ANALISIS NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DAN UNSUR … · analisis nilai-nilai kemanusiaan terhadap cerpen...
-
Upload
truongdien -
Category
Documents
-
view
302 -
download
4
Transcript of ANALISIS NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DAN UNSUR … · analisis nilai-nilai kemanusiaan terhadap cerpen...
ANALISIS NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DAN UNSUR INTRINSIK
DALAM CERPEN “TANAH AIR” KARYA MARTIN ALEIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Leopold
111224020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
ANALISIS NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DAN UNSUR INTRINSIK
DALAM CERPEN “TANAH AIR” KARYA MARTIN ALEIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Leopold
111224020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk :
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat penyertaan dan bimbingannya selama ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Orang tua tercinta Bapak Yosef Welbertus dan Ibu Yosefa Balak yang selalu mendoakan
dan memberikan dukungan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Abangku Arsenius Bawardi yang selalu memberikan dukungan selama penyelesaian
skripsi ini.
4. Sahabat dan teman-teman terkasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu.
(Amsal 16:3)
“Bukankah telah Ku perintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu?
Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau
pergi”
(Yosua 1:9)
“Pada akhir hidup kita, kita tidak akan dinilai oleh berapa banyak ijazah yang telah kita terima,
berapa banyak uang yang kita hasilkan atau berapa banyak hal yang besar yang telah kita
lakukan. Kita akan dinilai oleh, saya lapar dan engkau memberikanku makan. Saya tidak
berpakaian dan engkau memberikanku pakaian. Saya tidak punya tempat tinggal dan engkau
mengajakku masuk”
(Bunda Theresa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Leopold. 2018. Analisis Nilai-Nilai Kemanusiaan dan Unsur Intrinsik dalam
Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida. Skripsi. Yogyakarta:
PBSI, FKIP Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini mengkaji unsur nilai-nilai kemanusiaan pada cerpen Tanah
Air karya Martin Aleida. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan unsur
nilai-nilai kemanusiaan dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida (2)
mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang digunakan untuk mengekspresikan
nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, tema, sudut
pandang, dan bahasa dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang
bertujuan mendeskripsikan unsur nilai kemanusiaan cerpen Tanah Air. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik membaca dan teknik catat.
Langkah awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai kemanusiaan
yang terdapat pada cerpen, kemudian langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan
tokoh, penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang, dan bahasa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil dua kesimpulan. Pertama, hasil
analisis nilai-nilai kemanusiaan terhadap cerpen Tanah Air diperoleh data bahwa
terdapat lima nilai kemanusiaan yaitu: nilai hedonik, nilai artistik, nilai kultural,
nilai etis, moral, dan religius, serta nilai praktis. Kedua, dalam analisis unsur
intrinsik pada cerpen Tanah Air diperoleh data bahwa tokoh utama dalam cerpen
ini adalah Aku. Dia dan Han merupakan tokoh bawahan. Alur dalam cerpen ini
dibagi menjadi tiga yaitu, tahap awal, tengah, dan akhir. Terdapat tiga latar dalam
cerpen ini yaitu, latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat dalam cerpen ini
mengambil rumah tokoh Dia, bandara Schipol, stasiun kereta api Kanton, Jakarta,
Amsterdam. Latar waktu dalam cerpen adalah pagi hari dan siang hari. Latar
sosial ditunjukkan tokoh Dia saat menerima perlakuan status sebagai pelarian
politik diluar negeri.
Tema dalam cerpen ini adalah moral yang terlihat dari kecintaan sang
suami terhadap keluarga dan tanah kelahiran, pengorbanan seorang istri
menghidupi keluarga seorang diri hingga kepergiannya keluar negeri menyusul
suami tercinta, hingga berujung pada kematian sang suami yang hingga akhir
hayatnya tetap memiliki keinginan untuk dapat kembali ke tanah kelahiran. Sudut
pandang yang dipakai dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang pertama,
pengarang sebagai pelaku utama (tokoh Aku). Bahasa yang digunakan dalam
cerpen ini adalah Bahasa Indonesia pada masa cerpen ini dibuat.
Kata Kunci: Analisis Nilai-nilai kemanusiaan, Unsur-unsur intrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Leopold. 2018. Analysis of Humanity Values and Intrinsic Elements in the
Short Story Tanah Air by Martin Aleida. Thesis. Yogyakarta:
PBSI, FKIP Sanata Dharma University
This undergraduate thesis discusses about the values of humanity in
Martin Aleida's short story entitled Tanah Air. There are two main purposes in
this thesis, which are (1) to describe the elements of humanity values inside
Martin Aleida's Tanah Air. (2) To explain the elements of fictional used to
describe humanity values covering characters, characterization, plots, settings,
themes, point of view and language in Tanah Air short story. This undergraduate thesis uses descriptive qualitative method to find the
possible explanations behind humanity values inside Tanah Air short story. The
researcher collects the data by using reading and writing techniques. The first
step to analyze the problems of this undergraduate thesis is done by describing
humanity values within the target short story, then the next step is done by
describing several related elements such as characters, characterization, plots,
settings, themes, point of view and language used in the short story. Based on the results of the study, two conclusions can be drawn. First, the
results of the analysis of humanity values on short stories in the country obtained
data that there are five values of humanity, namely: hedonic values, artistic
values, cultural values, ethical values, moral and religious values, and practical
values. Secondly, in the analysis of intrinsic elements in the story of Tanah Air,
data is obtained that the main character in this short story is Dia as the husband
of Aku and Han as supporting character. This short story's plots are divided into
three, which are opening plot, middle plot and ending plot. The
researcher finds there are three settings used in this short story, which are setting
of place, setting of time and setting of social. The short story uses Dia's house,
Schipol Airport, Kanton train station, Jakarta City and Amsterdam City
as its place settings, then morning and afternoon as its time settings. For
the social setting, it is showed by Dia when he runs away as a political
exile overseas. The theme in this short story is about moral. Those themes are shown by
strong affection of the husband upon his beloved family and his beloved country,
the sacrifice of a single mother who raise her family alone until joining her
husband overseas, and then about her husband’s strong desire to come home to
his beloved country until the end of his life. In this research, the
researcher also finds a fact that this short story uses first person perspective as its
point of view (the writer is the main character). Finally the researcher finds there
is only Indonesian language which is used as the main language of this short
story.
Keywords: Analysis of Humanity Values, Intrinsic Elements
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan penyertaan-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Nilai-Nilai
Kemanusiaan dan Unsur Intrinsik dalam Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida”
ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi, tugas akhir ini tidak akan segera
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan selaku dosen pembimbing
skripsi yang selalu sabar memberikan bimbingan, semangat, dan koreksi
terhadap skripsi ini.
3. Semua Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman selama
penulis menempuh studi.
4. Keluarga besarku, Bapak Yosef Welbertus dan Ibu Yosefa Balak, dan
abangku Arsenius Bawardi. Terima kasih atas doa, dukungan, dan
dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat: Martina
Rustita, Gabrielle Rini Dwi Sulandi, Yoanna Daru Kusumastuti, dan
Antonius Christiandi.
6. Rekan-rekan seperjuangan PBSI Angkatan 2011 Kelas A. Terima kasih
atas kebersamaan kita selama ini.
7. Sahabat-sahabat terkasih di Asrama Sekadau Yogyakarta dan IPMKS.
Terima kasih atas kerja sama selama ini dan atas berbagai pengalaman
yang sudah kita jalani bersama selama di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
MOTO ..................................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .......................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5. Batasan Istilah ........................................................................................... 8
1.6. Sistematika Penyajian ............................................................................... 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 11
2.1. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 11
2.2. Kajian Teoritis ....................................................................................... 13
2.2.1. Cerita Pendek ............................................................................. 13
2.2.2. Nilai Kemanusiaan dalam Cerpen (Sastra) ................................ 14
2.2.3. Unsur Intrinsik Cerpen ............................................................... 17
a. Tokoh ..................................................................................... 17
b. Penokohan .............................................................................. 19
c. Alur ........................................................................................ 20
d. Latar ....................................................................................... 21
e. Tema ....................................................................................... 23
f. Sudut Pandang ........................................................................ 25
g. Amanat ................................................................................... 25
h. Gaya Bahasa ........................................................................... 26
2.2.4. Pendekatan Struktural ............................................................... 26
2.2.5. Kerangka Berpikir ..................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 29
3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ............................................................ 29
3.2. Metode Penelitian .................................................................................. 30
3.3. Subjek Penelitian ................................................................................... 30
3.4. Sumber Data dan Data Penelitian .......................................................... 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3.5. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 31
3.6. Instrumen Penelitian .............................................................................. 32
3.7. Teknik Analisis Data ............................................................................. 33
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 35
4.1. Deskripsi Data ....................................................................................... 35
4.2. Analisis Nilai-Nilai Kemanusiaan Cerpen Tanah Air
Karya Martin Aleida .............................................................................. 36
4.2.1. Nilai Hedonik .............................................................................. 36
4.2.2. Nilai Artistik ................................................................................ 37
4.2.3. Nilai Kultural ............................................................................... 38
4.2.4. Nilai Etis, Moral, dan Religius .................................................... 40
4.2.5. Nilai Praktis ................................................................................. 41
4.3. Analisis Unsur Intrinsik Cerpen Tanah Air
Karya Martin Aleida .............................................................................. 43
4.3.1. Analisis Tokoh ............................................................................. 43
4.3.2. Penokohan ................................................................................... 44
4.3.3. Alur .............................................................................................. 50
4.3.4. Latar ............................................................................................. 56
4.3.5. Tema ............................................................................................ 59
4.3.6. Sudut Pandang ............................................................................. 60
4.3.7. Gaya Bahasa ................................................................................ 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
4.4. Implementasi Cerpen Tanah Air sebagai
Bahan Pembelajaran ............................................................................. 62
4.4.1. Tahap-Tahap Perancangan Pembelajaran .................................... 62
4.4.2. Cerpen Tanah Air Ditinjau Dari Aspek Bahasa,
Psikologi Siswa, dan Latar Belakang Budaya ............................. 65
4.4.3. Standar Kompetensi ..................................................................... 71
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 73
5.1. Simpulan ................................................................................................ 73
5.2. Saran ...................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75
LAMPIRAN .......................................................................................................... 76
Lampiran Cerpen Tanah Air ......................................................................... 76
BIODATA ............................................................................................................. 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sebuah bidang keilmuan yang terlampau
luas untuk dikaji, diteliti, dan bahkan untuk dianalisis sekalipun. Hal ini
disebabkan karena karya sastra itu sendiri yang di bangun atas berbagai
unsur yang saling terkait di dalamnya, seperti persoalan hidup sehari-hari,
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, adat-istiadat yang
mengikat, dan nilai-nilai kemanusiaan yang telah terjadi juga ditampilkan
di dalamnya.
Teeuw (dalam Satoto, 1986:1-2) mengemukakan bahwa
“mempelajari sastra itu ibarat memasuki hutan, makin ke dalam makin
lebat, makin belantara. Dan, di dalam ketersesatan itu ia akan
memperoleh kenikmatannya”. Berdasarkan pendapat tersebut, secara jelas
terungkap bahwa karya sastra adalah sebuah fenomena kemanusiaan yang
kompleks dan dalam. Di dalamnya, penuh makna yang harus digali
melalui penelitian yang mendalam pula.
Tidak dapat dipungkiri bahwa antara sebuah karya sastra,
sastrawan/pengarang, dan lingkungan merupakan hal-hal yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena
sebuah karya sastra tidak dapat dipisahkan dari realita kehidupan sehari-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
hari dan budaya-budaya yang ditampilkan di dalamnya. Budaya yang
diangkat dalam karya tersebut merupakan bagian dari kehidupan sosial
yang ada dalam sebuah masyarakat, sehingga dapat dikatakan pula bahwa
karya sastra merupakan gambaran sosial kehidupan masyarakat pada
periode tertentu yang berhubungan dengan masalah-masalah sosialnya.
Karya sastra merupakan wadah bagi seorang pengarang untuk
menyampaikan gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikirannya yang
secara jelas tertuang melalui sebuah karya tulis. Kegiatan penulisan
kreatif semacam ini dilakukan sebagai bentuk pengungkapan perasaan
atau sebagai bentuk protes sosial atas masalah-masalah sosial yang terjadi
dalam masyarakat. Permasalahan-permasalahan tersebut misalnya
kerusakan alam, ketidakberpihakan penguasa terhadap rakyat kecil,
hilangnya nilai-nilai budaya luhur dalam masyarakat, kesenjangan sosial,
dan perampasan hak atas ruang-ruang hidup di wilayah perkotaan.
Pengarang menulis apa saja yang menimbulkan keharusan
batinnya dan mendorongnya untuk berpikir mencerna dan
menyublimasikan apa saja yang dilihat, didengar, dirasakan, dialaminya,
dan kemudian mencipta (Lubis, 1997:37). Pengarang dapat melihat realita
kehidupan yang ada terjadi di sekitarnya, terutama permasalahan sosial
yang menyangkut kehidupan banyak orang. Hal ini bisa menjadi sebuah
inspirasi bagi pengarang, terlebih lagi apabila ia ikut terlibat secara aktif
dalam permasalahan tersebut, sehingga ia dapat memperoleh gambaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
secara utuh mengenai apa saja yang terjadi dan dapat dituangkan dalam
karya-karya tulisnya termasuk cerpen.
Ratna (2004:334), menyatakan bahwa pada umumnya pengarang
yang berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu
untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat
dengan ciri-ciri fiksional. Lebih lanjut dikatakan oleh Jakob Soemardjo
(1979:15), bahwa hal tersebut dikarenakan pengarang merupakan salah
satu anggota masyarakat, maka tak mengherankan kalau terjadi interelasi
dan interaksi antara pengarang dan masyarakatnya dan tentu selalu dapat
ditarik sifat hubungan antara sastra dengan masyarakat tempat pengarang
hidup. Seorang pengarang bisa saja mempunyai sifat ketidakpekaan atas
apa yang terjadi dengan keadaan sekitar dan dalam karya tulisnya yang
hanya bersifat kesenangan semata, hanya sekedar mengikuti euforia
menulis karya yang bersifat keindahan, romantis, dan mengikuti selera
pasar saja. Kebalikannya, namun ada pula pengarang yang tidak bisa
menutup mata dan menahan diri atas kenyataan hidup yang terjadi di
negeri ini. Kepekaan seorang pengarang dapat terlihat dari karya tulisnya
yang bersifat memihak. Akan sangat terasa sempit dan kabur apabila
pemikiran sastra hanya berkutat pada masalah-masalah yang dirasa ringan
dan hanya berbicara tentang perihal “bersenang-senang” dan masalah
percintaan saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Seorang pengarang memiliki karakter yang khas dari karyanya,
sehingga hal tersebut membuatnya terlihat berbeda dari pengarang yang
lain. Diperlukan sebuah analisis yang mendalam untuk mengetahui ide
dan gagasan-gagasan yang ingin disampaikannya, serta mengetahui
karakter yang khas dari karya tulisnya tersebut, terutama karya sastra
yang berupa cerita pendek.
Cerpen Tanah Air karya Martin Aleida sangat menarik untuk
dikaji dengan fokus pada nilai-nilai kemanusiaan menggunakan
pendekatan struktural. Melalui pendekatan ini akan diungkap berbagai
macam unsur pembangun karya sastra itu sendiri. Menurut Satoto (1993:
32), pendekatan ini merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan
karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari
dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang
otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi
pengarang, dan segala hal yang ada di luar karya sastra.
