Bab 1 esofagus.doc

38
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Esofagus merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan bagian atas.Terbentang dari hipofaring hingga ke lambung. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung (Lorraine M.Wilson,2002). Dalam menjalankan fungsinya, esofagus dapat mengalami gangguan baik pada fase Faringeal yaitu saat menelan makanan atau pada fase Esofageal yaitu saat menghantarkan makanan menuju ke lambung. Jenis gangguan esofagus ini diantaranya disphagia, akalasia, dan hiatal hernia. Prevalensi penderita dysphagia dan akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun hingga sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir yaitu sekitar 0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara barat meningkat sesuai umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40 tahun (th) sampai 70% pada usia diatas 70 th . Masalah yang ditimbulkan dari gangguan fungsi esofagus ini berupa gangguan menelan, makanan tertahan dibagian bawah esofagus, refluk atau muntah yang dapat mengakibatkan penderita tidak nafsu makan, lemah dan mengalami kekurangan gizi yang dapat mengancam kelangsungan hidup penderitanya. Untuk itu perlu managemen keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah pada gangguan fungsi esofagus ini yang memperbaiki dan menjaga kelangsungan hidup penderitanya. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum 1

Transcript of Bab 1 esofagus.doc

Page 1: Bab 1 esofagus.doc

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Esofagus merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan bagian atas.Terbentang dari hipofaring hingga ke lambung. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung (Lorraine M.Wilson,2002). Dalam menjalankan fungsinya, esofagus dapat mengalami gangguan baik pada fase Faringeal yaitu saat menelan makanan atau pada fase Esofageal yaitu saat menghantarkan makanan menuju ke lambung. Jenis gangguan esofagus ini diantaranya disphagia, akalasia, dan hiatal hernia.

Prevalensi penderita dysphagia dan akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun hingga sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50 tahun terakhir yaitu sekitar 0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun. Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara barat meningkat sesuai umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40 tahun (th) sampai 70% pada usia diatas 70th.

Masalah yang ditimbulkan dari gangguan fungsi esofagus ini berupa gangguan menelan, makanan tertahan dibagian bawah esofagus, refluk atau muntah yang dapat mengakibatkan penderita tidak nafsu makan, lemah dan mengalami kekurangan gizi yang dapat mengancam kelangsungan hidup penderitanya.

Untuk itu perlu managemen keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah pada gangguan fungsi esofagus ini yang memperbaiki dan menjaga kelangsungan hidup penderitanya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan esofagus dengan pendekatan proses keperawatan.

1.2.2 Tujuan khusus

1.2.2.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan

1.2.2.2 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan

1.2.2.3 Mampu menyusun rencana keparawatan

1.2.2.4 Mampu melakukan tindakan keperawatan

1.2.2.5 Mampu melakukan evaluasi keperawatan

1

Page 2: Bab 1 esofagus.doc

1.3 Rumusan masalah

Bagaimana Managemen keperawatan pada klien dengan gangguan esofagus melalui pendekatan proses keperawatan?

2

Page 3: Bab 1 esofagus.doc

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi dan Fisiologi

2.1.1 Anatomi Esofagus

Gambar esofagus

Esofagus merupakan suatu organ silinder berongga dengan hipofaring hingga terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra , dan berjalalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung (Lorraine M.Wilson, 2002).

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Krikofaringeaus membentuk membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada keadaaan tonik atau kontraksi kecuali waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini tertutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri atas empat lapisan; mukosa, submucosa, muscularis dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa dalam terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlajut ke faring ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dan lambung dan menjadi epitel selapis toraks. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang bersifat asam. Lapisan submukosa

3

Page 4: Bab 1 esofagus.doc

mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mucus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkuler. Otot-otot pada 5% bagian atas esofagus merupakan otot rangka, sedangkan otot-otot pada separuh bagian bawah merupakan otot polos . berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, bagian luar esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritonium, melainkan lapisan luar yang terdiri atas jaringan ikat jarang yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebiih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor etelah perasi menjadi lebih besar.

Persyarafan esofagus dilakukan oleh serabut-serabut syaraf simpatis dan parasimpatis dari sistem syaraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nerves fagus, yang dianggap sebagai syaraf motorik esofagus. Fungsi syaraf simpatis kurang diketahui. Selain persyarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut syaraf intramural intrinstik diantara lapisan otot siirkular dan longitudinal ( pleksus Auerback ), dan tampaknya berperan dalam mengatur peristaltik esofagus normal.

Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan

4

Page 5: Bab 1 esofagus.doc

subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkialis, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra danfrenika inferior.

Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena-vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan heamazigos, dan bawah diafragma vena esofagia masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi portal. Aliran kolateral melalui vena-vena esofagia menyebabkan pembentukan varises esofagus (vena farikosa esofagus). Vena-vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang dapat menyebabkan kematian.

2.1.2 Fisiologi Esofagus

Esofagus berfungsi dalam fungsi menelan.Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks dimana makanan atau cairan .Berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian kegiatan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan volunter lidah dan diselesaikan oleh serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen lengkung refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam syaraf V,IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Dibawah koordinasi pusat ini, impus berjalan keluar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui syaraf kranial V,X dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, dan esofagus.

Walaupun menelan merupakan proses kontinue, tetapi dapat dibagi menjadi tiga fase: oral, fageal, dan esofagus. Pada waktu fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut dinamakan bolus dodorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah ransangan untuk geraakan refluks menelan.

Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara spontan menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, faring terangkat dan menutup glotis, mencegah mekanan menutupi trakea. Kontraksi otot kontriktor faringeaus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retrofleksi epiglotis di atas orifisium laringeaua adalah tindakan lanjut untuk melindungi saluran pernafasan, tetapi terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernafasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi. Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara volunter mekanik nafas dan menelan dalam waktu yang sama.

Fase esofageal mulai saat otot kronikofaringeous relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus masuk esofagus. Setelah relaksasi yang singkat ini, gelombang peristaltik primer yang dimulai dari faring yang dihantarkan ke otot krikofaringeaus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik ini terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus sejenak merelaksasikan otot sfingter distal ini sehingga

5

Page 6: Bab 1 esofagus.doc

memungkinkan bolus masuk ke lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2-4 cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5-15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timnul gelombang peristaltik sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Gelombang ini timbulnya dipacu oleh peregangan esofagus oleh partikel makanan yang tersisa. Gelombang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esofagus, tetapi kurang penting untuk jalannya makanan pada bagian bawah.posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi merupakan bagian penting yang memepermudah transport ke bawah esofagus, tetapi adanya gerakan peristaltik memungkinkan seseorang dapat minum air sambil berdiri terbalik dengan kepala di bawah.

Sewaktu menelan terdapat perubahan tekanan dalam esofagus. Dalam keadaan istirahat, tekanan esofagus sedikit dibawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkn tekanan intratorakal. Daerah sfingteer esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah dengan tekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks isi lambnug.tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya

6

Page 7: Bab 1 esofagus.doc

2.2 Tinjauan teori gangguan Esofagus

2.2.1 Tinjauan Teori Dysphagia

2.2.1.1 Definisi

Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal dileher/dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (Dadang Makmur,2001).

2.2.1.2 Etilogi

Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.

2.2.1.3 Manifestasi klinis

Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan esofageal.

Keluhan disfagia pada fase orofaringeal yaitu berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk memulai menelan.

Disfagia pada fase esofageal, pasien mampu menelan tapi terasa bahwa yang ditelan tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retro sternal. Dysfagia yang mulanya terjadi waktu awal menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan penyebabnya kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan apabia penyebabnya gabungan antara padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuromusculer. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, dicurigai adanya keganasan.

7

Page 8: Bab 1 esofagus.doc

2.2.1.4 WOC ( Web of Caution )

8

Penyakit otot atau Neurologis

(miastenia grafis, gangguan peredaran darah otak, distropi otot,

polio bulbaris )

Obstruktif atau motorik

( striktura, tumor, keganasan )

Gangguan mekanik Gangguan Obstruktif

Penurunan peristaltik esofagus, disfungsi sfingter atas dan bawah

Penyempitan lumen esofagus

Penurunan volume kapasitas esofagus

Peningkatan resisitensi zat makananan pd proximal dan

distal lumen esofagus

Refluks (regurgitasi)Resiko ketidak

seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh (3)

Gangguan kenyamanan: nyeri esofagus (4)

Masuk ke saluran nafas atas

Resiko aspirasi (1)

Defisit pengetahuan tentang perawatan

Resiko ketidakefektifan

penatalaksanaan program teraupitik (5)

Mengiritasi mukosa esofagus

Resiko ketidak seimbangan cairan:

kurang dari kebutuhan tubuh (2)

Kesulitan menelan

Page 9: Bab 1 esofagus.doc

2.2.1.5 Diagnosis

a. Esofagogastroskopi

Inspeksi langsung muksa esofagus merupakan tindakan penting pada diagnosis gangguan esofagus. Alat seratoptik yang fleksibel membuat tindakan ini jauh lebih mudah dan lebih aman bagi penderita. Peradangan, tukak, tumor, dan varises esofagus dapat dilihat,difoto,dan dibiopsi. Persiapannya terdiri dari enam jam puasa dan berbgai bentuk premedikasi berupa penyemprotan dengan anestesi lokal

b. Barium meal (Esofagografi) tenggorokan.

