Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

41
L.H. Wiryanto 1 TOPIK I Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial L.H. Wiryanto FMIPA-ITB Jalan Ganesha 10 Bandung-Indonesia e-mail: [email protected] 1.1. Pengantar Pada bagian ini diperkenalkan persamaan diferensial parsial linear yang banyak dijumpai dalam mempelajari masalah-masalah teknik. Adapun persamaan diferen- sial parsial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial dari fungsi dua atau lebih variabel. Secara umum persamaan diferensial parsial berben- tuk F (x, t, u, u x ,u t ,u xx ,u xt ,u tt , ···)=0 dengan u = u(x, t) sebagai fungsi yang tidak diketahui, dan menjadi permasala- han di sini bagaimana menentukan u tersebut. Akan tetapi, mengingat luasnya cakupan persamaan diferensial yang ada, pada matakuliah ini hanya ditinjau dua macam persamaan untuk memberikan garis besar penurunan model persamaan sam- pai mendapatkan penyelesaiannya. Persamaan tersebut terkait dengan persamaan perambatan gelombang dan persamaan perambatan panas satu dimensi. Sedangkan metoda penyelesaian yang diperkenalkan adalah metoda pemisah peubah. Mengingat keterkaitannya metoda ini dengan persamaan diferensial bi- asa dan deret Fourier, pembahasan akan diberikan dengan meninjau kembali secara sepintar tentang persamaan diferensial biasa, dan deret Fourier akan diperkenalkan di dalam membahas persamaan diferensial parsial untuk dapat lebih memahami sesuai keperluannya. 1.2. Persamaan Diferensial Biasa Dalam menggunakan metoda pemisah peubah pada persamaan diferensial par- sial, persamaan diubah menjadi persamaan diferensial biasa linear orde 2 dengan kooefisien konstan berbentuk y ′′ + ay + by =0 (1)

description

Bahan kuliah Mata Kuliah Matematika Teknik II

Transcript of Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

Page 1: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 1

TOPIK I

Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto

FMIPA-ITB

Jalan Ganesha 10 Bandung-Indonesia

e-mail: [email protected]

1.1. Pengantar

Pada bagian ini diperkenalkan persamaan diferensial parsial linear yang banyak

dijumpai dalam mempelajari masalah-masalah teknik. Adapun persamaan diferen-

sial parsial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial dari

fungsi dua atau lebih variabel. Secara umum persamaan diferensial parsial berben-

tuk

F (x, t, u, ux, ut, uxx, uxt, utt, · · ·) = 0

dengan u = u(x, t) sebagai fungsi yang tidak diketahui, dan menjadi permasala-

han di sini bagaimana menentukan u tersebut. Akan tetapi, mengingat luasnya

cakupan persamaan diferensial yang ada, pada matakuliah ini hanya ditinjau dua

macam persamaan untuk memberikan garis besar penurunan model persamaan sam-

pai mendapatkan penyelesaiannya. Persamaan tersebut terkait dengan persamaan

perambatan gelombang dan persamaan perambatan panas satu dimensi.

Sedangkan metoda penyelesaian yang diperkenalkan adalah metoda pemisah

peubah. Mengingat keterkaitannya metoda ini dengan persamaan diferensial bi-

asa dan deret Fourier, pembahasan akan diberikan dengan meninjau kembali secara

sepintar tentang persamaan diferensial biasa, dan deret Fourier akan diperkenalkan

di dalam membahas persamaan diferensial parsial untuk dapat lebih memahami

sesuai keperluannya.

1.2. Persamaan Diferensial Biasa

Dalam menggunakan metoda pemisah peubah pada persamaan diferensial par-

sial, persamaan diubah menjadi persamaan diferensial biasa linear orde 2 dengan

kooefisien konstan berbentuk

y′′ + ay′ + by = 0 (1)

Page 2: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

2 Matematka Teknik II

dengan a dan b konstan.

Penyelesaian persamaan (1) diperoleh dengan memisalkannya dengan y = exp(λt).

Hal ini dapat dilakukan karena persamaan (1) dapat difaktorkan menjadi persamaan

order 1, dan persamaan tersebut mempunyai jawab dalam bentuk eksponen. Selan-

jutnya masalah di sini adalah menentukan λ yang memenuhi agar permisalan bentuk

eksponen di atas sebagai jawab (1).

Untuk menentukan λ kita substitusi permisalan di atas ke persamaan (1). Tu-

runan dari y = exp(λt) adalah

y′ = λeλt

y′′ = λ2eλt(2)

dan persamaan (1) menjadi

(λ2 + aλ + b)eλt = 0 (3)

Karena eλt > 0, λ dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan kwadrat dalam

bentuk

λ =−a ±

√a2 − 4b

2(4)

Masing-masing nilai λ berpadanan dengan satu jawab persamaan (1), dan karena

persamaan yang dihadapi adalah linear maka kombinasi linear dari jawab juga meru-

pakan jawab persamaan (1). Dengan penjelasan ini, terdapat 3 macam jawab (1)

yang bergantung pada akar (4) yang diperoleh.

1. Kasus a2 − 4b > 0

Terdapat dua akar riil dari (4), sebut λ1 dan λ2. Dua jawab terkait λ tersebut

adalah y = eλ1t dan y = eλ2t. Oleh karena itu kombinasi dari keduanya,

sebagai jawab (1)

y(t) = C1eλ1t + C2e

λ2t (5)

dimana C1 dan C2 adalah konstan sembarang yang dapat ditentukan dari

syarat awal atau batas yang mengikuti persamaan (1).

2. Kasus a2 − 4b < 0

Terdapat dua akar kompleks (konjugate) dari (4) berbentuk λ1 = α + iβ

dan λ1 = α − iβ dengan α = −a/2 dan β =√

4b − a2/2 masing-masing

riil. Dua jawab terkait akar di sini adalah y = e(α+iβ)t dan y = e(α−iβ)t yang

masing-masing dapat diuraikan dalam bentuk perkalian eksponen-cosinus dan

eksponen-sinus; karena eiβt = cos βt+i sin βt. Penggabungan keduanya, karena

keduanya bebas linear, menjadi jawab (1)

y(t) = eαt(C1 cos αt + C2 sin αt) (6)

Page 3: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 3

3. Kasus a2 − 4b = 0

Kedua akar (4) adalah sama, sehingga hanya terdapat satu jawab y = eλt

dari (1). Sedangkan persamaan diferensial yang dihadapi di sini adalah orde

2 yang secara intuitif diselesaikan dengan melakukan dua kali integrasi dan

memberikan dua konstanta integrasi (pada kedua kasus di atas dinyatakan

dengan C1 dan C2 sebagai pengikat dua jawab yang diperoleh). Untuk men-

gatasi hal ini, perlu menentukan jawab kedua yang bebas linear dari yang

sudah ada. Ini dapat dilakukan dengan mengalikan jawab yang ada dengan t,

yaitu y = te−at/2. Oleh karena itu, jawab untuk kasus ini adalah

y(t) = (C1 + C2t)eλt (7)

Contoh 1.1.

1. Tentukan jawab dari y′′ + y′ − 2y = 0

Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial

λ2 + λ − 2 = 0

Akar dari persamaan tersebut λ = 1 dan λ = −2. Sesuai kasus pertama,

diperoleh dua akar real yang berbeda, jawab persamaan diferensial

y(t) = c1et + c2e

−2t

2. Tentukan jawab dari y′′ + 4y′ + 13y = 0

Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial

λ2 + 4λ + 13 = 0

Akar dari persamaan tersebut λ = −2 + 3i dan λ = −2 − 3i Sesuai kasus

kedua, diperoleh dua akar kompleks sekawan, jawab persamaan diferensial

y(t) = e−2t (c1 cos 3t + c2 sin 3t)

Page 4: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

4 Matematka Teknik II

3. Tentukan jawab dari y′′ − 4y′ + 4y = 0

Jawab. Persamaan kwadrat yang berpadanan dengan persamaan diferensial

λ2 − 4λ + 4 = 0

hanya mempunyai satu akar λ = −2. Sehingga jawab persamaan diferensial

di atas

y(t) = e−2t (c1 + c2t)

1.3. Persamaan Gelombang

Kita tinjau suatu dawai panjang L yang direntang dan kedua ujungnya diikat.

Pada awalnya dawai ditarik pada suatu titik, dan kemudian dilepas. Bila kita per-

hatikan dawai tersebut akan bergetar. Pengamatan pada satu titik akan tampak

naik-turun dengan berubahnya waktu. Pola yang sama terjadi pada titik yang lain.

Oleh karena itu, bila kita gunakan x menyatakan jarak posisi dawai dari ujung

kiri dan u menyatakan simpangan dawai dari keadaan setimbang, dalam hal ini

datar, maka getaran dawai dapat dinyatakan sebagai u = u(x, t), lihat Gambar 1a.