Cerpen Tanah Air ditulis oleh Martin Aleida, kelahiran Tanjung
Balai, Sumatera Utara, 31 Desember 1943. Nama aslinya ialah Nurlan. Ia
menghabiskan lebih dari 40 tahun usianya di Jakarta sebagai mahasiswa,
wartawan dan penulis cerita pendek serta novel. Karirnya sebagai
wartawan dimulai dari Zaman Baru, Harian Rakyat, hingga majalah
Tempo. Karya tulisnya banyak tersebar di berbagai media, baik yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
berupa esai maupun cerita pendek. Pendidikan terakhirnya adalah di
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan (tidak tamat).
Sejumlah penghargaan di bidang penulisan cerita pendek juga
pernah diraih oleh Martin Aleida, antara lain kumpulan cerita pendeknya
Leontin Dewangga yang memperoleh penghargaan dari Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2004. Terjemahan cerita
pendeknya yang berjudul Leontin Dewangga dalam bahasa Inggris
disertakan dalam antologi cerita pendek Asia-Pasifik “Another Kind of
Paradise”, terbit di Boston. Beberapa karya Martin Aleida yang pernah
diterbitkan adalah Mati Baik-Baik Kawan (AKAR, 2010), Langit Pertama
Langit Kedua (NALAR- Halibutongan Pubishing, 2013), dan yang
terakhir adalah Tanah Air yang Hilang (Kumpulan Cerpen, Kompas,
2017).
Cerpen Tanah Air karya Martin Aleida ini menjadi cerpen terbaik
pilihan Kompas 2016, mengungguli 20 karya lainnya yang terbit
sepanjang tahun 2016 lalu. Cerpen berjudul Tanah Air ini ditulis pada
saat Martin Aleida melakukan riset mengenai kehidupan para eksil asal
Indonesia yang kini bermukim di sejumlah kota di Eropa, seperti
Amsterdam, Den Haag, Berlin, Paris, Praha, dan Sofia selama tiga bulan
(Maret- Mei 2016). Hasil dari riset tersebut telah diterbitkan pada tahun
2017 lalu dalam buku yang berjudul Tanah Air Yang Hilang, ditulis
dalam bentuk kumpulan kisah wawancara dan cerpen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Cerpen Tanah Air karya Martin Aleida ini bercerita mengenai
sosok seorang istri yang pergi menyusul suaminya ke luar negeri.
Suaminya adalah seorang wartawan yang ditugaskan sebagai delegasi
Indonesia untuk meliput perayaan hari kebesaran masyarakat Tiongkok.
Akibat gejolak peristiwa politik yang terjadi pada tahun 1965 saat itu,
suaminya dan sejumlah rombongan asal Indonesia lainnya tidak dapat
kembali kembali ke Indonesia. Mereka yang loyal kepada Presiden
Soekarno, dituduh sebagai simpatisan komunis dan paspornya dicabut.
Hidup tanpa status kewarganegaraan dan berpindah-pindah dari satu
negara ke negara lainnya, mereka mencari negara yang mau menampung
dan memberikan suaka politik. Berbagai konflik batin ditampilkan dalam
cerita pendek ini, misalnya seperti: keretakan hubungan antara orang tua
dan anak, kerinduan akan tanah kelahiran, dan berbagai masalah sosial
lain yang memberikan dampak serius pada kondisi kejiwaan sang suami.
Berdasarkan data dari cerpen tersebut yang digunakan sebagai
bahan penelitian, diharapkan penelitian ini nantinya akan mengungkapkan
unsur-unsur pembangun dalam karya tersebut, yaitu unsur intrinsik yang
digunakan untuk menemukan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat
dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Nilai-nilai kemanusiaan apa saja yang terdapat dalam cerpen Tanah
Air karya Martin Aleida?
b. Unsur-unsur intrinsik apa saja yang terdapat dalam cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam cerpen
Tanah Air karya Martin Aleida.
b. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen
Tanah Air karya Martin Aleida.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
guru dan siswa. Manfaat itu antara lain sebagai berikut, yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah koleksi
pengetahuan yang berhubungan dengan analisis nilai kemanusiaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
dalam karya sastra, khususnya cerita pendek. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi referensi bagi para guru yang ingin
mengimplementasikannya dalam pembelajaran di sekolah-sekolah.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan para siswa tentang nilai-nilai kemanusiaan
apa saja yang terkandung dalam cerpen Tanah Air karya Martin
Aleida, sehingga siswa dapat memahami pesan-pesan yang bermanfaat
dan berguna dari karya tersebut. Bagi dunia pendidikan, khususnya
SMA, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
bermanfaat untuk pembelajaran sastra.
1.5. Batasan Istilah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah yang
bertujuan agar tidak terjadi salah pengertian dan salah tafsir terhadap
istilah-istilah yang ada. Batasan istilah tersebut adalah sebagai berikut,
yaitu :
a. Cerita Pendek
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah
suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan
langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang
lebih panjang, seperti novel misalnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan adalah nilai mengenai harkat dan martabat
manusia, meliputi cinta kasih, penderitaan, keadilan, tanggung jawab,
kegelisahan, dan harapan.
c. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini merupakan pendekatan intrinsik, yakni
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun
karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra
sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya
sastra (Satoto, 1993: 32).
1.6. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini terdiri dari lima bab.
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan
istilah. Bab dua merupakan tentang landasan teori yang berisi tinjauan
terhadap penelitian terdahulu yang relevan dan landasan teori berupa teori
tentang cerpen dan struktur intrinsik yang meliputi tokoh, penokohan,
tema, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa yang terdapat dalam
cerpen tersebut. Bab tiga berupa metodologi penelitian yang berisi jenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
penelitian, subjek penelitian, metode penelitian, sumber data penelitian,
teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.
Selanjutnya, pada bab empat berupa pembahasan yang berisi
tentang hasil analisis nilai-nilai kemanusiaan dan analisis struktur
intrinsik cerpen Tanah Air karya Martin Aleida yang meliputi tokoh,
penokohan, alur, latar, tema, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.
Bab lima merupakan penutup yang berisi simpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II ini merupakan bab landasan teori yang akan mengkaji dua hal, yaitu: (1)
penelitian yang relevan dan (2) kajian teori. Kedua hal tersebut akan di jelaskan satu
persatu dalam sub bab di bawah ini.
2.1. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian “Analisis Nilai-Nilai Kemanusian dan Unsur Intrinsik
dalam Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida” peneliti menemukan dua
penelitian yang relevan dengan penelitian ini, penelitian tersebut antara lain:
“Analisis Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad
Tohari dan Kesesuaiannya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra” diteliti oleh
Kadek Ari Wira Permata mahasiswa PBSI, Universitas Pendidikan Ganesha
(2014). Kedua, “Nilai Kemanusiaan dalam Novel Suatu Hari di Stasiun Bekasi
Karya Bambang Joko Susilo” diteliti oleh Alim Setiyadi mahasiswa BSI,
Universitas Negeri Yogyakarta (2012).
Penelitian yang pertama, Kadek Ari Wira Permata (2014) yang berjudul
“Analisis Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Novel Bekisar Merah Karya Ahmad
Tohari dan Kesesuaiannya Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra”. Penelitian ini
mengkaji dan memaparkan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam cerita
pendek tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
kualitatif ini menggunakan pendekatan kontekstual yang menghasilkan data-data
deskriptif berupa analisis novel “Bekisar Merah” karya Ahmad Tohari.
Penelitian pada novel ini memfokuskan pada unsur nilai-nilai kemanusiaan,
seperti nilai hedonik, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis, nilai moral, nilai
religius, dan nilai praktis. Selain nilai-nilai tersebut, ada juga beberapa nilai
kemanusiaan yang ditemukan dalam novel tersebut, seperti: kasih sayang, tolong-
menolong, keyakinan, jujur, tenggang rasa, rela berkorban, tanggung jawab, tata
karma, dan kebijaksanaan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sumber data tertulis, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi.
Penelitian yang dilakukan Kadek Ari Wira Permata (2014) memiliki
persamaan dengan peneliti yaitu terletak pada kajian dan analisis permasalahan
moral (nilai-nilai kemanusiaan) pada karya sastra. Perbedaan penelitian dari
Kadek Ari terletak pada materi yang digunakan sebagai bahan kajian berbasis
novel, sedangkan peneliti mengkaji dan menganalisis materi yang berbasis cerita
pendek. Perbedaan lainnya berupa subyek dan lokasi penelitian.
Penelitian yang kedua, Alim Setiyadi (2012) berjudul “Nilai
Kemanusiaan dalam Novel Suatu Hari di Stasiun Bekasi Karya Bambang Joko
Susilo”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual dalam menganalisis
tokoh dan penokohan cerpen Suatu Hari di Stasiun Bekasi karya Bambang Joko
Susilo. Pada penelitian ini, Alim Setiyadi (2012) mengkaji nilai kemanusiaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
tokoh dalam menghadapi persoalan hidup dan menerapkan Ilmu Budaya Dasar
sebagai dasar penelitian cerpen tersebut.
Penelitian yang dilakukan Alim Setiyadi (2012) memiliki persamaan
dengan penulis, yaitu kajian penelitian tentang permasalahan moral (nilai-nilai
kemanusiaan) dalam karya sastra. Perbedaan penelitiannya terletak pada materi
bahan kajian yang berupa novel dan pendekatan yang digunakan untuk
menganalisis sebuah karya sastra. Peneliti menggunakan pendekatan struktural
yang hanya berfokus pada unsur pembangunnya saja, yakni unsur intrinsik yang
terdapat dalam cerpen tersebut.
2.2. Kajian Teoretis
Kajian teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian
mengenai hakikat sastra, pengertian cerita pendek, nilai kemanusiaan dalam
cerita pendek, dan unsur intrinsik cerita pendek.
2.2.1. Cerita Pendek
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian
karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga
digambarkan secara terbatas (Rani 1996:276).
Semi (1993:34), dalam bukunya yang berjudul Anatomi Sastra
mengungkapkan bahwa “cerita pendek ialah sebuah karya sastra yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja.
Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali
ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.”
Menurut Edgar Allan Poe dalam Jassin (1961:72), cerpen adalah
sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar
antara setengah sampai dua jam.
2.2.2. Nilai Kemanusiaan dalam Cerpen (Sastra)
Keberadaan nilai kemanusiaan dalam karya sastra tidak lepas dari
pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang dianutnya.
Ajaran nilai kemanusiaan tersebut pada hakikatnya yang merupakan saran
atau petunjuk agar pembaca dapat memberikan respon atau mengikuti
pandangan pengarang. Ajaran nilai kemanusiaan yang dapat diterima oleh
pembaca biasanya yang bersifat universal, dalam arti tidak menyimpang
dari kebenaran dan hak manusia. Pesan moral sastra lebih memberat pada
kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat,
ditentukan, dan dihakimi manusia (Nurgiyantoro, 1995: 321-322).
Darma (1995: 42), menjelaskan bahwa seorang pengarang dalam
menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan tidak selalu secara langsung
atau dapat dikatakan pengarang tidak selalu menceritakan kehidupan yang
baik, hal ini agar tidak menimbulkan dan memberi kesan menggurui,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tetapi juga untuk kepentingan keindahan. Hal ini dapat diartikan pula,
bahwa karya sastra, baik yang berupa novel ataupun cerita pendek
menawarkan kehidupan yang beraneka ragam dan kompleks, baik yang
memiliki sifat baik maupun kurang baik.
Wellek (1995: 34), menyatakan bahwa sastra sering dilihat sebagai
suatu bentuk filsafat, atau sebagai suatu pemikiran yang terbungkus
dalam bentuk khusus. Jadi, karya sastra dianalisis untuk mengungkapkan
pemikiran-pemikiran yang hebat. Pendapat yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Hill (dalam Pradopo, 1995: 93), yang menyatakan
bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka
untuk memahaminya perlu adanya analisis.
Nilai-nilai kemanusiaan dalam karya sastra sangat bervariasi dan
tidak terbatas jumlahnya. Berbagai macam persoalan hidup dan masalah
sosial dapat ditampilkan dalam sebuah karya sastra, khususnya cerita
pendek.
Nurgiyantoro (1995: 323-324), mengungkapkan bahwa persoalan
yang ada dalam kesusastraan dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
a. Persoalan manusia dengan Tuhannya
Manusia adalah makhluk yang religius dalam arti bahwa dia
menyembah Tuhan, memiliki keyakinan dan kepercayaan tertentu, dan
melakukan ritual atau ibadat, serta upacara untuk meminta segala
sesuatu dan sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta. Sikap atau
perbuatan manusia terkait hubungannya dengan Tuhan dapat berupa
ketakwaan, ketaatan, dan berbelas kasih.
b. Persoalan manusia dengan manusia lainnya
Persoalan manusia terkait hubungannya dengan manusia lain
dapat berupa hubungan kemasyarakatan: persahabatan dan kesetiaan,
hubungan keluarga: cinta kasih orang tua terhadap anak, kakak
terhadap adik, dan lain sebagainya yang melibatkan interaksi antar
manusia.
c. Persoalan manusia dengan alam
Persoalan manusia dalam hubungannya dengan alam dapat
berwujud tindakan dan sikap manusia dalam mengolah dan
mengelola sumber daya alam yang telah memberikan makanan bagi
kehidupan manusia, baik yang berupa nabati maupun hewani. Hal
tersebut dapat ditunjukkan dalam bentuk ketergantungan manusia
kepada sumber alam yang berimplikasi pada perwujudan kebudayaan.
Pada beberapa kelompok masyarakat tradisional, alam tidak hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
berfungsi sebagai penyedia sumber makanan semata, tetapi juga
sebagai pusat kehidupan dan pembentuk sistem budaya.
d. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat berupa
eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, dan lain-lain yang lebih
bersifat melibat ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu.
2.2.3. Unsur Intrinsik Cerpen
Pada dasarnya, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang (secara
langsung) turut serta membangun karya sastra itu sendiri ( Nurgiyantoro,
2010:23). Pada umumnya, unsur-unsur intrinsik fiksi terdiri dari: tokoh,
penokohan, alur (plot), latar (setting), tema, sudut pandang, amanat, dan
bahasa.
a. Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita
fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminuddin
dalam Nurgiyantoro, 1995:79).
Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000:165)
adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut mana penamaan itu
dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan,
seorang tokoh dapat dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis
penamaan sekaligus (Nurgiyantoro, 2002:176). Menurut Nurgiyantoro,
terdapat beberapa macam tokoh dalam suatu cerita, yaitu :
1) Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting
dalam suatu cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama
senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam
tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.
2) Tokoh Pembantu
Tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan
tidak penting dalam cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar
menunjang tokoh utama.
3) Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang
salah satu jenisnya secara populer disebut hero, yaitu tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal
bagi kita (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2002:178).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
4) Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab
timbulnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh
protagonis.
5) Tokoh Kompleks
Tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki dan
diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat memiliki watak tertentu yang
dapat diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak
dan tingkah laku yang bermacam-macam, bahkan mungkin seperti
bertentangan dan sulit diduga (Abrams dalam Nurgiyantoro,
2002:181-183).
b. Penokohan
Penokohan adalah penggambaran karakter tokoh oleh penulis
dalam karyanya yang mewakili tipikal-tipikal manusia, biasanya
terdiri dari tokoh utama dan tambahan. Dalam cerpen, pengarang dapat
menggambarkan watak para tokohnya dengan menggunakan beberapa
teknik perwatakan yaitu teknik analitik dan teknik dramatik yaitu
pelukisan watak para tokohnya melalui jalan cerita (Sadikin, 1999:
23).