Dengan menggunakan barium sulfat dalam cairan atau suspensi yang ditelan. Mekanisme menelan dapat secara langsung dilihat dengan fluooskopi, atau gambaran radiogram dapat direkam dapat drekam degan menggunakan gambar bergerak (sinematografi).

2.2.1.6 Penatalaksanaan

Terapi terbaik untuk Disfagia adalah terapi langsung pada penyebab disfagia itu sendiri, dapat diberikan obat seperti pada gangguan disfagia akibat radang pada esophagus. Pada gangguan menelan akibat massa yang menekan biasanya digunakan terapi bedah.

2.2.2 Tinjauan Teori Achalasia

2.2.2.1 Definisi

Akalasia merupakan suatu keadaan klien yang ditandai dengan

tidak adanya peristaltik korpus esofagus bagian bawah dan sfingter

esofagus bagian bawah yang hipertonik sehingga tidak bisa

melakukan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan.

Akibatnya akan terjadi statis makanan dan selanjutnya akan timbul

pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan

komplikasi tergantung dari berat dan lamanya terjadi. Secara khusus

dibagi menjadi akalasia primer dan sekunder yang dihubungkan

dengan etiloginya (Ali I,2001).

2.2.2.2 Epidemologi

Prevalensi akalasia sekitar 10 kasus per 100.000 populasi. Namun

hingga sekarang, insidens penyakit ini telah cukup stabil dalam 50

9

Page 10: Bab 1 esofagus.doc

tahun terakhir yaitu sekitar 0,5 kasus per 100.000 populasi per tahun.

Rasio kejadian penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan.

Menurut penelitian, distribusi umur pada akalasia biasanya sering

terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi

pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus didapatkan pada anak-

anak). Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60 tahun.

2.2.2.3 Etiologi

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara

histologik diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus

Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data

disebutkan bahwa faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun,

dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari akalasia (Mark

JW,2005).

a. Teori Genetik.

Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu

keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat

diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 %

sampai 2% dari populasi penderita akalasia.

b. Teori Infeksi.

Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis,

clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella

zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma

esofagus dan iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran

pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor

infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada

esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran

pencernaan dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa

yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak

perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan

faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis

menunjukkan hubungan antara measles dan varicella zoster pada

pasien akalasia.

c. Teori Autoimun.

10

Page 11: Bab 1 esofagus.doc

Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa

somber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus

esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan dalam

penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II,

yang diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya.

Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi

dari pleksus mienterikus.

d. Teori Degeneratif.

Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia

berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi

atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.

2.2.2.4 Manifestasi Klinis

Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga

yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut.

Biasanya gejala yang ditemukan adalah

a. Disfagia merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia.

Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila

ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau

progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada

makanan padat.

b. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring.

Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita

tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses

paru

c. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium

permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di

daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan

angina pektoris.

d. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha

mengurangi makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan

perasaan nyeri di daerah substernal.

11

Page 12: Bab 1 esofagus.doc

e. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh

pada substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.

2.2.2.5 WOC ( Web of Caution )

12

Penyakit otot atau Neurologis

(miastenia grafis, gangguan peredaran darah otak, distropi otot,

polio bulbaris )

Obstruktif atau motorik

( striktura, tumor, keganasan )

Gangguan mekanik Gangguan Obstruktif

Penurunan peristaltik esofagus, disfungsi sfingter atas dan bawah

Penyempitan lumen esofagus

Penurunan volume kapasitas esofagus

Peningkatan resisitensi zat makananan pd proximal dan

distal lumen esofagus

Refluks (regurgitasi)Resiko ketidak

seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh (3)

Gangguan kenyamanan: nyeri esofagus (4)

Masuk ke saluran nafas atas

Resiko aspirasi (1)

Defisit pengetahuan tentang perawatan

Resiko ketidakefektifan

penatalaksanaan program teraupitik (5)

Mengiritasi mukosa esofagus

Resiko ketidak seimbangan cairan:

kurang dari kebutuhan tubuh (2)

Kesulitan menelan

Page 13: Bab 1 esofagus.doc

2.2.2.6 Diagnosis

Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala

klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan

manometrik.

a. Pemeriksaan Radiologik

Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya

gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat

juga menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior

mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan

pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga

distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta

gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau

esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like

appearanc.

b. Pemeriksaan Esofagoskopi

Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk

semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk

menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya,

untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada

tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak

pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit,

terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari

daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema

dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi

makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan

melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop

dapat masuk ke lambung dengan mudah.

c. Pemeriksaan Manometrik

13

Page 14: Bab 1 esofagus.doc

Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan

melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus.

Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara-

kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan

memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut

atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik

badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan

esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya.

Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan

istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang

khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak

terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi

proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal

atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu

menelan.

2.2.2.7 Penatalaksanaan

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi

peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat

dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan

dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller)

a. Terapi Medikasi

1) Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg

SL atau 10 mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat

sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan

antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter

esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium

channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat

mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah. Namun

demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi

ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang

mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau

pembedahan.

2) Injeksi Botulinum Toksin. Suatu injeksi botulinum toksin

intrasfingter dapat digunakan untuk menghambat pelepasan

asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang

14

Page 15: Bab 1 esofagus.doc

kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara

neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan menggunakan

endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi

yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut

kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-

kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction. Lokasi

penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari

LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam

sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang

dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap

kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1

bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Pneumatic Dilatation

3) Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama

bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian

gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan

serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak.

4) Terapi Bedah

Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication

adalah suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi

ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari

sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung

(2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah

refluks.

2.2.3 Tinjauan Teori Hiatal Hernia

2.2.3.1 Definisi

Suatu herniasi bagian lambung kedalam dada melalui hiatus esofagus diafragma. Terdapat dua jenis hernia hiatus yang sangat berbeda. Bentuk yang paling sering ditemukan adalah hernia hiatus tergelincir (sliding) direck, dimana perbatasan esofagus dan lambung bergeser ke rongga dada, khususnya bila penderita berada dalam posisi berbaring. Kompetensi sfingter esofagus esofagus bagian bawah rusak, mengakibatkan refluks esofagitis. Kelainan ini ering timbul tanpa gejala dan ditemukan secara kebutulan sewaktu dilakukan pemeriksaan untuk menemukan sebab berbagai gangguan epigastrium. Jenis kedua yaitu hernia hiatus menggelinding (rolling) atau hernia paraesofageal, bagian dari fundus lambung menggulung

15

Page 16: Bab 1 esofagus.doc

melewati hiatus, dan perbatasan gastro-esofagus tetap berada dibawah diafragma. Tidak terdapat insufisiensi mekanisme sfingter esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi esofagitis refluks. Komplikasi utamanya adalah strangulasi (Lorraine M.Wilson, 2002).

2.2.3.2 Epidemologi

Angka kejadian hiatus hernia di USA dan juga negara-negara

barat meningkat sesuai umur mulai dari 10% pada usia dibawah 40

tahun (th) sampai 70% pada usia diatas 70th. Sedangkan

berdasarkan penelitian yang dilakukan burkit et al, menerangkan

bahwa kurangnya konsumsi serat dan keadaan kronis konstipasi

menjelaskan hubungan angka kejadian hiatus hernia yang tinggi

dinegara-negara barat (WHO,2008)

2.2.3.3 Etiologi

a. Traumatik manifestasi klinisnya dapat akut, intermediet dan

lambat sampai 2-3 tahun.

b. Non traumatik dapat diakibatkan karena kelemahan otot-otot

hiatus oesofagus yang pada umumnya terjadi pada orang berusia

pertengahan.

c. Predisposisi terjadinya hiatal hernia adalah kelemahan otot-otot

penyusun diafragma, wanita lebih banyak dari laki-laki, kurang

komsumsi serat dalam diet, keadaan konstipasi lama, oesofagitis

kronis yang menybabkan terjadinya pemendekan oesofgus

karena terbentuk fibrosis, kehamilan dan asites.

2.2.3.4 Manisfestasi Klinis

Biasanya pada neonatus terjadi distres pernafasan, infeksi

saluran nafas rekuren, muntah dan sianosis, karena kolapnya paru-

paru yang terkena dan pergeseran struktur mediastinum ke sisi

kontralateral serta terganggunya venous return ke jantung .

Pada dewasa, gejala-gejala gastrointestinal lebih sering tampak,

karena obstruksi sub akut, atau batuk yang persisten dan masalah

16

Page 17: Bab 1 esofagus.doc

saluran nafas. Kadang ditemukan kasus insidental pada laparotomi

atau pemeriksaan CT Scan dan MRI yang dilakukan untuk penyakit

lain.

