Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

26
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kedaulatan di dalam maknanya dianggap sebagai kekuasaan yang tertinggi, makna kedaulatan telah diakui sejak Aristoteles dan sarjana hukum Romawi. Pengertian ini sampai batas-batas tertentu masih dianut hingga abad menengah, dengan memahami kedaulatan sebagai wewenang tertinggi dari suatu kesatuan politik. Semula kedaulatan dikaitkan dengan kekuasaan gereja yang mutlak. Sejalan dengan bergesernya pusat kekuasaan ke tangan penguasa sekuler, muncul beberapa teori baru tentang pemusatan kekuasaan tertinggi. Sebagai contoh Dante menyatakan kekuasaan tertinggi dipusatkan pada kekaisaran Romawi Suci. 1 Perkembangan selanjutnya terjadi ketika para ahli ilmu politik memandang makna kedaulatan dari dua sudut. Pertama dari sudut intern kedaulatan dipandang sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu kesatuan politik. Jean Bodin adalah ahli ilmu politik berkebangsaan Prancis yang memandang 1 http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php/ “Hak Asasi Manusia” Diakses Februari, 20, 2010. Pukul 22.45 WIB

Transcript of Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

Page 1: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedaulatan di dalam maknanya dianggap sebagai kekuasaan yang

tertinggi, makna kedaulatan telah diakui sejak Aristoteles dan sarjana

hukum Romawi. Pengertian ini sampai batas-batas tertentu masih dianut

hingga abad menengah, dengan memahami kedaulatan sebagai wewenang

tertinggi dari suatu kesatuan politik. Semula kedaulatan dikaitkan dengan

kekuasaan gereja yang mutlak. Sejalan dengan bergesernya pusat

kekuasaan ke tangan penguasa sekuler, muncul beberapa teori baru tentang

pemusatan kekuasaan tertinggi. Sebagai contoh Dante menyatakan

kekuasaan tertinggi dipusatkan pada kekaisaran Romawi Suci.1

Perkembangan selanjutnya terjadi ketika para ahli ilmu politik

memandang makna kedaulatan dari dua sudut. Pertama dari sudut intern

kedaulatan dipandang sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu kesatuan

politik. Jean Bodin adalah ahli ilmu politik berkebangsaan Prancis yang

memandang kedaulatan dalam hubungannya dengan negara, yakni sebagai

ciri dan atribut negara, sekaligus sebagai pembeda negara dari persekutuan

lainnya. Sudut pandang intern seperti diungkapkan Bodin sering pula

disebut paham monisme2 tentang kedaulatan. Kedua dari sudut ekstern

kedaulatan berkaitan dengan aspek mengenai hubungan antarnegara. Sudut

pandang kedua dipopulerkan oleh Grotius, yang belakangan dikenal

sebagai bapak hukum internasional. Makna kedaulatan dalam konteks

1 http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php/ “Hak Asasi Manusia” Diakses Februari, 20, 2010.

Pukul 22.45 WIB2 Monisme adalah kata serapan dari monism. Sedangkan akar kata “monisme” adalah monos dari bahasa Yunani yang berarti tunggal, sendiri. Selanjutnya kata isme sendiri menunjukkan bahwa monisme adalah sebuah paham berteorikan ketunggalan yang tumbuh dan berkembang dalam dinamika ilmu filsafat. (lihat : Lorens Bagus, Kamus Filsafat edisi I, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 669)

Page 2: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

2

hubungan antarnegara menjadi semakin penting setelah ditandatangani

Konferensi Montevideo tahun 1933. Menurut konferensi ini, sebagai

subjek hukum internasional, negara harus memiliki kualifikasi berikut:

penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah, dan kemampuan

mengadakan hubungan dengan negara-negara lain. Unsur keempat

merupakan unsur yang khusus dalam kaitannya dengan negara sebagai

subjek hukum internasional. Negara, sebagai subjek utama dalam sistem

hukum internasional dan pencipta hukum di dalam sistem tersebut,

mempunyai tugas primer, yaitu berperan dalam perumusan ketentuan-

ketentuan yang membatasi tingkah lakunya. Sebagai kekuasaan negara

yang tertinggi, pengertian kedaulatan mengandung dua pembatasan

penting, yaitu kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang

memiliki kekuasaan itu, dan kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan

suatu negara lain mulai.3

Dalam pandangan hukum internasional, negara dikatakan berdaulat

karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Tidak ada

hukum internasional yang mampu membatasi kedaulatan suatu negara.