Nurgiyantoro (1995:178), menjelaskankan sebagai berikut, di
lihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan cerita dibedakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
atas tokoh-tokoh utama dan tokoh tambahan, sedangkan jika dilihat
dari fungsi penampilan tokoh dapat digolongkan ke dalam tokoh
protagonis (tokoh yang kita kagumi), dan tokoh antagonis (tokoh yang
menyebabkan terjadinya konflik).
c. Alur (Plot)
Aminudin (2002), menyatakan bahwa alur (plot) adalah
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
suatu cerita.
Alur adalah struktur cerita yang disusun oleh urutan peristiwa,
baik yang dialami ataupun yang diakibatkan oleh pelaku. Alur juga
bisa disebut sebagai rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Adapun
jenis alur (plot) dalam sebuah karya sastra dibedakan menjadi tiga
macam, yakni sebagai berikut:
1) Alur maju
Alur maju merupakan sebuah alur yang klimaksnya berada
di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari
masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan yang teratur
dan beruntut. Tahapan pada alur maju adalah sebagai berikut:
pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2) Alur mundur
Alur mundur merupakan sebuah alur yang menceritakan
masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian
peristiwa dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa
kini/ awal dengan susunan waktu yang tidak sesuai dan tidak
beruntut. Tahapan pada Alur mundur adalah sebagai berikut:
penyelesaian, antiklimaks, klimaks, konflik, dan pengenalan.
3) Alur campuran
Alur campuran atau biasa disebut alur maju-mundur adalah
alur yang diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa
lampau, dan dilanjutkan hingga tahap penyelesaian. Pada saat
menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita dikenalkan
sehingga saat cerita tersebut belum selesai, alur cerita kembali ke
awal cerita untuk mengenalkan kembali tokoh lainnya. Tahapan
pada Alur campuran adalah sebagai berikut: klimaks, konflik,
pengenalan, antiklimaks, dan penyelesaian.
d. Latar (setting)
Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar
cerita, merupakan penggambaran waktu, tempat, dan suasana
terjadinya sebuah cerita (Wiyanto, 2002: 28). Dalam karya sastra,
setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah
karya (Abrams, 1981:1975 dalam Fananie, 2002:95).
Nurgiyantoro (2002:216 dalam Santosa 2011:7), menyatakan
bahwa setting adalah dasar, mengarah pada pengertian tempat,
hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan saling melengkapi, Hayati (1990:10)
berpendapat setting (landasan tumpu) cerita adalah gambaran tempat
waktu atau segala situasi di tempat terjadinya peristiwa.
Latar (setting) ini erat hubungannya dengan tokoh atau pelaku
dalam suatu peristiwa. Oleh sebab itu, latar (setting) sangat
mendukung plot cerita. Di samping itu, latar (setting) juga sangat
mempengaruhi suasana, peristiwa, pokok persoalan dalam cerita, dan
tema cerita. Secara garis besar, latar (setting) dapat dikategorikan
dalam tiga bagian, yakni:
1) Latar tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa
terjadi, misalnya yang menunjuk latar pedesaan, perkotaan, atau
latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa
diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai,
tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh
pada tokoh dan karakternya (Suminto 2000:127).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2) Latar waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam
plot, secara historis. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas,
akan tergambar tujuan fiksi tersebut. Rangkaian peristiwa tidak
mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat
berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman yang
melatar belakanginya (Suminto 2000:127).
3) Latar sosial
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan
hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat
yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosialnya
dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial
bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi
(Suminto 2000:127).
e. Tema
Dalam pengertiannya yang paling sederhana, tema adalah
makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Sebagai sebuah
gagasan sentral, tema merupakan sesuatu yang hendak diperjuangkan
dalam dan melalui karya fiksi. Wujud tema dalam karya fiksi,
biasanya berpangkal pada alasan tindak atau motif tokoh. Tema lebih
merupakan sebagai jenis komentar terhadap subjek atau pokok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
masalah, baik secara eksplisit maupun implisit. Jadi, di dalam tema
terkandung sikap pengarang terhadap subjek atau pokok cerita
(Suminto 2000: 186-190).
Lebih lanjut, Suminto (2000: 193-194), mengklasifikasikan
tema ke dalam beberapa jenis, yakni sebagai berikut:
1) Tema jasmaniah (physical)
Tema jasmaniah merupakan tema yang cenderung berkaitan
dengan keadaan jasmani seseorang. Tema jenis ini terfokus pada
kenyataan diri manusia sebagai molekul, zat, dan jasad.
2) Tema moral (organic)
Tema organic diterjemahkan sebagai tema “moral” karena
kaelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
moral manusia yang wujudnya tentang hubungan antarmanusia,
antarpria-wanita.
3) Tema sosial (social)
Tema sosila meliputi hal-hal yang berada di luar masalah
pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan, dan propaganda.
4) Tema egoik (egoic)
Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-
reaksi priadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
5) Tema ketuhanan (divine)
Tema ketuhanan merupakan tema yang erkaitan dengan kondisi
dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
f. Sudut Pandang
Sudut pandang atau pusat pengisahan (point of view)
dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap
peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan
cerita yang utuh. Sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang,
dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan yang diambil oleh
pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita. Sebuah
karya fiksi sesungguhnya merupakan pandangan pengarang terhadap
kehidupan (Suminto 2000:158).
g. Amanat
Amanat ialah pesan yang disampaikan pengarang terhadap
pembaca melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik
kesimpulan dari apa yang telah pembaca nikmat (Kosasih: 2006).
Pesan itu ada yang disampaikan secara tersirat, ada pula yang
tersurat. Biasanya pesan itu dapat ditelusuri melalui percakapan para
tokoh dalam teks cerita.
Sadikin (2010), menjelaskan bahwa amanat merupakan
pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam
karya sastra. Lebih lanjut dijelaskan olehnya bahwa amanat biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
disebut makna. Makna yang diniatkan oleh pengarang disebut makna
niatan, sementara makna muatan adalah makna yang termuat dalam
karya sastra tersebut.
h. Gaya Bahasa
Gorys Keraf (2002:113), mengungkapkan bahwa gaya bahasa
merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Lebih lanjut
dijelaskan olehnya bahwa sebuah gaya bahasa yang baik
harus mengandung tiga unsur, yakni meliputi kejujuran, sopan-santun,
dan menarik. Sedangkan menurut Guntur Tarigan (2009), merupakan
bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan
menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau
pembaca.
2.2.4. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun
karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra
sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang, dan segala hal yang ada di luar karya
sastra (Satoto, 1993: 32).
Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan
fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:
135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural
adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya
menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari
dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut
dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Pendekatan struktural juga merupakan pendekatan yang
memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur itu sendiri.
Pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading (membaca
karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, realitas, dan
pembaca).
2.2.5. Kerangka Berpikir
Pembelajaran unsur nilai-nilai kemanusiaan merupakan salah
satu materi yang terdapat materi siswa SMA Kelas XI semester I yaitu
pada Kompetensi Dasar 3.8 Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan
yang terkandung dalam kumpulan cerpen yang dibaca.
Pada penelitian ini, hal pertama yang dilakukan peneliti adalah
mencari cerita pendek yang akan dianalisis nilai-nilai kemanusiannya.
Judul cerita pendek yang di analisis ialah Tanah Air karya Martin
Aleida, cerita pendek ini terdiri dari 9 (sembilan) halaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Selanjutnya, peneliti membaca secara keseluruhan isi cerita pendek
tersebut dan membuat rangkuman dari karya sastra yang telah dibaca.
Hal berikutnya yang peneliti lakukan adalah mencari dan
mengidentifikasi nilai-nilai kemanusiaan dalam cerita pendek tersebut.
Analisis terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam cerpen tersebut
bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk nilai kemanusiaan dan
mengklasifikasi nilai-nilai tersebut berdasarkan pendekatan yang
digunakan oleh peneliti.
Setelah membuat rangkuman dan mengidentifikasi nilai-nilai
kemanusiaan yang ada dalam cerpen tersebut, selanjutnya peneliti
akan menganalisis unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalamnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Metode ini sangat bermanfaat bagi peneliti karena
menghasilkan data yang tertulis dan kutipan data yang sangat berperan
penting dalam memberikan gambaran tentang hasil penelitian itu
sendiri. Pendekatan struktural yang digunakan dalam penelitian ini
juga sangat membantu peneliti dalam menganalisis dan menemukan
unsur-unsur intrinsik cerpen. Peneliti hanya akan berfokus pada unsur-
unsur pembangun cerpen tersebut (unsur intrinsik) dan memperoleh
data-data penting yang digunakan sebagai bahan acuan dalam
melakukan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan memaparkan beberapa hal, yakni: (a) jenis
penelitian dan pendekatan, (b) metode penelitian, (c) subjek penelitian, (d) sumber
data dan data penelitian, (e) teknik pengumpulan data, (f) instrumen penelitian, dan
(g) teknik analisis data.
3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
struktural. Pendekatan struktural ini digunakan untuk meneliti nilai-nilai
kemanusiaan dan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen Tanah Air karya
Martin Aleida. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
bermakna bagi para guru dan peserta didik dalam menganalisis unsur nilai-nilai
kemanusiaan dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena menghasilkan data
deskripftif berupa kata-kata tertulis. Hal ini berdasarkan pada data pada
penelitian ini yang berupa teks tertulis, yakni cerpen Tanah Air yang terdapat
dalam buku kumpulan cerpen Tanah Air Yang Hilang karya Martin Aleida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif karena penelitian ini menghasilkan data yang tertulis dan berupa kata-
kata. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang menghasilkan
pengumpulan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu,
semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang
sudah diteliti dan dalam laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong 2006:11).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik metode deskriptif
kualitatif untuk menganalisis nilai-nilai kemanusiaan dalam cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida.
3.3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah salah satu teks cerpen yang terdapat
dalam buku kumpulan cerpen Tanah Air Yang Hilang karya Martin Aleida yang
berjudul Tanah Air. Penelitian ini menganalisis unsur nilai-nilai kemanusiaan
dan unsur-unsur intrinsik dalam cerpen tersebut.
3.4. Sumber Data dan Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang
terdapat dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida. Sumber data dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
penelitian ini berupa buku Tanah Air Yang Hilang karya Martin Aleida yang
terbit tahun 2017 dan diterbitkan oleh Kompas.
Judul Buku : Tanah Air Yang Hilang
Judul Cerpen : Tanah Air
Pengarang : Martin Aleida
Penerbit : Kompas
Tahun Terbit : 2017
Jumlah Halaman : 344
Dalam buku ini terdapat delapan belas kisah wawancara dan satu cerpen, cerpen
yang akan dianalisis berjudul “Tanah Air”.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca dan
teknik mencatat, terutama beberapa hal yang saling terkait dan bagian-bagian
tertentu dalam cerpen yang dianggap penting untuk dianalisis.
a. Teknik Baca
Pada tahap ini, penelitian diawali dengan membaca secara keseluruhan
isi cerpen agar mendapatkan pemahaman secara utuh tentang karya sastra
yang dibaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
b. Teknik Catat
Setelah membaca cerpen Tanah Air karya Martin Aleida, peneliti akan
mengidentifikasi dan mencatat bagian-bagian penting dalam cerpen,
terutama yang berkenaan dengan unsur-unsur dalam cerpen tersebut,
khususnya unsur nilai-nilai kemanusiaan dan unsur intrinsiknya. Peneliti
juga menggunakan data-data lainnya sebagai acuan dalam melakukan
penelitian ini, antara lain yaitu: penelitian yang terdahulu atau penelitian
yang relevan, buku-buku yang terkait dengan pendekatan struktural, skripsi,
dan teori sastra.
3.6. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri. Instrumen berarti alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
(Sugiyono 2009: 305). Oleh karena itu, peneliti sendiri menjadi sarana/ alat
pengumpul data utama dalam penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks cerpen itu
sendiri yang berupa isi dari cerpen Tanah Air karya Martin Aleida. Selain itu
digunakan juga alat bantu berupa ringkasan cerpen dan tulisan-tulisan lain yang
membahas tentang buku kumpulan cerpen tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa
data kualitatif. Analisis data melibatkan pengerjaan organisasi data, pemilahan
menjadi satuan-satuan tertentu, sintesis data, pelacakan pola, penemuan hal-hal
yang penting dan dipelajari, dan penentuan apa yang harus dikemukakan kepada
orang lain (Bogdan dan Biklen, 1982).
Miles dan Huberman (dalam Syamsudin 2011: 110) menjelaskan lebih
lanjut bahwa pekerjaan analisis data bergerak dari penulisan deskripsi kasar
sampai pada produk penelitian. Dalam penelitian kualitatif, data dianalisis pada
saat pengumpulan data dan setelah selesai pengumpulan data.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian “Analisis Nilai-Nilai
Kemanusiaan dan Unsur Intrinsik dalam Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida”
adalah analisis deskriptif. Langkah awal dalam penelitian ini adalah
mendeskripsikan unsur nilai-nilai kemanusiaan dalam cerpen Tanah Air karya
Martin Aleida. Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam menganalisis
data berdasarkan cerpen tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Peneliti akan membaca secara keseluruhan isi cerpen Tanah Air karya
Martin Aleida.
2. Peneliti mencatat dan meringkas hal-hal penting yang terdapat dalam
cerpen Tanah Air karya Martin Aleida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3. Peneliti menganalisis dan mengidentifikasi nilai-nilai kemanusiaan
dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida.
4. Peneliti menganalisis unsur intrinsik dalam cerpen Tanah Air karya
Martin Aleida dengan menggunakan pendekatan struktural.
5. Peneliti menghubungkan data hasil analisis dengan pendekatan dan
teori-teori yang digunakan dalam penelitian.
6. Peneliti menyajikan data berupa nilai-nilai kemanusiaan dan unsur
intinsik dalam cerpen yang telah di analisis.
7. Peneliti menyimpulkan nilai-nilai kemanusiaan dan unsur inrinsik
dalam cerpen, serta membuat kajian data dalam bentuk laporan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Pada bab ini akan dipaparkan data hasil penelitian dan
pembahasan dari cerpen Tanah Air karya Martin Aleida. Data yang
ditemukan berupa kalimat atau kutipan yang terdapat dalam cerpen
Tanah Air. Cerpen ini terdiri dari 10 halaman. Pada cerpen Tanah
Air, peneliti menganalisis nilai-nilai kemanusiaan dan unsur intrinsik
yang terdapat dalam cerpen tersebut.
Pembelajaran karya sastra, khususnya cerita pendek dirancang
peneliti untuk dapat membantu peserta didik dalam menganalisis nilai-
nilai kemanusiaan dalam cerpen. Peneliti memilih cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida sebagai objek untuk diteliti dengan menggunakan
pendekatan struktural, karena cerpen Tanah Air ini dapat dijadikan
sebagai bahan pembelajaran sastra Indonesia di SMA Kelas XI
Semester I. Dalam hal ini, peneliti hanya berfokus pada nilai-nilai
kemanusiaan dan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen Tanah
Air karya Martin Aleida. Peneliti menggunakan pendekatan struktural
dalam menganalisis nilai-nilai kemanusian dan unsur intrinsik yang
terdapat dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida, agar siswa atau
peserta didik dapat mengaitkan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat
dalam cerpen tersebut dengan kehidupan nyata dan kehidupan sosial
mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
4.2. Analisis Nilai-Nilai Kemanusiaan Cerpen Tanah Air Karya
Martin Aleida
Suyitno (1986:28), mengungkapkan bahwa sastra dan tata
nilai merupakan dua komponen sosial yang saling melengkapi dalam
hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai
produk kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan
sebagainya, baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun
yang mempunyai penyodoran konsep baru.