2.2.3.5 WOC ( Web of Caution )

17

Penyakit otot atau Neurologis

(miastenia grafis, gangguan peredaran darah otak, distropi otot,

polio bulbaris )

Obstruktif atau motorik

( striktura, tumor, keganasan )

Gangguan mekanik Gangguan Obstruktif

Penurunan peristaltik esofagus, disfungsi sfingter atas dan bawah

Penyempitan lumen esofagus

Penurunan volume kapasitas esofagus

Peningkatan resisitensi zat makananan pd proximal dan

distal lumen esofagus

Refluks (regurgitasi)Resiko ketidak

seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh (3)

Gangguan kenyamanan: nyeri esofagus (4)

Masuk ke saluran nafas atas

Resiko aspirasi (1)

Defisit pengetahuan tentang perawatan

Resiko ketidakefektifan

penatalaksanaan program teraupitik (5)

Mengiritasi mukosa esofagus

Resiko ketidak seimbangan cairan:

kurang dari kebutuhan tubuh (2)

Kesulitan menelan

Page 18: Bab 1 esofagus.doc

2.2.3.6 Diagnosis

Pada anak-anak berdasarkan pada pemeriksaan klinis di

mana terdapat abdomen yang scaphoid dan adanya suara usus di

thoraks. Pada center yang maju saat ini telah didiagnosis antenatal

dengan ultrasonografi pada 40-90% kasus. Pada postnatal,

pemeriksaan sinar-X dada sederhana atau jika meragukan dengan

barium meal dan followthrough biasanya dapat untuk diagnostik.

Gambaran khas berupa radiolusensi multipel di dalam dada karena

loop usus yang terisi gas dengan pergeseran mediastinum ke sisi

kontralateral, menimbulkan pola yang kadang-kadang menyerupai

malformasi adenomatoid kistik di paru-paru. Pada dewasa

diagnosis sering salah sampai timbul kecurigaan yang kuat.

Thomas dkk menemukan sekitar 38% pasien hernia Bochdalek

dewasa terjadi misdiagnosis, di mana sering keliru didiagnosis

sebagai efusi pleura, empyema, kista paru-paru dan

pneumothoraks.

Pada dewasa yang asimtomatik diagnosis  biasanya ditemukan

pada pemeriksaan CT Scan atau MRI yang dilakukan untuk

penyakit lain.

2.2.3.7 Penatalaksanaan

Tindakan pembedahan dapat dilakukan baik melalui

pendekatan abdomen maupun thoraks. Pendekatan abdomen

mempunyai keuntungan dapat mengoreksi malrotasi pada saat yang

bersamaan. Lebih mudah menarik organ ke bawah dari pada

mendorong organ ke dalam kavum abdomen yang sempit. Isi hernia

biasanya meliputi usus halus dan sebagian usus besar. Lien juga

sering masuk ke kavum thoraks. Kadang-kadang lobus kiri hepar,

glandula adrenal kiri atau ginjal kiri juga tampak Melalui incisi

18

Page 19: Bab 1 esofagus.doc

subcostal organ abdomen dibebaskan dari rongga thoraks,

menampakkan defek pada diafragma.

2.3 Managemen pasien dengan Ganguan Esofagus dengan pendekatan proses Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Tahap ini merupakan awal dari proses keperawatan. Tahap pengkajian memerlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada tahap ini (S.Suarli,2008).

2.3.1.1 Biodata

Jenis kelamin: Rasio kejadian penyakit ini sama antara laki- laki dengan perempuan.

Usia: penyakit ini lebih banyak diderita oleh golongan usia menengah keatas karena faktor degenerasi sel ( disfugsi otot dan neurologis )

2.3.1.2 Riwayat Penyakit

Keluhan utama

Biasanya keluhan yang paling dominan yaitu Sulit menelan makanan atau makanan terasa tertahan di kerongkongan

Riwayat Penyakit sekarang

Biasanya penderita mulanya mengeluh sulit menelan saat makan atau makanan yang dimakan terasa tertahan di dalam kerongkonngan, terasa seperti terganjal batu pada kerongonanan. Keluhan muncul saat makan,semakin bertambah apabila dibuat makan makanan yang padat dan cair, berkurang apabila diistirahatkan.

Riwayat Penyakit dahulu

Tanyakan pada penderita apakah pernah menderita penyakit yang terkait termasuk penyakit neurologis seperti miestenia gravis, parkinson, CVA, atau riwayat tumor, kanker esofagus.

Riwayat Penyakit keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga klien menderita penyakit menurun (neurologis seperti CVA, parkinson,miestenia gravis )

Riwayat Psikologis

19

Page 20: Bab 1 esofagus.doc

Tanyakan pada penderita bagaimana sikapnya terhadap penyakit yang diderita, tindakan apa yang dilakukan untuk memperoleh kesembuhan, motivasi yang mendorong untuk kesembuhan

Riwayat Religius

Bagaimana pasien memandang penyakit yang diderita berdasarkan nilai yang diajarkan dalam agama, apa yang dilakukan penderita berkaitan dengan daya spiritualitas untuk mendapatkan kesembuhan.