Morgenthau mengatakan, poin krusial dari kedaulatan dan hukum

internasional adalah :

“Kedaulatan bukan merupakan kebebasan suatu negara

dari adanya regulasi-regulasi yang terdapat dalam hukum internasional

yang mana secara tradisional memberikan keleluasaan bertindak bagi

suatu negara. Lebih jauh lagi adalah hubungan antara hal-hal yang

terkait aturan-aturan di dalam hukum internasional dan sifatnya berubah-

ubah, tergantung pada kepentingan politik suatu negara dan

perkembangan hukum internasional itu sendiri.”4

Status prinsip kedaulatan negara dalam hukum internasional

dianggap sebagai prinsip yang pertama dan utama, namun di beberapa 3 Op Cit.4 Barker J. Craig, International Law and International Relations, Continuum, London, 2000, hlm. 42-43

Page 3: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

3

waktu kemudian kedaulatan negara dianggap sebagai alasan untuk

melindungi suatu negara dari tindakan pelanggaran HAM (Hak Asasi

Manusia) yang terdapat di negara tersebut.5

Kedaulatan negara harus dilihat dari dua aspek yaitu internal dan

eksternal. Aspek internal berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki

negara dalam teritorialnya yang meliputi hak untuk menentukan sistem

politik, hukum dan ekonomi yang dianut suatu negara. Aspek ini berkaitan

dengan status negara sebagai aktor atau subjek dalam hukum internasional

yang kemudian menimbulkan aspek eksternal, yaitu bahwa setiap negara

memiliki posisi yang sederajat dalam melakukan interaksi sesama negara.

Oleh karena itu, setiap negara tidak memiliki hak untuk melakukan

intervensi kepada negara lain.6

Kedaulatan territorial dilukiskan oleh Max Huber, Arbitrator dalam

Island of Palmas Arbitration, dengan istilah-istilah :

“Kedaulatan dalam suatu hubungan antara negara -

negara menandakan kemerdekaan. Kemerdekaan dalam hal memiliki hak

kebebasan untuk pelaksanaannya di muka bumi ini, mengesampingkan

negara lain dan fungsi – fungsi negara. Perkembangan organisasi

nasional suatu negara selama beberapa abad terakhir sebagai akibat

wajar dari perkembangan hukum internasional.”7

Prinsip kedaulatan negara saat ini tidak dapat dilihat hanya sebagai

hak negara, akan tetapi harus dikaitkan dengan kewajiban negara untuk

menegakkan perlindungan HAM. Menurut J.J. Rousseau, negara pada

prinsipnya dibentuk berdasarkan kontrak, yang salah satu tujuannya adalah

kewajiban untuk melindungi setiap manusia, baik warga negaranya

ataupun warga negara asing, dari terjadinya pelanggaran atas hak asasinya.

5 http://senandikahukum.wordpress.com/2009/12/19/perlindungan-ham-dan-mitos-kedaulatan-negara Diakses Februari, 27, 2010. Pukul 23.00 WIB6 Ibid.7 Starke J.G, Pengantar Hukum Internasional edisi kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 211

Page 4: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

4

Konsekuensi dari pelanggaran kewajiban negara dalam perlindungan

HAM adalah berhentinya kedaulatan yang dimilikinya secara sementara

sehingga aspek eksternal dari kedaulatan tidak lagi menempatkannya

dalam posisi yang sederajat. Masyarakat internasional memiliki tanggung

jawab sisa (residual responsibility) untuk mengambil upaya demi

memulihkan pelanggaran HAM yang terjadi dalam sebuah negara.8

Kewajiban masyarakat internasional ini merupakan pemahaman

baru dari doktrin intervensi kemanusiaan yang selama ini dikaitkan

sebagai hak. Akan tetapi, konsep tersebut pun masih menyisakan

perdebatan. Keberatan yang diajukan oleh para penolak intervensi

kemanusiaan adalah tindakan intervensi tidak sesuai dengan prinsip dan

hukum internasional. Alasan politisnya adalah intervensi kemanusiaan

sering dijadikan wacana oleh negara kuat untuk ikut campur urusan dalam

negeri sebuah negara.9

Berbagai aturan hukum internasional maupun putusan mahkamah

internasional memang menguatkan prinsip non-intervensi. Akan tetapi,

dalam proses perlindungan HAM, prinsip tersebut terlihat bertolak

belakang. Gambaran mengenai hal tersebut dapat dilihat jelas dari

pelanggaran HAM yang terjadi di Rwanda, Bosnia dan Kosovo.

