BAB-1 IKA S

12
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya tekanan psikologis baik dari luar individu maupun dari dalam individu. Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap gangguan jiwa ini (Hawari, 2014). Menurut World Health Organization /WHO (2009) diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun. Proporsi 1

description

ika

Transcript of BAB-1 IKA S

Page 1: BAB-1 IKA S

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia. Secara umum gangguan jiwa disebabkan karena adanya

tekanan psikologis baik dari luar individu maupun dari dalam individu.

Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah ketidaktahuan keluarga dan

masyarakat terhadap gangguan jiwa ini (Hawari, 2014).

Menurut World Health Organization /WHO (2009) diperkirakan 450

juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang

dewasa mengalami gangguan jiwa dan 25% penduduk diperkirakan akan

mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini

biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun. Proporsi

gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan

diperkirakan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Kejadian

tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa

dari tahun ke tahun di berbagai negara. Prevalensi gangguan jiwa tertinggi

di Indonesia terdapat di provinsi di Yogyakarta (2,7 permil), Aceh (2,7),

Sulawesi Selatan (2,6), Bali (2,3), dan Jawa Tengah (2,3) (Wulansih, 2008).

1

Page 2: BAB-1 IKA S

Jumlah masalah gangguan jiwa di Indonesia, prevalensi penderita

Skizofrenia adalah 0,3% - 1%, dan terbanyak pada usia sekitar 18–45 tahun,

terdapat juga beberapa penderita yang mengalami pada umur 11–12 tahun.

Apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang

menderita Skizofrenia (Arif, 2006). Dari data riset kesehatan dasar

(riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2014 menyebutkan, terdapat 1 juta

jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di

Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen

pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama

nasional (Depkes, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan

bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan

gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun

ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa

berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar

400.000 orang (Depkes, 2013).

Data Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Tengah sampai Desember

2014, pasien Skizofrenia yang dirawat sebanyak 3.613 orang terdiri dari

rawat inap dan rawat jalan. Kasus Skizofrenia merupakan kasus yang

terbanyak dibandingkan kasus gangguan jiwa yang lain yaitu sebanyak

2

Page 3: BAB-1 IKA S

2.589 orang atau 71,66% dari total pasien gangguan jiwa (RSJD Prov.

Jateng, 2014).

 Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi fungsi otak yang

tidak diketahui asalnya dan menyebabkan timbulnya gangguan persepsi,

emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Skizofrenia tidak dapat

didefinisikan sebagai penyakit, melainkan diduga sebagai suatu sindrom

yang mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala (Videback, 2008).

Kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya

masalah kehidupan yang berat yang membuat stres, sehingga pasien

kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit. Berbagai upaya pengobatan dan

teori model konsep keperawatan jiwa telah dilaksanakan, akan tetapi masih

banyak pasien yang mengalami perawatan ulang atau kekambuhan dan

menetap di rumah sakit jiwa. Pasien dengan diagnosa skizofrenia

diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama dan 70% pada tahun

kedua setelah pulang dari rumah sakit, serta kekambuhan 100% pada tahun

kelima setelah pulang dari rumah sakit jiwa (Wulansih, 2008).

Faktor-faktor yang berkaitan dengan kekambuhan skizofrenia

meliputi faktor individu, faktor terapi dan faktor lingkungan. Faktor dari

individu meliputi jenis kelamin, umur, onset dini, tilikan diri yang jelek

serta spiritualitas yang kurang. Faktor terapi meliputi ketidakpatuhan minum

obat, follow up yang jelek, interaksi yang jelek antara pasien dengan

3

Page 4: BAB-1 IKA S

keluarganya. Faktor lingkungan meliputi kejadian hidup yang penuh dengan

tekanan, peningkatan kondisi emosional, isolasi sosial, status ekonomi yang

rendah dan ekspresi emosi yang tinggi (Almond et al., 2004; Taylor et al.,

2005).

Ketidakpatuhan berobat dan follow up pasien menimbulkan

tantangan besar pada efektivitas manajemen dan harapan kesembuhan

gangguan kesehatan (Adeponle et al, 2009). Tujuan pengobatan penderita

skizofrenia adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan

meningkatkan kualitas hidup, namun sering kali ditemukan terjadinya

penderita yang tidak teratur berobat (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008).

