BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

120
1 BAB 1 KENYAMANAN TERMAL A. Masalah kenyamanan termal di perkotaan Indonesia Berdasarkan posisi geografisnya, Indonesia terletak pada 6°LU sampai 11°LS, dengan karakter iklim: kelembaban udara yang tinggi pada musim hujan maupun kemarau, intensitas hujan sangat tinggi (rata-rata curah hujan tahunan 1809 mm) serta perbedaan suhu udara siang dan malam hari relatif kecil yaitu sekitar 2 5 ºC, (Lippsmeier, 1980). Indonesia dikelompokkan ke dalam karakter iklim tropis panas lembab, dan secara termis (suhu) rata-rata di wilayah Indonesia umumnya dapat mencapai 35 ºC dengan tingkat kelembaban yang tinggi yaitu mencapai 85% (Lippsmeier, 1980). Kondisi suhu udara demikian yang menjadi masalah adalah bagaimana memperoleh kenyamanan termal ruang pada lingkungan yang sudah terbentuk ? Langkah paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan termal, ialah dengan melakukan pengkondisian udara secara mekanis (penggunaan AC atau kipas angin) dalam bangunan. Cara ini akan berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik) dan kurang ramah terhadap lingkungan, karena pemakaian gas freon untuk AC berakibat meningkatkan gas rumah kaca, sehingga peningkatan suhu udara ambien semakin tinggi. Solusi untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan pendekatan arsitektur. Wolfe (2010), dengan konsep Green arsitektur, juga dikenal sebagai "arsitektur ramah lingkungan", ialah teori ilmu pengetahuan dan gaya (style) bangunan yang dirancang dan dibangun

Transcript of BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

Page 1: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

1

BAB 1

KENYAMANAN TERMAL

A. Masalah kenyamanan termal di perkotaan Indonesia

Berdasarkan posisi geografisnya, Indonesia terletak pada 6°LU

sampai 11°LS, dengan karakter iklim: kelembaban udara yang tinggi

pada musim hujan maupun kemarau, intensitas hujan sangat tinggi

(rata-rata curah hujan tahunan 1809 mm) serta perbedaan suhu udara

siang dan malam hari relatif kecil yaitu sekitar 2 – 5 ºC, (Lippsmeier,

1980). Indonesia dikelompokkan ke dalam karakter iklim tropis panas

lembab, dan secara termis (suhu) rata-rata di wilayah Indonesia

umumnya dapat mencapai 35 ºC dengan tingkat kelembaban yang

tinggi yaitu mencapai 85% (Lippsmeier, 1980). Kondisi suhu udara

demikian yang menjadi masalah adalah bagaimana memperoleh

kenyamanan termal ruang pada lingkungan yang sudah terbentuk ?

Langkah paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan

termal, ialah dengan melakukan pengkondisian udara secara mekanis

(penggunaan AC atau kipas angin) dalam bangunan. Cara ini akan

berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik) dan kurang

ramah terhadap lingkungan, karena pemakaian gas freon untuk AC

berakibat meningkatkan gas rumah kaca, sehingga peningkatan suhu

udara ambien semakin tinggi.

Solusi untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan

pendekatan arsitektur. Wolfe (2010), dengan konsep Green arsitektur,

juga dikenal sebagai "arsitektur ramah lingkungan", ialah teori ilmu

pengetahuan dan gaya (style) bangunan yang dirancang dan dibangun

Page 2: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

2

sesuai dengan prinsip ramah lingkungan. Arsitektur hijau berusaha

untuk meminimalkan jumlah sumber daya yang dikonsumsi dalam

konstruksi dan operasional gedung serta digunakan mengurangi

kerugian lingkungan akibat emisi polusi. Arsitektur hijau

menghasilkan manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi (Amro, 2010).

Berdasarkan aspek lingkungan, arsitektur hijau membantu mengurangi

polusi, konservasi sumber daya alam dan mencegah degradasi

lingkungan. Aspek ekonomi; mengurangi biaya operasional gedung

yang harus dikeluarkan untuk air dan energi serta meningkatkan

produktivitas pengguna. Aspek sosial; bangunan hijau di maksudkan

untuk menjadikan cantik dan mengurangi stress minimal pada

infrastruktur lokal. Sedangkan berkelanjutan; memberikan konotasi

arsitektur hijau tidak hanya dirancang untuk kepentingan saat ini,

melainkan juga mempertimbangkan penggunaan masa depan.

Lingkungan perkotaan umumnya mempunyai tingkat populasi dan

kepadatan bangunan cenderung tinggi, serta sebagian besar

masyarakatnya mempunyai kemampuan ekonomi rendah, sehingga

sulit mendapatkan kenyamanan termal. Hal ini disebabkan karena: 1)

kemampuan ekonomi yang terbatas sehingga tidak mampu

menciptakan kenyamanan dengan pendekatan mekanis, 2) kurang

memahami pengetahuan arsitektur dan kurang mampu membangun

rumah dan lingkungan/halaman dengan menggunakan jasa arsitek; dan

3) keadaan lahan yang relatif sempit/terbatas. Alternatif yang bisa

digunakan untuk memperoleh kenyamanan termal diantaranya adalah

melalui pemanfaatan vegetasi yang ditata sedemikian rupa sehingga

dapat menurunkan suhu udara.

Page 3: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

3

Sebagian masyarakat perkotaan saat ini mulai menyukai menata

lahan pekarangannya dengan tanaman. Khususnya di kalangan

masyarakat menengah kebawah cenderung menanam tanaman

produktif, yaitu tanaman sayur atau tanaman obat, sehingga

memberikan manfaat yang luas, dari sisi ekonimi maupun lingkungann

(Zoer’aini, 2005). Taman produktif selain menciptakan keindahan juga

bermanfaat meningkatkan fungsi lingkungan, ekonomi, kesehatan dan

fungsi sosial (Pracaya, 2009).

Penggunaan vegetasi sayur (tanaman produktif) diharapkan

memberikan motivasi untuk mendapatkan nilai ekonomi, khususnya

bagi masyarakat perkotaan yang sebagian besar tingkat ekonominya

lemah. Tanaman organik diharapkan mampu mengikat CO2 secara

optimal dan mampu menurunkan suhu udara yang merupakan faktor

yang mempengaruhi kenyamanan termal. Pertanian organik sangat

strategi mengurangi CO2 atmosfer sekitar 250 kg/ha/tahun dengan

menariknya dari udara dan menyimpannya dalam tanah sebagai karbon

melalui proses fotosintesis (LaSalle, et al., 2010).

Kondisi nyaman merupakan suatu hal yang berusaha diraih oleh

manusia dalam melakukan aktivitasnya. Iklim memberikan pengaruh

yang sangat besar pada kesehatan tubuh dan mempengaruhi

kenyamanan tubuh manusia (human comfort). Manusia ketika

beraktivitas berusaha menyesuaikan dengan lingkung- an tempat

beraktivitasnya sehingga diharapkan produktivitas akan meningkat.

Beraktivitas pada lingkungan yang terlalu panas akan menyebabkan

menurunnya kemampuan fisik terlalu dini, sedangkan pada lingkungan

yang terlalu dingin dapat menyebabkan hilangnya fleksibilitas alat-alat

Page 4: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

4

motorik tubuh akibat terjadinya kekakuan pada otot-otot tubuh,

sehingga diperlukan iklim yang nyaman untuk meningkatkan

produktivitas kerja (Purnomo, 2000).

Peningkatan suhu udara permukaan di perkotaan sebagai dampak

dari pembangunan sarana dan prasarana perkotaan seperti fasilitas

gedung, jalan, pertokoan, permukiman, pabrik dan lain-lain sehingga

menyebabkan berkurangnya jumlah ruang bervegetasi di kota. Kondisi

tersebut akan selalu diikuti sarana transportasi yang semakin meningkat

sehingga menyebabkan naiknya kuantitas gas CO2 (Aprianto, 2007).

Ruang terbuka hijau yang sempit menyebabkan berkurangnya

penyerapan CO2, dan radiasi panas dari sinar matahari yang tidak

dipantulkan, melainkan langsung diserap oleh gedung-gedung, dinding,

dan atap yang akan menimbulkan terjadinya Urban Heat Island (UHI)

yaitu gejala meningkatnya suhu udara di pusat-pusat perkotaan

dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya (Hakim, 2010).

Ruang terbuka hijau diperkotaan mempunyai peran sangat penting

mengendalikan suhu udara perkotaan. Vegetasi di ruang terbuka hijau

dapat menurunkan 3 – 4 ºC suhu udara perkotaan (Istiqomah, 2010).

Skala yang lebih luas, ruang terbuka hijau menunjukkan

kemampuannya untuk mengatasi permasalahan urban heat island di

perkotaan. Upaya-upaya untuk mengatasi peningkatan suhu udara di

perkotaan telah banyak dilakukan, khusus untuk indoor dengan sistim

penghawaan alami atau pengkondisian secara pasif melalui pendekatan

arsitektur dan penyelesaian lansekap, serta sistim penghawaan buatan

atau pengkondisian aktif yaitu secara mekanik dengan pengkondisian

udara atau Air Condition.

Page 5: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

5

Ruang hijau publik di Kota-kota besar jumlahnya mengalami

penurunan. Hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan.

Mengganti peran ruang hijau publik tersebut dapat dilakukan dengan

memanfaatkan lahan tidak terbangun di kavling atau lahan pekarangan

permukiman penduduk (lahan privat) yang luasnya tidak terlalu besar

bila dilihat dari skala mikro, namun akan sangat besar luasnya bila

dilihat dari skala makro (lingkungan). Menanami lahan pekarangan,

akan menciptakan hutan kota yang berbentuk menyebar dan berstrata

banyak. Hutan kota ini sangat efektif dalam menanggulangi perubahan

suhu, terutama di daerah Tropis ( Zoer’aini, 1997).

Tanaman sayur yang ditanam di pekarangan atau pada bangunan

perlu adanya penataan khusus, sehingga memenuhi unsur

keindahan/estetika dan fungsional. Penataan taman sayur secara

vertikal menggunakan sistim loose dinding, yaitu sistim taman dengan

menggunakan media tanah yang dikemas dalam tas/polybag kemudian

dipasang secara vertikal pada dinding sangat membantu mengatasi

masalah lahan sempit di perkotaan, disamping memenuhi fungsi

estetika juga memenuhi fungsi lingkungan. Penataan taman sayur

secara horisontal, baik pada lahan maupun pada atap juga berdampak

positif bagi lingkungan dan merupakan solusi untuk mendapatkan lahan

terbuka hijau yang sangat langka di perkotaan (Anggraini, 2010).

Kajian ini menganalisis kemampuan taman sayur pada lahan dan

bangunan di perkotaan dalam upaya meningkatkan kenyamanan termal.

Kajian difokuskan pada penataan suatu taman dengan jenis tanaman

sayur organik yang ditentukan berdasarkan; kemampuan tanaman sayur

dalam menyerap CO2 dan melepas O2 keudara, umur tanaman, suhu

Page 6: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

6

tanaman serta analisis faktor meteorologi yang berhubungan dengan

penurunan suhu udara yang berpengaruh pada kenyamanan termal.

Pendekatan fisiologi kuantitatif terutama pada proses penyerapan CO2

oleh tumbuhan yang dapat menurunkan suhu udara dan berpengaruh

pada kenyamanan termal, dan melepas O2 yang berdampak pada

peningkatan kualitas udara. Daun dianggap sebagai alat penyerap

karbon dioksida dan penyerap cahaya serta didasarkan pada

kemampuan klorofil mengikat CO2 dengan bantuan cahaya

(Loveless,1995).

Karya arsitektur (bangunan) umumnya dirancang menyesuaikan

kondisi lingkungan tapak dimana karya tersebut dibangun. Iklim

setempat merupakan salah satu bagian yang menjadi pertimbangan

dalam membuat rancangan, sehingga dihasilkan karya arsitektur yang

memenuhi kaidah arsitektural, diantaranya estetika dan kenyamanan.

Hasil karya arsitektur sebagian besar merupakan karya yang maksimal

dari seorang arsitek, namun perubahan/ perkembangan lingkungan

tapak pada suatu karya arsitektur (bangunan) yang sudah terbentuk,

sering berpengaruh pada tujuan awal perancangan, diantaranya pada

sistim penyinaran/penerangan dan sistim sirkulasi udara dalam ruang,

sehingga akan berpengaruh pada kenyamanan termal ruangan (indoor).

Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan kembali kenyamanan

termal ruang pada bangunan yang sudah terbentuk ?. Rekayasa

arsitektur diperlukan untuk menciptakan kembali kenyamanan termal

pada ruangan (indoor) dengan tidak mengurangi/mengganggu estetika

bangunan. Penataan taman secara horisontal dan atau vertikal

meupakan alternatif penyelesaian masalah kenyamanan termal, karena

Page 7: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

7

penataan taman memberikan dampak pada pengurangan radiasi

matahari yang masuk dalam ruang atau yang mengenai fasad bangunan

sehingga dapat mengurangi suhu udara dalam ruang dan berpengaruh

pada kenyamanan termal (Perini, 2012). Integrasi vegetasi dalam

arsitektur meningkatkan nilai visual, estetika dan aspek sosial daerah

perkotaan serta memiliki pengaruh pada nilai ekonomis bangunan atau

lingkungan dan berpotensi meningkatkan kesehatan manusia (Dunnett,

2004). Taman produktif secara makro dapat meningkatkan ketahanan

pangan di perkotaan (Zoer’aini, 1997).

Aspek yang terkait dengan kenyamanan termal cukup banyak,

sehingga aspek kenyamanan termal yang dipergunakan dibatasi pada

aspek iklim, yaitu suhu udara, kecepatan udara, kelembaban udara dan

radiasi matahari. Aspek ini dipergunakan karena lebih dominan (selalu

berpengaruh pada kenyamanan termal) dan datanya objektif, sedangkan

tanaman sayur yang digunakan ialah tanaman sayur (daun) organik

yang ditanam pada media tanam dalam wadah polybag dengan

pertimbangan:

rata-rata umur panen sayur daun relatif pendek., serapan CO2 pada

proses fotosintesis sebagian besar terjadi pada daun, dan. penataan

taman lebih mudah dan estetis karena sayur daun umumnya

mempunyai daun yang lebih banyak.

B. Keadaan Udara di perkotaan

Kota-kota besar di Indonesia umumnya mempunyai tingkat

pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Perkembangan penduduk

Page 8: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

8

yang cepat ini berpengaruh pada berbagai aspek, antara lain aspek

ekonomi, sosial, dan fisik yang pada akhirnya akan menuntut

penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan penduduknya,

diantaranya kebutuhan akan bangunan rumah tinggal (Sardiyoko,

2010). Sebagai ilustrasi jumlah penduduk Kota Surabaya tahun 2012

mencapai 3.110.187 jiwa dengan kenaikan rata-rata pertahun 1.62 %,

sedangkan jumlah penduduk ideal Surabaya adalah 2.175.000 jiwa

(Dinas Kependudukan Kota Surabaya, 2012). Jumlah penduduk yang

melebihi kapasitas, menuntut penyediaan fasilitas permukiman

maupun sarana prasarana kota yang lain (Ihsan, 2011). Luas area kota

terbatas sedangkan pertumbuhan penduduk mengalami pertumbuhan

yang besar, akibatnya terjadi perubahan-perubahan peruntukan lahan

untuk memenuhi kebutuhan penduduk (Sardiyoko, 2010). Prediksi

pada tahun 2025, jumlah penduduk yang bermukim di perkotaan

mencapai 68%. Jumlah penduduk perkotaaan sudah mencapai 54%

pada tahun 2010 (Sardiyoko, 2010). Kondisi ini merupakan suatu isu

strategis yang terkait pembangunan permukiman dan perkotaan di

Indonesia yang berakibat pada peningkatan tingkat kepadatan bangunan

khususnya hunian di perkotaan. Kepadatan bangunan yang tinggi di

perkotaan Indonesia terkonsentrasi pada wilayah perkampungan

(Santosa, 2000).

Kampung adalah sebuah bentuk hunian kota dengan jumlah populasi

yang tinggi dan didominasi oleh bangunan dengan kepadatan hampir

mencapai 60 %. Ruang terbuka yang ada tersebar di wilayah kota

dengan akses melalui jalan yang sempit, (Heru, et al., 2007). Tingkat

populasi yang tinggi pada wilayah kota, berimbas pada tingginya

Page 9: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

9

kepadatan bangunan, sehingga mempengaruhi kualitas kehidupan

penduduknya, terutama dalam memenuhi standar kenyamanan termal

dan kualitas pergerakan udara. Sirkulasi udara yang terhambat dengan

kelembaban udara yang tinggi serta radiasi panas matahari yang tinggi

pada bangunan dapat meningkatkan suhu udara, sehingga berpengaruh

pada kenyamanan termal utamanya dalam bangunan (Heru, et al.,

2007).

1. Ruang terbuka hijau di Perkotaan

Permasalahan lingkungan hidup di perkotaan cukup banyak dan

komplek, tidak saja terjadi pada kondisi sosial, tetapi juga pada aspek

lingkungan lainnya, seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, polusi,

kemacetan dan penyediaan ruang terbuka hijau (Sardiyoko, 2010).

Radiasi panas matahari tanpa adanya ruang terbuka hijau (RTH) tidak

direfleksikan, tetapi diserap oleh sarana dan prasarana perkotaan

(fasilitas jalan dan gedung-gedung) (Heru, et al., 2007). Peningkatan

kuantitas gas CO2 akibat meningkatnya transportasi dan pembangunan

industri serta terbatasnya ruang bervegetasi menyebabkan

berkurangnya penyerapan CO2, sehingga komposisi udara menjadi

tidak seimbang, yang mengakibatkan suhu permukaan meningkat 10

s/d 20 ºC dari suhu udara ambien (Aprianto, 2007 dan Sardiyoko,

2010).

Kasus di Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) yang

dicanangkan oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20 – 30

% dari seluruh luas wilayah daratan (Ihsan, 2011). Kondisi eksisting

ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10 % (termasuk ruang

terbuka hijau pekarangan). Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi

Page 10: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

10

dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tentang Peranan Sabuk

Hijau Kota Raya tahun 1992/1993 menyebutkan bahwa luas RTH

berupa taman, jalur hijau, makam, dan lapangan olahraga adalah ±

418,39 hektar, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan RTH baru

mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau tersebut

sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan

dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000

saat itu, yaitu 10,03 m2/penduduk (Ihsan, 2011). Peraturan Daerah

Kota Surabaya No. 3 tahun 2007 yang dipublikasikan melalui Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya menyebutkan luas RTH

sebesar 20 % dari seluruh luas wilayah daratan, apabila luas wilayah

Kota Surabaya 326, 36 km2, maka seharusnya luas RTH sekitar 65,27

km2. Perkembangan RTH di Kota Surabaya sejak tahun 2001 tercatat

seluas 21,83 km2 dan tahun 2007 sudah lebih luas menjadi 26,93 km2.

Luas RTH tahun 2007 bila dibandingkan dengan ketentuan Perda No. 3

tahun 2007, masih kurang dari 10 %. Upaya peningkatan kuantitas

RTH di Kota Surabaya dilakukan melalui program Green and Clean,

yaitu mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk

penghijauan halaman rumahnya (Silaban, 2007).

Undang-undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

mengatur persyaratan kepadatan bangunan meliputi koefisien dasar

bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB). Persyaratan

angka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) untuk setiap bangunan rumah,

berfungsi untuk menata kawasan dan menjaga kelestarian lingkungan.

Secara umum ada tiga kategori KDB yang diterapkan (Akram, 2009),

antara lain: 1) KDB padat dengan angka KDB antara 60%– 100%, 2)

Page 11: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

11

KDB sedang dengan angka KDB antara 40%-60%; dan 3) KDB

renggang dengan angka KDB di bawah 40%. Kebijakan pemerintah

Daerah Surabaya yang tertuang dalam Peraturan Daerah Surabaya

Nomor 3 Tahun 2007 terkait dengan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 05/PRT/M/2008, mengatur sistim penggunaan lahan

perkotaan dengan batas maksimal lahan yang bisa dibangun (KDB)

sebesar 70 % untuk lingkungan perumahan ialah cara untuk

mempertahankan daerah terbuka hijau di Kota Surabaya.

Ruang hijau publik di Kota Surabaya jumlahnya mengalami

penurunan, hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan.

Ruang hijau publik tersebut diganti dengan memanfaatkan lahan tidak

terbangun di kavling atau lahan pekarangan permukiman penduduk

(lahan privat) yang luasnya tidak terlalu besar bila dilihat dari skala

mikro, namun akan sangat berarti luasnya bila dilihat dari skala makro

(kota). Lahan pekarangan ini apabila rata-rata ditanami maka akan

menciptakan hutan kota yang berbentuk menyebar dan berstrata

banyak. Hutan kota ini sangat efektif dalam menanggulangi perubahan

suhu, terutama di daerah Tropis ( Zoer’aini, 2005). Tanaman pada

iklim mikro perkotaan yang di tata berguna dalam mengantisipasi

pengaruh suhu radiasi matahari dan inframerah, sehingga

meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan (Herrington, 1985).

Pemanfaatan lahan privat dan atau kolektif melalui penghijauan

lahan-lahan sempit dan pada gedung-gedung dengan membuat taman

produktip akan membawa manfaat yang besar, baik dari sektor

lingkungan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Kegiatan ini akan

membutuhkan peran masyarakat dalam pelaksanaannya, namun untuk

Page 12: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

12

melaksanakan kegiatan tersebut mengalami masalah ketersediaan lahan

privat yang dimiliki masyarakat luasnya relatip kecil, bahkan kota besar

khususnya di permukiman kampung banyak yang tidak mempunyai

lahan pekarangan.

Kawasan hijau lahan pekarangan di Kota Surabaya, luasnya

mencapai 24.242.466 m2 atau hampir mencapai 242,25 ha (Ihsan,

2011). Kawasan hijau lahan pekarangan ini merupakan luas terbesar

dibandingkan luas kawasan hijau lainnya di Kota Surabaya, yang luas

seluruhnya mencapai 57.416.905 m2 atau hampir 574,17 ha (Tabel 1).

Luas kawasan hijau pekarangan mencapai 42,22 % dari seluruh luas

kawasan hijau di Kota Surabaya, namun luas kawasan hijau tersebut

masih belum memenuhi ketentuan luas yang ditargetkan oleh

Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana yang disosialisasikan dalam

Rencana Tata Ruang Kota yaitu sebesar 652, 72 hektar.

Tabel 1. Luas kawasan hijau di wilayah Kota Surabaya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

No Jenis RTH Luas (m2) Prosentase

-------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Kawasan/jalur hijau Rekreasi kota 3.207.983 5,58

2. Kawasan/jalur hijau 2.670.954 4,65

3. Kawasan/jalur hijau pekarangan 24.242.466 42,22

4. Kawasan/jalur hijau permakaman 1.518.798 2,64

5 Kawasan/jalur hijau pertamanan kota 1.868.704 3,26

6. Kawasan/jalur hijau pertanian 20.416.945 35,56

7. Kawasan/jalur konservasi 3.491.055 6,09

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Jumlah 57.416.905 100,00

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Ihsan (2011)

Page 13: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

13

Peningkatan luas RTH Kota Surabaya selama empat tahun

sebesar 304,88 ha, yaitu yang semula pada tahun 2007 luas RTH

269,29 ha (Silaban, 2007), pada tahun 2011 luas RTH menjadi 574,17

ha (Ihsan, 2011). Peningkatan luas RTH di Kota Surabaya yang cukup

besar ini masih dibawah target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota

yang tertuang dalam Perda No.3, Tahun 2007 yang menetapkan luas

RTH Kota Surabaya seluas 652,72 ha (20 % dari luas wilayah Kota

Surabaya). Luas kawasan jalur hijau pekarangan yang cukup besar

(42,22 % dari seluruh luas RTH) cukup berpotensi meningkatkan peran

RTH untuk penghijauan kota Surabaya.

