b8536-KETERIKATAN-ANTARA-KELIMPAHAN-FITOPLANKTON-DENGAN-PARAMETER-FISIKA-KIMIA-DI-ESTUARI-SUNGAI-BRANTAS-(PORONG)-JAWA-TIMUR.pdf...
Transcript of b8536-KETERIKATAN-ANTARA-KELIMPAHAN-FITOPLANKTON-DENGAN-PARAMETER-FISIKA-KIMIA-DI-ESTUARI-SUNGAI-BRANTAS-(PORONG)-JAWA-TIMUR.pdf...
-
KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA
DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR
DEWI WULANDARI`
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
-
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Dewi Wulandari C24104071
-
DEWI WULANDARI. Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan ENAN M. ADIWILAGA.
RINGKASAN
Penelitian dilakukan di perairan Estuari Sungai Brantas tepatnya di muara Sungai Porong, Jawa Timur pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton, dinamika spasial dan temporal kelimpahan fitoplankton serta keterkaitan antar jenis dan kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika dan kimia khususnya nutrien (nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang dinamika struktur komunitas fitoplankton di sebuah estuari tropis khususnya dalam hal dinamika spasial dan temporal, dalam hal ini pada muara Sungai Porong, serta informasi ini dapat digunakan untuk pemanfaatan dan pengelolaan Estuari Sungai Brantas secara optimal.
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae. Genus Chaetoceros sp ditemukan pada hampir seluruh stasiun pengamatan. Kelimpahan fitoplankton pada bulan Maret 2007 memiliki nilai kisaran sebesar 42.744 335.034 sel/l. Berdasarkan kesamaan spasial dan variasi musim, kelimpahan fitoplankton tertinggi diperoleh pada bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dengan kisaran sebesar 8.812 35.243 sel/l.
Indeks keanekaragaman fitoplankton yang diperoleh selama pengamatan di Estuari Sungai Brantas menunjukkan kisaran 0,36 1,98, dengan indeks keseragaman berkisar antara 0,02 0,29 dan indeks dominansi yang menunjukkan kisaran 0,19 0,86. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dominansi spesies fitoplankton tertentu pada perairan Estuari Sungai Brantas.
Berdasarkan hasil korelasi Analisis Komponen Utama terlihat bahwa secara umum kelimpahan fitoplankton di Estuari Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong memiliki korelasi positif yang erat dengan variabel kecerahan, salinitas, pH, silikat, dan memiliki korelasi negatif dengan nitrat, nitrit, ammonia, dan fosfat.
-
KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA
DI ESTUARI SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR
Oleh: DEWI WULANDARI
C 24104071
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
-
SKRIPSI Judul Penelitian : Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan
Parameter Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur
Nama Mahasiswa : Dewi Wulandari Nomor Pokok : C24104071 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan
Menyetujui
I. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga NIP 131 878 933 NIP 130 892 613
Mengetahui, II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP 131 578 799
Tanggal Lulus: 30 Desember 2008
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul Keterikatan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter
Fisika Kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Skripsi ini
diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Atas kelancaran dan terselesaikannya penyusunan skripsi ini, tidak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si dan Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan
pengarahan, bimbingan, dan koreksi selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku penguji tamu dan Ir. Zairion, M.Sc
selaku penguji wakil dari departemen yang telah membantu dalam
pemberian arahan, dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak membantu dalam memberikan arahan dan masukan selama
menjalani perkuliahan serta PKSPL IPB melalui Grant Research IFS
Sweden No. A/3865-1, 2005 atas diizinkannya penulis bergabung dalam
penelitian ini.
4. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc yang telah banyak membantu dalam
memberikan arahan serta masukan.
5. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Lab BIMI I yang telah banyak membantu
selama proses identifikasi fitoplankton sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar.
6. Bapak, Ibu, dan adik-adikku yang telah mendoakan, memberikan
semangat, serta dukungan dalam penyelesaian studi di Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan.
7. Ridwan Arifin, Rendy Elia Sormin, dan Fajlur Adi Rachman selaku rekan
penelitian di estuari Sungai Brantas yang telah saling membantu dan
bekerja sama dalam proses menyelesaikan penelitian serta teman-teman
iv
-
MSP 41 yang telah memberikan dukungan, saran, dan masukkan
mengenai penelitian dan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Bogor, Januari 2009
Penulis
v
-
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar belakang ........................................................................... 1 B. Perumusan masalah .................................................................... 2 C. Tujuan ........................................................................................ 2 D. Manfaat ...................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
A. Kondisi umum Estuari Sungai Brantas ....................................... 4 B. Fitoplankton ............................................................................... 4
1. Kelimpahan dan distribusi fitoplankton ................................ 5 2. Struktur komunitas fitoplankton ........................................... 7 3. Klorofil-a ............................................................................. 8
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton ....... 8 1. Parameter fisika .................................................................... 8 a. Suhu .......................................................................... 8
b. Kecerahan dan kekeruhan ......................................... 9 2. Parameter kimia .................................................................... 9
a. pH ............................................................................ 9 b. Salinitas .................................................................... 10 c. Unsur hara ................................................................. 10 1. Nitrogen ........................................................... 11 2. Fosfat ............................................................... 12 3. Silikat ............................................................... 12 III. METODE PENELITIAN .......................................................... 13
A. Waktu dan lokasi penelitian ........................................................ 13 B. Alat dan bahan ........................................................................... 14 C. Metode pengambilan contoh ....................................................... 14
1. Penentuan stasiun ................................................................... 14 2. Pengambilan contoh dan identifikasi fitoplankton ................... 16
3. Pengambilan contoh dan analisis kualitas air serta klorofil-a.... 17 D. Analisis data ............................................................................... 17
1. Indeks biologi ....................................................................... 17 a. Indeks keanekaragaman (H) ....................................... 17 b. Indeks keseragaman (E) ............................................. 18 c. Indeks dominansi (C) .................................................. 18 2. Analisis komponen utama ...................................................... 19
vi
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 20 A. Fitoplankton dan indeks biologi .................................................. 20
1. Komposisi jumlah jenis fitoplankton ...................................... 20 2. Kelimpahan fitoplankton ........................................................ 22 3. Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) jenis fitoplankton .................................. 28
B. Hubungan kelimpahan jenis fitoplankton dengan sebaran salinitas pada bulan Maret 2007 ............................................................... 29 C. Keterkaitan kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a ............... 31 D. Analisis hubungan parameter fisika, kimia, dan biologi di perairan Estuari Sungai Brantas (Porong) .................................................. 32 1. Bulan Maret 2007 ................................................................... 33 2. Bulan Agustus 2007 ............................................................... 35 3. Bulan Maret 2008 ................................................................... 36 E. Perbandingan komposisi dan kelimpahan fitoplankton berdasarkan variasi musim (hujan dan kemarau) ............................................. 38 1. Musim hujan .......................................................................... 38 2. Musim kemarau ...................................................................... 40 V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 41 A. Kesimpulan ................................................................................ 41 B. Saran .......................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 42