Pola kebiasaan sehari-hari

Pernafasan (Respirasi)

Gejala:

Biasanya tidak mengalami masalah, tapi jika terjadi muntah/ refluk saat tidur dapat meresiko terjadi aspirasi

Gangguan: Resiko terjadi aspirasi

Cardiovaskuler

Gejala:

tidak mengalami gejala yang signifikan dalam hal perubahan nadi, dan tensi

Gangguan: tidak mengalami gangguan

Brain (serebral system)

Gejala:

tidak menunjukkan perubahan gejala yang signifikan pada bentuk pupil, ukuran pupil, kesimetrisan pupil dan refleks cahaya.

Gangguan: tidak mengalami gangguan

Bladder (Genito Urinaria)

Gejala:

Biasanya mengalami gangguan berupa anoreksia akibat regurgitasi cairan atau makanan dari tenggorokan

Gangguan:

Resiko ketidak seimbangan cairan: kurang dari kebutuhan tubuh

Bowel ( Gastrointestinal)

Gejala:

Biasanya klien mengalami gangguan berupa mual muntah saat makan dan terasa panas didada akibat makanan yang tertahan

Gangguan:

20

Page 21: Bab 1 esofagus.doc

Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Musculoskeletal

Gejala:

Tidak menunjukkan kelainan yang signifikan pada tonus otot, kemampuan berdiri dan berjalan

Ganguan: tidak mengalami gangguan

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Adalah Pernyataan yang singkat, jelas dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (S.Suarli,2008).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan esofagus antara lain:

a. Resiko aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

b. Resiko ketidak seimbangan cairan: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

c. Resiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

d. Gangguan kenyamanan: mual atau refluks berhubungan dengan peningkatan retensi makanan pada lumen esofagus

e. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupitik berhubungan dengan defisit perawatan

2.3.3 Rencana asuhan keperawatan

Adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan, untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditentukan (S.Suarli,2008).

2.3.3.1 Resiko aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

a. Karakteristik mayor

Statis makanan dalam rongga mulut, tersedak, batuk setelah asupan makanan/ minuman.

b. Karakteristik minor

Bicara tidak jelas, suara hidung, mengiler, apraksia (ideasional, konstruksional atau visual).

c. Tujuan :

Individu melaporkan perbaikan kemampuan menelan.

21

Page 22: Bab 1 esofagus.doc

d. Indikator :

1) Menggambarkan faktor – faktor penyebab jika diketahui.

2) Menggambarkan rasional dan prosedur untuk pengobatan.

e. Intervensi generik :

1) kurangi kemungkinan aspirasi dengan Duduk tegak ( 600

sampai 900) di kursi atau menjuntaikan kaki pada sisi tempat tidur jika mungkin ( sangga dengan bantal jika perlu), Ambil posisi 10 sampai 15 menit sebelum makan dan pertahankan posisi selama 10 sampai 15 menit etelah makan selesai

Rasional: perubahan posisi yang tidak fasiologis menimbulkan refluks ke saluran nafas yang dapat menyebabkan pneumonia aspirasi atau sumbatan jalan nafas

2) Bantu individu menggerakkan bolus makanan dari bagian anterior mulut ke bagian posterior. Tempatkan makanan pada bagian posterior mulut tempat penelanan dipastikan dapat terjadi.

Rasional: fisiologis pencernaan makanan, setelah dicerna makanan mengalir dari aterior ke posterior faring ke esofagus

3) Beri makanan dengan lambat pastikan gigitan sebelumnya telah ditelan.

Rasional: pemberian makanan bertahap dapat lebih mengefektifkan kerja dari organ penernaan dalam mencerna makanan

2.3.3.2 Resiko ketidak seimbangan cairan: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

a. Karakteristik mayor:

1) Ketidak cukupan asupan cairan oral

2) Keseimbangan negatif antara asupan dan haluaran

3) Penurunan berat badan

4) Kulit/membran mukosa kering

b. Karakteristik minor:

1) Peningkatan natrium serum

2) Penurunan haluaran urine atau haluaran urine berlebihan

3) Urine memekat atau sering berkemih

22

Page 23: Bab 1 esofagus.doc

4) Penurunan turgor kulit

5) Haus, mual anoreksi

c. Tujuan :

Individu mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal

d. Indikator:

1) Meningkatkan asupan cairan sesuai usia dan kebutuhan metabolik

2) Mengidentifikasi faktor resiko defisit cairan dan menyebutkan kebutuhan peningkatan cairan sesuai indikasi

Rasional: defisit cairan intraseluler dapat berdampak pada perubahan fungsi biokimia dan fisiologis sel yang berakhir pada kematian sel

3) Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi

Rasional: penurunan turgor, rasa haus berlebih, mukosa yang kering indikator dehidrasi sel

e. Intervensi generik:

1) Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri cairan kesukaan dalam batasan diet

Rasional: lebih mengoptimalkan jumlah intake nutrsi yang masuk ke sistem pencernaan

2) Pantau asupan ; pastikan sedikitnya 1500 mL cairan per oral setiap 24 jam

Rasional: kesesuaian antara asupan dan kebutuhan metabolilk dapat menciptakan balance energi / keseimbangan proses perpindahan/metabolisme energi

3) Pantau haluaran ; pastikan sedikitnya 1000-1500 mL /24 jam. Pantau adanya penurunan berat jenis urine.