2. Kualitas udara di Kota Surabaya

Hasil monitoring kualitas udara di Surabaya menunjukkan

kondisi yang membahayakan dan mencapai tingkat tidak sehat. Partikel

debu yang mencemari udara Kota Surabaya pada tahun 2002 besarnya

rata-rata 0,267 mg/m3 - 0,427 mg/m3, sedangkan standar World

Health Organization (WHO) menetapkan parameter debu maksimal

0,02 mg/m3 (Mukono,2005. Suprapto, 2002).

Perubahan kualitas udara ambien biasanya mencakup parameter

seperti gas NO2, SO2, CO, CO2, NH2, H2S, hidrokarbon atau partikel

debu. Peningkatan kadar bahan-bahan tersebut yang melebihi nilai baku

mutu udara ambien yang telah ditetapkan dapat menyebabkan

terjadinya gangguan kesehatan. Terjadinya pencemaran udara melalui

beberapa proses, diantaranya dari hasil pembakaran (combustion)

(Mukono, 2005). Buletin WHO yang dikutip Holzworth & Cormick

(1976), menentukan parameter pencemaran udara (Tabel 2).

Page 14: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

14

Tabel 2. Kriteria pencemaran udara menurut WHO, 1976

No Parameter Udara Bersih Udara Tercemar

1. Bahan Partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3

2. SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm

3. CO < 1 ppm 5 – 200 ppm

4. NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm

5. CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm

6. Hidrokarbon <1 ppm 1 – 20 ppm

Sumber: Holzworth dan Cormick, 1976 dalam (Mukono, 2005)

Gas karbondioksida (CO2) posisinya cenderung mengambang

sekitar dua meter di atas permukaan tanah dengan mendesak atmosfer

yang seharusnya ditempati oleh gas oksigen (O2), karena kepadatan gas

CO2 1,5 kali lebih besar dari gas oksigen (O2) (Suryajaya, 2011). Gas

CO2 dibutuhkan oleh makhluk hidup, pada tumbuhan untuk proses

fotosintesis, sedangkan untuk manusia kadar CO2 tidak

direkomensikan melebihi 5000 ppm (parts per million) atau 0,5 %

pada atmosfer yang komposisinya (Tabel 3) (Suryajaya, 2011).

Page 15: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

15

Tabel 3. Komposisi atmosfir.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gas-gas jumlahnya tetap Gas-gas yang jumlahnyaberubah

(Permanent gases) (Variabel gases)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gas Simbol Volume (%) Gas(dan partikel) Simbol Volume (%) ppm

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nitrogen N2 78,08 Water Vapor H2O 0 – 4 -

Oksigen O2 20,95 Karbon dioksida CO2 0,038 385

Argon Ar 0,93 Methan CH4 0,00017 1,7

Neon Ne 0,0018 Nitrous Oksida N2O 0,00003 0,3

Helium He 0,0005 Ozon O3 0,000004 0,04

Hidrogen H2 0,00006 Partikel (dust, soot,dll) 0,0000010, 01- 0,15

Xenon Xe 0,000009 Chlorofluorocarbon CFCs 0,00000002 0,0002

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Suryajaya (2011).

Gas-gas yang jumlahnya tetap (permanent gases) apabila terjadi

perubahan jumlah pada suatu daerah tidak berarti mengurangi jumlah

volume gas di atmosfer, melainkan hanya mengalami pergeseran ke

tempat yang lain. Gs-gas yang jumlahnya berubah (variable gases),

apabila terjadi perubahan jumlah pada suatu daerah maka menunjukkan

adanya pengurangan jumlah gas pada daerah tersebut tetapi tidak

berpengaruh pada daerah lain. Perubahan jumlah variable gases dapat

terjadi pada area mikro, dan perubahannya tergantung pada kondisi area

tersebut.

3. Suhu udara di Kota Surabaya

Kenaikan suhu udara ambien di Surabaya dalam kurun waktu 15

tahun terakhir tercatat rata-rata lebih dari 1,5 ºC, yaitu dari 34,5 ºC

naik menjadi 36,0 ºC, sedangkan kenaikan suhu udara tertinggi di

Page 16: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

16

dunia rata-rata hanya mencapai 0.3 ºC (Suparto, 2002). Kondisi suhu

udara ini secara umum merupakan suhu udara out door dan

berpengaruh pula pada kondisi suhu udara in door, sehingga

kenyamanan termal sulit untuk diperoleh. Kepadatan bangunan di

perkotaan menguntungkan pada pembayangan bangunan, namun

mempengaruhi sirkulasi suhu udara lingkungan yang berpengaruh

pada kenyamanan termal (Heru, et al., 2007)

Badan Meteorologi dan Geofísika (BMG) Surabaya, mencatat

kecenderungan iklim mikro di Surabaya menunjukkan kondisi iklim

yang ekstrim (melebihi kondisi iklim pada umumnya di Indonesia).

Suhu udara maksimal selama lima tahun (2001-2005) mencapai 34,4 ºC

(Tabel 4).

Tabel 4. Keadaan iklim mikro (2001-2005) dari BMG.

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okb Nop Des

T max (ºC) 34,2 34,2 34 33,3 33,1 32,7 32,5 32,4 34 36,4 36,3 34,4

T min (ºC) 22,6 22,4 23 23,5 22,1 21,3 19,8 19,6 20,7 21,3 20,9 22,7

RH max (%) 98,2 98,6 99 87,4 98,4 96 96,2 93,6 91,6 `94 97 97,8

RH min (%) 50 53,4 50,2 51 45,6 45 49,8 36,2 33,4 26,2 37,8 42,8

Hari hjn (daya) 24,4 21,4 19 6 14,6 10,2 5 22 1,4 0,8 4,6 12 17,7

Curah hjn (mm) 472,5 427 316,7 147,4 128 42,14 29,02 1,1 4,64 19,41 53,5 247,5

Lama mth (%) 63,5 48,2 66,5 76,6 84,9 90,7 2,9 95,4 98,5 82,9 64,8 65

Irradiance(Wh/m2) 5201 5033 5661 572 5666 5471 5850 6176 6771 6381 5648 5615

Kec.angin (m/det) 3,32 3,82 3,04 3,04 3,17 3,47 3,34 3,56 2,65 2,47 2,57 2,68

Arah angin Brt Brt Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Brt

Sumber: Winarto (2006).

Page 17: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

17

Keadaan iklim mikro (Tabel 4) meliputi suhu udara, jumlah hari

hujan, curah hujan (mm), lama penyinaran, kecepatan angin dan

kecenderungan arah angin, dan radiasi matahari. Temperatur menjadi

faktor penting dalam pengukuran, karena untuk menentukan

kenyamanan termal (Arismunandar, 1981).

Bulan Oktober merupakan bulan dengan suhu rata-rata terpanas,

sedangkan terdingin pada bulan Juli (Tabel 4). Suhu udara sebagai

variabel suhu outdoor sangat penting karena mempengaruhi

kenyamanan termal dalam bangunan. Lama penyinaran dan besarnya

radiasi matahari merupakan aspek penting untuk menghitung jumlah

radiasi yang masuk bangunan dan mempengaruhi suhu udara indoor.

Variabel penentu kenyamanan termal ruang adalah variabel yang secara

teoritis menentukan kenyamanan termal suatu ruang. Variabel-

variabel yang dimaksud adalah variabel yang merupakan elemen iklim

ruang dalam, yaitu suhu udara, suhu radiasi, kelembaban dan

kecepatan angin atau pergerakan udara serta polusi udara (Sugini,

2004).

Pengukuran yang dilakukan Santoso, pada bulan Maret 2010,

suhu udara rata-rata pada tempat yang berbeda (elevasi dan tingkat

kepadatan bangunan) di Kota Surabaya (Surabaya Timur, Selatan,

Barat, Utara dan Surabaya Pusat) yang dilakukan pada waktu dan hari

yang sama menunjukkan adanya perbedaan rata-rata suhu udara (Tabel

5).

Page 18: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

18

Tabel 5. Suhu udara pada beberapa daerah di Surabaya.

Wilayah Lokasi Elevasi Suhu pada jam (ºC) Suhu rata-rata

m’ dpl 07.00 13.00 18.00 (ºC)

Surabaya Timur Rungkut 3,50 28,00 35,00 30,00 30,25

Surabaya Selatan Wiyung 8,50 28,00 33,50 28,50 29,50

Surabaya Bara Dukuh Kupang 18,00 26,50 35,00 28,50 29,125

Surabaya Utara Perak 4,00 24,00 35,00 29,00 28,00

Surabaya Pusat Kedungturi 4,00 28,50 34,00 31,50 30,625

Sumber: Santoso, 2010

Hasil pengukuran suhu udara harian rata-rata terbesar di daerah

Surabaya pusat yaitu 30,625 ºC (Tabel 5), hal ini karena kurangnya

vegetasi dan kepadatan bangunan yang relatif tinggi sehingga

pergerakan udara terhambat oleh banyaknya bangunan yang

menyebabkan kecepatan udara (angin) menjadi relatif kecil. Suhu

udara harian rata-rata terendah di daerah Surabaya Utara adalah 28

ºC, hal ini disebabkan karena banyak vegetasi, kepadatan bangunan

sedang (dibawah 50 %) dan dekat pesisir sehingga pergerakan udara

tidak banyak terhalang bangunan yang menyebabkan kecepatan udara

(angin) lebih besar (sekitar 1 – 2 m/det) (Heru, et al., 2007).

4. Pengkondisian Udara

Manusia melakukan aktivitasnya agar terlaksana secara baik

memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dirasakan

nyaman. Kenyamanan termal di definisikan sebagai suatu kondisi yang

dapat dirasakan terkait tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan

termalnya (Sugini, 2004).

Page 19: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

19

4.1. Kenyamanan termal (thermal comfort)

Tingkat produktivitas dan kesehatan manusia dipengaruhi oleh

keadaan iklim setempat (Olgay, 1983). Tingkat produktivitas dapat

maksimum apabila keadaan iklim sesuai dengan kebutuhan fisiknya

Kenyamanan termal tergantung pada variabel iklim dan faktor

individu serta lokasi geografis. Beberapa penelitian terkait dengan

kenyamanan termal yang menggunakan variabel iklim, faktor individu

dan lokasi geografis (Tabel 6).

Tabel 6. Variabel kenyamanan termal dari beberapa peneliti.

Peneliti

Variabel/ Szokolay Fanger Humphreys Houghton Faktor penentu (1994) Standar Amerika dan Nicol dan Yaglou ANSI/ASHRAE 55 (ISO 7730; (1973) Standar Internasional 1994)

(ISO 7730; 1994)

IKLIM 1. Matahari (besarnya radiasi) √ √ √ √

2. Suhu udara √ √ √ √ 3. Kecepatan udara (angin) √ √ √ √ 4. Kelembaban udara √ √ √ √

FAKTOR INDIVIDU

1. Pakaian √ √ √ 2. Aktivitas √ √ √ 3. Aklimatisasi/adaptasi √ √ 4. Usia dan jenis kelamin √ 5. Tingkat kegemukan √ 6. Tingkat kesehatan √ 7. Jenis makanan/minuman √

yang dikonsumsi 8. Warna kulit (suku bangsa) √

LOKASI GEOGRAFIS √

________________________________________________________________________

Sumber: Talarosa (2005).

Page 20: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

20

Kenyamanan termal secara langsung dipengaruhi oleh variabel iklim,

sedangkan variabel individu dan lokasi tidak selalu berpengaruh pada

kenyamanan termal (Fanger, 1972) (Tabel 6). Radiasi panas, suhu

udara, kelembaban udara dan gerakan udara mempengaruhi

kenyamanan termal disebut Temperatur Efektif (TE) atau suhu netral,

(Houghton dan Yaglou, 1973 dalam Arismunandar dan Saito, 1981).

Setiap orang mempunyai tingkat kenyamanan yang berbeda

tergantung pada keadaan dan suasana tertentu (Olgay, 1983). Seseorang

sudah merasa nyaman pada kondisi tertentu, namun pada orang lain

belum merasa nyaman (Amirudin, 1972). Lembaga Penelitian Masalah

Bangunan-Pekerjaan Umum (LPMB-PU), menyebutkan batas-batas

kenyamanan termal manusia yang optimal untuk daerah katulistiwa

adalah 22,8°C TE (batas bawah), sampai 28°C TE (batas atas)

(Amirudin, 1972). Hasil penelitian CC WEBB terhadap penduduk

Singapura menyimpulkan bahwa Singapore Comfort Index (SCI) 26 ºC

adalah ukuran yang dirasakan cukup nikmat oleh 69 % dari penduduk

Singapura. Singapore Comfort Index dapat digunakan dan berlaku pula

pada negera-negara di Asia Tenggara karena persamaan kondisi

lingkungannya selama penelitian setempat belum dilakukan (Amirudin,

1972).

Kenyamanan terdiri dari kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik.

Kenyamanan psikis, yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman, tenang,

gembira, dan lain-lain) yang terukur secara subjektif (kualitatif).

Indeks PMV (Predicted Mean Vote) (Fanger, 1972), dapat digunakan

untuk analisis kenyamanan lingkungan secara psikis. Indek PMV

secara numerik dikelompokkan menjadi tujuh grade yaitu: lebih dingin

Page 21: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

21

(-3), dingin (-2), agak dingin (-1), netral (0), sedikit hangat (1), hangat

(2); dan panas (3).

Asumsi untuk kemungkinan diterima oleh 90 % responden, dari

persepsi responden terhadap kenyamanan termal yang disarankan oleh

Auliciems (1981), adalah Tn (Temperatur netral) ± 2,5 TE

(Temperatur Efektif), sedangkan untuk asumsi diterima 80 %

kenyamanan termal yang disarankan adalah Tn ± 3,5 TE. Adanya

toleransi antara 80–90 % kenyamanan termal yang dirasakan

menunjuk-kan relativitas kenyamanan pada setiap orang tidak sama

(Auliciems, 1981).

Berdasarkan ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi nyaman

dicapai ketika PMV memiliki nilai antara -1 dan +1 (Fanger, 1972).

Kenyamanan fisik dapat terukur secara objektif (kuantitatif);

diantaranya ialah kenyamanan termal. Manusia dikatakan nyaman

secara termal ketika ia dapat menerima kondisi suhu udara tanpa

merasa terganggu. Pengkondisian udara tertentu diperlukan untuk

mencapai kenyamanan termal, baik secara arsitektural maupun secara

mekanik. Kenyamanan termal di perkotaan bisa diperoleh

menggunakan sistim penghawaan buatan. Kenyamanan tergantung

pada variabel iklim (radiasi matahari, suhu udara, kelembaban dan

kecepatan udara) dan beberapa faktor lain yang tidak mengikat

(Szokolay, 1994). Variabel iklim dapat dianalisis menggunakan

diagram psikrometri (Gambar 1) dan diagram temperatur efektif

(Gambar 2) untuk menentukan Temperatur Efektif (TE).

Page 22: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

22

Gambar 1. Diagram psikrometri (Szokolay, 1994).

Garis vertikal pada diagram Psikrometri menunjukkan posisi

angka suhu udara kering (0–50 ºC), garis lengkung menunjuk posisi

angka kelembaban udara, (0–100 %), garis diagonal menunjuk posisi

angka suhu udara basah (0–50 ºC menunjuk hasil analisis diagram)

(Gambar 1). Batas kenyaman standar ASHRAE (bidang diblok)

menunjuk suhu udara antara 22,5 – 26 ºC dan kelembaban antara 20 –

60 %.

0.80 0.85 0.90

0.95

10

1

5

20

25

25

30

35

4

0

40

45

5

0 55

60

65

7

0

75

8

0 8

5

90

9

5

100

105

1

10

11

5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0.033

0.032

0.031

0.030

0.029

0.028

0.027

0.026

0.025

0.024

0.023

0.022

0.021

0.020

0.019

0.018

0.017

0.016

0.015

0.014

0.013

0.012

0.011

0.010

0.009

0.008

0.007

0.006

0.005

0.004

0.003

0.002

0.001

0.000

35 40 45 50

0

5

10

15

20

25

30

10%

20%

30%

40%

50%60

%70%80

%90%

1.0

0.9

0.8

0.7

0.60.5

0.40.3

0. 2

0.1

su

hu

ud

ara

ke

rin

g

suhu udara basah

kele

mba

ban

udar

a

ren

tan

g k

en

ya

ma

na

n

sta

nd

ar

AS

HR

AE

55

Page 23: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

23

Diagram Psikrometri dapat digunakan untuk menentukan suhu

udara basah, dengan ketentuan harus didukung data suhu udara kering

dan kelembab an udara. Penggunaan diagram dengan menentukan nilai

suhu udara (30 ºC) pada posisi garis vertikal dan menentukan nilai

kelembaban udara (60 %) pada posisi garis lengkung. Pertemuan

antara garis vertikal dan garis lengkung merupakan posisi garis

diagonal yang menunjuk pada angka suhu udara basah 24 ºC ( Gambar

1).

Garis vertikal pada diagram Temperatur Efektif (Gambar 2)

masing-masing menunjuk posisi angka suhu udara kering dan suhu

udara basah (0-45 ºC), sedang garis diagonal/lengkung menunjuk

posisi angka kecepatan udara (0-3 m/det). Diagram Temperatur Efektif

digunakan untuk menentukan Temperatur Efektif (TE) atau suhu netral

atau kenyamanan termal. Analisis dilakukan dengan minimal diketahui

tiga variabel, yaitu suhu bola kering (temperatur kering), suhu bola

basah dan kecepatan udara. Penggunaan diagram dengan menentukan

titik suhu udara kering (25 ºC) dan suhu udara basah (17 ºC) pada

posisi garis vertikal, kemudian kedua titik dihubungkan membentuk

garis yang memotong garis lengkung (pada posisi kecepatan udara 0,5

m/det), maka diperoleh temperatur Efektif 21 ºC.

Dengan temperatur yang sama apabila kecepatan udara lebih

besar akan menghasilkan TE lebih rendah (Contoh pada kecepatan

udara 3 m/det, TE = 18,5 ºC. Jadi TE akan turun 1 ºC setiap

penambahan kecepatan udara 1 m/det) (Gambar 2).

Page 24: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

24

Gambar 2: Diagram Temperatur Efektif (TE) ( Yaglou, 1923)

(Arismunandar,W.,dan Saito Heizo 1991).

Ukuran kenyamanan secara tepat sulit ditentukan, karena kombinasi

variabel yang berbeda akan menghasilkan kenyamanan yang sama.

Kombinasi kecepatan udara 0,07 – 0,12 m/det, suhu udara 20,4 ºC dan

kelambaban 70 %, adalah sama nyamannya dengan kombinasi suhu

udara 23,2 ºC kelembaban 20 % dengan kecepatan udara yang sama,

yaitu 0,07 – 0,12 m/det (Arismunandar, et al., 1991). Kenyamanan

sangat subjektif, karena seseorang pada keadaan dan suasana atau

environment tertentu sudah merasakan nyaman, tetapi dengan kondisi

yang sama orang lain belum merasa nyaman (Olgay, 1983).

Page 25: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

25

Kecepatan udara di dalam ruangan sangat rendah ( lebih kecil dari 0,1

m/menit), sehingga Temperatur Efektif (TE) dianalisis hanya

berdasarkan data temperatur dan kelembaban saja (Arismunandar, et

al., 1991). Temperatur Efektif atau kenyamanan termal dipengaruhi

oleh radiasi panas matahari, temperatur, kelembaban udara dan gerakan

udara (Houghton dan Yaglou, 1973, dalam Arismunandar dan

Saito,1981). Hal ini didukung dengan penelitian Houghton dan

Yaglou yang menghasilkan rumus untuk menghitung indeks

kenyamanan termal yang berdasarkan pada variabel-variabel :

temperatur udara, kelembaban, pergerakan/kecepatan udara dan sebuah

angka konstan. Adapun rumus yang digunakan ialah :

S = p + 0,25 ( tl + ts ) + 0,1 x – 0,1 ( 37,8 – tl ) √ v

dengan : S = angka kenyamanan,

tl = suhu udara kering (ºC),

ts = suhu udara basah (ºC),

x = kelembaban absolut (g/kg),

v = kecepat an udara (m/det) pengukuran 0,5 m

diatas lantai; dan

p = angka konstan 10,6 untuk musim panas

(Hougton dan Yaglou, 1973)

Batas-batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa menurut

Lippsmeier (1994), adalah kisaran suhu 22,5 - 29 ºC dengan

kelembaban udara 20 – 50%, dan kecepatan udara 0-1 m/det, serta

radiasi maksimal 50 W/m2 (Heru, et al., 2007). Nilai kenyamanan

tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan kombinasi antara

radiasi panas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan udara dan

penyelesaian yang dicapai menghasilkan suhu efektif (TE). Beberapa

penelitian membuktikan batas kenyamanan yang berbeda-beda

Page 26: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

26

tergantung pada lokasi geografis dan subjek manusia yang diteliti

(Tabel 7).

Tabel 7. Batas kenyamanan di beberapa daerah penelitian

berdasarkan subjek (manusia).

Peneliti Lokasi Kelompok manusia Batas kenyamanan

ASHRAE USA Selatan (30 ºLU) Peneliti 20,5 ºC–24,5 ºC TE

Rao Calcutta (22 ºLU) India 20 ºC – 24,5 ºC TE

Webb Singapura Malaysia 25 ºC – 27 ºC TE

Katulistiwa Cina

Mom Jakarta (6 ºLS) Indonesia 20 ºC – 26 ºC TE

Ellis Singapura Eropa 22 ºC – 26 ºC TE Katulistiwa

Sumber: Lippsmeier (1994).

Lembaga Penelitian Masalah Bangunan Dinas Pekerjaan Umum

menentukan suhu nyaman pada bangunan disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Standart Kenyamanan LPMB-PU.

No. Suhu netral (TE) Kelembaban (RH)

1) Sejuk 20,5ºC – 22,8 ºC 50 % Batas atas 24 ºC 80 %

2) Nyaman 22,8 ºC – 25,8 ºC 70 %

Batas atas 28 ºC

3) Hangat 25,8 ºC - 27,1 ºC 60 %

Batas atas 31 º C

Sumber: Arismunandar dan saito (1981).

