Bab 1

27

Click here to load reader

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap individu  memiliki kemampuan menjalin hubungan sosial, mulai dari hubungan

intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Hubungan sosial tersebut diperlukan

individu dalam rangka menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan hidup. Maka dari itu

seorang manusia perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.

Kepuasan hubungan akan tercapai bila individu terlibat aktif dalam melakukan

interaksi peran serta yang tinggi, disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan

rasa memiliki, kerja sama, hubungan timbal balik yang harmonis.

Pemutusan hubungan akan terjadi apabila terdapat ketidakpuasan individu dalam

menjalin interaksi, juga adanya respon lingkungannya yang negatip. Kondisi ini akan

mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain dan keinginan untuk

menghindar dari orang lain atau isolasi sosial. Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan

membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:

1. Apakah pengertian dari isolasi sosial?

2. Bagaimana proses terjadinya isolasi sosial?

3. Apa saja tanda dan gejala dari isolasi sosial?

4. Apa saja diagnosa keperawatan dari isolasi sosiala?

5. Bagaimana tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian dari isolasi sosial

2. Untuk mengetahui terjadinya isolasi sosial

3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari isolasi sosial

4. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dari isolasi sosiala

Askep Isolasi Sosial Page 1

Page 2: Bab 1

5. Untuk mengetahui tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial

Askep Isolasi Sosial Page 2

Page 3: Bab 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar dan Teori

2.1.1 Pengertian Isolasi Sosial

Isolasi social adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin

merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti

dengan orang lain.

Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat

adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan

mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan

Akemat, 2009, hlm. 93)

Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.

Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk

berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap

memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang

lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010, hlm. 29)

Isolasi social merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena

merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,

pikiran, dan kegagalan. Klien menngalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan

dengan orang lain yang dimanfaatkan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak

sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009, hlm. 229)

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial merupakan suatu

keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan

kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami

Askep Isolasi Sosial Page 3

Page 4: Bab 1

kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku

menarik diri.

2.1.2 Proses Terjadinya Masalah

Proses terjadinya masalah dapat gambarkan dalam bentuk skema 2.1 dibawah ini:

Skema 2.1 Model adaptasi stres. (Stuart dan Laraia, 2005, hlm. 434)

a.    Faktor Predisposisi

Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan

Isolasi Sosial, diantaranya:

1)   Faktor Tumbuh Kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus

dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan

tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan

dapat menimbulkan masalah sosial.

Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1

dibawah ini:

Tahap

PerkembanganTugas

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.

Masa BermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku

mandiri

Masa PrasekolahBelajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,

dan hati nurani

Masa SekolahBelajar berkompetisi, bekerja sama, dan

berkompromi

Masa PraremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama

jenis kelamin

Masa Dewasa

Muda

Menjadi saling bergantung antara orang tua dan

teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai

Askep Isolasi Sosial Page 4

Page 5: Bab 1

anak

Masa Tengah

Baya

Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah

dilalui

Masa Dewasa

Tua

Berduka karena kehilangan dan mengembangkan

perasaan keterkaitan dengan budaya

Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal (Erik

Erikson dalam Stuart, 2007, hlm. 346)

2)   Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-

norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak

produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari

lingkungan sosialnya.

3)   Faktor Biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam

hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan

sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam

hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta

perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.

4)   Faktor Komunikasi dalam Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan

dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi

sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota

keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi

emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan

lingkungan diluar keluarga.

Askep Isolasi Sosial Page 5

Page 6: Bab 1

b.    Faktor Presipitasi (pencetus)

Menurut Stuart (2007, hlm. 280) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya

mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan, yang memenuhi

kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor

pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:

1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga

dan berpisah dari orang yang berarti.

2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang

lain untuk memenuhi kebutuhan. 

c.    Penilaian Terhadap Stressor

Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar

sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan, bukan mengambil

resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu

mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan. (Stuart,

2007, hlm. 280).

d.   Sumber Koping

Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon

sosial maladaptif adalah sebagai berikut :

1. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.

2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada

hewan peliharaan.

3. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya:

kesenian, musik, atau tulisan)

Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432) terkadang ada beberapa orang yang ketika

ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam

mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi

menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk

keluarga dan temannya.

Askep Isolasi Sosial Page 6

Page 7: Bab 1

e.    Mekanisme Koping

Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon sosial maladaptif

menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.

Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu

sebagai berikut:

1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial

- Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi

kepada orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004, hlm. 35)

- Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan

dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004, hlm. 36)

2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang

- Splitting

- Formasi reaksi

- Proyeksi

- Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan

orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)

- Idealisasi orang lain

- Merendahkan orang lain

- Identifikasi proyeksi

Pattern of

parenting

(Pola asuh

keluarga)

Inevective coping

(Koping individu

tidak efektif)

Lack of

Development task

(Gangguan tugas

perkembangan)

Stressor internal and

external (Stres internal

dan external

Misal: Pada anak

yang kelahirannya

tidak dikehendaki

(unwanted child)

akibat kegagalan

kb, hamil di luar

Misal: Saat

individu mengalami

kegagalan

menyalahkan orang

lain,

ketidakberdayaan,

Misal: Kegagalan

menjalin hubungan

intim dengan

sesame jenis atau

lawan jenis, tidak

mampu mandiri dan

Misal: Stres terjadi

akibat ansietas yang

berkepanjangan dan

terjadi bersama dengan

keterbatasan

kemampuan individu

Askep Isolasi Sosial Page 7

Page 8: Bab 1

nikah, jenis

kelamin yang

tidak diinginkan,

bentuk fisik

kurang menawan

menyebabkan

keluarga

mengeluarkan

komentar-

komentar

negative,

merendahkan,

menyalahkan

anak

menyangkal tidak

mampu

menghadapi

kenyataan dan

menarik diri dari

lingkungan, terlalu

tingginya self ideal

dan tidak mampu

menerima realitas

dengan rasa syukur

menyelesaikan

tugas, bekerja,

bergaul, sekolah,

menyebabkan

ketergantungan

pada orang tua,

rendahnya

ketahanan terhadap

berbagai kegagalan.

untuk mengatasinya.

Ansietas terjadi akibat

berpisah dengan orang

terdekat, hilangnya

pekerjaan atau orang

yang dicintai.

Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan

lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan

maladaptive sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Respon Adaptif:

Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan secara

umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah secara umum serta

masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah

1) Menyendiri: respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah

terjadi di lingkungan sosialnya.

2) Otonomi: kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,

perasaan dalam hubungan social

Askep Isolasi Sosial Page 8

MenyendiriOtonomi

BekerjasamaIndependen

Menarik diriKetergantungan

ManipulasiCuriga

Merasa sendiri Depedensi

Curiga

Page 9: Bab 1

3) Bekerjasama: kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen: Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam

membina hubungan interpersonal

Respon Maladaptif

Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk

respon maladaptive adalah:

1) Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara

terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga

ketergantungan dengan orang lain.

3) Manipulasi: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga

tidak dapat membina hubungan social secara mendalam.

4) Curiga: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Gejala Subjektif:

- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

- Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

- Respon verbal kurang dan sangat singkat.

- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti denagn orang lain.

- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

- Klien merasa tidak berguna.

- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

- Klien merasa ditolak.

Gejala Objektif:

- Klien banyak diam dan tidak mau bicara.

- Tidak mengikuti kegiatan.

- Banyak berdiam diri di kamar.

- Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.

- Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.

Askep Isolasi Sosial Page 9

Page 10: Bab 1

- Kontak mata kurang.

- Kurang spontan.

- Apatis (acuh terhadap lingkungan)

- Ekspresi wajah kurang berseri.

- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

- Mengisolasi diri.

- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

- Masukan makanan dan minuman terganggu.

- Retensi urin dan feses.

- Aktivitas menurun.

- Kurang energy (tenaga)

- Rendah diri

- Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

2.1.4 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian yang

interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi dan

evaluasi. (NANDA, 2011, hlm. 2)

a)   Diagnosa utama : Isolasi sosial

b)   Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006, hlm. 20 )

adalah sebagi berikut:

(1)     Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

(2)     Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

(3)     Gangguan konsep diri: harga diri rendah

(4)     Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik

(5)     Defisit perawatan diri

(6)     Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien

dirumah.

(7)     Gangguan pemeliharaan kesehatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009, hlm. 36) adalah

sebagai berikut:

Askep Isolasi Sosial Page 10

Page 11: Bab 1

(1)     Isolasi sosial

(2)     Harga diri rendah kronis

(3)     Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

(4)     Koping individu tidak efektif

(5)     Koping keluarga tidak efektif

(6)     Malas beraktivitas

(7)     Defisit perawatan diri

(8)     Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

2.1.5 Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-kadang

perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada

pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bias dilakukan. Pendekatan

yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien sudah percaya maka apapun yang

diprogramkan, klien akan mengikutinya. Tindakan yang harus dilakukan dalam

membina hubungan saling percaya, adalah:

a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.

b. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara

sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan klien.

c. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.

d. Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan

dikerjakan, dan tempatnya dimana.

e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk

kepentingan terapi.

f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.

g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.

2. Membantu Klien Menyadari Perilaku Isolasi Sosial

Mungkin perilaku isolasi social yang dialami klien dianggap sebagai perilaku yang

normal. Agar klien menyadari bahwa perilaku tersebut diatasi maka hal yang pertama

Askep Isolasi Sosial Page 11

Page 12: Bab 1

dilakukan adalah menyadari klien bahwa isolasi social merupakan masalah dan perlu

diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menyatakan:

a. Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.

b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang

lain.

c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab

dengan mereka.

d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan

dengan orang lain.

e. Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik klien.

3. Melatih Klien Cara-cara Berinteraksi dengan Orang Lain Secara Bertahap

a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.

b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.

c. Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang

dilakukan di hadapan perawat.

d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga.

e. Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua,

tiga, empat orang, dan seterusnya.

f. Beri pujian untuk setiap setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.

g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain.

Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri

dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

4. Diskusikan dengan klien tentang keluarga dan kelebihan yang dimiliki.

5. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun

kepercayaan diri klien dalam pergaulan.

6. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang kontruksif.

7. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.

8. Diskusikan dengan keluarga pentingnnya interaksi klien yang dimulai dengan

keluarga terdekat.

9. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi

dengan lingkungan sekitar.

Askep Isolasi Sosial Page 12

Page 13: Bab 1

10. Intervensi Keperawatan untuk Keluarga

Intervensi keperawatan keluarga menurut Keliat & Akemat (2010, hlm. 104) adalah

sebagai berikut:

1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

2. Jelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya, penyebab isolasi sosial,

cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

3. Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.

4. Bantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan

masalah yang dihadapi.

5. Susun rencana pulang bersama keluarga.

2.1.6 Terapi Modalitas

Suatu kegiatan yang diberikan kepada seseorang secara teraupetik sehingga dapat

mempercepat proses penyembuhan pasien.