LAMPIRAN ...................................................................................... 45
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................... 63
vii
-
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Maret 2007 ..................... 15 2. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 ............................................................................. 15 3. Jumlah jenis dan kelimpahan (sel/l) fitoplankton pada setiap bulan pengamatan ......................................................................... 23 4. Indeks keanekaragaman (H), Indeks keseragaman (E), dan Indeks dominansi (C) fitoplankton ................................................ 28
viii
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema perumusan masalah keterikatan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur .......................................... 2 2. Lokasi penelitian di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur (Sumber : Google Earth) ............................................................... 13 3. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Maret 2007 .......................................................................... 15 4. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 ............................................ 16 5. Komposisi dan jumlah berdasarkan jenis dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008 ................................................................................... 21 6. Grafik kelimpahan fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008 ................................................... 25 7. Komposisi (%) berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008 ................................................................................ 27 8. Grafik hubungan antara kelimpahan jenis fitoplankton ; a) dengan Chaaetoceros sp. ; b) tanpa Chaetoceros sp. dengan gradien salinitas pada bulan Maret 2007 ............................ 30
9. Grafik persentase jenis fitoplankton pada setiap stasiun dan rentang salinitas pada bulan Maret 2007 ................................. 31 10. Grafik hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008 ................................................................................ 31 11. Grafik analisis komponen utama-PCA (Maret 2007) ; a) Parameter lingkungan yang teramati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi ................................. 33 12. Grafik hasil analisis komponen utama-PCA (Agustus 2007) ;
a) Parameter lingkungan yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi ................................. 36
13. Grafik analisis komponen utama-PCA (Maret 2008) ;
ix
-
a) Parameter lingkungan yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi .................................. 37
x
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Maret 2007 .................... 46 2. Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Agustus 2007 ................. 47 3. Jenis dan kelimpahan fitoplankton bulan Maret 2008 .................... 48 4. Parameter fisika kimia perairan pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret 2008 ....................................................... 49 5. Kelimpahan jenis fitoplankton dan persentasenya di setiap stasiun pada salinitas tertentu pada bulan Maret 2007 ..................... 50 6. Konsentrasi klorofil-a pada bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret 2008 ............................................................................. 51 7. Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Maret 2007 .................................................................................... 52 8. Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Agustus 2007 ................................................................................ 54 9. Hasil analisis komponen utama (PCA) pada bulan Maret 2008 .................................................................................... 56 10. Komposisi (%) fitoplankton berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas fitoplankton pada bulan Maret 2006 dan Juli 2006 .......................................................................... 58 11. Parameter fisika kimia perairan pada bulan Maret 2006 dan Juli 2006 .......................................................................... 59 12. Gambar jenis fitoplankton ............................................................. 60
xi
-
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perairan estuari secara sederhana dapat diartikan sebagai perairan di
sekitar muara sungai. Air di muara sungai merupakan campuran massa air yang
berasal dari sungai (air tawar) dengan air laut sekitarnya. Percampuran dari massa
air tersebut dapat menyebabkan fluktuasi parameter fisika dan kimia di perairan
estuari. Kondisi lingkungan yang selalu berfluktuasi ini akan mempengaruhi
organisme dan biota yang ada di dalam perairan. Salah satunya adalah
fitoplankton yang berperan sebagai produsen dalam tingkatan rantai makanan
pada perairan tersebut.
Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh faktor fisika
dan kimia perairan. Fitoplankton memiliki batas toleransi tertentu terhadap faktor-
faktor fisika kimia sehingga akan membentuk struktur komunitas fitoplankton
yang berbeda. Kombinasi pengaruh antara faktor fisika kimia dan kelimpahan
fitoplankton menjadikan komunitas dan dominansi fitoplankton pada setiap
perairan tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai indikator biologis suatu
perairan.
Beban masukan yang ditimbulkan dari kegiatan manusia di sepanjang
daerah aliran Sungai Brantas akan meningkatkan kandungan unsur hara di
perairan. Meningkatnya kandungan unsur hara pada perairan secara langsung akan
mempengaruhi komunitas fitoplankton dan lingkungan sekitarnya. Kondisi ini
mengakibatkan adanya fluktuasi secara temporal struktur komunitas fitoplankton
akibat pengaruh musim (hujan dan kemarau) serta interaksinya dengan faktor
fisika kimia dan pembatas utama nutrien bagi fitoplankton di perairan Estuari
Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong.
Menyadari akan arti pentingnya fungsi dari Estuari Sungai Brantas, maka
diperlukan informasi mengenai kondisi atau kualitas air yang mencakup kualitas
fisika, kimia, dan biologi perairan khususnya fitoplankton di Estuari Sungai
Brantas (Porong). Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk pemanfaatan
Estuari Sungai Brantas secara berkelanjutan.
-
B. Perumusan masalah
Estuari Sungai Brantas khususnya muara Sungai Porong termasuk pada
ekosistem pesisir yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas manusia.
Kegiatan pembangunan dan aktifitas manusia di sepanjang Daerah Aliran Sungai
(DAS) Brantas akan meningkatkan beban masukan berupa limbah pertanian,
limbah domestik, limbah industri serta aktifitas manusia lainnya ke perairan
Sungai Brantas, khususnya pada muara Sungai Porong yang merupakan cabang
dari Sungai Brantas. Meningkatnya beban masukan tersebut dapat meningkatkan
kandungan unsur hara pada perairan Estuari Sungai Brantas yang selanjutnya akan
menyebabkan perubahan kualitas fisika kimia perairan dan kesuburan perairan
tersebut (Gambar 1).
Meningkatnya kandungan unsur hara tersebut akan berpengaruh terhadap
kelimpahan fitoplankton. Oleh karena itu, kondisi fisik dan kimia serta tingkat
kesuburan pada perairan Estuari Sungai Brantas perlu dilakukan penelitian
sehingga dapat diketahui pengaruh masukan unsur hara dan perubahan komunitas
fitoplankton tersebut.
Gambar 1. Skema perumusan masalah keterikatan antara kelimpahan fitoplankton
dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur
C. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk :
1. Mengetahui komposisi jenis dan kelimpahan fitoplankton di Estuari
Sungai Brantas khususnya pada muara Sungai Porong.
Estuari Sungai Brantas
Kualitas Perairan
Fisika
Biologi
Kimia
Aktivitas manusia di
DAS Brantas
Fitoplankton
- Komposisi - Kelimpahan
2
-
2. Mengetahui dinamika spasial dan temporal kelimpahan fitoplankton di
Estuari Sungai Brantas.
3. Mengetahui keterkaitan antara jenis dan kelimpahan fitoplankton dengan
parameter fisika dan kimia khususnya nutrient (nitrat, nitrit, ammonia,
fosfat, dan silikat) di perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur
khususnya di muara Sungai Porong.
D. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
tentang dinamika kelimpahan fitoplankton di sebuah estuari tropis khususnya
dalam hal dinamika spasial dan temporal, dalam hal ini yaitu muara Sungai
Porong. Selain itu, informasi ini juga dapat digunakan untuk pemanfaatan dan
pengelolaan Estuari Sungai Brantas secara optimal.
3
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi umum Estuari Sungai Brantas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas terletak di Propinsi Jawa Timur
antara 110 30 - 112 55 BT dan 7 1 - 8 15 LS. Sungai Brantas merupakan
sungai terpanjang di Jawa Timur (panjang 320 km) dengan daerah aliran seluas
12.000 km2, atau lebih kurang seperempat luas wilayah Propinsi Jawa Timur.
Sungai Brantas bersumber pada lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara, dan
bermuara di Selat Madura. Sungai Brantas bercabang dekat Mojokerto menjadi
Kali Surabaya dan Kali Porong yang mengalir ke Selat Madura di utara Pasuruan
(Handayani et al., 2001).