Pengagungan prinsip kedaulatan negara dan non-intervensi secara

demonstratif mengabaikan prinsip yang lebih utama yaitu perlindungan

terhadap HAM. Pada tahun 2001, International Commission on

Intervention and State Souverignty (ICISS), menghasilkan sebuah konsep

yang dikenal dengan Responsibility to Protect (R2P), artinya adalah

intervensi kemanusiaan merupakan sebuah tanggung jawab bagi

masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang memadai,

termasuk intervensi, apabila terjadi pelanggaran HAM dalam sebuah

negara. Konsep tersebut tidak berpotensi untuk menghapus prinsip non-

intervensi. R2P harus dibaca dalam artian yang sempit, yaitu komisi hanya

8 Op Cit. http://senandikahukum.wordpress.com/2009/12/19/perlindungan-ham-dan-mitos-kedaulatan-negara/9 Jianming Shen, International Legal Theory Vol 7 (1) hlm. 17 -18

Page 5: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

5

membatasi pada pelanggaran HAM berat sebagai alasan pembenar

tindakan intervensi. Tindakan tersebut merupakan konsekuensi dari

berhentinya sementara kedaulatan yang dimiliki oleh negara yang tidak

mampu atau tidak mau melindungi HAM di wilayahnya. 10

Seperti contoh yang terjadi di Kosovo sepuluh tahun lalu, pada 24

Maret 1999, ketika Eropa menghadapi ancaman bencana kemanusiaan di

kawasannya. Di Kosovo sudah lebih dari 30 ribu orang yang melarikan

diri, meninggalkan rumah mereka. Ribuan orang lainnya berusaha kabur

menyelamatkan diri dari peperangan yang juga berlangsung di Macedonia

dan Albania. Sementara itu, perundingan perdamaian di kota Rambouillet

yang dihadiri oleh wakil-wakil pemerintah Yugoslavia, Albania-Kosovo

dan NATO untuk mencari penyelesaian11, Perancis menemukan jalan

buntu dan para pemantau internasional melaporkan berlangsungnya

pengusiran dan pembunuhan terhadap warga sipil, yang artinya terjadi

pelanggaran HAM besar – besaran dalam wilayah tersebut.  Sekretaris

Jendral NATO pada saat itu, Javier Solana memberikan otoritas kepada

panglima militer Wesley Clark untuk menjalankan tugas luar biasa. Tugas

itu adalah intervensi kemanusiaan pertama yang digelar Pakta Pertahanan

Atlantik Utara, NATO. Batasan dan legalitas aksi militer NATO di

Kosovo belum terurai dalam hukum internasional.12

Dalam kasus Kosovo, banyak pihak menuding NATO melanggar

hukum internasional dan melanggar kedaulatan negara itu, karena Dewan

Keamanan PBB tidak memberikan mandat untuk melakukan serangan ke

wilayah tersebut. Disebutkan, NATO bukan saja melanggar wilayah

kekuasaan Yugoslavia, melainkan melakukan aksi militer di luar

kawasannya. Pemerintah Beograd yang dipimpin Presiden Slobodan

10 Op Cit. http://senandikahukum.wordpress.com/2009/12/19/perlindungan-ham-dan-mitos-kedaulatan-negara/11

http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4122879,00.htm Partisipasi Pertama Militer Jerman dalam Aksi NATO

12 http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4122896,00.html/ “Dampak Perang Kosovo Terhadap Hukum Internasional” Diakses Maret, 01, 2010. Pukul 22.00 WIB

Page 6: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

6

Milosevic menolak tuntutan Dewan Keamanan PBB untuk menarik

pasukannya maupun desakan untuk menghentikan perang di Kosovo.