Masalah selanjtnya adalah berapa nilai u untuk x dan t yang diberikan.

Figure 1: (a) Sketsa getaran dawai. (b) Sketsa sepenggal dawai dengan gaya tegang

pada kedua ujungnya

Model persamaan getaran dawai diturunkan dengan meninjau sepenggal dawai

seperti diberikan pada Gambar 1(b). Pada saat bergetar kedua ujung bekerja gaya

Page 5: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 5

tegang T1 di titik P dan gaya T2 di ujung lainnya Q. Dari arah getarannya, setiap

titik pada dawai hanya bergerak naik-turun, tidak ada gerakan secara horizontal.

Oleh karena itu proyeksi kedua gaya tegang berlaku

• Secara horizontal terjadi kesetimbangan: T1 cos α = T2 cos β, dan selanjutnya

kita sebut T .

• Secara vertikal berlaku hukum Newton, jumlah gaya dalam arah ini sama

dengan massa dikali percepatan

T2 sin β − T1 sin α = ρ△x∂2u

∂t2(8)

Di sini dawai ditinjau sebagi benda berdimensi satu (hanya mempunyai di-

mensi panjang) dan panjangnya △x, sehingga massanya dinyatakan sebagai

rapat massa ρ, dalam hal ini diasumsikan homogen, dikali panjangnya.

Persamaan kesetimbangan gaya vertikal (8) tidak berubah bila tiap sukunya

dibagi dengan bilangan yang sama. Agar bermanfaat, bilangan tersebut adalah be-

sarnya gaya tegang horizontal, dan digunakan notasi yang sesuai untuk tiap sukunya,

yaituT2 sin β

T2 cos β− T1 sin α

T1 sin α=

ρ△x

T

∂2u

∂t2(9)

Setelah dilakukan penyederhanaan dan menyatakan pembangian sinus terhadap cos-

inus sebagai kemiringan dari kurva dawai, yang dapat dinyatakan sebagi turunan u

terhadap x pada titik di mana sudutnya berada. Secara matematis dituliskan

sin β

cos β=

∂u

∂x

x+△x

sin α

cos α=

∂u

∂x

x

Sehingga (9) menjadi∂u∂x

x+△x− ∂u

∂x

x

△x=

ρ

T

∂2u

∂t2(10)

Dengan mengambil △x → 0 ruas kiri dari (10) menjadi turunan dari ∂u∂x

terhadap

x, sedangkan ruas kanan tidak berubah karena tidak mengandung △x. Oleh karena

itu (10) menjadi

C2 ∂2u

∂x2=

∂2u

∂t2(11)

Page 6: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

6 Matematka Teknik II

dengan C2 = T/ρ sebagai konstanta yang terkait dengan sifat fisis dari dawai yang

digunakan.

Persamaan (11) merupakan persamaan diferensial parsial yang merepresentasikan

simpangan partikel dawai (naik-turun) diukur dari keadaan setimbang. Akan tetapi

bila kita amati, pada media dawai tersebut tampak adanya gerakan secara hori-

zontal dengan bertambahnya waktu, sebagai perambatan gelombang yang ada pada

dawai tersebut. Dengan pengertian fisis ini, persamaan (11) selanjutnya dikenal

sebagai persamaan perambatan gelombang. Perambatan gelombang ini akan lebih

jelas setelah kita mendapatkan jawab dari persamaan tersebut.

1.4. Metoda Pemisah Peubah

Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan (11)

adalah metoda pemisah peubah. u(x, t) yang memenuhi persamaam (11) dimisalkan

sebagai perkalian antara dua fungsi yang masing-masing hanya merupakan fungsi

dari satu variabel x saja dan t saja; dan diperlukan dua syarat batas dan dua syarat

awal. Secara intuitif persamaan (11) memuat turunan kedua dari x dan turunan

kedua dari t. Untuk menyelesaikan persamaan tersebut diperlukan 4 kali integrasi

yang masing-masing memberikan satu konstanta integrasi, yang dapat ditentukan

dengan menggunakan 4 syarat di atas, sesuai integral yang dilakukan, 2 integral

terhadap x dan 2 terhadap t.

Pada masalah getaran dawai dua syarat batas diperoleh terkait dengan kondisi

fisis yang ada, yaitu kedua ujung diikat

u(0, t) = 0 u(L, t) = 0. (12)

Sedangkan terkait dengan variabel waktu t, dawai awalnya ditarik yang dapat diny-

atakan secara umum sebagai

u(x, 0) = f(x)

∂u

∂t(x, 0) = g(x)

(13)

Syarat pertama pada (13) secara fisis menyatakan simpangan awal dan syarat kedua

menyatakan kecepatan awal sepanjang dawai.

Sekarang kita selesaikan persamaan (11) dengan menyatakan

u(x, t) = F (x)G(t) (14)

Page 7: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 7

sesuai pemisah peubah. Dalam fungsi F dan G persamaan (11) menjadi dua per-

samaan diferensial biasa yang diturunkan sebagai berikut

• Turunan parsial u terhadap x dan terhadap t menjadi

∂2u

∂x2= F ′′(x)G(t),

∂2u

∂t2= F (x)G′′(t)

• Substitusi turunan di atas ke persamaan (11)

F (x)G′′(t) = C2F ′′(x)G(t)

⇔ G′′(t)

C2G(t)=

F ′′(x)

F (x)(= Konstan)

Ruas kiri dari baris kedua merupakan fungsi t sedangkan ruas berikutnya

hanya fungsi x saja, dan keduanya mempunyai nilai yang sama untuk semua

nilai x dan t. Hal ini terjadi hanya mungkin kalau masing-masing berupa

konstan, sebut K, seperti dituliskan dalam kurung.

• Dengan menggunakan syarat batas

u(0, t) = F (0)G(t) = 0 → F (0) = 0

u(L, t) = F (L)G(t) = 0 → F (L) = 0

• Dua persamaan diferensial biasa yang terkait:

F ′′ − KF = 0, F (0) = F (L) = 0

G′′ − KC2G = 0

(15)

Selanjutnya persamaan diferensial dari F di (15) diselesaikan, tetapi jawab yang

diperoleh masih belum spesifik karena nilai K belum diketahui. Perlu ditinjau 3

jenis nilai K

• Dengan K = 0 persamaan di (15) menjadi F ′′ = 0 yang dapat diselesaikan

dengan mengintegralkan dua kali terhadap x dan menghasilkan F (x) = ax+b,

dengan a dan b konstan. Selanjutnya syarat batas dari F digunakan, yang

memberikan a = 0 b = 0. Hal ini tidak diharapkan karena akan memberikan

jawab F (x) = 0 yang juga memberikan jawab trivial pada u(x, t), artinya

dawai tidak bergetar.

Page 8: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

8 Matematka Teknik II

• Misalkan K > 0 yang dinyatakan K = µ2. Persamaan dari F memberikan

jawab dalam bentuk eksponen F (x) = aeµx + be−µx, dan syarat batas yang

ada memberikan a = 0 b = 0. Sama seperti sebelumnya.

• Misalkan K < 0 yang dinyatakan K = −p2. Persamaan dari F memberikan

jawab dalam bentuk trigonometri F (x) = a cos px + b sin px. Selanjutnya kita

terapkan syarat batas, yang memberikan a = 0 dan F (L) = b sin pL = 0. Agar

jawab yang diperoleh tidak trivial, maka haruslah pL = nπ dengan n bulat.

Sehingga diperoleh banyak jawab, bergantung nilai n yang digunakan. Untuk

menuliskan jawab-jawab tersebut kita gunakan notasi (indek) n pada F , yaitu

Fn(x) = b sinnπ

Lx

Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan persamaan dari G pada (15). Dengan

menggunakan nilai K yang sudah diperoleh, yaitu K = −n2π2/L2, persamaan yang

dihadapi adalah

G′′ + C2n2π2

L2G = 0

Untuk setiap n diperoleh

Gn(t) = α cos λnt + β sin λnt (16)

dengan λn = Cnπ/L, dan

un(x, t) = Fn(x)Gn(t)

Karena persamaan diferensial yang kita hadapi adalah linear dan homogen, maka

himpunan fungsi un(x, t) membangun jawab dari persamaan dalam bentuk kombi-

nasi linearnya, yaitu

u(x, t) =∞∑

n=1

cnun(x, t)

=∞∑

n=1

(An cos λnt + Bn sin λnt) sinnπ

Lx

(17)

An dan Bn merupakan gabungan semua konstanta yang ada pada Fn(x), Gn(t), dan

cn pada saat melakukan kombinasi linear.

Sebagai catatan, dalam mendapatkan jawab (17) diperkenalkan notasi λn dan

un(x, t), yang dikenal sebagai nilaieigen dan fungsieigen.