Jumlah penduduk di wilayah ini 14 juta jiwa (40 % dari penduduk Jawa
Timur). Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas hulu yang dimulai dari Sumber
Brantas hingga sebelum masuk Bendungan Sutami mempunyai daerah tangkap
hujan seluas 2.050 km2. Pada musim hujan, rata-rata debit atau aliran Sungai
Brantas yang masuk ke muara Porong sebesar 600 m3/detik dan dapat mencapai
1.200 m3/detik. Sedangkan pada musim kemarau aliran Sungai Brantas sangat
rendah (5-6 m3/detik). Air dari Sungai Brantas dipergunakan untuk pertanian, air
minum, sekaligus sebagai tempat pembuangan sampah (Handayani et al., 2001).
B. Fitoplankton
Istilah plankton adalah suatu istilah yang umum. Plankton meliputi biota
yang hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Istilah plankton berasal dari
kata Yunani yang berarti pengembara. Organisme ini biasanya berukuran relatif
kecil atau mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau melayang dan daya
geraknya tergantung pada arus atau pergerakan air. Plankton dapat dibagi ke
dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan
zooplankton (plankton hewani) (Arinardi et al., 1997).
Fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan
hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Fitoplankton memiliki klorofil
untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat
dan oksigen. Zooplankton adalah hewan-hewan laut yang bersifat planktonik.
-
Plankton dapat dikelompokkan menjadi lima golongan berdasarkan ukurannya,
yaitu megaplankton (>2 mm), makroplankton (0.2 mm 2 mm), mikroplankton
(20 m - 0.2 mm), nanoplankton (2 m - 20 m), dan ultraplankton (
-
dijumpai di perairan neritik (terutama perairan yang dipengaruhi oleh estuari)
daripada oseanik. Pengelompokkan fitoplankton secara garis besar dibedakan atas
pengaruh fisik dan pengaruh biologi. Pengaruh fisik dapat disebabkan oleh
turbulensi atau adveksi (pergerakan massa air yang besar yang mengandung
plankton di dalamnya). Sedangkan pengaruh biologi terjadi apabila terdapat
perbedaan pertumbuhan antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan
difusi untuk menjauhi kelompoknya.
Sebaran vertikal ditandai dengan berkumpulnya fitoplankton di zona
eufotik yaitu zona dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya
fotosintesis. Dari hasil berbagai penelitian, ternyata sebaran vertikal plankton
tergantung dari berbagai faktor, antara lain intensitas cahaya, kepekaan terhadap
perubahan salinitas, arus, dan densitas air. Untuk fitoplankton, pengelompokkan
secara vertikal dipengaruhi pula oleh tersedianya nutrisi di permukaan air
(Arinardi et al., 1997).
Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton di
dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor
fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan
adalah akibat pemanfaatan nutrien, dan radiasi sinar matahari, disamping suhu,
dan pemangsaan oleh zooplankton (Basmi, 1988). Menurut Goldman dan Horne
(1983), 2 faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah mencapai
tingkat pertumbuhan maksimum pada temperatur tertentu dan mampu mencapai
cahaya dan nutrien optimum.
Menurut Nybakken (1992), plankton di daerah estuari memiliki populasi
yang rendah, biasanya terjadi pada akhir musim gugur dan musim dingin karena
berkurangnya cahaya dan kekeruhan perairan sangat tinggi sebagai akibat
besarnya debit air sungai dan turbulensi. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan diatom
yang pesat pada akhir musim dingin. Diatom seringkali mendominasi
fitoplankton, tetapi dinoflagelata dapat menjadi dominan selama bulan-bulan
panas dan dapat tetap dominan sepanjang waktu di beberapa estuaria. Menurut
Arinardi et al., (1997), jenis fitoplankton Skeletonema sp. dapat memanfaatkan
kadar zat hara lebih cepat daripada diatom lainnya.
6
-
2. Struktur komunitas fitoplankton
Komunitaas adalah kumpulan spesies organisme yang mendiami suatu
tempat. Komunitas organisme adalah sesuatu yang dinamis, dimana populasi-
populasi yang ada di dalamnya saling berinteraksi, dan mengalami variasi dari
waktu ke waktu. Variasi atau perubahan komunitas tersebut terjadi karena adanya
pengaruh faktor-faktor lingkungan yang kompleks. Salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi perkembangan komunitas fitoplankton (biomassa, keragaman
spesies, dan produksi) adalah ketersediaan nutrien di perairan (Basmi, 1988).
Struktur komunitas merupakan suatu kumpulan berbagai jenis
mikroorganisme yang berinteraksi dalam suatu zonasi tertentu. Dinamika
kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton terutama dipengaruhi oleh faktor
fisika dan kimia, khususnya ketersediaan unsur hara (nutrien) serta kemampuan
fitoplankton untuk memanfaatkannya (Muharram, 2006). Komunitas dikendalikan
oleh spesies-spesies yang dominan yang memperlihatkan kekuatan spesies
tersebut dengan spesies lainnya. Hilangnya spesies-spesies yang dominan akan
menimbulkan perubahan-perubahan penting yang tidak hanya pada komunitas
biotiknya sendiri tetapi juga dalam lingkungan fisiknya (Odum, 1993).
Odum (1993) menyatakan bahwa suatu ekosistem mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Perkembangan ekosistem tersebut biasa disebut dengan
istilah suksesi ekologi. Suksesi pada komunitas fitoplankton adalah perubahan-
perubahan dari komposisi spesies yang disebabkan oleh perbedaan laju
pertumbuhan masing-masing spesies yang membuat komunitas berkembang. Laju
pertumbuhan dikontrol oleh faktor-faktor lingkungan, sehingga variasi
perkembangan komunitas tersebut merupakan hasil dari pengaruh kondisi
lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi peningkatan
atau penurunan laju suksesi dari komunitas fitoplankton (Basmi, 1988).
Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif.
Bila kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan
tersebut memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula (Raymont, 1981). Jenis
fitoplankton yang sering dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah diatom.
Nybakken (1992) juga menyatakan bahwa fitoplankton yang berukuran besar dan
biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri dari dua kelompok besar yaitu
7
-
diatom dan dinoflagellata. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan,
baru kemudian dinoflagellata. Menurut Arinardi et al., (1997), kelas
Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada,
kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang
tinggi. Sedangkan kelas Dinoflagelata (Dinophyceae) adalah grup fitoplankton
yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom (Nontji, 2006)
3. Klorofil-a
Alat fotosintetik dari seluruh tumbuhan air kecuali alga biru dan bacteria
terletak di dalam kloroplast yang merupakan partisi sel yang aktif dalam proses
fotosintesis. Di dalam kloroplast ini terdapat klorofil dan pigmen-pigmen
fotosintetik lainnya. Klorofil-a adalah suatu pigmen fotosintetik umum pada
seluruh tumbuhan eukariotik, dan inilah yang menyebabkan air dekat pantai
terlihat hijau (Basmi, 1995). Klorofil-a terkandung di dalam semua tanaman
berfotosintesis, tumbuhan tingkat tinggi dan alga hijau. Salah satu metode
penentuan biomassa fitoplankton adalah dengan pengukuran klorofil-a, karena
klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam fotosintesis dan dikandung
sebagian besar jenis fitoplankton yang hidup di laut.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton
1. Parameter fisika
a. Suhu
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti :
curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan
intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007). Perubahan suhu sangat berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan
dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Algae dari filum Chlorophyta
dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30C-35C
dan 20C- 30C. Sedangkan filum Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap
kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorophyta dan diatom
(Haslam, 1995 in Effendi, 2003).
8
-
Suhu di perairan estuari lebih bervariasi daripada di perairan pantai di
dekatnya. Nybakken (1992) menjelaskan bahwa ketika air tawar masuk ke
estuaria dan bercampur dengan air laut, terjadi perubahan suhu dimana suhu
perairan estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada musim
panas daripada perairan pantai sekitarnya. Variasi suhu yang besar ini sebagai
fungsi dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai.
b. Kecerahan dan kekeruhan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta
ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Besarnya jumlah
partikel tersuspensi dalam perairan estuari akan menyebabkan perairan menjadi
sangat keruh. Kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum.
