih alat yang mereka gunakan semakin bagus pula alat tersebut. Tidak hanya itu dalam sumber daya energi, pemerintahpun telah mencari alternatif lain yang lebih canggih seperti energi nuklir dimana energi nuklir ini selain memiliki dampak baik bagi masyarakat juga mempunyai hasil buangan atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Dengan adanya permasalahan-permasalahan sampah tersebut terutama permasalahan sampah nuklir dan elektronik maka kami berinisiatif untuk membuat makalah dengan judul Pengelolaan Sampah Nuklir dan elektronik.

I.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang ada, maka kami merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :1. Jelaskan definisi sampah dan pengelolaan sampah ?2. Seperti apakah permasalahan sampah masa kini ?3. Jelaskan perundang-undangan yang mengatur mengenai sampah ?4. Jelaskan pengelolaan sampah Elektronik dan Radioaktif ?

I.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka ada beberapa tujuan dari makalah ini, yaitu sebagai berikut : 1. Mendeksripsikan mengenai sampah da pengelolaan sampah 2. Mengetahui permasalahaan sampah yang ada dimasa kini 3. Memahami perundang-undangan yang mengatur mengenai sampah 4. Mengetahui bentuk pengelolaan sampah Elektronik dan Radioaktif

BAB IIPEMBAHASAN I. Definisi Sampah

Secara umum Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi dan berasal dari sisa-sisa proses industri. (Faizah, 2010)Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan sampah dapat dikatakan sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi kehidupan terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan terus ada dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah dikota besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik. (Faizah, 2010)Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a) Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah akhir (TPA) b) Lahan TPA semakin sempit karena tergeser penggunaan lain c) Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya, hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari pembusukannya oleh karena itu selalu diperlukan perluasan area TPA baru d) Sampah yang sudah layak menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena beberapa pertimbangane) Managemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga seringkali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat f) Pengelolaan sampah disarakan tidak memberikan dampak positif terhadap lingkungang) Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah dalam memanfatkan produk sampingan sehingga tertumpuknya produk tersebut di lahan TPA.

Ratio timbunan sampah dikota besar umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa adalah 0.7 kg/kapita/hari termasuk kota medan. Kota yang memiliki jumlah penduduk tetap mencapai 2.125.591 jiwa dan komutter yang diperkirakan mencapai 600.000 jiwa. jika diestimasikan timbunan sampah yang mampu diproduksi adalah 6806 m3/hari setara dengan 1701 ton/hari. Jumlah volume sampah di Kota Medan tergolong besar sehingga perlu ada penanganan khusus, bila tidak cepat maka kota tersebut akan terus ditimbun oleh tumpukan sampah dan berbarengan dengan efek negatif yang ditimbulkan. (Faizah, 2010)

Definisi sampah menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). (Enri, 2008) Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat 2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)

Pengelolaan sampahPengelolaan sampah (UU-18/2008) adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. (Enri, 2008)II. Sistem Pengelolaan Sampah Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat. Kelima aspek tersebut di atas ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara aspek teknis operasional, organisasi, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri. (Faizah, 2010)

Gambar 2.1Skema Manajemen Pengelolaan Sampah(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)

ASPEK TEKNIK OPERASIONAL Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek persampahan. Menurut Hartoyo (1998:6), perencanaan sistem persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukikman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.

Gambar 2.2Teknis Operasional Pengelolaan Sampah(Sumber: Standar Nasional Indonesi(SNI 19-2454-2002)Aspek Teknik Operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan (Tchobanoglous,1997:363). (Faizah, 2010)

1) Penampungan sampah Proses awal dalam penanganan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak menggangu lingkungan. Faktor yang paling mempengaruhi efektifitas tingkat pelayanan adalah kapasitas peralatan, pola penampungan, jenis dan sifat bahan dan lokasi penempatan (SNI 19-2454-2002)

2) Pengumpulan sampah Pengumpulan sampah adalah cara proses pengambilan sampah mulai dari tempat penampungan sampah sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikempokkan dalam 2 (dua) yaitu pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut : a. Pola Individual Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sementara/ TPS sebelum dibuang ke TPA.

Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak LangsungSumber: SNI 19-2454-2002b. Pola Komunal Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan / ke truk sampah yang menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan. (Faizah, 2010)

Pola Pengumpulan Sampah Komunal Sumber: SNI 19-2454-20023) Pemindahan sampah Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah adalah depo pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut dan atau ram dan atau kantor, bengkel (SNI 19-2454-2002). Pemindahan sampah yang telah terpilah dari sumbernya diusahakan jangan sampai sampah tersebut bercampur kembali (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). 4) Pengangkutan sampah Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres, sehingga sampah dapat dipadatkan 2-4 kali lipat (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Tujuan pengangkutan sampah adalah menjauhkan sampah dari perkotaan ke tempat pembuangan akhir yang biasanya jauh dari kawasan perkotaan dan permukiman. (Faizah, 2010) 5) Pembuangan akhir sampah Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuang akhir sampah adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu : (Faizah, 2010)a. Metode Open Dumping Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem ini sering menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.

b. Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali) Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

c. Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter) Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

ASPEK KELEMBAGAAN Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola (Widyatmoko dan Sintorini Moerdjoko, 2002:29). Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454-2002).Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut : (Faizah, 2010)Tabel 2.1Bentuk Kelembaggaan Pengelolaan Persampahan

ASPEK PEMBIAYAAN Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan ahkir. Selama ini dalam pengelolaan sampah perkotaan memerlukan subsidi yang cukup besar, kemudian diharapkan sistem pengelolaan sampah ini dapat memenuhi kebutuhan dana sendiri dari retribusi (Dit.Jend. Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Menurut SNI T-12-1991-03 tentang Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, biaya pengelolaan sampah dihitung berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan serta pergantian peralatan. Perbandingan biaya pengelolaan dari biaya total pengelolaan sampah sebagai berikut : - biaya pengumpulan 20 % - 40 % - biaya pengangkutan 40 % - 60 % - biaya pembuangan akhir 10% - 30 % Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan untuk pelayanan umum antara lain: penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan persampahan suatu kota besarnya disyaratkanminimal 10 % dari APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional pengelolaan sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003). Di Indonesia, besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya 0,5 % dan maksimum 1 % dari penghasilan per rumah tangga per bulan (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Dep.Kimpraswil, 2003).

ASPEK PERATURAN/ HUKUM Prinsip aspek peraturan pengelolaan persampahan berupa peraturan-peraturan daerah yang merupakan dasar hukum pengelolaan persampahan yang meliputi (Hartoyo, 1998:8) : - Perda yang dikaitkan dengan ketentuan umum pengelolaan kebersihan. - Perda mengenai bentuk institusi formal pengelolaan kebersihan. - Perda yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif dasar pengelolaan kebersihan Peraturanperaturan tersebut melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola kebersihan serta partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pembayaran retribusi. (Faizah, 2010)

ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah suatu wilayah. Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana orang sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan dan sebagai warga mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka. Peran serta masyarakat penting karena peran serta merupakan alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, masyarakat lebih mempercayai proyek/program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan (LP3B Buleleng-Clean Up Bali, 2003).Bentuk peran serta masyarakat dalam penanganan atau pembuangan sampah antara lain: pengetahuan tentang sampah/kebersihan, rutinitas pembayaran retribusi sampah, adanya iuran sampah RT/RW/Kelurahan, kegiatan kerja bakti, penyediaan tempat sampah. (Faizah, 2010)

III. Permasalahan Sampah Masa KiniTelah lama sampah menjadi permasalahan serius di berbagai kota besar di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan tiap harinya.Menurut Soemirat (2003), pada saat ini terdapat beberapa kendala dalam pengolaan sampah masa kini, yaitu: (Badruddin, 2007)1. Cepatnya perrkembangan tingkat hidup masyarakat yang tidak sesuai atau disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan.2. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk memahami persampahan dan mengelola.3. Meningkatnya biaya operasi pengelolaan dalam konstruksi di segala bidang termasuk persampahan.4. Kebiasaan mengelola sampah yang tidak efisien dan tidak benar yang pada akhirnya akan menimbulkan pencemaran udara, tanah dan air.5. Kegagalan dalam daur ulang atau pemanfaatan kembali barang bekas juga ketidakmampuan orang memelihara barangnya hingga cepat rusak.6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan untuk TPA sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah serta Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan daerahnya dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.7. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan pemerintah.8. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.9. Pembiayaan yang tidak memadai megingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah masih dikelola oleh pemerintah.10. Pengelolaan sampah di masa lalu dan masa kini kurang memperhatiakan factor non-teknis seperti partisipasi masyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.

IV. Perundang-Undangan Tentang Sampah Elektronik dan RadioaktifA. Sampah Elektronik (e-waste)Selama 10 tahun terakhir jumlah barang elektronik, seperti televisi, lemari pendingin, dan komputer di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup drastis dan mengakibatkan limbah elektronik juga terus meningkat. Beberapa komponen peralatan listrik dan elektronik bekas maupun limbahnya (e-waste) membutuhkan pengelolaan yang memenuhi syarat, karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).Peralatan elektronik bekas atau yang telah menjadi limbah akan didaur-ulang, oleh karea itu diperlukan tata cara daur-ulang yang ramah lingkungan. Bila akan dibuang ke lingkungan, harus dilakukan sesuai ketentuan berlaku agar pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan dapat terhindari. Akan tetapi, hingga saat ini limbah elektronik belum diatur secara spesifik dan rinci. Walaupun hukum yang mengatur pengelolaan sampah sudah lama terbit, yaitu Undang-undang no. 18 tahun 2008 yang dengan jelas menyebutkan : (Leonardo, 2013)

Pasal 15 :Produsen wajib mengelola kemasan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Dan pasal 23 :(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus (Pasal 1.2). Namun yang menjadi permasalahan sampai sekarang adalah Kementerian Lingkungan Hidup belum membuat peraturan pemerintah yang akan memandu kerja pihak pengelola sampah elektronik.

Sementara itu Departemen Perdagangan lewat Kep.Menperindag No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor menyebut secara tegas bahwa barang-barang yang boleh diimpor hanya barang baru. Departemen Perdagangan melarang impor barang-barang elektronik bekas, antara lain televisi, kulkas, komputer, setrikaan, dan mesin cuci. (Kep.Menperindag No.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor)

Dalam kaitannya dengan Konvensi Basel, Indonesia menerapkan larangan impor Iimbah B3 dan sampah elektronik yang masih terbatas hanya terhadap sampah elektronik yang terdapat dalam Konvensi Basel 1989. Pengaturan tersebut ditetapkan dalam Pasal 1 Angka (20) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 1 Angka (2) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 Iimbah B3, sampah elektronik tergolong sebagai Iimbah berbahaya dan beracun (B3). Karenanya pengaturan dan pengelolaan sampah elektronik mengacu kepada peraturan yang mengatur tentang Iimbah B3. (UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3)Pengelolaan Iimbah B3 menurut Pasal 1 Angka (23) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, peng umpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Ketentuan tersebut kemudian diperjelas dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3. Berdasarkan Pasal 2 Huruf (j) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, pengelolaan sampah elektronik dan Iimbah B3 salah satunya di dasarkan pada asas pencemar pembayar.

B. Limbah RadioaktifLimbah radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi dan bahan radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan penelitian serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan bahan yang mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive Material, NORM). Sedangkan di negara-negara maju, limbah radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir (BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/ fasilitas nuklir. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup. Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari dan pembuangan limbah (Erwansyah, 2010)

Pengaturan limbah radioaktif dan paparan radiasi secara internasional ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan juga oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP). Sedangkan di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh BAPETEN juga memperhatikan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-Undang lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya. (UU RI No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah)Namun, dalam pasal 23 ayat (2), BATAN dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif dapat bekerjasama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi dan/ atau Badan Usaha lainnya. Berdasarkan pasal ini, pemerintah membuka pintu-pintu lebar-lebar bagi pihak swasta atau Badan Usaha lainnya untuk berperan serta dalam pengelolaan limbah radioaktif yang aman untuk generasi saat ini maupun untuk generasi yang akan datang.

V. Sampah ElektronikSeiring dengan perkembangan zaman yang mengakibat perkembangan teknologi sehingga kebutuhan manusia akan barang elektronik juga mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya penggunaan barang elektronik mengakibatkan sampah elektronik yang dihasilkan pun semakin meningkat. (Ganesha, 2008)Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal dari barang-barang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai lagi oleh penggunanya. Contoh sampah elektronik adalah kulkas, televise, handphone, computer, monitor, dan jenis sampah elektronik lainnya.Menurut estimasi Badan Program Lingkungan Hidup PBB(UNEP), setiap tahun dihasilkan 20-50 juta ton limbah elektronik dari seluruh penjuru dunia.Tingkat kemampuan daur ulangnya tak lebih dari 10 persen. Sementara, peningkatan volumelimbah elektronik per tahunnya diperkirakan mencapai 3-5 persen, atau tiga kali lebih cepatdaripada limbah umum. Berdasarkan data UNEP, Amerika Serikat tercatat sebagai produsen limbah elektronik terbanyak, mencapai 3 juta ton. Sedangkan posisi kedua diduduki Cina dengan jumlah 2,3 juta ton. (Lia Wanadriani Santosa, 2013).Hal utama yang menjadi permasalahan adalah limbah-limbah elektronik tersebut memiliki potensi bahaya karena kandungan logam berat yang dimilikinya, misalnya Pb, Hg, Cd, Cr, PBB, dan PBDE. Logam-logam tersebut memiliki efek karsinogen (zat pemicu kanker) dan kandungan racun yang tinggi yang tidak hanya berbahaya bagi lingkungan namun juga bagi kesehatan. Selain itu, dioksin paling tinggi di dunia menjadi penyebab peningkatan pada kasus keguguran pada wanita hamil. (Ganesha, 2008) V.1 Pengelolaan sampah elektronikStandard industri daur ulang sampah elektronik menurut UNEP dibagi menjadi 3 tahap (Ayu Nindyapuspa,2008):1. Pengumpulan (collection)2. Pemisahan (sorting/dismantling)3. Proses akhir (refining/disposal)Pada tahap awal, sampah elektronik dikumpulkan, di bongkar dan dipisahkan berdasarkan jenis komponennya masing-masing; kabel, plastik, logam, papan sirkuit, bateri, bahan berbahaya. Selanjutnya, grup-grup ini akan diproses lebih lanjut tergantung sifat materialnya. Sebagai contoh, kabel, papan sirkuit, logam akan di cacah menjadi bubuk sehingga lebih mudah di daur ulang di refining facility. Sementara baterai, dan komponen yang mengandung merkuri atau material berbahaya lainnya akan dipisahkan dan diperlakukan secara khusus. Pada tahap akhir, tergantung dari jenis bubuk material yang dihasilkan pada tahap kedua, material tersebut akan diproses di tempat berbeda; besi/logam akan diproses di pabrik baja, aluminum/tembaga/logam mulia di peleburan bijih logam, dan beberapa material lain dapat digunakan untuk keperluan industri semen, jalan raya, dll.Jika semua tahapan daur ulang ini dilakukan secara benar, maka dampak negatif sampah elektronik dapat dikurangi secara signifikan sekaligus menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa studi menunjukkan bahwa nilai dari satu unit sampah TV tidak kurang dari 25 USD, dan 27 USD untuk komputer. Sebagai contoh betapa sampah elektronik adalah barang yang bernilai ekonomi tinggi, satu study menunjukkan bahwa seluruh sampah handphone di Amerika Serikat pada tahun 2005 (500 juta sampah handphone) bernilai tidak kurang dari 314 juta USD.

V. 2 Pengelolaan sampah elektronik dari berbagai negara:Beberapa teknik pengolahan sampah dari negara maju dan negara berkembang (Ayu Nindyapuspa,2008)1. Amerika SerikatAmerika Serikat mengatur penanganan e-waste dalam Enviromental ProtectingAgency (EPA) nomor EPA-HQ-RCRA-2004-0012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule.Negara bagian di Amerika Serikar juga membuat peraturan mengenai penanganan limbah elektronik sendiri. Contohnya negara bagian California membuat sistem take back dalam pengumpulan telepon genggam ang sudah mencapaiakhir masa pakai.Saat ini sudah ada kegiatan daur ulang limbah Cathode Ray Tubes (CRT) di Amerika Serikat, namun jumlah fasilita daur ulang tersebut tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh timbunan CRT yang ada di Amerika Serikat. Contohnya hanya seribu unit TV dari 1,3 juta TV using di Florida yang dapat didaur ulang. Hal ini menyebabkan TV yang tidak dapat didaur ulang akan disimpan atau diekspor2. SwitzerlandSwitzerland merupakan negara pertama di dunia yang memiliki peraturan mengenai pengolahan sampah elektronik. Ada empat organisasi yang menangani sampah elektronik di Switzerland yaitu: The Swiss Association for Information, Communication and Organizational Tecnology (SWICO) yang mengelola limbah elektronik seperti computer, TV, dan radio. Stiftung Entsorgung Schweiz System (S.E.N.S) yang mengelola limbah elektronik seperti mesin cuci, lemari es, dan oven. Swiss Light Recycling Foundation (SLRF) yang mengelola limbah elektronik jenis lampu. Stakeholder Organization for Battery Disposal (INOBAT) yang mengelola limbah elektronik jenis baterai.Dalam sistem pengelolaan sampah elektronik di Switzerland, produsen bertanggung jawab penuh terhadap penerapan dan operasional pengelolaan beserta sistem finansial dalam pembiayaan daur ulang. Biaya daur ulang dimasukkan ke dalam harga alat elektronik yang dijual. Pedagang, importer, dan pabrik wajib mengambil kembali produk mereka yang sudah tidak dipakai oleh konsumen tanpa dipungut biaya dan dikelola secara ramah lingkungan.3. IndonesiaPengelolaan sampah elektronik di Indonesia ditangani oleh sector informal. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh pemulung, lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian alat elektronik itu diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. Sampah elektronik yang telah ditangani oleh agen sampah tersebut kembali memiliki nilai jual. Hasil penanganan sampah elektronik tersebut dijual kembali ke konsumen, sedangkan yang memang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang ke landfill, namun di landfill tidak ditemukan pengelolaan sampah elektronik yang signifikan.Pada sector informal, sampah elektronik yang timbul dikelola oleh toko service, pemulung, dan toko pengumpul sampah skala menengah. Kemudian didaur ulang atau dilebur, diserahkan ke toko pengumpul sampah skala besar4. India

Produsen/pabrikBagan di bawah ini menjelaskan proses sampah elektronik yang ada di India bisa sampai ke tangan pengelola sampah elektronik.

Daur ulangPeleburan Pembongkarang Agen besi tuaRumah pribadi, bisnis, perkantoran, dan institusi pendidikanPedagang

Pendaur ulang membongkar sampah elektronik sehingga didapatkan bahan-bahan yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang seperti plastic, kaca, dan kabel tembaga. Bahan-bhan ini dijual kembali ke penyuplai bahan baku untuk digunakan kembali. Selain itu, sampag elektronik juga diolah untuk mendapatkan bahan-bahan bernilai tinggi seperti tembaga, emas, perak, aluminium, dan lain-lain. Kegiatan tersebut menghasilkan residu yang akan diinsinerasi atau dibuang ke landfill, pembuangan secara open dumping, serta asam yang digunakan untuk mengekstraksi logam tersebut dibuang ke badan air.VI. Sampah RadioaktifLimbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir.Definisi tersebut digunakan didalam peraturan perundang-undangan. Pengertian limbah radioaktif yang lain mendefinisikan sebagai zat radioaktif yang sudah tidak dapat digunakan lagi, dan/atau bahan serta peralatan yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif dan sudah tidak dapat difungsikan/dimanfaatkan. Bahan atau peralatan tersebut terkena atau menjadi radioaktif kemungkinan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion. (Lubis Erwansyah, 2010) Pengawasan Pemanfaatan IPTEK NuklirKegiatan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek nuklir di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 dilaksanakan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan oleh Bapeten juga memperhatikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang lainnya yang terkait beserta produk hukum dibawahnya. (Eka, 2011)Izin pembangunan diberikan bila dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang disampaikan oleh pemrakarsa disetujui oleh komisi Amdal.Hal ini dilakukan untuk memenuhi Undang Undang No. 23/1997 Pasal 15.Dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dilakukan studi yang menyeluruh antara komponen-komponen lingkungan hidup terhadap berbagai jenis kegiatan pembangunan yang dimulai dari tahap pembebasan dan penyiapan lahan sampai tahap dekomisioning. Hasil studi Amdal adalah informasi mengenai berbagai kegiatan yang menimbulkan dampak positif dan negatif serta komponen lingkungan hidup yang terkena dampak. (Eka, 2011) Pengelolaan Limbah RadioaktifLimbah radioaktif umumnya ditimbulkan dari kegiatan pengoperasian reaktor riset, pemanfaatan sumber radiasi dan bahan radioaktif dalam bidang industri, pertanian, kedokteran dan penelitian serta dari berbagai proses indusrti yang menggunakan bahan yang mengandung radionuklida alam (Naturally Occurring Radioactive Material, NORM). Sedangkan di negara-negara maju, limbah radioaktif juga ditimbulkan dari pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan kegiatan daur-ulang bahan bakar nuklir (BBN) bekas dan dekomisioning instalasi/ fasilitas nuklir.Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari dan pembuangan limbah (disposal). (Eka, 2011) Minimisasi LimbahDalam pemanfaatan iptek nuklir minimisasi limbah diterapkan mulai dari perencanaan, pemanfaatan (selama operasi) dan setelah masa operasi (pasca operasi).Pada tahap awal/perencanaan pemanfaatan iptek nuklir diterapkan azas justifikasi, yaitu "tidak dibenarkan memanfaatkan suatu iptek nuklir yang menyebabkan perorangan atau anggota masyarakat menerima paparan radiasi bila tidak menghasilkan suatu manfaat yang nyata". Dengan menerapkan azas justifikasi berarti telah memimisasi potensi paparan radiasi dan kontaminasi serta membatasi limbah/dampak lainnya yang akan ditimbulkan pada sumbernya. Setelah penerapan azas justifikasi atas suatu pemanfaatan iptek nuklir, pemanfaatan iptek nuklir tersebut harus lebih besar manfaatnya dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkannya, dan dalam pembangunan dan pengoperasiannya harus mendapat izin lokasi, pembangunan, dan pengoperasian dari Badan Pengawas. (Eka, 2011) Pengelompokan Limbah RadioaktifLimbah radioaktif yang ditimbulkan dari pemanfaatan iptek nuklir umumnya dikelompokkan ke dalam limbah tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Pengelompokan ini didasarkan kebutuhan isolasi limbah untuk jangka waktu yang panjang dalam upaya melindungi pekerja radiasi, lingkungan hidup, masyarakat dan generasi yang akan datang. Pengelompokan ini merupakan strategi awal dalam pengelolaan limbah radioaktif.Sistem pengelompokan limbah di tiap negara umumnya berbeda-beda sesuai dengan tuntutan keselamatan/peraturan yang berlaku di masing-masing negara.Di Indonesia, sesuai Pasal 22 ayat 2, U.U. No. 10/1997, limbah radioaktif berdasarkan aktivitasnya diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah (LTR), tingkat sedang (LTS) dan tingkat tinggi (LTT). Di P2PLR, berdasarkan bentuknya limbah radioaktif dikelompokkan ke dalam limbah cair (organik, anorganik), limbah padat (terkompaksi/tidak terkompaksi, terbakar/tidak terbakar) dan limbah semi cair (resin). Berdasarkan aktivitasnya dikelompokkan menjadi limbah aktivitas rendah (10-6Ci/m3 < LTR < 10-3Ci/m3), limbah aktivitas sedang (10-3Ci/m3 < LTS < 104Ci/m3) dan limbah aktivitas tinggi (LTT > 104Ci/m3).Penimbul limbah radioaktif baik dari kegiatan Batan dan diluar Batan (Industri, Rumah Sakit, industri, dll.) wajib melakukan pemilahan dan pengumpulan limbah sesuai dengan jenis dan tingkat aktivitasnya. Limbah radioaktif ini selanjutnya dapat diolah di Pusat Penelitian Tenaga Nuklir (PPTN) Serpong untuk pengolahan lebih lanjut. (Eka, 2011) Teknologi Pengolahan LimbahTujuan utama pengolahan limbah adalah mereduksi volume dan kondisioning limbah, agar dalam penanganan selanjutnya pekerja radiasi, anggota masyarakat dan lingkungan hidup aman dari paparan radiasi dan kontaminasi. Teknologi pengolahan yang umum digunakan antara lain adalah teknologi alih-tempat (dekontaminasi, filtrasi, dll.), teknologi pemekatan (evaporasi, destilasi, dll.), teknologi transformasi (insinerasi, kalsinasi) dan teknologi kondisioning (integrasi dengan wadah, imobilisasi, adsorpsi/absorpsi). Limbah yang telah mengalami reduksi volume selanjutnya dikondisioning dalam matrik beton, aspal, gelas, keramik, sindrok, dan matrik lainnya, agar zat radioaktif yang terkandung terikat dalam matrik sehingga tidak mudah terlindi dalam kurun waktu yang relatif lama (ratusan/ribuan tahun) bila limbah tersebut disimpan secara lestari/di disposal ke lingkungan. Pengolahan limbah ini bertujuan agar setelah ratusan/ribuan tahun sistem disposal ditutup (closure), hanya sebagian kecil radionuklida waktu-paro (T1/2) panjang yang sampai ke lingkungan hidup (biosphere), sehingga dampak radiologi yang ditimbulkannya minimal dan jauh di bawah NBD yang ditolerir untuk anggota masyarakat. (Eka, 2011) Limbah radioaktif tingkat rendah dan sedangTeknologi pengolahan dan disposal limbah tingkat rendah (LTR) dan tingkat sedang (LTS) telah mapan dan diimplementasikan secara komersial di negara-negara industri nuklir.Penelitian dan pengembangan (litbang) yang berkaitan dengan pengolahan dan disposal limbah ini sudah sangat terbatas.Negara-negara berkembang dapat mempelajari dan mengadopsi teknologi pengolahan dan disposal dari negara-negara industri nuklir.Teknologi pengolahan dan disposal yang dipilih haruslah disesuaikan dengan strategi pengelolaan yang ditetapkan.Dalam upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat, beberapa negara-negara industri nuklir saat ini cenderung langsung mendisposal LTR dan LTS dari pada menyimpannya di tempat penyimpanan sementara (strategi wait and see). Penerapan disposal secara langsung selain akan memeperkecil dampak radiologi terhadap pekerja, juga diharapkan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan iptek nuklir.P2PLR dalam pengelolaan LTR dan LTS telah mengadopsi teknologi yang telah mapan dan umum digunakan di negara-negara industri nuklir.Limbah hasil olahan disimpan di fasilitas IS-1, sehingga limbah tersebut aman dan terkendali serta kemungkinan limbah tersebut tercecer atau tidak bertuan dapat dihindarkan. (Eka, 2011) Limbah tingkat tinggiKebijakan pengelolaan limbah radioaktif tingkat tinggi (LTT) dan bahan bakar nuklir (BBN) bekas di tiap negara industri nuklir selain berbeda juga masih berubah-ubah.Beberapa negara melakukan pilihan olah-ulang (daur-tertutup) untuk pemanfaatan material fisil dan fertil yang masih terkandung dan sekaligus mereduksi volumenya. Sebagian negara lain melihat LTT sebagai limbah (daur-terbuka), dan berencana untuk mendisposalnya dalam formasi geologi tanah dalam (deep repository).BATAN dalam pengelolaan LTT saat ini memilih daur tertutup.Limbah BBN bekas dan LTT dari hasil uji fabrikasi BBN saat ini disimpan di Interim Storage for Spent Fuel Element (ISSFE) yang ada di PPTN Serpong.Kapasitas ISSFE mampu untuk menyimpan BBN bekas untuk selama umur operasi reaktor G.A. Siwabessy.LTT dan Bahan Bakar Nuklir (BBN) bekas yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor Triga Mark II di Bandung dan reaktor Kartini di Yogyakarta disimpan di kolam pendingin reaktor. Dalam pengoperasian reaktor G.A.Siwabessy, reaktor Triga Mark II dan reaktor Kartini, BBN bekas ataupun LTT tidak ada yang keluar dari kawasan nuklir tersebut, seluruhnya tersimpan dengan aman di kawasan nuklir tersebut. (Eka, 2011)

Pembuangan limbah radioaktifStrategi pembuangan limbah radioaktif umumnya dibagi kedalam 2 konsep pendekatan, yaitu konsep "Encerkan dan Sebarkan" (EDS) atau "Pekatkan dan Tahan" (PDT). Kedua strategi ini umumnya diterapkan dalam pemanfaatan iptek nuklir di negara industri nuklir, sehingga tidak dapat dihindarkan menggugurkan strategi zero release. (Eka, 2011) Pembuangan efluenDalam pengoperasian instalasi nuklir tidak dapat dihindarkan terjadinya pembuangan efluen ke atmosfer dan ke badan-air.Efluen gas/partikulat yang dibuang langsung ke atmosfer berasal dari sistem ventilasi. Udara sistem ventilasi di tiap instalasi nuklir sebelum dibuang ke atmosfer melalui cerobong, dibersihkan kandungan gas/ partikulat radioaktif yang terkandung di dalamnya dengan sistem pembersih udara yang mempunyai efisiensi 99,9 %. Efluen cair yang dapat dibuang langsung ke badan-air hanya berasal sistem ventilasi dan dari unit pengolahan limbah cair radioaktif.Tiap jenis radionuklida yang terdapat dalam efluen yang di buang ke lingkungan harus mempunyai konsentrasi di bawah BME.BME tiap jenis radioanuklida yang diperkenankan terdapat dalam efluen radioaktif yang dibuang ke lingkungan untuk tiap instalasi nuklir di PPTN Serpong telah dihitung dengan metode faktor konsentrasi (concentration factor method) dan telah diterapkan semenjak reaktor G.A. Siwabessy dioperasikan pada bulan Agusutus 1987 Pembuangan efluent gas/partikulat dan efluen cair ke lingkungan di PPTN Serpong telah sesuai dengan rekomendasi yang diberikan baik secara nasional maupun internasional. (Eka, 2011) Disposal limbahPenyimpanan lestari/disposal limbah radioaktif hasil-olahan merupakan penerapan strategi PDT.Strategi ini mempunyai potensi meningkatkan peneriman dosis terhadap anggota masyarakat, dosis maksimal yang diakibatkannya tidak boleh melebihi dosis pembatas yang diperkenankan.Pengoperasian fasilitas disposal ini harus mendapat izin lokasi, konstruksi dan operasi dari Badan Pengawas. (Eka, 2011) Lokasi disposalPemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas disposal mengacu pada proses seleksi yang direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA). Faktor-faktor teknis yang dipertimbangkan diantaranya faktor geologi, hidrogeologi, geokimia, tektonik dan kegempaan, berbagai kegiatan yang ada di sekitar calon lokasi, meteorologi, transportasi limbah, tata-guna lahan, distribusi penduduk dan perlindungan lingkungan hidup.Faktor lainnya yang sangat penting adalah penerimaan oleh masyarakat.P2PLR telah melakukan berbagai penelitian dan pengkajian kemungkinan kawasan nuklir PPTN Serpong dan calon lokasi PLTN di S. Lemahabang dapat digunakan sebagai lokasi untuk disposal LTR, LTS dan LTT. Hasil pengkajian dan penelitian ini sementara menyimpulkan bahwa kawasan PPTN Serpong dikarenakan kondisi lingkungan setempat (pola aliran air tanah, demographi, dll) hanya memungkinkan untuk pembangunan sistem disposal eksperimental, sedangkan di calon lokasi PLTN telah dapat diidentifikasi daerah yang mempunyai kesesuaian yang tinggi untuk pembangungan sistem disposal near-surface dan deep disposal. (Eka, 2011) Rancang-bangunFasilitas disposal dibangun tergantung pada kondisi geologi, persyaratan-persyaratan khusus dan pemenuhan regulasi.Fasilitas disposal yang dibangun haruslah efektif menahan radionuklida untuk tidak migrasi ke lingkungan hidup selama periode potensi bahaya (hazard) maksimal, sehingga paparan radiasi terhadap pekerja dan anggota masyarakat selama operasi dan pasca-operasi minimal.Tujuan ini dapat dicapai melalui rancang-bangun komponen-komponen teknis seperti paket limbah, struktur teknis fasilitas, lokasi itu sendiri dan kombinasi dari berbagai faktor-faktor teknis tersebut.Saat ini beberapa jenis fasilitas disposal telah dibangun dan beroperasi di negara-negara industri nuklir, 62 % dibangun dekat permukaan tanah (engineered near-surface), 18 % di permukaan tanah, 7 % dalam gua bekas tambang dan sisanya dalam formasi geologi (deep disposal). (Eka, 2011) Pengkajian keselamatanPengkajian keselamatan pembuangan/disposal limbah radioaktif bertujuan mengevaluasi unjuk-kerja dari sistem disposal baik untuk kondisi saat ini maupun untuk kondisi yang akan datang, diantisipasi juga mengenai kejadian-kejadian yang sangat jarang terjadi. Berbagai faktor, seperti model dan parameter, periode waktu yang lama, perilaku manusia dan perubahan iklim harus dievaluasi secara konsisten, walaupun data kuantitatif yang diperlukan tidak/ belum tersedia.Hal ini dapat diperoleh melalui formulasi dan analisis dari berbagai skenario yang mungkin terjadi. Skenario adalah deskripsi berbagai alternatif yang mungkin terjadi secara konsisten mengenai evolusi dan kondisi dimasa yang akan datang. Proses pengkajian keselamatan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses, seperti kontek perlunya pengkajian dilakukan (memilih lokasi, perizinan, kriteria yang digunakan, dan waktu pengoperasian), rincian rancang-bangun, pengembangan dan menenetapkan skenario, memformulasikan dan penerapkan model. Melakukan analisis dan menginterpretasikan hasil dengan membandingkan terhadap kriteria yang direkomendasikan.Kemampuan untuk melakukan pengkajian keselamatan ini perlu dukungan infrastruktur (organisasi, peralatan, dll.) dan sumberdaya manusia yang handal serta disiapkan secara berkesinambungan. Di P2PLR saat ini terdapat Bidang Kelompok Penyimpanan Lestari dan Bidang Keselamatan dan Lingkungan, telah membuat group-group untuk pengkajian skenario, mendapatkan besaran-besaran fisika-kima untuk pengkajian dan pengembangan perangkat lunak untuk pengkajian unjuk kerja fasilitas disposal (performance assessment), diharapkan dalam jangka panjang dapat dibangun capacity building dan confidence building dalam keselamatan disposal limbah radioaktif. (Eka, 2011)

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN1. Sampah elektronik merupakan jenis sampah yang berasal dari barang-barang elektronik yang telah rusak, maupun tidak dipakai lagi oleh penggunanya. Pengelolaan sampah elektronik di negara maju lebih baik daripada negara berkembang. Sebaiknya negara berkembang membuat peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan sampah elektronik, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu meningkatkan pengawasan kegiatan ekspor dan impor untuk menghindari ekspor impor sampah elektronik.2. Limbah radioaktif adalah jenis limbah yang mengandung atau terkontaminasi radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang melebihi batas yang diijinkan (Clearance level) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Pengelolaan Limbah Radioaktif dapat dilakukan dengan minimisasi limbah, pengelompokan limbah radioaktif, serta teknologi pengolahan limbah.

DAFTAR PUSTAKAAlfiyan Mokhamad, dan Yus Rusdian Akhmad.2010. Strategi Pengelolaan Limbah Radioaktif di Indonesia Ditinjau Dari Konsep Cradle To Grave. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Volume 13 nomor 2 desember 2010.Badruddin, Nakih. 2007. http://nakih.blogdetik.com. Diakses tanggal 4 Maret 2014Dokumen Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan SampahDokumen Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor.229/MPP/Kep/7/97 tentang Ketentuan Umum di Bidang ImporDokumen Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3.Eka. 2011. Metodelogi Pengelolaan Sampah Dan Sampah Nuklir Di Indonesia (Online),ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/06/metodelogi-pengelolaansampah-dan.html, 28 Februari 2014 pukul 23.48 WITA.Enri Damanhuri, Prof. 2010. Pengelolaan Sampah. ITB. Bandung Faizah. 2008. Pengelolaan SampahRumah Tangga. Undip. SemarangGanesha, 2008. Ancaman Sampah Elektronik. http://ganeshapoek.blogspot.com. Diakses tanggal 3 Maret 2014.Leonardo. 2013. Paper Sampah Elektronik ( e-Waste ) di Indonesia. http://leeyonardoisme.wordpress.com. 03 Maret 2014 pukul 20.30 WITA.Erwansyah, Lubis. . 2010. Pengolahan Limbah Radioaktif. http://puskaradim.blogspot.com. 03 Maret 2014 pukul 22.45 WITA.Nindyapuspa, Ayu. 2008. Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik. ITS. Surabaya.Santosa, Lia Wanadriani. 2013. Sampah Elektronik. http://antarnews.com. 03 Maret 2014..

13