BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 Latar Belakang
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Judul Tugas Akhir
Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang.
1.2 Bidang Ilmu
Teknik Sipil (Struktur Gedung).
1.3 Latar Belakang
Salah satu mata kuliah wajib yang harus diselesaikan mahasiswa sebagai salah satu
syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana Program Strata 1 Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang adalah Tugas Akhir dengan bobot 4
SKS. Tugas Akhir ini merupakan tindak lanjut dari Kerja Praktek yang telah selesai
dilaksanakan.
Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan mahasiswa dapat merencanakan suatu
konstruksi gedung sesuai dengan keahlian yang telah didapat selama mengikuti
perkuliahan. Tugas Akhir yang telah dipilih oleh penyusun yaitu dengan judul
“PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG LIMA LANTAI PASAR JOHAR KOTA
SEMARANG“.
Perkembangan globalisasi, laju kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan perubahan
sistem nilai telah membawa perubahan. Perubahan terhadap pola kehidupan dan kebutuhan
masyarakat. Untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat muncul berbagai
fasilitas perbelanjaan. Pasar sebagai salah satu fasilitas perbelanjaan selama ini sudah
menyatu dan memiliki tempat penting dalam kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat,
pasar bukan sekedar tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar juga wadah interaksi
sosial dan representasi nilai-nilai tradisional.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai
dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung. Bangunan biasanya terdiri dari
kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu
pengelola pasar.
Pasar tradisional merupakan ciri pada negara berkembang. Tingkat pendapatan dan
perekonomian masyarakat kurang begitu tinggi. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih
suka berbelanja ke pasar tradisional.
2
Pasar Johar Semarang merupakan pasar tradisional, bangunan area pasar yang sangat
luas menjadikan pasar tersebut bukan hanya sekedar pasar tradisional biasa. Kawasan
Perdagangan Johar merupakan area pusat jual-beli di Kota Semarang yang terkenal dengan
kelengkapan komoditinya dan menjadi salah satu pusat destinasi belanja masyarakat
Semarang.
Kawasan ini terletak pada pusat Kota Semarang, kecamatan Semarang Tengah,
kelurahan Kauman. Terletak pada Bagian Wilayah Kota I Kota Semarang, Kawasan
Perdagangan Johar memiliki dominansi aktivitas komersial/perdagangan dengan beberapa
guna lahan permukiman.
Berada pada pusat kota, di antara Tugu Muda, Simpang Lima, serta dekat dengan Kota
Lama Semarang, menjadikan kawasan ini potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.
Dalam Studi Perencanaan Teknis Pengembangan Kota Lama Semarang (1999), kawasan
ini termasuk dalam salah satu zona pengembangan Kota Lama Semarang. Kota Lama
Semarang sendiri sudah lebih dahulu dijadikan kawasan pariwisata, budaya, dan komersial
oleh pemerintah Kota Semarang.
Masjid Besar Kauman (1890) dan bangunan Pasar Johar (1936) adalah dua buah
bangunan cagar budaya yang terdapat pada kawasan ini. Menurut beberapa sumber, Pasar
Johar merupakan pasar terbesar dan termodern di Asia Tenggara sekitar tahun 1930-an.
Hingga era 1980-an, pasar ini berkembang menjadi sentra perdagangan di Jawa Tengah.
Sebagai pasar sentral Jawa Tengah dan sempat menjadi pasar terindah dan termegah di
Asia Tenggara, menjadikan kawasan ini memiliki peran penting dalam perkembangan kota
Semarang secara keseluruhan. Pada tanggal pada 10 Mei, 2015 terjadi kebakaran hebat
di pasar johar Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di
dalamnya.
Oleh karena itu diperlukan perencanaan pembangunan kembali pasar johar semarang
agar aktifitas jual beli para pedagang tradisional bisa berjalan lagi dengan memperhatikan
segi kenyamanan, kelengkapan fasilitas dan pemenuhan standar sebuah bangunan pasar
serta penggabungan arsitektur modern dan tradisional sesuai dengan karakteristik kota
Semarang.
Dalam laporan ini penyusun menguraikan tentang sedikit struktur bawah dan struktur
atas. Tetapi penyusun tetap mendapat intisari bangunan, seperti konstruksi struktur beton
dan pondasi.
3
1.4 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi dalam Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar
Johar Kota Semarang adalah bagaimana merencanakan suatu gedung yang dapat
digunakan untuk memenuhi sarana jual beli bagi warga Kota Semarang, dan untuk
memenuhi sarana kebutuhan dari segi kenyamanan, kelengkapan fasilitas dan pemenuhan
standar sebuah pasar serta penggabungan arsitektur modern dan tradisional sesuai dengan
karakteristik kota Semarang. Mengingat kondisi tersebut maka proyek ini direncanakan
dengan mempertimbangkan aspek arsitektural, fungsional, kestabilan struktur ekonomi dan
kemudahan pelaksanaan, kemampuan struktur mengakomodasi sistem gedung serta aspek
lingkungan sekitar proyek.
1.5 Batasan Masalah
Perencanaan gedung dalam Laporan Tugas Akhir ini, pembahasannya dibatasi pada
struktur utama saja dengan tidak mengabaikan pembahasan lain yang menunjang. Jadi
selain permasalahan struktur utama, pembahasan dibuat secukupnya. Perencanaan ini
mencakup pembahasan dari tahap pra-desain, perencanaan, konstruksi (analisa dan
perhitungan struktur), operasional sampai tahap pembiayaan proyek hingga siap
ditenderkan.
1.6 Maksud, Tujuan dan Manfaat Perencanaan
Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang ini
dimaksudkan sebagai upaya pemenuhan sarana jual beli di Kota Semarang, setelah adanya
insiden pada tanggal pada 10 Mei 2015, terjadi kebakaran hebat di Pasar Johar
Semarang sehingga menghanguskan kios para pedagang yang berada di dalamnya. Selain
hal tersebut diatas perencanaan gedung dimaksudkan sebagai sarana dan prasarana dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat Semarang dalam bidang pemenuhan kebutuhan pokok
dan kebutuhan sehari- hari. Pembangunan Pasar Johar Kota Semarang ini diharapkan
dapat meningkatkan perekonomian para pedagang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
untuk jangka waktu yang akan datang. Tujuan dari Perencanaan Struktur Gedung Lima
Lantai Pasar Johar di Kota Semarang ini adalah:
1. Untuk membangun kembali pasar johar setelah adanya insiden pada tanggal pada 10
Mei 2015, terjadi kebakaran hebat di Pasar Johar Semarang sehingga menghanguskan
kios para pedagang yang berada di dalamnya.
2. Merupakan tempat menjual hasil produksi yang dihasilkan masyarakat.
4
3. Menjadi tampat pemenuhan kebutuhan masyarakat secara langsung.
4. Menjadi tempat transaksi jual beli barang atau jasa.
5. Membantu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
6. Membantu meningkatkan pendapatan masyarakat.
7. Membantu meningkatkan pendapatan daerah.
1.7 Ruang Lingkup Pekerjaan
Perencanaan ini mencakup pembahasan dari tahap pra-desain, perencanaan,
konstruksi, serta perhitungan RAB struktur. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini
permasalahan dibatasi pada segi teknik sipil saja, yaitu berupa perencanaan strukturnya,
baik struktur atas maupun struktur bawah. Segi-segi lain yang kiranya menyangkut
perencanaan suatu gedung secara keseluruhan hanya akan dibahas secara umum dan garis
besar saja.
Pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule),
serta Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) juga menjadi bagian dalam penyusunan
laporan Tugas Akhir ini.
1.8 Lokasi Perencanaan Proyek
Lokasi Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar, Jl. K.H. Agus Salim,
Kauman, Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah 50188.
Sumber : Google Maps 2017
Gambar 1.1 Lokasi Perencanaan Proyek (Tampak Atas)
5
1.9 Sistematika Penyusunan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut :
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai Judul Tugas Akhir, Bidang Ilmu, Latar
Belakang, Perumusan dan Batasan Masalah, Maksud, Tujuan dan Manfaat
Perencanaan, Lokasi Perencanaan Proyek, serta Sistematika Penyusunan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini dikemukakan kajian-kajian teori berdasar studi pustaka,
diantaranya mencakup Tinjauan Umum, Aspek-aspek Perencanaan dan
Perancangan Analisa Pembebanan Struktur yang merupakan landasan teori yang
digunakan, sehingga dapat dijadikan dasar teoritis untuk analisis selanjutnya.
BAB III Metodologi
Pada bab ini dijelaskan mengenai pendekatan metode yang digunakan
dalam analisis studi, dan metodologi yang digunakan dalam mengerjakan tugas
akhir. Metodologi yang digunakan meliputi pengumpulan data, metode analisis dan
perumusan masalah.