Kekeruhan biasanya minimum di dekat mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa
air laut, dan makin meningkat bila menjauh ke arah pedalaman (Nybakken, 1992).
2. Parameter kimia
a. pH
Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu
perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota
akuatik sensitive terhadap adanya perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 -
8,5. Nilai pH juga sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti
nitrifikasi. Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae
Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat
rendah, yaitu 1, dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6
(Haslam in Effendi, 2003).
Menurut Odum (1971), perairan dengan pH antara 6 9 merupakan
perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki
kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada
dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh
9
-
fitoplankton. Namun menurut Arinardi et al., (1997), perubahan pH kurang begitu
mempengaruhi kondisi lingkungan perairan estuari.
b. Salinitas
Salinitas perairan estuari biasanya lebih rendah daripada salinitas perairan
sekelilingnya. Di mulut sungai, salinitas bervariasi sangat besar pada saat
pergantian musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Arinardi et al., 1997).
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida,
dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran
sungai (Nontji, 2007). Nilai salinitas perairan laut 30 - 40 , pada perairan
hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 - 80 (Effendi, 2003).
Perairan estuari memiliki salinitas yang berfluktuasi, suatu gradien
salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu. Pola gradien bervariasi tergantung
pada musim, topografi estuaria, pasang-surut, dan jumlah air tawar (Nybakken,
1992). Menurut Wyrtki (1961) in Arinardi et al., (1997) pada bulan Maret angin
barat masih berhembus tapi kecepatannya sudah berkurang. Musim barat biasanya
mempunyai curah hujan yang tinggi yang dapat mempengaruhi kadar salinitas dan
juga kelimpahan fitoplankton (terutama di perairan pantai). Tingginya salinitas di
daerah intertidal bagian atas (arah ke hulu) seringkali memungkinkan binatang
laut menyusup lebih jauh ke hulu estuaria di daerah intertidal bagian atas daripada
di daerah intertidal bagian bawah.
c. Unsur hara
Kebutuhan akan makronutrien dan mikronutrien oleh fitoplankton pada
dasarnya adalah sama namun jumlahnya berbeda. Penambahan beban masukan
nutrien memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan fitoplankton pada
perairan yang oligotrofik dibandingkan terhadap perairan yang eutrofik (Basmi,
1988). Kandungan unsur hara yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton di
perairan diantaranya yaitu :
10
-
1. Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan protein
di dalam organisme. Senyawa-senyawa nitrogen, baik di tanah maupun di air
jumlahnya selalu terbatas, sedangkan tumbuhan (termasuk fitoplankton)
membutuhkan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup besar. Fiksasi nitrogen
oleh mikroba merupakan suatu proses penting yang menjamin keperluan senyawa
nitrogen selalu tersedia untuk keperluan makhluk hidup. Daya manfaat senyawa N
untuk fitoplankton adalah senyawa N dalam bentuk NO3-N (nitrat) (Basmi, 1988).
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat di perairan yang
tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat-
nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar
nitrat yang melebihi 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
perairan (Effendi, 2003). Menurut Raymont (1981), kadar nitrat dalam air
permukaan pada lintang-lintang menengah dan di wilayah tropik pada umumnya
rendah.
Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan
keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan
nitrat, dan antara nitrat dan gas nitrogen. Keberadaan nitrit menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar
oksigen terlarut sangat rendah. Hasil-hasil penetapan kadar nitrit menunjukkan
bahwa di hampir semua perairan bahari kadar nitrit cenderung rendah, bahkan
lebih rendah dari kadar nitrat dan ammonia (Raymont, 1981). Amonia di perairan
merupakan racun bagi biota hewani. Nilai ammonia yang tinggi dapat
memberikan efek negatif bagi kehidupan fitoplankton. Daya racun ammonia akan
meningkat sebanding dengan meningkatnya pH dan kandungan CO2 bebas.
Demikian pula sebaliknya, daya racun ammonia akan menurun dengan
berkurangnya konsentrasi CO2 bebas dan pH (Basmi, 1988).
11
-
2. Fosfat
Fosfat merupakan faktor penting untuk pertumbuhan fitoplankton dan
organisme lainnya. Fosfat sangat diperlukan sebagai transfer energi dari luar ke
dalam sel organisme, karena itu fosfat dibutuhkan dalam jumlah yang kecil
(sedikit). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan (Dugan, 1972 in Effendi, 2003). Menurut Barnes dan Hughes (1982),
konsentrasi fosfat jauh lebih kecil daripada konsentrasi ammonia dan nitrat.
Fosfor dan nitrogen biasanya berada dengan perbandingan 1 : 15. Kenaikan
jumlah sel diatom diiringi dengan penurunan kadar fosfat (Raymont, 1981).
3. Silikat
Silikat merupakan nutrien yang sangat penting untuk membangun dinding
sel dalam komunitas diatom. Oleh karena itu, silikat diperlukan untuk mendukung
perkembangan atau kehidupan biota laut. Tinggi rendahnya kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan tergantung pada konsentrasi silikat (Nybakken,
1992). Silikat termasuk salah satu unsur penting bagi makhluk hidup. Beberapa
algae, terutama diatom (Bacillariophyceae) membutuhkan silika untuk
membentuk frustule (dinding sel) (Effendi, 2003).
Kadar silika pada perairan payau dan laut berkisar antara 1000 - 4000
mg/liter. Keberadaan silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena
tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup. Akan tetapi, pada perairan yang
diperuntukkan bagi keperluan industri, keberadaan silika dapat menimbulkan
masalah pada pipa karena dapat membentuk deposit silika (Effendi, 2003).
12
-
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret 2007 - Maret 2008, yang
berlokasi di perairan Estuari Sungai Brantas (Porong), Kabupaten Sidoarjo,
Propinsi Jawa Timur (Gambar 2). Secara geografis perairan Estuari Sungai
Brantas terletak pada 11030 - 11255 BT dan 71 - 815 LS, sedangkan letak
posisi stasiun pengambilan contoh terletak pada 11253 - 11254 BT dan 0731
- 0732 LS untuk bulan Maret 2007, dan untuk bulan Agustus 2007 dan Maret
2008 terletak pada 11250 - 11252 BT dan 0733 - 0734 LS. Penelitian ini
merupakan bagian dari salah satu penelitian mengenai keterkaitan komunitas
fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas.
Pengambilan sampel fitoplankton dan kualitas air dilakukan sebanyak tiga
kali yaitu pada bulan Maret dan Agustus 2007, dan Maret 2008. Hal ini dilakukan
untuk mencakup variabilitas musim yaitu Maret 2007 (musim hujan), Agustus
2007 (musim kemarau), dan Maret 2008 (musim hujan). Analisis identifikasi
fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biomikro 1, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Gambar 2. Lokasi penelitian di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur (Sumber: Google Earth)
-
B. Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan air contoh dan identifikasi
terhadap fitoplankton adalah plankton net dengan ukuran mata jaring 35 m,
ember plastik ukuran 15 liter, gayung ukuran 1,3 liter, dan botol film. Alat yang
digunakan pada saat analisis di laboratorium yaitu mikroskop binokuler model
Olympus CH-2, SRC (Sedgewick Rafter Count) dengan ukuran panjang 50 mm,
lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm (memiliki volume 1000 mm3), pipet tetes, dan
buku identifikasi plankton. Buku identifikasi plankton yang digunakan adalah
Mizuno (1979) dan Yamaji (1996). Bahan yang digunakan untuk pengawetan
fitoplankton yaitu larutan lugol.