Langkah selanjutnya adalah menentukan An dan Bn pada (17). Kita dapat

gunakan syarat awal (13).

Page 9: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 9

1. Simpangan awal memberikan

∞∑

n=1

An sinnπ

Lx = f(x) (18)

2. Kecepatan awal memberikan

∂u

∂t=

∞∑

n=1

(−λnAn sin λnt + λnBn cos λnt) sinnπ

Lx

Pada saat t = 0∞∑

n=1

λnBn sinnπ

Lx = g(x) (19)

Sampai di sini kita mendapatkan dua persamaan (18) dan (19) terkait dengan An dan

Bn, tetapi persamaan tersebut tidak secara langsung dapat diselesaikan. Pengertian

deret Fourier diperlukan untuk menyelesaikannya, yang akan dibahas pada sub bab

selanjutnya.

Metoda pemisah peubah (variable) dapat juga diguanakan pada persamaan difer-

ensial seperti di bawah. Gunakan sebagai latihan untuk menyelesaikan persamaan.

1. ux + uy = 0

2. ux − yuy = 0

3. uxy − u = 0

4. ux + uy = 2(x + y)u

Dari persamaan getaran dawai

utt = c2uxx

• Bila tahanan udara dilibatkan, gaya redam sebanding dengan kecepatan ut,

maka persamaan menjadi

utt − c2uxx + rut = 0

dengan konstanta pembanding r.

• Jika terdapat gaya elastis, yang sebanding dengan simpangan, maka per-

samaan menjadi

utt − c2uxx + ku = 0

dengan konstanta pembanding untuk gaya elastis k.

Page 10: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

10 Matematka Teknik II

• Jika ada gaya luar yang dilibatkan dalam getaran, maka persamaan menjadi

tak homogen

utt − c2uxx = f(x, t)

untuk gaya luar f .

Gunakan metoda pemisah variable untuk menentukan solusi persamaan getaran

di atas (yang homogen) pada kedua ujung terikat.

1.5. Deret Fourier

Sebelum menyelesaikan persamaan (18) dan (19), pada bagian ini dibahas lebih

dahulu deret Fourier yang mendasarinya. Di sini dikenalkan fungsi periodik dan

sifatnya sebagai berikut.

• y = f(x) dikatakan periodik jika terdefini pada seluruh bilangan riil, dan

terdapat suatu bilangan positip p sehingga berlaku f(x+ p) = f(x). Bilangan

p tersebut dinamakan perioda dari f .

• Dari definisi fungsi periodik berlaku bila f periodik dengan perioda p maka

f(x + 2p) = f(x + p + p) = f(x + p) = f(x)

Jadi 2p juga perioda, begitu juga dengan 3p, 4p, · · · , np, · · · untuk n bulat.

• Perioda terkecil dari fungsi periodik dinamakan perioda dasar.

• Kombinasi linear dari beberapa fungsi periodik juga periodik

f(x) = f(x + p), g(x) = g(x + p) → h(x) = αf(x) + βg(x) = h(x + p)

• Secara natural fungsi periodik dijumpai pada fungsi trigonometri seperti f(x) =

sin mx dan juga g(x) = cos mx untuk m ∈ R. Kedua fungsi mempunyai peri-

oda p = 2π/m, yang dapat diperoleh dengan

f(x + p) = sin m(x + p) = sin(mx + mp) = sin mx = f(x) ⇔ mp = 2π

Oleh karena itu 22π/m, 32π/m, · · · juga perioda dari f dan g.

Page 11: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 11

• Tinjau perioda dari fungsi sinus dan cosinus di atas untuk m bulat

m = 1 : 2π, 4π, 6π, · · · untuk sin t dan cos t

m = 2 : π, 2π, 3π, · · · untuk sin 2t dan cos 2t

m = 3 :2π

3,

3,

3, · · · untuk sin 3t dan cos 3t

......

...

Bila dikombinasikan∞∑

m=1

am cos mx + bm sin mx

mempunyai perioda 2π, karena setiap baris di atas memuat angka 2π dan

kelipatannya, sehingga perioda dasarnya adalah 2π.

• Sebagai hal khusus fungsi konstan f(x) = a0 dapat dikelompokkan dalam

fungsi periodik yang tidak memiliki perioda dasar, tetapi semua angka adalah

periodanya. Sehingga

a0 +∞∑

m=1

am cos mx + bm sin mx (20)

tetap mempunyai perioda dasar 2π.

Dari deret (20) timbul pertanyaan: dapatkah digunakan untuk merepresentasikan

fungsi, bagaimana bentuk fungsinya dan bagaimana nilai koefisien di (20).

Untuk menjawabnya, andaikan f(x) adalah fungsi yang dimaksud

f(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos mx + bm sin mx (21)

Kesamaan ini mengharuskan f bersifat periodik dengan perioda yang sama den-

gan ruas kanan, yaitu 2π. Selanjutnya cukup kita tinjau pada selang satu perioda

[−π, π], dan integralkan kedua ruas pada selang tersebut∫ π

−πf(x)dx =

∫ π

−πa0dx +

∞∑

m=1

∫ π

−πam cos mx + bm sin mxdx

menghasilkan

a0 =1

∫ π

−πf(x)dx (22)

Proses pengintegralan seperti di atas dapat dilakukan lagi tetapi sebelumnya

kedua ruas dikali dengan cosinus atau sinus agar diperoleh hanya satu suku saja

pada ruas kanannya, setelah diintegralkan, dengan mengingat

∫ π

−πsin mx sin nxdx =

0, untuk m 6= n

π, untuk m = n

Page 12: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

12 Matematka Teknik II

∫ π

−πcos mx cos nxdx =

0, untuk m 6= n

π, untuk m = n∫ π

−πsin mx cos nxdx = 0;

∫ π

−πsin mxdx = 0;

∫ π

−πcos mxdx = 0.

Jadi untuk mendapatkan a20 persamaan (21) harus dikalikan dengan cos 20x dan di-

integralkan pada [−π, π], begitu juga untuk mendapatkan b7 persamaan (21) harus

dikalikan dengan sin 7x dan diintegralkan pada [−π, π]. Secara umum, untuk men-

dapatkan an dilakukan perhitungan integral∫ π

−πf(x) cos nxdx =

∫ π

−πa0 cos nxdx

+∞∑

m=1

∫ π

−π(am cos mx + bm sin mx) cos nxdx

= anπ

Jadi diperoleh

am =1

π

∫ π

−πf(x) cos mxdx. (23)

Dengan cara serupa bn diperoleh

bm =1

π

∫ π

−πf(x) sin mxdx. (24)

Oleh karenanya, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi periodik f(x) dengan pe-

rioda 2π dan kontinu bagian demi bagian dapat dinyatakan sebagai deret Fourier

(21) dengan koefisiennya dihitung menggunakan (22), (23) dan (24).

Contoh 1.1.

Tentukan uraian deret Fourier dari

f(x) =

−1, −π < x < 0

1, 0 < x < π, f(x + 2π) = f(x)

Jawab:

Pada soal diberikan fungsi periodik f dengan perioda 2π dan diberikan rumusan

fungsinya pada selang [−π, π]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan

persamaan (21)-(24). Deret Fourier dari f adalah

f(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos mx + bm sin mx

Page 13: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 13

dengan

a0 =1

∫ π

−πf(x)dx

=1

(∫ 0

−π−dx +

∫ π

0dx)

= 0

am =1

π

∫ π

−πf(x) cos mxdx

=1

π

(∫ 0

−π− cos mxdx +

∫ π

0cos mxdx

)

= 0

bm =1

π

∫ π

−πf(x) sin mxdx

=1

π

(∫ 0

−π− sin mxdx +

∫ π

0sin mxdx

)

=2

πm(1 − cos mπ)

Untuk beberapa m diperoleh b1 = 4/π, b2 = 0, b3 = 4/(3π), b4 = 0, b5 = 4/(5π) dan

seterusnya. Jadi fungsi di atas dapat dinyatakan dalam deret (3 suku pertama tak

nol)

f(x) =4

πsin x +

4

3πsin 3x +

4

5πsin 5x + · · ·

Plot dari fungsi tangga semula dan uraian Fourier-nya ditampilkan pada Gambar 2,

dengan kurva berlenggok menggambarkan uraian Fourier. Bila jumlah suku dari

deretnya diperpanjang akan diperoleh kurva hampiran yang lebih mendekati ke

fungsi tangga.

Bila diperhatikan suku-suku yang ada pada deret di atas, koefisien dari sin mx

makin mengecil dengan bertambahnya m, berbanding terbalik dengan m. Dalam

perhitungan kita dapat mengamati seberapa besar kontribusi suku tersebut dalam

penjumlahan suku-suku didepannya. Bila sudah relative cukup kecil, misalnya di-

batasi dengan perhitungan sampai 3 desimal, suku tersebut dan selanjutnya dapat

diabaikan.

Dari uraian deret di atas kita dapat menggunakan untuk menghitung deret bi-

langan. Misalnya kita hitung untuk x = π/2 pada f(x) diperoleh f(π/2) = 1 dan

Page 14: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

14 Matematka Teknik II

Figure 2: Plot dari f(x) dan uraian 3 suku pertama tak nol dari deret Fourier-nya

pada selang [−π, π]

pada deret menghasilkan4

π

(

1 − 1

3+

1

5− · · ·

)

.

Pada deret tak hingga kedua bilangan haruslah sama, sehingga diperoleh

π = 4(

1 − 1

3+

1

5− · · ·

)

sebagai nilai konvergensi dari deret di ruas kanan.

Sering kali fungsi yang dihadapi mempunyai perioda bukan p = 2π, tetapi secara

umum p = 2L. Uraian deret yang sudah dibicarakan sebelumnya menjadi tidak

dapat digunakan, tetapi dapat digunakan sebagi batu loncatan untuk mendapatkan

rumusan deret Fourier perioda p = 2L, yaitu lakukan transformasi linear sebagai

berikut:

1. Diberikan g(x) fungsi dengan perioda p = 2L, dan diketahui rumusan fungsi

pada selang [−L, L].

2. Secara linear fungsi tersebut dapat ditransformasi menjadi f(ξ) yang juga

periodik tetapi mempunyai perioda p = 2π dan dapat diperoleh rumusan

fungsinya pada selang [−π, π]. Hubungan x dan ξ adalah x = Lξ/π, yang

diperoleh dari x = −L dipetakan ke ξ = −π dan x = L dipetakan ke ξ = π.

3. Deret Fourier dari f(ξ) adalah

f(ξ) = a0 +∞∑

m=1

am cos mξ + bm sin mξ

Page 15: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 15

Bila ξ dinyatakan ke x maka diperoleh

f(πx/L) = g(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos mπx/L + bm sin mπx/L (25)

sebagai uraian deret Fourier dari g(x).

4. Rumusan menghitung koefisien dihubungkan dengan g(x)

a0 =1

∫ π

−πf(ξ)dξ

=1

∫ L

−Lf(πx/L)(π/L)dx

setelah dilakukan subsitusi x = Lξ/π pada integral, dan selanjutnya dapat

ditulis

a0 =1

2L

∫ L

−Lg(x)dx. (26)

Dengan cara yang sama

am =1

π

∫ π

−πf(ξ) cosmξdξ

=1

π

∫ L

−Lf(πx/L) cos(mπ/L)x(π/L)dx.

Sehingga diperoleh

am =1

L

∫ L

−Lg(x) cos(mπ/L)xdx, (27)

sama halnya

bm =1

L

∫ L

−Lg(x) sin(mπ/L)xdx, (28)

untuk m = 1, 2, · · ·.

Selanjutnya (25)-(28) dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan deret

Fourier fungsi, karena perioda p = 2π merupakan hal khusus dari perioda p = 2L.

Contoh 1.2.

Tentukan uraian deret Fourier dari

g(x) =

−1, −3 < x < 0

x, 0 < x < 3, g(x + 6) = g(x)

Page 16: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

16 Matematka Teknik II

Jawab:

Pada soal diberikan fungsi periodik g dengan perioda 6 dan diberikan rumusan

fungsinya pada selang [−3, 3]. Uraian deret Fourier diperoleh dengan menggunakan

persamaan (25)-(28). Deret Fourier dari g adalah

g(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos mπx/3 + bm sin mπx/3

dengan

a0 =1

6

∫ 3

−3g(x)dx =

1

4

am =1

3

∫ 3

−3g(x) cos(mπx/3)dx =

3 cos mπ + 2mπ sin mπ − 3

n2π2

bm =1

3

∫ 3

−3g(x) sin(mπx/3)dx =

−3 sin(mπ) + 4mπ cos(mπ) − mπ

n2π2.

Untuk melihat beberapa suku dari deret tersebut dapat dihitung koefisien sinus dan

cosinusnya dengan rumusan di atas dengan memasukkan beberapa nilai m. Sehingga

diperoleh

g(x) =1

4− 6

π2cos(

π

3x) +

5

πsin(

π

3x) − 3

2πsin(

3x)

− 2

3π2cos(πx) +

5

3πsin(πx) + · · ·

Plot dari g(x) dan deretnya, dihitung sampai m = 20, ditampilkan pada Gambar

3. Di sini plot memberikan ilustrasi uraian deret, yang dihitung menggunakan ru-

mus pada selang [−L, L], dapat digunakan sebagai hampiran dari fungsi g. Dari

hasil perhitungan integral, besarnya koefisien am dan bm sebanding dengan 1/m2.

Sehingga bila dilakukan perhitungan pada deret sampai m = 20, kesalahan yang

terjadi sekitar 0.0025.

Sering kali dalam perhitungan kita berhadapan dengan fungsi periodik yang

ganjil atau genap. Jika hal ini terjadi kita dapat terbantu dalam perhitungan am

atau bm, karena untuk fungsi ganjil inetegral (27) akan bernilai nol, sedangkan untuk

fungsi genap integral (28) yang bernilai nol, mengingat cosinus merupakan fungsi

genap dan sinus adalah fungsi ganjil. Sehingga kita tidak perlu menghitung am atau

bm, sesuai fungsi yang hendak diuraikan.

Fungsi f pada contoh 1.1 merupakan fungsi ganjil. Menurut uraian di atas kita

cukup menghitung bm saja karena suku konstan dan cosinus tidak akan muncul

Page 17: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 17

Figure 3: Plot dari g(x) dan deretnya yang dihitung sampai m = 20.

(perhitungan a0 dan am akan bernilai nol), dan ini sesuai dengan hasil pada contoh

1.1 di atas. Karena suku-suku deret yang muncul hanya sinus saja, maka deret

tersebut dinamakan deret Fourier sinus, begitu juga sebaliknya untuk fungsi genap

akan memberikan deret Fourier cosinus.

Contoh 1.3.

Tentukan deret Fourier dari

g(x) =

x + 1, −1 < x < 0

1 − x, 0 < x < 1, g(x + 2) = g(x)

Jawab:

g merupakan fungsi genap, karena untuk x ∈ (0, 1) diperoleh hasil g(−x) = g(x)

atau dapat diperiksa dengan menggambarnya, kurva di sebelah kanan sumbu tegak

simetri dengan kurva di sebelah kirinya. Oleh karena itu dalam menentukan deret

Fouriernya, cukup dihitung

a0 =1

2

∫ 1

−1g(x)dx =

1

2

(∫ 0

−1x + 1dx +

∫ 1

01 − xdx

)

=1

2

am =1

1

∫ 1

−1g(x) cos(mπx)dx

=∫ 0

−1(x + 1) cos(mπx)dx +

∫ 1

0(1 − x) cos(mπx)dx

=−2(−1 + cos(mπ))

n2π2.

Page 18: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

18 Matematka Teknik II

Deret Fourier dari g (3 suku pertama tak nol) adalah

g(x) =1

2+

4

π2cos(πx) +

4

9π2cos(3πx) + · · ·

Masalah lain yang dapat kita jumpai adalah fungsi periodik dengan rumusan

yang diberikan bukan pada selang simetri [−L, L], tetapi pada selang [0, 2L] atau

lebih umum [c, c+2L] untuk sembarang bilangan c. Untuk menentukan uraian deret

Fouriernya ada dua cara yang dapat dilakukan.

1. Ditentukan rumus fungsi pada selang [−L, L] dan selanjutnya digunakan ru-

mus (25)-(28).

2. Menentukan lebih dahulu rumusan deret untuk selang [0, 2L] atau [c, c + 2L].

Pembahasan di sini diberikan untuk cara kedua, sedangkan cara pertama akan

diberikan melalui contoh. Untuk itu kita perhatikan fungsi periodik f(x) dengan

perioda p = 2L dan diberikan rumusan fungsinya pada selang [0, 2L]. Deret Fourier

dari f adalah sama seperti pada rumusan fungsi pada selang [−L, L] (25)-(28),

tetapi integral pada a0, am dan bm harus disesuaikan dengan rumusan fungsi yang

ada, yaitu

a0 =1

2L

∫ L

−Lf(x)dx

=1

2L

(

∫ 0

−Lf(x)dx +

∫ L

0f(x)dx

)

integral dipecah menjadi

dua subselang

=1

2L

(

∫ 2L

Lf(ξ − 2L)dξ +

∫ L

0f(x)dx

)

integral pertama

disubstitusi dengan ξ = x + 2L

=1

2L

(

∫ 2L

Lf(ξ)dξ +

∫ L

0f(x)dξ

)

digunakan sifat periodik

f(ξ − 2L) = f(ξ).

Dengan menggabungkan kembali kedua integral diperoleh

a0 =1

2L

∫ 2L

0f(x)dx (29)

Page 19: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 19

Perhitungan koefisien a0 dapat dilakukan sesuai selang dimana rumusan fungsi f

diberikan. Hal ini akan lebih mudah dikerjakan dibandingkan cara pertama.

Selanjutnya kita lihat rumusan untuk menghitung am. Kita mulai dari (27)

untuk selang [−L, L] dan mengikuti proses pada a0

am =1

L

∫ L

−Lf(x) cos(mπx/L)dx

=1

L

(

∫ 0

−Lf(x) cos(mπx/L)dx +

∫ L

0f(x) cos(mπx/L)dx

)

integral dipecah menjadi dua subselang

=1

L

(

∫ 2L

Lf(ξ − 2L) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dξ +

∫ L

0f(x) cos(mπ(ξ − 2L)/L)dx

)

integral pertama disubstitusi dengan ξ = x + 2L

=1

2L

(

∫ 2L

Lf(ξ) cos(mπξ/L)dξ +

∫ L

0f(x) cos(mπξ/L)dξ

)

digunakan sifat periodik dari cosinus dan f(ξ − 2L) = f(ξ)

Dengan menggabungkan kembali kedua integral diperoleh

am =1

2L

∫ 2L

0f(x) cos(mπx/L)dx. (30)

Sama halnya untuk bm, untuk fungsi f yang diberikan rumusannya pada selang

[0, 2L] perhitungan dapat dilakukan dengan

bm =1

2L

∫ 2L

0f(x) sin(mπx/L)dx. (31)

Untuk rumusan fungsi pada selang [c, c + 2L], penurunan di atas dapat diikuti den-

gan memecah integral [−L, L] menjadi [−L, c]⋃

[c, L] lebih dahulu, baru kemudian

dilakukan pergeseran. Sebagai hasil, rumus perhitungan koefisien menjadi

a0 =1

2L

∫ c+2L

cf(x)dx

am =1

L

∫ c+2L

cf(x) cos(mπx/L)dx

bm =1

L

∫ c+2L

cf(x) sin(mπx/L)dx

(32)

Page 20: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

20 Matematka Teknik II

Contoh 1.4.

Tentukan deret Fourier dari

f(x) = x, 0 < x < π, dan f(x + π) = f(x)

Jawab:

f merupakan fungsi periodik dengan perioda p = π atau L = π/2, dan diketahui

rumusan fungsi pada selang (0, π). Kita akan memberikan jawab soal di atas dengan

dua cara seperti disebutkan di atas.

• Rumusan fungsi pada selang (−π/2, π/2) adalah

f(x) =

x + π, −π/2 < x < 0

x, 0 < x < π/2

Rumusan fungsi ini dapat diperoleh secara geometri, dengan membuat gambar

fungsi pada selang (0, π) dan pergeserannya sebesar π ke kiri, lihat Gambar 4.

Pada selang (0, π/2) rumusan fungsinya sama seperti yang diketahui, sedan-

gkan pada selang (−π/2, 0) fungsi berupa garis yang melalui titik (−π/2, π/2)

dan (0, π). Dengan menggunakan persamaan garis diperoleh f(x) = x + π.

Selanjutnya kita tentukan deret Fourier dari f (bukan fungsi ganjil maupun

bukan genap) yang berbentuk (gunakan L = π/2 pada (25))

f(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos 2mx + bm sin 2mx

Page 21: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 21

dengan a0, am, bm dihitung menggunakan (26)-(28), yaitu

a0 =1

π

∫ π/2

−π/2f(x)dx =

1

π

(

∫ 0

−π/2x + πdx +

∫ π/2

0xdx

)

2

am =2

π

∫ π/2

−π/2f(x) cos(2mx)dx

=2

π

(

∫ 0

−π/2(x + π) cos(2mx)dx +

∫ π/2

0x cos(2mx)dx

)

=sin(nπ)

n

bm =2

π

∫ π/2

−π/2f(x) sin(2mx)dx

=2

π

(

∫ 0

−π/2(x + π) sin(2mx)dx +

∫ π/2

0x sin(2mx)dx

)

=nπ − sin(nπ)

n2π.

Figure 4: (a) Gambar fungsi periodik f pada selang dua perioda. (b) Plot f dan

deret Fourier-nya.

Selanjutnya dihitung untuk beberapa nilai m, dan digunakan sebagi koefisien

deret

f(x) =π

2− sin(2x) − 1

2sin(4x) − 1

3sin(6x) − · · ·

• Cara kedua adalah menentukan deret (25) dengan menggunakan (29)-(31).

Page 22: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

22 Matematka Teknik II

Dari f pada selang (0, π)

a0 =1

π

∫ π

0f(x)dx

=1

π

∫ π

0xdx =

π

2

am =2

π

∫ π

0f(x) cos(2mx)dx

=2

π

∫ π/2

−π/2x cos(2mx)dx

=cos2(mπ) − 1 + 2mπ sin(mπ) cos(nπ)

n2π

bm =2

π

∫ π

0f(x) sin(2mx)dx

=2

π

∫ π

0x sin(2mx)dx

= −− sin(mπ) cos(mπ) + 2mπ cos2(mπ) − mπ

m2π

untuk beberapa nilai m diperoleh hasil yang sama seperti cara pertama, se-

hingga deretnya

f(x) =π

2− sin(2x) − 1

2sin(4x) − 1

3sin(6x) − · · ·

Contoh 1.5.

Tentukan deret Fourier dari

f(x) = x, −1 < x < 3, dan f(x + 4) = f(x)

Jawab:

Pada contoh di sini diberikan fungsi periodik dengan perioda p = 4 dan diberikan

rumusan fungsi pada selang [−1, 3] (tidak simetri terhadap sumbu tegak). Kita

dapat menentukan koefisien deret Fourier (25) menggunakan (32) dengan c = −1,

Page 23: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 23

L = 2

a0 =1

4

∫ 3

−1xdx = 2

am =1

2

∫ 3

−1x cos(mπx/2)dx

= −−2 cos(3mπ/2) + 2 cos(mπ/2) + mπ sin(mπ/2) − 3mπ sin(3mπ/2)

m2π2

bm =1

2

∫ 3

−1x sin(mπx/2)dx

= −−2 sin(3mπ/2) − 2 sin(mπ/2) + mπ cos(mπ/2) + 3mπ cos(3mπ/2)

m2π2

Deret Fourier (beberapa suku tak nol) diperoleh setelah kita menghitung am dan

bm untuk beberpa nilai m pada hasil integral di atas, hasilnya

f(x) = 2 − 4

πcos(πx/2) +

2

πsin(πx) +

4

3πcos(3πx/2) + · · ·

Pada persamaan gelombang, kita menjumpai bentuk deret (18)

∞∑

n=1

An sinnπ

Lx = f(x)

dengan f secara fisis menyatakan simpangan yang hanya terdefinisi pada selang

[0, L]. Ini berbeda dengan apa yang telah kita bahas selama ini pada deret Fourier

dengan f merupakan fungsi periodik. Untuk dapat menggunakan deret Fourier,

fungsi f pada (18) harus diperluas menjadi fungsi periodik (pada selang (−∞,∞)).

Kasus (18) jenis perluasannya berupa fungsi ganjil, karena deret di ruas kiri berupa

deret sinus (ganjil).

Pada bagian berikut ini akan dibahas cara memperluas fungsi untuk dapat

menentukan deret Fourier-nya. Kita mulai dengan diberikannya fungsi f(x) yang

terdefinisi pada selang [0, L].

1. Untuk menentukan deret Fourier dari f , lebih dahulu kita bentuk fungsi peri-

odik G(x) sebagai perluasan dari f . Ada tiga macam fungsi perluasan

Page 24: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

24 Matematka Teknik II

(a) Perluasan ganjil diperoleh dengan membentuk

G(x) =

f(x), untuk 0 < x < L

−f(−x), untuk −L < x < 0G(x + 2L) = G(x)

Secara geometri fungsi G pada selang (−L, 0) merupakan pencerminan

fungsi pada selang (0, L), yaitu f sendiri, terhadap titik pusat O, dan G

mempunyai perioda p = 2L.

(b) Perluasan genap diperoleh dengan membentuk

G(x) =

f(x), untuk 0 < x < L

f(−x), untuk −L < x < 0G(x + 2L) = G(x)

Secara geometri fungsi G pada selang (−L, 0) merupakan pencerminan

fungsi pada selang (0, L), yaitu f sendiri, terhadap sumbu tegak x = 0,

dan G mempunyai perioda p = 2L.

(c) Perluasan umum diperoleh dengan membentuk

G(x) = f(x), untuk 0 < x < L, dan G(x+L)=G(x)

Secara geometri fungsi G merupakan pengulangan fungsi f dengan pe-

rioda p = L. Kurva f dicopy dan ditempelkan di sebelah (kiri maupun

kanan) kurva semula, sehingga diperoleh fungsi G yang berperioda beda

dengan dua perluasan sebelumnya.

2. Selanjutnya deret Fourier dari G atau f pada selang [0, L] berbentuk

G(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos(2mπx/p) + bm sin(2mπx/p)

p menyatakan perioda dari G dan koefisiennya dihitung menggunakan (32)

dengan menyesuaikan c dan fungsinya

(a) Untuk G ganjil

Page 25: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 25

a0 =1

2L

∫ L

−LG(x)dx

=1

2L

(

∫ 0

−LG(x)dx +

∫ L

0G(x)dx

)

= 0

kedua integral hanya berbeda tanda karena G ganjil

am =1

L

∫ L

−LG(x) cos(mπx/L)dx = 0

alasan sama seperti a0, G(x) cos(mπx/L) fungsi ganjil

bm =1

L

∫ L

−LG(x) sin(mπx/L)dx

=2

L

∫ L

0G(x) sin(mπx/L)dx

G(x) sin(mπx/L) fungsi genap

=2

L

∫ L

0f(x) sin(mπx/L)dx

pada selang [0, L], G(x) = f(x)

(b) Untuk G genap

a0 =1

2L

∫ L

−LG(x)dx =

1

L

∫ L

0f(x)dx

alasan G genap dan pada selang [0, L] G(x) = f(x)

am =1

L

∫ L

−LG(x) cos(mπx/L)dx =

2

L

∫ L

0G(x) cos(mπx/L)dx

G(x) cos(mπx/L) fungsi genap

=2

L

∫ L

0f(x) cos(mπx/L)dx

pada selang [0, L], G(x) = f(x)

bm =1

L

∫ L

−LG(x) sin(mπx/L)dx = 0

G(x) sin(mπx/L) fungsi ganjil

(c) Untuk G umum (tidak ganjil atu genap) dengan perioda p = L

Page 26: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

26 Matematka Teknik II

a0 =1

L

∫ L

0G(x)dx =

1

L

∫ L

0f(x)dx

pada selang [0, L], G(x) = f(x)

am =2

L

∫ L

0G(x) cos(2mπx/L)dx

=2

L

∫ L

0f(x) cos(2mπx/L)dx

G(x) = f(x) pada selang [0, L]

bm =2

L

∫ L

0G(x) sin(mπx/L)dx

=2

L

∫ L

0f(x) sin(mπx/L)dx

G(x) = f(x) pada selang [0, L]

3. Dilihat dari rumus perhitungan koefisien, semuanya dapat dinyatakan dalam

integral f(x) pada selang [0, L], begitu juga dengan deret Fourier-nya untuk

selang [0, L], sedangkan G hanya sebagai batu loncatan untuk menjelaskan

keperiodikan fungsi. Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bila diberikan

fungsi f yang terdefinisi pada selang [0, L], maka dapat dibentuk 3 macam

deret Fourier sinus, cosinus dan lengkap.

Contoh 1.6.

Diberikan

f(x) =

1, untuk 0 < x < 2

3 − x, untuk 2 < x < 4

1. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan genap,

kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].

2. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik dan ganjil,

kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].

3. Tulisakan rumus fungsi perluasan dari f yang bersifat periodik (dengan peri-

odam p = 4), kemudian gambarkan pada selang [−4, 8].

Page 27: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 27

Jawab:

1. Misal fungsi perluasan yang dimaksud adalah G(x). Fungsi tersebut mempun-

yai perioda p = 8, dan rumusannya

G(x) =

f(x) , untuk 0 < x < 4

f(−x) , untuk −4 < x < 0G(x + 8) = G(x)

=

1 , 0 < x < 2

3 − x , 2 < x < 4

1 , −2 < x < 0

3 + x , −4 < x < −2

Urutan x perlu disusun dari kecil ke besar agar mudah dilihat

G(x) =

3 + x , −4 < x < −2

1 , −2 < x < 0⋃

0 < x < 2

3 − x , 2 < x < 4

G(x + 8) = G(x)

Gambar dari G sebagai perluasan genap dari f pada selang [−4, 8] diberikan

pada Gambar 5 a.

Figure 5: (a) Gambar fungsi G sebagai perluasan genap dari f (b) perluasan ganjil

(c) perluasan dari f dengan perioda p = 4.

Page 28: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

28 Matematka Teknik II

2. Perluasan fungsi ganjil

G(x) =

f(x) , untuk 0 < x < 4

−f(−x) , untuk −4 < x < 0G(x + 8) = G(x)

=

1 , 0 < x < 2

3 − x , 2 < x < 4

−1 , −2 < x < 0

−(3 + x) , −4 < x < −2

Urutan x perlu disusun dari kecil ke besar agar mudah dilihat

G(x) =

−(3 + x) , −4 < x < −2

−1 , −2 < x < 0

1 , 0 < x < 2

3 − x , 2 < x < 4

G(x + 8) = G(x)

Gambar dari G sebagai perluasan ganjil dari f pada selang [−4, 8] diberikan

pada Gambar 5 b.

3. Fungsi periodik dari f

G(x) = f(x) untuk 0 < x < 4, G(x + 4) = G(x)

=

1 , 0 < x < 2

3 − x , 2 < x < 4

Gambar dari fungsi periodik sebagai perluasan dari f diberikan pada Gambar

5 c.

Contoh 1.7.

Tentukan 3 macam deret Fourier dari

f(x) =

0, untuk 0 < x < 1

x − 1, untuk 1 < x < 2

Jawab:

1. Deret cosinus dari f diperoleh melalui perluasan genap (L = 2) dan

f(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos(mπx/2)

Page 29: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 29

dengan

a0 =1

2

∫ 2

0f(x)dx =

1

2

∫ 2

1x − 1dx =

1

4

am =2

2

∫ 2

0f(x) cos(mπx/2)dx

=∫ 2

1(x − 1) cos(mπx/2)dx

= −2−2 cos(mπ) + 2 cos(mπ/2) − mπ sin(mπ)

m2π2

Jadi deret cosinusnya

f(x) =1

4− 4

π2cos(πx/2) +

2

π2cos(πx) − 4

9π2cos(3πx/2) + · · ·

2. Deret sinus dari f diperoleh melalui perluasan ganjil (L = 2) dan

f(x) =∞∑

m=1

bm sin(mπx/2)

dengan

bm =2

2

∫ 2

0f(x) sin(mπx/2)dx

=∫ 2

1(x − 1) sin(mπx/2)dx

= −2−2 sin(mπ) + 2 sin(mπ/2) + mπ cos(mπ)

n2π2

Jadi deret sinusnya

f(x) =2(−2 + π)

π2sin(πx/2) − 1

πsin(πx) +

2(2 + 3π)

9π2sin(3πx/2) + · · ·

3. Deret lengkap fari f diperoleh melalui perluasan fungsi dengan perioda p = 2

dan

f(x) = a0 +∞∑

m=1

am cos(mπx) + bm sin(mπx)

Page 30: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

30 Matematka Teknik II

dengan

a0 =1

2

∫ 2

0f(x)dx =

1

2

∫ 2

1x − 1dx =

1

4

am =∫ 2

0f(x) cos(mπx)dx

=∫ 2

1(x − 1) cos(mπx)dx

=2 cos2(mπ) − 1 − cos(mπ) + 2mπ sin(mπ)

m2π2

bm =∫ 2

0f(x) sin(mπx)dx

=∫ 2

1(x − 1) sin(mπx)dx

= −−2 sin(mπ) cos(mπ) + sin(mπ) + 2mπ cos2(mπ) − mπ

m2π2

Jadi deret lengkap dari f

f(x) =1

4+

2

π2cos(πx) − 1

πsin(πx) − 1

2πsin(2πx) + · · ·

1.6. Penyelesaian Model Getaran Dawai

Pada sub bab 1.4. telah dibahas persamaan getaran dawai berbentuk persamaan

diferensial parsial orde 2 linear diikuti 2 syarat batas dan 2 syarat awal. Pem-

bahasan terpotong karena tidak tersedianya alat untuk menyelesaikan persamaan

terkait dengan syarat awal. Setelah mengenal deret Fourier, kita meneruskan pem-

bahasan model yang ada dengan memberikan besaran fisisnya.

Model dengan Syarat Awal 1

Kita tinjau dawai panjang L = 5 satuan yang direntang dan kedua ujung diikat.

Pada x = 1, sebagai jarak dari ujung kiri, dawai ditarik ke atas setinggi 0.1 dan

Page 31: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 31

dilepas, sehingga simpangan awalnya berbentuk fungsi

u(x, 0) = f(x) =

0.1x, 0 ≤ x ≤ 1

−0.025x + 0.125, 1 ≤ x ≤ 5

dan tanpa kecepatan awal atau

∂u

∂t(x, 0) = g(x) = 0.