Salah satu nilai yang dimaksud berdasarkan penjelasan
tersebut adalah nilai kemanusiaan. Hal ini bertitik tolak pada
keberadaan karya sastra itu sendiri yang memasuki lingkup nilai-
nilai kemanusiaan secara utuh dan total, tidak hanya berkutat pada
pada ruang serta nilai-nilai kehidupan personal semata.
Berdasarkan analisis pada cerpen Tanah Air karya Martin
Aleida, peneliti mendapatkan data berupa nilai-nilai kemanusiaan
yang terdapat di dalamnya. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai
hedonik, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis, moral, dan religius,
serta nilai praktis.
a. Nilai Hedonik
Suatu karya sastra dikatakan mengandung nilai hedonik
jika karya sastra tersebut memberikan kesenangan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
langsung kepada penikmatnya. Dalam cerpen Tanah Air karya
Martin Aleida, nilai ini tampak pada kutipan dibawah ini:
(K.1) Ketika dia masih duduk di sekolah dasar, dengan
susah-payah aku melerai kemarahannya terhadap ayah
yang dia tuduh tidak bertanggung jawab,
meninggalkannya. Menyia-nyiakan ibunya. Bersenang-
senang di luar negeri sana.
Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang saat
sedang belajar, kalau momennya kena, kukatakan bahwa
ayahnya tidak bersalah. Tak bisa pulang membesarkan
dan menyekolahkannya bukan pilihannya. Susah-payah
aku menjelaskan kepadanya, bahwa ada kekuasaan yang
begitu buruk rupanya, sehingga sampai hati memisahkan
seorang anak tunggal dari ayahnya. (Aleida, 2017:87).
Dalam cerpen ini dikisahkan tentang perjuangan hidup
yang disertai dengan permasalahan-permasalahan sosial yang
terjadi saat itu. Kutipan diatas menggambarkan secara singkat
awal permasalahan yang mereka derita dan bagaimana mereka
menghadapinya. Selain itu, penyajian alur yang disampaikan
oleh pengarang dalam cerita ini juga mengajak pembaca untuk
merasakan betapa besar perjuangan seorang istri yang
membesarkan dan merawat anaknya seorang diri, sekalipun
harus mengorbankan segalanya demi itu semua.
b. Nilai Artistik
Suatu karya sastra dikatakan memiliki nilai artistik apabila
karya sastra itu mencerminkan suatu seni atau keterampilan
(kepiawaian) pengarang dalam meramu unsur-unsur cerita atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
karya sastra. Nilai ini dapat dilihat dari kutipan (2) dan (3)
berikut ini:
(K.2) Hatiku teduh. Dia kelihatan tenang. Cuma matanya
saja yang terus memandangiku dengan ganjil. Seakan
aku ini siapa, bukan istrinya. Tadi, sambil duduk
berdampingan menjuntaikan kaki di tubir tempat tidur,
perlahan kupotongi kuku-kukunya yang panjang, hitam
berdaki. Dari tangan sampai kaki. Gemertak pemotong
kuku meningkahi angin pagi yang deras dan dingin
memukuli jendela. (Aleida, 2017:81).
(K.3) Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti
berbisik pada dedaunan di luar, lagi-lagi dia mengulangi
igauan yang saban pagi, menjelang matahari terbit,
diucapkannya seperti merapal mantra. Atau pesan yang
aku tak tahu kepada siapa. “Setengah jam lagi. Begitu
matahari terbit, mereka akan datang membebaskan
kita,” desisnya dengan mata yang tetap saja liar, dan
sepertinya aku entah di mana, tidak berada di seberang
bahunya. (Aleida, 2017:81).
Kutipan di atas merupakan pengantar dari cerpen Tanah
Air yang mampu menarik minat pembaca untuk menikmati
setiap penggambaran yang di sampaikan pengarang dalam
karyanya. Pemilihan diksi dan ungkapan-ungkapan tertentu yang
digunakan pengarang memberikan daya tarik tersendiri bagi
pembacanya untuk lebih mendalami keseluruhan cerpen
tersebut.
c. Nilai Kultural
Nilai ini selalu terdapat dalam sebuah karya sastra yang
menggambarkan kehidupan suatu masyarakat dan selalu
terhubung dengan peradaban dan kebudayaan tertentu di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
sekitarnya. Nilai tersebut dapat dilihat melalui kutipan (4) dan
(5) berikut ini:
(K.4) Lantas dia keluarkan sebuah buntalan kecil dari
saku celananya. Dibalut kain putih, di dalamnya
segumpal tanah merah yang kering.
“Ciumlah … Ini tanah Indonesia. Apa pun yang akan
terjadi dia akan mempertautkan kita,” katanya lamat-
lamat seraya memegangi tanganku, merebahkan kepala
di bahuku. Katanya, tanah itu dia bawa ketika
meninggalkan Jakarta menuju Kairo dan kandas di
Peking. (Aleida, 2017:85).
(5) Rumahnya agak di tepi Amsterdam. Masyarakatnya
terdiri dari berbagai ras. Orang Suriname yang paling
banyak. (Aleida, 2017:86).
Berdasarkan kutipan di atas, nilai kultural dalam cerpen ini
menggambarkan kebudayaan tertentu yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Ini terlihat ketika salah seorang tokoh dalam cerpen
yang membawa segumpal tanah merah yang berbalut kain putih.
Kebiasaan seperti ini berlaku disebagian masyarakat Indonesia
yang selalu membawa sesuatu ketika akan pergi merantau atau
pergi ke suatu tempat untuk jangka waktu yang cukup lama.
Umumnya, benda-benda yang dibawa adalah sesuatu benda
yang dapat mengingatkan mereka dengan daerah asal atau tanah
kelahirannya, misalnya seperti tanah atau air sungai. Selain itu,
budaya masyarakat yang beragam juga ditampilkan dalam
cerpen tersebut, yakni daerah tempat tinggal mereka diluar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
negeri sana yang terdiri dari dari masyarakat campuran dari
berbagai ras.
d. Nilai Etis, Moral, dan Religius
Dalam cerpen Tanah Air karya Martin Aleida ini terlihat
jelas keberadaan nilai-nilai moral dan etika didalamnya. Hal
tersebut dapat dilihat melalui kutipan (6), (7) dan (8), sebagai
berikut:
(6) “Ciumlah … Ini tanah Indonesia. Apa pun yang akan
terjadi dia akan mempertautkan kita,” katanya lamat-
lamat seraya memegangi tanganku, merebahkan kepala
di bahuku. Semacam permintaan maaf atas tuduhan yang
baru saja dia timpakan padaku. Katanya, tanah itu dia
bawa ketika meninggalkan Jakarta menuju Kairo dan
kandas di Peking. (Aleida, 2017:85).
(7) “Sudahlah . Dengarlah baik-baik. Tuduhan anakmu
itu „kan kau dengar dari kawan-kawamu di Tiongkok
„kan? Sama seperti kau juga dengar bahwa aku menjual
diri kepada lelaki lain. Aku tak mempedulikan omong-
kosong orang. Kalau kumasukkan ke dalam hati, aku
bisa gila. Dengarlah baik-baik. Selama Han bersama
kita di sini, dia memanggilmu Papi. Papi…! Kau ingat
„kan? Tidakkah kau bisa menafsirkan sebutannya
padamu itu sebagai tanda permintaan maaf. Bahwa kau
adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau tak pulang-
pulang bukan lantaran kehendakmu”. (Aleida, 2017:88).
(8) Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan kepada
suami yang kucintai. Orang yang sayangnya pada
anakku membuat dia dikungkung ketegangan karena
merasa bersalah tidak ikut membesarkannya. Tetangga,
sanak-famili boleh acuh-tak-acuh, karena takut, namun
gereja membukakan pintu untukku. Walau hanya
bubungan gereja kecil. Di situlah aku tinggal sambil
menunggu aba-aba keberangkatan yang akan datang dari
daratan impian. (Aleida, 2017:86).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas penggambaran
nilai etika yang terdapat dalam cerpen tersebut. Hal ini nampak
saat seorang tokoh dalam cerpen tersebut meminta maaf kepada
istrinya, begitu juga sebaliknya saat sang istri menjelaskan
permintaan maaf yang dilakukan oleh anak mereka kepada
Ayahnya walaupun hal tersebut tidak disampaikan secara
langsung. Meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukan
merupakan kebiasaan yang berlaku dalam etika pergaulan
masyarakat, ini merupakan nilai-nilai kesopanan yang paling
mendasar.
Nilai-nilai moral yang mencakup hubungan antar sesama
juga nampak dalam cerpen tersebut, terutama mengenai
hubungan baik yang terjalin antara salah seorang tokoh dengan
pihak gereja yang secara tulus membantunya menghadapi
kesulitan-kesulitan hidup yang di deritanya.
e. Nilai Praktis
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai praktis
jika karya tersebut memberikan sesuatu (manfaat) yang dapat
dilaksanakan atau dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam cerpen ini, nilai tersebut terlihat dari kutipan (9) dan (10),
sebagai berikut:
(9) Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan kepada
suami yang ku cintai. Orang yang sayangnya pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
anakku membuat dia dikungkung ketegangan karena
merasa bersalah tidak ikut membesarkannya. (Aleida,
2017:86).
(10) Apa pun aku akan dan harus menemaninya.
Sebagaimana aku harus membesarkan anakku, maka aku
juga harus mendampinginya walau ajal menanti. (Aleida,
2017:86).
Dari kutipan di atas, pengarang ingin menyampaikan
tentang makna kesetiaan yang dimiliki oleh salah seorang tokoh
dalam cerpen tersebut. Segala sesuatu selalu menuntut
pengorbanan yang besar dan sikap kerelaan hati demi
tercapainya keinginan yang hendak dituju. Dalam cerpen ini,
pengarang juga secara khusus menyelipkan sebuah amanat bagi
para pembaca agar hendaknya selalu ikhlas dalam bertahan
menjalani hidup di dunia ini, tanpa mengharapkan pamrih dan
menuntut balasan atas pengorbanan yang telah dilakukan.
Selain nilai-nilai kemanusiaan tersebut, terdapat pula
beberapa nilai kemanusiaan lain yang peneliti temukan
diantaranya, nilai kasih sayang, tolong menolong, keyakinan,
kejujuran, tenggang rasa, rela berkorban, tanggung jawab, dan
kebijaksanaan. Dalam pengembangannya bagi pembelajaran
sastra di SMA, nilai-nilai tersebut sangat tepat digunakan untuk
membangun dan menumbuhkan karakter siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
4.3. Analisis Unsur Intrinsik Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida
Berdasarkan bentuk dan isi dalam sebuah karya sastra, unsur-
unsur intrisik merupakan unsur pembangun yang paling mendasar.
Pada penelitian ini, selain memfokuskan pada nilai-nilai kemanusiaan
dalam cerpen, juga akan dibahas mengenai unsur-unsur fiksi yang akan
digunakan untuk mengekspresikan nilai-nilai kemanusiannya. Analisis
atas unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut, yaitu:
4.3.1. Analisis Tokoh
Soemardjo (1988: 63), menjelaskan bahwa tokoh dalam
karya sastra adalah tokoh rekaan yang memegang peranan
penting dalam membangun cerita. Selain itu, tokoh juga
berfungsi sebagai pemain cerita, penyampai ide, motif, plot, dan
tema. Lebih lanjut dijelaskan oleh Minderop (2010: 62), bahwa
tokoh dalam tumpuan penelitian adalah tokoh utama, tetapi
tokoh bawahan pun penting untuk mendukung dan memperjelas
karakter atau watak dari tokoh utama.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida adalah Aku, Dia, dan Han. Tokoh Aku
merupakan tokoh yang paling banyak mendapatkan porsi dalam
cerpen ini sebagai tokoh utama. Tokoh Aku berperan penting
dalam jalan cerita ini dari awal, tengah, hingga akhir, sedangkan
tokoh bawahan dalam cerpen Tanah Air ini adalah Dia dan Han.
Tokoh-tokoh bawahan tersebut memiliki peran dan fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
masing-masing yang cukup penting sepanjang cerita, tokoh Dia
dan Han memiliki keterlibatan dan turut ambil bagian dalam
memunculkan konflik yang mewarnai jalan cerpen Tanah Air
ini.
4.3.2. Penokohan
Pada proses penciptaan suatu tokoh dalam sebuah cerita,
penulis terkadang cenderung membuatnya seolah-olah mirip
dengan tokoh yang ada di kehidupan nyata. Hal ini bertujuan
agar mudah diterima dan dipahami oleh para pembaca karya
tersebut. Dalam proses pembentukan karakter tokohnya pun,
penulis harus memperhatikan watak tokoh yang wajar.
Meskipun tokoh yang terdapat dalam cerita tersebut merupakan
hasil imajinasinya, sebisa mungkin penulis menggambarkan dan
menampilkan sosok tokoh yang masih dalam batas wajar
layaknya orang lain atau manusia pada umumnya, tidak
berlebihan, dan masih diterima oleh akal normal.
Pada cerpen Tanah Air, penulis menggunakan teknik
dramatik dalam menggambarkan watak para tokoh melalui jalan
cerita itu sendiri. Secara keseluruhan penulis tidak memaparkan
secara tegas dan jelas mengenai sifat, sikap, dan tingkah laku
dari masing-masing tokoh tersebut. Penulis membiarkan tokoh-
tokoh tersebut menunjukkan dirinya melalui kegiatan yang
mereka lalukan dalam cerpen, baik yang bersifat verbal dan non
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
verbal melalui tindakan dan tingkah laku serta peristiwa yang
terjadi.
a. Tokoh Aku
Dalam cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida, Aku
menjadi tokoh utama dan yang paling banyak diceritakan,
Aku dalam cerpen ini berperan penting dalam pembentukan
keseluruhan isi cerita.
Aku adalah seorang istri yang setia, sabar, telaten
merawat sang suami di masa-masa tua mereka, dapat dilihat
dari kutipan (11) dan (12), sebagai berikut:
(K.11) Hatiku teduh. Dia kelihatan tenang. Cuma
matanya saja yang terus memandangiku dengan
ganjil. Seakan aku ini siapa, bukan istrinya. Tadi,
sambil duduk berdampingan menjuntaikan kaki di
tubir tempat tidur, perlahan ku potongi kuku-
kukunya yang panjang, hitam berdaki. Dari tangan
sampai kaki. Gemertak pemotong kuku meningkahi
angin pagi yang deras dan dingin memukuli jendela.
(Aleida, 2017: 81).
(K.12) Hatiku terasa teduh. Dan dia kelihatan
tenang. Cuma matanya saja yang terus
memandangiku dengan ganjil. Seakan-akan aku
bukan istrinya. Sebentar-sebentar dia melongok ke
jendela. (Aleida, 2017: 88).
Tokoh Aku juga digambarkan sebagai seorang istri ulet
dan sosok ibu yang pekerja keras, dapat dilihat dari kutipan
(13) dan (14), sebagai berikut:
(K.13) Waktu itu, pekerjaan sebagai tukang jahit dan
pembuat kue sudah ku tinggalkan. Aku sudah
memiliki beberapa bajaj dan berangan-angan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menjadi pengusaha taksi supaya bisa memilih
perguruan yang baik untuk anakku. (Aleida, 2017:
84).
(K.14) Tak sampai lima tahun setelah pertemuan di
Kanton itu. Begitulah, kalau tak salah ingatanku.
Bajajku sudah selusin dan taksiku lima. Dengan
bantuan pengarahan dari gereja, aku bisa
menyekolahkan anakku di Australia. (Aleida, 2017:
85).