C. Metode pengambilan contoh
1. Penentuan stasiun
Penentuan stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 6 stasiun untuk
pengamatan pertama bulan Maret 2007 pada muara Porong yang terletak di
sungai, mulut sungai, dan menuju ke arah laut (Gambar 3). Letak dan posisi
stasiun pengamatan pada bulan Maret 2007 berbeda dengan bulan Agustus 2007
dan Maret 2008 Penentuan stasiun pada sampling pertama ini didasarkan pada
peningkatan gradien salinitas, dari salinitas rendah hingga salinitas tinggi. Stasiun
1 merupakan stasiun pada daerah mulut sungai. Kemudian untuk stasiun 2, 3, 4, 5,
dan 6 merupakan daerah laut yang memiliki salinitas berbeda akibat pengaruh dari
sungai dan laut.
Pada sampling kedua dan ketiga (penelitian utama) masing-masing
dilakukan pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008, penentuan stasiun
pengambilan contoh ditetapkan sebanyak 9 stasiun berdasarkan keterwakilan
spasial wilayah estuaria, yaitu mencakup wilayah sungai (stasiun 9), Peralihan
(stasiun 1 dan 2), dan wilayah laut (3, 4, 5, 6, 7, dan 8) (Gambar 4). Koordinat
setiap stasiun disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
14
-
Tabel 1. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Maret 2007
Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur 1 07 31 34.8 112 54 13.4 2 07 31 38.7 112 54 16.5 3 07 31 46.0 112 54 18.6 4 07 31 54.7 112 54 23.7 5 07 32 04.9 112 54 18.0 6 07 32 05.7 112 53 03.4
Gambar 3. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Maret 2007
Tabel 2. Posisi geografis stasiun penelitian bulan Agustus 2007 dan Maret 2008
Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur 1 07 33 55.0 112 52 21.8 2 07 33 46.9 112 52 38.3 3 07 33 47.7 112 53 03.5 4 07 34 04.8 112 53 25.7 5 07 34 24.8 112 53 37.2 6 07 34 30.4 112 53 35.5 7 07 34 18.8 112 53 17.9 8 07 34 05.8 112 53 00.1 9 07 33 24.6 112 50 59.2
15
-
Gambar 4. Lokasi pengambilan contoh di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret 2008
2. Pengambilan contoh dan identifikasi fitoplankton
Pengambilan sampel air dilakukan pada daerah atau bagian permukaan
dengan kedalaman 50 cm. Sampel air untuk pengamatan fitoplankton diambil dari
masing-masing stasiun yang disaring dengan menggunakan plankton net ukuran
mata jaring 35 m sebanyak 65 ml. kemudian contoh air yang tersaring langsung
dimasukkan ke dalam botol film, dan diawetkan dengan larutan lugol kurang lebih
1 % dari volume air tersaring.
Identifikasi fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biomikro, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan
mikroskop binokuler model Olympus CH-2 perbesaran 10 x 10. Kemudian
sampel diamati dengan menggunakan Sedgewick-Rafter sebanyak tiga kali
ulangan untuk menghitung kelimpahan fitoplankton. Analisis kelimpahan
fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus dalam Basmi (1994) :
16
-
Keterangan :
N = Jumlah sel per liter (sel/liter) n = Jumlah sel fitoplankton pada seluruh lapang pandang (sel) A = Volume contoh air yang disaring (65 liter) B = Volume air tersaring (30 ml) C = Volume sampel di bawah gelas penutup (1 ml) D = Luas gelap penutup (1000 mm2) E = Luas total yang teramati (200 mm2)
3. Pengambilan contoh dan analisis kualitas air serta klorofil-a
Pengambilan contoh pada masing-masing stasiun untuk analisa klorofil-a
dan analisis parameter kimia seperti nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat
dimasukkan ke dalam botol sampel air ukuran 250 ml kemudian dimasukkan ke
dalam ice box untuk di analisa di laboratorium. Parameter yang diukur secara
langsung (in situ) meliputi pH, suhu, salinitas, dan kecerahan. Untuk analisis
klorofil-a dan parameter kimia seperti nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan silikat
dilakukan oleh rekan satu penelitian yaitu Arifin (2008) dan Sormin (2008).
D. Analisis data
1. Indeks biologi
a. Indeks keanekaragaman (H)
Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton digunakan persamaan
indeks Shannon-Wiener sebagai berikut (Odum, 1993) :
Keterangan :
H = Indeks keanekaragaman pi = ni/N ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu
lselxn
EDx
CBx
AN
1
i
iii ppH
0
ln
17
-
Kisaran nilai indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
H
-
Nilai C berkisar antara 0 1. Apabila nilai C mendekati 0 berarti hampir
tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang
besar (mendekati 1), sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi
dominansi jenis tertentu dan dicirikan dengan nilai E yang lebih kecil atau
mendekati 0 (Odum, 1993).
2. Analisis komponen utama (AKU)
Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan metode statistik deskriptif
yang bertujuan untuk mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat
dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Matriks data terdiri dari
variabel kelimpahan fitoplankton sebagai individu (baris) dan variabel parameter
fisika-kimia perairan sebagai variabel kuantitatif (kolom). Analisis Komponen
Utama dapat memberikan suatu gambaran yang mudah dibaca atau
diinterpretasikan pada struktur data dengan hanya menarik informasi penting.
Pada analisis data ini akan dihasilkan tiga Analisis Komponen Utama
berdasarkan waktu tiap bulan pengamatan, yaitu bulan Maret 2007, Agustus 2007,
dan Maret 2008. Hasil Analisis Komponen Utama ini akan menunjukkan korelasi
antar parameter pada setiap stasiun. Analisis Komponen Utama juga dapat
membagi atau mengelompokkan kemiripan dari parameter lingkungan yang
berbentuk matriks data (Bengen, 2000).
19
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Fitoplankton dan indeks biologi
1. Komposisi jumlah jenis fitoplankton
Berdasarkan hasil penelitian pada pengamatan ke-1 (Gambar 5.a.) yaitu
musim hujan (Maret 2007) diperoleh bahwa komposisi fitoplankton di estuari
Sungai Brantas terdiri dari empat kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (25 genera),
kelas Dinophyceae (6 genera), kelas Cholorophyceae (10 genera), dan kelas
Cyanophyceae (6 genera). Sedangkan pada pengamatan ke-2 (Gambar 5.b.) pada
musim kemarau (Agustus 2007) diperoleh komposisi fitoplankton yang terdiri
dari lima kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (25 genera), kelas Dinophyceae (4
genera), kelas Chlorophyceae (3 genera), kelas Cyanophyceae (3 genera), dan
kelas Chrysophyceae (2 genera). Pada pengamatan ke-3 (Gambar 5.a.) pada
musim hujan (Maret 2008) diperoleh komposisi fitoplankton yang terdiri dari lima
kelas yaitu kelas Bacillariophyceae (16 genera), kelas Dinophyceae (3 genera),
kelas Chlorophyceae (7 genera), kelas Cyanophyceae (3 genera), dan kelas
Chrysophyceae (1 genera).
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan
didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (diatom). Pada bulan Maret 2007
komposisi kelas Bacillariophyceae sebanyak 53,19 %, bulan Agustus 2007
sebanyak 67,57 %, dan pada bulan Maret 2008 sebanyak 53,33 %. Hal ini
disebabkan karena kelas Bacillariophyceae mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan kelas lainnya. Menurut
Arinardi et al., (1997), kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi dengan
kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai
toleransi dan daya adaptasi yang tinggi.