Karenanya, tindakan NATO yang menghindari terjadinya pemusnahan

etnis itu dikategorisasikan sebagai intervensi kemanusiaan dalam situasi

darurat. NATO menyerang Serbia untuk menjaga perdamaian dunia.13

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Penulis membatasi permasalahan penulisan penelitian ini pada

analisa intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh NATO di Kosovo

pada Maret 1999 bagi kedaulatan sebuah negara dan melihat intervensi

tersebut dari perspektif hukum internasional.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis dapat

membuat dua rumusan masalah yaitu :

Bagaimana hukum internasional memandang intervensi NATO

di Kosovo jika dilihat dari aspek kedaulatan sebuah negara ?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui latar belakang sejarah dan perjalanan

konflik di Kosovo

Untuk mengetahui peran dan fungsi lembaga internasional

regional seperti NATO di Kosovo dalam menjaga stabilitas

keamanan

13 Ibid.

Page 7: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

7

Untuk mengetahui penjelasan tentang konsep kedaulatan suatu

negara dan intervensi yang dilakukan oleh suatu organisasi

internasional regional di mata hukum internasional

2. Tujuan Khusus

Sebagai persyaratan menyelesaikan studi Strata Satu (S1) pada

jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia.

1.3.1 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan pengetahuan serta wawasan lebih kepada

masyarakat luas mengenai pemahaman tentang kedaulatan,

intervensi militer dan intervensi kemanusiaan di mata hukum

internasional

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis pribadi

sebagai tambahan pengetahuan dalam penerapan teori-teori dan

konsep – konsep tentang kedaulatan, intervensi dan hukum

internasional.

1.4 Kerangka Teori

Dalam penulisan penelitian mengenai analisa intervensi

kemanusiaan NATO bagi kedaulatan negara Kosovo yang dilihat dari

perspektif hukum internasional ini penulis menggunakan konsep

intervensi, kedaulatan negara dan hukum internasional.

Konsep intervensi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai

upaya turut serta dalam urusan dalam negeri negara lain.14 Intervensi atau

campur tangan dapat mengacu kepada setiap tindakan eksternal dari suatu

aktor hubungan internasional yang mempengaruhi permasalahan yang

terjadi dalam suatu negara yang berdaulat. Intervensi, pada konsepnya

14 Ali Muhammad, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Amani, hlm. 135

Page 8: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

8

digunakan untuk menciptakan suatu perdamaian dunia.15 Dalam Black’s

Law Dictionary, intervensi diartikan sebagai turut campurnya sebuah

negara dalam urusan dalam negeri negara lain atau dalam urusan dengan

negara lain dengan menggunakan kekuatan atau ancaman kekuatan

sedangkan intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang

dilakukan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran

hak asasi manusia dalam sebuah negara, walaupun tindakan tersebut

melanggar kedaulatan negara tersebut.16

Parry dan Grant memberikan definisi yang sedikit berbeda,

menurut mereka intervensi adalah turut campur secara diktator oleh sebuah

negara dalam hubungannya dengan negara lain dengan tujuan untuk

menjaga atau mengubah kondisi aktual tertentu. Turut campur tersebut

dapat dilakukan dengan hak ataupun tidak, namun hal tersebut selalu

mengenai kebebasan eksternal atau wilayah atau keunggulan negara lain,

dan dari keseluruhan tersebut memiliki dampak yang penting untuk negara

tersebut dalam posisi internasional. Sedangkan Intervensi kemanusiaan

mereka artikan sebagai perlakuan sewenang-wenang sebuah negara

terhadap penduduknya, terutama minoritas, lebih tepatnya kekejaman dan

kejahatan yang mengagetkan kesadaran umat manusia. Kemudian, negara

lain, yang biasannya negara adikuasa, mengambil tindakan atas peristiwa

tersebut dengan ancaman atau penggunaan kekuatan dengan maksud untuk

melindungi minoritas yang tertindas.17

Lauterpach mengartikan intervensi sebagai campur tangan secara

diktator oleh suatu negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan

maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan, situasi atau

barang di negeri tersebut.18

15 http://ekosanjayatamba.wordpress.com/2010/03/08/intervention-toward-best-practices-and-a-holistic-view/ Diakses Maret, 01, 2010. Pukul 22.30 WIB16 Bryan A. Garnered., Black’s Law Dictionary Seventh Edition, Book 1, West Group, ST. Paul, Minn, 1999, hlm. 826.17 Parry and Grant, Encyclopaedic Dictionary of International Law, Oceana Publication Inc., Newyork, 1986, hlm. 190-191.18 Huala Adolf, Aspek-Aspek negara dalam hukum internasional cetakan ketiga, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 31.

Page 9: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

9

Menurut Starke ada tiga tipologi dalam melihat sebuah intervensi

negara terhadap negara lain :

1. Intervensi internal, yaitu intervensi yang dilakukan sebuah negara

dalam urusan dalam negeri negara lain,

2. Intervensi eksternal, yaitu intervensi yang dilakukan sebuah negara

dalam urusan luar negeri sebuah negara dengan negara lain, contoh :

keterlibatan Italia yang mendukung Jerman dalam Perang Dunia

Kedua.

3. Intervensi punitive, yaitu intervensi sebuah negara terhadap negara lain

sebagai balasan atas kerugian yang diderita oleh negara tersebut.19

Dengan pembagian tipologi intervensi tersebut, Starke tidak

hendak mengatakan bahwa intervensi negara atas kedaulatan negara lain

sebagai tindakan legal. Ia berpendapat bahwa terdapat kasus-kasus tertentu

dimana tindakan intervensi dapat dibenarkan menurut hukum

internasional. Adapun tindakan intervensi tersebut adalah:

1. intervensi kolektif yang ditentukan dalam piagam PBB,

2. untuk melindungi hak dan kepentingan, serta keselamatan warga

negaranya di negara lain,

3. Pembelaan diri. Jika intervensi dibutuhkan segera setelah adanya sebuah

serangan bersenjata. Syarat-syarat pembelaan diri adalah : langsung,

situasi yang mendukung, tidak ada cara lain, tidak ada waktu untuk

menimbang.

4. Berhubungan dengan negara protektorat atas dominionnya.

5. Jika negara yang akan diintervensi dianggap telah melakukan

pelanggaran berat atas hukum internasional.20

Jika mengikuti klasifikasi legalitas yang dipergunakan oleh Starke,

maka doktrin intervensi tidak sepenuhnya terlarang. Ada celah yang

19 J.G. Starke, An Introduction To International Law 3rd Edition, Butterworth & Co. Ltd, London, 1954, hlm. 89-90.

20 Ibid., hlm. 90.

Page 10: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

10

diberikan dalam mekanisme hukum internasional dalam melegalisasi

sebuah intervensi.

Dalam klasifikasi yang dibuat oleh Starke, intervensi kemanusiaan

dapat dimasukkan dalam klasifikasi yang terakhir. Apabila sebuah negara

telah melanggar hak asasi manusia (sistematis dan terstruktur), maka

negara tersebut dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran berat

terhadap hukum internasional. Perlindungan hak asasi manusia dalam

relasi antarnegara saat ini merupakan sebuah komitmen bersama.

Sedangkan menurut Teson, ada beberapa hal yang dianggap lazim

dalam kebiasaan internasional mengenai intervensi kemanusiaan. Pertama;

penggunaan kekuatan bersenjata suatu negara terhadap urusan domestik

negara lain. Kedua; ada alasan kemanusian yang digunakan sebagai

justifikasi penggunaan kekuatan bersenjata21

Dari pengertian tersebut di atas kiranya dapat ditarik beberapa

kesamaan bahwa intervensi biasanya melanggar kedaulatan negara

tertentu, selain itu tindakan intervensi biasanya menggunakan ancaman

atau kekuatan. Sedangkan dalam definisi intervensi kemanusiaan

kemudian ditambahkan alasan bahwa tindakan tersebut dilakukan karena

adanya sebuah perlakuan kejahatan negara atas penduduknya.

Adapun motivasi atau latar belakang dari intervensi tersebut yakni,

intervensi untuk meredakan akibat kemanusiaan yang ditimbulkan oleh

suatu konflik, intervensi untuk menghentikan pertumpahan darah dan

menstabilkan kondisi diantara dua pihak yang bersengketa dan untuk

menjauhkan dari kemungkinan terjadinya perang. Tindakan mengirim

tentara dalam jumlah besar yang dilakukan untuk menjaga stabilitas rezim

yang berkuasa terhadap rongrongan kaum pemberontak atau sebaliknya

dilakukan untuk membantu kaum pemberontak dalam usahanya untuk

menggulingkan pemerintah yang berkuasa, merupakan tindakan yang

21 Eric Adjei, The Legalitiy of Humanitarian Intervention Tesis, University of Georgia, 2005, hlm. 8.

Page 11: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

11

dikategorikan sebagai tindakan intervensi.22 Tetapi ada kalanya kehadiran

pihak ketiga justru menimbulkan efek yang merugikan, yaitu bila

kehadiran itu dilakukan ketika para pelaku sedang berada di tengah

usahanya untuk mengatasi konflik mereka secara langsung.23

Serangan NATO di Kosovo ini amat kontroversial karena

merupakan intervensi militer yang dilakukan tanpa persetujuan atau

mandat dari Dewan Keamanan PBB, yang berdasar Piagam PBB

berwenang menggunakan kekuatan militer terhadap negara lain. Dengan

demikian, intervensi militer NATO dapat dikatakan sebagai tindakan

unilateral kolektif. Meskipun sebenarnya NATO mengintervensi untuk

tujuan kemanusiaan yaitu menghentikan kekejaman tentara Serbia yang

melakukan pelanggaran HAM di Kosovo dengan melakukan pemusnahan

etnis Albania. Keterlibatan Dewan Keamanan PBB baru terjadi dalam

masalah Kosovo dengan diadopsinya Resolusi 1244 (1999) pada 10 Juni

1999, yang menempatkan provinsi Kosovo di bawah administrasi PBB

dengan tugas membentuk pemerintahan sementara untuk Kosovo, agar

rakyat Kosovo mendapat otonomi luas dan self-government di Kosovo

dalam Republik Federal Yugoslavia, sementara penyelesaian final atas

status Kosovo belum ditentukan. Resolusi itu tidak menyebut bentuk

penyelesaian final atas masalah Kosovo, tetapi hanya memutuskan, solusi

politik atas krisis Kosovo harus mempertimbangkan kedaulatan dan

integritas teritorial Republik Federal Yugoslavia.24 

Dalam serangan tersebut secara otomatis doktrin mengenai

kedaulatan dipertanyakan. Kedaulatan bagi sebuah negara adalah hak

mutlak yang tidak bisa diganggu gugat oleh negara manapun. Kedaulatan

merupakan kebebasan dari adanya tekanan negara lain dan intervensinya

dalam pembentukan dan pelaksanaan suatu pemerintahan independen.

22 Soeprapto R, Hubungan Internasional Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997, hlm. 30123 Pruit Dean G. And Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal.924 http://elshamnewsservice.wordpress.com/2008/02/25/kosovo-merdeka-hak-atau-separatisme-oleh-nugroho-wisnumurti/ Diakses Maret, 02, 2010. Pukul 23.30 WIB

Page 12: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

12

Kedaulatan selalu berkaitan dengan institusi yang bernama negara.

Kedaulatan negara berwujud sebagai hak kemerdekaan dan otoritas untuk

mengatur urusan domestik. Pemerintah sebuah negara baik itu demokratis

maupun otoriter berfungsi sebagai pengambil keputusan tertinggi dari

penyelenggaraan negara, termasuk dalam mengendalikan sumberdaya

alam maupun manusianya.25

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa secara umum, menurut

Samuel M. Makinda, kedaulatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu

kedaulatan internal dan eksternal. Kedaulatan internal menyangkut kepada

prinsip yang melegitimasi organisasi dan kontrol politik internal.

Kedaulatan internal atau disebut juga kedaulatan empiris (empirical

sovereignity) berkaitan dengan rakyat, wilayah, dan kewenangan yang

diakui (recognized authority).

Sementara itu, kedaulatan eksternal berkaitan dengan status atau

identitas legal suatu negara dalam politik global. Kedaulatan eksternal atau

kedaulatan yuridis (juridical sovereignity) berkaitan erat dengan prinsip

nonintervensi. Menurut Makinda, kedaulatan eksternal inilah yang

kemudian dapat menjadi suatu mekanisme bagi penciptaan suatu

keamanan global (global security). Jika kita mengacu kepada prinsip-

prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kedaulatan eksternal

tersebut, maka ada beberapa hal yang dapat kita perhatikan. Pertama,

artikel 2 ayat 4 Piagam PBB melarang penggunaan ancaman atau kekuatan

bersenjata oleh negara mana pun yang ditujukan terhadap kedaulatan

politik atau integritas teritorial negara lain.

Kedua, artikel 2 ayat 7 melarang intervensi di dalam hal-hal yang

secara esensial berada di bawah yurisdiksi domestik suatu negara. Ketiga,

resolusi Majelis Umum PBB 1514 bulan Desember 1960, artikel 6,

menyatakan bahwa, “setiap usaha yang bertujuan, baik secara parsial

maupun keseluruhan menghancurkan kesatuan nasional dan integritas

25 http://iphoelmargin.blogspot.com/2007/02/kedaulatan-negara-dan-human-security.html/ Diakses Maret, 02, 2010. Pukul 01.00 WIB

Page 13: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

13

wilayah suatu negara, adalah tidak sejalan dengan tujuan-tujuan dan

prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.”26

Kedaulatan dan intervensi tidak lepas dari tatanan hukum yang

dibuat untuk mengatur hubungan antar satu Negara dengan Negara lain

dalam lingkup hubungan internasional. Karena kedaulatan merupakan hak

utama suatu Negara yang mana Negara merupakan subjek dalam hukum

internasional. Maka untuk dapat melihat intervensi NATO tersebut

melanggar kedaulatan sebuah Negara dan melanggar tatanan hukum

internasional atau tidak, akan dijelaskan terlebih dahulu definisi dari

hukum internasional itu sendiri.

Definisi hukum internasional menurut Morgenthau, hukum

internasional adalah suatu susunan hukum yang didesentralisasikan dalam

arti ganda, pertama, semua peraturannya sebagai suatu prinsip bersifat

mengikat hanya kepada negara – negara yang memberikan persetujuan

padanya. Kedua, banyak dari peraturan yang mengikat bermakna ganda

dan terbatas pada berbagai kondisi dan syarat, sehingga tidak

memungkinkan negara – negara individual mempunyai banyak kebebasan

untuk bertindak apabila negara – negara itu dipaksa untuk mematuhi suatu

peraturan hukum internasional.27

Menurut Starke, hukum internasional dapat didefinisikan sebagai

keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip – prinsip

dan kaidah – kaidah perilaku yang terhadapnya negara – negara merasa

dirinya terikat untuk menaati dan karenanya benar – benar ditaati secara

umum dalam hubungan – hubungan mereka satu sama lain, dan yang

meliputi juga :

1. kaidah – kaidah hukum yang berkaitan dengan

berfungsinya lembaga – lembaga atau organisasi –

organisasi internasional, hubungan – hubungan mereka satu

26 Lina A. Alexandra, “Prinsip kedaulatan dan kebijakan anti terorisme Amerika Serikat” Koran Tempo 13 november 2002 27 Morgenthau Hans J, Politik Antarbangsa Perjuangan Untuk Kekuasaan dan Perdamaian, Bandung, Binacipta, hlm. 363-364

Page 14: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

14

sama lain dan hubungan mereka dengan negara – negara

dan individu – individu

2. kaidah – kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan

individu – individu dan badan – badan non negara sejauh

hak – hak dan kewajiban individu dan badan non negara

tersebut penting bagi masyarakat internasional.28

Dalam hukum internasional, intervensi kemanusiaan yang

dilakukan oleh NATO ke Kosovo menimbulkan polemik, hal tersebut

dikarenakan berhadapan langsung dengan prinsip-prinsip umum dalam

hukum international yaitu prinsip kedaulatan negara dan prinsip non-

intervensi.29

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi

ini adalah metode kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak

menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan

penafsiran terhadap hasilnya, namun demikian bukan berarti dalam

penelitian kualitatif peneliti tidak diperbolehkan menggunakan angka.