Dalam menghadapi penyakit ini, kontinuitas pengobatan merupakan

salah satu faktor utama keberhasilan terapi. Pasien yang tidak patuh pada

pengobatan akan memiliki resiko kekambuhan lebih tinggi dibandingkan

dengan pasien yang patuh pada pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini

yang merupakan alasan pasien kembali dirawat di rumah sakit (Aswin,

2010). Masalah kepatuhan terhadap obat-obatan ternyata bukan hanyalah

masalah pasien skizofrenia. Tingkat kepatuhan pasien di negara maju

terhadap pengobatan yang dianjurkan oleh dokter adalah hanya sebesar 50%

(Haynes, McDonald, Garg, & Montague, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Meri (2014) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan hemodialisa dengan

4

Page 5: BAB-1 IKA S

kualitas hidup pasien (r) = 0,404 di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam

Malik Medan. Penelitian lain yang dilakukan Adikusuma (2013) di RSU

PKU Muhammadiyah Bantul menunjukkan bahwa kepatuhan berobat

mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup pasien DM.

Kualitas hidup sebagai salah satu parameter yang penting untuk

dievaluasi dari proses penyembuhan pasien gangguan jiwa. Evaluasi

terhadap pelayanan pada pasien-pasien ini lebih difokuskan pada

pengembangan kualitas hidup daripada proses penyembuhan. Evaluasi

tersebut telah digunakan pada penelitian penelitian yang berbeda dan telah

terbukti merupakan parameter penting untuk menyusun indikator-indikator

kesehatan jiwa. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa baik indikator

obyektif maupun subyektif penting untuk menyusun konsep mengenai

kualitas hidup.

Data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUD dr. Soediran

Mangun Sumarso jumlah pasien skizofrenia yang berobat pada periode

Januari–Juli 2015 mencapai 265 pasien atau rata-rata perbulanaya 38 pasien.

Hasil observasi dan wawancara dalam studi pendahuluan yang peneliti

lakukan terhadap 4 pasien schizofrenia yang berobat di Poliklinik Jiwa di

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, dari 4 pasien terdapat 2

pasien kambuh dengan alasan lupa minum obat, bosan minum obat terus

menerus, banyaknya obat yang harus diminum, merasa sudah sembuh dan

5

Page 6: BAB-1 IKA S

adanya masalah keluarga atau hubungan pasien dengan keluarga tidak

harmonis.

Pasien schizofrenia akan mengalami perubahan kualitas hidupnya,

hasil wawancara mengenai kualitas hidup pasien schizofrenia didapatkan

bahwa 3 pasien menyatakan kualitas hidupnya menurun, sering mengalami

gangguan dalam aktifitas fisik, tidak bisa konsentrasi, penampilan kurang

bersih dan kurang bisa berkomunikasi dengan orang lain.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan

Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia di Poli Jiwa RSUD dr. Soediran Mangun

Sumarso Kabupaten Wonogiri”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan prevalensi pasien gangguan jiwa dalam uraian latar

belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah "Apakah ada

hubungan kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien skizofrenia

di Poli Jiwa RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri ?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

6

Page 7: BAB-1 IKA S

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien

skizofrenia di Poli Jiwa RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten

Wonogiri.

1.3.2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik penderita skizofrenia di Poli Jiwa RSUD dr.

Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

2. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di Poli

Jiwa RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri

3. Mengetahui tingkat kualitas hidup penderita skizofrenia di Poli Jiwa

RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

4. Menganalisis hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kualitas

hidup penderita skizofrenia di Poli Jiwa RSUD dr. Soediran Mangun

Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1.Manfaat bagi rumah sakit

Sebagai bahan untuk terus menerus memperbaiki program pelayanan

kesehatan, terutama program penanganan pasien skizofrenia dan dapat

7

Page 8: BAB-1 IKA S

dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan tentang intervensi yang

paling tepat diberikan kepada pasien.

1.4.2.Manfaat bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan literatur tambahan dalam kegiatan proses belajar mengajar

mengenai hubungan kepatuhan minum obat dengan kualitas hidup pasien

skizofrenia.

1.4.3.Manfaat bagi peneliti lain

Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal yang

berhubungan kepatuhan minum obat dan kualitas hidup pasien skizofrenia.

1.4.4.Manfaat bagi peneliti

Diharapkan dapat memberi pengetahuan dan wawasan baru bagi peneliti

dalam melakukan penelitian.

8