Selain itu, tokoh Aku digambarkan pula sebagai
sosok seorang istri yang ikhlas dan pemaaf, dapat dilihat
dari kutipan (15) dan (16), sebagai berikut:
(K.15) Tak terlalu sulit untuk memenuhi
keinginannya. Ada orang-orang gereja yang siap
membantu mencarikan pembeli. Juga sanak-saudara,
sekalipun mereka harus mendekatiku dengan hati-
hati. Cecunguk di mana-mana. Tiba-tiba, datang lagi
surat dari dia. Singkat. Memerintah: jangan
berangkat dulu! Keadaan tidak aman. Maksudnya
apa, aku tak tahu. Tunggu kabar selanjutnya,
katanya. Padahal rumah sudah terjual. Terpaksa aku
mengontrak rumah selama setahun. Kabar dari dia
belum juga muncul selama setahun. (Aleida, 2017:
85).
(K.16) “Sudahlah. Dengarlah baik-baik. Tuduhan
anakmu itu kan kau dengar dari kawan-kawanmu di
Tiongkok kan? Sama seperti kau juga dengar bahwa
aku menjual diri kepada lelaki lain. Aku tak
mempedulikan omong-kosong orang. Kalau ku
masukkan ke dalam hati, aku bisa gila.Dengarlah
baik-baik. Selama Han bersama kita di sini, dia
memanggilmu Papi. Papi...! Kau ingat kan?
Tidakkah kau bisa menafsirkan sebutannya itu
padamu itu sebagai tanda permintaan maaf. Bahwa
kau adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau tak
pulang-pulang bukan lantaran kehendakmu.”
(Aleida, 2017: 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Dari kutipan di atas, tokoh Aku merupakan tokoh utama
dan tokoh protagonis, yang setia, sabar, dan tekun merawat
suaminya. Selain itu, tokoh Aku juga juga digambarkan
sebagai seorang istri yang ulet, pekerja keras, ikhlas dalam
menghadapi cobaan hidup, dan pemaaf.
b. Tokoh Dia
Tokoh Dia dalam cerpen ini memiliki nama
panggilan Ang. Seorang lelaki peranakan yang menjadi
pelarian politik (eksil) diluar negeri. Menderita sakit di usia
tuanya akibat stres yang ia derita selama bertahun-tahun.
Tokoh Dia ini digambarkan sebagai seorang Ayah yang
selalu menyayangi keluarganya, dapat dilihat dari kutipan
(17), sebagai berikut :
(K.17) Sekarang, di tempat tidur ini, dari seorang
manusia, kini dia tinggal menjalani sisa hidup hanya
sebagai seonggok daging tak berjiwa. Hampa, aku
tak tahu apa yang menjadi pencetus penyakitnya ini.
Yang membuat matanya terkadang garang. Teramat
garang. Memerah. Seperti hendak pecah. Kalau
sudah begini, dia menghindar dari tatapanku,
bagaiamanapun manisnya aku tersenyum, dan
melemparkan pandang keluar jendela. Yang tetap
bertahan adalah pernyataan kasih sayangnya sejak
dulu: kalau bangkit dia tak pernah lupa membelai
lututku, persis di atas betis yang katanya membuat
dia kesengsem, dulu. (Aleida, 2017: 82).
Selain itu, tokoh Dia dalam cerpen ini juga
digambarkan sebagai seorang Ayah yang selalu merindukan
anak semata wayangnya dan selalu memiliki kesan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
mendalam terhadap tanah kelahirannya, dapat dilihat dari
kutipan (18), (19), dan (20), sebagai berikut :
(K.18) Tak sekali-dua-kali kawan-kawannya di
Tiongkok, sebelum mereka mendamparkan diri ke
Amsterdam sini, memergokinya sedang
membisikkan nama anaknya berulang kali, dan
membentur-benturkan kepalanya ke meja makan.
Juga ke tembok. Kawannya sekamar sering
mendengar desis sebuah nama dan gedebuk
berulang-ulang di dinding batu sementara dia masih
berada di toilet. (Aleida, 2017: 83).
(K.19) Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan
kepada suami yang ku cintai. Orang yang sayangnya
pada anakku membuat dia dikungkung ketegangan
karena merasa bersalah tidak ikut membesarkannya.
(Aleida, 2017: 86).
(K.20) Lantas dia keluarkan sebuah buntalan kecil
dari saku celananya. Dibalut kain putih, didalamnya
segumpal tanah merah yang kering. “Ciumlah...Ini
tanah Indonesia. Apa pun yang akan terjadi dia
akan mempertautkan kita,” katanya lamat-lamat
seraya memegangi tanganku, merebahkan kepala di
bahuku. Semacam permintaan maaf atas tuduhan
yang baru saja dia timpakan padaku. Katanya, tanah
itu dia bawa ketika meninggalkan Jakarta menuju
Kairo dan kandas di Peking. (Aleida, 2017: 85)
Dari kutipan di atas, tokoh Aku merupakan tokoh
protagonis, seorang suami yang menyayangi keluarganya
dan selalu memiliki perasaan bersalah karena tidak bisa
membesarkan anak semata wayangnya, serta memendam
kerinduan yang mendalam terhadap tanah kelahiran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
c. Tokoh Han
Sosok tokoh Han dalam cerpen ini adalah seorang
anak yang terpisah dari Ayahnya sejak kecil, menjalani masa
kecilnya dengan menaruh kebencian terhadap sosok ayah
yang meninggalkan ia dan ibunya, akan tetapi mulai memiliki
kematangan dan berubah sikap saat dewasa. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan (21) dan (22), sebagai berikut:
(K.21) Ketika dia masih duduk di sekolah dasar,
dengan susah- payah aku melerai kemarahannya
terhadap ayah yang dia tuduh tidak bertanggung
jawab, meninggalkannya. Menyia-nyiakan ibunya.
Bersenang-senang di luar negeri sana.
Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang saat
belajar, kalau momennya kena, ku katakan bahwa
ayahnya tidak bersalah. Tak bisa pulang
membesarkan dan menyekolahkannya bukan
pilihannya. Susah payah aku menjelaskan
kepadanya, bahwa ada kekuasaan yang begitu buruk
rupanya, sehingga sampai hati memisahkan seorang
anak tunggal dari ayahnya. (Aleida, 2017: 87).
(K.22) Sekarang, Han sudah terbebas dari siksa di
masa kecilnya. Selain penjelasan berulang-ulang
yang kusampaikan, dia juga menjadi matang dengan
jalan yang dia temukan sendiri.
Han membuat dadaku mongkok. Setelah dewasa, dia
berubah dalam bersikap terhadap papinya. (Aleida,
2017: 87).
Dari kutipan di atas, tokoh Han merupakan sosok
seorang anak yang sedang beranjak dewasa. Sikapnya
perlahan mulai berubah seiring waktu, namun masih terdapat
sikap canggung dalam dirinya saat bertemu dengan sosok
Ayah yang lama tak ditemuinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
4.3.3. Alur
Alur yang digunakan dalam cerpen ini menggunakan tiga
tahapan, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Setiap
data yang dianalisis memiliki bagian-bagian sub tahap yang
berhubungan dengan peristiwa yang dialami tokoh utama.
a. Tahap Awal
Dalam tahap ini cerpen Tanah Air dibagi menjadi tiga
bagian lagi yang membentuk alur tahap awal.
I. Paparan (exposition) dalam cerpen ini mengisahkan
bagaimana awal mula kejadian sebelum tokoh Aku
bertemu suaminya.
(K.23) Aku sama sekali tak tahu bagaimana awal
kesengsaraan yang kini membelenggunya, membuat
dia tidak berada dalam tubuhnya sendiri,
sebagaimana dia yang ku kenal sejak lebih setengah
abad lalu. Dari seorang wartawan olahraga koran
sore yang terpandang. Yang katanya sering
mengintipku dari gerbang Tjandra Naja, dekat
Jakarta Kota, saat aku pulang sekolah naik sepeda.
Laki-laki peranakan yang bermata tidak sesipit
mataku, tapi hatinya sungguh lapang. Dan aku
merasa tersanjung, juga bingung, ketika dalam surat
pertama yang dia selipkan ke dalam tasku, memuji
betisku setengah mati. (Aleida, 2017: 82).
II. Rangsangan (inciting moment) dalam cerpen dimulai
dengan datangnya kabar berita dari luar negeri tentang
keadaan suaminya disana.
(K.24) Dari kawan-kawannya sesama pelarian, yang
tak bisa pulang karena paspor mereka dirampas
penguasa baru di tanah yang kutinggalkan, kudengar
dia merasa bersalah. Mengutuki dirinya sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
seorang ayah yang keji, karena tidak membesarkan,
apalagi menyekolahkan, anak tunggal kami. Tak
sekali-dua-kali kawan-kawannya di Tiongkok,
sebelum mereka mendamparkan diri ke Amsterdam
sini, memergokinya sedang membisikkan nama
anaknya berulang kali, dan membentur-benturkan
kepalanya ke meja makan. Juga ke tembok.
Kawannya sekamar sering mendengar desis sebuah
nama dan gedebuk berulang-ulang di dinding batu
sementara dia masih berada di toilet. (Aleida, 2017:
82).
III. Gawatan (rising action) cerpen Tanah Air diawali
dengan peristiwa besar yang terjadi di negara tokoh Dia
bermukim dan pertikaian diantara sesama para pelarian
politik yang membuat jiwanya semakin tertekan.
(K.25) Menurut cerita kawan-kawannya itu pula,
ketika Revolusi Kebudayaan membanjir di seluruh
daratan Tiongkok, dia acapkali termenung, tak
percaya akan apa yang dia saksikan. Dia dengar di
seluruh negeri itu seorang manusia sedang dipuja
melebihi dewi Kwan Im. Suatu pagi dia terperanjat.
Gemetar melihat puluhan pemuda dan tentara
bertopi segi-lima, syal merah, yangsedang
konferensi di satu hotel bertingkat, semuanya berdiri
di beranda hotel di tingkat ke sekian, menghadap ke
timur. Mereka bukannya memuja matahari,
melainkan memuliakan sang penyelamat yang
sedang duduk entah di mana. Lewat pengeras suara,
mereka bersenandung, seperti hendak
menggelontorkan matahari:
“di langit tiada dewa
di bumi tiada raja
Gunung-gunung menyingkirlah
Aku datang...” (Aleida, 2017: 83).
(K.26) Dia bersama ratusan kawan senasib
disingkirkan ke sebuah kota kecil, jauh dari Peking.
Alasannya demi keamanan. Supaya tak jadi sasran
mereka yang datang dengan senjata “Buku Merah”.
Dia merasa benar-benar dikucilkan, disingkirkan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dari dunia yang wajar. Dilarang keluar dari
kompleks perumahan. Dari seorang yang terlatih
menulis, dia menjadi pengangkut kotoran manusia
untuk pupuk tanaman. Perasaannya tambah tertekan.
Apalagi muncul perpecahan di kalangan mereka
yang taka bisa pulang ke Tanah Air itu. Ratusan
jumlahnya. Mereka bertengkar, seperti hendak
berbunuh-bunuhan, karena beda pilihan keyakinan
politik, antara Moskow dan Peking. ...” (Aleida,
2017: 83).
b. Tahap Tengah
Tahap berikutnya dalam cerpen ini juga dibagi
menjadi tiga dalam terbentuknya tahap tengah.
I. Tikaian (conflict) pada bagian ini dimulai saat sang
suami meminta tokoh Aku untuk menjual segala harta
benda yang mereka miliki dan pergi menyusulnya keluar
negeri sana, namun karena keadaan yang tak aman,
permohonannya itu dibatalkan.
(K.27) Setelah beberapa lama bermukim di Belanda,
suamiku berkirim surat. Layaknya pecandu
sepakbola yang ingin lawannya kalah habis-habisan,
dia berteriak melalui baris-baris suratnya: “Juallah
semuanya, jangan tinggalkan sepeser pun di negeri
yang dikuasai fasis itu. Terbanglah kemari!
Tanahmu. Tanahku, walau segenggam, menunggu di
sini!”. (Aleida, 2017: 85).
(K.28) Tak terlalu sulit untuk memenuhi
keinginannya. Ada orang-orang gereja yang siap
membantu mencarikan pembeli. Juga sanak-saudara,
sekalipun mereka harus mendekatiku dengan hati-
hati. Cecunguk dimana-mana. Tiba-tiba, datang lagi
surat dari dia. Singkat. Memerintah: jangan
berangkat dulu! Keadaan tidak aman. Maksudnya
apa, aku tak tahu. Tunggu kabar selanjutnya,
katanya. Padahal rumah sudah terjual. Terpaksa aku
mengontrak rumah selama setahun. Kabar susulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dari dia belum juga muncul selama setahun. (Aleida,
2017: 85).
II. Tahap rumitan (complication) cerpen ini ketika Tokoh Dia
menuduh istrinyanya berselingkuh, kabar bahwa istrinya
sering pergi dengan lelaki lain ini diperoleh dari kawan-
kawannya.
(K.29) Malam kedua, ulu hatiku terasa seperti dia
tonjok, ketika dia katakan ada kabar yang sampai ke
kupingnya, bahwa aku sering pergi dengan lelaki
lain. (Aleida, 2017: 85).
Rumitan juga terjadi saat tokoh Aku menyusul
suaminya keluar negeri dan mendapati keadaan jiwa
suaminya yang terlihat semakin memburuk.
(K.30) Dari kawan-kawan terdekatnya, terutama
peranakan Tionghoa, ku peroleh keterangan bahwa
kesengsaraan, berupa stres yang dia tanggungkan,
bertambah buruk. Apa pun aku akan dan harus
menemaninya. Sebagaimana aku harus
membesarkan anakku, maka aku juga harus
mendampinginya walau ajal menanti. (Aleida, 2017:
86).
III. Tahap klimaks terjadi saat kedatangan tokoh Han yang
mengunjungi kedua orang tuanya dan sikap sang Ayah
selalu diam karena keadaan jiwanya yang terganggu.
(K.31) Han membuat dadaku mongkok. Setelah
dewasa, dia berubah dalam bersikap terhadap
papinya. Suamiku yang tetap tumpul. Terkungkung
dalam jiwa yang remuk. Setelah putra tunggal kami
itu kembali ke Australia, ketegangan yang dialami
suamiku bukannya mengendur. Bercakap-cakap di
taman, di meja makan, di tempat tidur, dia tak habis-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
habisnya mengutuk dirinya sendiri. Karena ucapan
anaknya yang masih kecil, bahwa dia bukan seorang
Ayah yang bertanggung jawab. (Aleida, 2017: 87).
(K.32) Tapi, dia cuma membatu. Tak bergetar. Apa
yang berkecamuk di dalam hatinya, aku tak tahu.
Matanya tetap nanar menatapku. (Aleida, 2017: 88).
c. Tahap akhir
Tahap akhir (end) dibagi menjadi dua untuk menyelesaikan
cerpen ini.
I. Tahap leraian pada cerpen ini adalah ketika tokoh Aku yang
seringkali melihat suaminya yang merenung, selalu
mengigau setiap pagi, dan kadang berbicara dengan dirinya
sendiri.
(K.33) Dia sering merenung. Matanya acapkali
menerawang kosong ke luar jendela. Jarang sekali
dia memulai percakapan. (Aleida, 2017: 87).
(K.34) Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti
berbisik pada dedaunan di luar, lagi-lagi dia
mengulangi igauan yang saban pagi, menjelang
matahari terbit, diucapkannya seperti merapal
mantra. Atau pesan yang aku tak tahu kepada siapa.