Sedangkan dawai terbuat dari bahan yang memberikan rapat massa ρ dan tegangan

T sehingga C2 = T/ρ = 0.25. Pertanyaan yang ingin kita jawab adalah simpangan

dawai setiap saat.

Model persamaan

∂2u

∂t2= 0.25

∂2u

∂x2, untuk 0 < x < 5, t > 0

besarta syarat batas

u(0, t) = 0, u(L, t) = 0

memberikan, lihat (17),

u(x, t) =∞∑

n=1

(An cos λnt + Bn sin λnt) sinnπ

5x

dengan λn(:= Cnπ/L) = 0.5nπ/5

Selanjutnya simpangan awal memberikan hubungan u(x, 0) = f(x) atau

∞∑

n=1

An sinnπ

5x = f(x).

Bentuk terakhir ini mengatakan bahwa f dinyatakan sebagai deret Fourier sinus.

Hubungan antara f dan koefisien An diberikan oleh, lihat pembahasan tentang

perluasan ganjil,

An =2

L

∫ L

0f(x) sin(nπx/L)dx

=2

5

(∫ 1

00.1x sin(nπx/5)dx+ =

∫ 5

1(−0.025x + 0.125) sin(nπx/5)dx

)

= −sin(nπ) − 5 sin(nπ/5)

4n2π2

Page 32: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

32 Matematka Teknik II

Untuk beberapa nilai n A1 = 0.0744, A2 = 0.0301, A3 = 0.0134 dan seterusnya.

Untuk menggunakan kecepatan awal, lebih dahulu dihitung

∂u

∂t=

∞∑

n=1

λn (−An sin λnt + Bn cos λnt) sinnπ

5x

kemudian pada saat t = 0 diketahui kecepatan awal bernilai nol, sehingga

∂u

∂t(x, 0) =

∞∑

n=1

λnBn sinnπ

5x = 0 ⇔ Bn = 0

untuk semua n. Jadi simpangan dawai

u(x, t) = 0.0744 cos(0.1πt) sin(0.2πx) + 0.0301 cos(0.2πt) sin(0.4πx)

+0.0134 cos(0.3πt) sin(0.3πx) + · · ·

Model dengan Syarat Awal 2

Pada bagian ini kita bahas penyelesaian persamaan diferensial parsial seperti se-

belumnya, persamaan getaran dawai, dengan menggunakan syarat awal yang berbeda.

Secara ringkas kita tuliskan model yang hendak diselesaikan sebagai

∂2u

∂t2=

∂2u

∂x2

u(0, t) = u(4, t) = 0, untuk t > 0

u(x, 0) = sin(πx/2), untuk 0 ≤ x ≤ 4

∂u

∂t(x, 0) = 0, untuk 0 ≤ x ≤ 4.

Persamaan diferensial dengan syarat batas di atas memberikan jawab

u(x, t) =∞∑

n=1

(An cos λnt + Bn sin λnt) sinnπ

4x

dengan λn = nπ/4. Kemudian dengan menggunakan syarat kecepatan awal

∂u

∂t(x, 0) = 0,

Page 33: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 33

seperti pada bagian sebelumnya, diperoleh Bn = 0 untuk semua n, sehingga tinggal

menentukan An menggunakan simpangan awal,

∞∑

n=1

An sinnπ

4x = sin(πx/2).

Koefisien pada ruas kiri lebih mudah ditentukan dengan meninjau suku demi suku

dari pada menggunakan deret Fourier, yaitu tuliskan hubungan tersebut menjadi

A1 sin1π

4x + A2 sin

4x + A3 sin

4x + · · · = sin(πx/2),

⇔ A1 sin1π

4x + (A2 − 1) sin

π

2x + A3 sin

4x + · · · = 0

Karena {sin π4x, sin π

2x, sin 3π

4x, · · ·} merupakan fungsi-fungsi yang bebas linear, tiap

fungsi tidak dapat dinyatakan sebagai kelipatan yang lain, maka tiap koefisien-nya

harus bernilai nol. Jadi diperoleh

An =

0, n 6= 2

1, n = 2

Oleh karena itu

u(x, t) = cosπ

2t sin

π

2x

=1

2

[

sinπ

2(x + t) + sin

π

2(x − t)

]

Penulisan dalam penjumlahan dua sinusoida akan lebih memudahkan melihat per-

ambatan gelombang yang terjadi, yaitu adanya dua arah penjalaran gelombang, ke

kiri dan ke kanan, dengan bertambahnya waktu t.

1.7. Perambatan Panas pada Batang

Persamaan diferensial parsial jenis kedua yang ditinjau merupakan persamaan per-

ambatan panas. Kita misalkan u(x, y, z, t) merupakan temperatur pada benda (3 di-

mensi) dan H(t) merupakan panas (heat) dalam kalori yang dimuat benda. Hubun-

gan panas dan temperatur adalah: panas merupakan massa dikali temperatur dan

kapsitas panas benda. Pada benda dengan daerah D berlaku

H(t) =∫ ∫ ∫

Dcρudxdydz

Page 34: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

34 Matematka Teknik II

dengan c menyatakan kapasitas panas dan ρ merupakan rapat massa benda. Pe-

rubahan panasdH

dt=∫ ∫ ∫

Dcρutdxdydz

Sedangkan menurut hukum Fourier: panas mengalir dari panas daerah ke dingin

sebanding dengan gradien temperatur. Tetapi panas tidak dapat hilang dari daerah

D kecuali keluar lewat batas, sesuai hukum kekekalan energi. Oleh karena itu pe-

rubahan energi panas di D sama dengan fluk panas yang melintasi batas,

dH

dt=∫ ∫

∂Dκ(n̄ · ∇u)dS

dengan κ faktor pembanding berupa konduktivitas panas. Selanjutnya dengan

menggunakan toerema divergensi integral, kedua integral memberikan

∫ ∫ ∫

Dcρutdxdydz =

∫ ∫ ∫

D∇ · (κ∇u)dxdydz

⇔ cρ∂u

∂t= ∇ · (κ∇u)

Persamaan terakhir dikenal sebagai persamaan panas. Untuk c, ρ dan κ konstan

persamaan menjadi lebih sederhana

∂u

∂t= C2

(

∂2u

∂x2+

∂2u

∂y2+

∂2u

∂z2

)

dengan C2 = κ/(cρ) disebut difusi panas.

Sekarang kita tinjau perambatan panas dalam 1 dimensi. Secara fisis diberikan

batang yang panjangnya L dan mempunyai temperatur yang tidak merata. Panas

akan merambat mengikuti persamaan

∂u

∂t= C2 ∂2u

∂x2(33)

u menyatakan temperatur batang pada posisi x, sebagai jarak yang diukur dari

ujung kiri, dan waktu t.

Syarat batas nol

Seperti pada getaran dawai, untuk menyelesaikan persamaan (33) diperlukan

syarat awal dan batas. Kita meninjau lebih dahulu bentuk

Page 35: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 35

1. Temperatur kedua ujung batang dipertahankan konstan. Sebagai misal

u(0, t) = 0 = u(L, t) (34)

2. Pada awalnya distribusi temperatur diketahui

u(x, 0) = f(x) (35)

Di sini diberikan 2 syarat batas terkait dengan x, dan 1 syarat awal terkait dengan

t; yang berbeda pada persamaan getaran dawai. Hal ini dapat dijelaskan secara

sederhana dengan melihat persamaan yang hendak diselesaikan, yaitu memuat tu-

runan kedua terhadap x dan turunan pertama terhadap t. Oleh karena itu untuk

menyelesaikannya diperlukan 3 kali integral, yang menghasilkan 3 konstanta inte-

grasi. Konstanta ini dapat ditentukan dengan menggunakan syarat yang sesuai

dengan variabel pengintegralannya.

Jawab persamaan (33) diperoleh dengan menggunakan metoda pemisah peubah,

dengan memisalkan u sebagai perkalian antara fungsi dari peubah x dan fungsi dari

peubah t, yaitu u(x, t) = F (x)G(t). Selanjutnya kita ikuti langkah-langkah berikut,

serupa dengan menyelesaikan persamaan gelombang.