Kelas Chlorophyceae ditemukan dalam jumlah besar pada bulan Maret
2007 dan Maret 2008, masing-masing sebesar 21,28 % dan 23,33 %. Hal ini
diduga disebabkan oleh faktor musim. Pada bulan Maret 2007 dan Maret 2008
dipengaruhi oleh musim hujan sedangkan pada bulan Agustus 2007 dipengaruhi
oleh musim kemarau. Pada saat musim hujan jenis fitoplankton air tawar
(Chlorophyceae) banyak yang ikut terbawa oleh arus dari sungai dan terbawa ke
-
a)
b)
c)
Gambar 5. Komposisi dan jumlah berdasarkan jenis dari masing-masing kelas
fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008
Bacillariophyceae(25 jenis)53,19%
Dinophyceae(6 jenis)12,77%
Chlorophyceae(10 jenis)21,28%
Cyanophyceae(6 jenis)12,77%
Chrysophyceae(2 jenis)5,41%Cyanophyceae
(3 jenis)8,11%
Chlorophyceae(3 jenis)8,11%
Dinophyceae(4 jenis)10,81%
Bacillariophyceae(25 jenis)67,57%
Bacillariophyceae(16 jenis)53.33%
Dinophyceae(3 jenis)10.00%
Chlorophyceae(7 jenis)23.33%
Cyanophyceae(3 jenis)10.00%
Chrysophyceae(1 jenis)3.33%
21
-
perairan estuari lalu ke arah laut, sehingga menyebabkan komposisinya di perairan
estuari lebih besar. Pada bulan Agustus 2007 komposisi kelas Chlorophyceae
lebih sedikit yaitu 8,11 % yang dipengaruhi oleh musim kemarau.
Kelas Dinophyceae memiliki komposisi 12,77 % pada bulan Maret 2007,
10,81 % pada bulan Agustus 2007, dan 10,00 % pada bulan Maret 2008. Pada
bulan Agustus 2007 kelas Dinophyceae ditemukan terbanyak setelah diatom. Hal
ini sesuai dengan Nontji (2006), Dinoflagelata (kelas Dinophyceae) adalah grup
fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah diatom. Selanjutnya
komposisi jenis fitoplankton dari kelas Cyanophyceae pada bulan Maret 2007
yaitu 12,77 %, bulan Agustus 2007 yaitu 8,11 %, dan bulan Maret 2008 yaitu
10,00 %. Kelas Crysophyceae hanya ditemukan pada bulan Agustus 2007 dan
Maret 2008, masing-masing sebesar 5,41 % dan 3,32 %.
2. Kelimpahan fitoplankton
Pada Tabel 3 terlihat bahwa kelimpahan fitoplankton tertinggi berdasarkan
musim dan kesamaan spasial, diperoleh pada pengamatan bulan Agustus 2007
dengan nilai rata-rata kelimpahan sebesar 18.080 sel/l dan kisaran kelimpahan
antara 8.812 35.243 sel/l. Pada bulan Maret 2008 diperoleh nilai rata-rata
kelimpahan sebesar 1.742 sel/l dan kisaran kelimpahan antara 193 7.250 sel/l.
Perbedaan kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008
disebabkan karena adanya pengaruh musim, yaitu musim kemarau pada bulan
Agustus 2007 dan musim hujan pada bulan Maret 2008. Pada saat musim
kemarau, perairan di sekitar muara Sungai Porong cenderung lebih stabil
dibandingkan pada saat musim hujan. Hal ini diduga disebabkan oleh karena
perairan tidak terlalu banyak mendapat masukan air tawar dari Sungai Porong.
Pada musim kemarau proses dekomposisi bahan organik berjalan lebih cepat
karena massa tinggal air di sungai lebih lama sehingga unsur-unsur hara dapat
dimanfaatkan secara optimum oleh fitoplankton untuk tumbuh. Berdasarkan nilai
parameter kecerahan, bulan Agustus 2007 memiliki kisaran nilai kecerahan
perairan yang lebih tinggi, yaitu 0,6 2,1 m dibandingkan dengan kisaran nilai
kecerahan perairan pada bulan Maret 2008 yaiotu sebesar 0,2 0,6 m. Tingginya
nilai kecerahan perairan pada bulan Agustus 2007 dapat memudahkan sinar
22
-
matahari masuk ke dalam perairan secara optimum, sehingga proses fotosintesis
fitoplankton dapat berjalan dengan baik.
Tabel 3. Jumlah jenis dan kelimpahan (sel/l) fitoplankton pada setiap bulan pengamatan
Stasiun Agustus 2007 Maret 2008
jml jenis
Kelimpahan (sel/l)
jml jenis
Kelimpahan (sel/l)
1 26 16.864 13 423 2 18 35.243 3 7.250 3 24 8.812 18 5.955 4 26 21.366 15 232 5 26 9.584 17 479 6 23 13.069 11 352 7 21 14.427 12 193 8 23 33.540 17 423 9 19 9.812 7 370
Jumlah 206 162.717 113 15.677 rata-rata 18.080 1.742
Pada bulan Maret 2008 termasuk musim hujan. Air hujan yang turun akan
terbawa oleh arus dari sungai dan menuju ke perairan estuari. Pada musim hujan,
massa jenis air hujan lebih tinggi dibandingkan dengan massa jenis air di perairan
estuari. Sehingga air hujan yang terbawa arus dari sungai masuk ke perairan
estuari dan mengaduk perairan yang berada di bawahnya menuju ke permukaan
perairan dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi perairan
estuari dan juga kelimpahan fitoplankton. Semakin rendah suhu perairan massa
jenisnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini ditunjukkan dari nilai
parameter suhu pada bulan Maret 2008 stasiun 1 dan 9 yang cenderung lebih
rendah yaitu sebesar 29,5 dan 29 C. Nilai salinitas pada kedua stasiun tersebut
juga menunjukkan nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 0 . Semakin rendah
suhu perairan dan semakin tinggi nilai salinitasnya, maka perairan tersebut akan
teraduk menuju ke bawah permukaan perairan. Menurut Wyrtki (1961) in
Arinardi et al., (1997) pada bulan Maret angin barat masih berhembus tapi
kecepatannya sudah berkurang. Musim barat biasanya mempunyai curah hujan
yang tinggi yang dapat mempengaruhi kadar salinitas dan juga kelimpahan
fitoplankton terutama di perairan pantai.
23
-
Hal ini berbeda dengan kelimpahan pada bulan Maret 2007 yang
cenderung tinggi. Pada bulan Maret 2007 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton
yaitu antara 42.744 sel/l 335.034 sel/l, dengan kelimpahan tertinggi terdapat
pada stasiun 1 dan kelimpahan terendah pada stasiun 6 (Gambar 6.a.). Stasiun 1
memiliki nilai konsentrasi silika yang tinggi yaitu sebesar 3,88 mg/l, sedangkan
pada stasiun 6 memiliki nilai konsentrasi silika yang rendah sebesar 1,76 mg/l.
Silikat diperlukan untuk mendukung perkembangan atau kehidupan biota laut.
Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada
konsentrasi silikat (Nybakken, 1992). Berdasarkan nilai parameter fisika yang
diperoleh, nilai kedalaman pada bulan Maret 2007 cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. Tingginya kedalaman
akan memperkecil pengaruh kekeruhan perairan sehingga cahaya dapat masuk ke
perairan secara optimal dan dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan
fitoplankton.