Rasional: haluaran berlebih, penurunan BJ urine indikator dehidrasi primer sel

4) Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, pada waktu yang sama.

23

Page 24: Bab 1 esofagus.doc

Rasional: Penurunan berat badan 2%- 4% menunjukkan dehidrasi ringan, penurunan berat badan 5%-9% menunjukkan dehidrasi sedang.

5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian cairan perhari sesuai kebutuhan kalori dan kondisi pasien.

Rasional : kebutuhan maintenen cairan perhari 50cc/kg untuk menjaga keseimbangan distribusi antar kompartemen cairan tubuh

2.3.3.3 Resiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan, regurgitasi

a. Kiteria Mayor

Kebutuhan metabolik aktual atau potensial dengan asupan yang lebih.

b. Kriteria Minor

1) Berat badan 10% sampai 20%atau lebih di bawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.

2) Lipatan kulit trisep, lingkaran lengan tengah, dan lingkaran otot lengan tengah kurang dari 60% standar pengukuran

3) Kelemahan otot dan nyeritekan

4) Peka rangsang mental dan kekacauan mental

5) Penurunan albumin serum

6) Penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan-besi

c. Tujuan :

Individu makan makanan bergizi tiap hari dalam kaitannya dengan tingkat aktivitasnya dan kebutuhan metabolik.

d. Indikator :

1) Menyebutkan pentingnya nutrisi yag baik.

2) Mengidentifikasi asupan harian.

3) Menyebutkan metode peningkatan nafsu makan.

e. Intervensi Generik :

1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistik dan adekuat.

Rasional: mengoptimalkan total nutrisi yanng dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuh

24

Page 25: Bab 1 esofagus.doc

2) Timbang berat badansetiap hari.

Rasional: kehilangan BB 2% secara signifikan perhari menunjukkan tanda gangguan nutrisi

3) Beri jenis makanan yang cocok untuk klien

Rasional: makanan lunak, rendah serat dan lemak adalah makanan yang cepat dicerna dan cepat masuk ke sistem pencernaan

4) Sajikan makanan selagi hangat

Rasional: dapat menambah nafsu makan

5) Beri dorongan individu untuk makan sedikit demi sedikit, dan berhenti jika mual, muntah

Rasional: mengoptimalkan makanan yang masuk, memberi jeda waktu organ yang bermasalah untuk beristirahat

6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi

Rasional: multivitamin dapat menambah kekurangan zat gizi yang larut dalam makanan, dan pemberian metoklorpamid dapat merelaksasikan otot esofagus dan lambung sehingga dapat mencegah refluks

2.3.3.4 Gangguan kenyamanan: mual atau refluks berhubungan dengan peningkatan retensi makanan pada lumen esofagus

a. Karakteristik :

Biasanya mendahului muntah, tetapi mungkin dialami setelah muntah atau ketika muntah tidak terjadi, pucat, kulit dingin dan basah, peningkatan saliva, takikardia, statis lambung, diare, disertai dengan gerakan menelan yang dipengaruhi oleh otot skelet, mengeluh mual atau enek lambung.

b. Tujuan:

Individu melaporkan penurunan mual, makanan tidak terasa tertahan di dada

c. Indikator:

Menyebutkan makanan atau minuman yang tidak meningkatkan mual, Menggambarkan faktor-faktor yang meningkatkan mual.

d. Intervensi:

1) Jelaskan penyebab mual

25

Page 26: Bab 1 esofagus.doc

Rasional: mual disebabkan karena peningkatan retensi makanan pada lumen esofagus

2) Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering

Rasional: mengurangi resiko retensi makanan yang berlebihan di lumen esofagus

3) Dorong pasien untuk istirahat pada posisi semi-fowler

Rasional: melancarkan aliran makanan dari atas ke bawah

4) Ajarkan teknik untuk mengurangi mual

Rasional: makan sedikit-sedikit berhenti jika mual, kunyah makanan hingga halus dan beri minum sedikit dapat melancarkan aliran makanan ke bawah

2.3.3.5 Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupitik berhubungan dengan defisit perawatan

a. Kriteria mayor :

1) Mengungkapkan keinginan untuk mengatasi pengobatan penyakit dan pencegahan akibat penyakit tersebut