“Setengah jam lagi. Begitu matahari terbit, mereka
akan datang membebaskan kita,” desisnya dengan
mata yang tetap saja liar, dan sepertinya aku entah di
mana, tidak berada di seberang bahunya. Siapa yang
akan membebaskannya? Aku tak tahu. Dan aku tak
pernah mau bertanya. Tetapi, yang jelas janji kan
pembebasan subuh itulah yang kelihatan membuat
penderitaannya lebih dalam. (Aleida, 2017: 81).
(K.35) Sekarang, di tempat tidur ini, dari seorang
manusia, kini dia tinggal menjalani sisa hidup hanya
sebagai seonggok daging tak berjiwa. Hampa. Aku
tak tahu apa yang menjadi pencetus penyakitnya ini.
Yang membuat matanya terkadang garang. Teramat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
garang. Memerah. Seperti hendak pecah. Kalau
sudah begini, dia menghindar dari tatapanku,
bagaimanapun manisnya aku tersenyum, dan
melemparkan pandang ke luar jendela. (Aleida,
2017: 82).
(K.36) Hatiku terasa teduh. Dan dia kelihatan
tenang. Cuma matanya saja yang terus
memandangiku dengan ganjil. Seakan-akan aku
bukan istrinya. Sebentar-sebentar dia melongok ke
jendela. (Aleida, 2017: 88).
II. Tahap selesaian untuk akhir dari permasalahan yang
dialami tokoh Aku dalam cerita ini adalah kepanikannya
karena tak menemukan suaminya di kamar dan melihat
sendiri jasad suaminya yang mati karena bunuh diri.
(K.37) Aku membersihkan kamar mandi.
Menggosok toilet. Ketika menjinjing vacuum
cleaner ke kamar tidur, aku disentak gordin yang
berkibar sejadi-jadinya disapu angin. Jendela
ternganga. Tempat tidur melompong. Aku berteriak
memanggilnya. Tak ada jawaban. Aku lari ke kamar
mandi. Dia tak ada di situ. Toilet kosong. Secepat
kilat pikiranku terbang. Suara orang yang menelpon,
yang mengaku psikiater, tadi kayaknya mirip
suaranya. Ku dorongkan kepalaku keluar jendela.
Memanggil-manggil namanya ke samping, ke
bawah. “Dimana kau...Di mana...?!” (Aleida,
2017:89).
(K.38) Ku kunci seluruh ruangan. Cepat aku
melangkah ke lift. Ku pencet angka nol di panel.
Begitu keluar dari lift, kudengar jeritan ambulans
yang merapat di ujung apartemen. Beberapa orang
terlihat mengerubung di sekitar jasad yang ditutup
selimut. Aku tak tahu sekuat apa aku menjerit.
Sebesar apa mulutku terkuak menyerukan namanya:
“Ang...! Aaaang...!” Aku terjerembab di
sampingnya. Jari-jemarinya masih mengepal tanah
merah berbalut kain putih. Di dekatnya ada secarik
kertas yang berkata: Tanah Air Indonesia. Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
terjadi apa-apa tolong hubungi istriku, An Sui. Ini
nomor teleponnya. (Aleida, 2017: 89).
4.3.4. Latar
Latar yang digunakan dalam pembentukan cerpen ini
terbagi menjadi tiga, yakni: latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat dalam cerpen ini adalah adalah sebagai
berikut, yakni: Kota Jakarta merupakan tempat tokoh Aku
dan suaminya pertama kali bertemu, Kota Tiongkok tempat
pengasingan pertama tokoh Dia, stasiun kereta api Kanton
tempat pertemuan tokoh Aku dan suaminya diluar negeri,
Kota Belgia tempat pelarian kedua tokoh Dia yang
memberikannya visa tinggal, bandara Schiphol tempat
tokoh Dia menjemput istrinya, dan rumah tokoh Dia di
Amsterdam.
(K.39) Yang katanya sering mengintipku dari
gerbang Tjandra Naja, dekat Jakarta Kota, saat aku
pulang sekolah naik sepeda. (Aleida, 2017: 82).
(K.40) Tak sekali-dua-kali kawan-kawannya di
Tiongkok, sebelum mereka mendamparkan diri ke
Amsterdam sini, memergokinya sedang
membisikkan nama anaknya berulang kali, dan
membentur-benturkan kepalanya ke meja makan.
(Aleida, 2017: 83).
(K.41) Di stasiun kereta api Kanton aku
menjumpainya sedang duduk di sebuah bangku
panjang. (Aleida, 2017: 84).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(K.42) Malam pertama, dia bercerita tentang
rencananya berangkat ke Belgia, yang tak lama lagi
akan membuka hubungan diplomatik dengan
Tiongkok. Sehingga visa tinggal di negara itu
diperkirakan akan mudah diperoleh. Dari negara itu,
katanya, dia akan melompat ke Belanda, di mana
beberapa orang temannya senasib sudah siap
menampung. (Aleida, 2017: 84).
(K.43) Singkat cerita, aku mendarat di Schiphol. Dia
menyambutku di pintu ke luar. (Aleida, 2017: 86).
(K.44) Setelah beberapa lama bermukim di Belanda,
suamiku berkirim surat. (Aleida, 2017: 85).
(K.45) Rumahnya agak di tepi Amsterdam.
Masyarakatnya terdiri dari berbagai ras. Orang
Suriname yang paling banyak. Ruang tamunya
cukup lega, dua kamar tidur, lengkap dengan dapur
dan kamar mandi yang memadai. Terletak di lantai
delapan. (Aleida, 2017: 86).
b. Latar Waktu
Latar waktu dalam cerpen ini adalah pagi hari dan malam
hari.
(K.46) Gemertak pemotong kuku meningkahi angin
pagi yang deras dan dingin memukuli jendela.
(Aleida, 2017: 81).
(K.47) Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti
berbisik pada dedaunan di luar, lagi-lagi dia
mengulangi igauan yang saban pagi, menjelang
matahari terbit, diucapkannya seperti merapal
mantra. (Aleida, 2017: 81).
(K.48) Suatu pagi dia terperanjat. Gemetar melihat
puluhan pemuda dan tentara bertopi segi-lima, syal
merah, yang sedang konferensi di satu hotel
bertingkat, semuanya berdiri di beranda hotel di
tingkat ke sekian, menghadap ke timur. (Aleida,
2017: 83).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(K.49) Malam pertama, dia bercerita tentang
rencananya berangkat ke Belgia, yang tak lama lagi
akan membuka hubungan diplomatik dengan
Tiongkok. (Aleida, 2017: 84).
(K.50) Malam kedua, ulu hatiku terasa seperti dia
tonjok, ketika dia katakan ada kabar yang sampai ke
kupingnya, bahwa aku sering pergi dengan lelaki.
(Aleida, 2017: 85).
c. Latar Sosial
Latar sosial yang terlihat dalam cerpen ini adalah latar
belakang kehidupan tokoh Dia yang sebelumnya cukup
terpandang, namun berubah drastis menjadi seorang
pesakitan akibat peristiwa politik yang menimpanya.
ketegaran hati tokoh Aku yang berjuang seorang diri
membanting tulang membiayai anak tunggal mereka.
(K.51) Aku sama sekali tak tahu bagaimana awal
kesengsaraan yang kini membelenggunya, membuat
dia tidak berada dalam tubuhnya sendiri,
sebagaimana dia yang kukenal sejak lebih setengah
abad lalu. Dari seorang wartawan olahraga koran
sore yang terpandang. (Aleida, 2017: 82).
(K.52) Dia merasa benar-benar dikucilkan,
disingkirkan, dari dunia yang wajar. Dilarang keluar
dari kompleks perumahan. Dari seorang yang
terlatih menulis, dia menjadi pengangkut kotoran
manusia untuk pupuk tanaman. Perasaannya tambah
tertekan. (Aleida, 2017: 84).
(K.53) Aku sudah memiliki beberapa bajaj dan
berangan-angan menjadi pengusaha taksi supaya
bisa memilih perguruan yang baik untuk anakku.
(Aleida, 2017: 84).
(K.54) Tak sampai lima tahun setelah pertemuan di
Kanton itu. Begitulah, kalau tak salah ingatanku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Bajajku sudah selusin dan taksiku lima. Dengan
bantuan pengarahan dari gereja, aku bisa
menyekolahkan anakku di Australia. Dia studi
teknologi informasi, keinginannya satu-satunya.
(Aleida, 2017: 85).
4.3.5. Tema
Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita
dalam sebuah karya sastra. Tema yang terkandung dalam cerpen
Tanah Air adalah moral, dapat dilihat dari kutipan berikut.
(K.56) Dari kawan-kawannya sesama pelarian, yang
tak bisa pulang karena paspor mereka dirampas
penguasa baru di tanah yang kutinggalkan, kudengar
dia merasa sangat bersalah. Mengutuki dirinya
sebagai seorang ayah yang keji, karena tidak
membesarkan, apalagi menyekolahkan, anak tunggal
kami. Tak sekali-dua-kali kawan-kawannya di
Tiongkok, sebelum mereka mendamparkan diri ke
Amsterdam sini, memergokinya sedang
membisikkan nama anaknya berulang kali, dan
membentur-benturkan kepalanya ke meja makan.
Juga ke tembok. Kawannya sekamar sering
mendengar desis sebuah nama dan gedebuk
berulang-ulang di dinding batu sementara dia masih
berada di toilet. (Aleida, 2017: 82).
(K.57) Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang
saat sedang belajar, kalau momennya kena,
kukatakan bahwa ayahnya tidak bersalah. Tak bisa
pulang membesarkan dan menyekolahkannya bukan
pilihannya. Susah-payah aku menjelaskan
kepadanya, bahwa ada kekuasaan yang begitu buruk
rupanya, sehingga sampai hati memisahkan seorang
anak tunggal dari ayahnya. (Aleida, 2017: 87).
Dari dua kutipan di atas dapat dilihat bahwa tema dalam
cerpen Tanah Air adalah moral yang menggambarkan suasana
kehidupan keluarga yang cukup kompleks, karena terpisah
secara paksa oleh peristiwa politik yang terjadi saat itu. Pilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
hidup yang mereka jalani membuat segala sesuatunya jadi
berubah dan membawa mereka ke arah tujuannya masing-
masing, meskipun dapat berkumpul kembali walau hanya sesaat,
namun hal itu tidak dapat mengubah apa pun yang terjadi di
antara mereka. Tema dalam cerpen ini menjadi mendasari inti
cerita tersebut dan membentuk unsur-unsur intrinsik lain yang
saling berkaitan di dalamnya.
4.3.6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida adalah sudut pandang orang pertama,
pengarang sebagai pelaku cerita. Hal ini dapat dibuktikan
melalui kutipan dibawah ini:
(K.58) Aku sama sekali tak tahu bagaimana awal
kesengsaraan yang kini membelenggunya, membuat
dia tidak berada dalam tubuhnya sendiri,
sebagaimana dia yang kukenal sejak lebih setengah
abad lalu. (Aleida, 2017: 82).
(K.59) Beberapa tahun kemudian, aku menerima
sepucuk surat. Melihat titimangsanya, surat itu
terlambat empat bulan. Melalui perbatasan sejumlah
negara Eropa, diposkan di Amsterdam. (Aleida,
2017: 84).
(K.60) Di beranda aku merawat taman kami yang
mungil, sekitar setengah kali dua meter. Di situ
kutanam rose, juga dua pohon pisang, agar Indonesia
tidak terlalu jauh dari kami. (Aleida, 2017: 88).
4.3.7. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini bahasa Indonesia
baku dan ditulis menggunakan metode jurnalistik sastra. Latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
belakang asal daerah dan kerja kewartawanan penulis juga turut
mempengaruhi gaya penulisan dan karakteristik bahasa dalam
cerpen, hal ini terlihat dari karakteristik bahasa yang lugas dan
cermat, penggunaan diksi-diksi tertentu dan bahasa melayu
modern yang menarik. Meskipun cerpen ini menggunakan
ragam bahasa baku, namun tetap dapat dinikmati dan dicerna
oleh semua kalangan. Karakteristik bahasa tersebut dapat
terlihat dari kutipan berikut:
(K.61) Hatiku teduh. Dia kelihatan tenang. Cuma
matanya saja yang terus memandangiku dengan
ganjil. Seakan aku ini siapa, bukan istrinya. Tadi,
sambil duduk berdampingan menjuntaikan kaki di
tubir tempat tidur, perlahan kupotongi kuku-kukunya
yang panjang, hitam berdaki. Dari tangan sampai
kaki. Gemertak pemotong kuku meningkahi angin
pagi yang deras dan dingin memukuli jendela.
(Aleida, 2017: 81).
(K.62) Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti
berbisik pada dedaunan di luar, lagi-lagi dia
mengulangi igauan yang saban pagi, menjelang
matahari terbit, diucapkannya seperti merapal
mantra. (Aleida, 2017: 81).
(K.63) Yang tetap bertahan adalah pernyataan kasih
sayangnya sejak dulu: kalau bangkit dia tak pernah
lupa membelai lututku, persis di atas betis yang
katanya membuat dia kesengsem, dulu. (Aleida,
2017: 82).
(K.64) Beberapa tahun kemudian, aku menerima
sepucuk surat. Melihat titimangsanya, surat itu
terlambat empat bulan. (Aleida, 2017: 84).
(K.65) Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan
kepada suami yang kucintai. Orang yang sayangnya
pada anakku membuat dia dikungkung ketegangan
karena merasa bersalah tidak ikut membesarkannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Derita tak usah berpanjang-panjang. Sementara
keteguhan tak boleh padam. (Aleida, 2017: 86).
(K.66) Tapi, dia cuma membatu. Tak bergetar. Apa
yang berkecamuk di dalam hatinya, aku tak tahu.
Matanya tetap nanar menatapku. (Aleida, 2017: 88).
Karakteristik bahasa yang lugas dan cermat, serta ragam
bahasa melayu modern tampak dalam kutipan diatas. Selain itu,
pemilihan diksi-diksi tertentu yang menarik dapat menambah
perbendaharaan kosakata baru bagi para pembaca.
4.4. Implementasi Cerpen Tanah Air sebagai Bahan Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan cerpen sebagai bahan
pembelajaran sastra di SMA, terdapat beberapa hal yang akan dibahas,
antara lain sebagai berikut, yaitu:
4.4.1 Tahap-Tahap Perancangan Pembelajaran
Tahap-tahap perkembangan pelajaran ini terdiri dari
berbagai kegiatan, yakni sebagai berikut:
a. Mengumpulkan Bahan
Guru mengumpulkan bahan sastra dari majalah,
tabloid, surat kabar, dan buku yang berisi cerpen Tanah Air.
