BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

52
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit asma berasal dari kata “asthma” dari bahasa yunani yang berarti “ sukar bernafas “, asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran napas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi, (Oemiati, Sihombing&Qomariah, 2010). Menurut Corwin, (2009) Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus. Asma bronkial merupakan kelainan saluran napas kronik yang merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia, (Meiyanti&Mulia, 2005). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa serangan asma umumnya timbul karena adanya pejanan terhadap faktor pencetus, gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, (Karinna, 2010). Menurut World Health Organization, (WHO, 2010) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia adalah Universitas Muhammadiyah Magelang

description

mmm

Transcript of BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

Page 1: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit asma berasal dari kata “asthma” dari bahasa yunani yang berarti “ sukar

bernafas “, asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam

waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam saluran napas paru yang

bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi, (Oemiati,

Sihombing&Qomariah, 2010). Menurut Corwin, (2009) Asma adalah penyakit

pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan spasme akut

otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang berlebihan

dan menumpuk penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.

Asma bronkial merupakan kelainan saluran napas kronik yang merupakan salah

satu masalah kesehatan masyarakat di dunia, (Meiyanti&Mulia, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa serangan asma umumnya

timbul karena adanya pejanan terhadap faktor pencetus, gagalnya upaya

pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, (Karinna, 2010).

Menurut World Health Organization, (WHO, 2010) memperkirakan 100-150 juta

penduduk dunia adalah penderita asma dan diperkirakan terus bertambah

sekitar 180.000 orang setiap tahun. Asma dapat menyerang semua tingkat umur

terjadi pada laki- laki maupun perempuan dan paling banyak pada usia anak.

Asma tersebar hampir seluruh pelosok dunia baik di negara maju maupun di

negara berkembang. Peningkatan penyakit ini disetiap negara berbeda- beda dan

terjadi peningkatan pada negara berkembang. Penyebab peningkatan prevelens

asma tidak terlepas dari semakin kompleks dan variasinya faktor pencetus dan

faktor yang mendasarinya. Meskipun asma jarang menimbulkan masalah

kematian tetapi sering menimbulkan masalah absen disekolah pada anak dan

remaja, (Widodo & Djajalaksana, 2010). Data yang didapat dari riset kesehatan

Universitas Muhammadiyah Magelang1

Page 2: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

2

dasar tahun 2013 menunjukkan prevelensi asma pada anak usia 1-4 tahun 3,8%

dari 1.027.763 sampel.

Dari data yang diperoleh di RSU PKU Muhammadiyah Purworejo pada tahun

2013 terdapat 99 kasus asma bronkial pada semua umur dengan persentase

mencapai 1,58%, sedangkan di ruang perawatan anak terdapat 55 kasus asma

bronkial dengan persentase mencapai 0,88% dari data kasus keseluruhan 6272.

Dari data tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 122 kasus asma bronkial

dengan persentase 1,71%, sedangkan di ruang anak terdapat 79 kasus asma

bronkial dengan persentase mencapai 1,11% dari jumlah data kasus keseluruhan

sebanyak 7132 kasus.

Saluran pernapasan penderita asma sangat sensitf dan memberi respons yang

sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau gangguan. Saluran

pernapasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara

yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau

gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, napas pendek, dan

tersengal- sengal, (Hadibroto & Alam, 2006).

Dunia kesehatan telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam

pemahaman mengenai asma sebagai penyakit. Namun ironisnya, jumlah

penderita asma di seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke tahun,

(Hadibroto & Alam, 2006).

Upaya yang paling penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat

merupakan tindakan yang utama dalam menghadapi pasien dengan asma

bronkial untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal dan diharapkan pasien

dapat segera pulih kembali. Intervensi yang utama adalah mencegah

ketidakefektifan jalan nafas. Agar perawatan berjalan dengan lancar maka

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 3: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

3

diperlukan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain, serta dengan melibatkan

pasien dan keluarga. Berhubungan dengan hal tersebut dan studi kasus yang

telah dilakukan pada tanggal 3-5 Oktober 2014 di RSU PKU Muhammadiyah

Purworejo mengenai pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. A dengan asma

bronkial, didapatkan data An. A sesak nafas, batuk, dahak sulit keluar dan

terdapat bunyi nafas tambahan mengi ( wheezing ), maka berdasarkan adanya

berbagai data dan pertimbangan maka penulis melakukan penulisan Laporan

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Asma Bronkial di Ruang Nusa Indah RSU

PKU Muhammadiyah Purworejo.

1.2 Tujuan penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan gambaran nyata mengenai

asuhan keperawatan yang dilakukan secara komperhensif pada anak dengan

asma bronkial.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada asma bronkial.

1.2.2.2 Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada asma bronkial.

1.2.2.3 Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada anak dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada asma bronkial.

1.2.2.4 Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada anak dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada asma bronkial.

1.2.2.5 Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada asma bronkial.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 4: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

4

1.3 Pengumpulan Data

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini digunakan metode diskriptif dimana

metode diskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual,

dan akurat mengenai fakta- fakta, dan sifat- sifat populasi tertentu, (Suryana,

2010)

Dalam pengumpulan data penulis melaksanakan pengkajian langsung pada

pasien, keluarga, perawat, dan data medik. Teknik dari pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis pengkajian sampai dengan evaluasi dilakukan dengan

pendekatan keperawatan pada pasien dan keluarga secara langsung. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam laporan ini yaitu :

1.3.1 Tempat, waktu

Pengambilan kasus di lakukan di Ruang Nusa Indah RSU PKU Muhammadiyah

Purworejo pada tanggal 3 Oktober 2014 sampai dengan 5 Oktober 2014.

1.3.2 Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data penulis melaksanakan pengkajian langsung pada

pasien, keluarga, perawat,dan data medik. Teknik dari pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis pengkajian sampai dengan evaluasi dilakukan degan

pendekatan keperawatan pada pasien dan keluarga secara langsung. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam laporan ini menurut Suryani (2010)

adalah sebagai berikut :

1.3.2.1 Teknik Observasi dan Partisipasi

Penulis secara langsung melakukan pengumpulan data dengan pengamatan

secara langsung terhadap perilaku klien sehari-hari dan ikut terlibat dalam

perawatan.

1.3.2.2 Teknik Wawancara

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 5: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

5

Penulis melakukan tanya jawab terhadap keluarga, perawat, dan tenaga medis

yang dapat memberikan data mengenai kondisi dari klien.

1.3.2.3 Studi Kepustakaan

Penulis membaca referensi yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada

anak dengan asma bronkial.