Ciri khas dari penelitian kualitatif adalah kejelasan unsur seperti subjek

sample, sumber data tidak mantap dan rinci, masih fleksibel, timbul dan

berkembangnya sambil jalan, kemudian apabila dilihat dari langkah

penelitian, penelitian kualitatif baru diketahui dengan mantap dan jelas

setelah penelitian selesai. Kualitatif memiliki desain penelitian yang

fleksibel dengan langkah dan hasil yang tidak dapat dipastikan

sebelumnya. Dilihat dari teknik pengumpulan data, kegiatan

mengumpulkan data harus dilakukan oleh peneliti langsung. Untuk

28 Starke, hlm. 329 Declaration On The Inadmissibility of Intervention In The Domestic Affairs of State, 1965 (G.A.R. 2131 /XX)

Page 15: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

15

penentuan hipotesis dan analisa data, penelitian kualitatif biasanya tidak

mengemukakan hipotesis sebelumnya, tetapi dapat lahir selama penelitian

berlangsung, untuk analisis data biasanya dilakukan bersama – sama

dengan pengumpulan data.30

Metode kualitatif mengacu kepada pengumpulan data dalam

bentuk deskriptif yaitu menjelaskan dengan menggambarkan

berdasarkan data yang ada secara obyektif, apa adanya tanpa pengaruh

subyektifitas penulis, yang menjelaskan variabel-variabel yang dibangun

dari data yang ada sehingga diperoleh hubungan satu sama lainnya untuk

memperoleh kesimpulan.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik penggumpulan data menggunakan data sekunder adalah

data yang diperoleh melalui studi pustaka (library research). Metode studi

pustaka ini bersumber dari buku, surat kabar, laporan-laporan, jurnal, dan

sumber-sumber lain yang relevan dan valid. Penulis juga menggunakan

internet atau website sebagai penggumpulan data yang terkait pada

permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini, digunakan analisa dengan

metode “induktif” yaitu sistem penelitian yang menelaah kasus-kasus

khusus tentang suatu fenomena dan mencoba menggembangkan proporsi

teoritik tentang fenomena tersebut berdasarkan temuan-temuan dari studi

kasus tersebut.31

1.5.3 Tingkat Analisa

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan tingkat

analisa sistem internasional. Tingkat analisa ini berpendapat bahwa bangsa

– bangsa di dunia ini dan interaksi di antara mereka merupakan suatu

sistem. Struktur sistem itu dan perubahan – perubahan yang dialaminya

selama ini telah menentukan perilaku aktor – aktor hubungan internasional

30 Arikunto Suharsimi Prof. Dr, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2002, hlm. 10 - 1131 Mohtar Mas’oed, Studi Hubungan Internasional : Tingkat analisis dan Teori, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, 1989, hlm. 95

Page 16: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

16

yang terlibat di dalamnya. Sistem sebagai lingkungan telah menentukan

perilaku negara bangsa. Karena sistem internasional dianggap penyebab

terpenting terjadinya perilaku negara bangsa, dinamika sistem yang

beranggotakan berbagai negara bangsa bisa dipakai untuk menjelaskan

perilaku aktor – aktor hubungan internasional yang terlibat di dalamnya.32

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini, penulis akan membahas pendahuluan yang mengemukakan

latar belakang masalah, alasan tujuan penelitian, rumusan masalah, kerangka

teori, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Sejarah panjang konflik Kosovo

Didalam bab ini akan membahas berisi tentang sejarah panjang konflik

Kosovo. Bab ini akan menjelaskan bagaimana latar belakang dan proses

terjadinya konflik di Kosovo

Bab III Dinamika intervensi kemanusiaan NATO di Kosovo

Pada bab ini akan menjelaskan tentang bagaimana proses masuknya NATO ke

Kosovo hingga akhirnya melakukan intervensi dan pelanggaran kedaulatan

negara Kosovo.

Bab IV Analisa intervensi kemanusiaan NATO bagi kedaulatan Kosovo

dilihat dari perspektif hukum internasional

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang bagaimana hukum internasional

memandang intervensi militer yang dilakukan NATO di Kosovo.

Bab V Penutup

32 Mohtar Maso’oed, Ilmu Hubungan Internasional : disiplin dan metodologi, Jakarta, LP3ES, 1990, hlm. 42

Page 17: Bab 1 Intervensi Kemanusiaan NATO Di Kosovo Dilihat Dari Perspektif Hukum Internasional

17

Dalam bab ini merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan serta

saran dan kritik.