Dalam mengumpulkan bahan ajar, teknik yang digunakan
adalah kliping. Hal ini bertujuan agar cerpen yang yang
sudah dikumpulkan dapat tersimpan dan didokumentasikan
dengan baik. Selain itu, cerpen tersebut juga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
dipergunakan kembali sebahan bahan pembelajaran sastra
pada tahun-tahun berikutnya.
b. Menyeleksi Bahan
Dalam proses menyeleksi bahan, adapun hal
pertama yang harus dilakukan oleh guru adalah memilih
dan menentukan cerpen yang akan digunakan. Pemilihan
judul cerpen yang menarik akan menarik minat siswa untuk
membaca dan mempelajarinya. Cerpen yang dipilih juga
harus disesuaikan dengan perkembangan psikologi peserta
didik, khususnya pada siswa usia SMA. Isi cerpen tersebut
juga harus mengandung nilai kemanusiaan dan nilai
pendidikan sehingga dapat memberikan manfaat bagi
siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui fakta
yang ada, memiliki kepekaan terhadap suatu masalah, dan
dapat memahami permasalahan di sekitar mereka dengan
cermat dan bijaksana.
c. Mengurutkan Bahan dan Membuat Perjenjangan
Tahap selanjutnya setelah penyeleksian bahan
selesai dilakukan adalah mengurutkan dan membuat
perjenjangan bahan. Mengurutkan bahan dan membuat
perjenjangan bahan ajar disebut juga dengan menyusun
silabus atau satuan pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
d. Menyajikan Bahan
Setelah proses mengurutkan bahan dan membuat
perjenjangan, tahap berikutnya ialah menyajikan bahan ajar
yang telah disusun. Penyajian bahan dalam proses
pembelajaran terdiri dari tiga kegiatan, yakni: orientasi,
kegiatan inti, dan penutup. Kegiatan orientasi berupa
penyampaian singkat dari guru tentang materi yang akan
dipelajari dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
selama proses pembelajaran dikelas. Kegiatan inti
pembelajarannya dimulai dari proses penyampaian materi
oleh guru kepada para siswa, kemudian mereka
mendiskusikannya dalam kelompok untuk menemukan
pemecahan atas masalah yang terdapat pada materi
tersebut, berikutnya kelompok-kelompok siswa tersebut
secara bergiliran menyampaikan hasil diskusi mereka dan
mengumpulkan hasil pekerjaaannya kepada guru. Kegiatan
penutupnya adalah penyimpulan bersama atas materi yang
telah mereka diskusikan dan ditutup dengan penegasan atas
materi tersebut oleh guru.
e. Mengevaluasi Bahan
Proses mengevaluasi bahan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman para siswa atas materi
yang telah disampaikan. Evaluasi tersebut dapat berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pertanyaan dan penugasan bagi para siswa, atau hanya
sekedar penegasan di akhir pembelajaran dari guru atas
bahan pembelajaran tersebut.
4.4.2. Cerpen Tanah Air Ditinjau Dari Aspek Bahasa, Psikologi Siswa,
dan Latar Belakang Budaya
Ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan guru ketika
memilih bahan pembelajaran sastra di SMA. Tiga aspek itu
meliputi bahasa, psikologi siswa, dan latar belakang budaya siswa
(Rahmanto, 1987:27). Aspek-aspek tersebut berkaitan dengan
bahan pembelajaran sastra yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran sastra bagi para siswa. Hal ini dimaksudkan agar
para siswa dapat meningkatkan kreavitas dalam mengapresiasikan
sastra melalui latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya
khayal, kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan
hidup.
Cerpen Tanah Air karya Martin Aleida ini sarat akan nilai-
nilai kemanusiaan di dalamnya, sehingga dapat dipelajari dan di
tawarkan kepada siwa sebagai materi ajar. Cerpen ini juga dapat
digunakan untuk mengembangkan kepekaan siswa terhadap
permasalahan-permasalahan di sekitarnya dalam lingkup
kehidupan nyata, sehingga memungkinkan untuk diajarkan di SMA
Kelas XI Semester I terkait dengan K.D. 3.8 Mengidentifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerpen
yang dibaca. Berikut ini adalah hasil analisis cerpen Tanah Air
karya Martin Aleida berdasarkan ketiga aspek tersebut.
a. Aspek Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah Bahasa
Indonesia dengan kosakata yang sederhana dan mudah
dipahami, sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi siswa
dalam mempelajari dan membacanya. Akan tetapi, diperlukan
kejelian dan ketelitian dalam penangkapan isi makna, hal ini
dimaksudkan bagi para siswa untuk lebih berhati-hati agar
tidak terkecoh dalam menggali makna cerpen tersebut. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut.
(K.67) Aku sama sekali tak tahu bagaimana
awal kesengsaraan yang kini
membelenggunya, membuat dia tidak berada
dalam tubuhnya sendiri, sebagaimana dia
yang kukenal sejak lebih setengah abad lalu.
Dari seorang wartawan olahraga koran sore
yang terpandang. Yang katanya sering
mengintipku dari gerbang Tjandra Naja,
dekat Jakarta Kota, saat aku pulang sekolah
naik sepeda. Laki-laki peranakan yang
bermata tidak sesipit mataku, tapi hatinya
sungguh lapang. Dan aku merasa tersanjung,
juga bingung, ketika dalam surat pertama
yang dia selipkan ke dalam tasku, memuji
betisku setengah mati. (Aleida, 2017: 82).
(K.68) Menurut cerita kawan-kawannya itu
pula, ketika Revolusi Kebudayaan
membanjir di seluruh daratan Tiongkok, dia
acapkali termenung, tak percaya akan apa
yang dia saksikan. Dia dengar di seluruh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
negeri itu seorang manusia sedang dipuja
melebihi dewi Kwan Im. Suatu pagi dia
terperanjat. Gemetar melihat puluhan
pemuda dan tentara bertopi segi-lima, syal
merah, yang sedang konferensi di satu hotel
bertingkat, semuanya berdiri di beranda
hotel di tingkat ke sekian, menghadap ke
timur. Mereka bukannya memuja matahari,
melainkan memuliakan sang penyelamat
yang sedang duduk entah di mana. Lewat
pengeras suara, mereka bersenandung,
seperti hendak menggelontorkan matahari:
“di langit tiada dewa
di bumi tiada raja
gunung-gunung menyingkirlah
aku datang ...” (Aleida, 2017: 83).
Martin Aleida menuliskan cerita dengan bahasa
yang lugas dengan menggunakan tokoh utama sebagai
narator untuk menggambarkan peristiwa atau kejadian yang
terjadi di dalam cerita. Pengarang juga menggunakan
kalimat yang sederhana yang umumnya digunakan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan pembaca
untuk menangkap arti dan maksud yang terkandung di
dalamnya.
Dalam pembelajaran apresiasi sastra, guru juga
dapat memanfaatkan gaya bahasa dalam cerpen Tanah Air
ini sebagai materi pembelajaran kebahasaan lainnya, seperti
penggunaan kosakata, struktur kalimat, dan lain
sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
b. Aspek Psikologi Siswa
Rahmanto (1987), menjelaskan bahwa pada
umumnya siswa SMA berada pada masa peralihan antara
tahap realistik ke tahap generalisasi, anak tidak lagi
berminat pada hal-hal praktis saja, tetapi juga berminat
untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan
menganalisis suatu fenomena.
Siswa diharapkan memiliki minat untuk
menemukan nilai-nilai kehidupan, menganalisis
permasalahan-permasalahan yang tedapat dalam cerpen
Tanah Air, dan menemukan penyebab serta jalan keluar
dari permasalah tersebut. Melalui kegiatan membaca cerpen
Tanah Air ini, diharapkan agar para siswa memperoleh
hikmat dari tokoh Aku dan selalu berpikir kritis terhadap
setiap masalah yang mereka hadapi sebagai bekal hidup di
masa depan. Berikut ini kutipan yang menggambarkan hal
tersebut.
(K.69) Setelah beberapa lama bermukim di
Belanda, suamiku berkirim surat. Layaknya
pecandu sepakbola yang ingin lawannya
kalah habis-habisan, dia berteriak melalui
baris-baris suratnya: “Juallah semuanya,
jangan tinggalkan sepeser pun di negeri
yang dikuasai fasis itu. Terbanglah kemari!
Tanahmu. Tanahku, walau segenggam,
menunggu di sini .!” (Aleida, 2017: 85).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
(K.70) Tak terlalu sulit untuk memenuhi
keinginannya. Ada orang-orang gereja yang
siap membantu mencarikan pembeli. Juga
sanak-saudara, sekalipun mereka harus
mendekatiku dengan hati-hati. Cecunguk di
mana-mana. Tiba-tiba, datang lagi surat dari
dia. Singkat. Memerintah: jangan berangkat
dulu! Keadaan tidak aman. Maksudnya apa,
aku tak tahu. Tunggu kabar selanjutnya,
katanya. Padahal rumah sudah terjual.
Terpaksa aku mengontrak rumah selama
setahun. Kabar susulan dari dia belum juga
muncul selama setahun. (Aleida, 2017: 85).
(71) Aku berniat baik, ingin berbuat
kebajikan kepada suami yang kucintai.
Orang yang sayangnya pada anakku
membuat dia dikungkung ketegangan karena
merasa bersalah tidak ikut membesarkannya.
(Aleida, 2017: 86).
(72) Dari kawan-kawan terdekatnya,
terutama peranakan, kuperoleh keterangan
bahwa kesengsaraan, berupa stres yang dia
tanggungkan, bertambah buruk. Apa pun
aku akan dan harus menemaninya.
Sebagaimana aku harus membesarkan
anakku, maka aku juga harus
mendampinginya walau ajal menanti.
(Aleida, 2017: 86).
Dari kutipan (69) menjelaskan hal yang diinginkan
oleh sang suami dari tokoh utama dalam cerpen tersebut.
Suaminya itu menginginkan agar sang istri menjual harta
benda yang dimiliki dan pergi menyusulnya keluar negeri,
walaupun harus berjuang sekuat tenaga dan mengorbankan
segalanya tapi keinginan itu akhirnya ia penuhi agar mereka
dapat berkumpul dan hidup bersama lagi. Kutipan (70)
menjelaskan tentang pengorbanan yang dilakukan tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
utama meskipun sempat menemui kendala dalam upayanya,
sedangkan kutipan (71) dan (72) menjelaskan tentang
alasan mengapa sang istri rela melakukan hal itu demi sang
suami. Melalui cerpen ini, siswa diharapkan dapat
memahami dan menemukan permasalahan berdasarkan
fakta dan realitas yang ada. Dari gambaran tersebut, siswa
juga diharapkan mampu menyikapi setiap permasalaan
dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat dan bijaksana.
c. Aspek Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya juga merupakan salah satu
aspek terpenting dalam pengajaran sastra. Hal ini bertujuan
untuk menambah minat dan keterkaitan peserta didik dalam
menganalisis sebuah cerpen. Cerpen Tanah Air
menggunakan latar budaya zaman dahulu, sehingga para
siswa dapat memahami permasalahan-permasalahan yang
terjadi di masa yang lampau. Berikut ini kutipan yang
menggambarkan hal tersebut.
(72) Dari kawan-kawannya sesama pelarian,
yang tak bisa pulang karena paspor mereka
dirampas penguasa baru di tanah yang
kutinggalkan, kudengar dia merasa sangat
bersalah. Mengutuki dirinya sebagai seorang
ayah yang keji, karena tidak membesarkan,
apalagi menyekolahkan, anak tunggal kami.
(Aleida, 2017: 82).
(73) Lantas dia keluarkan sebuah buntalan
kecil dari saku celananya. Dibalut kain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
putih, di dalamnya segumpal tanah merah
yang kering.
“Ciumlah … Ini tanah Indonesia.
Apa pun yang akan terjadi dia akan
mempertautkan kita,” katanya lamat-lamat
seraya memegangi tanganku, merebahkan
kepala di bahuku. (Aleida, 2017: 85).
Latar belakang budaya dalam cerpen Tanah Air
adalah status sosial para pelaku, baik yang berstatus sebagai
pencari suaka karena menjadi pelarian politik diluar negeri
atau yang hanya keluarga dari orang-orang yang menjadi
daftar pencarian oleh pemerintah saat itu. Dalam cerpen
tersebut juga digambarkan mengenai kebiasaan para
perantau yang selalu membawa tanah dari daerah asalnya
sebagai pengingat apabila mereka rindu pada kampung
halamannya. Para siswa akan tertarik pada cerpen dengan
latar belakang budaya yang erat dengan kehidupan mereka.
Diharapkan setelah mengetahui latar belakang cerpen ini,
siswa dapat memperoleh pemahaman yang positif dan
dapat menyikapi hal tersebut dengan arif dan bijaksana.
4.4.3 Standar Kompetensi
Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam pembuatan bahan
ajar ini adalah, pertama siswa dapat mengembangkan potensi yang
ada dalam dirinya berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan minat
yang mereka miliki. Siswa juga diharapkan dapat menumbuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
sikap menghargai sebuah karya sastra sebagai salah satu warisan
intelektual bangsa. Kedua, guru dapat memfokuskan diri pada
pengembangan kompetensi bahasa para siswa dengan berbagai
model dan bentuk pembelajaran dikelas dengan berbagai sumber
belajar yang ada. Ketiga, pihak sekolah dapat menyusun progam
pengajaran tentang bahasa dan sastra Indonesia dengan
menyesuaikan keadaan para siswa dan sumber belajar yang
tersedia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap cerpen Tanah Air karya Martin Aleida
dapat ditarik berbagai simpulan. Terdapat beberapa nilai-nilai kemanusiaan yang
ada dalam cerpen ini, yakni: nilai hedonik, nilai artistik, nilai kultural, nilai etis,
moral, dan religius, serta nilai praktis. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan
pendekatan struktural untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik dengan berfokus
pada unsur-unsur pembangun cerpen tersebut.
Hasil analisis unsur intrinsik cerpen Tanah Air ini sebagai berikut.
Pertama, cerpen Tanah Air karya Martin Aleida ini menampilkan tiga tokoh
dengan karakter yang berbeda-beda. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Aku,
tokoh lain yang ada dalam cerpen ini adalah Dia (Suami Aku) dan Han. Kedua,
alur dalam cerpen ini adalah alur campuran yang terbagi menjadi tiga tahapan,
yaitu: tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Alur dalam cerpen ini
menceritakan tentang peristiwa yang telah terjadi di masa lalu dan kembali di
ceritakan pada masa sekarang. Ketiga, latar dalam cerpen ini juga terbagi dalam
tiga latar yaitu, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam
cerpen ini adalah Jakarta, Tiongkok, Stasiun kereta api Kanton, Belgia, Bandara
Schiphol, dan Amsterdam. Latar waktu terjadi pada pagi hari dan malam hari.
Latar sosial yang terdapat dalam cerpen Tanah Air menggambarkan tentang latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
belakang kehidupan tokoh Dia, dari seorang yang terpandang hingga menjadi
seorang pesakitan akibat peristiwa politik yang menimpanya.
Keempat, tema dalam cerpen ini adalah “moral” yang menceritakan
tentang perjuangan seorang istri yang berjuang sekuat hati membesarkan anaknya
seorang diri tanpa kehadiran sang suami karena menjadi pelarian politik diluar
negeri. Aku rela mengorbankan apa pun demi dapat berkumpul kembali dan
merawat sang suami di hari tuanya. Kelima, sudut pandang yang digunakan
dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang pertama, pengarang bertindak
sebagai pelaku cerita. Keenam, bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan menggunakan metode penulisan jurnalistik sastra.
5.2. Saran
Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat membantu dan memberikan
pengetahuan bagi mahasiswa program studi Bahasa Indonesia dan peneliti lain
yang akan membahas nilai-nilai kemanusiaan dalam cerpen. Bagi mahasiswa,
diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan atau acuan
dalam penyusunan skripsi. Bagi peneliti lain, diharapkan juga untuk dapat
menindaklanjuti penelitian yang terkait dengan cerpen ini menggunakan
metode dan pendekatan yang lain agar mendapatkan informasi baru dan sumber
acuan yang lebih lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
DAFTAR PUSTAKA
AR, Syamsudin. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra: Epistomologi,
Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.
Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep &
Penerapan. Surabaya: Kata Pena.
Majid, Adul. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Kajian Teoritis dan Praktis.
Bandung: Interes Media.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Priyatni, Endah T. 2014. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam
Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmanto, B. 1998. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Santosa, Wijaya Heru. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta:
Gama Media.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Gramedia.