2) Mengungkapkan kesulitan dengan pengaturan/integrasi salah satu atau lebih aturan yang diharuskan untuk pengobatan penyakit dan efek atau pencegahan komplikasi

b. Kriteria minor:

Percepatan dari gejala penyakit, Mengungkapkan bahwa tidak mencakupkan program pengobatan dalam rutinitas sehari-hari dan bahwa tidak melakukan tindakan mengurangi faktor resiko kemajuan penyakit dan gejala sisanya

c. Tujuan:

Individu atau keluarga mengungkapkan maksud untuk mmelakukan perilaku kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi

d. Indikator:

1) Mengungkapkan ansietas berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidak tahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol, atau kesalahan konsepsi

26

Page 27: Bab 1 esofagus.doc

2) Menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau kontrol gejala.

e. Intervensi generik:

1) Identifikasi faktor penyebab atau penunjang yang menghalangi penatalaksanaan yang efektif: Kurang percaya, kurang percaya diri, kurang pengetahuan, Kurang sumber daya

Rasional: dengan mengetahui idikatornya, dapat menilai status kemampuan dalam perawatan diri

2) Bangun rasa percaya diri dan kemajuan diri yang positif

Rasional: dengan membantu menggali potensi diri dapat membangun rasa percaya diri

3) Gali dengan individu tentang penata laksanaan masalah yaang telah berhasil pada masa lalu

Rasional: untuk mempercepat pelatalaksanaan lanjutan

4) Jelaskan dan bicarakan: Proses penyakit, Program pengobatan, Rasional aturan, Pengharapan,Efek samping regimen, Perubahan gaya hidup yang diperlukan, Metode untuk memantau kondisi, perawatan lanjutan yang diperlukan, sumberdaya dan dukungan yang tersedia, perubahan lingkungan rumah yang diperlukan

Rasional: dengan mengetahui metode peraawatan dapat lebih mengoptimalkan efektifitas penatalaksanaan perawatan klien

2.3.4 Implementasi keperawatan

Adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (S.Suarli,2008).

2.3.5 Evaluasi keperawatan

Adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan (S.Suarli,2008).

27

Page 28: Bab 1 esofagus.doc

Bab 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Esofagus merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan bagian atas. Esofagus berfungsi menghantarkan makanan dari faring menuju Lambung, tanpa melalui esofagus makanan tidak bisa masuk ke dalam lambung untuk selanjutnya dicerna menjadi bahan dasar untuk digunakan dalam metabolisme energi.

Dalam beberapa kasus, esofagus dapat mengalami gangguan baik itu berupa gangguan mekanis yang disebabkan karena disfungsi otot, syaraf atau bisa juga disebabkan karena adanya sumbatan yang mempersempit lumen esofagus dan dapat menghalangi kelancaran proses perpindahan makanan dari faring ke lambung. Ketiga gangguan fungsi esofagus tersebut dikenal dengan Dysphagia, achalasia, dan hiatal hernia.

Masalah keperawatan yang diakibatnya dari ketiga penyakit ini yaitu berupa resiko terjadinya aspirasi karena muntah yang terjadi menjelang tidur atau ketika tubuh dalam kondisi berbaring, resiko kekurangan cairan karena gangguan menelan, dan lamanya pengosongan makanan pada esofagus karena hambatan tadi, resiko kekurangan nutrisi karena muntah dan lamanya retensi makanan pada lumen esofagus, gangguan rasa nyaman karena gangguan menelan dan dada terasa panas karena terisi penuh oleh makanan, dan ketidak efektifan penatalaksanaan perawatan karena rendahnya pengetahuan penderita tentang perawatan penyakit. Untuk mengatasi masalah itu diperlukan prioritas penatalaksanaan yang adekuat dan secara konprehensif demi mendukung kesembuhan penderita.

3.2 Saran

Bagi para pembaca, kami selaku penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam kesempurnaan makalah ini baik dari segi penulisan, penempatan kata yang cocok, isi yang masih kurang praktis dan lain-lain,untuk itu kami mohon saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

28

Page 29: Bab 1 esofagus.doc

Daftar Pustaka

Lorraine M.Wilson, 2002. Patofisilogi dan pendekatan klinis proses penyakit. Jakarta: EGC. Hal: 357-360.

Dadang makmur. Managemen of Dysphagia disease. Gastroentrology, and hepatology 2001; 21-27

Ali I, Akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 3. Jakarta: balai penerbit FKUI;2001.hal 105

Lynda Juall carpenito-moyet, 2007. Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.

S.Suarti, 2008. Managemen keperawatan dengan pendektan praktis. Jakarta: Erlangga. Hal:102-109

29