BAB IV Perhitungan Struktur
Pada bab ini menguraikan tentang perhitungan struktur atas meliputi:
struktur atap, struktur pelat, balok dan kolom dengan perhitungan gempa serta
struktur bawah yaitu pondasi.
BAB V Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Berisikan tentang rencana anggaran biaya yang harus dikeluarkan, volume
pekerjaan dan rencana langkah kerja sesuai jadwal yang telah ditentukan.
BAB VI Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
Bab ini menguraikan tentang Syarat-syarat Umum, Syarat-syarat
Administrasi dan Syarat-syarat Teknis.
BAB VII Penutup
Pada bab ini berisi Simpulan dan Saran yang bisa diberikan dari hasil
Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan
penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur atau
elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh untuk
menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.
Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat lima lantai yang
difungsikan sebagai pasar tradisional. Perencanaan struktur bangunan gedung harus
memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :
1. Struktur Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat,
kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur
layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi,
keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
2. Pembebanan pada bangunan gedung
Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-
beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban
sementara dan beban khusus.
3. Struktur atas bangunan gedung
Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang
berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1729-2002, masing-masing
merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara
Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.
4. Struktur bawah bangunan gedung
Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika
tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan
7
dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan
parameter tanah yang lain.
2.2 Landasan Dalam Perencanaan
Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan
ketentuan yang berlaku di Negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini
proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional
Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai.
Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman, antara lain :
1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI03-2847-2002.
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002.
3. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1726-
2002.
4. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).
2.3 Mutu Bahan
Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc’
= 30 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 400
MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkang serta menggunakan
kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 400 Mpa.
2.4 Konsep Perencanaan Struktur
Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan struktur, yang
meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis struktur yang
digunakan.
2.4.1 Desain terhadap Beban Lateral
Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting karena gaya
lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal struktur. Mekanisme
dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku
untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.
Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban gempa
dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan ini dilakukan
8
untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan
gaya gempa.
2.4.2 Analisis Struktur terhadap Gempa
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur atas adalah
bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah sedangkan Struktur bawah adalah
bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari
struktur basement, atau struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2002) :
a. Persyaratan dasar.
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur
bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam pasal ini.
Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal
yang lengkap , yang mampu memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas di spasi
energi yang cukup.
b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.
Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan bagian sistem
penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan yang cukup untuk menahan
geser ,gaya aksial dan momen yang ditentukan sesuai dengan tata cara ini.
c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.
Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan kekuatan yang
memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya dan titik pembebanan
hingga titik akhir penumpuan.
d. Sambungan ke tumpuan
Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja paralel
terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok, girder langsung
keelemen tumpuannya atau ke plat yang di desain bekerja sebagai diafragma.
e. Desain pondasi
Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi
pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya
, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipas
energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan
kriteria pondasi.
9
Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak
beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak
beraturan berdasarkan konfigurasi horizontal dan vertikal bangunan gedung.
2.4.2.1 Perecanaan Struktur Gedung Beraturan
Struktur gedung beraturan dapat direncakan terhadap pembebanan gempa nominal
akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah tersebut.
Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung
beraturan ditampilkan sebagai beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang
menagkap pada pusat masa lantai-lantai bertingkat.
1. Gempa Rencana dan Gempa Nominal
Gempa Rencana adalah gempa yang peluang atau resiko terjadinya dalam periode
umur rencana bangunan 50 tahun adalah 10% (Rn = 10%) atau gempa yang
periode ulangnya adalah 500 tahun (Tr = 500 tahun).
Besar nya gempa nominal yang digunakan untuk perencanaan struktur ditentukan
oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya gempa rencana, oleh tingkat daktilitas yang
dimiliki struktur. Besarnya beban gempa horizontal (V) yang bekerja pada
struktur bangunan, ditentukan menurut persamaan :
V = 𝐶 𝑥 𝐼
𝑅 𝑥 𝑊𝑡
Dimana :
I = faktor keutamaan struktur
C = nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektrum gempa
rencana untuk waktu getar alami fundamental T.
Wt = berat total gedung termasuk beban bidup yang sesuai.
Harga dari faktor respon gempa C dapat ditentukan dari diagram spektrum respon
gempa rencana dalam SNI 03-1726-2002 pasal 4.7 Standar perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung (2002).
5. Pembatasan Waktu Getar
T adalah waktu getar dari struktur bangunan pada arah X (Tx) dan arah Y (Ty).
Perencanaan awal , waktu atau periode getar dari bangunan gedung dihitung
dengan menggunakan rumus empiris :
10
Tx = Ty = 0,06 x 𝐻0,75
Beban geser dari nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang
menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
Fi = 𝑊𝑖 𝑥 𝑍𝑖
∑ (𝑊𝑖 𝑥 𝑍𝑖)𝑛𝑖=1
𝑥 𝑉
Dimana :
Wi = berat lantai tingkat ke-I, termasuk beban hidup yang sesusai.
Zi = ketinggian lantai tingakt ke-I diukur dari taraf penjepitan lateral
n = nomor lantai tingkat paling atas
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam
arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus
dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat
paling atas , sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur
bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah
masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai
berikut :
T1 = 6,3 x √∑ 𝑊𝑖 𝑥 𝑑2𝑛
𝑖=1
𝑔 ∑ 𝐹𝑖 𝑥 𝑑𝑖𝑛𝑖=1
Dimana :
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-I dinyatakan dalam mm,
g = percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9,81 mm/dt².
Apabila waktu getar fundamental T1 struktur bangunan gedung untuk penentuan
faktor respon gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus empiris atau didapat
dari analisis vibrasi bebas tiga dimensi nilainya tidak boleh menyimpang lebih
dari 20% dari nilai yang dihitung menurut persamaan diatas.
6. Jenis Tanah Dasar
Untuk menentukan harga C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah lokasi
struktur bangunan itu berdiri. Jenis tanah ditetapkan sebagai keras, sedang, dan
tanah lunak apabia untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas
dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam SNI 03-1726-2002 , pasal 4.6
11
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
(2002). Jenis tanah ditentukan berdasarkan nilai kuat geser nilai rata-rata.
Perhitungan kuat geser nilai rata-rata dirumuskan :
𝑆𝑢̅̅̅̅ = ∑ 𝑡𝑖𝑚
𝑖=1
∑ 𝑡𝑖/𝑆𝑢𝑖𝑚𝑖=1
7. Rasio perbandingan antara tnggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam
arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka nilai 0,1 V harus
dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang meangkap pada pusat massa
lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
2.4.2.2 Perecanaan Struktur Gedung Tak Beraturan
Perencanaan struktur gedung tidak beraturan dianalisis dengan analisis dinamik.
Untuk analisis terhadap beban gempa dinamik, lantai-lantai dari bangunan dianggap
sebagai diafragma kaku. Dengan model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan
pada titik berat lantai (model massa terpusat / lumped mass model).
Nilai akhir respon dinamik terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh
gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai
respons ragam yang pertama. Bila respon dinamik struktur gedung dinyatakan dalam gaya
geser nominal V, maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan menurut persamaan berikut :
V ≥ 0,8 𝑉1
Dimana 𝑉1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama
terhadap pengaruh gempa rencana menurut persamaan :
𝑉1 = 𝐶1 𝐼
𝑅𝑊𝑡
Dimana C1 adalah nilai faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respons
gempa rencana, I adalah faktor keutamaan dan R adalah faktor reduksi gempa
representatif dari struktur gedung yang bersangkutan , sedangkan W1 adalah berat
total gedung termasuk beban hidup yang sesuai.
12
2.5 Perencanaan Struktur Bangunan
2.5.1 Pembebanan
Pemisahan antara beban statis dan dinamis merupakan hal yang mendasar dalam
tahap analisa pembebanan untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep pemisahan ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan hubunganya dengan kombinasi
pembebanan (load combination) untuk analisa tahap selanjutnya.
2.5.1.1 Beban Statis
Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur.
Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan-lahan timbul
serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian,
jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan
sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat
dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban
statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban
statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus
adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.
1. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunanyang bersifat
tetap.Beban mati pada strutukr bangunan ditentukan olehberat jenis bahan bangunan.
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung
tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat material
konstruksi dan beban mati akibatkomponen gedung.
Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan
Bahan Bangunan Berat
Baja
Batu Alam
Batu Belah,batu bulat,batu gunung (berat tumpuk)
Batu Pecah
7850 kg/m3
2600 kg/m3
1500 kg/m3
700 kg/m3
Bahan Bangunan
Besi tuang 7250 kg/m3
13
Beton
Beton bertulang
Kayu kelas 1
Kerikil,koral (kerng udara sampai lembap,tanpa diayak)
Pasangan bata merah
Pasangan batu belah,batu bulat,batu gunung
Pasangan batu cetak
Pasangan batu karang
Pasir (kering udara sampai lembap)
Pasir (jenuh air)
Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembap)
Tanah,lempung dan lanau (kering udara sampai lembap)
Tanah,lempung dan lanau (basah)
Tanah hitam
2200 kg/m3
2400 kg/m3
1000 kg/m3
1650 kg/m3
1700 kg/m3
2200 kg/m3
2200 kg/m3
1450 kg/m3
1600 kg/m3
1800 kg/m3
1850 kg/m3
1700 kg/m3
2000 kg/m3
11400 kg/m3
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung
Komponen Gedung Berat
Adukan ,per cm tebal :
Dari semen
Dari kapur ,semen merah atau tras
Aspal ,termasuk bahan – bahan mineral tambahan ,per cm tebal
Dinding pasangan Bata merah :
Satu batu
Setengah batu
Dinding pasangan batako :
Berlubang :
Tebal dinding 20 cm (HB20)
Tebal dinding 10 cm (HB10)
Tanpa lubang :
Tebal dinding 15 cm
Tebal dinding 20 cm
21 kg/m2
17 kg/m2
14 kg/m2
450 kg/m2
250 kg/m2
200 kg/m2
120 kg/m2
300 kg/m2
200 kg/m2
14
Langit-langit dan dindin (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa
penggantung langit-langit atau paku),terdiri dari :
Semen asbes,dengan tebal maksimum 4 mm
Komponen Gedung
11 kg/m2
Kaca,dengan tebal 3-4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit
dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban maksimum 200
kg/m2
Penggantung langit-langit (dari kayu),dengan bentang
maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2
bidan
atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2
bidang
atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng
Penutup lantai dari ubin semen Portland,eraso dan beton,tanpa
aduan per cm tebal
Semen asbes glombang (tebal 5 mm )
10 kg/m2
40 kg/m2
7 kg/m2
50 kg/m2
40 kg/m2
10 kg/m2
24 kg/m2
11 kg/m2
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
2. Beban Hidup
Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel. Didalam beban hidup
tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang
bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100
kg/m. Barang-barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri.
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No Material Berat Keterangan
1. Atap / bagiannya dapat dicapai
orang, termasuk kanopi 100 kg/m
2 atap dak
2.
Atap / bagiannya tidak dapat
dicapai orang (diambil min.) :
15
- beban hujan (40-0,8) kg/m2
α = sudut atap, min.
20 kg/m2, tak perlu
ditinjau bila α> 50o
- beban terpusat 100 kg
3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
Tabel 2.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung
No. Material Berat Keterangan
1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2
kecuali yang disebut
no.2
2.
- Lantai & tangga rumah tinggal
sederhana
- Gudang-gudang selain untuk
toko, pabrik, bengkel
125 kg/m2
3.
- Sekolah, ruang kuliah
250 kg/m2
- Kantor
- Toko, toserba
- Restoran
- Hotel, asrama
- Rumah Sakit
4. Ruang olahraga 400 kg/m2
5. Ruang dansa 500 kg/m2
6. Lantai dan balkon dalam dari
ruang pertemuan 400 kg/m
2
masjid, gereja, ruang
pagelaran/rapat,
bioskop dengan
tempat duduk tetap
7. Panggung penonton 500 kg/m2
tempat duduk tidak
tetap / penonton yang
berdiri
8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3
9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7
10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7
11. - Pabrik, bengkel, gudang
400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku
- Ruang alat dan mesin
16
12.
Gedung parkir bertingkat :
- Lantai bawah 800 kg/m2
- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
Untuk Reduksi bebandapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu
koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien
reduksi beban hidup untuk perencanaanportal adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5 Koefisien Reduksi
Pengunaan Gedung
Koefisien reduksi beban hidup
Untuk perencanaan
balok induk dan
portal
Untuk
peninjauan
gempa
a. Perumahan : rumah tinggal, asrama,
dan hotel
b. Gedung pendidikan : sekolah dan
ruang kuliah
c. Tempat pertemuan umum, tempat
ibadah, bioskop Restoran, ruang
dansa, ruang pergelaran
d. Gedung Perkantoran : Kantor dan
Bank = 0,60
e. Gedung Perdagangan dan Ruang
Penyimpanan
Toko, toserba, pasar, gudang, ruang
arsip, perpustakaan = 0,80
f. Tempat Kendaraan : Garasi dan
Gedung Parkir = 0,90
g. Bangunan Industri : Pabrik dan
Bengkel = 1,
0,75
0,90
0,90
0,60
0,80
0,90
1,00
030
0,50
0,50
0,30
0,80
0,50
0,90
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987
17
Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem
tangki atap atau roof tank.Pada sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki
bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian
dipompakan kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai
tertinggi bangunan.
Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakanuntuk mengisi tangki
air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompaakan berhenti bekerja jika air dalam
tangki sudah penuh dan selanjutnya air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)
Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
mengenai volume tangki penyimpanan air yang perlu disediakan dalam suatu
bangunan.Kebutuhan air dapat dihitung berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per
unit (orang, tempat tidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihat
pada tabel 2.6.
18
Tabel 2.6 Kebutuhan Air per Hari
No Penggunaan
Gedung
Pemakaian
Air Satuan
1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari
2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari
4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari
6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
7 SMU/SMK dan
Lebih tinggi 80 Liter/siswa/hari
8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan
pegawai/hari
9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
10 Toserba, Toko
Pengecer 5 Liter/m²
11 Restoran 15 Liter/Kursi
12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari
13 Hotel Melati/
Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari
14 Gd. Pertunjukan,
bioskop 10 Liter/Kursi
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi
16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan
pergi
17 Peribadatan 5 Liter/orang
(belum dengan air wudhu)
Sumber ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000
² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992
3. Beban Angin
Beban angin (wind load) adalah bila struktur merintangi aliran angin, energi kinetik
angin dikonversikan ke dalam energi potensial tekanan, yang menyebabkan terjadinya
suatu pembebanan angin. Efek angin pada struktur bergantung pada kerapatan dan
kecepatan udara, sudut datang angin, bentuk dan kekakuan struktur dan kekesaran
permukaannya. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan
Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif
(angin tekan) dan tekanan negatif (angin hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-
19
bidang yang ditinjau. Untuk atap pelana biasa harus memenuhi koefisien dalam tabel
berikut :
Tabel 2.7 Koefisien angin untuk atap pelana
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung. 1987
2.5.1.2 Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada
umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik
besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban
dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban
gempa dan beban angin.
1. Beban Gempa
Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau
pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault
zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal
karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50
km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana
total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi.
Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan
maksimum total dari sistem isolasi.
Pada saat bangunan bergetar akibat adanya gempa, timbul gaya-gaya pada struktur
bangunan karena adanya kecendurungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya
dari gerakan, gaya yang timbul ini disebut Inersia. Besar gaya-gaya tersebut bergantung
pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor lain adalah bagaimana massa
20
tersebut terdistribusi, kekakuan stuktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme
redaman pada bangunan dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri.
Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 2.2.Gaya Inersia Akibat Getaran Tanah Pada Benda Kaku
Gaya geser horisontal akibat gempa sepanjang tinggi gedung pada perencanaan.
Dengan mempertimbangkan tinggi gedung kurang dari 40 m, maka perhitungan struktur
menggunakan metode analisis statis.
Meskipun konsep di atas pada awalnya telah membentuk dasar-dasar untuk desain
terhadap gempa bumi, model di atas hanya merupakan penyederhanaan. Apabila
fleksibilitas aktual yang di miliki struktur diperhitungkan maka diperlukan model yang
rumit untuk memprediksikan gaya-gaya eksak yang timbul di dalam struktur sebagai akibat
dari percepatan.Suatu aspek penting yang utama dalam meninjau perilaku struktur fleksibel
yang mengalami percepatan tanah adalah periode alami getar.
a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu strukturtergantung pada lokasi
dimana struktur bangunan tersebut akan di bangun seperti terlihat pada Gambar Peta
Wilayah Gempa berikut.
(W)
(F1)
21
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
Gambar 2.3 Peta Wilayah Gempa Indonesia
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dariDiagram Spektrum Gempa
Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar
alami fundamental.
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
Gambar 2.4 Spektrum Respons
22
Tabel 2.8.Spektrum Respons Gempa Rencana
b.
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
b. Faktor Keutamaan Gedung (I)
Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu
ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk
menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan
struktur gedung akibat gempa akan di perpanjang dengan pemakaian suatu faktor
keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 x I2
Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung,
sedangkan I2 adalah faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung tersebut.Faktor-
faktor keutamaan I1, I2dan I ditetapkan menurut Tabel 2.10.
Wilayah
Gempa
Tanah Keras
Tc = 0,5 det.
Tanah Sedang
Tc = 0,6 det.