1.3.2.4 Dokumentasi

Penulis mengumpulkan data dari status klien, catatan perawatan serta

melakukan diskusi dengan tim kesehatan untuk menganalisa dan kemudian

dijadikan sebagai data yang mendukung masalah klien.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi profesi keperawatan

Mendapatkan pengetahuan dan pemecahan khusus yang dalam bidang/ profesi

keperawatan. Agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan ke dalam praktik

pelayanan kesehatan di Rumah sakit. Sebagai bahan kepustakaan dan

perbandingan pada penanganan kasus pemenuhan kebutuhan oksigenasi di

lapangan dan dalam teori.

1.4.2 Manfaat bagi institusi

1.4.2.1 Pendidikan

Sebagai informasi kepada mahasiswa dalam kegiatan proses belajar mengajar

tentang asuhan keperawatan anak dengan asma bronkial dan juga dapat

dijadikan sebagai sumber acuan dalam pembelajaran tentang asuhan

keperawatan pada klien dengan asma bronkial.

1.4.2.2 Rumah sakit

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 6: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

6

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit

dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya dengan

anak yang menderita asma bronkial.

1.4.2.3 Manfaat bagi penulis

a. Menambah pengalaman, wawasan, dan ilmu pengetahuan mengenai asma

bronkial.

b. Mampu mengaplikasikan standar asuhan keperawatan tentang asma bronkial

di ruang Nusa Indah RSU PKU Muhammadiyah Purworejo untuk pengembangan

praktik keperawatan.

BAB 2

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 7: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

7

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Asma Bronkial

2.1.1 Pengertian

Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran

napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi

mukus yang berlebihan dan menumpuk penyumbatan aliran udara, dan

penurunan ventilasi alveolus, (Corwin, E.J, 2009).

Asma adalah ganggun inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi tersebut berkaitan dengan hiperesponsif

saluran napas yang menyebabkan gejala episode berulang berupa mengi, sesak

napas, rasa berat di dada, dan batuk, terutapma pada malam atau pagi hari.

Episode berulang tersebut berhubungan denga n obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi, dan seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan, (Widodo &

Djajalaksana, 2012).

Asma adalah satu keadaan klinik ditandai oleh tejadinya penyempitan bronkus

yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus

tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-

orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan,

yang menandakan suatu keadaa hypereaktivitas bronkus yang khas, (Price &

Wilson, 2005).

Asma Bronkial adalah penyakit saluran nafas bagian bawah yang disebabkan oleh

alergi. Alergi terjadi akibat adanya reaksi alergen terhadap anti body (IgE pada

orang yang menderita alergi) sehingga terjadi pelepasan histamin, yaitu zat yang

menyebabkan penyempitan atau pembengkakkan pada dinding saluran

Universitas Muhammadiyah Magelang

7

Page 8: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

8

pernafasan. Akibatnya, produksi lendir yang berlebihan dan terjadi gangguan

pernapasan, (Widjaja, 2005).

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.2 Organ Pernapasan

2.1.2.1 Anatomi sistem pernapasan menurut Nurachmah & Angriani, (2011)

a. Nasal cavity (hidung)

Nasal cavity (hidung) adalah jalan masuk udara utama dan terdiri atas rongga

berukuran besar yang tidak beraturan yang dibagi menjadi dua lubang yang

sama besar oleh suatu septum. Bagan posteriortulang septum dibentuk oleh

lempeng perpendikular tulang etmoid dan vomer. Di bagian anterior, nasal

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 9: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

9

terdiri atas kartilago hialin. Fungsi hidung menghangatkan, melembabkan, dan

menyaring udara.

b. Faring

Faring adalah saluran yang memiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar

tenggorok hingga veterba servikalis ke enam. Faring berada di belakang hidung,

mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian atasnya. Faring berfungsi untuk

saluran napas dan makanan, penghangat dan pelembab udara, dan sebagai

perlindungan karena tonsil laring menhasilkan antibodi dalam berespon

terhadap antigen. Untuk alasan deskriptif, faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

1) Nasofaring, adalah bagian nasal faring terletak dibelakang hidung dan dia atas

pelatum molle. Pada dinding lateral, terdapat dua saluran auditori, tiap saluran

mengarah ke masing- masing bagian tengah telinga.

2) Orofaring, adalah bagian oral faring terletak di belakang mulut, memanjang

dari bagian bawah palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke tiga.

3) Laringofaring, adalah bagian laringeal faring menanjang dari atas orofaring dan

berlanjut ke bawah esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke tiga hingga enam.

c. Laring adalah organ yang terdiri atas beberapa kartilago yang berbentuk tidak

beraturan dan melekat satu sama lain oleh ligamen dan membran. Laring

berfungsi sebagai produksi suara, pelindung saluran napas bawah,dan jalan

masuk udara. Kartilago utama, meliputi :

1) Kartilago tiroid, adalah bagian yang paling menonjol dan terdiri atas dua

potongn piph kartilago hialin atau lamina, yang bersatu di bagian anteriornya,

membentuk tonjolan laring.

2) Kartilago krikoid berada di bawahkartigo tiroid dan juga terdiri atas kartilago

hialin. Kartilago ini berbentuk menyerupai cincin stempel yang melingkar

memenuhi laring dengan bagian anterior yang sempit danbagian posterior yang

luas.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 10: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

10

3) Kartilago aritnoid ini merupakan dua kartilago hialin yang berbentuk piramida

dan berada di puncak bagian yang luas dari kartilago krikoid yang membentuk

bagian dinding posterior laring.

4) Epiglotis merupakan kartilago fibroelastik berbentuk daun yang melekat pada

permukaan dinding anterior kartilago tiroid tepat di bawah simpul tiroid.

d. Trakea

Trakea merupakan kelanjutan dari faring dan memanjang ke bawah hingga

sekitar vertebra torasik ke lima di mana trakea mengalami bifurkasi

(percabangan) menjadi bronkus primer kiri dan kanan, dimana tiap bronkus

menuju ke tiap paru. Panjang trakea sekitar 10-11 cm dan terutama terletak di

bidang median di depan esofagus. Trakea berfungsi sebagai penunjang dan

menjaga kepatenan jalan napas.

e. Paru

Terdapat dua paru, dimana masing- masing terletak di samping garis medialis di

rongga thoraks. Bentuk paru menyerupai kerucut dan terdiri dari atas bagian

apeks, basal, permukaan kosta, dan permukaan medialis. Permukaan medialis

berbentuk cekung dan meiliki area yang menyerupai segitiga yang tidak

sempurna, disebut hilum. Area di antara paru dinamakan mediastinum, terdapat

jantung, pembuluh besar, trakea, bronkus kiri dan kanan, esofagus, nodus limfe,

pembuluh limfe, dan serta saraf. Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus yaitu

superior, medialis, dan inferior. Paru kiri berukuran lebih kecil daripada paru

kanan jantung menempati ruang kiri garis medialis. Lobus kiri terdiri atas dua

lobus yaitu superior dan inferior.

f. Pleura dan rongga pleura

Pleura terdiri dari atas kantong membran serosa yang tertutup dan berisi sedikit

cairan serosa. Paru- paru terdesak ke dalam kantong ini sehingga membentuk

dua lapisan, lapisan yang melekat pada paru dan lapisan lainnya melekat pada

dinding rongga toraks.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 11: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

11

1) Pleura visera, yaitu pleura yang melekat pada paru, membungkus tiap lobus

dan melalui visera yang memisahkan lobus ini.

2) Pleura parietal, yaitu pleura yang melekat di dalam dinding dada dan

permukaan torasik diafragma. Pleura tetap terpisah dari struktur yang

berdekatan di mediastinum dan bersambungan dengan pleura visera di tepi

hilum.

3) Rongga pleura, yaitu satu- satunya ruang kosong. Dalam kondisi sehat, dua

lapis pleura dipisahkan oleh selaput cairan serosa yang memungkinkan lapisan

bergerak bebas satu sama lain, dan mencegah gesekan antara lapisan saat

bernapas. Cairan serosa disekresi oleh sel eptelial membran.

g. Bronkus

Dua bronkus primer terbentuk oleh trakea yang membentuk percabangan, yaitu

sekitar veterba torasik ke lima. Bronkus berfungsi sebagai pengendali udara yang

masuk.

1) Bronkus kanan

Bronkus ini lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikel daripada bronkus kiri

sehingga cenderung sering mengalami obstruksi oleh benda asing. Panjangnya

sekitar 2,5 cm. Setelah memasuki hilum, bronkus kanan terbagi menjadi tiga

cabang, satu untuk tiap lobus. Tiap cabang kemudian terbagi menjadi banyak

cabang kecil.

2) Bronkus kiri

Panjangnya sekitar 5cm dan lebih sempit daripada bronkus kanan. Setelah

sampai di hilum paru, bronkus terbagi menjadi dua cabang, satu untuk tiap lobus.

Tiap cabang kemudian terbagi menjadi saluran- saluran kecil dalam substansi

paru.

h. Bronkiolus dan alveoli pernapasan

Dalam tiap lobulus, jaringan paru lanjut terbagi menjadi selubung halus jaringan

ikat, yaitu lobulus. Tiap lobulus disuplai oleh udara yang berasal dari bronkiolus

terminal, yang lebih lanjut bercabang menjadi bronkiolus respiratorik, duktus

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 12: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

12

alveolus, dan banyak alveoli (kantong- kantong udara). Bronkiolus berfungsi

sebagai pertahanan terhadap mikroba dan pelembab dan penghangat udara

yang masuk.

2.1.2.2 Terdapat perbedaan pernapasan pada anak dan dewasa menurut Malisie,

(2013) yaitu :

a. Jalan napas

Jalan napas anak sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan paling dramatis

terlihat pada waktu bayi dan makin berkurang di masa anak seiring dengan

pertumbuhannya dan perkembangannya. Jalan napas anak usia 8 tahun secara

karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah

dalam hal ukuran diameter karena saluran napas anak jelas lebih kecil. Selain

lebih sempit, jalan napas mulai dari rongga hidung mudajh sekali tersumbat oleh

sekret, edema, darah bahkan tertutup oleh sungkup ( face mask ) yang

menyebabkan peninggian usaha napas ( work of brathing ). Mengikuti hukum

Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan napas berbanding lurus dengan

peningkatan 4 kali aliran udara.

Jalan napas anak berbentuk terowongan seperti corong dengan ujung ng

menyempit/ funnel shape, berbeda dengan dewasa yang berbentuk silinder.

Bagian paling sempit pada jalan napas bayi dan anak terletak pada aerea di

bawah level pita suara dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada dewasa

setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang menjadi dasar

penggunaan tube trakeal tanpa balon pengembang cukup efektif pada bayi dan

anak. Jalan napas subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan ikat longgar

yang dapat dengan mudah mengalami ekstensi akibat inflamasi dan edema.

Pada anak, laring berlokasi di setentang level veterbra C2-C3 dan relatif lebih

cefalad dari leher bila dibandingkan dewasa yang terletak setinggi C4-C5

sehingga lebih mudah untuk menutupi langit- langit. Lidah juga merupakan

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 13: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

13

penyebab paling sering obstruksi jalan napas., terutama pada bayi dan anak yang

mengalami penurunan kesadaran. Oksiput pada bayi dan anak lebih besar dan

menonjol, sedangkan leher dan bahunya cenderung pendek, sehingga akan

membatasi visualisasi glotis pada saat laringoskopi.

b. Otot pernapasan

Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena

pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga

menyebabkan posisi tulang iga cenderung lebih mendatar dan otot- otot sela iga

kurang mengembang sehingga membatasi pernapasan torakal. Diargama

merupakan otot pernapasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga

mudah terjadi kegagalan pernapasan apabila fungsi diafragma terganggu oleh

berbagai sebab diantaranya proses pembedahan, distensi abdomen ataupun

hiperinflasi paru.

c. Parenkim paru

Jaringanm ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antar alveoli

memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan napas berdasarkan recoil

elastiknya. Pada hari- hari pertama kehidupan, alveoli gampang sekali menjadi

kolaps. Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat menjadi sekat antar alveoli ini

akan bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama

defisiensi surfaktan yang menyebabkan kurangny akemampuan alveoli untuk

mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan agar alveoli tidak

mengempis. Konsekuensiny akan terjadi penurunan elastic recoil, paru menjadi

kolaps dan anteleksis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia 3

tahun sehingga bayi dan anak cendeung mudah mengalami hipoksemia dan

hiperkapnia akibat obstruksi jalan napas.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 14: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

14

2.1.2.3 Fisiologi sistem pernapasan menurut Malisie, (2013)

a. Mekanika paru

Fungsi primer sistem pernapasan adalah menghantarkan oksigen dari udara

atmosfir sampai ke dalam sel dan mengeluarkan karbondioksida dari dalam

tubuh. Paru merupakan organ ventilasi. Tahap awal penghantaran oksigen

adalah proses ventilasi kedalam paru. Satu siklus pernapasan terdiri atas fase

inspirasi ( inflasi ) dan ekspirasi ( deflasi ). Gaya elastis ( elastic recoil ), resistensi

atau tahanan pada sistem jalan napas, inertensi dan tekanan transpulmonar

( perbedaan tekanan antar alveoli dan pleura ) dibutuhkan agar aliran udara

lancar selama fase inflasi paru. Diperlukan keseimbangan dinamik untuk

mempertahankan gar tidak terjadi overinflasi atau sebaliknya. Pengaruh

kekuatan tarik- menarik intermolekuler dan tegangan permukaan diatur oleh

surfaktan, yaitu suatu kompleks protein fosfolipid. Peran penting surfaktan

dalam mempertahankan kestabilan volume paru dengan mempertahankan

tegangan permukaan alveoli.

Paru mempunyai kecenderungan alami untuk kempres/ kolaps.otot pernapasan

dan dinding dada melawan tendensi ini dengan mengaplikasikan suatu tekanan

yang kontinyu pada struktur paru dan mempertahankan volume paru pada saat

akhir ekspirasi, (Malisie, 2013)

b. Pertukaran gas paru

Pertukaran gas paru menggambarkan proses ambilan ( uptake ) oksigen dan

eliminasi karbondioksida oleh paru, untuk memasok kebutuhan metabolisme

tubuh. Sel memerlukan oksigen untuk metabolisme aerob agar dapatr

mempertahankan fungsi sel secara normal. Karena oksigen tidak dapat disimpan

di dalam sel, diperlukan suplai oksigen yang tetap dan dapat memenuhi

kebutuhan metabolsime. Kegagalan menyediakan suplai oksigen yang cukup bagi

jaringan akan menyebabkan kegagalan organ seperti pda pasien syok yang tidak

diresusitasi dengan baik, (Malisie, 2013).

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 15: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

15

c. Pasokan oksigen ( oxygen delivery )

Menurut Malisie, (2013) pasokan oksigen merupakan proses penghantaran

oksigen dari atmosfir ke sel suatu organ dan terdiri dari 3 cara :

1) Konveksi, yaitu masuknya udara luar ke dalam paru- paru, dan hantaran

oksigen dari jantung ke target organ

2) Difusi : masuknya oksigen dari alveolar ke dalam darah dan keluarnya oksigen

dari darah dam jaringan.

3) Reaksi kimia : terikatnya oksigen dengn hemoglobin.

d. Fungsi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan mempunyai fungsi terpisah menurut Corwin, (2009), yaitu :

1) Ventilasi

Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfir masuk dan keluar paru. Ventilasi

berlangsung secara bulk flow. Bulk flowadalah perpindahan atau pergarakkan gas

atau cairan dari dari tekanan tinggi ke tekanan tinggi ke tekanan rendah.

Ventilasi dikendalikan pusat pernapasan di batang otak bagian bawah di area

medula dan pons. Di medula, terdapat neuron inspirasi dan ekspirasi yang

melepaskan muatan pada waktu yang berbeda dalam suatu pola kecepatan dan

irama yang telah ditentukan. Neuron respirasi menjalankan ventilasi dengan

menstimulasi neuron motorik yang mempersarafi otot- otot utama pernapasan

( diafragma ) dan otot otot aksesoris ( otot interkosta ).

2) Respirasi

Respirasi adalah difusi gas antara alveolus dan kapiler yang melakukan fungsi

perfusi. Respirasi berlangsung melalui difusi, yaitu perpindahan gas sesuai

penurunan gradien konsentrasi.

3) Perfusi

Untuk sistem respirasi, perfusi adalah gerakan darah di dalam sistem vaskular

paru untuk melewati kapiler alveolus. Perfusi, seperti aliran darah dan seperti

ventilasi, terjadi berdasarkan bulk flow. Di dalam paru, perfusi dan ventilasi

biasanya ekuivalen. Hal ini memastikan bahwa persedian oksigen cukup untuk

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 16: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

16

masing- masing alveolus mengisi darah yang melewati alveolus dan aliran darah

adekuat untuk masing- masing alveolus.

e. Oksigen yang Dibawa dalam Darah

Oksigen yang dibawa dalam darah dalam bentuk terlarut dan berkaitan dengan

hemoglobin. Jumlah oksigen udara yang terlarut dalam darah bergantung pada

tekanan pasrial oksigen udara yang masuk ke alveolus dan daya larut oksigen.

Jumlah normal oksigen yang larut hanya dalam jumlah kecil ( sekitar 3ml/l).

Sebaliknya, kebanyakan oksigen (98 %) yang dibawa beikatan dengan

hemoglobin. Hemoglobin adalah molekul protein yang terdiri dari empat subunit,

masing- masing adalah gabungan molekul protein dengan molekul zat besi.

Masing- masing molekul besi meiliki sisi yang berkaitan dengan oksigen, (Corwin,

2009).

2.1.3 Klasifikasi asma menurut Wijaya & Putri (2013), yaitu

2.1.3.1 Berdasarkan episodik serangan asma, dapat dibedakan:

1) Asma episodik yang jarang

Biasanya terjadi pada anak usia 3- 6 tahun, serangan umumnya dicetuskan oleh

infeksi virus pada saluran napas. Frekuensi serangan 3-4x/ tahun. Lamanya

serangan beberapa hari dan langsung menjadi sembuh. Gejala menonjol pada

malam hari dapat berlangsung 3-4 hari, sedangakan batuk 10-14 hari, serangan

tidak ditemukan kelainan.

2) Asma episodik sedang

Golongan ini serangan pertama timbul pada usia 1 bulan- 3 tahun, serangan

berhubungan dengan infeksi saluran napas akut, pada usia 5-6 tahun dapat

terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.

3) Asma kronik/ persisten

Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan ( 25% ), sebelum usia 3 tahun (75%),

pada 2 tahun pertama (50%) biasanya serangan episodik pada usia 5-6 tahun

akan lebih jelas terjadi obstruksi jalan napas yang persisten dan hampir selalu

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 17: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

17

terdapat wheezing setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk/

wheezing dan waktu ke waktu serangan yang berat dan sering memerlukan

perawatan rumah sakit.

2.1.3.2 Secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium :

1) Stadium I

Waktu terjadi edema dinding bronchus, batuk paroksimal karena iritasi dan

batuk kering, sputum yang kental dan menggumpal merupakan benda asing yang

merangsang batuk.

2) Stadium II Sekrtesi broncus bertambah batuk dengan dahak jernih dan

berbusa pada stadium ini mulai terasa sesak napas berusaha bernapas lebih

dalam, ekspirasi memanjang dan ada wheezing otot nafas tambahan turut

bekerja terdapat retraksi supra sternal epigastrium.

3) Stadium III

Obstruksi/ Spasme broncus lebih berat. Aliran darah sangat sedikit sehingga

suara nafas hampitr tidak terdengar, stadium ini sangat berbahaya karena sering

disangka ada perbaikan pernapasan dangkal tidak teratur dan frekuensi napas

menjadi tinggi.

2.1.4 Etiologi

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus

asma :

2.1.4.1 Pemicu asma ( Trigger )

Pemicu menganggu saluran pernapasan dan mengakibatkan bronkokontriksi.

Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang

menganggap pemicu dan bronkokontriksi adalah gangguan pernapasan akut,

yang belum berarti asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik

Gejala- gejala dan bronkospasme yang diakibatkan oleh pemicu cenderung

timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan mudah diatasi pada

waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 18: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

18

pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangn.mengakibatkan

bronkokontriksi termasuk stimulus sehari- hari seperti perubahan cuaca dan

suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan

emosi, olahraga yang berlebihan, (Hadibroto & Alam, 2006).

2.1.4.2 Pemicu asma (Inducer)

Kebalikan dari faktor pemicu (trigger), penyebab asma (inducer) bisa

menyebabkan peradangan (inflammation), dan sekaligus hyperresponsivitas

(respons yang berlebihan) dari saluran pernapasan.

Oleh kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab

asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

Penyebab asma (inducer) dengan demikian mengakibatkan gejala- gejala yang

umumnya berlangsung lebih lama (kronis akibatkan oleh pemicu), dan lebih sulit

diatasi, dibanding gangguan pernapasan yang diakibatkan oleh pemicu (trigger).

Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk :

Ingestan : Alergen yang masuk tubuh melalui mulut (dimakan/ diminum)

Inhalen : Alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut.

Kontak dengan kulit, (Hadibroto & Alam, 2006)

2.1.5 Manifestasi klinis

2.1.5.1 Banyak penderita asma mengalami peningkatan mengi dan dyspnea

(napas pendek yang abnormal) setiap mengerahkan tenaga, (Price & Wilson,

2005).

Mengi disebabkan gerakan udara berkecepatan tinggi melalui jalan napas yang

sempit. Mengi dapat terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya, (Potter &

Perry, 2005).

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 19: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

19

2.1.5.2 Batuk, terutama pada malam hari.

Refleks batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, serta

mengeluarkan mukus yang terakumulasi sebagai mekanisme perlindungan di

sepanjang saluran napas untuk mencegah infeksi, (Corwin, 2009).

Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru- paru yang tiba- tiba dan dapat

didengar. Saat individu menhirup napas, maka glotis akan menutup sebagian dan

otot bantu bantu pernapasan berkontraksi untuk mengeluarkan udara secara

paksa. Batuk merupakan refleks untuk membersihkan trakhea, bronkus, dan

paru- paru untuk melindungi organ- organ tersebut dari iritan dan sekresi.

Karena, titik difusi pada batang utama bronkus kanan dan kiri, merupakan

daerah yang paling peka untuk memproduksi batuk. Batuk produktif akibat

produksi sputum , materi yang dibatukkan dari paru- paru yang tertelan atau

dicairkn. Sputum mengandung mucus, debris selular, dan mikroorganisma, juga

dapat mengandung pus/ darah, (Potter&Perry, 2005).

2.1.5.3 Demam

Adanya infeksi sekunder yang bermakna dimanifestasikan dengan timbulnya

demam, (Price&Wilson, 2005).

2.1.5.4 Bersin

Salah satu cara mngeluarkan benda asing dan mikroorganisme (Corwin, 2009).

2.1.5.5 Kongesti nasal

Terdapat lapisan mukosiliaris yang terdiri dari sel sel yang berlokasi dari bronkus

ke atas dan memproduksi mukus, serta sel- sel silia yang melapisi sel- sel

penghasil mukus. Sel penghasil mukus menangkap pertikel benda asing, dan silia

bergerak secara ritmis untuk mendorong mukus dan semua partikel yang

terperangkap, ke atas cabang pernapasan nasofaring tempat mukus tersebut

dapat dikeluarkan sebagai sputum , dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan,

(Corwin, 2009).

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 20: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

20

2.1.5.6 Penggunaan otot- otot aksesori pernapasan

Disebabkan karena ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,

(Wijaya & Putri, 2013).

2.1.5.7 Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, (Wijaya & Putri, 2013).

2.1.5.8 Adanya gejala- gejala retensi karbondioksida, seperti berkeringat,

takikardi, dan pelebaran tekanan nadi, (Wijaya & Putri, 2013).

2.1.5.9 Gagal napas

Obstruksi saluran pernapasan yang berat, mampu menyebabkan gagal napas,

yang merupakan gambaran yang khas bronkolitis pada anak, (Price & Wilson,

2005).

2.1.6 Patofisiologi

Patofisiologi menurut Price & Wilson, (2013).

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh

satu atau lebih dari konsentrasi otot- otot yang mengelilingi bronki, yang

menyempitkan jalan napas, atau pembengkakan membran yang melapisi bronki,

atau pengisian membesar, sputum yang kental. Selain ituu, otot- oto bronkhian

dankelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan

alveoli menjadi hyperventilasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan

paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi ada yang

paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologi dan sistem otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap

lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel- sel

mast dalam oaru. Pemejanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan

antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel – sel mast (disebut

mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafiksis dari

substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan

paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 21: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

21

bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus

yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls

saraf vagal melaui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau npn- alergik,

ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan

fisik, suhu yang dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetikolin yang

dilepaskan meningkat. Pelepasan asetikolin ini secara langsung menyebabkan

ronkokonstriksi juga merangsang pembentukkan mediator kimiawi yang dibahas

diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis.

Selain itu, sereptor α- dan β- adrenegik dari sistem saraf simpatis terletak dalam

bronki. Ketika reseptor α- adrenegik dirangsang terjadi bronkokontriksi,

bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenegik yang dirangsang.

Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenegik dikendalikan terutama oleh

siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan

penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang

dilepaskan oleh sel mast bronkokontriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergik

mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan

mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ada;ah

bahwapenyekatan β- adenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya,

asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi

otot polos.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 22: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

22

2.1.7 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada asma bronkial menurut Wijaya & Putri, (2013) .

2.1.7.1 Sinar X ( Rö. Thorax ) : terlihat adanya hiperventilasi paru- paru diafragma

mendatar.

2.1.7.2 Tes fungsi paru

a. Menentukan penyebab dyspnea

b. Volume residu meningkat

c. FEV1/ FVC : Rasio volume ekspirasi kuat dan kapasitas vital.

2.1.7.3 Gas Darah Arteri (GDA)

a. PaO2 (tekanan parsial 02 arteri) normal menurun, PaCO2 (tekanan parsial CO2

arteri) normal menurun,

b. pH nomal/ meningkat

2.1.7.3 Sputum ( Lab ) : Menentukan adanya infeksi biasanya pada asma tanpa d

sertai infeksi.

2.1.8 Komplikasi

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang

mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi

pada beberapa individu. Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat.

Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena

individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi kebutuhan

oksigen yang sangat tinggi yang dibuuhkan untuk berinspirasi dan berekspresi

melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental.

Situasi ini dapat menyebabkan pneumothorakx akibat besarnya tekanan untuk

melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan dapat terjadi asidosis

respiratorik, gagal napas, dan kematian, (Corwin,2009).

Menurut Widjaja, ( 2005) jika sering terjadi dan telah berlangsung cukup lama,

serangan asma akan mengakibatkan paru-paru basah dan perubahan bentuk

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 23: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

23

rongga dada (toraks). Toraks membungkuk ke depan dan jantung menyempit.

Jika banyak sekali jumlahnya, lendir akan menyumbat paru- paru dan akan

mengakibatkan kontraksi paru- paru. Serangan asma yang akan berlanjut

berhari- hari disebut asmatikus. Jika tidak ditolong penderita akan mengalami

gangguan pada jantung. Pada anak sekolah, asma menyebabkan anak sering

tidak masuk sekolah. Akibat psikilogis yang terjadi di antaranya adalah anak

kehilangan inisatif, merasa rendah diri dan mengalami gangguan emosional.

Akibat jarang masuk sekolah adalah anak menjadi lebih bergantung pada orang

lain atau menjadi manja akibat butuh perhatian. Serangan asma pada usia dini

lebih ringan dibandingkan dengan serangan pada usia dewasa. Biasanya,

serangan asma pada usia dewasa lebih berat dan menetap, sehingga penderita

tidak dapat melakukan kegiatan sehari- hari dan tidak produktif. Akibatnya,

kualitas hidup penderita menurun, (Widjaja, 2005).

2.1.9 Penatalaksanaan terapeutik

2.1.9.1 Penatalaksanaan nonfarmakologi

Pada masa anak terjadi proses tumbuh- kembang fisis, faal, imunologi, dan

perilaku yang memberi peluang sangat besar bagi kita untuk melakukan upaya

pencegahan, kontrol, self-management, dan pengobatan asma. Walaupun

medikamentosa selalu merupakan unsur penting pengobatan asma anak, harus

tetap diingat bahwa hal tersebut hanyalah merupakan salah satu dari berbagai

komponen utama penatalaksanaan asma. Penatalaksanaan asma yang baik harus

disokong oleh pengertian tentang peran genetik, alergen, polutan, infeksi virus,

serta lingkungan sosioekonomi dan psikologis pasien beserta keluarga.

Pendidikan dan penjelasan tentang asma pada pasien dan keluarga merupakan

unsur penting penatalaksanaan asma pada anak. Perlu penjelasan sederhana

tentang proses penyakit, faktor risiko, penghindaran pencetus, manfaat dan cara

kontrol lingkungan, cara mengatasi serangan akut, pemakaian obat dengan

benar, serta hal lain yang semuanya bertujuan untuk meminimalkan morbiditas

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 24: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

24

fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Bila ditangani dengan baik maka

pasien asma dapat memperoleh kualitas hidup yang sangat mendekati anak

normal, dengan fungsi paru normal pada usia dewasa kelak walaupun tetap

menunjukkan saluran napas yang hiperresponsif, (Akib, 2008).

2.1.9.2 Penatalaksanaan farmakologi

Pengobatan asma pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga

status aktivitas anak normal dan faal paru normal, mencegah timbulnya asma

kronik, serta mencegah pengaruh buruk tindakan pengobatan. Berikut

penatalaksanaan asma secara farmakologi:

a. Inhaler dosis terukur

Alat ini menggunakan bubuk tabur dan disebarkan melalui alat yanng disebut

diskhaler, turbohaler, dan rotahaler. Alat ini diaktifkan dengan pernapasan, dan

anak perlu menginhalasi secepat dan sedalam mungkin untuk keefektifan

penggunaan. Bayi dan anak yang masih kecil biasanya mengalami kesulitan

dalam menggunakan inhaler, (Wong, 2009)

b. Nebulizer

Obat tersebut dicambur dengan salin, kemudian dinebulisasi dengan udara yang

terkompres. Anak- anak di intruksikan untuk bernapas normal dengan mulut

terbuka agar rute langsung ke trakea terbuka, (Wong, 2009).

c. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik mampu mengurangi lama rawat dirumah

sakit. Inhalisi kortikosteroid tidak terbukti efektif secara klini sbegitu juga

pemberian secara enteral. Metilprednisolon merupakan steroid yang paling

umum digunakan, dosis inisial 2 mg/ kg BB diikuti 0,5-1 mg/kg BB/ kali diberikan

setiap 6 jam. Deksametason dan hidrokortison juga dapat digunakan. Durasi

pemberian tergantung pada derajat keparahan asma, (Malisie, 2013).

d. Agonis beta inhalasi

Agnis beta merupakan agen simpatomimetik yang dapat menyebabkan relaksasi

otot polos bronkus secara langsung, merupakan komponen kunci dalam terapi

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 25: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

25

asma. Albuterol dan terbutalin paling umum dipakai karena tersedia luas, awitan

kerja pendek, agonis β2 selektif dan diberikian secara inhalasi. Inhalasi albuteron

tersedia dalam dua bentuk, yaitu salbutamol atau levalbuterol. Pemberian

nebulisasi konitnyu lebih memperhatikan dosis intermiten. Dosis albuterol untuk

nebulisasi kontinu adalah 0,15- 0,5 mm/ Kg BB/ Jam atau 10-20 mg/ jam. Jika

akan disapih, dapat diberikan albuterol intermiten dengan Metered Dose Inhaler

(MDI) dengan dosis 4-8 puffs tiap dosisnya. tiap puffs berisi 90 mcg, (Malisie,

2013).

e. Agonis beta intervena dan subkutan

Paling baik dalam memberikan perbaikan klinis. Terbutalin terbukti efektif, dapat

diberikan baik secara intervena/ subkutan jika akses vaskular tidak tersedia.

Dosis intervena dimualai dengan loading dose 10mcg/ kg BB selama 10

menitdiikuti infus kontinu o,1 – 10 mcg/ kg BB/ Menit. Dosis subkutan 0,01 mg/

kg BB kali dengan dosis maksimal 0,3 mg/ kali, dapat diulang tiap 15- 20 menit

hingga 3 kali, (Malisie, 2013).

f. Methylxanthine

Penggunaan methylxanthine pada anak sakit kritis dengan status asmatikus

sudah mulai ditinggalkan sejak agonis beta selektif tersedia luas. Berbagai uji

klinis membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan berbaikan klinis dan lama

rawat di PICU pada pasien status asmatikus yang diberikan terapi teofilin

dibandingkan farmakoterapi lainnya. Teofilin mungkin dapat membantu

perbaikan klinis pada kasu status asmatikus yang tidak responsif terhadap

steroid, inhalasi dan intravena agonis beta dan terapi oksigen. Teofilin diberikan

dengan loading dose bolus intraven 5-7 mg/ kg BB selama 20 menit, dilanjutkan

infus kontinu dengan laju 0,5- 0,9 mg/ Kg BB/ jam. Kadar teofilin serum

sebaiknya diperiksa berkala, untuk menghindari timbulnya efek samping,

(Malisie, 2013).

g. Antikolonigerik

Ipratropium bromida merupakan agen yang umum dipakai untuk menimbulkan

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 26: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