1)   Terapi Individual

Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan

cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir dan perilakunya. Terapi ini meliputi

hubungan satu-satu antara ahli terapi dan klien. Individu biasanya mencari terapi jenis

ini dengan tujuan memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat perubahan

personal, memperbaiki hubungan iterpersonal, atau berusaha lepas dari rasa sakit hati

atau ketidakbahagiaan. (Videbeck, 2008, hlm. 69)

2)   Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan pasien dan

anggota keluarganya. Tujuannya adalah memahami bagaimana dinamika keluarga

memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional

keluarga, merestrukturi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan menguatkan

perilaku penyelesaian masalah keluarga. (Steinglass, dalam Videbeck, 2008, hlm. 70)

3)   Terapi Kelompok

Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi

kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuannya

agar meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. (Keliat dan

Akemat, 2004, hlm. 16)

Askep Isolasi Sosial Page 13

Page 14: Bab 1

4)   Terapi Lingkungan

Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak

pada kesembuhan. (Yosep, 2009, hlm. 325)

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi berdasarkan dua

metode, yaitu sebagai berikut:

a. Metode Biologik

Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai

berikut:

1)   Terapi Psikofarmaka

Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi

neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata lain

skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih untuk

skizofrenia terbagi dalam dua golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik

tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin,

Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir reseptor

dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal

menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif yang menghambat sistem limbik.

Memberikan efek antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.

2)   Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur diagnostik yang digunakan untuk

mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:

a)    Coputerized Tomografi (CT Scan)

Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas struktur otak

dalam sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm. 318)

b)   Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.

c)    Positron Emission Tomography

Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa, aliran darah

terutama yang terkait dengan psikiatri.

Askep Isolasi Sosial Page 14

Page 15: Bab 1

3)   Elektroconvulsif Therapy (ECT)

Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan ECT dilakukan 2

sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12 kali pengobatan. (Townsend, 2003,

hlm.316)

2.1.8 Metode Psikososial

Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1)   Psikoterapi

Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila penderita dengan

terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah

kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006, hlm. 105)

2)   Terapi Psikososial

Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi

dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak

bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan

masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)

3)      Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai manfaat.

Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya

perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam

beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa

kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan,

kajian kitab suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)

Askep Isolasi Sosial Page 15

Page 16: Bab 1

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

LAPORAN KASUS

3.1 Askep Isolasi Sosial

Askep Isolasi Sosial Page 16

Page 17: Bab 1

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Isolasi social adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau

bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin

merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti

dengan orang lain.

Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat

adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan

mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI, 2000).

Tanda dan Gejala

Gejala Subjektif:

- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

- Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

- Respon verbal kurang dan sangat singkat.

- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti denagn orang lain.

- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.

- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

- Klien merasa tidak berguna.

- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

- Klien merasa ditolak.

Gejala Objektif:

- Klien banyak diam dan tidak mau bicara.

- Tidak mengikuti kegiatan.

- Banyak berdiam diri di kamar.

- Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.

- Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.

- Kontak mata kurang.

- Kurang spontan.

- Apatis (acuh terhadap lingkungan)

Askep Isolasi Sosial Page 17

Page 18: Bab 1

- Ekspresi wajah kurang berseri.

- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

- Mengisolasi diri.

- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

- Masukan makanan dan minuman terganggu.

- Retensi urin dan feses.

- Aktivitas menurun.

- Kurang energy (tenaga)

- Rendah diri

- Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009, hlm. 36) adalah

sebagai berikut:

(1)     Isolasi sosial

(2)     Harga diri rendah kronis

(3)     Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

(4)     Koping individu tidak efektif

(5)     Koping keluarga tidak efektif

(6)     Malas beraktivitas

(7)     Defisit perawatan diri

(8)     Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Askep Isolasi Sosial Page 18

Page 19: Bab 1

DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa  Edisi Revisi. Bandung : PT Refika Aditama

Fitria , Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan  Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Doenges E, Marylin et. al. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3.(alih bahasa

oleh Laili Mahmudah, dkk, 2006). Jakarta : EGC

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (alih bahasa , Ramona P Kapoh,  Egi

Komara Yudha, 2006). Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:

EGC

Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto

Townsend, Mary C (2003). Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of Care.Fourth

Edition. Philadelphia : Davis Company

Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (alih bahasa oleh Komalasari &

Hany, 2008). Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan

Kriteria Hasil NOC  Edisi 7. Jakarta: EGC

Askep Isolasi Sosial Page 19