• Turunan u terhadap x dan juga terhadap t

∂u

∂t= F (x)G′(t)

∂2u

∂x2= F ′′(x)G(t)

Substitusikan keduanya pada (33) menghasilkan

F (x)G′(t) = C2F ′′(x)G(t)

⇔ G′(t)

C2G(t)=

F ′′(x)

F (x)= K(onstant)

⇔F ′′(x) − KF (x) = 0

G′(t) − C2KG(t) = 0

Page 36: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

36 Matematka Teknik II

• Syarat batas (34)

u(0, t) = F (0)G(t) = 0

u(L, t) = F (L)G(t) = 0

⇒ F (0) = 0

F (L) = 0

• Jawab tak trivial (tak nol) dari F terjadi pada K = −p2 negative

F ′′(x) + p2F (x) = 0 ⇒ F (x) = a cos px + b sin px

F (0) = 0 menghasilkan a = 0, dan F (L) = 0 memberikan jawab tak trivial

jika sin pL = 0 ⇔ pL = nπ untuk n = 1, 2, · · ·. Sehingga diperoleh

Fn(x) = sinnπ

Lx

• Pada persamaan G

G′(t) + C2 n2π2

L2G(t) = 0

menghasilkan

Gn(t) = e−λ2nt

dengan λn = Cnπ/L sebagai nilaieigen.

• Fungsieigen

un(x, t) := Gn(t)Fn(x) = e−λ2nt sin

Lx

• Jawab dari (33) sebagai kombinasi linear dari fungsieigen

u(x, t) =∞∑

n=1

Ane−λ2nt sin

Lx (36)

• Syarat awal digunakan untuk menentukan An

u(x, 0) =∞∑

n=1

An sinnπ

Lx = f(x)

Deret Fourier sinus memberikan rumusan untuk menghitung An, yaitu

An =2

L

∫ L

0f(x) sin

Lxdx (37)

Page 37: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 37

Contoh 1.8.

Dua batang baja masing-masing mempunyai panjang L1 = 2 dan L2 = 4. Pada

awalnya batang 1 mempunyai temperatur nol (sepanjang batang) dan batang ke-

dua mempunyai temperatur linear terhadap posisi, dari 2000 ke 0. Jika batang

1 disambungkan dengan batang ke 2 pada temperatur tingginya dan ujung lainnya

dipertahankan nol, tentukan temperatur batang gabungan setiap saat. Difusi termal

kedua batang C2 = 0.01.

Jawab:

Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung

kiri dari batang 1 dan t mentakan waktu. Model perambatan panas berupa per-

samaan diferensial parsial (33)

∂u

∂t= 0.01

∂2u

∂x2

dengan syarat batas

u(0, t) = u(5, t) = 0

dan syarat awal

u(x, 0) = f(x) =

0, 0 < x < 2

300 − 50x, 2 < x < 6.

Persamaan diferensial dan syarat batas memberikan jawab seperti (36)

u(x, t) =∞∑

n=1

Ane−λ2nt sin

6x

dengan λn = 0.1nπ/6. Selanjutnya syarat awal yang ada memberikan persamaan

∞∑

n=1

An sinnπ

6x = f(x).

Dengan menggunakan deret Fourier sinus, sebagai perluasan setengah selang dari f ,

An dapat diperoleh melalui integral

An =2

6

∫ 6

0f(x) sin

6xdx

=1

3

∫ 6

2(300 − 50x) sin

6xdx

= 200−3 sin(nπ) + 2π cos(nπ/3) + 3 sin(nπ/3)

n2π2

Page 38: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

38 Matematka Teknik II

Untuk beberapa nilai n A1 = 116.2860, A2 = −18.7114, A3 = −42.4201 dan seterus-

nya, sehingga temperatur batang setiap saat

u(x, t) = 116.2860e−λ2

1t sin

π

6x+−18.7114e−λ2

2t sin

6x+−42.4201e−λ2

3t sin

6x+ · · ·

Secara fisis, temperatur batang kedua akan menurun, sedangkan batang pertama

bertambah; dan kemudian bersama-sama akan berkurang, karena kedua ujungnya

tetap dipertahankan nol. Formulasi matematik dari persamaan diferensial di sini

juga memberikan karakter perubahan yang sama dan u → 0 untuk t → ∞.

Contoh 1.9.

Diberikan dua batang yang masing-masing mempunyai panjang L1 = 2, L2 = 4

meter dan temperatur u1 = 100oC, u2 = 1000oC. Keduanya ditempelkan sehingga

terjadi aliran panas, dan temperatur kedua ujung lainnya dipertahankan. Per-

tanyaan: tentukan temperatur batang setiap saat, jika diketahui difusi termalnya

C2 = 0.01.

Jawab:

Temperatur batang dimisalkan sebagai u(x, t) dengan x menyatakan jarak dari ujung

kiri dari batang 1 dan t menyatakan waktu. Model perambatan panas berupa per-

samaan diferensial parsial (33)

∂u

∂t= 0.01

∂2u

∂x2

Berbeda dengan contoh sebelumnya, syarat batas yang dimiliki bukan nol dan tidak

sama, perlu ditinjau temperatur steady (tidak bergantung waktu) us(x) sebagai

limit dari u(x, t) bila t → ∞, sebagai jawab dari persamaan

∂2us

∂x2= 0.

Oleh karenanya temperatur batang u(x, t) = ut(x, t)+us(x), dengan ut(x, t) sebagai

jawab transien yang memenuhi

∂ut

∂t= 0.01

∂2ut

∂x2

Page 39: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 39

Dari syarat batas yang ada, kita dapat nyatakan sebagai syarat batas steady

us(0) = 100, us(6) = 1000. Sehingga syarat batas transien diperoleh

u(0, t) = ut(0, t) + us(0) = 100 → ut(0, t) = 0

u(6, t)ut(6, t) + us(6) = 1000 → ut(6, t) = 0

Jawab dari persamaan steady diperoleh dengan mengintegralkan dua kali dan meng-

gunakan syarat batas (steady) yang ada, diperoleh

us(x) = 150x + 100

sedangkan model temperatur transien mengikuti persamaan perambatan panas seperti

contoh 1.8, menggunakan yarat awal

ut(x, 0) = u(x, 0) − us(x)

dengan

u(x, 0) =

100, 0 < x < 2

1000, 2 < x < 6

diperoleh

ut(x, 0) =

−150x, 0 < x < 2

900 − 150x, 2 < x < 6

Dengan mengikuti contoh 1.8, diperoleh

ut(x, t) =∞∑

n=1

Ane−λ2nt sin

6x

dengan λn = 0.1nπ/6. Kemudian An diperoleh dengan menggunakan perhitungan

deret Fourier sinus dari ut(x, 0)

An =2

6

∫ 6

0ut(x, 0) sin

6xdx

=1

3

(∫ 2

0−150x sin

6xdx +

∫ 6

2(900 − 150x) sin

6xdx

)

= 1800− sin(nπ) + nπ cos(nπ/3)

n2π2

Page 40: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

40 Matematka Teknik II

Setelah memasukkan nilai n, untuk 3 suku pertama tak nol

ut(x, t) =900

πsin

πx

6eλ2

1t − 450

πsin

2πx

6eλ2

2t − 600

πsin

3πx

6eλ2

3t + · · ·

dan u(x, t) diperoleh dengan menggabungkan kembali ut(x, t) dan us(x).

Syarat batas isolasi

Variasi soal yang dapat dijumpai dalam persamaan aliran panas adalah dengan

memberikan syarat batas yang terkait dengan isolasi. Dalam perambatan panas

pada batang, kedua ujung diberikan isolasi sehingga panas yang sampai pada ujung

tidak keluar dari batang atau sebaliknya panas dari luar tidak mempengaruhi di

dalam batang. Secara matematik, kondisi isolasi ini dinyatakan dalam syarat batas

∂u

∂x(0, t) = 0 =

∂u

∂x(L, t)

Bila kita terapkan syarat batas ini pada metoda pemisah peubah dari persamaan

(33), diperoleh dua persamaan diferensial biasa

F ′′(x) − KF (x) = 0, diikuti F ′(0) = 0 = F ′(L)

G′(t) − KC2G(t) = 0.

Jawab tak trivial diperoleh untuk K ≤ 0. Misalkan K = −p2. Persamaan dari F

memberikan F (x) = a cos px + b sin px, dan syarat batas yang ada mengharuskan

p = nπ/L untuk n = 0, 1, 2, · · · dan b = 0. Jadi diperoleh

Fn(x) =

1, untuk n = 0

cosnπx

L, untuk n = 1, 2, · · ·

Selanjutnya persamaan dari G menghasilkan

Gn(t) = e−n2

π2

C2

L2t

Jadi temperatur batang setiap saat

u(x, t) = A0 +∞∑

n=1

An cosnπx

Le−

n2

π2

C2

L2t

Dengan menggunakan syarat awal u(x, 0) = f(x) diperoleh

= A0 +∞∑

n=1

An cosnπx

L= f(x)

Page 41: Bab 1 : Deret Fourier pada Persamaan Diferensial Parsial

L.H. Wiryanto 41

yang bentuk deret Fourier cosinus. Koefisien dari deret diperoleh dengan

A0 =1

L

∫ L

0f(x)dx

An =2

L

∫ L

0f(x) cos(mπx/L)dx