26

efek antikolinergik pada penderita asma. Pemberian ipratropim glorida diruang

emergensi dapat m,engurangi kebutuhanrawat inap diruang sakit. Inhalasi

ipratropium bromida tidak efektif untuk asma sedang sampai berat dan status

asmatikus, (Malisie, 2013).

h. Magnesium sulfat

Magnesium merupakan agen penghambat kanal kalsium (Calcium Canel Blocker)

cara kerja magnesium adalah dengan menghambat kontraksi ootot polos

bronkus dan menyebabkan bronkodilatasi. Pemakaian magnesium dalam

tatalaksana status asmatikus masih kontroversial. Dosis yang bisa dipakai 25- 50

mg/ kg BB/ kali selama 30 menit, diberikan setiap 4 jam. Dapat diberikan dengan

infus kontinu 10- 20 mg/ kg BB/ jam. Kadar magnesium serium harus selalu

dipantau, (Malisie, 2013).

i. Ventilasi mekanik non- invasif

Non- invasif positif pleasure ventilation (NIPPV) merupakan alternativ pilihan

selain ventilator konvensional yang telah bisa dikenal. Masih sedikit penelitian

NIPPV dibandingkan ventilator konvensional pada anak dengan status asmatikus

sehingga penggunaanya belum direkomendasikan, (Malisie, 2013).

j. Ventilasi mekanik

Intubasi endotrakeal diindikasikan pada kondisi hipoksemia refrakter, pasca henti

jantung paru atau asidosis respiratorik yang tidak responsive dengan

farmakoterapi tunjangan ventilasi mekanik pada status asmatikus bertujuan

untuk memenuhi kecukupan oksigenasi, permisif hiperkarbia dan penyesuaian

ventilasi semenit (tekanan puncak, volume tidak dan laju napas). Guna

mempertahankan kesamaan darah arteri (pH > 7,2). Strategi manajemen

ventilasi mekanik yang diteraokan harus dapat mereduksi hiperinvlasi dinamik

dan air trapping, diantaranya dengan mengurangi laju napas, memanjangkan

waktu ekspirasif atau mempersingkat waktu inspirasi dan meminimalkan tekanan

akhir ekspirasi, (Malisie, 2013).

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 27: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

27

k. Fisoterapi dada

Fisioterapi dada mencakup latihan bernapas daan latihan fisik. Terapi ini

membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur, memperkuat otot-

otot pernapasan, dan membentuk pola pernapasan yang lebih efisien. Untuk

anak yang termotivasi, latihan bernapas dan pengendalian napas sangat

bermanfaat dalam mencegah inflasi berlebih dan meningkatkan keefektifan

batuk, (Wong, 2009)

l. Terapi oksigen

Menurut Malisie, (2013) terapi oksigen bertujuan untuk meningkatkan tekanan

oksigen alveolar, menurunkan usaha napas yang diperlukan untuk

mempertahankan tekanan oksigen alveolar, dan menurunkan kerja miokardium

yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri. Alat pemberian

teapi oksigen, yaitu

1) Kanula nasal

2) Oksigen mengalir dari kanula menuju nasofaring yang bertindak sebagai

reservoar anatomis, dengan kecepatan aliran antara 0,1-6 L/ menit. Kanula nasal

dapat menghasilkan oksigen dengan konsentrasi antara 24-50%.

3) Kateter nasofaring

4) Oksigen mengalir melalui kateter ke dalam orofaring yang bertindak sebagai

reservoar anatomis. Alat ini jarang dipergunakan karena perawatannya yang

sulit.

5) Sungkup sederhana

6) Kecepatan aliran yang diperlukan berkisar antara 6-10 L/menit. Konsentrasi

oksigen yang dihasilkan bervariasi antara 35-55%.

7) Sungkup non-rebreathing

8) Sungkup jenis ini dilengkapi dengan kantong reservoar dan sistem pengatur

aliran gas dengan 2 buah katup searah, yang terletak diantara sungkup dan

reservoar dan pada salah satu sisi ekshalasi, sehingga udara ekspirasi akan

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 28: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

28

dieliminasi dan setiap inspirasi akan berisi oksigen. Sungkup non-breathing dapat

menghasilkan konsentrasi oksigen sampai 100%.

9) Sungkup partial rebreathing

10) Sungkup ini juga dilengkapi dengan kantong reservoar dan sistem pengatur

gas. Perbedaannya dengan sungkup non-breathing adalah tidak terdapat katup

diantara sungkup dan reservoar, maka sebagian dari udara ekspirasi atau volume

udara dalam ruang rugi anatomis dimungkinkan untuk masuk kembali kedalam

kantong reservoar. Untuk mencegah agar pada saat bernapas tidak menghirup

CO2, maka aliran gas inspirasi harus dipertahankan pada atau lebih dari 6 L/

menit.

11) Sungkup venturi

Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran yang berbeda dan kode

warna yang berbeda, setiap alat memerlukan aliran gas tertentu untuk

menghasilkan konsentrasi oksigen yang tetap. Dengan sungkup venturi, dapat

dihasilkan oksigen dengan konsentrasi antara 24-50%.

12) Oxygen hood (head box)

Merupakan teknik pemberian oksigen sistem aliran tinggi yang dapat diberikan

pada bayi yang berusia 0-6 bulan.

2.2.1 Konsep asuhan keperawatan klien dengan asma

2.2.1.1 Pengkajian

a. Pengkajian fokus menurut Wijaya & Putri ( 2013 : 193 )

b. Identitas klien, meliputi nama, usia, jenis, ras, dll.

c. Informasi dan diagnosa medik yang penting.

d. Data riwayat kesehatan.

e. Riwayat kesehatan dahulu, pernah menderita penyakit asma sebelumnya,

menderat kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 29: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

29

f. Riwayat kesahatan sekarang :

1) Biasanya klien sesak napas, batuk- batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak ada

nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan napas.

2) Sesak setelah melakukan aktivitas/ Menghadapi suatu krisis emosional.

3) Sesak napas karena perubahan udara dan debu.

4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.

g. Riwayat kesehatan keluarga

1) Riwayat keluarga ( + ) asma.

2) Riwayat keluarga ( + ) menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi, sinusitis,

dermatitis, dan lain- lain.

h. Aktivitas/ Istirahat

Gejala :

1) Keletihan, kelelahan, malaise.

2) Ketidakmampuan untuk melakuakan kegiatan sehari- hari karena uslit

bernapas.

3) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi dspnea

pada saat istirahat aktivitas dan hiburan.

i. Sirkulasi

Gejala :

1) Pembengkakan pada ektremitas bawah.

j. Intergritas ego

Gejala :

1) Nafas pendek, dada terasa tertekan dan ketidak mampuan bernapas.

2) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan.

k. Keamananan

Gejala :

1) Riwayat reaksi alergi/ sensitif terhadap zat.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 30: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

30

2.2.1.2 Diagnosa keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d bronkospasme, akumulasi sekret.

2) Ketidakefektifan pola napas b/d denngan bronkospasme.

3) Gangguan pertukaran gas b/d dengan gangguan suplai oksigen.

4) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan utama atau

imunitas.

5) Cemas b/d hospitalisasi.

6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih.

7) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik

2.2.1.3 Intervensi Keperawatan menurut Wilkinson&Ahern, (2012).

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sekret.

Tujuan: Jalan napas menjadi efektif.

Kriteria hasil: Jalan napas bersih, sesak berkurang, dapat mengeluarkan sekret.

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas.

Rasional: beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas.

2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman.

Rasional: peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan.

3) Pertahankan lingkungan yang nyaman .

Rasional: pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode

akut.

4) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.

Rasional: membantu mempermudah pengeluaran sekret.

5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif.

Rasional: memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,

mengeluarkan sekret. .

6) Dorong atau berikan perawatan mulut .

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 31: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

31

Rasional: higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau

mulut .

7) Kolaborasi: pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer .

Rasional: menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret .

b. Ketidakefektifan pola napas b/d denngan bronkospasme.

Tujuan: Pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil: Pola napas efektif. Bunyi napas normal kembali, Batuk berkurang.

Intervensi:

1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.

Rasional: kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi

tergantung derajat gagal napas

2) Auskultasi bunyi nafas.

Rasional: Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas.

3) Tinggikan kepal dan bentuk mengubah posisi.

Rasional: Memudahkan dalam eksansi paru dan pernapasan.

4) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.

Rasional: Membantu mempermudah pengeluaran sekret

5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen.

Rasional: Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.

c. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen.

Tujuan: Dapat mempertahankan pertukaran gas.

Kriteria hasil: Tidak ada dsypnea, dan pernapasan normal.

Intervensi:

1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada.

Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat di stress pernapasan dan atau

kronisnya proses penyakit.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 32: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

32

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang

nyaman untuk bernapas

Rasional: Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas.

3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi.

Rasional: pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

4) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat

sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral

mengindikasikan beranya hipoksemia.

5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen.

Rasional: dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.

d. Cemas b/d hospitalisasi.

Tujuan: Kecemasan pasien dapat berkurang.

Kriteria hasil: Pasien terlihat tenang, cemas berkurang, dan ekspresi wajah

tenang.

Intervensi:

1) Kaji tingkat kecemasan.

Rasional: mengetahui skala kecemasan pasien

2) Berikan terapi bermain.

Rasional: afektif mengurangi kecemasan pada anak.

3) Pertahankan kontak maksimal selama prosedur berlangsung.

Rasional: mengurangi kecemasan pada anak.

4) Anjurkan orang tua berada disamping anak saat berlangsungnya prosedur

invasive.

Rasional: agar anak merasa tenang dan mengurangi kecemasan anak karena

orang tua berada di dekatnya.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 33: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

33

e. Gangguan pola tidur b/d batuk yang berlebihan.

Tujuan: Pola tidur dapat terpenuhi.

Kriteria hasil: Menunjukkan waktu tidur yang adekuat ( 6-7 ) jam per hari dan

menunjukkan perasaan segar saat bangun tidur.

Intervensi:

1) Kaji pola tidur pasien setiap hari.

Rasional: mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi.

2) Beri posisi yang nyaman.

Rasional: memudahkan dalam beristirahat.

3) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional: menciptakan suasana yang tenang.

4) Anjurkan kepada keluara da pengunjung untuk tidak ramai.

Rasional: menciptakan suasana yang tenang.

f. Intoleran aktivitas b/d kelemahan fisik.

Tujuan: aktivitas kembali normal.

Kriteria hasil: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi:

1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas.

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan aktivitas pasien.

2) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat perubahan tanda vital

selama dan setelah aktivitas.

Rasional: menetapkan kebutuhan/ kemampuan pasien dan memudahkan pilihan

intervensi.

3) Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktivitas.

Rasional: mengetahui adanya tanda kelelahan dalam melakukan aktivitas.

4) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional: menciptakan suasana yang tenang.agar emudahkan untuk beristirahat.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 34: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

34

g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama atau imunitas.

Tujuan : Tidak mengalami infeksi nosokomial.

Kriteria hasil : Tidak ada tanda- tanda infeksi., mukosa mult lembab, dan batu

berkurang.

Intervensi :

1) Monitor tanda vital.

Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

2) Observasi warna, karakter, dan jumlah sputum.

Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru

3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi.

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan

latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

4) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa

Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat

sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral

mengindikasikan beranya hipoksemia.

5) Kolaborasi dalam pemberian antibotik.

Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 35: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

35

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 36: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

36

DAFTAR PUSTAKA

Akib, A. ( 2008 ). Asma Pada Anak, Sari Pediatri, Vol : 10, No : 2.

Alimul, Aziz ( 2007 ). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Corwin, E. J. ( 2009 ). Buku Saku Patofisologi. Jakarta : EGC.

Hadibroto & Alam ( 2006 ). Asma. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Karinna Haq, Rosma. ( 2010 ). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Serangan Asma pada Penderita Asma Bronkial di BP4 Semarang. JurnalKesMaDaSka, Vol : 1, No : 1, ISSN : 2087-5002.

Karsono, Edy ( 2006 ). Struktur Anatomi Tubuh Manusia. Bandung : PT Sarana Panca Nusa.

Mboi, Nafsiah ( 2013 ). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan.

Meiyanti., Mulia, J. I. ( 2005 ). Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol : 19, No : 3.

Oemiyat., R., Sihombing, M & Qomariah ( 2010 ). Faktor- Faktor yang berhubungan dengan Penyakit Asma di Indonesia, Media Litbang Kesehatan, Vol : XX, No : 1.

Price & Wilson ( 2005 ). Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Pudjiadi, A. H. ( 2013 ). Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ridha, H. N. ( 2014 ). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pekajar.

Ross & Wilson ( 2009 ). Dasar- dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Medika.

Widodo & Djajalaksana. ( 2012 ). Patofisiologi dan Marker Airway Remodeling pada Asma Bronkial. Jurnal Respir Indo, Vol : 32, No : 2.

Wijaya dan Putri ( 2013 ). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Wilkinson & Ahern (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Universitas Muhammadiyah Magelang

Page 37: BAB 1 Dan Bab 2 All Ini One

37

Wistiani., Notoatmojo, H. ( 2011 ). Hubungan Pejanan Alergen Terhadap Kejadian Alergi Pada Anak. Sari Pediatri, Vol : 13, No : 3.

Wong ( 2009 ). Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

Yunus, Faisal. ( 2010 ). Jurnal Respirologi Indonesia, Vol : 30, No : 2, ISSN : 0853-7704.

Universitas Muhammadiyah Magelang