Tanah Lunak
Tc = 1,0 det.
Am Ar Am Ar Am Ar
1
2
3
4
5
6
0,10
0,30
0,45
0,60
0,70
0,83
0,05
0,15
0,23
0,30
0,35
0,42
0
0,38
0,55
0,70
0,83
0,90
0,08
0,23
0,33
0,42
0,50
0,54
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
23
Tabel 2.9 Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan
Kategori gedung Factor keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk
penghunian,perniagaan dan perkantoran
1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah
sakit,instalasi air bersih,pembangkit tenaga
listrik,pusat penyelamatan dalam keadaan
darurat,fasilitas radio dan televisi
1,4
1,0
1,4
Gedung untuk menyimpan bahan
berbahayaseperti gas,produksi mnyak
bumi,asam,bahan beracun
1,6 1,0 1,6
Cerobong tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
c. Daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur
gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan
δm dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :
1,0 ≤ μ =δm
δy ≤ μ
m
Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan
gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas
maksimum yang dapatdikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang
bersangkutan.
24
Tabel 2.10 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
d. Pembatasan Waktu Getar
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur
fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan sebagai berikut :
T < ξ n
25
dimana :
T = waktu getar stuktur fundamental
n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas (tabel 2.10)
Tabel 2.11.Koefisien Pembatas
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
e. Jenis Tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis
perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan
menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah permukaan tanah dari
kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil
mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada
di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan
dasar yaitu :
a) Standard penetrasi test (N)
b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)
c) Kekuatan geser tanah (Su)
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila
untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel
2.13.
26
Tabel 2.12. Jenis-Jenis Tanah
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002.
Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) :
N̅ =∑ 𝑡𝑖
mi=1
∑ ti/mi=1 Ni
dimana :
ti = Tebal lapisan tanah ke-i
Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i
m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar
2.5.2 Perencanaan Beban
Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari
beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana. Menurut
Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua
kombinasi pembebanan yang perlu di tinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan
tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap di anggap
beban bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi
pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup. Sedangkan
kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi
pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.
Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup,
dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, tujuannya agar
struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai
kombinasi pembebanan.
27
Pada “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung” SNI03-
2847-2002 disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U) yang harus diperhitungkan pada
perancangan struktur bangunangedung yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain
:
1. Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama
dengan :
U = 1,4 D
Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup L,dan juga
beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)
2. Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil sebagai :
U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)
atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R)
dimana:
D = Beban Mati L = Beban Hidup
R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin
I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa
Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban tersebut
yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan 0,9 merupakan faktor
reduksi beban.
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung perlu
dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi pembebanan yaitu
pembebanan tetap dan pembebanan sementara.
Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur
portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan
beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.
2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)
Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi
kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat
pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan
28
yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan
yang digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu elemen
struktur sesuai SNI 03-2847-2002
2.6 Perilaku Material dan Elemen Struktur
2.6.1 Beton
Kuat tekan beton biasanya di dapat dari pengujian tekan benda uji berbentuk
silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.4 menunjukkan bentuk
parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) - regangan (e) untuk benda uji beton
berbentuk silinder. Modulus Young atau modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil
sebesar4730 f 'c MPa, dimana f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan
beton pada tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk
penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai tulangan melintang
yang terpasang.
Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e beton
sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan
2.6.2 Baja
Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja yang
didapatdari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.5 Untuk keperluan desain
biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah diidealisasikan dengan bentuk garis
bilinear seperti pada Gambar b. Nilai modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es)
besarnya dapat diambil sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan
material beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail. Selain itu
baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat jelas batas antara sifat
elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh bahan.
29
Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc) – regangan () baja tertarik : (a) Diagram fc- baja
sebenarnya. (b) Diagram fc- baja yang diidealisasikan
2.6.3 Perilaku Struktur Baja
Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur bangunan tahan
gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai rasio yang tinggi antara kekuatan
terhadap beratnya. Struktur baja juga masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul
beban setelah terjadi gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada
struktur baja adalah :
a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang besar
antaralebar dan tebalnya.
b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan batangatau
akibat gaya tekan yang besar.
c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak kompak
d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban vertikal yang
besar.
2.6.4 Perilaku Struktur Pasangan Batu bata
Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering digunakan sebagai
struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20. Saat ini pasangan batu bata hanya
30
digunakan sebagai dinding penyekat, sedangkan struktur utamanya digantikan oleh
material lain, seperti baton bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya
yang ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata masih banyak
digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah rawan gempa.
Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata kurang baik
digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :
a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan yang rendah
untukmemikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik / siklik.
b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia juga akan
besar.
c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang
pendek,sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.
d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.
2.7 Rencana Struktur
2.7.1 Struktur Atas (Super Struktur)
2.7.1.1 Perencanaan Struktur Atap
Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las
dan baut mutu BJ 37.
Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan beban
angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap, sedangkan beban hidup
terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin ditinjau dari kanan-kiri, yakni
tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan analisis tak
tentu menggunakan program SAP2000.
1. Gording
Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan.
a. Mendimensi gording
31
Sumber : dokomunetasi pribadi
Gambar 2.7 Gording
Pembebanan:
Beban mati (D)
D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa)
Beban hidup (L) = p
Tekanan angin (w)
b. Momen yang terjadi akibat pembebanan
akibat muatan mati
akibat muatan hidup
akibat muatan angin hidup
- angin tekan
- angin hisap
c. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002)
Mu ≤ . Mn
0,04α 0,028
1Mx lw
04,0 8
1My 2 lw
2 sin α 8
1 My l q
2 cos α 4
1 Mx l p
32
Keterangan :
Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.
: Faktor Reduksi kekuatan.
Mn : Kekuatan Momen Nominal.
d. Kontrol lendutan (f) yang terjadi
keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan
Mx : momen terhadap sumbu x-x
My : momen terhadap sumbu y-y
σx : tegangan arah sumbu x-x
σy : tegangan arah sumbu y-y
fx : lendutan arah sumbu x-x
fy : lendutan arah sumbu y-y
q : beban merata
l : bentang gording
E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm
2)
I : momen Inersia profil
wx : momen tahanan arah sumbu x-x
wy : momen tahanan arah sumbu y-y
2. Batang kuda-kuda
Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut
dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya yang bekerja,
kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Angka kelangsingan konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.
- Angka kelangsingan konstruksi sekunder tidak lebih dari 200.
- Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana :
Lk : panjang tekuk (m)
i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)
lffff
lplqf
lplqf
5001ijin yx
48.E.Ix
y.
384.E.Ix
y.5.y
48.E.Iy
x.
384.E.Iy
x.5.x
22
34
34
33
2.7.1.2 Perencanaan Pelat Lantai
Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok dan
atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban hidup
secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja diatasnya.
Gambar 2.8 Prinsip Desain Pelat
Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan
agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutkan/deformasi apapun yang
dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban
kerja (Pasal 11.5.1 SNI 03-2847-2002).
Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur penampang
balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan rumus:
α =EcbIb
EcpIp
sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib) dan momen inersia
pelat (Ip).
Gambar 2.9 Bagian Pelat yang Diperhitungkan untuk Balok T
Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 03-2847-2002 bahwa suatu balok meliputi juga bagian dari
pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di bawah pelat,
sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.9.
34
Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 03-2847-2002 bahwa lebar efektif sayap (Be) dari
masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal pelat, maka:
Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas:
(Ht × Be ×1
2Ht) + (Bw × Hw × (
1
2Hw + Ht)) = ((Ht × Be) + (Bw × Hw)) ∙ y
Momen inersia balok T (Ib):
Ib = (1
3× Bw × (y − Ht)3) + (
1
12× Be × Ht3) + (Be × Ht × (y −
1
2Ht)
2
)
+ (1
3× Bw × (Hw −
1
2Ht − y)
3
)
Momen inersia pelat (Ip):
Ip =1
12× Ht3 × L
Pasal 15.3.6:
α =EcbIb
EcpIp
Di mana:
α = rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok terhadap
kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh
sumbu dari panel yang bersebelahan pada tiap sisi dari balok
Ecb = modulus elastisitas balok beton
Ecp = modulus elastisitas pelat beton
Ib = momen inersia balok
Ip = momen inersia pelat
1. Rasio bentang pelat
Rasio 𝑙𝑦
𝑙𝑥> 2 (desain pelat 1 arah)
Rasio 𝑙𝑦
𝑙𝑥 = 1 𝑠 𝑑⁄ 2 (desain pelat 2 arah)
2. Menentukan tebal pelat
a. Desain 1 arah (one way slab)
1) 2 tumpuan sederhana
35
ℎ𝑚𝑖𝑛 =𝐿𝑛
20
2) Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus
ℎ𝑚𝑖𝑛 =𝐿𝑛
24
3) Tumpuan jepit 2 ujung menerus
ℎ𝑚𝑖𝑛 =𝐿𝑛
28
4) Tumpuan kantilever
ℎ𝑚𝑖𝑛 =𝐿𝑛
10
Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok)
L = bentang bersih (as balok – as balok)
b. Desain 2 arah (two way slab)
Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 03-2847-2002 hal 66 bahwa untuk:
1) αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan pasal11.5(3(2)).
2) αm lebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus
memenuhi:
h =λn (0,8 +
fy1500
)
36 + 5β (αm − 0,2)
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
3) αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:
h =λn (0,8 +
fy1500
)
36 + 9β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm.
3. Menentukan pembebanan pelat
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
LL = beban hidup diambil sesuai fungsi pelat
Ln
36
DL = beban mati
4. Menghitung Momen
Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x
Mu = Momen pada pelat
Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada pelat
Lx = Bentang pelat arah x
x = Koefisien momen
5. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu)
Mn = ρ ∙ fy ∙ b ∙ d2 ∙ (1 − 0,59ρ ∙ fy
f′c)
Mu = ∅ ∙ Mn atau
Mu = As ∙ fy(d − 0,5α)
6. Persentase rasio tulangan
ρb = (β ∙ (0,85∙f′c
fy) (
600
600+fy)) → Tulangan seimbang (balance)
ρmax = 0,75 ∙ ρb → tulangan maksimal/over
ρmin =1,4
fy → tulangan kurang
ρ =As
bd
ρ = 0,3ρb s/d 0,5ρb
ρ = tulangan direncanakan atau didesain
Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka
tebal pelat diambil maksimal.
7. Menentukan rasio tulangan
𝝆 =𝟎, 𝟖𝟓 𝒇𝒄′
𝒇𝒚 (𝟏 − √ 𝟏 − 𝟐 (
𝑹𝒏
𝟎, 𝟖𝟓 𝒇𝒄′)
ρmin < 𝜌 < ρmax → ρ < ρb (runtuh tarik/lentur)
ρmin < ρb < ρmax → ρ = ρb (runtuh tarik/lentur)
ρmin < 𝜌 < ρmax → ρ > ρmax
(runtuh tekan/geser/mendadak)
8. Menentukan luas tulangan (As)
As =Mu
∅ ∙ fy ∙ (d − a2⁄ )
→ maksimum
37
Asmin = ρmin ∙ b ∙ d
Untuk pelat satu arah maka selanjutnya dicari tulangan susut:
Assst = 0,002.b.h (fy = 300 MPa)
Assst = 0,0018.b.h (fy = 400 MPa)
9. Menentukan jarak tulangan sengkang (s)
sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As
smax = 2 h
smax = 250 mm
2.7.1.3 Perencanaan Tangga
Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat miring
sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :
2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm
keterangan :
optrede : langkah tegak
antrede : langkah datar
sudut tangga (α) = arc tan (x/y)
jumlah anterde = A
jumlahoptred = O = A + 1
Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program SAP2000
sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok sekunder.
2.7.1.4 Perencanaan Balok
Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-2002.
1. Perhitungan Balok
Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah
sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap.Beban pelat dalam
pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau
trapesium.
38
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.10. Beban Pelat dengan Sistem Amplop
a. Syarat kelangsingan balok
(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130
b. Penulangan pada balok
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.11. Penulangan Pada Balok
As : tulangan tarik (As = . b . d)
As’ : tulangan tekan
d : tinggi efektif penampang
d’ : jarak sengkang
x .pelat U . 2
1x lqq
x .pelat U . 2
1x lqq
h2
1b
terpanjang 16
1h min
l
2
pscd'φ
φ
39
dimana :
c : selimut beton
(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan
cuaca/tanah).
(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah
c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan
>16).
s : diameter tulangan sengkang
p : diameter tulangan pokok
c. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok
d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama)
d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama
dimana:
b = lebar balok (mm)
h = tinggi balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
p = tebal selimut beton (mm)
Ø = diameter tulangan (mm)
1) Rasio penulangan
(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.)
2 Syarat pembatasan penulangan
syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax
Perhitungan ρ max dan ρ min :
penulangan rasio tabelb.d
Mu2
fy
1,4min
fyx
cf
600
600
fy
'.10,85.b
b75,0max
40
3 Perhitungan momen :
𝑀1= 𝐴𝑠2 * fy * (d – d’)
𝑀1 = Mn -𝑀2
4 Perhitungan ρ1 (rasio pembesian) :
As1 = ρ * b * d
Perhitungan tulangan utama :
As = As1 + As2
Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimana ρ’ tidak boleh melebihi dari
0,5 ρb (SNI 03-1728-2002).As’max = ρ’ .b .d
5 Mencari tulangan tumpuan
- Mencari jumlah tulangan yang dipasang
6 Mencari tulangan lapangan
- Mencari jumlah tulangan
Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan luas tulangan tekan
(As’) dan luas tulangan tarik (As)
- Jumlah tulangan yang dipasang
0,5.As)(As'tekan tulangan jumlah0,5As'
Asδ
A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . .
41
As2
A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . .
41
As2
41
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.12. Pemasangan Tulangan Pokok Balok
7 Perhitungan tulangan geser (sengkang)
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.13. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser
- Gaya geser
- Tegangan geser
- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan geser
yang diijinkan (vc) vu <vc, maka perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan geser
yang diijinkan (vc) vu >vc, maka tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada
balok.
KN .u . 2
1Vu lq
MPaN/mmd . b
l .Vu u 2
2v
MPac' . 6
1 . 0,6c fv
42
- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.
- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.
- Pendimensian balok.
jikavs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu diperbesar
jikavs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar
- Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.14. Diagram Gaya Geser
keterangan :
Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya
dipikul dipikul oleh tulangan geser (sengkang).
- Penentuan tulangan geser pada balok
Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan.
Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”
Rv = (Vu – Vc) .y KN
MPac' . 3
2 . 0,6smaks fv
MPacus vvv
KNd . b . cVc v
Vc . L2
1y)L2
1( .Vu Vu
Vc
L2
1
yL2
1
Vu
Vu
y
1/2 L
Vc (KN)Vc (KN)
dipikul oleh beton
dipakai tulangan
Vu (KN)
y
Vc (KN)Rx
43
Tulangan geser:
dimana : adalah faktor reduksi kekuatan untuk perhitungan geser (= 0,6)
tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok
tulangan geser minimum :
jika Av > Avmin pada balok dipasang tulangan geser (Av).
- Jumlah tulangan geser
n meter per geser tulanganJumlah
- Perhitungan Tulangan Torsi
Cek kemampuan beton menahan torsi
jika,Tu< Tc, tidak perlu tulangan puntir
Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter
- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)
Kategori komponen struktur non-prategang:
(pengaruh puntir dapat diabaikan)
Acp=luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton mm2
Pcp =keliling luar penampang beton mm
- Menghitung Properti Penampang
2
min mmy . 3
y . b Av
f
2mmy .
Rv Av
fφ
cmn
100 s kanggeser/sengngan Jarak tula
mm y
Av
2
1 balok padameter per geser tulangan
mm y
Av balok padameter per geser tulangan
2
2
Pcp
Acp x
12
.' 2cfTc
A
Ay
Av
.
2
1
44
Keterangan:
x1 =jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu x mm
y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu y mm
Aoh =luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang
terluar mm2
Ao =0,85×Aoh=dalam satuan mm2
d =jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik mm
Ph =keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar mm
- Cek Penampang Balok
Kategori penampang solid:
(Penampang Memenuhi)
Dimana :
- Menentukan Torsi Transversal
Dimana Ø:0,85
Ө : 450(Berdasarkan SNI Beton Bertulang (13.6.3.6))
(dalam satuan mm2⁄mm untuk 1 kaki dari sengkang)
TuTn
cot..A . 2 o yv
n
f
T
s
At
45
- Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal
Syarat :
Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk menahan puntir harus
didistribusikan di sekeliling parimeter sengkang tertutup dengan spasi tidak melebihi
300mm, dengan posisi berada di dalamsengkang (SNI Beton Bertulang 2002-13.6.6.2)
2.7.1.5 Perencanaan Kolom
Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari bangunan
yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya. Pada umumnya kolom
tidak mengalami lentur secara langsung.
Gambar 2.15. Jenis Kolom Beton Bertulang
Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
a. Blok tekan pendek
b. Kolom pendek
c. Kolom panjang atau langsing
Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, kuat tekan
rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan
berikut:
Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau komponen
struktural tekan komposit.
ФPn (max) = 0,85 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]
46
1. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat.
ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]
Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang perlu diperhatikan.
Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran momen. Momen dihitung dengan
analisis rangka biasa dan dikalikan oleh faktor perbesaran momen yang berfungsi sebagai
beban tekuk kritis pada kolom. Parameter yang berpengaruh dalam perencanaan kolom
beton bertulang panjang adalah :
a. Panjang bebas (Lu) dari sebuah elementekan harus diambil sama dengan jarak bersih
antara pelat lantai, balok, atau komponen lain yang mampu memberikan tahanan
lateral dalam arah yang ditinjau. Bila terdapat kepala kolom atau perbesaran balok,
maka panjang bebasharus diukur terhadap posisi terbawah dari kepala kolomatau
perbesaran balok dalam bidang yang ditinjau.
b. Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol dalam kolom. Prosedur
perhitungan yang digunakan untuk menentukan panjang efektif dapat menggunakan
kurva alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam kolom, faktor Ψ
dihitung pada setiap ujung kolom.
Gambar 2.16. Panjang Efektif Kolom Tumpuan Jepit dan Sendi
47
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2012.
Gambar 2.17. Kurva Alinyemen untuk Portal Tak Bergoyang dan Portal Bergoyang
Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung melalui persamaan :
Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B
Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal tidak bergoyang dan
portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap rangka portal bergoyang jika nilai indeks
stabilitas (Q) > 0,05.
dimana :
Pu = Beban Vertikal
Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau
Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama
Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan
Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen yang nantinya
akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :
48
b. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut:
Ec = 𝑊𝑐1,5 0,043 √𝑓 `𝑐 (MPa)
Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700√𝑓 `𝑐untuk beban normal.
c. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang bruto terhadap sumbu pusat
dengan mengabaikan penulangan :
Tabel 2.13.Momen Inersia Elemen Struktur
Sumber : Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2012.
Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasipembebanan perlu menentukan
beban mana yang menyebabkan goyangan cukup berarti (kemungkinan beban lateral) dan
mana yang tidak. Momen ujung terfaktor yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s
dan M2s, dan keduanya harus diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang
tidak menyebabkan goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan
dari analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar. Pembesaran momen δsMs dapat
ditentukan dengan rumus berikut :
dimana:
Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau
Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan
dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:
Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung dengan
rumus :
𝑀1= 𝑀1ns + δs 𝑀1s
)( 2
ukl
EIPc
49
𝑀2 = 𝑀2ns + δs 𝑀2s
Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan beban aksial
tinggi akan berada di ujung–ujungnya, sehingga momen maksimum akan terjadi pada
suatutitik di antara ujung kolom dan akan melampaui momen ujung maksimum lebih dari
5%. Hal ini terjadi bila :
untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut:
Mc = δns (𝑀2ns + δs𝑀2s)
Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat adanya beban
gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan beban gravitasi. Portal
menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5 sehingga portal harus diperkaku.
Elemen kolom menerima beban lentur dan bebanaksial, menurut SNI 03-1728-2002 untuk
perencanaan kolom yang menerima beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien
reduksi bahan 0,65 sedangkan pembagian tulangan pada kolom (penampang segiempat)
dapat dilakukan dengan:
a. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (twofaces)
b. Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)
Pada perencanaan gedung perkantoran ini digunakan perencanaan kolom dengan
menggunakan tulangan pada empatsisi kolom (four faces).
Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal maupun torsi
pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung kebutuhan tulangan pada kolom.
Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satufaktor yang ikut membantu
komponen beton dalam mendukung beban yang diterima. Penulangan pada kolom dibagi
menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :
1. Tulangan Utama Kolom
Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakan tulangan yang ikut mendukung
beban akibat lentur (bending).Pada setiap penampang dari suatu komponen struktur
luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :
.`
35
Agcf
Pur
Lu
50
As min = √fc
2fyb d<As min =
1,4
fyb d
dimana:
As = luas tulangan utama
fc’ = tegangan nominal dari beton
fy = tegangan leleh dari baja
b = lebar penampang
d = tinggi efektif penampang
Luas tulangan utama komponen struktur tekan nonkomposi tidak boleh kurang dari
0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang Ag. Jumlah minimum batang
tulangan utama pada komponen struktur tekan dalam sengkang pengikat segiempat atau
lingkaran adalah 4 batang.
2. Tulangan Geser Kolom
Tulangan geser (shear reinforcing) merupakan tulangan yang ikut mendukung beban
akibat geser (shear). Jenis tulangan geser dapat berupa :
a. Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksialkomponen struktur
b. Jaring kawat baja las dengan kawat – kawat yang dipasang tegak lurus terhadap
sumbu aksial komponen struktur
c. Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi
Gambar 2.18. Jenis Sengkang Pengikat
51
Berdasarkan Tata cara perhitunganstruktur beton untuk bangunan gedung,
perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada :
Ø Vn ≥ Vu
Vn = Vc+ Vs
keterangan :
Vc= Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton (N)
Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N)
Vu = Gaya geser ultimate yang terjadi (N)
Vn = 𝑉𝑢
∅ , dimana Ø = 0,75
Kuat geser maksimum untuk komponen struktur (SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.2.2)
yaitu:
Vc = 0,3.√𝑓′𝑐.b.d.√1 +0,3Pu
Agr
Vs =2
3.√𝑓′𝑐.b.d.
dimana :
Vn = kuat geser nominal (N)
Ø = faktor reduksi
f’c = kuat tekan beton (MPa)
b = lebar penampang kolom (mm)
d = tinggi efektif penampang kolom (mm)
Nu = gaya aksial yang terjadi (N)
Agr = luas penampang kolom (mm2)
Jika :
(Vn – Vc) <Vs , maka penampang cukup
(Vn – Vc) ≥ Vs , maka penampang harus diperbesar
Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser
Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser
Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan tulangan geser minimum (Av)
permeter. Luas tulangan geser minimum untuk komponen struktur non prategang dihitung
dengan :
52
Av min =75√f′c .b.s
1200fy<Av =
1
3
𝑏.𝑠
𝑓𝑦
dengan demikian diambil Av terbesar, jarak sengkang dibatasi sebesar 5
2.
2.7.1.6 Perencanaan eskalator
1. Mekanisme
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemesanan :
a. Ketinggian dari lantai ke lantai (riser)
Setiap escalator dibuat berdasarkan ketinggian dari lantsi ke lantai dimana
escalator tersebut akan dipasang. Kesalahan menentukan ketinggin dari lantai
ke lantai akan mengakibatkan perbedaan permukaan escalator dan lantai
terakhir.
b. Jumlah dan kapasitas
Berdasarkan kapasitas / kemampuan yang dipilih kemudian ditentukan jumlah
dari escalator yang akan dipasang per lantai baik untuk arah naik maupun untuk
arah turun.
c. Konfigurasi pemasangan
Ada dua jenis konpigurasi :
a. Sejajar / pararel
b. Silang (crossing)
Gambar 2.19. Konfigurasi Escalator
Konfigurasi silang merupakan pilihan yang baik untuk kelancaran arus
penumpang,namum bila diinginkan penumpang untuk berkeliling terlebih dahulu
seperti halnya pada pusat perbelanjaan,departemen store maka konfigurasi sejajar
merupakan pilihan terbaik.
53
2. Prosedur pelakasanaan
Esacalator mempunyai beberapa komponen utama, yaitu sebagai berikut :
a. Traction machine termasuk motor dan brake
b. Kontroller,tombol-tombol dan traveling cables fictures
c. Rantai
- Rantai penarik (traction / chain) dan sprocket
- Rantai pembawa step
d. Govemor dan tripping switch
e. Step roller and step track
f. Handrails dan lain-lain
3. Petunjuk Menggunakan Escalator Dengan Aman
a. Jangan melangkah naik escalator dalam keadaan kaki telanjang. Sebaiknya
memakai sepatu (hindari pemakaian sepatu karet / lunak yang longgar pada
ujung jari karena dianggap berbahaya).
b. Melangkah masuk escalator harus berpegang dahulu pada handrail.Jangan
mendorong atau mendahului orang didepan anda yang sedang ragu-ragu
melangkah masuk.
c. Berdiri sebaiknya kaki ditengah-tengah step maupun handrail.
d. Tetap berpegang pada handrail.Onak kecil dibimbing orang dewasa.
e. Melangkah keluar,jangan ragu-ragu dengan langkah cukup panjang. Jangan
diinjak plat sisir pada lantai pendaratan. Begitu keluar, cepat-cepat menjauhkan
diri dari escalator. Beri jalan orang dibelakang anda.
f. Jika menggandeng barang-barang belanjaan yang besar (sampai merepotkan dan
menghalangi pandangan) sebaiknya menggunakan lift, jangan memakai
escalator.
g. Jangan memakai trolley atau kereta melalui escalator. Kecuali oleh petugas, hal
ini menjadi resiko mereka sendiri.
4. Spesifikasi eskalator yang dipakai
Data-data ini diambil dari escalator Goldstar (lampiran).
Adapun data-data tersebut adalah :
54
a. Direncanakan tinggi 4 meter.
b. Pemakaian pada pusat perbelanjaan tradisional untuk kapasitas 6000 orang/jam.
c. Dipilih tipe escalator, sebagai berikut :
- Lebar nominal : 1000 mm
- Lebar langkah : 20 mm
- Kapasitas : 6000 orang/jam.
- Kecepatan : 30 m/mnt ( 100ft/mnt )
- Sudut kemiringan : 30º
- Sumber listrik (daya) : AC 60/50 Hz, 200 – 400 V
- Motor : 3 phasa ( motor induksi )
- Sistem operasi : dengan switch / tombol tekan, dan sistem pembalik.
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.20. Escalator yang dipakai
2.7.1.7 Perencanaan Penyalur Petir Untuk Bangunan Gedung
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penyalur petir
ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan bila
bangunan tersebut tersambar petir.
Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-
indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu, sedangkan pada tabel 7 merupakan
penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel sebelumnya, dimana hasil
penjumlahan tersebut (R) merupakan indeks-indeks perkiraan bahaya akibat sambaran
petir.
jadi : R = A + B + C + D + E
55
Jelas bahwa semakin besar R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang
timbul oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan
adanya sistem penangkal petir.
Pada tabel-tabel tersebut di peroleh :
- Macam penggunaan bangunan diperoleh indeks : 2
- Konstruksi bangunan diperoleh indeks : 2
- Tinggi bangunan diperoleh indeks : 4
- Situasi bangunan diperoleh indeks : 0
- Hari guntur per tahun diperoleh indeks : 5
2.7.2 Struktur Bawah (Sub Stucture)
Untuk Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Pasar Johar Kota Semarang,
dilakukan penyelidikan tanah meliputi pekerjaan Booring, Conus Penetration Test, Sievee
Analysis dan Direct Shear Test.
2.7.2.1 Daya dukung tanah
Daya dukung (Bearing Capacity) adalah kemampuan tanah untuk mendukung
beban gedung dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadi
keruntuhan geser.
Daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity) adalah daya dukung terbesar dari
tanah, biasanya diberi simbol qult. Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan daya
dukung dibagi dengan angka keamanan (Wesley L.D. 1997. Mekanika Tanah. Badan
Penerbit PU. Jakarta), rumusnya adalah :
dimana :
qa : daya dukung yang diijinkan
qult : daya dukung terbesar dari tanah
FK : angka keamanan
Dengan menggunakan kelompok tiang pancang (pile group) sehingga digunakan
rumus Tarzaghi untuk menghitung daya dukung tanah :
FKa ultq
q
Nγ . B . γ. 0,4Nq . γ. DfNc . C . 1,3ult q
56
Tabel 2.14 Nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi
𝚽 Nc Nq N𝜸 Nc’ Nq’ N𝜸′
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,1 1153,2 51,3 65,6 87,1
Rumus Meyerhoff (bila menggunakan pengujian sondir)
qult = qc. B. (1 + D/B). 1/40
Dimana :
qult = Daya Dukung Ultimit Tanah
qC = Nilai Conus
B = Lebar Pondasi (dianggap 1 meter)
D= Kedalaman Dasar Pondasi
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung UltimitTanah (qult) , Langkah
selanjutnya menghitung dayadukung ijin tanah yaitu :
q = qult / Sf
dimana :
q = Daya Dukung ijin tanah
57
qult = Daya Dukung Tanah Ultimit
Sf = Faktor Keamanan biasanya nilainya diambil 3
Daya dukung ijin tanah dapat juga dihitung langsungdengan cara :
q = qc/40 (untuk besaran B sembarang)
Dimana :
q = Daya Dukung ijin tanah
qc = Nilai Konus
A. Menentukan daya dukung pondasi dalam
Daya dukung pondasi dalam merupakan penggabungan dua kekuatan daya dukung,
yaitu daya dukung ujung (qe) dan daya dukung lekatan (qs).
Rumus Daya Dukung ujung tiang
P = qc. A/3. + JHF. O /5
dimana :
P = Daya Dukung Tiang
qc = Nilai Konus
A = Luas Penampang Tiang
JHF = Nilai Hambatan Lekat per pias
O = Keliling Tiang
3 & 5 = Koefisien Keamanan
Rumus Daya Dukung ujung tiang metode LCPC, 1991
qe = qc. Kc. Ap
dimana :
qe = Daya Dukung ujung tiang
qc = Nilai Konus
58
Kc = Faktor Nilai Konus (lihat tabel 2.2.1)
Ap = Luas penampang ujung tiang
a. Rumus Daya Dukung Lekatan (qs)
qs = .JHp. As
dimana :
qs = Daya Dukung lekatan
JHP = Nilai Hambatan Pelekat (dari uji Sondir)
As = Selimut tiang
b. Rumus Daya Dukung Batas dan Daya Dukung Ijin
qult = qe +.qs
Dimana :
qult = Daya Dukung Tanah Ultimit
qe = Daya Dukung Ujung Tiang
qs = Daya Dukung Lekatan
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung UltimitTanah (qult) Langkah
selanjutnya menghitung dayadukung ijin tanah yaitu :
q = qult / Sf
dimana :
q = Daya Dukung ijin tanah
Sf = Faktor Keamanan biasanya nilainya diambil 3
2.7.2.2 Tegangan kontak
Tegangan kontak yang bekerja di bawah pondasi akibat beban struktur di atasnya
(upper structure) diberi nama tegangan kontak (contact pressure).
Menghitung tegangan kontak memakai persamaan sebagai berikut :
Dari persamaan (1) apabila yang bekerja adalah beban aksial saja dan tepat pada
titik beratnya maka persamaan (1) menjadi persamaan (2), yaitu :
Ix
y .My
Iy
x.Mx
A
Qσ
59
dimana :
σ :tegangan kontak (kg/cm2)
Q :beban aksial total (ton)
A :luas bidang pondasi (m2)
Mx, My : momen total sejajar respektif terhadap sumbu x dan
sumbu y (tm)
x, y : jarak dari titik berat pondasi ke titik dimana tegangan kontak
dihitung sepanjang respektif sumbu x dan sumbu y (m).
Ix, Iy :momen Inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu y(m4).
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.21.Tegangan Kontak Akibat Beban Aksial
Pengertian tegangan kontak ini akan sangat berguna terutama didalam penentuan
faktor keamanan (S.F / Safety Factor).
Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut :
Hubungan antara keduanya dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan
dimana :
kontaktegangan
dukung daya kapasitas
beban
kapasitasS.F
A
Qσ
60
- S.F = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya dukung (bearing
capacity).
- S.F > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas daya dukung.
Lapis tanah dapat menerma beban.
- S.F < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi kapasitas daya
dukung.lapis tanah tidak dapat menerima beban.
2.7.2.3 Pemindahan tiang Pancang
Pemindahan tiang pancang didasarkan pada pengangkatan :
a. Pemindahan lurus
Gambar 2.22 Pemindahan Tiang Pancang Lurus
M1 = 12⁄ × q × a
M2 = q × (L − 2a)
8
2
−qa2
2
M1 = M2
4a2 + 4a. L − L2 = 0 → L = 10
4a2 + 4a. 10 − 102 = 0
a1,2 = −b ± √b2 − 4ac
2a
a1,2 = −4L ± √16L2 − 4.4. (−L)2
2.4
a1,2 = −4L ± √32L2
8
a1,2 = −4L ± 4L√2
8
a1,2 = ½(−L ± L√2)
a1= 0,207 a2= 1,207 L
61
b. Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang
Gambar 2.23 Pengangkatan dan PemasanganTiang Pancang
a = (L2−2.a.L)
2 .(L−a)
L2 – 2aL = 2aL – 2a2
2a2 – 4aL + L2 = 0
a1,2 = −b ±√b2−4ac
2a
a1,2 = −4L ±√−16L2−4.2.L2
2.2
a1,2 = −4L ±√−16L2−8.L2
4
a1,2 = −4L ±2L√6
4
a1,2 = L(-1±½.√6)
a1 = 2,929.L
a2 = 17,071.L
c. Jadi yang berpengaruh adalah saat kondisi 2(Pengangkatan dan pemasangan tiang
pancang)
Mn =Mu
8
K =Mn
b . d . Rλ
F = 1 − √1 − 2k
ρ =F . Rλ
2400
As = ρ . b . d
62
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tinjauan Umum
Metodologi diartikan sebagai studi sistematis kualitatif atau kuantitatif
dengan berbagai metode dengan teknik analisis. Beberapa analisis ilmiah diterapkan
melalui analisis kualitatif dan dapat pula menggunakan analisis kuantitatif. Kedua
analisis tersebut digunakan untuk saling melengkapi dan saling mengkoreksi sejauh
mana ketepatan analisisnya.
3.2 Pengumpulan Data
Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini
dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) menurut jenis datanya, yaitu data primer dan
data sekunder.
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penelitian
secara langsung baik di wilayah pembangunan maupun di sekitar lokasi
pembangunan, yang nantinya dipergunakan sebagai sumber dalam perancangan
struktur. Pengamatan langsung di lapangan tersebut, meliputi:
1. Kondisi lokasi Rencana Pasar Johar Semarang.
2. Kondisi bangunan-bangunan lain yang telah ada
3. Denah
3.2.2 Data Sekunder
Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Laporan Tugas
Akhir,dimana data tersebut diperoleh dari instansi tertentu yang digunakan langsung
sebagai sumber dalam Perancangan Pembangunan Gedung Lima Lantai Pasar Johar
Semarang . Klasifikasi data yang menunjang penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah
literatur-literatur penunjang, grafik, tabel dan peta-peta yang berkaitan erat dengan
proses perancangan studi.
Secara garis besar data yang dibutuhkan dalam perancangan dan perhitungan
struktur utama gedung ini adalah:
1. Deskripsi umum bangunan
Deskripsi umum bangunan meliputi fungsi bangunan dan lokasi yang akan
didirikan. Fungsi bangunan berkaitan dengan perencanaan pembebanan
63
sedangkan lokasi bangunan adalah untuk mengetahui keadaan tanah dan lokasi
bangunan yang akan didirikan sehingga bisa direncanakan struktur bangunan
bawah yang akan dipakai.
2. Denah dan sistem struktur bangunan
Yang dimaksud sistem bangunan struktur meliputi rencana struktur yang akan
direncanakan, seperti atap, portal dan lain-lain sebagainya yang berfungsi sebagai
perhitungan perencanaan lebih lanjut. Sedangkan rencana denah tersebut di atas
merupakan studi awal yang berkaitan dengan perencanaan posisi dan kondisi
bangunan, seperti dinding, letak lift, letak tangga dan lain-lain sebagainya.
3. Wilayah gempa bangunan sekitar
Merencanakan suatu bangunan membutuhkan ketelitian dalam perhitungan
pembebanan, salah satunya pembenanan yang diakibatkan oleh gempa. Oleh
karena itu perlu diketahui wilayah gempa dari struktur yang akan dibangun.
Menurut data yang ada struktur Gedung Pasar Johar Semarang yang akan
dibangun termasuk dalam wilayah zone 2.
4. Data tanah berdasarkan penyelidikan tanah
Data tanah berfungsi untuk merencanakan struktur bangunan bawah yang akan
digunakan (pondasi). Data tanah tersebut meliputi :
a. Sondir
Untuk mengetahui kedalaman tanah keras di lokasi tersebut berdasarkan nilai
conus resistance (qc).
b. Soil test
Digunakan untuk mengetahui nilai berat jenis tanah (γ).
c. Direct shear test
Data direct shear test digunakan untuk mengetahui nilai kohesi tanah (c) dan
untuk mengetahui sudut geser tanah ().
Nilai-nilai yang diperoleh dari penyelidikan tanah tersebut di atas digunakan
untuk menghitung daya dukung pondasi yang diijinkan untuk dipikul pondasi.
3.3 Metode Analisis
Pada bagian sub bab ini diuraikan secara garis besar langkah-langkah
(metode yang digunakan) dalam perencanaan bangunan dan perancangan strukturnya.
Langkah-langkah yang dimaksud meliputi komponen bangunan non-struktural (atap),
komponen bangunan struktur utama portal dan struktur pondasi.
64
1. Langkah perencanaan dan perancangan komponen non-struktural (atap) :
a. Tentukan denah dan konfigurasi atap beserta sistem strukturnya.
b. Estimasi dimensi elemen strukturnya.
c. Tentukan beban yang bekerja pada struktur.
d. Analisis struktur bangunan atap.
e. Desain elemen struktur termasuk detail joint dan perletakan serta alat
sambungnya.
2. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan komponen struktural (pelat, balok
dan kolom) :
a. Kumpulkan data perencanaan.
b. Kumpulkan data beban.
c. Lakukan perhitungan struktur sebagai berikut :
1) Tentukan denah dan konfigurasi bangunan berikut sistem strukturnya.
2) Tentukan daktilitas struktur yang akan datang.
3) Tentukan faktor jenis struktur.
4) Tentukan batas dimensi dari komponen struktur (pelat, balok, kolom).
5) Hitung pelat lantai.
6) Rencanakan balok portal.
7) Rencanakan kolom portal.
8) Tentukan penulangan pada portal.
3. Langkah-langkah dalam perencanaan dan perancangan pondasi sub structure
(struktur bawah) :
a. Analisis dan penentuan parameter tanah.
b. Pemilihan jenis pondasi.
c. Analisis beban yang bekerja pada pondasi.
d. Estimasi dimensi pondasi.
e. Perhitungan daya dukung pondasi.
f. Desain pondasi
Langkah-langkah tersebut di atas merupakan acuan dalam menyelesaikan
analisis perhitungan. Dengan demikian diharapkan langkah-langkah tersebut dapat
terlaksana dengan runtut, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir dapat berjalan
dengan lancar.
65
3.4 Rencana Teknis Pelaksanaan Studi
Penyusunan Tugas Akhir “Perencanaan Struktur Pembangunan Gedung Lima
Lantai Pasar Johar Semarang” dibatasi dalam waktu 6 bulan. Oleh karenanya, untuk
dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya diperlukan
perencanaan kerja yang tepat.
3.4.1 Tahap Pelaksanaan Studi
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir yang akan dilakukan meliputi berbagai
tahapan, diantaranya :
1. Persiapan dan Perijinan
Sebagai langkah awal dilakukan persiapan dan perijinan yaitu persiapan dan
perijinan dalam pengajuan pembuatan Tugas Akhir menurut bidang ilmu masing-
masing (dalam hal ini adalah bidang ilmu struktur). Pada langkah ini, hal yang
perlu dilakukan adalah permohonan soal (tugas) yang diberikan pembimbing
utama.
2. Studi Literatur
Studi literatur meliputi hal-hal yang berkaitan dengan struktur/konstruksi
bangunan gedung. Struktur bangunan gedung yang dimaksud adalah struktur
utama yang tidak menutup kemungkinan untuk pembahasan lain yang menunjang.
3. Survai Lapangan
Survai dilakukan dalam rangka memperoleh data, baik data primer lapangan
maupun data sekunder.
4. Kompilasi Data
Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk
melengkapi laporan. Data tersebut adalah data masukkan yang siap dianalisis.
5. Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui apakah
perencanaan bangunan tersebut telah sesuai / layak.
6. Penyusunan Laporan
Diharapkan pada tahap ini telah sampai pada hasil analisa, sehingga dapat diambil
suatu simpulan dan dapat memberikan rekomendasi walaupun bersifat sementara.
7. Penyusunan Laporan Akhir
Tahapan ini merupakan tahap akhir dalam pelaksanaan studi, lengkap dengan
simpulan akhir dan direkomendasi.
66
MULAI
Data Gambar Arsitektur dan Data Tanah
Denah Struktur
Tafsir Dimensi
PEMBEBANAN
(Atap, Pelat, Tangga, Kolom, Balok)
Perhitungan Mekanika Struktur
Perhitungan Struktur :
Atap, Pelat, Balok, Kolom, Pondasi
Cek Kekakuan
Cek Dimensi
Struktur
SELESAI
“Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung”
(SNI 03-2847-2002)
“Pedoman Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung dan
Non Gedung”
(SNI 1726:2012)
“PedomanPerencanaan
Pembebanan untuk
RumahdanGedung 1987”
“Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung”
(SNI 03-2847-2002)
“GrafikdanPerhitunganBet
onBertulang” (SKSNI T-15-1991-03)
Referensidarilitelaturlainya
ng relevan.
YA
YA TIDAK
TIDAK
3.4.2 Bagan Alir
Dalam pembuatan laporan ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang
diinginkan dan selesai tepat pada waktunya. Secara sistematis rencana penyusunan
(bagan alir) dapat di lihat dalam Gambar 3.1,berikut ini
Gambar 3.1 Bagan Metodologi Rencana Pelaksanaan/Penyusunan Tugas Akhir
3.5. Time Schedulle Penyusunan Tugas Akhir.
Rencana waktu pelaksanaan penyusunan laporan Tugas Akhir ini diselesaikan
selama 6 Bulan terhitung sejak tanggal 16 Maret 2017 – 16 September 2017.
67
No Materi Minggu Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 Pengajaun Denah Gambar
Gedung
2 Pembuatan Proposal TA
(BAB I, BAB II, BAB III)
3 Penghitungan/Perencanaan
Struktur (BAB IV)
4 Gambar dan Detail Struktur
5 Penutupan (BAB VII)
6 Penjilidan TA