Page 27: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

27

Tabel 9. Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti terkait

dengan kenyamanan termal (Santoso, 2011)

U

nsu

r p

enel

itia

n

Pen

elit

i, T

ahu

n

Wo

ng

&K

hoo

(20

03

)

Sh

.Ah

mad

&Ib

rah

im(2

00

3)

Fer

iad

i et

al,

(20

04

)

Sab

arin

ah&

Ah

mad

(200

6)

Og

bo

nn

a et

al,

(20

08

)

Ril

atu

pa,

(20

08

)

Ro

on

ak e

t al

,(2

00

9)

Su

laim

an e

t al

,(2

01

1)

Nu

gro

ho

,(2

01

1)

Iklim

Panas

lembab √ √ √ √ √ √ √ √

Panas kering √

Terapan

Dinding √ √ √

Atap

Variable

Suhu udara √ √ √ √ √ √ √ √ √

RH √ √ √ √ √ √ √ √

Radiasi √ √

Kec. Udara √ √ √ √ √ √ √

Kualitas

udara √

Kovigura

si

Tinggi √ √

Lebar √ √

Panjang √

Material

Bukaan √ √ √

Kinerja

Suhu netral √ √ √ √ √ √ √

Persepsi √ √ √ √ √ √ √

Standar √ √

Alat

Met.sederha

na √ √ √ √ √ √ √

Diagram √

Simulasi √ √

Page 28: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

28

Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal sebagian

besar menggunakan variabel iklim. Beberapa penelitian memerlukan

variabel tambahan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian,

diantaranya ialah faktor individu dan geografis (Tabel 6). Adapun

penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan kenyamanan termal

diantaranya disajikan pada Tabel 9

Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal belum

banyak yang menggunakan taman/vegetasi sayur pada atap maupun

dinding bangunan disebabkan kurangnya informasi, sehingga sulit

dijadikan indikator penurunan suhu udara di perkotaan. Vegetasi di

ruang terbuka hijau di perkotaan cenderung menurunkan suhu udara

outdoor, namun keterbatasan lahan terbuka hijau menjadi kendala

untuk melakukan penghijauan.

Penelitian Wong, (2003), dan Ahmad, (2003), tentang

kenyamanan termal atau suhu netral ruang kelas di Singapura dan

Malaysia menggunakan sistim penghawaan alami dan mekanik.

Variabel iklim meliputi suhu udara, kelembab- an relatif, dan

kecepatan/pergerakan udara, untuk mendapatkan data objektif,

sedangkan data subjektif diperoleh berdasarkan beberapa faktor

individu persepsi pengguna ruangan. Suhu netral ruang kelas

menunjukkan kisaran 28,8 ºC dan . 27,6 ºC. Kondisi ini masih diluar

zona standar kenyamanan ASHRAE 55 yang menentukan suhu netral

ruangan sebesar 26 ºC. Suhu netral ruang kelas yang mendekati standar

diupayakan dengan pergerakan udara secara mekanik yaitu

menggunakan kipas angin. Suhu netral ruang kelas di Malaysia sudah

Page 29: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

29

dapat dirima berdasarkan persepsi pengguna ruang kelas meskipun

tanpa menggunakan penghawaan mekanik (Wong, 2003).

Feriadi et al. (2004), melakukan penelitian kenyamanan termal pada

rumah tinggal berventilasi alami di Indonesia. Variabel penelitian yang

digunakan terdiri dari variabel iklim (suhu udara, kecepatan udara dan

kelembaban relatif), dan variabel personal (jenis pakaian dan persepsi

pengguna). Hasil penelitian menunjukkan suhu netral pada musim

kemarau sekitar 29,2 ºC, dan suhu netral pada musim hujan sekitar 29,8

ºC dengan kelembaban relatif masing-masing 68,9 % dan 68,2 %.

Suhu netral yang ada tidak sesuai dengan standar kenyamanan

ASHRAE. Persepsi 90 % pengguna menyatakan kenyamanan yang

dirasakan pada skala hangat dan netral. Kondisi ini terjadi karena

sistim adaptasi personal pengguna dalam menggunakan pakaian yang

berbeda pada masing-masing musim (pakaian musim kemarau dengan

0,27 clo, dan pakaian musim hujan dengan 0,34 clo). Sistim adaptasi

pengguna lebih banyak menyesuaikan dengan kondisi iklim dan lebih

sering mengganti pakaian sesuai dengan kenyamanan yang

dirasakannya.

Kenyamanan termal pada bangunan apartemen dengan ventilasi alami

di Singapura ada kaitannya dengan suhu udara, kecepatan udara dan

kelembaban relatif udara (Sabarinah dan Ahmad, 2006). Suhu netral

dalam apartemen sekitar 26,1 ºC dengan kelembaban relatif antara 50 –

54 %. Suhu netral dan kelembaban udara yang relatif kecil disebabkan

pengaruh kecepatan udara yang cukup (diatas 1 m/det) terutama pada

ruang-ruang di lantai atas. Suhu netral ini lebih mendekati zona standar

kenyamanan termal yang ditetapkan ASHRAE 55, yaitu 20,5 – 24,5 ºC.

Page 30: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

30

Kenyamanan termal pada beberapa ruang sekolah dengan ventilasi

alami di Jos – Nigeria yang beriklim panas kering dipengaruhi oleh

suhu udara, kecepatan udara, dan kelembaban udara (Ogbanna, et al.,

2008). Suhu netral ruang sekolah berkisar antatra 21,96 ºC sampai

29,98 ºC, dan suhu netral rata-rata sekitar 26,27 ºC, dengan

kelembaban relatif 72,1 %, sedangkan kecepatan udara antara 0,02

m/det sampai dengan 1,44 m/det, kecepatan udara rata-rata 0,07

m/det di semua lokasi. Sesuai dengan standar kenyamanan ASHRAE

55 semua data yang dicapai tidak masuk pada Zona kenyamanan

standar ASHRAE.

Ruang kelas dengan pendingin udara dan ruang kantor ventilasi alami

pada suatu gedung sekolah di Jakarta menunjukkan suhu netral yang

bervariasi (Rilatupa, 2008). Ruang kelas yang menggunakan pendingin

udara dan posisi ruang tidak terkena radiasi matahari langsung

mempunyai suhu netral 25,4 ºC – 26,5 ºC dan kelembaban antara 53 %

– 63,5 %. Ruang kelas yang terkena radiasi sinar matahari langsung

mempunyai suhu netral 27,8 ºC dan kelembab-an 77,5 %. Ruang

kantor/sekertariat yang menggunakan ventilasi alami mempunyai suhu

netral 28 ºC dan kelembaban 72,5 %. Ruang dengan pendingin udara

yang diprogram secara sama dapat menghasilkan suhu netral yang

berbeda karena pengaruh radiasi sinar matahari yang masuk ruang.

Ruang yang menggunakan ventilasi alami mempunyai suhu netraln

yang tidak memenuhi standar kenyamanan (kurang nyaman).

Daghigh et al. (2009), melakukan penelitian pada ruang kantor dengan

ventilasi alami di Malaysia melalui konfigurasi pengaturan pembukaan

dengan kombinasi pengaturan bukaan (sebanyak 14 kondisi

Page 31: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

31

pengaturan). Suhu netral ruang kantor berkisar antara 25,2 ºC – 27,5 ºC

pada semua kondisi ventilasi terbuka. Ruang kantor memiliki kondisi

termal yang tidak berada dalam zona kenyamanan ASHRAE 55 (24,5

ºC) dan pedoman yang diberikan oleh Pedoman Energi Efisien

Malaysia yang menetapkan kenyamanan termal pada 26 ºC. Suhu

netral ruang kantor masih dapat diterima oleh penghuni kantor

berdasarkan persepsi kenyamanan yang dirasakannya meskipun tidak

memenuhi stándar kenyamanan ASHRAE 55; namun diperlukan

sirkulasi udara yang lebih memadai.

Faktor iklim sangat berpengaruh pada kenyamanan termal dan

penghuni-nya (Sulaiman, et al., 2011). Penelitian yang dilakukannya

pada bangunan asrama mahasiswa di Malaysia menunjukkan suhu

minimum diluar ruang asrama mencapai 27,6 ºC terjadi pada jam 12.00

(malam), sedangkan suhu maksimum 38 ºC, terjadi sekitar jam 3.00

(sore), sehingga terjadi perbedaan sebesar 10,4 ºC. Suhu di luar

ruangan pada siang hari rata-rata berada di luar zona kenyamanan

(ASHRAE standar). Suhu dalam ruangan 33,6 °C di siang hari dan

suhu di luar ruangan mencapai 36,5 °C. Suhu dalam ruangan terendah

jam 11.00 (malam) yaitu 27,5 °C dan kelembaban relatif antara 50,5 %

- 79,7 %. Perbedaan suhu outdoor dan indoor maksimum adalah 4,4

°C, dan suhu dalam ruangan berada di luar zona kenyamanan. Suhu

udara pada pagi hari dan malam hari mendekati zona kenyamanan

(ASHRAE standar). Pengguna bangunan asrama dapat menerima suhu

yang ada, hal ini menunjuk- kan bahwa pengguna asrama sanggup

beradaptasi pada kondisi indoor melalui berbagai modifikasi pakaian,

menggunakan fan dan membuka pintu.

Page 32: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

32

Rumah deret berventilasi alami di Malaysia dengan konfigurasi

luas ruang dan bukaan dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan udara,

kelembaban udara dan radiasi matahari (Nugraho, 2011). Suhu udara

terendah diluar ruangan mencapai 24,7 ºC terjadi pada jam 23.00 dan

suhu tertinggi 31,67 ºC terjadi antara jam 11.00 – 12.00. Suhu rata-rata

sekitar 26,9 ºC dengan kelembaban relatif antara 65,6 % - 97,4 % dan

suhu netral 28,2 ºC. Suhu udara di dalam ruang lebih tinggi 2 ºC – 3 ºC

dari suhu udara luar ruangan dan mencapai 30 ºC terutama pada kamar

yang berorientasi kearah Barat yang secara langsung lebih banyak

menerima radiasi matahari. Kondisi suhu udara pada rumah deret

berada diatas tingkat kenyamanan yang diharapkan.

4.2. Pengkondisian udara alami

4.2.1. Pengkondisian udara indoor

Pengkondisian udara di dalam ruang dapat dilakukan secara pasif

maupun aktif. Pengkondisian udara secara pasif dimaksudkan

pengkondisian sesuai dengan disain rancangan arsitektural gedung

secara alami, dimana kualitas udara didalam ruang sesuai dengan disain

dan keadaan iklim (Talarosa, 2005). Kenyamanan termal dapat

diperoleh dengan murah, yaitu secara alamiah melalui pendekatan

arsitektur, diantaranya melalui rancangan bangunan dengan

mempertimbangkan: 1) orientasi bangunan terhadap matahari dan arah

angin, 2) pemanfaatan elemen arsitektur dan material bangunan; dan 3)

pemanfaatan elemen-elemen lansekap (Talarosa, 2005). Pada

lingkungan yang baru pendekatan arsitektur dengan cara pertama dan

Page 33: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

33

kedua dapat dilakukan, untuk lingkungan yang sudah terbangun tidak

dapat menggunakan pendekatan arsitektur pertama dan kedua,

melainkan harus melakukan pendekatan dengan cara yang ketiga, yaitu

dengan pemanfaatan elemen lansekap/vegetasi.

a. Orientasi bangunan terhadap matahari dan arah angin.

Indonesia dengan iklim panas lembab dan peredaran matahari

yang hampir konstan (Timur – Barat) serta arah angin yang selalu

berubah sesuai dengan musim, maka orientasi bangunan terhadap

matahari dan angin dapat dilakukan dengan:

Perletakan bangunan berorientasi pada gerakan matahari

Gambar 3 (a)

Perletakan bangunan berorientasi pada arah gerakan matahari. (Amirudin, 1972).

Page 34: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

34

Perletakan bangunan berorientasi pada gerakan angin

Gambar 3 (b)

Perletakan bangunan berorientasi pada pergerakan udara (angin) (Amirudin,19)

Angin basah

(musim hujan)

Angin kering

(musim kemarau)

Page 35: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

35

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Posisi bangunan (garis putus) (Gambar 3.a) menunjukkan arah

orientasi matahari yang optimal bagi bangunan, karena bagian

bangunan yang terkena sinar matahari pada bidang yang kecil, sehingga

radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan relatif kecil. Posisi

bangunan (garis penuh) merupakan kompromi antara arah angin dan

orientasi matahari pada bangunan, sehingga diperoleh posisi bangunan

yang optimal terhadap orientasi matahari dan angin (Amirudin, 1972).

Radiasi matahari tidak langsung masuk kedalam bangunan, (sinar tidak

tegak lurus), melainkan memantul lebih dulu ke dinding bangunan,

sehingga radiasi yang masuk dalam bangunan tidak terlalu panas dan

sirkulasi udara dalam ruang akan lebih merata karena arah angin

menerpa pada bidang bangunan yang luas.

Radiasi matahari yang diterima bangunan ditentukan oleh orientasi

bangunan terhadap matahari, dan bidang yang menerima radiasi

matahari langsung semakin luas, maka panas yang diterima bangunan

semakin besar. Bangunan dengan bentuk memanjang sebaiknya sisi

panjangnya berorientasi ke arah Utara-Selatan sehingga sisi bangunan

yang pendek menghadap Timur – Barat yang menerima radiasi

matahari langsung. Kompromi penataan masa bangunan dapat

dihasilkan orientasi bangunan terhadap matahari sebagaimanan Gambar

3(a) & 3(b) (Amirudin, 1972).

b. Orientasi bangunan terhadap angin (ventilasi silang)

Pergerakan udara yang masuk ke dalam bangunan (Gambar 3.b)

dapat lebih besar karena angin yang berhembus jatuh pada bidang yang

lebih luas (bidang miring), sehingga dapat mengurangi panas radiasi

yang masuk ke dalam bangunan dan mengurangi kelembaban udara

Page 36: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

36

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

dalam bangunan (Amirudin, 1972). Ventilasi dibuat agar pergerakan

udara dapat masuk kedalam ruang (untuk kesehatan dan kenyamanan

penghuni).

Ventilasi adalah proses pergerakan udara luar yang diarahkan agar

masuk ke dalam ruang, sekaligus mendorong udara kotor di dalam

ruang ke luar. Kebutuhan ventilasi tergantung pada jumlah manusia

serta fungsi bangunan.

Posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin sangat membantu

menurunkan suhu udara. Ukuran, dan posisi lubang jendela pada sisi

atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang

(cross ventilation) di dalam ruang sehingga penggantian udara panas di

dalam ruang dan peningkatan kelembaban udara dapat dihindari.

Orientasi bangunan yang baik terhadap matahari sekaligus arah angin

jarang dijumpai. Penelitian menunjukkan bahwa, posisi bangunan yang

melintang terhadap arah angin lebih efektif dari pada perlindungan

terhadap radiasi matahari karena panas radiasi dapat dihalau oleh angin

(Gambar 3.b). Kecepatan angin yang nikmat dalam ruangan adalah

0,1 – 0,15 m/detik, sedangkan besarnya laju aliran udara tergantung

pada: (1) kecepatan dan arah angin terhadap lubang ventilasi, (2) luas

lubang ventilasi, (3) jarak dan posisi antara lubang udara masuk dan

keluar; dan (4) penghalang di dalam ruangan yang menghalangi

pergerakan udara (Amirudin, 1972).

c. Pemanfaatan elemen arsitektur dan bahan bangunan

Pengaruh radiasi matahari pada bangunan diantaranya dapat

diatasi dengan memanfaatkan elemen arsitektur dan bahan bangunan.

Page 37: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

37

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Penggunaan elemen arsitektur bisa berupa bentuk disain dan

penggunaan bahan bangunan (Talarosa, 2005)

c.1. Pemanfaatan bentuk elemen arsitektur untuk pelindung dari

sinar matahari

Mendisain bangunan yang menghadap Timur atau Barat harus

mem-pertimbangkan arah bukaan/jendela agar tidak langsung

menghadap arah tersebut, sehingga radiasi panas tidak langsung masuk

ke dalam bangunan yang dapat memanaskan ruang dan meningkatkan

suhu udara dalam ruang serta menghasilkan efek silau. Bangunan yang

terpaksa menghadap Timur atau Barat dapat diatasi dengan memasang

elemen arsitektur penahan radiasi matahari (solar shading device) yang

bersifat permanen dari bahan yang tidak banyak menyerap sinar

matahari sehingga radiasi panas tidak di teruskan ke dalam bangunan

(Gambar 4) (Talarosa, 2005).

Informasi penggunaan solar shading devices yang menggunakan

vegetasi sebagai elemen arsitektur belum banyak. Vegetasi sebagai

elemen arsitektur lebih efektif, baik dari aspek estetika, lingkungan

maupun aspek yang lain, namun memerlukan perawatan intensif

sebagaiman pada taman.

(a) (b) (c) (d)

Cantilever (Overhang) Louver Overhang Panels (atau Horizontal

dari beton Horizontal) finil awning) dari beton Screen finil

Louver

Page 38: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

38

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

(e) (f Egg Crate (kombinasai elemen Vertical Louver plat horizontal dan vertikal) plat (bisa diputar arahnya)

Gambar 4: Elemen arsitektur pelindung bangunan dari sinar matahari

(Tolarosa, 2005).

Elmen arsitektur (Gambar 4 a dan b) efektif digunakan pada

bidang bangunan yang menghadap Utara –Selatan , karena sinar

matahari langsung tidak masuk kedalam ruang tetapi cahayanya cukup

menerangi ruang dan angin dapat masuk ke dalam ruang tanpa

terhambat. Elemen arsitektur (Gambar 4 c, d, e, f) dapat diterapkan

pada bangunan yang menghadap Timur atau Barat karena mampu

menahan radiasi matahari dan efek silau saat sudut matahari rendah

serta dapat berfungsi sebagai pengarah angin (windbreak) melalui sirip

yang dapat di putar sesuai arah yang di inginkan (Talarosa, 2005).

Mengurangi radiasi panas dan kesilauan dari sinar matahari menurut

Sukawi (2010), dapat dilakukan dengan cara: 1) pembayangan/ shading

untuk mematahkan sinar matahari dengan prinsip payung atau perisai

melalui: penanaman vegetasi (pohon-pohon tinggi) dekat bangunan,

penggunaan blinden yang dapat disetel pada poros vertikal; dan 2)

penyaringan atau filtering untuk memperlembut sinar matahari pada

Page 39: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

39

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

siang hari yang masuk dalam ruang agar tidak menyilaukan, melalui:

penanaman vegetasi perdu, krepyak, louvre, jalousi, kisi-

kisi/krawang/roster, overhangs.

c.2. Pemanfaatan bahan bangunan

Radiasi matahari yang jatuh pada suatu bidang/selubung

bangunan sebagian akan dipantulkan kembali (refleksi) dan sebagian

akan diserap (asorbsi). Panas yang terserap akan terkumpul pada

bidang yang menerima radiasi dan diteruskan ke bagian sisi yang

dingin yaitu sisi dalam bangunan. Besarnya panas radiasi matahari pada

bidang bangunan tergantung pada lamanya bidang tersebut

menerima/terkena radiasi sinar matahari. Masing-masing bahan

bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (dalam persen),

semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke

ruangan, sebaliknya semakin besar kalor yang dipantulkan semakin

kecil panas yang diteruskan ke ruangan. Refleksi radiasi matahari pada

suatu bidang dipengaruhi oleh jenis material/bahan yang digunakan,

dan masing-masing mempunyai daya refleksi dan absorbsi (Tabel 10)

(Lippsmeier, 1980).

Page 40: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

40

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Tabel 10. Refleksi dan asorbsi bahan bangunan terhadap sinar

matahari

No Bahan Bangunan Refleksi panas (%) Absorbsi panas (%)

1. Pualam putih 60-50 40-50

2. Batu kapur pasir putih 60 40 3. Beton 40-30 60-70

4. Plesteran 60-40 40-60

5. Batu merah 40-25 60-75

6. Genteng merah muda 40-35 60-75

7. Genteng semen tak berwarna 60-40 40-60

8. Asbes semen baru 20-5 80-95

9. Asbes semen lama (1 tahun) 30-15 70-85

10. Seng gelombang (baru) 35-30 65-70

11. Seng gelombang (lama) 10-5 90-95

12. Aluminium 90-70 10-30

13. Daun-daun hijau 20-30 80-70 14. Rumput 20 80

Sumber: Lippsmeier (1980).

Material berupa daun-daun hijau dan rumput mempunyai daya absorbsi

cukup besar (70 – 80 %) (Tabel 10). Sinar matahari yang diserap

tanaman digunakan oleh daun hijau untuk proses fotosintesis sehingga

tidak di teruskan ke suatu bidang atau ruang. Daya refleksi pada

material daun-daun hijau relatif kecil (sekitar 20 %) dan hanya terjadi

pada daun yang mempunyai karakteristik halus/rata dan mengkilap

(mempunyai lapisan lilin) saja (Loveless, 1990).

c.3. Pemanfaatan Elemen Lansekap (vegetasi)

Elemen lansekap dapat digunakan sebagai pelindung dari radiasi

matahari. Vegetasi dapat menurunkan suhu udara lingkungan karena

memberikan efek bayangan, dan daun hijau dapat merefleksikan sinar

matahari 5 - 30 %, sedangkan 5 - 20 % diabsorbsi untuk fotosintesis

serta 5 - 30 % untuk evapotranspirasi (Krusche, at al., 1982 dalam

Page 41: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

41

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Perini, at al. 2012). Penempatan dan penataan tanaman/vegetasi perlu

diperhatikan terhadap sistim bukaan sehingga akan diperoleh sistim

penghawaan maksimal yang akan membantu terciptanya kenyamanan

(Gambar 5). Efek bayangan di bawah kanopi pohon yang sudah

dewasa menunjukkan pengurangan radiasi yang diserap oleh pengguna,

menghasilkan pengurangan energi yang sangat dekat dengan

kenyamanan (di bawah 50 W/m2) bahkan dengan suhu udara yang

tinggi (Picot, 2004). Penyinaran matahari langsung sepanjang hari,

pertumbuhan pohon mengungkapkan fenomena radiasi global yang

diserap oleh pengguna berupa reduksi, oleh efek perisai pohon,

penyerapan radiasi surya global yang menyebar. Selain tanaman pohon,

penggunaan tanaman perdu untuk sistim pembayangan dapat juga

diterapkan pada bangunan sehingga multi fungsi, baik sebagai taman

maupun sebagai penahan radiasi matahari (Picot, 2004).

Pohon berjarak 1,5 m Pohon berjarak 3 m Pohon berjarak >3<9 m dari

dari bangunan dari bangunan bangunan, gerakan udara dida lam bangunan semakin besar

BAIK SEMAKIN BAIK

Gambar 5. Pengaturan jarak pohon terhadap bangunan dan pengaruhnya

terhadap ventilasi alami (Talarosa, 2005).

Hasil penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa suhu

udara 1 m diatas permukaan beton lebih tinggi 4°C dibandingkan suhu

udara pada ketinggian yang sama di atas permukaan rumput, apabila

Page 42: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

42

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

permukaan rumput terlindung dari radiasi matahari maka perbedaannya

menjadi 5°C (Lippsmeier, 1994). Proses fotosintesis yang menyerap

sinar matahari dan fungsi pembayang-an oleh vegetasi dapat

mengurangi panas radiasi matahari yang di teruskan pada bidang

dibawahnya. Penataan vegetasi ini apabila ditanam dibidang atap datar

(roof garden) atau pada dinding (green wall), ada kecenderungan dapat

mengurangi radiasi sinar matahari, sehingga diperoleh suhu udara

ambien yang lebih rendah, baik dalam ruang maupun diluar ruang.

Pengaruh evapotraspirasi dan pembayangan dapat meningkatkan

kelembaban dan mempengaruhi suhu bangunan iklim mikro, indoor

dan outdoor. Penurunan suhu dalam ngarai perkotaan dengan dinding

hijau dan atap hijau untuk iklim Mediterania antara 4-5 ° C (Alexandri

dan Jones, 2008 dalam Perini, at al., 2012).