Wahyuningtyas, Sri. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta:
Yuma Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Teks Cerpen Tanah Air Karya Martin Aleida
Tanah Air
(Kompas, 19 Juni 2016)
Hatiku teduh. Dia kelihatan tenang. Cuma matanya saja yang terus
memandangiku dengan ganjil. Seakan aku ini siapa, bukan istrinya. Tadi, sambil
duduk berdampingan menjuntaikan kaki di tubir tempat tidur, perlahan kupotongi
kuku-kukunya yang panjang, hitam berdaki. Dari tangan sampai kaki. Gemertak
pemotong kuku meningkahi angin pagi yang deras dan dingin memukuli jendela.
Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti berbisik pada dedaunan di luar,
lagi-lagi dia mengulangi igauan yang saban pagi, menjelang matahari terbit,
diucapkannya seperti merapal mantra. Atau pesan yang aku tak tahu kepada siapa.
“Setengah jam lagi. Begitu matahari terbit, mereka akan datang membebaskan kita,”
desisnya dengan mata yang tetap saja liar, dan sepertinya aku entah di mana, tidak
berada di seberang bahunya. Siapa yang akan membebaskannya? Aku tak tahu. Dan
aku tak pernah mau bertanya. Yang jelas, janji akan pembebasan selepas subuh itulah
yang kelihatan membuat penderitaannya lebih dalam.
Aku sama sekali tak tahu bagaimana awal kesengsaraan yang kini
membelenggunya, membuat dia tidak berada dalam tubuhnya sendiri, sebagaimana
dia yang kukenal sejak lebih setengah abad lalu. Dari seorang wartawan olahraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
koran sore yang terpandang. Yang katanya sering mengintipku dari gerbang Tjandra
Naja, dekat Jakarta Kota, saat aku pulang sekolah naik sepeda. Laki-laki peranakan
yang bermata tidak sesipit mataku, tapi hatinya sungguh lapang. Dan aku merasa
tersanjung, juga bingung, ketika dalam surat pertama yang dia selipkan ke dalam
tasku, memuji betisku setengah mati.
Sekarang, di tempat tidur ini, dari seorang manusia, kini dia tinggal menjalani
sisa hidup hanya sebagai seonggok daging tak berjiwa. Hampa. Aku tak tahu apa
yang menjadi pencetus penyakitnya ini. Yang membuat matanya terkadang garang.
Teramat garang. Memerah. Seperti hendak pecah. Kalau sudah begini, dia
menghindar dari tatapanku, bagaimanapun manisnya aku tersenyum, dan
melemparkan pandang ke luar jendela. Yang tetap bertahan adalah pernyataan kasih
sayangnya sejak dulu: kalau bangkit dia tak pernah lupa membelai lututku, persis di
atas betis yang katanya membuat dia kesengsem, dulu.
Dari kawan-kawannya sesama pelarian, yang tak bisa pulang karena paspor
mereka dirampas penguasa baru di tanah yang kutinggalkan, kudengar dia merasa
sangat bersalah. Mengutuki dirinya sebagai seorang ayah yang keji, karena tidak
membesarkan, apalagi menyekolahkan, anak tunggal kami. Tak sekali-dua-kali
kawan-kawannya di Tiongkok, sebelum mereka mendamparkan diri ke Amsterdam
sini, memergokinya sedang membisikkan nama anaknya berulang kali, dan
membentur-benturkan kepalanya ke meja makan. Juga ke tembok. Kawannya
sekamar sering mendengar desis sebuah nama dan gedebuk berulang-ulang di dinding
batu sementara dia masih berada di toilet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Menurut cerita kawan-kawannya itu pula, ketika Revolusi Kebudayaan
membanjir di seluruh daratan Tiongkok, dia acapkali termenung, tak percaya akan
apa yang dia saksikan. Dia dengar di seluruh negeri itu seorang manusia sedang
dipuja melebihi dewi Kwan Im. Suatu pagi dia terperanjat. Gemetar melihat puluhan
pemuda dan tentara bertopi segi-lima, syal merah, yang sedang konferensi di satu
hotel bertingkat, semuanya berdiri di beranda hotel di tingkat ke sekian, menghadap
ke timur. Mereka bukannya memuja matahari, melainkan memuliakan sang
penyelamat yang sedang duduk entah di mana. Lewat pengeras suara, mereka
bersenandung, seperti hendak menggelontorkan matahari:
“di langit tiada dewa
di bumi tiada raja
gunung-gunung menyingkirlah
aku datang ...”
Dia bersama ratusan kawan senasib disingkirkan ke sebuah kota kecil, jauh
dari Peking. Alasannya demi keamanan. Supaya tak jadi sasaran mereka yang datang
dengan senjata “Buku Merah”. Dia merasa benar-benar dikucilkan, disingkirkan, dari
dunia yang wajar. Dilarang keluar dari kompleks perumahan. Dari seorang yang
terlatih menulis, dia menjadi pengangkut kotoran manusia untuk pupuk tanaman.
Perasaannya tambah tertekan. Apalagi muncul perpecahan di kalangan mereka yang
tak bisa pulang ke Tanah Air itu. Ratusan jumlahnya. Mereka bertengkar, seperti
hendak berbunuh-bunuhan, karena beda pilihan keyakinan politik, antara Moskow
dan Peking.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Beberapa tahun kemudian, aku menerima sepucuk surat. Melihat
titimangsanya, surat itu terlambat empat bulan. Melalui perbatasan sejumlah negara
Eropa, diposkan di Amsterdam. Hanya secarik kertas. Dia membujukku menjual apa
saja untuk ongkos dan bertolak dari Jakarta supaya bisa berjumpa di Macao atau
Kanton. Waktu itu, pekerjaan sebagai tukang jahit dan pembuat kue sudah
kutinggalkan. Aku sudah memiliki beberapa bajaj dan berangan-angan menjadi
pengusaha taksi supaya bisa memilih perguruan yang baik untuk anakku.
Di stasiun kereta api Kanton aku menjumpainya sedang duduk di sebuah
bangku panjang. Duduk berpangku tangan. Dari rona matanya, sepertinya dia
kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Aku memanggil namanya. “Ini aku…,”
sapaku. Dia berdiri, memelukku erat-erat seperti hendak meremukkan tulang rusukku.
Orang hilir-mudik tak dia hiraukan.
Malam pertama, dia bercerita tentang rencananya berangkat ke Belgia, yang
tak lama lagi akan membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Sehingga visa
tinggal di negara itu diperkirakan akan mudah diperoleh. Dari negara itu, katanya, dia
akan melompat ke Belanda, di mana beberapa orang temannya senasib sudah siap
menampung. Aku hanya meletakkan kupingku dengan baik-baik di bahunya.
Mengiyakan apa saja yang dia rencanakan. Malam kedua, ulu hatiku terasa seperti dia
tonjok, ketika dia katakan ada kabar yang sampai ke kupingnya, bahwa aku sering
pergi dengan lelaki. Lantas dia keluarkan sebuah buntalan kecil dari saku celananya.
Dibalut kain putih, di dalamnya segumpal tanah merah yang kering.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
“Ciumlah … Ini tanah Indonesia. Apa pun yang akan terjadi dia akan
mempertautkan kita,” katanya lamat-lamat seraya memegangi tanganku, merebahkan
kepala di bahuku. Semacam permintaan maaf atas tuduhan yang baru saja dia
timpakan padaku. Katanya, tanah itu dia bawa ketika meninggalkan Jakarta menuju
Kairo dan kandas di Peking.
Tak sampai lima tahun setelah pertemuan di Kanton itu. Begitulah, kalau tak
salah ingatanku. Bajajku sudah selusin dan taksiku lima. Dengan bantuan pengarahan
dari gereja, aku bisa menyekolahkan anakku di Australia. Dia studi teknologi
informasi, keinginannya satu-satunya.
Setelah beberapa lama bermukim di Belanda, suamiku berkirim surat. Layaknya
pecandu sepakbola yang ingin lawannya kalah habis-habisan, dia berteriak melalui
baris-baris suratnya: “Juallah semuanya, jangan tinggalkan sepeser pun di negeri
yang dikuasai fasis itu. Terbanglah kemari! Tanahmu. Tanahku, walau segenggam,
menunggu di sini .!”
Tak terlalu sulit untuk memenuhi keinginannya. Ada orang-orang gereja yang
siap membantu mencarikan pembeli. Juga sanak-saudara, sekalipun mereka harus
mendekatiku dengan hati-hati. Cecunguk di mana-mana. Tiba-tiba, datang lagi surat
dari dia. Singkat. Memerintah: jangan berangkat dulu! Keadaan tidak aman.
Maksudnya apa, aku tak tahu. Tunggu kabar selanjutnya, katanya. Padahal rumah
sudah terjual. Terpaksa aku mengontrak rumah selama setahun. Kabar susulan dari
dia belum juga muncul selama setahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan kepada suami yang kucintai. Orang
yang sayangnya pada anakku membuat dia dikungkung ketegangan karena merasa
bersalah tidak ikut membesarkannya. Tetangga, sanak-famili boleh acuh-tak-acuh,
karena takut, namun gereja membukakan pintu untukku. Walau hanya bubungan
gereja kecil. Di situlah aku tinggal sambil menunggu aba-aba keberangkatan yang
akan datang dari daratan impian.
Derita tak usah berpanjang-panjang. Sementara keteguhan tak boleh padam.
Singkat cerita, aku mendarat di Schiphol. Dia menyambutku di pintu ke luar. Dada
sesak oleh kebahagiaan. Aku dirangkulnya berlama-lama. Lantas mendorong barang
bawaanku menuju kereta api.
Rumahnya agak di tepi Amsterdam. Masyarakatnya terdiri dari berbagai ras.
Orang Suriname yang paling banyak. Ruang tamunya cukup lega, dua kamar tidur,
lengkap dengan dapur dan kamar mandi yang memadai. Terletak di lantai delapan.
Dari kawan-kawan terdekatnya, terutama peranakan, kuperoleh keterangan bahwa
kesengsaraan, berupa stres yang dia tanggungkan, bertambah buruk. Apa pun aku
akan dan harus menemaninya. Sebagaimana aku harus membesarkan anakku, maka
aku juga harus mendampinginya walau ajal menanti.
Dia sering merenung. Matanya acapkali menerawang kosong ke luar jendela.
Jarang sekali dia memulai percakapan. Hatiku melambung bahagia ketika anakku
liburan dan mengunjungi kami. Ketika dia masih duduk di sekolah dasar, dengan
susah-payah aku melerai kemarahannya terhadap ayah yang dia tuduh tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
bertanggung jawab, meninggalkannya. Menyia-nyiakan ibunya. Bersenang-senang di
luar negeri sana.
Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang saat sedang belajar, kalau
momennya kena, kukatakan bahwa ayahnya tidak bersalah. Tak bisa pulang
membesarkan dan menyekolahkannya bukan pilihannya. Susah-payah aku
menjelaskan kepadanya, bahwa ada kekuasaan yang begitu buruk rupanya, sehingga
sampai hati memisahkan seorang anak tunggal dari ayahnya.
Han, sekarang sudah terbebas dari siksa di masa kecilnya. Selain penjelasan
berulang-ulang yang kusampaikan, dia juga menjadi matang dengan jalan yang dia
temukan sendiri. Terutama oleh dunia yang bisa dia arungi lewat Google.
Bagaimanapun kekuasaan mencoba berbohong dan menutupi kejahatannya
terbongkar juga di dunia maya.
Han membuat dadaku mongkok. Setelah dewasa, dia berubah dalam bersikap
terhadap papinya. Suamiku yang tetap tumpul. Terkungkung dalam jiwa yang remuk.
Setelah putra tunggal kami itu kembali ke Australia, ketegangan yang dialami
suamiku bukannya mengendur. Bercakap-cakap di taman, di meja makan, di tempat
tidur, dia tak habis-habisnya mengutuk dirinya sendiri. Karena ucapan anaknya yang
masih kecil, bahwa dia bukan seorang ayah yang bertanggung jawab.
“Sudahlah . Dengarlah baik-baik. Tuduhan anakmu itu „kan kau dengar dari
kawan-kawamu di Tiongkok „kan? Sama seperti kau juga dengar bahwa aku menjual
diri kepada lelaki lain. Aku tak mempedulikan omong-kosong orang. Kalau
kumasukkan ke dalam hati, aku bisa gila. Dengarlah baik-baik. Selama Han bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kita di sini, dia memanggilmu Papi. Papi…! Kau ingat „kan? Tidakkah kau bisa
menafsirkan sebutannya padamu itu sebagai tanda permintaan maaf. Bahwa kau
adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau tak pulang-pulang bukan lantaran
kehendakmu.”
Tapi, dia cuma membatu. Tak bergetar. Apa yang berkecamuk di dalam
hatinya, aku tak tahu. Matanya tetap nanar menatapku.
***
Hatiku terasa teduh. Dan dia kelihatan lebih tenang. Cuma matanya yang terus
memandangiku dengan ganjil. Seakan-akan aku bukan istrinya. Sebentar-sebentar dia
melongok ke jendela.
“Sudah potong kuku. Sudah mandi. Sudah sarapan. Kita tinggal tunggu.
Nanti dokter akan datang,” bujukku. Saya pamit mau membuang sampah, menyiram
tanaman di beranda, mencuci piring, dan merapikan ruang tamu.
Di beranda aku merawat taman kami yang mungil, sekitar setengah kali dua
meter. Di situ kutanam rose, juga dua pohon pisang, agar Indonesia tidak terlalu jauh
dari kami.
Telepon berdering. “Saya psikiater yang akan mengunjungi suami Nyonya. Apakah
dia baik-baik saja?” kata yang menelepon.
“Dia baik. Baik, Dokter,” sahutku.
“Tunggu ya...”
Aku membersihkan kamar mandi. Menggosok toilet. Ketika
menjinjing vacuum cleaner ke kamar tidur, aku disentak gordin yang berkibar sejadi-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
jadinya disapu angin. Jendela ternganga. Tempat tidur melompong. Aku berteriak
memanggilinya. Tak ada jawaban. Aku lari ke kamar mandi. Dia tak ada di situ.
Toilet kosong. Secepat petir pikiranku terbang. Suara orang yang menelepon, yang
mengaku psikiater, tadi kayaknya mirip suaranya. Kudorongkan kepalaku keluar
jendela. Memanggil-manggil namanya ke samping, ke bawah. “Di mana kau… Di
mana…?!”
Kukunci seluruh ruangan. Cepat aku melangkah ke lift. Kupencet angka nol di
panel. Begitu keluar dari lift, kudengar jeritan ambulans yang merapat di ujung
apartemen. Beberapa orang terlihat mengerubung di sekitar jasad yang ditutup
selimut. Aku tak tahu sekuat apa aku menjerit. Sebesar apa mulutku terkuak
menyerukan namanya: “Ang …! Aaaang …!” Aku terjerembab di sampingnya. Jari-
jemarinya masih mengepal tanah merah berbalut kain putih. Di dekatnya ada secarik
kertas yang berkata: Tanah Air Indonesia. Kalau terjadi apa-apa tolong hubungi
istriku, An Sui. Ini nomor teleponnya. (*)
Martin Aleida, Lahir 1943 di Tanjung Balai, Sumatera Utara, menghabiskan lebih
dari lima puluh tahun usianya di Jakarta, sebagai mahasiswa, wartawan, penulis
lepas. Awal 2016, selama tiga bulan, dengan dukungan sejumlah tokoh, mengadakan
riset tentang kehidupan eksil Indonesia di lima negara Eropa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI