BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan...

29
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari betapa pentingnya pembangunan di bidang kesehatan. Kesehatan merupakan hal pokok dan hal dasar yang harus terpenuhi untuk mencapai kesejahteraan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah yang merupakan cita cita pembangunan bangsa Indonesia. Dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya disingkat dengan UUD NRI 1945), perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diamanatkan dalam ketentuan Pasal 28H Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak seseorang untuk mendapatkan kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan memiliki kedudukan yang setara bagi setiap orang. Kesehatan merupakan hak yang wajib harus dipenuhi oleh pemerintah. Salah satu wujud pemenuhan tersebut diantaranya dengan memberikan perlindungan terhadap bahaya dari paparan asap rokok yang dimana tidak hanya membahayakan perokok itu sendiri, tetapi juga orang lain disekitar perokok tersebut atau dapat dikatakan perokok pasif. Asap rokok terdiri dari asap rokok

Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan...

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat

ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari betapa pentingnya pembangunan di

bidang kesehatan. Kesehatan merupakan hal pokok dan hal dasar yang harus

terpenuhi untuk mencapai kesejahteraan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia

dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah yang

merupakan cita – cita pembangunan bangsa Indonesia. Dalam Undang - Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Selanjutnya disingkat dengan

UUD NRI 1945), perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diamanatkan

dalam ketentuan Pasal 28H Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hak

seseorang untuk mendapatkan kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi

Manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan memiliki kedudukan yang

setara bagi setiap orang.

Kesehatan merupakan hak yang wajib harus dipenuhi oleh pemerintah.

Salah satu wujud pemenuhan tersebut diantaranya dengan memberikan

perlindungan terhadap bahaya dari paparan asap rokok yang dimana tidak hanya

membahayakan perokok itu sendiri, tetapi juga orang lain disekitar perokok

tersebut atau dapat dikatakan perokok pasif. Asap rokok terdiri dari asap rokok

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

2

utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap

rokok sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Dimana

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia yang dimana sekitar

400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69 jenis tergolong

zat penyebab kanker (karsinogenik). Menurut Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli

Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan bahwa sebanyak 25 % zat

berbahaya yang terkandung dalam rokok tersebut masuk ke tubuh perokok aktif,

sedangkan 75 % beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang di

sekelilingnya1.

Selain itu, menghirup asap rokok bagi seseorang yang tidak merokok secara

langsung namun menghirup asap rokok dari orang sekitarnya atau sering disebut

dengan perokok pasif memiliki dampak maupun efek negatif baik dalam jangka

pendek maupun dalam jangka panjang. Efek dari terkena asap rokok langsung

dalam jangka pendek dapat menyebabkan berbagai keluhan seperti mata merah,

sakit kepala dan batuk-batuk. Sedangkan jangka panjang dari dampak merokok

bagi perokok pasif diantaranya adalah stroke dan serangan jantung. Sedangkan

pada wanita hamil merokok dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan

janin ataupun keguguran2. Maka perlindungan terhadap perokok pasif merupakan

wujud terhadap perlindungan terhadap hak asasi manusia di bidang kesehatan dan

sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum.

1 I Komang Wijana dan I Nyoman Mudana, 2013, Pelaksanaan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kasawasan Tanpa Rokok Dalam Rangka

Perlindungan Terhadap Perokok Pasif, E – Journal Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.2

2 Anonim, 2014, “Bahaya Menjadi Perokok Pasif”, Alodokter, URL :

http://www.alodokter.com/bahaya-menjadi-perokok-pasif , diakses tanggal 10 Oktober 2015

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

3

Negara hukum adalah, negara atau pemerintah yang berdasarkan hukum.

Negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan

penyelenggaraan kekuasaan dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Kekuasaan

tumbuh pada hukum dan semua orang sama di hadapan hukum3. Indonesia

merupakan negara hukum dimana negara hukum adalah negara atau pemerintahan

yang berdasarkan hukum. Sejalan dengan hal tersebut, dan upaya perlindungan

terhadap kesehatan masyarakat, secara yuridis diatur dalam Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya

disingkat UU Kesehatan). Salah satu bentuk perlindungan terhadap kesehatan

masyarakat terdapat pada Pasal 115 Ayat (1) UU Kesehatan yang mengatur

tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok tersebut terdiri dari

fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak

bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum lainnya.

Negara Indonesia sebagai negara kesatuan menganut yang asas

desentralisasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

kesempatan dan keleluasaan kepada kepala daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan dengan melaksanaakan otonomi daerah4. Sebagai daerah otonom

yang melaksanakan otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

berwenang untuk membuat Peraturan Daerah guna menyelenggarakan urusan

otonomi daerah dan tugas perbantuan. Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala

Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

3 Agus Salim Andi Gadjong, 2007, Pemerintah Daerah Kajian Politik Dan Hukum,

Ghalia Indonesia, Bogor, h.33

4 Deddy Supriady Bratakusuma dan Dadang Solihin, 2002, Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah, PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, h.1

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

4

(Selanjutnya disebut dengan DPRD). Substansi atau muatan materi Peraturan

Daerah adalah penjabaran maupun pelaksanaan di daerah dari peraturan

perundang – undangan yang tingkatannya lebih tinggi5 . Dalam Undang - Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1

Ayat (2) (selanjutnya disebut dengan UU Pemerintahan Daerah) disebutkan bahwa

: “Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah

Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945”6.

Daerah otonom mempunyai kewenangan mengatur (rules making =

regeling) dan mengurus (rules application=bestuur). Menurut Hanif Nurcholis

menyebutkan bahwa “dalam istilah administrasi publik masing-masing wewenang

tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan

wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing)”7. Mengatur dalam konteks

otonomi daerah merupakan perbuatan untuk menciptakan norma hukum yang

berlaku dapat umum. Norma hukum tertuang dalam Peraturan Daerah maupun

Keputusan Kepala Daerah.

Sejalan dengan hal tersebut, sebagai negara kesatuan yang menganut asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, salah satu bentuk

desentralisasi tersebut adalah melalui UU Kesehatan mengamanatkan Pemerintah

5 Siswanto Sunarno, 2005, Hukum Pemerintah Daerah, Sinar Grafika, Jakarta, h.37

6 Agung Djojosoekarto, 2004, Dinamika Dan Kapasitas DPRD Dalam Tata

Pemerintahan Demokratis, Konrad Adeneur Stifrung, Jakarta, h. 235 7 Hanif Nurcholis, 2007, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah,

PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h.25

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

5

Daerah untuk mengatur penetapan Kawasan Tanpa Rokok. Pengaturan ini

bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok. Pasal

115 Ayat (2) UU Kesehatan menentukan bahwa pemerintah Daerah wajib

menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya. Dengan atas dasar hal tersebut

dan menurut ketentuan Pasal 115 Ayat (2) UU Kesehatan yang mewajibkankan

Pemerintah Daerah pada umumnya dan khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten

Badung untuk membuat sebuah peraturan perundang – undangan Daerah untuk

mengatur kawasan tanpa rokok. Peraturan Perundang – undangan Daerah di

Kabupaten Badung tentang Kawasan Tanpa Rokok terwujud dalam Peraturan

Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok.

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok ini dibentuk bertujuan untuk memberikan perlindungan

yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang

bersih dan sehat bagi masyarakat serta untuk melindungi kesehatan masyarakat

secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung.

Dalam kenyataan dilapangan, pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten

Badung setelah terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun

2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok belum terlaksana secara optimal dilapangan

dikarenakan masih adanya masyarakat yang merokok di Kawasan Tanpa Rokok.

Hal tersebut dibuktikan pada saat dilakukan sidak perokok di Bandara

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

6

Internasional Ngurah Rai, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung yang dimana pada

terjaring 35 orang pada sidak pertama dan 64 orang pada sidak kedua8.

Kesenjangan yang terjadi antara Peraturan Daerah Kabupaten Badung

Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan kenyataan yang terjadi

dilapangan dengan ditemukan banyaknya pelanggaran terhadap Kawasan Tanpa

Rokok menjadi latar belakang penulis untuk mengkaji dan meneliti terdahap

Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan atas dasar uraian latar belakang yang telah

dipaparkan, maka penulis mengangkat dan mengambil penelitian skripsi yang

berjudul tentang “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAWASAN TANPA

ROKOK DI KABUPATEN BADUNG”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan serta upaya dalam penegakan hukum

terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung?

2. Bagaimanakah hambatan pemerintah dalam penegakan hukum

terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung ?

8Anonim , 2015, “Langgar Perda Kawasan Tanpa Rokok” , Denpost, URL :

http://www.denpostnews.com/2015/07/04/langgar-perda-kawasan-tanpa-rokok/, diakses tanggal

13 Oktober 2015

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

7

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar suatu penelitian tetap terarah atau fokus pada tujuan maupun rumusan

masalah yang telah ditetapkan, maka diperlukan kerangka pemikiran yang

berfungsi sebagai pedoman atau arah pembahasan terhadap seluruh rangkaian

penelitian. Untuk dapat merekonstruksi kerangka pemikiran tersebut, maka

terlebih dahulu perlu ditentukan ruang lingkup kajian permasalahan terkait

Penegakan Hukum Terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung.

Berdasarkan atas lingkup kajian tersebut, maka selanjutnya akan dilakukan

pembatasan-pembatasan tertentu sehingga penelitian ini tidak terlalu luas dan

menyimpang dari pokok bahasan. Untuk itu dapat diketengahkan beberapa teori

yang berkaitan dengan kajian permasalahan dalam penelitian ini, sehingga dapat

dipakai sebagai analisis dalam menjelaskan dan menganalisis permasalahan

penulisan penelitian ini. Untuk memfokuskan penelitian maka penulis membatasi

ruang lingkup dari penelitian ini. Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam

penelitian ini adalah :

1. Pada permasalahan pertama akan dibatasi ruang lingkup penelitiannya

mengenai bagaimana pelaksanaan dan upaya dalam penegakan

hukum, maka penelitian ini akan meneliti dan membahas mengenai

bagaimana upaya dalam penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa

Rokok di Kabupaten Badung.

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

8

2. Pada permasalahan kedua akan dibatasi ruang lingkup penelitiannya

mengenai hambatan pemerintah dalam rangka penegakan hukumnya,

maka penelitian ini akan meneliti dan membahas mengenai bagaimana

kendala serta hambatan pemerintah dalam penegakan hukum terhadap

Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung.

1.4 Orisinalitas

Penelitian ini merupakan karya asli penulis sehingga dapat di

pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Untuk memperlihatkan

orisinalitas dari skripsi ini maka dapat dibandingkan perbedaannya dengan

penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini penulis menjabarkan tentang penegakan

hukum terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung dengan obyek

penelitiannya adalah upaya penegakan hukum terhadap Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan

kendala maupun hambatan pemerintah dalam penegakan hukum terhadap

Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung. Adapun penelitian yang memiliki

kemiripan dengan penelitian ini adalah:

1. Ida Bagus Nyoman Sanjaya Diputra, Fakultas Hukum Universitas

Udayana, 2013. Mengangkat sebuah penelitian yang berjudul

“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN

MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA DENPASAR”. Dengan

rumusan masalah pertama yaitu bagaimana penegakan hukum

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

9

terhadap pelanggaran mengenai perdagangan minuman beralkohol di

Kota Denpasar?. Rumusan masalah yang kedua yaitu apakah kendala

dalam penegakan hukum dari peraturan mengenai perdagangan

minuman beralkohol di Kota Denpasar?. Perbedaan penelitian antara

penelitian yang ditulis oleh Ida Bagus Nyoman Sanjaya Diputra

dengan yang ditulis oleh I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra

terletak pada obyek kajian penelitian dan lokasi penelitian. Obyek

kajian penelitian yang ditulis oleh Ida Bagus Nyoman Sanjaya Diputra

terletak pada perdagangan minuman beralkohol dan Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009

Tentang Perdagangan, Penjualan, Pengawasan Dan Pengendalian

Minuman Beralkohol yang objek penelitiannya dilakukan di Kota

denpasar. Sedangkan obyek kajian yang ditulis oleh I Gusti Ngurah

Surya Adhi Kencana Putra terletak pada Kawasan Tanpa Rokok dan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok yang objek penelitiannya dilakukan di

Kabupaten Badung.

2. Made Agus Ghana Kartika Murti, Fakultas Hukum Universitas

Udayana, 2010. Mengangkat sebuah penelitian yang berjudul

“PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR

NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 15 TAHUN

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

10

1993 TENTANG KEBERSIHAN DAN KETERTIBAN UMUM DI

KOTA DENPASAR”. Dengan rumusan masalah pertama yaitu

bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3

Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Denpasar

Nomor 15 Tahun 1993 Tentang Kebersihan Dan Ketertiban Umum di

Kota Denpasar?. Rumusan masalah yang kedua faktor-faktor apakah

yang mempengaruhi pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar

Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota

Denpasar Nomor 15 Tahun 1993 Tentang Kebersihan Dan Ketertiban

Umum di Kota Denpasar?. Perbedaan penelitian antara penelitian

yang ditulis oleh Made Agus Ghana Kartika Murti dengan yang ditulis

oleh I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra terletak pada obyek

kajian penelitian dan lokasi penelitian. Obyek kajian penelitian yang

ditulis oleh Made Agus Ghana Kartika Murti terletak pada Peraturan

Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 15 Tahun 1993 Tentang

Kebersihan Dan Ketertiban Umum yang objek penelitiannya

dilakukan di Kota denpasar. Sedangkan obyek kajian yang ditulis oleh

I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra terletak pada Kawasan

Tanpa Rokok dan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8

Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok yang objek penelitiannya

dilakukan di Kabupaten Badung

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

11

1.5 Tujuan Penulisan

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian dengan dua permasalahan diatas, adalah bertujuan

untuk mengembangkan ilmu hukum atau menambah khasanah pengetahuan

dibidang Hukum Administrasi Negara khususnya di bidang Hukum Pemerintahan

Daerah yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa Rokok

di Kabupaten Badung yang sesuai dengan kaidah atau norma-norma hukum yang

berlandaskan asas otonomi daerah serta standar menurut prinsip demokrasi.

1.5.2 Tujuan Khusus

Sehubungan dengan tujuan umum maka adapun tujuan khusus yang ingin

dicapai lebih lanjut dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pelaksanaan serta

upaya penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa Rokok di

Kabupaten Badung.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai hambatan pemerintah

dalam penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa Rokok di

Kabupaten Badung.

1.6 Manfaat Penilisan

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan melalui penelitian ini terhadap kedua

permasalahan diatas yakni untuk dapat merumuskan pemikiran-pemikiran bersifat

teoritis dalam rangka menganalisis penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

12

Rokok di Kabupaten Badung telah sesuai dengan kaidah atau norma-norma

hukum yang berlandasakan otonomi daerah dan standar menurut prinsip-prinsip

demokrasi serta dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

pengembangan ilmu hukum umumnya maupun hukum pemerintahan daerah

khususnya.

1.6.2 Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi maupun

masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

Badung selaku pemangku kepentingan, maupun masyarakat luas yang

berkepentingan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun

2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokokyang dapat penulis uraikan sebagi berikut :

1. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan pemahaman mengenai bagaimana penegakan hukum

terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung serta sebagai

syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih maupun masukan serta pengetahuan akan adanya

kesenjangan antara pelaksanaan dilapangan dengan hukum tertulis

pada Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013

Tentang Kawasan Tanpa Rokok didalam pelaksanaan dalam

mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung.

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

13

3. Bagi masyarakat dan praktisi hukum hasil penelitian ini akan

memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam

mengenai bagaimana penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa

Rokok di Kabupaten Badung dan bagaimana upaya maupun kendala

serta hambatan pemerintah dalam penegakan hukum terkait Kawasan

Tanpa Rokok.

1.7 Landasan Teoritis

1.7.1 Teori Negara Hukum

Negara hukum untuk pertama dikemukakan oleh Plato kemudian

selanjutnya dikembangkan kemudian dipertegas kembali oleh Aristoteles. Plato

dalam bukunya yang berjudul Politea, diuraikan betapa penguasa di masa Plato

hidup (429 SM - 346 SM) sangatlah tirani, haus dan gila akan kekuasaan serta

sewenang-wenang serta sama sekali tidak peduli terhadap kepentingan rakyatnya.

Secara embrio gagasan negara hukum telah dikemukaan oleh plato, ketika ia

mengintroduksi Nomoi, sementara dalam dua tulisan pertamanya, Politeia dan

Politikos belum muncul istilah dari negara hukum.9

Plato dengan gamblang menyampaikan pesan moral, agar penguasa dapat

berbuat adil, menjunjung tinggi nilai kesusilaan dan nilai kebijaksanaan serta

senantiasa memperhatikan kepentingan dan nasib rakyat yang dipimpinnya. Pada

buku kedua yang berjudul Politicos, Plato memaparkan suatu konsep agar suatu

negara dikelola dan dijalankan atas dasar hukum (rule of the game) demi warga

9 Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h.2

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

14

negara yang bersangkutan. Sedangkan dalam buku ketiga dari Plato yang berjudul

Nomoi, Plato lebih menekankan konsepnya pada para penyelenggara negara serta

penguasa agar senantiasa diatur dan dibatasi kewenangannya dengan hukum agar

tidak bertindak sewenang-wenang serta sekehendak hatinya.10

Gagasan tentang

negara hukum ini semakin tegas ketika didukung oleh muridnya Aristotels.11

Negara hukum adalah negara ataupun pemerintah yang didasarkan atas

hukum. Negara menempatkan hukum sebagai dasar dari sebuah kekuasaan negara

dan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dilakukan di bawah kekuasaan

hukum. Kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang sama di hadapan

hukum12

. Aristoteles dengan karya bukunya Politica, mengemukakan gagasannya,

bahwa suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah/ dikelolah atas dasar

suatu konstitusi sehingga di dalam negara tersebut hukumlah yang berdaulat13

.

Perkembangannya kemudian mulai, abad ke-19, dikenal konsep negara hukum

yakni suatu konsep negara yang kemudian diidentifikasi sebagai konsep negara

hukum Eropa Kontinental (rechtsstaat) dan konsep negara hukum Anglo Saxon

(rule of law).

Konsep-konsep tersebut muncul tidak terlepas dari adanya beberapa bentuk

sistem hukum di dunia. Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa “di dunia ini tidak

dijumpai satu sistem hukum saja, akan tetapi terdapat lebih dari satu bentuk

sistem hukum”. Adapun yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu sistem

10

Madjid H. Abdullah, 2007, Penataan Hukum Organisasi Perangkat Daerah Dalam

Konteks Otonomi Daerah Berdasarkan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Disertasi,

PPs Universitas Hasanuddin, Makassar, h. 29

11

Ridwan HR, Loc.Cit 12

Agus Salim Andi Gadjong, Loc.Cit 13

Ibid, h.30

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

15

hukum yang minimal memiliki substansi, struktur, dan kultur hukum didalam

sistemnya. Adanya perbedaan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan pula

munculnya perbedaan dalam pemakaian sistem hukum yang dipakai setiap negara.

Berkaitan dengan hal tersebut kemudian dikenal sistem hukum Eropa Kontinental

yang merupakan sistem hukum Romawi-Jerman (civil law system) dan sistem

hukum Inggris (common law). Negara kita, Indonesia pernah menjadi koloni dan

negara bekas jajahan Belanda, maka dengan hal tersebut dengan serta merta pula

sistem hukum yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum yang

berlaku di negara Belanda yang kebetulan berada di benua Eropa yang dikenal

dengan sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law System). Negara hukum itu

sendiri menurut F.R. Bothingk adalah “De staat, waarin de wilsvrijheid van

gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” yang artinya adalah “Negara,

dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasan oleh ketentuan

hukum.14

Di Indonesia negara hukum diatar dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945

yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan

demikian menurut Ridwan HR menyebutkan “konsekuensi sebagai negara hukum,

Indoneia harus memenuhi dua persyaratan yaitu supremacy before the law yang

artinya adalah hukum diberikan kedudukan yang tinggi, berkuasa penuh dalam

suatu negara dan rakyat. Persyaratan kedua adalah equality before the law yang

artinya bahwa semua pejabat pemerintahan maupun masyarakat biasa adalah sama

14 Ridwan HR, Op.Cit, h.18

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

16

kedudukannya dimata hukum”15

. Konsep negara hukum Indonesia adalah

berlandaskan Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia sebagai landasan konstitusi Indonesia

Atas dasar tersebut bahwasannya teori negara hukum haruslah

menggambarkan bahwa suatu negara haruslah mematuhi aturan hukum maupun

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia baik itu dari aparat pemerintahan

maupun warga masyarakat biasa.sehingga adanya kepastian, keadilan dan

kemanfaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

mewujudkan suatu keadaan yang tertib hukum, aman dan harmonis. Menurut

Frans Magnis Susena mengemukakan bahwa ciri-ciri dari negara hukum tersebut

tersebut ialah sebagai berikut :

(1) Asas Legalitas

(2) Kebebasan / Kemandirian Kekuasaan Hakim

(3) Perlindungan Hak Asasi Manusia

(4) Sistem Konstitusi/Hak Dasar16

.

Berdasarkan ciri-ciri negara hukum yang dikemukakan oleh Frans Magnis

Susena, diharapkan negara harus mampu menjamin keadilan, kepastian dan

kemanfaatan hukum dengan menegakankan asas legalitas, menjamin kebebasan

ataupun kemandirian hakim, jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia

dan menegakkan konstitusi negara agar kedepannya pemerntah mampu

memberikan kesejahteraan bagi warganya.

15 C.S.T. Kansil, 2000, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,

h.88

16

Frans Magnis Suseno, 1978, Dasar – Dasar Ilmu Politik, PT. Bumi Aksara, Jakarta,

h.43

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

17

1.7.2 Teori Kewenangan

Setiap penyelenggaraan kenegaraan maupun pemerintahan harus memiliki

legitimasi berupa kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dengan demikian maka penyelenggara negara memiliki

kemampuan untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Kewenangan merupakan bagian penting dari Hukum

Pemerintahan dikarenakan pemerintah baru mampu menjalankan fungsinya

sebagai penyelenggara negara atas dasar wewenang yang diperolehnya

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), kata kewenangan memiliki dua arti yaitu hal

wewenang dan hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu. Kata

wewenang sendiri memiliki arti berupa hak dan kekuasaan untuk bertindak;

kewenangan serta arti selanjutnya berupa kekuasaan membuat keputusan,

memeritah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.17

Menurut S. Prajudi Atmosudirjo, wewenang adalah kekuasaan untuk

melakukan suatu tindakan hukum publik.18

Sedangkan menurut S.F. Marbun,

wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang

yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.19

Dari kedua

pendapat tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa wewenang

17 Balai Pustaka, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, h.1010

18

S. Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,

h. 78

19

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.154

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

18

merupakan kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Meskipun dalam pengertian tersebut

dinyatakan bahwa wewenang berkaitan dengan kekuasaan akan tetapi didalam

bidang hukum publik kedua hal tersebut tidak dapat disama artikan kedua konsep

tersebut. Kekuasaan tersebut menggambarkan hak baik untuk berbuat melakukan

tindakan hukum maupun tidak berbuat sedangkan wewenang memiliki arti berupa

suatu hak dan juga kewajiban yang diamatkan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Hak dapat berisikan kebebasan untuk melakukan ataupun

tidak melakukan perbuatan hukum tertentu sedangkan kewajiban memuat suatu

keharusan untuk melakukan ataupun tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.

Dalam kajian hukum tata negara maupun dalam hukum administrasi,

kewenangan memiliki kedudukan yang penting. Tanpa adanya kewenangan yang

dimiliki oleh Badan ataupun Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat melakukan

suatu perbuatan ataupun tindakan pemerintah. Menurut pendapat Donner, ada dua

fungsi yang berkaitan dengan kewenangan, yakni fungsi pembuatan kebijakan

(policy marking) yaitu kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat

pemerintahan atau kekuasaan yang menentukan politik negara dan fungsi

pelaksanaan kebijakan (policy exsecuting) yaitu kekuasaan yang bertugas untuk

merealisasikan politik negara yang telah ditentukan (verwezeblikking van de

taak).20

Secara teoritis, kewenangan bersumber dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi,

dan mandat.

20 Victor Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Bima Aksara,

Jakarta, h.30

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

19

Menurut H.D Van Wijk dan Willem Konijnebelt, atribusi (atributie

bevoegdheid) pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang

kepada organ pemerintahan.21

Jadi wewenang atribusi juga dapat dikatakan sebagi

wewenang asli yaitu wewenang yang diperoleh oleh pemerintah secara langsung

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian

menurut H.D Van Wijk dan Willem Konijnebelt, Delegasi adalah pelimpahan

wewenang pemerintah dari suatu organ pemerintah kepada organ pemerintah

lainnya. Karakteristik dari delegasi tersebut adalah pelimpahan kewenangan yang

berakar dari kewenangan atribusi. Selanjutnya, wewenang mandat (mandaat

bevoegdheid) adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam rutin

antara bawahan dengan atasan, kecuali secara tegas diatur oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku.22

Secara sederhana wewenang mandat dapat

diartikan sebagai pelimpahan kewenangan kepada bahawan yang bertujuan

memberikan wewenang kepada bawahannya untuk membuat keputusan ataupun

kewenangan lainnya atas nama Badan atapun Pejabat Tata Usaha Negara yang

memberikan pelimpahan wewenang tersebut.

1.7.3 Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Menurut Jimly Asshiddiqie dalam jurnal yang berjudul Penegakan

21 Sadjijno, 2008, Memahami Beberapa Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Press

Indo, Yogyakarta, h.50

22

Ibid, h.60

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

20

Hukum “Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan

oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum

oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit”23

. Dalam arti luas proses

penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan

hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau

tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang

berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti

sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai

upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan

bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan

tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu

diperkenankan untuk menggunakan daya paksa”24

.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya,

yaitu dari segi hukumnya. Menurut Jimly Asshiddiqie dalam jurnal yang berjudul

Penegakan Hukum “dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas

dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai

keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan

hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

Karena itu, penerjemahan perkataan „law enforcement‟ ke dalam bahasa Indonesia

dalam menggunakan perkataan „penegakan hukum‟ dalam arti luas dan dapat pula

23 Jimly Asshiddiqie, 2006, “Penegakan Hukum”, Journal Hukum Konstitusi, Jakarta, h.1

24 Ibid

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

21

digunakan istilah „penegakan peraturan‟ dalam arti sempit”25

. Pembedaan antara

formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang

dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan

dikembangkannya istilah „the rule of law‟ versus „the rule of just law‟ atau dalam

istilah „the rule of law and not of man‟ versus istilah „the rule by law‟ yang berarti

„the rule of man by law‟. Dalam istilah „the rule of law‟ terkandung makna

pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan

mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu,

digunakan istilah „the rule of just law‟. Dalam istilah „the rule of law and not of

man‟ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu

negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah

sebaliknya adalah „the rule by law‟ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh

orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.26

Dalam penegakan hukum terdapat faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum. Menurut Lawrance Friedman keberhasilan dalam penegakan hukum

ditentukan oleh substansi hukum, struktur hukum, dan kultur maupun budaya

hukum27

. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto faktor–faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum diantaranya adalah :

(1) Faktor Hukumnya sendiri, yang dibatasi pada undang-undang saja.

(2) Faktor Penegak hukum, yakni pihak pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

(3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

25 Ibid, h.2

26

Ibid, h.3

27

Ridwan HR, Loc.Cit

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

22

(4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

ataupun ditetapkan.

(5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasar pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, oleh karena merupakan esensi

dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan

hukum.28

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, Metode adalah proses, prinsip – prinsip dan

tata cara memecahkan suatu permasalahan, sedangkan penelitian adalah

pemeriksaan secara hati – hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala ilmiah

untuk menambah pengetahuan manusia. Maka metode penelitian dapat diartikan

sebagai proses prinsip – prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang

dihadapi dalam melakukan suatu penelitian29

.

Dengan menggunakan metode seseorang diharapkan mampu untuk

menemukan dan menganalisa masalah tertentu sehingga dapat mengungkapkan

suatu kebenaran ilmiah, karena metode memberikan pedoman tentang cara

bagaimana seseorang ilmuwan mempelajari, memahami dan menganalisa suatu

permasalahan yang sedang dihadapi. Metodologi Penelitian merupakan suatu

28 Soerjono Soekanto, 2011, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I) h.8 29

Soerjono Soekanto, 1994. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II) h. 13

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

23

pengkajian dari peraturan – peraturan terhadap pelaksanaannya dilapangan yang

terdapat dalam metodologi penelitian. Dengan demikian penelitian akan berjalan

dengan baik dan lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan, karena “suatu

metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk memahami obyek yang

menjadi sasaran ilmu pengetahuan yang bersangkutan”.30

Inti Metodelogi dalam penelitian hukum adalah menguraikan tentang tata

cara bagaimana suatu penelitian hukum harus dilakukan. Dengan demikian

penelitian yang dilakukan adalah untuk memperoleh data yang teruji kebenaran

secara ilmiah. Jadi Jenis penelitian yang dipakai peneliti dalam penelitian ini

adalah penelitian hukum empiris, dimana pada awalnya yang akan diteliti yaitu

data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan

kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau

masyarakat.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap Kawasan Tanpa

Rokok di Kabupaten Badung, dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan

perundang – undangan ( The Statute Approach) dan pendekatan fakta (The Fact

Approach). Pendekatan perundang – undangan disini adalah ingin menganalisis

norma – norma hukum yang didalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10

Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, serta Peraturan Daerah Kabupaten

Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok sedangkan untuk

30

Ibid, h.14

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

24

pendekatan fakta, disini penulis ingin meneliti fakta – fakta hukum yang terjadi

dilapangan didalaman dalam Peraturan Daerah ini

1.8.3 Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian yang akan yang akan dilakukan adalah penelitian

deskriptif, yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan tentang

keadaan dan gejala-gejala lainnya dengan cara mengumpulkan data-data ilmiah,

menyususun, mengklasifikasi, menganalisa, dan menginterprestasikan masalah31

.

Penelitian Deskriptif pada penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, keadaan, gejala, ataupun

kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk

menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya.

Dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk mendeskripsikan atau

meggambarkan tentang pelaksanaan dan penegakan hukum dari Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, serta

menggambarkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan peraturan daerah

tersebut serta solusi atas permasalahan yang timbul.

1.8.4 Data dan Sumber

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum

terarah pada penelitian data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah mengkaitkan kondisi sosial dengan masalah – masalah

31

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Diponogoro Press,

Semarang, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III) h.10

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

25

hukum yang terjadi di masyarakat. Sedangkan data sekunder berupa bahan hukum

dan dokumen – dokumen hukum termasuk kasus – kasus hukum yang menjadi

pijakan dasar peneliti dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan

penelitiannya. Jadi Dalam penelitian hukum empiris ini peneliti akan digunakan

dua data dan sumber dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

i. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber

utama dilapangan maupun narasumber yang berhubungan dengan obyek

penelitian. Data primer ini akan diperoleh dari observasi atau hasil

pengamatan langsung ke lapangan maupun melalui keterangan dan

penjelasan dari pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan

sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah semua pihak yang

dapat memberikan keterangan secara langsung mengenai segala hal yang

berkaitan dengan obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

sumber data primer adalah observasi dan pengamatan langsung ke Kawasan

Tanpa Rokok di Kabupaten Badung serta wawancara dengan pihak-pihak

yang mengetahui dan terkait dengan penegakan hukum Kawasan Tanpa

Rokok di Kabupaten Badung yaitu Sekretaris Daerah Kabupaten Badung,

Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Badung .

ii. Data Sekunder

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

26

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung

dari narasumber yaitu bisa berasal dari dokumen, bahan pustaka, hasil-hasil

penelitan dan sebagainya terutama yang berkaitan dengan penelitian. Yang

akan menjadi sumber data dalam data sekunder adalah data-data yang

diperoleh melalui studi pustaka, baik berupa peraturan perundang-undangan,

buku-buku, hasil-hasil penelitian, dan lain-lain yang mendukung sumber

data primer dan berkaitan dengan obyek penelitian yaitu penegakan hukum

terhadap Kawasan Tanpa Rokok di Kabupaten Badung. Data Sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini yang berasal dari bahan hukum primer

adalah: Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan; Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintah Daerah; Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 8

Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok; Peraturan Bupati Nomor 71

Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok dan peraturan

perundangan-undangan yang berkaitan dengan Kawasan Tanpa Rokok.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

a) Teknik Kepustakaan

Salah satu cara pengumpulan data dengan melakukan studi

dokumen, berupa mempelajari buku-buku literatur, peraturan

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

27

perundang-undangan, karya ilmiah serta dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek

kajian. Studi literature atau dokumen akan bermanfaat membangun

kerangka berfikir dari pembahasan penelitian ini. Peneliti dalam

penelitian ini, merupakan instrument utama, artinya peneliti sendiri

yang terjun langsung ke tempat penelitian, selaku tangan pertama dan

tidak digunakan tenaga peneliti lainya. Selain hal tersebut, digunakan

pula instrument bantu lainya sesuai dengan teknik pengumpulan data

sebagaimana disebut di atas.

b) Teknik Wawancara (interview)

Wawancara (interview) adalah teknik percakapan dengan maksud

tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban

atas pertanyaan tersebut.32

Teknik wawancara yang dipilih adalah dalam

bentuk wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara

terstruktur adalah wawancara dimana peneliti menetapkan sendiri masalah

dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan. Wawancara tak

terstruktur adalah wawancara dimana peneliti mengajukan pertanyaan

secara lebih bebas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya guna mendukung data yang diperlukan.33

32

Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya,

Bandung. h. 135 33

S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Rekasarasin Press,

Yogyakarta, h. 72

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

28

Adapun instrumen bantu yang digunakan berupa pedoman wawancara, tipe

recorder atau alat perekam suara smartphone, blangko hasil wawancara, serta

blangko dokumentasi dan sebagainya. Dipilihnya berbagai Jenis instrumen

penelitian di atas didasarkan pada alasan bahwa bentuk data atau informasi yang

diteliti tidak dapat ditentukan lebih dahulu dan selalu berkembang sepanjang

penelitian dilangsungkan oelh peneliti.34

1.8.6 Teknik Penentuan Sample Penelitian

Teknik penentuan sample penelitian berkaitan dengan bagaimana memilih

informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang

terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada ataupun karakteristik elemen-

elemen yang tercakup dalam fokus maupun topik permasalahan penelitian.35

Informan sasaran dalam penelitian ini dipilih dengan cara purpose sampling atau

criterian based selection.36

Pengertian metode purpose sampling itu sendiri adalah

pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang

mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan purposive sampling

maka cenderung memilih narasumber yang dianggap tahu dan dapat dipercaya

untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui secara mendalam.37

34

Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Yayasan

Asih Asah Asuh, Malang, h.158 35

Ibid, h. 56 36

H.B Sutopo, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, DasarTeori dan Praktek, Pusat

Penelitian UNS, Surakarta, h. 22 37

Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta h. 89

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Pada era globalisasi dan modernisasi yang semakin berkembang seperti saat ini, masyarakat seharusnya sudah menyadari

29

Berdasarkan kepada fokus kajian yang dilaksanakan dalam penelitian ini, maka

informan yang dikaji adalah:

(1) Biro Hukum dan HAM Sekretaris Daerah Kabupaten Badung

(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung

(3) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung

Informan penelitian sebagaimana tersebut di atas bukan hal yang limitatif,

dalam hal ini berarti informasi yang akan diperoleh peneliti akan semakin luas,

penentuan informan sasaran dalam penelitian ini harus diperhatikan dan

dipertimbangkan dengan baik dan teliti. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat

mewakili seluruh informan dan dapat memberikan data yang relevan, yang

mempunyai hubungan atau korelasi dengan judul peneliti.

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu menguraikan data

secara bermutu, dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang

tindih dan efektif, kemudian dilakukan pembahasan. Analisis kualitatif ditujukan

pada data yang bersifat kualitatif, dengan cara menjabarkan dan

menginterpretasikan data yang berdasarkan pada teori hukum, doktrin hukum dan

norma-norma hukum.