Perkotaan biasanya tingkat populasi dan kepadatan bangunannya

cenderung tinggi, serta sebagian besar masyarakatnya mempunyai

kemampuan ekonomi rendah, sehingga sulit mendapatkan kenyamanan

termal. Hal ini disebab karena 1) kemampuan ekonomi yang terbatas

sehingga tidak mampu menciptakan kenyamanan dengan pendekatan

mekanis, 2) kurang memahami pengetahuan arsitektur dan kurang

mampu membangun perumahannya dengan menggunakan jasa seorang

arsitek; dan 3) keadaan lahan yang relatif sempit. Keadaan yang

demikian alternatif yang bisa digunakan untuk memperoleh

kenyamanan termal ialah melalui pemanfaatan vegetasi yang

diharapkan dapat menurunkan suhu udara.

Pengkondisian udara aktif maupun pasif mempunyai tujuan yang

sama yaitu untuk mendapatkan kenyamanan termal indoor.

Page 43: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

43

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Pengkondisian udara aktif merupakan pengkondisian udara secara

mekanik, yaitu pengkondisian udara menggunakan alat pengatur udara

(air condition/AC), sehingga dalam keadaan iklim yang bagaimanapun

akan dihasilkan kualitas udara sesuai yang dikehendaki (Talarosa,

2005).

4.2.2. Pengkondisian udara outdoor

Pohon dan vegetasi merupakan elemen lansekap yang dapat

membantu pengkondisi udara outdoor, karena mampu menyerap

radiasi matahari dan efek bayangannya menghalangi pemanasan

permukaan bangunan dan tanah/dasar di bawahnya. Efek bayangan

dan pendinginan dapat terjadi pada lingkungan outdoor bervegetasi,

karena energi cahaya matahari yang jatuh pada daun, 5-30 %

dipantulkan, 5-20 % digunakan untuk fotosintesis, 10–50 % di

transformasi menjadi panas, 20-0 % digunakan untuk evapo-

franspirasi, dan 5-30 % diteruskan melalui daun (Krusche, et al.,

1982 dalam Perini, et al., 2012).

Pohon yang terkena sinar matahari langsung sepanjang hari,

pertumbuhan-nya mengungkapkan dua fenomena radiasi global yang

diserap oleh pengguna yaitu:1) reduksi, oleh efek perisai pohon,

penyerapan radiasi surya global yang menyebar; dan 2 ) meningkat,

dengan ketinggian objek dilihat di belahan langit, dalam penyerapan

radiasi terestrial (Picot, 2004).

Hasil riset yang dilakukan Universitas Nasional Singapura

menunjukkan bahwa Green wall atau dinding hijau mampu membantu

menurunkan suhu permukaan sampai 12 ºC dibandingkan suhu dinding

Page 44: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

44

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

biasa pada siang hari pukul 12.00 – 13.00. Suhu permukaan dinding

biasa pada siang hari 38,5 ºC, sedangkan pada 8 (delapan) taman

vertikal yang diuji rata-rata suhunya 26,5 ºC (Hasibuan, 2010).

Perbedaan suhu siang dan malam hari pada taman vertikal lebih stabil,

hanya 1ºC, dinding biasa mencapai 10 ºC. Penelitian menunjukkan

adanya penurunan suhu yang besar dengan diberinya perlakuan pada

masing-masing cara penataan. Perlakuan dengan penataan vegetasi

secara horisontal mampu menurunkan suhu udara ambien sampai 4 ºC,

sedangkan penataan vegetasi rumput dan tanaman hias secara vertikal

mampu menurun- kan suhu permukaan/bidang sampai 12 ºC

(Hasibuan, 2010).

Page 45: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

45

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

BAB II

KERANGKA KONSEP KENYAMANAN TERMAL

A. Landasan Teori.

1. Teori produktivitas manusia dan kenyamanan termal

Teori produktivitas manusia ( Human productivity theory) yang

dibuat oleh Olgay (1983), merumuskan bahwa tingkat produktivitas

manusia dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat. Diasumsikan bahwa

dalam melaksanakan kegiatannya agar berlangsung dengan baik,

manusia membutuhkan kondisi fisik yang sehat dan lingkungan

disekitarnya yang mendukung kegiatan tersebut. Produktivitas manusia

sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kenyamanan fisik, dimana

kenyamanan fisik ini tergantung pada kondisi iklim setempat (suhu

udara, kelembaban, radiasi matahari, aliran udara/angin, hujan, dan

lain-lain). Ukuran kenyamanan pada manusia sangat subjektif, setiap

manusia mempunyai kebutuhan kenyamanan yang berbeda tergantung

dari keadaan dan suasana (environment) tertentu. Kondisi tertentu

sudah nyaman bagi seseorang namun belum tentu nyaman untuk orang

lain. Aplikasi teori, perlu upaya untuk menciptakan/mengkondisikan

udara yang sesuai dengan kenyamanan tubuh, baik secara alami

maupun secara buatan.

Teori Kenyamanan termal (thermal comfort theory) yang

ditemukan oleh Szokolay (1994), merumuskan bahwa kenyamanan

tergantung pada variabel iklim (radiasi matahari, suhu udara,

kelembaban dan kecepatan udara) dan beberapa faktor lain yang tidak

Page 46: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

46

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

mengikat. Diasumsikan bahwa variabel iklim secara langsung

berpengaruh pada kenyamanan termal. Perubahan yang terjadi pada

unsur variabel iklim akan mempengaruhi tingkat kenyamanan termal.

Adapun variabel lain yang tidak mengikat merupakan faktor individu

(suatu kondisi kenyamanan yang dirasakan oleh individu-individu

tertentu), diantaranya jenis pakaian, jenis aktivitas, usia dan kelamin,

tingkat kegemukan, kondisi kesehatan, warna kulit dan lain-lain.

Variabel ini tidak selalu digunakan dalam menentukan kenyamanan

termal karana kondisinya selalu berubah tergantung keadaan manusia

dan tempatnya. Aplikasi teori, diperlukan pengaturan variabel iklim

(suhu, kelembaban, kecepatan udara dan radiasi matahari) untuk

mendapatkan kenyamanan termal yang sesuai dengan kondisi tubuh.

Teori keseimbangan (suhu) panas (temperature balance theory)

yang dikemukakan Fanger (1972), merumuskan bahwa tubuh manusia

menggunakan proses fisiologis (misalnya berkeringat, menggigil,

mengatur aliran darah ke kulit) untuk menjaga keseimbangan antara

panas yang dihasilkan oleh metabolisme dan panas yang hilang dari

tubuh. Diasumsikan bahwa dalam kondisi (suhu) panas yang ekstrim,

sistim ini diperlukan agar tubuh berfungsi dengan baik. Menjaga

keseimbangan (suhu) panas tubuh adalah kondisi pertama untuk

mencapai sensasi termal netral (kenyamanan termal). Aplikasi, dalam

mengkondisikan udara pada suatu ruang yang digunakan secara

bersama-sama, tidak mungkin menghasilkan persepsi yang sama,

karena berhubungan dengan disfungsi tubuh yang serius, tetapi

termoregulasi masih digunakan untuk menjaga keseimbangan panas

Page 47: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

47

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

nyaman dengan menggunakan standar kenyamanan tertentu (misal:

ASHRAE 55).

Teori kenyamanan termal (thermal comfort theory) yang

dikemukakan oleh Lippsmeier (1980), merumuskan bahwa

kenyamanan termal dapat diketahui melalui kondisi Temperatur Efektif

(TE) yang sebagian besar dipengaruhi oleh variabel iklim.

Diasumsikan bahwa temperatur efektif dipengaruhi oleh kelembaban

udara, kecepatan udara, radiasi matahari dan suhu udara, dan masing-

masing variabel iklim ini satu sama lain saling berpengaruh.

Kenyamanan termal tertentu akan diperoleh, apabila dipenuhi

Temperatur Efektif yang telah disyaratkan sesuai standart kenyamanan

(ASHRAE). Aplikasinya dengan memberikan perlakuan tertentu pada

suatu objek yang akan dikondisikan kenyamanannya (misalkan dengan

memberikan vegetasi pada sekitar objek atau pengaturan sistim

bukaan), maka dapat berpengaruh pada variabel kenyamanan dan dapat

berpengaruh pula pada perubahan Temperatur Efektif.

2. Teori ruang terbuka hijau dan perubahan suhu udara

Teori perubahan suhu udara yang dikemukakan oleh Tjasyono

(2004), merumuskan bahwa suhu udara berubah sesuai dengan tempat

dan waktu. Diasumsikan bahwa biasanya suhu maksimum terjadi satu

sampai dua jam sesudah tengah hari, saat itu radiasi matahari langsung

bergabung dengan suhu udara yang sudah tinggi, ini terjadi antara jam

12.00 - 14.00. Suhu minimum terjadi satu sampai dua jam sebelum

matahari terbit, saat itu sudah mulai terjadi penyebaran radiasi di langit,

ini terjadi sekitar jam 06.00 waktu lokal atau sekitar waktu matahari

terbit. Suhu harian rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan

Page 48: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

48

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

selama 24 jam (satu hari) yang dilakukan pada tiap jam. Aplikasi teori

bahwa di Indonesia suhu harian rata-rata dapat dihitung dengan

persamaan:

2T7 + T13 + T18

╤ =

4

dengan: F : suhu harian rata-rata; dan T7, T13, T18 : suhu udara

Pengamatan pada jam 07.00, jam 13.00 dan jam 18.00 WIB atau

waktu lokal

Secara kasar, suhu udara harian rata-rata dapat dihitung dengan

menjumlah suhu maksimum (Tmaks) dan suhu minimum (Tmin) lalu

dibagi dua:

Tmaks + Tmin

╤ =

2

Suhu bulanan rata-rata ialah jumlah dari suhu harian rata-rata dalam

satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut. Suhu

tahunan rata-rata dihitung dari suhu bulanan rata-rata dibagi dengan 12

(dua belas).

Teori perubahan suhu lingkungan yang dikemukakan Aprianto

(2007). Merumuskan bahwa peningkatan suhu udara permukaan di

perkotaan sebagai dampak dari pembangunan sarana dan prasarana

perkotaan. Diasumsikan bahwa setiap terjadi pengembangan/

pembangun- an di wilayah kota, seperti fasilitas gedung, jalan,

pertokoan, permukiman, pabrik dan lain-lain akan menyebabkan

Page 49: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

49

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

berkurangnya jumlah ruang bervegetasi di kota. Keadaan ini akan

selalu diikuti sarana transportasi yang semakin meningkat sehingga

menyebabkan naiknya kuantitas gas CO2. Ruang terbuka hijau yang

sempit menyebabkan berkurangnya penyerapan CO2, dan radiasi panas

dari sinar matahari tidak dipantulkan, melainkan langsung diserap oleh

gedung-gedung, dinding, dan atap yang akan menimbulkan terjadinya

Urban Heat Island (UHI), yaitu gejala meningkatnya suhu udara di

pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya.

Aplikasi teori, bahwa setiap terjadi pembangunan sarana dan prasarana

di perkotaan yang berakibat berkurangnya RTH perlu adanya

kompensasi penanaman kembali vegetasi sebagai upaya mengganti

vegetasi yang hilang sehingga kuantitas vegetasi tidak berkurang

meskipun jumlah RTH berkurang. Kondisi ruang hijau publik yang

merupakan paru-paru kota dengan kemampuan menyerap CO2, dan

memproduksi O2 semakin lama semakin berkurang baik kualitas

maupun kuantitasnya. Peraturan daerah Kota Surabaya No. 3 tahun

2007 yang dipublikasikan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) mennyebutkan bahwa diperlukan luas RTH sebesar 20 %

dari seluruh luas wilayah daratan, dimana bila luas wilayah kota

Surabaya 326,36 km2, maka seharusnya luas RTH sekitar 65,27 km2.

Perkembangan RTH di kota Surabaya yang ada sejak tahun 2001

tercatat seluas 21,83 km2 dan tahun 2007 sudah lebih luas menjadi

26,93 km2, berarti masih kurang dari 10 % bila dibandingkan dengan

ketentuan Perda No. 3 tahun 2007. Upaya peningkatan kuantitas RTH

di Kota Surabaya dilakukan melalui program Green and Clean yaitu

mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk penghijauan

halaman rumahnya. Wijaya (2003), menyatakan bahwa dalam 15 tahun

Page 50: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

50

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

terakhir kenaikan suhu udara ambien di Surabaya rata-rata lebih dari

1,5 ºC, yaitu dari 34,5 ºC naik menjadi 36,4ºC. Sementara angka

kenaikan suhu udara tertinggi di dunia rata-rata hanya mencapai 0.3 ºC.

Kondisi suhu udara ini secara umum merupakan suhu udara out door

dan akan berpengaruh pula pada keadaan suhu udara in door sehingga

kenyamanan termal sulit untuk diperoleh.

3. Teori lansekap, pengaruhnya pada kenyamanan termal dan

kualitas udara

Teori kesesuaian vegetasi terhadap lingkungan tapak alami (the

suitability of the natural vegetation of the site environment) yang

dikemukakan oleh Simonds (1961), merumuskan bahwa merancang

lansekap seminimal mungkin mengadakan perombakan lingkungan

alami, dan pemilihan vegetasi menyesuai kan kondisi tapak serta

maksud dan tujuan perancangan. Diasumsikan bahwa setiap tapak

secara alami mempunyai potensi, apabila tapak terlalu banyak

dirombak akan menghilangkan potensi tapak, diantaranya potensi pada

permukaan tapak (vegetasi). Vegetasi berpotensi menahan/mengurangi

radiasi gelombang pendek matahari dengan cara sebagian dipantulkan

dan sebagian radiasi diserap dimanfaatkan untuk proses fotosintesis.

Vegetasi memberikan efek bayangan/penaungan pada bangunan

sehingga mengurangi radiasi panas dalam bangunan. Penyerapan

radiasi matahari oleh vegetasi bisa mencapai 80 %, penyerapan radiasi

matahari ini sebagian digunakan untuk proses foto- sintesis, dan 20 %

dipantulkan (Lippmeier, 1980). Aplikasi teori, bahwa pada daun

tumbuhan memiliki fungsi dominan dalam proses fotosintesis (Gadrner,

1985). Evolusi daun telah mengembangkan suatu struktur daun yang

Page 51: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

51

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

dapat menahan kekerasan lingkungan, juga sangat efektif dalam

penyerapan cahaya dan pengambilan CO2 dari atmosfer untuk proses

fotosintesis. Fotosintesis terjadi pada semua bagian hijau tumbuhan,

akan tetapi pada tumbuhan darat yang khusus, hanya daun dengan

permukaan yang luas dan kloroplas melimpah yang merupakan pusat

utama proses tersebut. Karbondioksida (CO2) diudara bersumber dari

unsur-unsur biotik (organisme hidup) dan unsur-unsur abiotik. Melalui

proses respirasi organisme hidup (herbivore, carnivera, omnivera) dan

decomposer maka terjadi pelepasan CO2 keudara. Proses pelepasan

CO2 juga terjadi pada pembakaran. CO2 yang terdapat di udara

selanjutnya diserap melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau.

Sebaliknya tumbuhan hijau melepaskan O2 dan H2O yang kemudian

diperlukan oleh organisme hidup. Mekanisme ini dikenal sebagai

siklus karbon. Dengan penyerapan CO2 diudara oleh tanaman melalui

proses fotosintesis diharapkan dapat menekan suhu udara dan secara

tidak langsung akan berpengaruh pada kenyamanan termal indoor.

4. Teori persepsi

Teori psikologi Gestalt (Gestalt psicology theory) yang

dikemukakan oleh Wertheimer, et al. (1912), merumuskan bahwa

pandangan pokok psikologi Gestalt adalah ’berpusat’, jadi apa yang

dipersepsikan merupakan suatu kebulat- an, suatu unity atau suatu

Gestalt (utuh). Persepsi adalah kegiatan menggabungkan dan

menyusun informasi yang ditangkap pancaindera secara utuh untuk

dikembangkan, sehingga kita dapat menyadari kondisi lingkungan

sekitar, termasuk diri kita sendiri (Stenberg, 2008). Diasumsikan bahwa

persepsi adalah proses deferensiasi, dalam proses ini hal yang primer

Page 52: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

52

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

adalah keseluruhan, sedang bagian-bagian adalah sekunder. Bagian-

bagian hanya memiliki arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam

hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya. Keseluruhan

ada terlebih dahulu kemudian disusul oleh bagian-bagian. Aplikasi

teori, bahwa untuk mempersepsikan nilai kenyamanan termal indoor

harus dilakukan secara menyeluruh berdasarkan apa yang dilihat dan

dirasakan. Penglihatan melihat adanya perubahan suasana ruang,

sedangkan indera perasa merasakan kenyamanan pada permukaan kulit,

sehingga muncul persepsi terhadap kondisi kenyamanan dalam ruang.

Persepsi kenyamanan setiap individu sangat subjektif tergantung

suasana dan environment (Olgay, 1983).

B. Kerangka konsep

Kerangka konsep kenyamanan termal melalui penataan taman

sayur di perkotaan (Gambar 19).

Manusia beraktivitas memerlukan kondisi fisik dan lingkungan

yang sehat dan nyaman agar menghasilkan produktivitas yang

maksimal. Kebutuhan fisik manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas

udara dan kenyamanan termal dimana aktivitas manusia berlangsung

(setempat).

Kota yang menjadi pusat kegiatan manusia sebagian besar memiliki

karakter lingkungan yang kurang baik (khususnya pencemaran

lingkungan), sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan

kualitas lingkungan baik secara alami maupun buatan. Upaya

peningkatan kualitas lingkungan udara (termasuk kenyamanan termal)

Page 53: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

53

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

diantaranya diuji coba pada lokasi penelitian (Ruang kelas dan Gedung

pertemuan warga).

Gambar 19 : Bagan kerangka konsep

Bagian uji coba dari upaya peningkatan kenyamanan termal dengan

membuat penataan taman secara vertikal disamping bangunan dan

secara horisontal pada atap bangunan. Tanaman mampu

Taman Sayur

Horisontal & Vertikal

Indikator kenyamanan

termal

Kenyamanan termal

indoor

Aktivitas

manusia

Kesehatan

kenyamanan

Kualitas udara

Kenyamanan termal

Karakter

Kota

Pencamaran

Lingkungan

Ruang

Tata

Hijau

Taman Sayur Horisontal/

Vertikal

Iklim Kec. Angin

Kelembaban

Suhu udara

Musim

Hujan & Kemarau

Page 54: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

54

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

menyerap/mengikat CO2 dan menghasilkan O2 di udara melalui proses

fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan kualitas udara. Tanaman

juga mempunyai potensi menyerap radiasi matahari sampai 80 %

(sebagian untuk fotosintesis) dan dipantulkan sampai 20 % serta

memberikan penaungan/pembayangan sehingga dapat menahan/

mengurangi radiasi matahari yang masuk bangunan atau mengenai

fasad bangunan (Lippsmeier, 1980).

Kenyamanan termal sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat

(suhu, kelembaban dan kecepatan udara serta radiasi matahari)

sehingga uji coba dilakukan pada saat musim kemarau dan musim

hujan. Melalui penataan taman sayur akan diketahui indikator

kenyamanan termal (penurunan suhu udara dan peningkatan

kelembaban udara) baik pada musim kemarau maupun musim hujan,

sehingga ada kecenderungan kenyamanan termal indoor akan dicapai.

Page 55: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

55

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

BAB III

TERAPAN TAMAN DAN KENYAMANAN

TERMAL

A. Penataan Taman Sayur

1. Jenis tanaman sayur dataran rendah

Tanaman ini merupakan tanaman yang mudah/dapat hidup di

dataran rendah (sebagian besar pada wilayah perkotaan), dan sebagian

besar sudah biasa dikonsumsi oleh masyarakat, meskipun ada jenis

yang belum banyak dikonsumsi. Berdasarkan inventarisasi jenis

tanaman sayur yang dapat hidup ditaran rendah menurut Santoso

(2014) diantaranya adalah (Tabel 14).

Tabel 14: Beberapa jenis tanaman sayur yang mampu hidup di

dataran rendah.

No Nama Sayur Nama Latin No Nama Sayur Nama Latin

1 Seledri Apium graveolens 6 Kaelan Brassica oleraceae

2 Bayam hijau Amaranthus sp 7 Pakcoy Brassica rapa cv pakchoy

3 Bayam merah Amaranthus sp 8 Caisim/sawi Brassica rapa cv caisim

4 Kangkung darat Ipomoea reptans 9 Ginseng jawa Talinum paniculatum gaerth

5 Selada keriting Lactuca sativa 10 Head lattuse Lactuca sativa

Sumber: Santoso (2014)

Page 56: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

56

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Beberapa jenis tanaman sayur daun, yaitu tanaman produktif

yang mempunyai umur panen relatif pendek yang mempunyai umur

panen hampir sama yaitu antara 25 sampai 60 hari (Tabel 15). biasanya

mempunyai daun yang lebih tebal/ lebat dibandingkan tanaman sayur

buah sehingga apabila ditata untuk taman akan mudah menghasilkan

estetika yang baik dan dapat memberikan sistim pernaungan/

pembayangan yang lebih sempurna.

Penggunaan beberapa varietas tanaman sayur daun dengan umur

tanaman sayur yang hampir sama membuat laju pertumbuhan dari

tanaman-tanaman tersebut akan mendekati sama (jumlah daun, tinggi

tanaman dan proses berlangsungnya fotosintesis optimal) (Sulisbury,

1956), sehingga apabila ditata secara bersama akan menghasilkan

ketinggian yang merata dan akan lebih mudah untuk menghasilkan

estetika yang baik.

Tabel 15: Umur tanaman sayur

No Nama Sayur Umur panen No Nama Sayur Umur panen

1 Pakcoi 25 - 30 hari 6 Kaelan 30 - 35 hari

2 Bayam merah 25 - 30 hari 7 Head lattuse 25 - 30 hari

3 Selada keriting 25 - 30 hari 8 Kangkung darat 25 - 30 hari

4 Caisim/sawi 25 - 30 hari 9 Seledri 35 - 60 hari

5 Ginseng jawa 30 - 60 hari 10 Bayam hijau 25 - 30 hari

Sumber: Santoso (2014)

Page 57: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

57

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Pengukuran terhadap beberapa jenis tanaman sayur yang dapat hidup

didataran rendah untuk besarnya laju serapan CO2 yang dilakukan di

Laboratorioum Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gajah

Mada (Tabel 16).

Tabel 16: Hasil pengukuran laju serapan CO2 (µmol

CO2/m2/detik).

No Jenis tanaman Waktu pengamatan Rerata

--------------------------------------------------------------

06.30 - 07.30 10.00 – 11.00 12.00 – 13.00

1 Pak Coy 64,30 78,10 81,60 74,67

2 Bayam merah 53,20 80,30 76,60 70,03

3 Selada keriting 63,80 76,30 80,40 73,17

4 Sawi/caisim 57,10 81,90 83,00 74,00

5 Ginseng Jawa 70,90 73,90 80,40 75,07

6 Kaelan 68,90 70,66 79,00 72,85

7 Head lettuse 70,10 75,20 78,70 74,67

8 Kangkung 62,60 75,40 82,10 73,37

9 Seledri 63,20 74,10 82,10 73,80

10 Bayam hijau 64,70 75,80 55,80 65,43

Sumber: Santoso (2014).

Adapun pengukuran terhadap beberapa jenis tanaman sayur yang dapat

hidup didataran rendah berdasarkan suhu tanaman dan kemampuan

tanaman dalam melepas O2 (Oksigen) sebagai berikut: (Tabel 17).

Page 58: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

58

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Tabel 17: Hasil pengukuran suhu dan kemampuan

melepas O2 pada tanaman sayur . --------------------------------------------------------------------------------------

No Jenis tanaman suhu tanaman Kemampuan melepas

(ºC) O2 ke udara (%)

--------------------------------------------------------------------------------------

1 Pak Coy 29,5 20,8

2 Bayam merah 28,9 21,0

3 Selada keriting 29,0 21,2

4 Sawi/caisim 28,4 20,9

5 Ginseng Jawa 29,5 20,9

6 Kaelan 29,4 20,8

7 Head lettuse 29,5 20,6

8 Kangkung 29,7 20,9

9 Seledri 29,9 20,7

10 Bayam hijau 30,0 20,2

--------------------------------------------------------------------------------------

Sumber : Santoso (2014)

Laju serapan CO2 (Tabel 16), menunjukkan adanya perbedaan

serapan CO2 pada setiap adanya peningkatan intensitas cahaya

matahari, makin besar intensitas cahaya matahari makin besar pula laju

serapan CO2 yang terjadi pada daun. Rata-rata laju serapan CO2

maksimal terjadi pada saat intensitas cahaya matahari tertinggi yaitu

berkisar pada jam 12.00 – 13.00 dan hanya sebagian kecil saja yang

laju serapan CO2 maksimal terjadi pada saat intensitas cahaya matahari

sedang yaitu berkisar pada jam 10.00 – 11.00. Hasil pengukuran ini

menunjukkan bahwa tanaman sawi/caisim (Brassica rapa cv caisim)

mempunyai kemampuan menyerap CO2 yang lebih tinggi pada siang

hari dan rerata dari tanaman yang lain, sedangkan urutan ke dua dan

Page 59: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

59

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

ketiga yaitu tanaman seledri (Apium graveolens) dan kangkung

(Ipomoea reptans) serta pakcoy (Brassica rapa cv pakchoy.) Tanaman

Bayam merah, Selada keriting dan sawi menunjukkan suhu tanaman

yang relative rendah dibandingkan yang lain (Tabel 17), hal ini terjadi

karena adanya proses fotosintesis yang membutuhkan suhu dan

penyinaran matahari yang terik.

Beberapa jenis tanaman sayur yang mempunyai suhu tanaman

terendah, diantaranya pada tanaman bayam merah (Amaranthus sp),

selada keriting (Lactuca sativa) dan sawi/caisim (Brassica rapa cv

caisim) serta kaelan (Brassica oleraceae) (Tabel 17). Suhu tanaman

adalah energi yang terdapat dalam suatu sistim jaringan tanaman,

semakin banyak energi yang tersimpan dalam sistim jaringan tanaman

semakin tinggi suhunya. Tanaman yang tidak mengalami stres air, suhu

daun dan suhu udara tidak berbeda terlalu besar, sehingga pengukuran

suhu udara sekitar daun dapat menjadi indikasi suhu tanaman.

Sedangkan tanaman sayur yang mempunyai kemampuan melepas O2

keudara besar dan melebihi atau minimal sama dengan standar

prosentase Oksigen di atmosfer (20,9 %) diantaranya pada tanaman

selada keriting (Lactuca sativa), bayam hijau (Amaranthus sp), bayam

merah, (Amaranthus sp), head lettuse (Lactuca sativa), sawi/caisim

(Brassica rapa cv caisim), ginseng Jawa (Talinum paniculatum gaerth)

dan kangkung (Ipomoea reptans).

Penentuan jenis tanaman sayur yang mampu meningkatkan

kenyamanan termal berdasarkan kriteria: umur daun, suhu tanaman,

kemampuan tanaman menyerap CO2 dan melepas O2 ke udara, dan

estetika, sehingga dipilih tiga jenis tanaman sayur yaitu: Tanaman

Page 60: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

60

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

sayur bayam merah (Amaranthus sp), Tanaman sayur selada keriting

(Lactuca sativa), dan Tanaman sayur sawi (Brassica rapa cv caisim)

(santoso, 2014)

Tanaman sawi, selada keriting dan bayam merah (Lampiran 1)

sebagai tanaman yang digunakan dengan pertimbangan memenuhi

prinsip-prinsip disain (estetika) taman sebagai berikut:

Tema, 1) bentuk: ketiga tanaman memiliki unsur bentuk bulat

(daunnya), 2) ukuran: ketiga tanaman memiliki ukuran permukaan

daun yang sedang; dan 3) tekstur: ketiga tanaman memiliki tekstur

daun yang kasar menunjukkan adanya unsur kesatuan dalam tema

rancangan taman.

Gradasi, 1) bentuk: ketiga tanaman memiliki gradasi bentuk bulat dari

bentuk bulat kecil sampai bulat sedang, 2) warna: antara tanaman sawi

dengan selada keriting terjadi gradasi warna dari hijau tua ke hijau

muda; dan 3) tekstur: ketiga tanaman memiliki tekstur daun kasar

dengan gradasi mulai paling kasar (selada keriting) sampai yang kurang

kasar (sawi). Perubahan karakter dari ketiga unsur mulai dari bentuk

kecil ke besar, warna muda ke tua dan dari tektur kasar ke halus

menunjukkan adanya gradasi yang berurutan/berirama sehingga tidak

menimbulkan kesan monoton.

Kontras, 1) warna: komposisi warna ketiga tanaman membentuk

prinsip disain yang kontras terutama dengan adanya warna merah dari

bayam merah maka gradasi warna hijau menjadi hilang, keadaan ini

menimbulkan kesan yang tidak monoton; dan 2) tekstur: komposisi

tektur permukaan daun yang berbeda ter utama dengan adanya tektur

Page 61: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

61

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

permukaan daun selada keriting yang sangat kasar dan bergelombang

membentuk prinsip disain yang kontras dengan tektur permukaan daun

yang lain.

2. Penataan taman

Penataan taman dipengaruhi oleh unsur-unsur: pola penataan,

komposisi tanaman, dan luas taman. Penataan tanaman sawi, selada

keriting dan bayam merah dengan memperhatikan unsur-unsur tersebut

diharapkan diperoleh penataan taman yang estetis.

2.1. Pola penataan taman secara horisontal

Komposisi dan Pola penataan taman ini diukur dari seberapa

besar pola yang dibentuk tersebut mampu meminimalkan suhu udara

disekitar taman. (Gambar 19)

19 a. Pola penataan persegi panjang 19 b. Pola penataan persegi panjang

dengan posisi bayam merah ditengah dengan posisi selada ditengah

Gambar 19. Pola penataan taman dengan komposisi 3 jenis

tanaman sayur (sawi, selada keriting dan bayam merah)

Page 62: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

62

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Komposisi tiga jenis tanaman sayur (sawi, selada keriting dan bayam

merah) bila ditata dengan pola penataan persegi panjang/bujur sangkar

suhu udara disekitar taman relati kecil Pola penataan persegi

panjang/bujur sangkar, posisi bayam merah di tengah, sawi dan selada

keriting di pinggir dapat menciptakan kondisi udara yang relatif lebih

rendah yaitu 31,6 ºC dibandingkan bila posisi sawi atau selada keriting

yang ditengah, masing-masing menunjukkan suhu udara yang lebih

tinggi yaitu 32,3 ºC dan 32,2 ºC, sehingga pola penataan taman sayur

dibuat bentuk persegi/bujur sangkar dengan posisi tanaman bayam

merah berada di tengah (Gambar 19.a). Warna hijau muda dari daun

selada keriting dengan tekstur daun yang tidak rata (keriting) menuju

warna hijau tua dari daun sawi dengan tekstur daun yang sedikit

bergelombang membentuk gradasi dalam prinsip disain taman. Warna

merah yang menyolok dari bayam merah merupakan elemen pembatas

yang membentuk prinsip disain kontras dengan warna hijau muda dari

daun selada keriting dan warna hijau tua dari daun sawi, maka secara

keseluruhan menghilangkan prinsip gradasi dan lebih menonjolkan

prinsip kontras sehingga menciptakan satu kesatuan yang estetik dan

menarik (Gambar 19.a). Ukuran daun dari ketiga jenis tanaman yang

relatif lebar dengan tekstur daun yang kasar serta warna daun yang

kontras akan terlihat jelas meski dalam jarak pandang yang cukup jauh

(Santoso, 2014)

2.2. Pola penataan taman secara vertikal

Pola penataan taman secara vertikal pada prinsipnya sama dengan

pada pola penataan taman secara horisontal, yang membedakan hanya

Page 63: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

63

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

penataannya disusun secara vertikal dengan meletakkan tanaman pada

rak yang dibuat scara vertikal (Gambar 20).

Penataan taman secara vertikal harus mempertimbangkan

penyinaran matahari terhadap tanaman, terutama untuk model penataan

tanaman secara bertingkat (Gambar 20). Secara vertikal tanaman tidak

mungkin ditata pada rak yang berdiri tegak (sudut rak 90 derajat)

karena tanaman yang dibagian bawah tidak akan banyak mendapatkan

sinar matahari sehingga proses fotosintesis tanaman tidak berlangsung

dengan sempurna. Rak yang dibuat dengan sudut terlalu kecil akan

membutuhkan lahan (secara horisontal) yang lebih lebar sehingga tidak

efektif untuk halaman/lahan yang relatif sempit.

Sudut rak 60 derajat merupakan posisi penempatan tanaman pada

rak yang sangat efektif, dengan pertimbangan luasan kebutuhan lahan

tidak terlalu lebar dan tanaman cukup banyak mendapatkan sinar

matahari (Santoso, 2014) (Gambar 21)

Menempatkan tanaman pada bagian tepi luar rak maka mulai jam 10.00

pagi tanaman sudah akan mendapatkan penyinaran meskipun belum

secara sempurna, dan sinar matahari akan sempurna menyinari tanaman

mulai jam 11.00 sampai sore hari

Page 64: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

64

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Gambar 20. Rak secara vertikal untuk menempatkan tanaman.

(Santoso, 2014)

Gambar 21. Penataan taman pad arak vertical (Santoso, 2014)

Arah orientasi

Matahari pada

Jam-jam ter

Sudut kemiringan rak tanaman, sudut makin

Kecil lahan yang dibutuhkan semakin luas

60º

32cm

cm

Page 65: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

65

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Konstruksi rak dibuat dari bahan metal galvalum type C.75-0,75

mm, jarak antar rak atas dan bawah 32 cm, menyesuaikan ketinggian

tanaman sayur sampai dengan panen tingginya sekitar 30 - 35 cm. Jarak

antar kolom vertikal sekitar 120 – 125 cm, menyesuaikan ketentuan

jarak maksimal galvalum 125 cm. Ketinggian tanaman yang mencapai

35 cm akan menutup rangka rak galvalum yang tebalnya hanya 75 mm

dari sinar matahari, sehingga pengaruh radiasi matahari pada rangka

galvalum sangat kecil, bahkan mendekati tidak ada, sehingga bisa

diabaikan.

2.3. Luasan taman

Taman yang ditata secara horisontal pada atap bangunan dengan

luas taman sama dengan luas ruang dalam yang ada dibawahnya.

Taman Loose dindinglsistim ‘tanah dirak’ diletakkan di depan

bangunan Luas bagian bukaan (jendela) yang terdapat pada

bidang/dinding sama dengan luas taman,

Luas taman sangat berpengaruh pada suhu udara ruang karena luas

taman yang maksimal akan memberi efek pembayangan/pernaungan

yang maksimal sehingga akan mengurangi radiasi matahari yang masuk

dalam ruang dan akan menghasilkan suhu udara indoor yang minimal

(Tabel 18).

Page 66: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

66

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Tabel 18. Pengaruh luas taman pada suhu udara ruang yang

dinaungi ------------------------------------------------------------------------------------------

Penataan taman Luas taman ter Suhu udara Kelembaban udara

hadap luas lantai/ (ºC) (%)

bukaan/jendela ext hasil ext hasil

----------------------------------------------------------------------------------------------

Taman horisontal 30,8 73

1/3 bagian 28,9 80

2/3 bagian 28,3 80

1 bagian 28,0 83

----------------------------------------------------------------------------------------------

Taman vertikal 32,0 60

1/3 bagian 31,9 62

2/3 bagian 31,6 63

1 bagian 30,8 78

----------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Santoso (2014)

Bidang taman makin luas, maka bidang yang ternaungi juga dapat lebih

luas, dan dengan perletakan taman yang relatif dekat dengan objek

yang dinaungi, maka sudut bayangan yang jatuh pada bidang akan kecil

sehingga bidang yang ternaungi akan lebih luas. Luasnya pernaungan

pada objek menyebabkan radiasi matahari yang mengenai objek

menjadi kecil. Adapun sifat tanaman yang mengandung air akan

mempengaruhi pada kelembaban udara sekitarnya sehingga suhu udara

dalam ruang menjadi turun.

Page 67: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

67

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Pola penataan taman yang mampu menurunkan suhu udara

lingkungan adalah: pola taman yang ditata membentuk bujur sangkar,

dengan komposisi tanaman bayam merah ditengah diapit oleh tanaman

selada keriting dan sawi. Luas taman dibuat sedemikian rupa sehingga

menutup penuh bidang lantai (taman horisontal), dan menutup semua

bidang bukaan pada fasad/dinding yang terkena sinar matahari

langsung (taman vertikal). Pola penataan taman tersebut diatas mampu

menurunkan suhu udara sekitar 1,2 – 2,8 ºC dan berpotensi

meningkatkan kenyamanan termal lingkungan (Santoso, 2014)

B. Kondisi Udara dan Kenyamanan Termal

1. Kondisi udara dan kenyamanan termal melalui penataan

taman sayur secara horisontal

Pengaruh penataan taman diatas atap (horisontal), khususnya

pada musim kemarau terjadi penurunan suhu udara rata-rata dalam

ruang hanya sebesar 0,5 ºC. Penurunan suhu udara dalam ruang terjadi

karena adanya penurunan radiasi matahari yang cukup besar yaitu

sekitar 174 W/m2 (Santoso, 2014). Penurunan radiasi matahari dalam

ruang terjadi karena sinar matahari yang menyinari permukaan atap

terhalang/tertutup olah taman sehingga tidak ada radiasi panas yang

diterima oleh atap dan tidak ada radiasi panas yang diteruskan kedalam

ruang. Sinar matahari yang menyinari taman sebagian dipantulkan

(reflection) dan sebagian lagi diserap (asorbtion) oleh tanaman dan

tidak diteruskan kedalam ruang. Penyerapan sinar matahari oleh

Page 68: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

68

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

tanaman digunakan untuk proses fotosintesis oleh tanaman (Gambar

22)

22a. Taman horisontal diatas atap ruang 22b. Pengukuran data variabel

kenyamanan termal ruang

Gambar 22: Pengukuran dan pengambilan sampel pada lokasi taman

horisontal pada musim kemarau.

Pada musim hujan, terjadi penurunan suhu udara dalam ruang

yang cukup besar, dimana fluktuasi penurunan suhu udara yang terjadi

sebelum ada taman dan setelah ada taman hampir sama. Suhu harian

rata-rata dalam ruang sebelum ada taman mencapai 30,4 ºC,

sedangkan setelah ada taman mencapai 27,7 ºC, sehingga suhu harian

rata-rata mengalami penurunan sebesar 2,7 ºC. Penurunan suhu udara

harian rata-rata ini terjadi karena berkurangnya radiasi panas yang

masuk dalam ruang khususnya radiasi panas dari atap bangunan akibat

terserap oleh tanaman yaitu mencapai 84 W/m2 (Santoso,2014)

pada musim kemarau suhu udara kering mencapai 29,3 ºC

dengan kelembaban udara 56 %, sedangkan pada musim hujan suhu

udara kering mencapai 27,7 ºC dengan kelembaban udara 69 %.

Menggunakan diagram psikrometri kedua variabel tersebut sangat

Alat pengukur

Page 69: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

69

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

berpengaruh pada penentuan suhu udara basah (suhu bola basah).

Menggunakan diagram psikrometri diperoleh suhu udara basah (suhu

bola basah) pada musim kemarau mencapai 22,5 ºC, sedangkan suhu

udara basah (suhu bola basah) pada musim hujan mencapai 25 ºC

(Gambar 23).

Musim kemarau maupun musim hujan dalam segala keadaan suhu

udara sebelum ada taman maupun setelah ada taman tidak memenuhi

zona suhu udara untuk kenyamanan termal ASHRAE (Gambar 39).

Hasil penelitian setelah ada taman suhu udara basah pada musim

kemarau lebih rendah (22,5 ºC) dibandingkan suhu udara basah pada

musim hujan (25 ºC), hal ini disebabkan karena kelembaban udara pada

musim kemarau lebih rendah (56 %) dibandingkan pada musim hujan

(69 %).

Kelembaban sangat berpengaruh pada suhu udara basah (suhu

udara bola basah) makin rendah kelembaban udara, suhu udara basah

makin kecil. Pada musim kemarau, sebelum ada taman kelembaban 53

% dan suhu udara basah mencapai 22 ºC, sedangkan pada musim hujan

kelembaban 65 % dan suhu udara basah mencapai 23,3 ºC (Gambar

22).

Page 70: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

70

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Catatan: Temperatur bola basah awal = temperatur sebelum ada taman Temperatur bola basah hasil = temperatur sesudah ada taman

Gambar 22. Analisis hasil pengukuran pada (indoor) ruang

dengan penataan taman horisontal menggunakan

Bagan Psikrometri.

Menggunakan suhu udara basah yang didapat dari diagram psikrometri

dan kecepatan udara dengan bagan temperatur efektif dapat diketahui

suhu netral atau tingkat kenyamanan termal indoor (Gambar 22).

0.80 0.85 0.90

0.9510

15

20

25

25

30

3

5 4

0

40

45

5

0

55

60

65

7

0

75

8

0 85

90

9

5

100

105

1

10

11

5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0.033

0.032

0.031

0.030

0.029

0.028

0.027

0.026

0.025

0.024

0.023

0.022

0.021

0.020

0.019

0.018

0.017

0.016

0.015

0.014

0.013

0.012

0.011

0.010

0.009

0.008

0.007

0.006

0.005

0.004

0.003

0.002

0.001

0.000

35 40 45 50

0

5

10

15

20

25

30

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%90

%

1.0

0.9

0.8

0.7

0.60.5

0.40.3

0. 2

0.1

Tem

per

atu

r bo

la b

as a

h (

°C)

Tem peratur bola kering (°C)

Temperatur bola basah hasil (musim kemarau)l Temperatur bola basah hasil (musim hujan)

Temperatur bola basah awal (musim hujan)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)

Page 71: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

71

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Gambar 23. Analisis kenyamanan termal/suhu netral (indoor) pada

ruang dengan penataan taman horisontal menggunakan

Bagan Temperatur Efektif.

Page 72: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

72

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Bagan Temperatur Efektif (Gambar 23) menghasilkan suhu bola basah

mencapai 25 ºC, dan suhu udara kering 27,7 ºC, serta kecepatan angin

0 m/det. Menggunakan bagan temperature efektif, diperoleh suhu

netral atau kenyamanan termal dalam ruang pada musim kemarau

mencapai 25,6 ºC TE dan musim hujan mencapai 26,3 ºC TE.

2. Kondisi udara dan kenyamanan termal melalui penataan

taman sayur secara vertikal

Pada penataan taman secara vertikal saat musim kemarau suhu

udara rata-rata mengalami penurunan 0,5 ºC (suhu rata-rata sebelum

ada taman 31,4 ºC, setelah ada taman menjadi 30,9 ºC) (Gambar 24).

Penurunan suhu udara rata-rata ini dipengaruhi oleh peningkatan

kelembaban udara sebesar 10 % dan penurunan radiasi sinar matahari

yang masuk dalam ruangan sebesar 141 W/m2 (Santoso 2014)).

a. Pengukuran data udara pada b. Posisi penempatan taman vertikal

taman vertikal (out door) terhadap indoor

Page 73: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

73

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

c.Pengukuran udara (indoor)

Gambar 24. Pengukuran dan pengambilan sampel taman vertikal (Santoso, 2014)

Hasil pengukuran Pada musim hujan suhu udara rata-rata

mengalami penurunan 1,1 ºC (suhu rata-rata sebelum ada taman 31,0

ºC, setelah ada taman menjadi 29,9 ºC. Penurunan suhu udara rata-rata

ini dipengaruhi oleh peningkatan kelembaban udara sebesar 7 % dan

penurunan radiasi sinar matahari sebesar 108 W/m2 (Santoso, 2014)).

Perubahan suhu udara indoor sebagai akibat penataan taman sayur

vertikal pada sisi bagian Barat bangunan memberikan dampak

terciptanya kenyamanan termal pada indoor. Berdasarkan suhu udara

kering (hasil penelitian) dengan beberapa variabel iklim yang

mempengaruhinya, diantaranya suhu udara basah, kecepatan udara dan

kelembaban udara dengan menggunakan diagram psikrometry dan

diagram suhu efektif dapat ditentukan suhu netral.

Pengaruh penataan taman sayur vertikal pada ruang dalam

(indoor) pada musim kemarau suhu udara kering (suhu udara bola

Page 74: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

74

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

kering) mencapai 30,9 ºC dengan kelembaban udara 62 %, sedangkan

pada musim hujan suhu udara kering mencapai 29,9 ºC dengan

kelembaban udara 66 %. Menggunakan diagram psikrometri kedua

variabel iklim tersebut sangat berpengaruh pada penentuan suhu udara

basah (suhu bola basah). Analisis menggunakan diagram psikrometri

diperoleh suhu udara basah (suhu bola basah) pada musim kemarau

mencapai 24,3 ºC, sedangkan suhu udara basah (suhu bola basah) pada

musim hujan mencapai 24,9 ºC (Gambar 25). Setelah ada taman suhu

udara bola basah pada musim kemarau lebih rendah (24,3 ºC)

dibandingkan suhu udara basah pada musim hujan (24,9 ºC), hal ini

disebabkan karena kelembaban udara pada musim kemarau lebih

rendah (62 %) dibandingkan pada musim hujan (69 %). Kelembaban

sangat berpengaruh pada suhu udara basah (suhu udara bola basah)

makin rendah kelembaban udara, suhu udara basah makin kecil,

(Gambar 25). (Santoso, 2014)

Page 75: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

75

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Catatan: Temperatur bola basah awal = temperatur sebelum ada taman Temperatur bola basah hasil = temperatur sesudah ada taman

Gambar 25. Analisis hasil pengukuran pada (indoor)

menggunakan Diagram Psikrometri (Santoso, 2014)

Diagram (Gambar 25), menunjukkan bahwa pada musim kemarau

maupun musim hujan, baik sebelum ada taman maupun setelah ada

taman suhu udara tidak masuk dalam zona kenyamanan termal

ASHRAE yang menetapkan zona kenyamanan termal berada pada

kisaran suhu udara 20,5 ºC – 24,5 ºC dengan kelembaban antara 20 –

0.80 0.85 0.90

0.9510

15

2

0

25

25

30

35

4

0

40

45

50

5

5

60

65

7

0

75

80

8

5

90

9

5 1

00

105

1

10

11

5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0.033

0.032

0.031

0.030

0.029

0.028

0.027

0.026

0.025

0.024

0.023

0.022

0.021

0.020

0.019

0.018

0.017

0.016

0.015

0.014

0.013

0.012

0.011

0.010

0.009

0.008

0.007

0.006

0.005

0.004

0.003

0.002

0.001

0.000

35 40 45 50

0

5

10

15

20

25

30

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%90

%

1.0

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5

0.40.3

0. 2

0.1

Tem

per

atu

r bo

la b

as a

h (

°C)

Tem peratur bola kering (°C)

Temperatur bola basah hasil (musim kemarau)l Temperatur bola basah hasil (musim hujan)

Temperatur bola basah awal (musim hujan)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)

Page 76: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

76

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

60 %. Menggunakan suhu udara basah yang didapat dari diagram

psikrometri dan kecepatan udara hasil pengukuran di lapang dengan

menggunakan bagan temperatur efektif dapat diketahui suhu netral atau

tingkat kenyamanan termal indoor (Gambar 26).

Gambar 26. Analisis kenyamanan termal/suhu netral (indoor)

menggunakan Bagan Temperatur Efektif

(Santoso,2014)

Page 77: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

77

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Menentukan suhu netral atau kenyamanan termal indoor, diperlukan

variabel-variabel; suhu bola basah hasil analisis menggunakan diagram

Psikrometri dan suhu bola kering serta kecepatan angin hasil

pengukuran di lapang Musim kemarau, suhu bola basah mencapai 24,3

ºC, dan suhu udara kering 30,9 ºC, serta kecepatan angin 0 m/det.

Musim hujan, suhu bola basah mencapai 24,9 ºC, dan suhu udara

kering 29,9 ºC, serta kecepatan angin 0 m/det. Hasil analisis

menggunakan bagan temperatur efektif (Gambar 25), diperoleh suhu

netral atau kenyamanan termal dalam ruang pada musim kemarau

mencapai 26,8 ºC TE dan pada musim hujan mencapai 27,3 ºC TE.

Beberapa studi kenyamanan termal pada bangunan rumah tinggal,

di Surabaya Temperatur Efektif mencapai 27,4 ºC ( Santosa, 1988), di

Jakarta mencapai 26,7 ºC (Karyono,T.H., 1994). Bangunan kelas di

Bruney Darusalam mencapai 26,7 ºC (Abdul Rahman & Kannan,

1997), di Malaysia mencapai 27,4 ºC (Zaim Ahmed et al, 1997) dan di

Bangkok mencapai 26,7 ºC (Khedari et al, 2000). Hampir seluruh hasil

penelitian tidak memenuhi standar kenyamanan yang dipersyaratkan.

Auliciems (1981), menyatakan bahwa asumsi untuk

kemungkinan diterima oleh 90 % responden, kenyamanan termal yang

disarankan adalah Tn (Temperatur netral) ± 2,5 TE (Temperatur

Efektif), sedangkan untuk asumsi diterima oleh 80 % responden,

kenyamanan termal yang disarankan adalah Tn ± 3,5 TE.

Kemungkinan kenyamanan termal diterima 80 % dan 90 % oleh

responden pada setiap kondisi hasil penelitian sebagaimana pada

Tabel 19.

Page 78: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

78

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Tabel 19: Hasil pengukuran parameter udara dan kenyamanan termal.

Lokasi Parameter Kenyamanan Termal Suhu netral /Temperatur Efektif (TE)

Indoor Data awal Hasil penelitian TE 90 % diterima 80 % diterima

Suhu

RH Angin SK SB RH Angin ºC

TE-

2,5 TE+2,5

TE-

3,5 TE+3,5

ºC % m/det ºC ºC % m/det ºC ºC ºC ºC

Taman

Horisontal

Kemarau 29,8 53 0 29,3 22,5 56 0 25,6 23,1 28,1 22,1 29,1

Hujan 30,4 63 0 27,7 25 69 0 26,3 23,8 28,8 22,8 29,8

Taman

Vertikal

Kemarau 31,4 52 0 30,9 23,3 62 0 26,8 24,3 29,3 23,3 30,3

Hujan 31 60 0 29,9 24,9 66 0 27,3 24,8 29,8 23,8 30,8

Sumber: Santoso, 2014

Berdasarkan Tabel 19, kenyamanan termal kedua lokasi masih dapat

diterima bahkan masuk pada katagori 90 % diterima oleh responden

(Auliciem, 1981), karena nilai TE setelah dikurangi 2,5 ºC masih sesuai

dengan standar. Hasil penelitian masih masuk zona kenyamanan

standar ASHRAE 55, kecuali kenyamanan termal pada taman vertikal

saat musim hujan Temperatur Efektifnya masih melebihi standar yaitu

24,8 ºC.

Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan objek

penelitian yang sama yaitu penelitian kenyamanan termal pada ruang

kelas atau bangunan sekolah dengan ventilasi alami diperoleh

gambaran sebagai berikut:

Page 79: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

79

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

1) Penelitian yang dilakukan oleh Wong & Khoo, (2003), Sh. Ahmad

& Ibrahim, (2003), masing-masing di Singapura dan Malaysia,

menunjukkan suhu netral antara 27,6 ºC – 28,8 ºC.

2) Penelitian dengan objek yang sama yang dilakukan di Nigeria oleh

Ogbonna et al. (2008) mencatat suhu netral rata-rata mencapai 26,27

ºC, kelembaban 72,1 % dan kecepatan udara rata-rata 0,07 m/det.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Rilatupa (2008) ruang kelas (dengan

pengkondisian udara = AC) dan ruang kantor ventilasi alami di

Jakarta menunjukkan bahwa ruang yang dikondisikan tidak

semuanya mendapatkan suhu netral yang sama meski sudah di

program dengan suhu netral yang sama, hal ini dipengaruhi oleh

adanya radiasi matahari yang berbeda pada masing-masing ruang

kelas, namun dengan pengkondisian udara tersebut suhu netral yang

dicapai dapat memenuhi standar kenyamanan ASHRAE. Ruang

kantor yang berventilasi alami suhu netralnya 28 ºC dengan

kelembaban relatif 72,5 %.

Kenyamanan termal dengan menggunakan penataan taman sayur

organik, suhu netral yang dicapai pada ruang kelas berkisar 25,6 ºC –

26,3 ºC dengan kelembaban antara 56 % - 69 %. Dibandingkan

dengan penelitian-penelitian sebelumnya ternyata suhu netral pada

penelitian ini menunjukkan nilai suhu netral yang paling kecil. Kondisi

ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan media tanaman sebagai

penahan radiasi matahari, maka radiasi matahari tidak di absorbsi ke

bidang dibaliknya melainkan sinar matahari digunakan untuk proses

fotosintesis sehingga cukup membantu mengurangi suhu udara dalam

ruang, namun dari semua penelitian pada kenyamanan ruang

Page 80: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

80

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

kelas/sekolah dengan ventilasi alami tidak satupun suhu netralnya

memenuhi standar kenyamanan termal yang disyaratkan oleh ASHRAE

55.

Penelitian-penelitian dengan objek penelitian yang setara dengan

rumah, yaitu asrama, apartemen, kantor maupun bangunan publik

lainnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya:

1) Penelitian kenyamanan termal rumah (tradisional Jawa) di Indonesia

yang dilakukan oleh Feriadi, et al. (2004), tanpa menggunakan

konfigurasi (alami), menunjukkan adanya perbedaan suhu pada

musim kemarau ( suhu netral 29,8 ºC) dan musim hujan (suhu

netral 29,2 ºC). Kondisi suhu udara yang relatif besar ini oleh

pengguna diantisipasi secara adaptif dengan menyesuaikan bahan

pakaian yang sesuai dengan tingkat kenyamanan mereka.

2) Penelitian kenyamanan termal rumah bertingkat dengan ventilasi

alami di Malaysia yang dilakukan oleh Nugroho (2011),

menunjukkan adanya perbedaan suhu maksimum (siang hari = 31,67

ºC) dan minimum (malam hari = 24,7 ºC) yang cukup signifikan

yaitu sekitar 6,97 ºC dengan suhu netral 28,2 ºC. suhu udara dalam

ruang lebih besar 2 ºC – 3 ºC dari suhu udara luar dan suhu udara

dalam ruang berkisar 30 ºC terutama pada ruang-ruang yang

menghadap ke Barat yang terkena radiasi matahari secara langsung.

3) Penelitian kenyamanan termal pada asrama mahasiswa dengan

ventilasi alami di Malaysia yang dilakukan oleh Sulaiman, et al.

(2011), mencatat adanya perbedaan suhu luar (outdoor) dan suhu

dalam (indoor) pada malam dan siang/sore hari, dimana suhu

Page 81: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

81

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

outdoor malam hari 27,6 ºC dan siang/sore 38 ºC, sementara suhu

indoor malam hari 27,5 ºC dan siang/sore hari 33,6 ºC. Perbedaan

suhu waktu malam dan siang/sore yang cukup signifikan yaitu

sekitar 10,4 ºC menunjukkan bahwa setiap saat suhu nnetral tidak

sesuai dengan stándar kenyamanan yang disyaratkan.

4) Penelitian Sabarinah & Ahmad (2006), tentang kenyamanan termal

pada apartemen menunjukkan kondisi suhu dan kelembaban yang

relatif kecil terutama pada ruang-ruang di lantai atas, hal ini

disebabkan adanya gerakan udara yang relatip lancar pada ruang-

ruang dilantai atas. Suhu udara tercatat 26,1 ºC dengan kelembaban

50 % - 54 %.

5) Daghigh, et al. (2009), meneliti kenyamanan termal sebuah asrama

mahasiswa berventilasi alami di Malaysia dengan menggunakan

konfigurasi/ pengaturan bukaan sebanyak 14 komposisi. Dari semua

komposisi bukaan yang dilakukan diperoleh temperatur efektif atau

suhu netral antara 25,2 ºC – 27,5 ºC. Kondisi suhu netral yang ada

belum bisa memenuhi zona stándar kenyamanan termal ASHRAE

55, namun persepsi kenyamanan pengguna menyatakan dapat

menerima suhu netral tersebut dengan adaptasi penyempurnaan

sistim sirkulasi udara melalui bukaan yang memadai.

Penelitian-penelitian mengenai kenyamanan termal pada

bangunan rumah, apartemen dan kantor yang sebagian besar

menggunakan variabel iklim dan beberapa menambahkan variabel

individu untuk penelitiannya, tirlihat bahwa nilai kenyamanan termal

Page 82: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

82

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

sebagian besar belum bisa memenuhi stándar kenyamanan AHRAE.

Suhu netral dari hampir semua penelitian rata-rata masih tinggi yaitu

antara 26,1 ºC – 29,8 ºC, adapun suhu udara tercatat antara

27,6 ºC - 38 ºC.

Penelitian kenyamanan termal dengan menggunakan taman sayur

secara vertikal sebagai penahan radiasi sinar matahari ternyata

menghasilkan suhu netral yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

penelitian-penelitian sebelumnya yang sebagian besar tanpa penahan

radiasi sinar matahari. Hasil penelitian menunjukkan suhu netral antara

26,8 ºC.– 27 3 ºC. dengan kelembaban antara 62 % - 66 %.

3. Suhu netral ditinjau dari beberapa standar kenyamanan

termal

Kenyamanan termal pada semua lokasi menghasilkan suhu netral

pada musim kemarau maupun musim hujan berkisar antara 25,6 ºC TE

– 27,3 ºC TE. Ditinjau dari beberapa standar kenyamanan termal yang

ada menunjukkan bahwa hasil penelitian masih sesuai dengan standar

kenyamanan termal yang mengacu pada iklim dan subjek penelitian

yang sama (iklim tropis lembab). Standar kenyamanan yang mengacu

pada iklim yang lain, maka hasil penelitian berada diluar standar

kenyamanan.

Berdasarkan standar ASHRAE dengan daerah penelitian di Amerika

Selatan (30º LU) dengan subjek penelitian kelompok manusia Amerika,

dan stándar RAO dengan daerah penelitian di Calcuta (22º LU) dengan

subjek penelitian kelompok orang India menentukan batas kenyamanan

20 – 24,5º C TE, maka hasil penelitian masih diluar zona kenyamanan

kedua stándar tersebut. Standar WEBB dengan daerah penelitian di

Page 83: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

83

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Singapura dengan subjek penelitian kelompok manusia Malaysia dan

Cina menentukan batas kenyamanan antara 25 – 27 ºC TE, maka hasil

penelitian sebagian besar masih masuk dalam zona kenyamanan

(kecuali hasil penelitian dengan taman vertikal pada musim hujan).

Standar MOM dengan daerah penelitian di Jakarta (6º LS) dengan

subjek penelitian kelompok orang Indonesia, dan standar Ellis dengan

daerah penelitian di Singapura dengan subjek penelitian kelompok

orang Eropa menentukan batas kenyamanan antara 20 – 26 ºC TE,

maka hasil penelitian yang masuk zona kenyamanan hanya pada

penelitian ruang kelas pada musim kemarau. Standar AULICIEMS

dengan batas kenyamanan berdasarkan pada fleksibilitas kenyamanan

yang dapat diterima oleh kelompok orang dengan kisaran - 2,5º atau +

2,5 ºC dari suhu netral atau suhu kenyamanan hasil penelitian, maka

semua hasil penelitian dapat masuk ke zona kenyamanan termal dengan

katagori 90 % dapat diterima responden.

Standar-standar yang ada mernyatakan bahwa unsur non fisik atau

persepsi dari kelompok orang menjadi faktor yang sangat menentukan

untuk mengukur kenyamanan termal setempat, sehingga standar-

standar yang ada tidak dapat diberlakukan secara umum. Standar yang

paling mendekati pada penelitian ini ialah standar lokal atau standar

yang mempunyai kesamaan iklim dan subjek yang cukup lama tinggal

di lokasi penelitian, sehingga subjek penelitian mempunyai kesesuaian

persepsi yaitu standar WEBB, MOM, ELLIS dan standar LPMB-PU.

Berdasarkan standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi

pada bangunan gedung (LPMB-PU) (Tabel 8), maka suhu netral

sebagian hasil penelitian masih memenuhi syarat pada katagori

Page 84: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

84

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

’nyaman optimal’ (syarat suhu netral = 22,8 ºC – 25,8 ºC) dan untuk

suhu netral semua hasil penelitian dapat memenuhi syarat pada katagori

’hangat nyaman’ (syarat suhu netral = 25,8 ºC – 27,1 ºC). Pada

penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang

penelitiannya hanya dengan memanfaatkan kondisi eksisting fisik tanpa

melakukan perubahan/penambahan fisik, melainkan hanya dengan

melakukan kofigurasi elemen fisik yang sudah ada, diantaranya

penelitian Nugroho (2011), suhu netral untuk rumah tingkat

berventilasi alami di Malaysia tercatat 28,2 ºC. Rilatupa (2008),

mencatat suhu netral untuk sekolah berventilasi alami di Jakarta

(Indonesia) sebesar 28 ºC, Feriadi, at al (2004), mencatat suhu netral

untuk rumah berventilasi alami di Indonesia berkisar 29,2 ºC – 29,8 ºC,

Wong & Khoo (2003) yang meneliti kelas di Singapura mencatat suhu

netral 28,8 ºC sedangkan Sh. Ahmad & Ibrahim. (2003) mencatat hasil

penelitian kenyamanan kelas ventilasi alami di Malaysia dengan suhu

netral 27,6 ºC rata-rata menghasilkan suhu netral yang diluar zona

kenyamanan yang ada.

A. Kenyamanan Termal dan Subjektifitas Pengguna Ruang (Indoor)

Penilaian kenyaman termal indoor berdasarkan tanggapan/persepsi

penghuni pada survei melalui kuisioner yang diberikan bersamaan

dengan pengukuran fisik dalam setiap kondisi. Uraian dari hal tersebut

pada sub-sub bab berikut:

Page 85: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

85

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

1. Data demografi responden

Data demografi responden diperoleh pada saat pengukuran data fisik di

lapang. Pada ruang dengan taman horisontal sebanyak 20 responden

berpartisipasi dalam pengisian kuisioner, terdiri dari 8 orang laki-laki

dan 12 orang perempuan dengan usia antara 19 – 25 tahun (Tabel 20),

Sementara pada ruang dengan taman vertikal sebanyak 24 responden

berpartisipasi dalam pengisian kuisioner seluruhnya perempuan dengan

usia antara 35 – 60 tahun (Tabel 20).

Tabel 20: Data demografi responden.

----------------------------------------------------------------------------------------

Ruang dengan taman horisontal Ruang dengan taman vertikal

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Kelamin Usia (tahun) Jumlah Usia (tahun) Jumlah

------------------------------ --------------------------------

18- 20 21-23 24-25 35-42 43-50 51-60

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Laki-laki 3 3 2 8 - - - -

Perempuan 8 3 1 12 6 11 7 24

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Jumlah 11 6 3 20 6 11 7 24

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Santoso 2014

2. Jenis pakaian responden

Pakaian yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dalam

Page 86: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

86

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

kelas 100 % laki-laki menggunakan celana panjang & kemeja lengan

pendek, sementara pada perempuan yang menggunakan celana dan

kemeja lengan panjang sebesar 50 % dan 30 % menggunakan rok dan

kemeja lengan panjang serta 20 % menggunakan rok dan kemeja

lengan pendek. Ruang Balai RT.11, perempuan yang menggunakan

celana dan kemeja lengan panjang sebesar 80 % dan 20 %

menggunakan rok dan kemeja lengan panjang. Asumsi kegiatan ringan

(duduk & pertemuan), maka insulasi diambil yang sesuai untuk daerah

tropis lembab, dengan nilai isolasi pakaian 0,55.

3. Data prediksi suara rata-rata (PMV) berdasarkan skala

ASHRAE

Pengambilan data dilakukan berdasarkan pengukuran subjektif

yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar (kelas). Indeks

PMV (Predicted Mean Vote) yang digunakan dalam perhitungan dan

analisis pada studi ini. Penjelasan indek PMV secara numerik

digambarkan sebagai berikut : lebih dingin (-3), dingin (-2), agak

dingin (-1), netral (0), sedikit hangat (+1), hangat (+2), panas (+3).

Menggunakan analisis dari InfoGap dan Microsoft Exel, perhitungan

indeks iklim mikro di lapangan menunjukkan kisaran prediksi suara

rata-rata (PMV) antara (-1) dan (+1), pada musim hujan pada semua

lokasi, sedangkan pada musim kemarau di dalam ruang kelas FP.

Unmer PMV menunjukkan antara (-1) dan (+2) dan di dalam ruang

Balai RT menunjukkan antara (0) dan (+2). (Gambar 52). Berdasarkan

ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi nyaman ketika PMV

memiliki nilai antara -1 dan +1,

Page 87: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

87

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

a.Sensasi suhu indoor . b. Sensasi suhu indoor

melalui penataan taman horisontal. melalui penataan taman vertikal.

Gambar 27. Sensasi suhu skala ASHRAE.(Santoso, 2014)

Grafik (Gambar 27 a), menunjukkan bahwa melalui penataan taman

secara horisontal pada ruang (indoor), persepsi responden terhadap

kenyamanan indoor sebagai berikut:

1) Musim kemarau sebanyak 5 % responden menyatakan agak dingin

(d indek -1), 15 % menyatakan netral/nyaman ( indek 0), 50 %

menyatakan sedikit hangat (indek +1) dan sisanya 30 % menyatakan

hangat ( indek +2). Kondisi ini menunjukkan adanya rentang

kenyamanan yang dirasakan oleh 70 % dari responden, sedangkan

30 % merasakan tidak nyaman. Hal ini didukung dengan fakta

penelitian yang menunjukkan penurunan suhu udara dalam ruang

yang tidak terlalu signifikan yaitu 0,5 ºC dan tingkat kenyamanan

termal mencapai suhu netral/TE = 25,6 ºC.

2) Musim hujan dengan suhu netral 26,3 ºC TE dan kelembaban 69

%, sebanyak 10 % responden menyatakan agak dingin ( dengan

indek -1), 25 % menyatakan netral/nyaman (dengan indek 0), 65 %

menyatakan sedikit hangat (dengan indek +1). Kondisi ini

0 0

10

25

65

0 00 05

15

50

30

00

10

20

30

40

50

60

70

-3 -2 -1 0 +1 +2 +3

PMV

Pre

se

nta

se

(%

)

Musim hujan Musim kemarayu

0 0

17

33

50

0 00 0 0

8

67

25

0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

-3 -2 -1 0 +1 +2 +3

PMV

Pro

sen

tase (

%)

Musim hujan Musim kemarau

Page 88: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

88

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

menunjukkan adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 100

% dari responden, hal ini terlihat dari persepsi penilaian responden

sebagian besar (100 %) berkisar antara -1 dan +1, (Finger, 1972).

Menurut standar ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi

nyaman dicapai ketika PMV memiliki nilai antara -1 dan +1. Hal ini

didukung dengan fakta penelitian yang menunjukkan penurunan

suhu udara dalam ruang sampai 2,7 ºC dan tingkat kenyamanan

termal mencapai TE/suhu netral = 26,3 ºC.

3) Kondisi udara dalam ruang dengan Temperatur Efektif atau suhu

netral yang mendekati standar kenyamanan ASHRAE ini cukup

dapat dirasakan oleh responden untuk menjadi alasan menerima

kenyamanan termal indoor pada ruang dengan penataan taman

horisontal.

Grafik (Gambar 27 b), menunjukkan bahwa melalui penataan taman

secara vertikal pada ruang (indoor) persepsi responden terhadap

kenyamanan indoor ialah:

1) Musim kemarau sebanyak 8 % menyatakan nyaman (dengan indek

0), 67 % menyatakan sedikit hangat (dengan indek +1) dan sisanya

25 % menyatakan hangat (dengan indek +2). Kondisi ini

menunjukkan adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 75

% dari responden, sedangkan 25 % merasakan tidak nyaman.

Kondisi ini didukung dengan fakta penelitian yang menunjukkan

penurunan suhu udara dalam ruang relatif kecil yaitu sebesar 0,5 ºC

dan tingkat kenyamanan termal TE/suhu netral = 26,8 ºC.

Page 89: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

89

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

2) Musim hujan sebanyak 17 % responden menyatakan agak dingin (

indek -1), 33 % menyatakan netral/nyaman (indek 0), 50 %

menyatakan sedikit hangat (indek +1). Kondisi ini menunjukkan

adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 100 % dari

responden. Kondisi ini didukung dengan fakta penelitian yang

menunjukkan penurunan suhu udara dalam ruang sampai 1,1 ºC dan

tingkat kenyamanan termal TE/suhu netral = 27,3 ºC.

Perubahan suhu dalam ruang relatif kecil, namun karena radiasi

matahari yang masuk kedalam ruang sebagian besar tertahan dan

diserap (asorbsi) oleh tanaman (taman) sehingga memberikan kesan

sejuk dalam ruangan. Kondisi/kesan yang dirasakan oleh responden ini

menjadi alasan mereka untuk memberi toleransi dalam menerima

kenyamanan termal indoor ruang dengan penataan taman vertikal.

Persepsi kenyamanan yang dirasakan baik pada musim kemarau

maupun pada musim hujan oleh pengguna pada indoor dengan

penataan taman horisontal, maupun indoor dengan penataan taman

vertikal, maka sebagian besar ( 75 – 100 %) pengguna menyatakan

kondisi udara indoor dalam rentang kenyamanan yaitu antara (-1)

sampai (+1). Kondisi ini sangat bertentangan dengan standar

ASHRAE yang mensyaratkan zona kenyamanan termal dengan suhu

netral antara 20,5 ºC– 24,5 ºC. TE. Hasil analisis untuk indoor di lokasi

penelitian melalui penataan taman sayur vertikal dan horisontal

menunjukkan suhu netral diluar zona kenyamanan termal, namun

responden masih memberikan toleransi untuk menerima kondisi ini.

Selain kondisi fisik yang terkait dengan variabel iklim tersebut,

responden masih bisa merasakan kenyamanan dalam ruang, hal ini

Page 90: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

90

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

didukung dengan sikap/tindakan responden dalam memilih bahan

pakaian yang relatif lebih dingin. Penilaian subjektif menunjukkan

bahwa kenyamanan termal masih dalam batas toleransi responden.

meskipun kondisi tersebut masih dibawah batas persyaratan/zona

kenyamanan termal ASHRAE 55.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar kenyamanan termal

internasional yaitu standar ASHRAE 55 untuk bisa diterapkan di

Indonesia khususnya di Kota Surabaya sulit untuk dicapai hanya

dengan mengandalkan sistim penghawaan alami. Diperlukan kipas

angin untuk meningkatkan nilai variabel kecepatan udara karena

variabel kecepatan udara dalam penelitian tidak mendukung dalam

menciptakan kenyamanan (kecepatan udara rata-rata 0 m/det) pada

semua lokasi penelitian. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi bangunan

terletak pada tapak yang padat sehingga berpengaruh pada arah dan

kecepatan udara (Santosa, 2000). Kisaran suhu kenyamanan termal

berdasar kan hasil penelitian untuk semua lokasi dan semua kondisi

menunjukkan suhu netral/TE (Temperatur Efektif) berkisar antara 25,6

ºC - 27,3 ºC, sedangkan standar ASHRAE 55 mensyaratkan suhu netral

untuk kenyamanan maksimal antar 20 ºC sampai 24,5 ºC (Tabel 8).

B. Kualitas Udara

Komponen gas di udara yang mempunyai peran sangat penting

dalam kehidupan di bumi diantaranya ialah Karbondioksida (CO2) dan

Oksigen (O2). Keberadaan kedua gas ini mempunyai kaitan yang

sangat erat dengan vegetasi melalui proses fotosintesis tumbuhan yaitu

penyerapan CO2 dan pelepasan O2 serta menjadi indikator/tolok ukur

kualitas udara/ atmosfir. Hasil penelitian kualitas udara (CO2 dan O2)

Page 91: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

91

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

pada lingkungan indoor dan outdoor melalui penataan taman sayur

pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh penataan taman sayur secara horisontal pada

kualitas udara (CO2 dan O2)

Pengukuran dan pengambilan sampel penelitian pada indoor melalui

penataan taman sayur secara horisontal dilakukan sebelum ada taman

dan setelah ada taman di lokasi penelitian. Uraian hal tersebut dibahas

pada sub-sub bab berikut: (Santoso, 2014)

1.1. Kualitas udara pada musim kemarau

Taman horisontal pada atap bangunan pada saat musim kemarau.

Kadar CO2 ambien didalam ruang kelas pada musim kemarau

mengalami peningkatan 1,73 ppm, sedangkan kandungan O2 dalam

ruang mengalami penurunan 0,43 % . Kondisi ini menunjukkan adanya

kecenderungan penurunan kualitas udara dalam ruang setelah ada

taman. Penurunan kualitas udara ini disebabkan karena tidak adanya

hubungan langsung antara ruang dalam dengan lokasi tanaman karena

adanya pembatas lantai (beton), sehingga CO2 dalam ruang tidak bisa

di serap oleh tanaman dan produksi O2 oleh tanaman tidak bisa masuk

dalam ruang (Santoso, 2014)

Pada taman vertikal yang ditempatkan pada bagian Barat

bangunan dilakukan pada musim kemarau. Peningkatan kualitas udara

terlihat dengan adanya penurunan kadar CO2 di udara sebesar 8,90

ppm, dimana pada saat sebelum ada taman kadar CO2 mencapai 27,26

ppm, setelah ada taman menjadi 18,36 ppm . Kadar O2 mengalami

Page 92: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

92

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

peningkatan sebesar 0,98 %, dari yang semula 19,55 % pada saat

sebelum ada taman meningkat menjadi 20,53 % setelah ada taman.

Peningkatan kualitas udara ini disebabkan karena terjadinya proses

fotosintesis yang optimal pada tanaman karena radiasi matahari diluar

ruang cukup tinggi mencapai 507 W/m2 (Tabel 29), sehingga kadar

CO2 outdoor diserap tanaman untuk proses fotosintesis, sedangkan

produksi O2 oleh tanaman dilepas keudara.

1.2. Kualitas udara pada musim hujan

Penataan taman horisontal pada atap bangunan pada musim hujan

Kadar CO2 ambien pada musim hujan mengalami peningkatan sebesar

1,68 ppm, sedangkan kandungan O2 dalam ruang mengalami

penurunan 0,34 % . Indoor dengan penataan taman secara horisontal

diatas atap baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan tidak

memberikan dampak perbaikan kualitas udara ruang dibawahnya. Hal

ini disebabkan karena atap (beton dengan ketebalan 15 cm) cukup

memberikan penetrasi pada penyerapan CO2 dan pelepasan O2 oleh

taman diatas atap pada ruang dibawahnya. Karena terhalang oleh atap

beton, tanaman tidak dapat menyerap CO2 yang berada di dalam ruang

untuk fotosintesis, melainkan menggunakan gas CO2 yang ada diatas

atap. Kondisi ini terjadi karena CO2 posisinya cenderung mengambang

sekitar dua meter diatas permukaan tanah sedangkan taman atap

letaknya lebih tinggi (Suryajaya, 2011). Dampak pada penurunan suhu

udara pada ruang dibawahnya masih terjadi karena taman pada atap

menyerap sinar untuk fotosintesis sehingga mengurangi radiasi sinar

matahari yang masuk dalam ruang dibawahnya. Berkurangnya radiasi

Page 93: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

93

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

matahari yang masuk dalam ruang berdampak pada peningkatkan

kelembaban udara, sehingga mengurangi suhu udara ruang.

Peningkatan kualitas udara ruang dengan taman vertikal pada

musim hujan yaitu adanya penurunan kadar CO2 di udara sebesar 6,94

ppm, dimana pada saat sebelum ada taman kadar CO2 mencapai 30,66

ppm sedangkan setelah ada taman menjadi 23,72 ppm . Kadar O2

mengalami peningkatan sebesar 1,01 %, dari yang semula 19,40 %

pada saat sebelum ada taman meningkat menjadi 20,41 % setelah ada

taman. Peningkatan kualitas udara ini disebabkan karena terjadinya

proses fotosintesis yang optimal pada tanaman karena radiasi matahari

diluar ruang cukup tinggi mencapai 457 W/m2, sehingga kadar CO2 di

dalam ruang diserap tanaman untuk proses fotosintesis, sedangkan

produksi O2 oleh tanaman masuk ke dalam ruang. Penelitian kualitas

udara pada musim kemarau melalui penataan taman sayur secara

vertikal pada outdoor, corydoor maupun indoor menunjukkan adanya

peningkatan kualitas udara yaitu terjadi penurunan kadar CO2 antara

5,33 – 9,41 ppm, dan peningkatan kadar O2 antara 0,98 – 1,01 %.

(Santoso, 2014)

2. Garis Besar Kajian pengaruh penataan taman pada indoor

Pengaruh penataan taman sayur secara vertikal dan horisontal

terhadap kenyamanan termal ruang, dapat dibuat bagan (gambar 28).

Page 94: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

94

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Sawi

JENIS TANAMAN Selada keriting

Bayam merah

USIA TANAMAN 4 - 5 Minggu

(proses fotosint)

Komposisi taman

POLA PENATAAN Memanjang/ Selada krtg (pinggir) TAMAN

TANAMAN Persegi panjang Bayam merah (tengah) SAYUR

Sawi (pinggir

LUASAN Menutup penuh Atap diatas ruangan

TAMAN Bidang/fasad (bukaan)

Taman hori Taman ver KENYA-

sontal(atap) tikal (dindi) MANAN

Suhu kemarau - 0,3 ºC - 0,5 ºC TERMAL

Suhu hujan - 2,7 ºC - 1,1 ºC

Suhu netral kemarau 25,6 ºC 26,8 ºC

Indikator Suhu netral hujan 26,6 ºC 27,3 ºC

CO2 kemarau - 1,75 ppm - 6,93 ppm

Kualitas CO2 hujan - 2,44 ppm - 5,33 ppm

Udara O2 kemarau + o,43 % + 1,01 %

O2 hujan + 0,34 % + 0,14 %

Gambar 28. Bagan Hasil Penelitian.

Page 95: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

95

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

BAB IV

IMPLIKASI

A. Implikasi pada IPTEK

Temuan dan implikasi kajian masalah peningkatan kenyamanan termal

melalui penataan taman sayur di lingkungan perkotaan, yang terkait

dengan pengetahuan dan teknologi sebagai berikut:

1) Penataan taman sayur secara vertikal mampu menurunkan suhu

udara ruangan. Kondisi ini didukung oleh indikator penurunan radiasi

matahari yang masuk kedalam ruang akibat adanya taman sayur

vertikal di samping bangunan dan adanya penaungan/pembayangan

pada fasad bangunan. Radiasi matahari yang mengenai taman sebagian

di pantulkan (20 %) dan sebagian lagi diserap olah tanaman (80 %)

untuk proses fotosintesis. Penataan taman sayur secara vertikal

(menggunakan tanaman sayur sawi, bayam merah dan selada keriting)

yang ditempatkan pada wadah polybag ukuran 30 x 30 cm dan ditata

dengan sistim vertikultur diatas rak (galvalum) dapat dikembangkan

dengan menggunakan jenis tanaman lain. Pengembangan disain rak

(bentuk dan material) dan penggunaan jenis tanaman yang lain

diharapkan akan menghasilkan tingkat kenyamanan termal yang lebih

baik selain akan menjaga keanekaragaman hayati.

2) Penataan taman sayur secara horisontal pada atap bangunan

mampu menurunkan suhu ruangan. Kondisi ini didukung oleh

indikator penurunan radiasi matahari yang mengenai atap bangunan

(beton) karena terjadinya penaungan/ pembayangan pada atap

Page 96: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

96

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

bangunan sehingga radiasi matahari tidak diteruskan kedalam ruang.

Penataan taman horisontal pada penelitian ini berupa tanaman sayur

(sawi, bayam merah dan selada keriting) yang ditempatkan pada

wadah polybag ukuran 30 x 30 cm dan ditata secara horisontal diatas

atap (beton) dengan posisi diatas ruang yang diteliti dan luasnya sama

dengan luas lantai ruang dibawahnya. Jarak antar tanaman 25 cm

dengan konfigurasi penataan tanaman bayam merah ditempatkan

dibagian tengah sedangkan tanaman sawi dan selada keriting masing-

masing dipinggir.

3) Penataan taman secara vertikal maupun horisontal

mengakibatkan turun- nya suhu udara dalam ruang sehingga suhu udara

tidak mampu menyerap uap air secara maksimal dan menyebabkan

naiknya kelembaban udara dalam ruang.

4) Penataan taman sayur secara vertikal maupun horisontal tidak

mampu meningkatkan kenyamanan termal indoor, karena kenyamanan

termal hasil penelitian tidak memenuhi standar kenyamanan ASHRAE.

Kondisi ini terjadi karena tidak ada dukungan dari semua indikator

variabel kenyamanan termal, terutama indikator kecepatan udara dalam

ruang yang hampir tidak ada (mendekati 0 m/det) sehingga tidak dapat

menetralisir kelembaban udara dalam ruang. Kecepatan udara

menimbulkan pelepas- an panas dari permukaan kulit akibat

penguapan, semakin besar kecepatan udara semakin besar panas yang

hilang. Kondisi ini terjadi apabila suhu udara lebih rendah dari suhu

permukaan kulit (Lippsmeier, 1980).

5) Persepsi kenyamanan termal oleh pengguna ruang hampir

semuanya dapat menerima kondisi kenyamanan termal yang ada

Page 97: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

97

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

meskipun masih dibawah standar kenyamanan ASHRAE. Adaptasi

terhadap kondisi kenyamanan di Indonesia (khususnya di Surabaya)

banyak dilakukan dengan menyesuaikan jenis bahan pakaian yang

mampu menyerap keringat dan membuka ventilasi yang ada untuk

mendapatkan kecepatan udara yang lebih maksimal. Kecenderungan

penghuni untuk memodifikasi lingkungan hidup panas dan lembab

dengan menciptakan pergerakan udara yang lebih tinggi (membuka

jendela). Adaptif penghuni dengan melakukan seperti minum lebih

banyak air, mengganti pakaian, dan mandi lebih sering, lebih

menguntungkan dibandingkan menyalakan AC. (Feriadi, ed al., 2004).

Kemampuan beradaptasi yang tinggi dari pengguna menyababkan lebih

mudah menerima berbagai kondisi kenyamanan. Kondisi ini

menunjukkan berbagai kenyamanan yang lebih dari iklim di Indonesia

untuk diusulkan oleh standar Internasional.

B. Implikasi pada Praktikal

Implikasi hasil penelitian peningkatan kenyamanan termal

melalui penataan taman sayur dengan studi kasus lingkungan Kota

Surabaya, yang terkait dengan praktikal diantaranya adalah:

1) Penataan taman sayur secara vertikal dengan sistim vertikultur yang

ditempatkan pada rak dengan bahan konstruksi dari galvalum yang di

disain sedemikian rupa (Gambar 56), dapat diterapkan pada lahan

pekarangan sempit di lingkungan perkotaan.

Page 98: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

98

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Gambar 29 (b). Potongan melintang rak untuk penataan tanaman (Santoso, 2014).

Gambar 29. Taman vertikultur (Santoso, 2014).

Gambar 29 (a). Tampak depan rak untuk penataan tanaman (Santoso, 2014)

Page 99: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

99

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Spesifikasi rak untuk penataan tanaman sayur secara vertikultur dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a) Disain dan Konstruksi,

Disain rak dibuat dengan ukuran modul, dengan ukuran permodul

berdasarkan jarak kaki rak yaitu maksimal 1,25 m (kemampuan bahan

galvalum untuk menerima beban maksimal jarak 1,25 m), sedangkan

jarak antar rak 32 cm dengan pertimbangan untuk tanaman sayur

dalam polybag ukuran tertinggi pada saat masa panen 30 – 35 cm.

Tinggi rak dibuat dengan menyesuaikan tinggi teritisan atap bangunan

yaitu sekitar 2,5 – 2,75 m. Dasar rak dibuat dari bahan polikarbonat

tebal 5 mm dengan warna bening/transparan (sinar matahari dapat

menembus pada tanaman yang dibagian bawah) dengan kemiringan 1

% mengarah ke talang. Disain dengan sistim modul memudahkan

aplikasi pelaksanaan dan menyesuai kan luas lahan.

Konstruksi rak untuk penataan taman dibuat dari bahan metal galvalum

type C.75 – 0,75 mm, dengan konstruksi sebagaimana Gambar 40. dan

ditempatkan dengan kemiringan 60 derajat dari dasar lantai/tanah.

Penempatan rak tanaman pada lahan pekarangan harus

mempertimbang- kan luas lahan pekarangan dan sudut kemiringan rak

(minimal sudut kemiringan rak 60 derajar). Apabila sudut kemiringan

rak lebih besar dari 60 derajat maka kurang baik bagi tanaman karena

sistim penyinaran dan penyiraman tanaman tidak akan sempurna

sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu (proses fotosintesis

tanaman tidak maksimal). Apabila sudut kemiringan rak lebih kecil

dari 60 derajat, maka kebutuhan lahan akan menjadi lebih luas.

Kemiringan rak 60 derajat dengan ketinggian antara 2,5 – 3 m, maka

Page 100: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

100

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

lahan yang dibutuhkan untuk meletakkan rak hanya 1 (satu) satu meter,

sedang luas yang dibutuhkan untuk rak tergantung dari panjang rak.

b) Penyiraman

Sistim penyiraman tanaman diatas rak dilakukan melalui pipa-pipa pvc

berdiameter 3/4 dim yang dipasang secara permanen diatas tanaman

dan dilengkapi dengan kran-kran pengatur pembagian air pada masing-

masing bagian rak. Pemasangan pipa dilakukan sedemikian rupa

(Gambar 40) sehingga masing-masing tanaman dalam polybag dapat

disiram secara merata.

Pembuangan sisa air penyiraman (drainase) pada tiap bagian rak

dialirkan melalui talang horisontal dari metal galvalum type C.75 –

0,75 mm dan dialirkan ke talang induk (vertikal) dari metal galvalum

C.75 – 0,75 mm yang dipasang di tepi kiri atau kanan rak yang

selanjutnya dialirkan ketanah.

c. Pemeliharaan tanaman,

Pemeliharaan tanaman, meliputi pembersihan media tanam dari

tanaman liar/rumput atau daun-daun kering pada rak bagian atas, dapat

dilakukan dengan memanjat rak. Konstuksi rak cukup kuat untuk

dipanjat, karena disain rak berjenjang dan kuat sehingga mudah untuk

dipanjat.

d. Biaya pembuatan rak

Pembuatan rak dari bahan metal galvalum tidak sulit untuk dilaksana

kan, bahkan oleh tenaga yang tidak ahlipun bisa dilakukan karena

sistim pemasangan cukup sederhana yaitu menggunakan sekrup/baut

khusus galvalum dan dilakukan sistim knock down. Adapun biaya dan

bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan rak satu modul/unit (ukuran

1,25 x 2,5 m) untuk 30 polybag adalah sebagai berikut:

Page 101: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

101

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

1. Galvalum C.75 – 0,75 mm: 32,00 m1 @ Rp. 20.500 = Rp.

656.000

2. Polikarbonat t-5 mm: 2,25 m2 @ Rp. 40.000 = Rp 90.000

3. Pipa pvc diameter ¾ dim: 12,00 m1 @ Rp. 7.500 = Rp. 90.000

4. Stop kran plastik: 6.00 bh @ Rp. 22.500 = Rp. 135.000

5. Asesoris pipa: 1,00 Ls @ Rp. 26.000 = Rp. 26.000

6. Asesori galvalum: 1,00 Ls @ Rp. 30.000 = Rp. 30.000

7. Ongkos pembuatan: 3,20 m2 @ Rp. 40.000 = Rp. 128.000

8. Tanaman sayur: 30,00 unit @ Rp. 3.000 = Rp. 90.000

Total =

Rp.1.250.000

Biaya ini belum termasuk pengadaan pompa air untuk penyiraman.

Penggunaan bahan metal galvalum pada awalnya memerlukan biaya

yang cukup besar dan terkesan mahal, namun dalam jangka panjang

akan lebih hemat karena rak tanaman bisa digunakan selamanya.

2) Penataan taman sayur, apabila dipraktekkan secara makro akan

memberikan dampak positif pada aspek-aspek: lingkungan, ekonomi,

sosial dan kesehatan sebagai berikut:

Aspek lingkungan, tercipta lingkungan yang memenuhi faktor

keindahan arsitektural, adanya keseimbangan antara area terbangun dan

area tidak terbangun. Mengurangi jumlah sampah rumah tangga,

termasuk sampah plastik akibat pembelian bahan makanan (sayur) yang

dibungkus plastik dan secara makro mengurangi dampak lingkungan

akibat sistim transportasi pengangkutan sayur dari produsen ke

konsumen

Page 102: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

102

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Aspek ekonomi, menyediakan wadah kegiatan ekonomi baru yang

dapat meningkatkan penghasilan keluarga dan kolektif karena

penanaman sayur dengan sistim tanam pada polybag secara makro

memberikan keuntungan antara 36 – 67 %, secara mikro, rumah tangga

akan menghemat pengeluaran untuk konsumsi maupun untuk

transportasi. Produktivitas tanaman sayur tidak tergantung musim,

menjamin penyediaan produksi sepanjang tahun dan dapat dipanen

setiap saat dibutuhkan.

Aspek sosial, menjadi media komunikasi antar anggota keluarga dan

warga masyarakat untuk saling memberikan informasi dalam kegiatan

yang sama. Saling memberikan hasil produk sayur yang tidak dimiliki

sehingga ada kebersamaan antar warga masyarakat. Media penyaluran

hobby dan pendidikan bagi keluarga dan masyarakat.

Aspek kesehatan, membantu menetralisir kesan panas udara lingkungan

dan meningkatkan kenyamanan termal, minimal menurunkan suhu

ruang sekitar 0,5–2,7 ºC. Mengurangi jumlah kadar CO2

(karbondioksida) di udara dalam ruangan antara 5 – 6 ppm dan

meningkatkan kadar O2 (oksigen) udara antara 0,14 – 1 %.

C. Implikasi pada Kebijakan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan jumlahnya mengalami

penurunan, hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan

sehingga terjadi perubahan fungsi lahan dari ruang terbuka hijau

menjadi fasilitas-fasilitas lain yang terkait dengan peningkatan

kebutuhan ekonomi masyarakat. Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya

melalui Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 yang dipublikasikan

melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya,

Page 103: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

103

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

menentukan luas RTH Kota Surabaya sebesar 20 % dari seluruh luas

wilayah daratan, dan apabila luas wilayah Kota Surabaya 326,36 km2,

maka seharusnya luas RTH sekitar 652,72 ha.

Kasus perkembangan RTH di Kota Surabaya sejak tahun 2001 tercatat

seluas 218,34 ha dan tahun 2007 meningkat menjadi 269,29 ha

sehingga masih kurang 10 % lebih bila dibandingkan dengan ketentuan

Perda No 3 Tahun 2007. Upaya percepatan peningkatan kuantitas RTH

di Kota Surabaya diantaranya dilakukan melalui program Surabaya

Green and Clean. Program Surabaya Green and Clean dicanangkan

sejak tahun 2005 yang awalnya untuk mengatasi masalah sampah di

Kota Surabaya, selanjutnya dilakukan kemitraan dengan dunia usaha

(PT. Unilever) dan melibatkan masyarakat, maka digelar program

penghijaun (green) dan kebersihan (clean) melalui pengelolaan sampah

rumah tangga secara mandiri dengan menggunakan slogan Surabaya

Green & Clean (SGC).

Memotivasi masyarakat pada kegiatan Surabaya Green and Clean dan

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk penghijauan halaman

rumahnya, maka program dikemas dalam bentuk lomba penghijauan

dan kebersihan tahunan tingkat RW se-Kota Surabaya dengan fasilitas

dari Pemerintah Kota Surabaya berupa bantuan bibit tanaman sayur.

Keterlibatan masyarakat atau kelompok masyarakat khususnya dalam

hal penghijauan diantaranya adalah Budidaya dan Pembibitan Tanaman

Sayur, melalui : 1) berkebun Sayur di halaman rumah, 2) cara budidaya

tanaman pada lahan sempit, 3) cara menanam sayur dengan

menggunakan polybag atau pot; dan 4) budidaya tanaman sayur secara

vertikultur, memanfaatkan lahan sempit. Aplikasi kegiatan masyarakat

Page 104: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

104

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

terkait dengan penghijauan tidak semuanya bisa dilaksanakan

disebabkan kurangnya informasi teknologi dan pembiayaan, khususnya

pada budidaya tanaman sayur secara vertikultur.

Pelaksanaan bantuan bibit tanaman sayur kepada masyarakat, biasanya

diberikan dalam bentuk tanaman sayur buah maupun tanaman sayur

daun yang di distribusikan melalui Camat dan dibagikan kepada

masyarakat melalui RW, (masing-masing kepala keluarga mendapatkan

15 tanaman sayur dalam wadah polybag). Pemberian bantuan bibit

tanaman sayur ini berdasarkan permohonan masyarakat secara kolektif

melalui RW kepada Pemerintah Kota Surabaya. Pemerintah Kota

Surabaya dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan tidak

menyadari bahwa tidak semua warga masyarakat Kota Surabaya siap

menerima bantuan bibit sayur untuk ditanam di halaman rumahnya,

terutama dari ketersediaan lahan pekarangan dan minimnya informasi

teknologi dan pembiayaan, sehingga banyak terjadi bibit tanaman

ditempatkan di pinggir jalan (kampung) atau di pinggir kali/saluran

sehingga mengganggu akses orang maupun kendaraan sebagaimana

yang terjadi pada beberapa wilayah perkampungan di Kota Surabaya

(Gambar 30).

Page 105: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

105

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Gambar 30.(a) Gambar 30. (b) Penempatan tanaman di tepi jalan/sungai Penempatan tanaman menempel dinding Secara horisontal mengganggu akses akan merusak struktur dinding akibat sisa Pejalan kaki maupun kendaraan. Penyiraman. (Hasil survey di Wilayah Rungkut Kidul) (Hasil survey di wilayah Jambangan)

Gambar 30. Contoh penempatan tanaman yang kurang optimal.

Hasil penelitian, peningkatan kenyamanan termal melalui

penataan taman sayur yang dilakukan di Surabaya (Santoso, 2014),

diharapkan akan membantu Pemerintah Kota Surabaya dalam

pencapaian program penghijauan kota Surabaya Green and Clean,

dengan cara memberikan solusi penataan tanaman sayur secara

vertikultur yang disusun pada rak pada lahan sempit di Kota Surabaya,

sehingga akan membentuk taman sayur vertikultur (Santoso, 2014),

sebagaimana Gambar 31. Dengan cara ini akan diperoleh berbagai

manfaat taman pada lahan pekarangan sempit di perkotaan baik dari

aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Page 106: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

106

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Gbr. 31 (a). Rak tanaman secara vertikultur. Gbr. 31 (b). Taman sayur vertikultur.

Gambar 31. Taman sayur vertikultur (Santoso, 2014).

D. Penutup

Penataan taman sayur secara horisontal dapat menurun kan

radiasi matahari indoor antara 84 – 174 W/m2, sedangkan penataan

taman sayur secara vertikal dapat menurunkan radiasi matahari antara

37 – 143 W/m2. Penurunan radiasi matahari karena adanya penataan

taman sayur secara vertikal dan horisontal belum dapat meningkatkan

kenyamanan termal sesuai standar ASHRAE.55

Penataan taman sayur secara horisontal dapat menurunkan suhu

udara indoor sampai 2,7 ºC, sedangkan secara vertikal dapat

menurunkan suhu udara indoor sampai 1.1 ºC. Penurunan suhu udara

indoor pada belum dapat meningkatkan kenyamanan termal sesuai

standar ASHRAE.

Penataan taman sayur, baik secara vertikal maupun secara

horisontal mampu nenurunkan kelembaban udara indoor , namun

belum bisa meningkatkan kenyamanan termal sesuai standar

kenyamanan ASHRAE 55.

Penataan taman sayur, baik secara vertikal maupun horisontal

Page 107: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

107

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

tidak dapat meningkatkan kenyamanan termal sesuai standar ASHRAE

55, tetapi mampu meningkatkan kualitas udara yaitu mengurangi kadar

CO2 sebesar 5,33 – 6,93 ppm dan meningkatkan kadar O2 sebesar 0,14

– 1,01 %. Penataan taman sayur secara horisontal tidak dapat

meningkatkan kualitas udara dalam ruang dibawahnya. Peningkatan

kualitas udara tidak mampu meningkatkan kenyamanan termal sesuai

standar ASHRAE 55

Persepsi responden dengan indek kenyamanan antara agak dingin

(-1) dan sedikit hangat (+1) masih bisa merasakan kenyamanan dalam

ruang, sehingga penilaian subjektif menunjukkan bahwa kenyamanan

termal masih dalam batas toleransi responden, meskipun kondisi

tersebut masih dibawah batas persyaratan/zona kenyamanan termal

ASHRAE 55. Standar kenyamanan termal internasional yaitu standar

ASHRAE 55 untuk bisa diterapkan di Indonesia sulit untuk dicapai

hanya dengan mengandalkan sistim penghawaan alami.

Suhu netral atau kenyamanan termal indoor tidak dapat tercipta

secara maksimal karena tidak adanya variabel kecepatan udara dalam

ruang. Perubahan suhu udara dan kelembaban udara dapat

meningkatkan suhu yang disyaratkan ASHRAE. Kenyamanan termal

hasil penelitian dapat memenuhi standar Webb. Auliciems, MOM, dan

LPMB-PU dengan suhu normal (temperatur efektf) sekitar 20 – 27 ºC

TE

Penataan taman sayur baik secara vertikal maupun horisontal

akan dapat meningkatkan kualitas udara, apabila antara taman sayur

dan ruang yang dikondisikan tidak terdapat pembatas masif ( taman

sayur dengan ruang yang dikondisikan berhubungan langsung).

Page 108: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

108

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Diterimanya suhu diluar kenyamanan yang disyaratkan oleh

responden, menunjukkan bahwa standar ASHRAE 55 tidak mutlak

berlaku pada pengaruh penataan taman vertikal/horisontal pada

kenyamanan termaldan iklim tropis lembab di Indonesia. Kajian ini

menunjukkan berbagai kenyamanan yang lebih leluasa dari iklim di

Indonesia untuk diusulkan oleh standar internasional, bahwa Indonesia

dapat diaklimatisasi terhadap suhu lingkungan yang lebih tinggi.

Page 109: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

109

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., Suherman, R., Gunadi, N. dan Hidayat, A., 2004.

Karakteristik Teknis Sistim Pertanaman Polikultur Sayuran

Dataran Tinggi. Jurnal Holtikultura. 14(4): p. 287 – 301.

Agustina, L., 2011. Teknologi hijau dalam pertanian organik menuju

npertanian berlanjut, Universitas Brawijaya Pres. p. 37-47.

Akil, A., 2004. Paradigma Estetika dalam Disain. Jurnal Imajinasi. 1

(4): p. 6-12

Alexandri, E., and Jones, P. (2008). Temperature decrease in a urban

canyon due to green walls and green roofs in diverse climates.

Building and Environment, (43): p. 480 – 493.

Ames, R..G., 1980. The Sociology of Urban Tree Planting.. Journal of

Arboriculture 6(5): p.120-123

Amirudin, S., 1972. Iklim dan Arsitektur di Indonesia. Departemen

Pekerjaan Umum. Dirjen Cipta Karya. Lembaga Penyelidikan

masalah Bangunan 1972. pp. 28

Amro, S., 2010. Gren Architecture Principles, file://localhost/C:/

Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/Folder

%20Download/Architecture,Design,Concept%20Ppt%20Presenta

tion_files/about_6693602_concept-green-architecture.html. 1

Februari 2010

Anggraini, R., 2010. Roof Garden Membuat Kota lebih Hijau.

file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D

ocuments/BAHAN/Roof%20Garden%20Membuat%20Kota%20

Lebih%20Hijau.mht 1 Februari 2010

Akram, M., 2009. Pentingnya Koefisien Dasar Bangunan.

http://www.propertykita.com/read/articles/204/Muhammad-

Akram-/Pentingnya -Koefisien-Dasar-Bangunan . 1 Februari

2010

Page 110: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

110

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Almalya, H., 2010. Kota dalam taman. Majalah TRUBUS. Edisi 490,

September 2010. p. 56 – 68

Anonymous, 2008. Bagaimana Memproduksi Sayuran Organik ? Balai

Penelitian Tanah IPB. pp. 125.

Anonymous, 1993. Standar Tata Cara Perencanaan Teknis

Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung, Yayasan LPMB.

Departemen Pekerjaan Umum 1993. pp. 43.

Anonymous, Surabaya. Supported by Badan Pengelolaan Teknologi

Informasi dan Komunikasi. http//petasurabaya.com. 7 Februari

2010

Aprianto, M.C., 2007. Penghijauan Sebagai salah satu cara mengatasi

per masalahan kota. http://www.kompas.com/ 1 Januari 2010

Arifin, H.S., 2006. Taman Instan, Penebar Swadaya, Jakarta 2006:

p. 16-32.

Arismunandar, W., dan S, Heizo, 1981. Penyegaran Udara, Penerbit

PT. Pradnya Paramita – Jakarta. p. 9 – 25

ASHRAE Standard 55-1992. Thermal Environmental Conditions

for Human Occupancy.ASHRAE, Atlanta, USA..

Auliciems, A., 1981. Towards a psycho-physiological model of

thermal perception. Int J Biometeorol, 25: p. 109−122.

Daghiigh, R., K. Sopian, and J, Moshtagh, 2009. Thermal Comfort in

Naturally Ventilated Office Under Varied Opening

Arrangements: Objective and Subjective Approach. European

Journal of Scientific Research 26 (2): 260-276

David, E.M., 1975. Concept in Thermal Comfort, London: Prentice-

Hall International. p. 72-93

Dunnett N. and Kingsbury N., 2004. Planting Green Roofs and Living

Walls. Timber Press, Oregon. p. 122-125.

Feriadi, H., and Wong, N.H., 2004 Thermal comfort for naturally

ventilated houses in Indonesia. Energy and Building. p. 614-626.

Page 111: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

111

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Fioretti, R., Palla, A., Lanza, L.G., and Principi, P., 2010. Green roof

energy and water related performance in the Mediterranean

climate. Building and Environment, (45): p. 1890-1904.

Fanger, P.O., 1972. Thermal comfort: analysis and applications in

environmental engineering. New York: McGraw-Hill. pp. 186.

Franklin, G.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchel. 2008. Fisiologi

Tanaman Budidaya, Universitas Indonesia Press. p. 23-30

Gay, 1979., Quantitative and Qualitatif Methods Instrumen Evaluation

Research, Sage Publication, Beverly Hills. pp. 228.

Gie, The Liang, 1983. Garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan),

Super Sukses, Yogyakarta. p. 35-69

Gustia, H., 2013. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media

Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi

(Brassisca Junceata). E-Jurnal Widya Kesehatan dan

Lingkungan. 1(1): p. 12 – 17.

Harinaldi, 2005. Prinsip-prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains,

Erlangga. p. 191-196

Herrington, L.P. 1980. Plants and People in Urban Settings.

Proceedings of the Longwood Program Seminars 12:40-45.

Longwood Gardens, Kennett Squate, Pennsylvania.

Heru, S., dan Santosa, M., 2007. Kinerja Termal Bangunan pada

Lingkungan Berkepadatan Tinggi. Studi kasus: di Surabaya,

Malang dan Sumenep. Gema Teknik, X (1) : p. 113-121

Hoppe, P., 1998. Comfort Requirement in Indoor Climate. Energy and

Building. (11): p. 249 – 267

Hoppe, P., 2002. Different Aspect of Assessing Indoor and Outdoor

Thermal Comfort. Energy and Building, (34): p. 661-665

Istiqomah, N., 2010. Roof Garden Hijaukan Indonesia.

file://localhost/C:/

Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/BAHA

Page 112: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

112

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

N/Roof%20Garden%20Hijaukan%20Indonesia%20_%20Batavia

se.co.id.mht. 10 Oktober 2011

ISO Standard 7730-994. Moderate Thermal Environments-

Determination of the PMV and PPD Indices and Specifications

for Thermal Comfort, International Organisation for

Standardisation. pp. 234.

Jusuf, L., Mulyati, dan Sanaba, A.H., 2007. Effect of Organic Fertilizer

Dosage of Leaf of Gamal to Mustard Crop. Juournal Agrisistem,

(3) 2: p. 80-89.

Kaplan, P. 1985. Nature at the Doorstep: Residential Satisfaction and the Nearby Environment. Journal of Architectural Planning Research, 2: p. 115-127.

Kohler, M. 2008. Green facades a view back and same vision. Urban Ecosyst, 11: p. 423 – 436.

LaSalle, T,J., and P, Heperly, 2010. Regenerative organic farming ; A

solution to Global Warming. Research and Fulbright Scholar

Rodale Institute. 15 Nopember 2010

Lewis, T., 2010. Green Architecture Principle. Majalah Legacy: 19(6).

pp. 24-25.

Lippsmeir, G., 1980. Tropenbau Building in the Tropics, Indarto

(editor), 1994. Verlag Georg D.W.,Callwey, Munchen. Nasution,

S. (penerjemah). 1997. Bangunan Tropis. Edisi Kedua. Erlangga

Jakarta. pp. 201

Loveless, 1990. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah

Tropik 1, Gramedia Jakarta. p. 290 – 303

Mangunwijaya, 1988. Pengantar Fisika Bangunan, Penerbit Djambatan

1988. p. 95 – 119

Mukono, 2005. Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press,

Surabaya. p. 192 – 197

Olgay, V., 1983. Design With Climate. Bioclimatic Approach to

Pricenton University Press – Princenton. Pp. 33-46

Page 113: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

113

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Onishi, A., X. Cao,,T. Ito, F. Shi, and H. Imura. (2010). Evaluating the

potential for urban heat-island mitigation by greening parking

lots. Urban Forestry & Urban Greening. pp. 144-162.

Pentury, T., 2003. Konstruksi Model Matematika Tangkapan CO2 pada

Tanaman Hutan Kota. Program Pasca Sarjana Universitas

Airlangga Surabaya. p. 99-101

Perini, K., and Magliocco, A., 2012. The Integration of Vegetation in

Architecture, Vertical and Horizontal Greened Surfaces.

Published by Canadian Center of Science and Education.

International journal of Biology 4 (2): 79- 91

Picot, X., 2004. Thermal comfort in urban spaces: impact of

vegetation growth. Case study: Piazza della Scienza, Milan,

Italy: Energy and Buildings 36 (2004) 329–334

Pracaya, 2009. Bertanam Sayur Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

pp. 119

Purnomo, H., dan Rizal, 2000. Pengaruh kelembaban, Temperatur

Udara dan Beban Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia.

Logika 4(5): 35 - 47

Purwati, A., 2010. Pertanian organik mengatasi perubahan iklim dan

tingkat ketahanan pangan. http://semangatbelajar.com/ pertanian-

organik-mengatasi-perubahan-iklim-dan-tingkatkan-ketahanan-

pangan/ 18 Oktober 2010

Rahman, A., 2010. Identifikasi Kenyamanan Thermal Webb Pada

Rumah Tinggal di Tanah Lahan Basah. Prosiding PPI

Standarisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010. p. 152-168

Rashid, R., Hamdan, M., and Khan, M.S., 2010 Financial and

Environmental Benefit of Pot Plants’ Green Roof in Residential

Building in Bangladesh. World Journal of Management

September 2010. 2 (2): p. 45 – 50

Rilatupa, J., 2008. Aspek Kenyamanan Termal Pada Pengkondisian

Ruang Dalam. EMAS Jurnal Sains dan Teknologi. 18 (3): p. 191

– 198

Page 114: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

114

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Rustam, H., 2004, Arsitektur Lansekap,Manusia, Alam dan

Lingkungan, Penerbit Bina Aksara Jakarta. p. 36-42.

Santosa, M., 2000. Sustainable Enviromental Architecture. Laboratory

of Architecture Science of Technology. Departemen of

Architektur – ITS Surabaya. p. 19-25

Santoso, E.I., 2014, Peningkatan Kenyamanan Termal Melalui

Penataan Taman Sayur Organik, Studi Kasus di Kota Surabaya,

Program Pascasarjana, Kajian Lingkungan dan Pembangunan

Universitas Brawijaya, 2014

Salisbury, F.B., dan R.W. Cleon, 1995. Fisiologi tumbuhan 2, ITB

Bandung. p. 67 – 85

Sardiyoko, 2010. Problem Perkotaan 10 Tahun Kedepan.

file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D

ocuments/BAHAN/[Nasionalm]%20Problem%20perkotaan%201

0%20tahun%20ke%20depan.mht 18 Oktober 2010

Silaban, T., 2007. Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya.

http//:www. surabaya.org.id/ 2 Juli 2010

Simonds, John Ormsbee, 1961. Landscape Architectur, An ecological

approach to environmental planning. McGraw-Hill Book

Company, New York. p. 63-67

Sudirja, Rija, 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis

Sistim Pertanian Organik http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2009/03/pembangunan_pertanian_berkelanjutan_

berbasis_sistem_pertanian_organik.pdf 24 Oktober 2009

Sugini, 2004. Pemaknaan Istilah-istilah Kualitas Kenyamanan Termal

Ruang Dalam Kaitan dengan Variabel Iklim Ruang. Jurnal

Logika 1(2): 3 - 17

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Alfabeta. Bandung. p. 204 – 325.

Page 115: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

115

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Sukawi, 2010. Kaitan Disain Selubung Bangunan Terhadap

Pemakaian Energi dalam Bangunan. Prosiding Seminar Nasional

Sain dan Teknologi, Fakultas Teknik Universitas Wakhid Hasyim

Semarang. p. 234-248.

Supartha, I.N.Y., G. Wijana dan G.M. Adnyana. 2012. Aplikasi Jenis

Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistim Pertanian Organik. E-

jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(2): 98 - 112

Suparto, 2002. Kenaikan Suhu udara di Surabaya. file://localhost/\C:/

Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/BAHA

N/Kenaikan%20Suhu%20Udara%20di%20Surabaya%20Yang%2

0Tertinggi%20Di%20Dunia.mht 18 Oktober 2010

Supriati, Y., Yulia, dan Nurlaela. 2008. Taman Sayur. Penebar

Swadaya. Jakarta. p. 89 – 91

Suryajaya F. 2011. Asidosis Respiratori pada Kondisi Kapneik,

http/./www.suara merdeka.org.id/ 16 Juni 2011

Stainback, S. and Stainback. 1988. Understanding & Conducting

Quantitatif Research, Kendall Hunt Publishing Company,

Debuque, Iowa. p. 74-83

Szokolay, S.V. 1980. Enviromental Science Handbook. The

Construction Press – London. pp. 198.

Szokolay, S.V. 1994. Manual of Tropical Housing and Building.

Orient Langman – Bombay. pp. 253

Talarosa, dan Basaria. 2005. Menciptakan Kenyamanan Termal Dalam

Bangunan. Jurnal Sistim Teknik Industri. 6 (3): 148 – 148

Tjasyono, B., 2004. Klimatologi – ITB. p. 11-17

Wertheimer, M., Kohler, W. And Koffka, K. 1912. dalam Stenberg, J

Robert. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. p.

66-68.

Wijaya, S., 2003. Kenaikan Suhu Udara di Surabaya.

file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D

ocuments/BAHAN/Kenaikan%20Suhu%20Udara%20di%20Sura

Page 116: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

116

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

baya%20Yang%20Tertinggi%20Di%20Dunia.mht 18 Oktober

2010

Winarto, 2006. Iklim Mikro Surabaya.

file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D

ocuments/BAHAN/IKLIM%20MIKRO%20«%20RUANG%20A

RSITEKTUR.mht 18 Oktober 2010)

Wolfe, Michael, 2010. The Concept of Green Architecture.

file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D

ocuments/Folder%20Download/Architecture,Design,Concept%20

Ppt%20Presentation_files/about_6693602_concept-green-

architecture.html 23 Nopember 2010.

Zakaria, B., 1999. Aktivitas Fotosintesis dan Rubisco Tanaman Yang

Diberi Metanol Pada Berbagai Tingkat Cekaman Air. Disertasi

Program Pascasarjana Universitas Hasanudin Ujung Pandang. p.

187-196

Zoer’aini, D.I., 2005, Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan

Kota, Cidesiando, Jakarta. p. 112-124.

Zoer’aini, D.I,, 1997. Ekosistim, Komunitas dan Lingkungan.. Bumi

Aksara, Jakarta. p. 86-92.

Page 117: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

117

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

GLOSARIUM

Page 118: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

118

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

INDEKS

Pengisian indeks dapat dibantu oleh editor

BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika AC : Air Condition CO2 : Carbondiocsid O2 : Ocsigen TE : Temperature Effective Tn : Temperature netral LPMB-PU : Lembaga Penelitian Masalah Bangunan – Pekerjaan Umum RTH : Ruang terbuka Hijau ASHRAE : American Sosiety of Heating, Refrigerating and Air

Conditioning Engineers IGRA : International Green Roof Association RT : Rukun Tetangga RW : Rukun Warga KDB : Koefisien Dasar Bangunan KLB : Koefisien Lantai Bangunan RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah WHO : World Health Organization ppm : part per million SCI : Singapore Comfort Index PMV : Predicted Mean Vote UHI : Urban Heat Island

Page 119: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

119

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

TENTANG PENULIS

EDDY IMAM SANTOSO, lahir di

Surabaya tahun 1957, Lulus Program studi

Teknik Arsitektur (S-1) tahun 1986, , tahun

1997 masuk Program Pasca Sarjana (S-2)

Jurusan Arsitektur minat Pemukiman Kota &

Lingkungan lulus tahun 1998. Tahun

2009/2010 mengikuti Program Doktor Ilmu

Pertanian dan tahun 2011 transfer ke Program

Doktor Kajian Lingkungan dan Pembangunan

pada Program Pasca Sarjana (S-3), lulus

tahun 2014 .

Pengalaman kerja sebagai tenaga pengajar di Yayasan Perguruan

Tinggi Merdeka Surabaya, Universitas Merdeka Surabaya Jurusan

Arsitektur tahun 1988 sampai tahun 1993 dan tahun 1994 diangkat

sebagai PNS (dosen) Kopertis Wilayah VII diperbantukan di

Universitas Merdeka Surabaya sampai sekarang

Pengalaman kerja sebagai tenaga struktural di Universitas Merdeka

Surabaya, tahun 1994 sampai tahun 1998 sebagai Pembantu Dekan I

Fakultas Teknik, tahun 1999 sampai tahun 2005 sebagai Dekan

Fakultas Teknik dan tahun 2007 sampai tahun 2010 sebagai Pembantu

Rektor I

Pengalaman penelitian dan buku yang pernah diterbitkan

diantaranya adalah :

Alokasi sarana kesehatan (rumah sakit) di Surabaya Barat

(2007-jurnal)

Estetika Interior Kapal Penumpang (2007-jurnal regional)

Alternatip penyelesaian perumahan buruh industri di Surabaya

(2008-buku ISBN)

Kosmologi pola permukiman Madura di Jawa (2008-jurnal

regional)

Teknologi Pengadaan Perumahan sederhana di Surabaya (2009-

buku ISBN)

Photo Penulis

Page 120: BAB 1 KENYAMANAN TERMAL - UNMERBAYA

120

Penomoran halaman akan diedit oleh editor

Kenyamanan Termal Indoor pada Bangunan di Daerah Beriklim

Tropis Lembab (2012-jurnal regional)

Perubahan Fungsi Ruang dan Struktur Dinding 'Rumah Kalang’

(2012-jurnal regional)

The Effect of Vegetable Garden on the Roof Building Due to

the IndoorThermal Comfortability: Case study: A classroom in

Surabaya Indonesia (2013-jurnal Internasional)

Effect of Vegetable Garden in the Vertical Indoor Thermal

Comfortability (2015-jurnal Internasional)

Pengalaman profesi Arsitek, anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)

No. 3568, tahun 1981 sampai tahun 1988. Sebagai tenaga perencana

PT. Wahyu Basuki Real Estate dan tenaga perencana CV. Bangkit

Konsultan Teknik. tahun 1990 sampai tahun 2002 dengan hasil karya

arsitektur tersebar di beberapa daerah di Jawa Timur.

Surabaya, Penulis,

Eddy Imam Santoso