Pada bulan Agustus 2007 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton yaitu
antara 8.812 sel/l 35.243 sel/l, dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada
stasiun 2 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 3 (Gambar 6.b.). Hal ini
diduga disebabkan karena letak dari stasiun 2 yang masih termasuk dalam wilayah
peralihan, dimana pada wilayah ini terjadi percampuran antara air tawar dan air
laut. Sehingga hal ini menyebabkan bervariasinya pula jumlah individu dan
kelimpahan fitoplankton. Menurut Arinardi et al., (1997), plankton di estuari
umumnya mempunyai jumlah spesies yang sedikit tetapi sering jumlah
individunya cukup banyak. Pada stasiun 2 jumlah spesiesnya lebih sedikit
dibandingkan dengan stasiun 3 yaitu sebanyak 18 spesies, tapi memiliki jumlah
individu yang cukup banyak. Sedangkan pada stasiun 3 termasuk dalam wilayah
laut.
Pada bulan Maret 2008 kisaran nilai kelimpahan fitoplankton yaitu antara
193 sel/l 7.250 sel/l, dimana kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan
kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 7 (Gambar 6.c.). Hal ini diduga karena
nilai parameter fisika-kimia perairan yang mendukung. Stasiun 7 memiliki nilai
kecerahan yang lebih rendah yaitu sebesar 0,4 m dibandingkan dengan stasiun 2
yaitu sebesar 0,6 m. Nilai kecerahan yang rendah menggambarkan nilai kekeruhan
24
-
a)
b)
c)
Gambar 6. Grafik kelimpahan fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ;
b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008
yang tinggi. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya intensitas cahaya
yang masuk ke dalam perairan. Sehingga proses fotosintesis fitoplankton
terhambat dan pertumbuhan fitoplankton tidak optimal. Hal ini sesuai dengan
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Stasiun
Kel
impa
han
Fito
plan
kton
(sel
/l) Chrysophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Dinophyceae
Bacillariophyceae
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Stasiun
Kel
impa
han
Fito
plan
kton
(sel
/l)
Chrysophyceae
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Dinophyceae
Bacillariophyceae
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Kel
impa
han
Fito
plan
kton
(sel
/l)
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Dinophyceae
Bacillariophyceae
25
-
Goldman dan Horne (1983) yaitu 2 faktor utama penentu tingkat pertumbuhan
fitoplankton adalah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum pada temperatur
tertentu dan mampu mencapai cahaya dan nutrien optimum.
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa komposisi berdasarkan kelimpahan
fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di estuari Sungai Brantas
didominasi oleh kelas Bacillariophyceae (diatom) yaitu sebesar 92,36 % pada
bulan Maret 2007, 98,54 % pada bulan Agustus 2007, dan 94,56 % pada bulan
Maret 2008. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (2006), jenis fitoplankton
yang paling umum dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah diatom. Distribusi
plankton diatom banyak ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Nybakken (1992) juga menyatakan bahwa fitoplankton yang
berukuran besar dan biasanya tertangkap oleh jaring plankton terdiri dari dua
kelompok besar yaitu diatom dan dinoflagellata. Di perairan Indonesia diatom
paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata.
Pada bulan Maret 2007 (Gambar 7.a.) dan Agustus 2007 (Gambar 7.b.)
kelas Dinophyceae memiliki komposisi yang besar setelah kelas
Bacillariophyceae, yaitu masing-masing sebesar 5,23 dan 1,36 %. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Day et al., (1989) bahwa pada umumnya kelas yang dominan
pada perairan estuari yaitu kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae. Pada bulan
Maret 2008 (Gambar 7.c.) kelas Chlorophyceae memiliki komposisi yang besar
dibandingkan dengan bulan lainnya setelah diatom yaitu sebesar 2,59 %. Hal ini
diduga disebabkan oleh pengaruh salinitas perairan. Pada bulan Maret 2008
kisaran nilai salinitas di muara Sungai Porong cenderung rendah dengan kisaran 7
8 , sedangkan pada bulan Maret 2007 dan Agustus 2007 kisaran nilai
salinitasnya cenderung lebih tinggi yaitu dengan kisaran masing-masing sebesar
6,2 28 dan 12 31,2 . Hal ini sesuai dengan pernyataan Lehmann (2000),
bahwa fitoplankton air tawar cenderung akan mati pada salinitas yang lebih tinggi,
hal ini terkait dengan proses osmoregulasi. Kelas Cyanophyceae memiliki
komposisi yang rendah yaitu pada bulan Maret 2007 sebesar 0,12 %, Agustus
2007 sebesar 0,03 % dan Maret 2008 sebesar 0,65 %. Kelas Chrysophyceae hanya
ditemukan pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008, masing-masing sebesar 0,05
% dan 0,01 %.
26
-
a) b)
c) Gambar 7. Komposisi (%) berdasarkan kelimpahan dari masing-masing kelas
fitoplankton pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008
Jenis fitoplankton yang banyak ditemukan pada bulan Maret 2007 yaitu
Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. dari kelas Bacillariophyceae, dan
Peridinium sp. dari kelas Dinophyceae. Genus Chaetoceros sp. paling sering
ditemukan pada bulan Maret 2007 dengan kelimpahan sebesar 834.689 sel/l
diikuti dengan Skeletonema sp. sebesar 55.842 sel/l. Menurut Arinardi et al.,
(1997), Skeletonema sp. dapat memanfaatkan kadar zat hara lebih cepat daripada
diatom lainnya. Genus Scenedesmus sp. dari kelas Chlorophyceae memiliki
kelimpahan sebesar 16.393 sel/l dan Oscillatoria sp. dari kelas Cyanophyceae
memiliki kelimpahan sebesar 451 sel/l.
Pada bulan Agustus 2007 jenis fitoplankton yang paling banyak ditemukan
yaitu Biddulphia sp. dari kelas Bacillariophyceae yang memiliki kelimpahan
sebesar 86.953 sel/l. Dari kelas Dinophyceae yaitu Dinophysis sp. memiliki
Bacillariophyceae92,36%
Dinophyceae5,23%
Chlorophyceae2,29%
Cyanophyceae0,12% Dinophyceae
1,36%
Chrysophyceae0,05%
Bacillariophyceae98,54%
Chlorophyceae0,02%
Cyanophyceae0,03%
Chrysophyceae0,01%
Cyanophyceae0,65%Chlorophyceae
2,59%
Dinophyceae2,19%
Bacillariophyceae94,56%
27
-
kelimpahan sebesar 1.025 sel/l. Dari kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae
yaitu Scenedesmus dan Oscillatoria sp. masing-masing ditemukan dengan
kelimpahan sebesar 24 sel/l dan 31 sel/l. Sedangkan dari kelas Chrysophyceae
ditemukan genus Dictyocha sp. dengan kelimpahan sebesar 62 sel/l.
Pada bulan Maret 2008 nilai kelimpahan dari jenis fitoplanktonnya tidak
terlalu tinggi dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Chaetoceros sp.
masih ditemukan sebagai jenis yang dominan dengan kelimpahan sebesar 8.916
sel/l diikuti oleh Skeletonema sp. dan Nitzschia sp. dengan kelimpahan masing-
masing sebesar 4.600 sel/l dan 1.210 sel/l. Pada kelas Dinophyceae ditemukan
genus Ceratium sp. dengan kelimpahan sebesar 320 sel/l. Genus Actinastrum sp.
dan Scenedesmus sp. dari kelas Chlorophyceae ditemukan dengan kelimpahan
masing-masing sebesar 191 sel/l dan 119 sel/l. Sedangkan dari kelas
Chrysophyceae hanya ditemukan genus Mesocena sp. dengan kelimpahan
terendah sebesar 1 sel/l.
3. Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks
dominansi (C) jenis fitoplankton Kestabilan komunitas suatu perairan dapat digambarkan dari nilai indeks
keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C). Nilai
kanekaragaman, keseragaman, dan dominansi fitoplankton di perairan Estuari
Sungai Brantas selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Indeks keanekaragaman (H), Indeks keseragaman (E), dan Indeks dominansi (C) fitoplankton
Stasiun Maret 2007 Agustus 2007 Maret 2008 H' E C H' E C H' E C
1 1,31 0,04 0,36 1,00 0,04 0,54 1,35 0,10 0,36 2 0,88 0,05 0,47 0,62 0,04 0,72 0,62 0,21 0,57 3 1,23 0,07 0,37 1,51 0,06 0,33 0,76 0,04 0,52 4 1,63 0,07 0,27 1,55 0,06 0,31 1,95 0,13 0,19 5 0,57 0,26 0,76 1,69 0,07 0,24 1,98 0,12 0,19 6 0,56 0,29 0,77 1,57 0,07 0,27 1,38 0,12 0,34 7 1,49 0,08 0,27 1,31 0,10 0,48 8 0,36 0,02 0,86 1,68 0,10 0,34 9 1,51 0,08 0,30 0,92 0,13 0,45
Keterangan : jumlah stasiun pada bulan Maret 2007 ditentukan sebanyak 6 stasiun dengan lokasi yang berbeda dengan lokasi pengamatan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008.
28
-
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kisaran nilai indeks keanekaragaman
(H) pada pengamatan bulan Maret 2007 yaitu antara 0,56 1,63, pada bulan
Agustus 2007 antara 0,36 1,69, dan pada bulan Maret 2008 antara 0,62 1,98.
Berdasarkan kisaran tersebut maka keanekaragaman yang ada di perairan Estuari
Sungai Porong secara umum untuk seluruh pengamatan setiap bulannya tergolong
dalam klasifikasi perairan yang memiliki keanekaragaman rendah, hal tersebut
disebabkan karena tingginya tekanan ekologis yang ada di perairan ini.
Nilai indeks keseragaman (E) pada pengamatan bulan Maret 2007 berkisar
antara 0,04 0,29, pada bulan Agustus 2007 antara 0,02 0,08, dan pada bulan
Maret 2008 antara 0,04 0,21. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis
fitoplankton di perairan Estuari Sungai Brantas secara umum memiliki nilai
keseragaman rendah. Hal ini disebabkan karena adanya dominansi yang tinggi
oleh jenis tertentu.
Indeks dominansi yang terjadi pada bulan Maret 2007 berkisar antara 0,27
0,77, pada bulan Agustus 2007 berkisar antara 0,24 0,86, dan pada bulan
Maret 2008 berkisar antara 0,19 0,57. Hal ini menunjukkan pada bulan Maret
2007 dan bulan Agustus 2007 memiliki nilai dominansi yang tinggi, sedangkan
pada bulan Maret 2008 memiliki nilai dominansi yang lebih rendah. Dominansi
jenis fitoplankton terjadi pada bulan Maret 2007 oleh genus Chaetoceros sp. dan
pada bulan Agustus 2007 oleh genus Biddulphia sp. Pada bulan Maret 2008 genus
Chaetoceros sp. masih mendominasi namun tidak sebanyak pada bulan Maret
2007.
B. Hubungan kelimpahan jenis fitoplankton dengan sebaran salinitas pada bulan Maret 2007 Keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dengan sebaran salinitas
menggambarkan sebaran kelimpahan fitoplankton dari salinitas tinggi hingga
salinitas rendah pada bulan Maret 2007. Pada Gambar 8.a.. menunjukkan bahwa
jenis fitoplankton tertinggi yaitu Chaetoceros sp., dimana terjadi penurunan
kelimpahan jenis Chaetoceros sp. Dari salinitas 28 10 pada stasiun 1 4.
Lalu meningkat pada salinitas 6,2 pada stasiun 5 dan kembali menurun pada
salinitas 9 pada stasiun 6. Untuk fitoplankton jenis Skeletonema sp. Memiliki
nilai kelimpahan yang berfluktuasi seiring dengan menurunnya salinitas. Jenis
29
-
Peridinium sp memiliki nilai kelimpahan yang tinggi pada salinitas 28 ,
semakin menurun salinitas, kelimpahan jenisnya akan semakin rendah. Pada
Gambar 8.a. dan Gambar 8.b. dapat dilihat bahwa jenis-jenis fitoplankton dari
kelas Bacillariophyceae memiliki daya adaptasi dan toleransi yang tinggi pada
kisaran salinitas tinggi. Untuk jenis fitoplankton dari kelas Chlorophyceae
(Scenedesmus sp. dan Pediastrum sp.) dan kelas Cyanophyceae (Oscillatoria sp.).
a) b) Gambar 8. Grafik hubungan antara kelimpahan jenis fitoplankton ; a) dengan
Chaaetoceros sp. ; b) tanpa Chaetoceros sp. dengan gradien salinitas pada bulan Maret 2007
Gambar 9 menjelaskan persentase jenis fitoplankton pada setiap
penurunan salinitas di setiap stasiun. Untuk nilai persentase dan kelimpahan jenis
dapat dilihat pada lampiran 5. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa jenis
Chaetoceros sp. mendominasi pada setiap stasiunnya. Jenis Scenedesmus sp.
memiliki persentase yang tinggi pada salinitas 10 (stasiun 4) sebesar 15,83 %,
sedangkan Peridinium sp. memiliki persentase sebesar 8,45 % pada salinitas 28
(stasiun 1).
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
I II III IV V VI
Stasiun
Kel
impa
han
jeni
s (s
el/l)
Chaetoceros
Coscinodiscus
Skeletonema
Prorocentrum
Peridinium
Pediastrum
Scenedesmus
Oscillatoria
Others
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
I II III IV V VI
Stasiun K
elim
paha
n je
nis
(sel
/l)
Coscinodiscus
Skeletonema
Prorocentrum
Peridinium
Pediastrum
Scenedesmus
Oscillatoria
Others
30
-
Gambar 9. Grafik persentase jenis fitoplankton pada setiap stasiun dan rentang
salinitas pada bulan Maret 2007
C. Keterkaitan kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a
Pada Gambar 10.a. menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik
antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a pada bulan Maret 2007.
Semakin tinggi kelimpahan fitoplankton, maka konsentrasi klorofil semakin
rendah. Berdasarkan grafik hubungan tersebut diperoleh persamaan Y = -6 x 10-5
X + 19,298 ; R2 = 0,5341. Nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,73 menunjukkan
hubungan yang erat antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a.
a) b)
c)
Gambar 10. Grafik hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a
pada bulan ; a) Maret 2007 ; b) Agustus 2007 ; c) Maret 2008
0%
20%
40%
60%
80%
100%
I II III IV V VI
Stasiun
Kel
impa
han
jeni
s (s
el/l) Others
Oscillatoria
Scenedesmus
Pediastrum
Peridinium
Prorocentrum
Skeletonema
Coscinodiscus
Chaetoceros
y = -6E-05x + 19,298R2 = 0,5341
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0 100000 200000 300000 400000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/l)
Klo
rofil
-a
y = 6E-05x + 3,6552R2 = 0,1186
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
0 10000 20000 30000 40000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/l)
Klo
rofil
-a
y = 8E-05x + 1,4851R2 = 0,0644
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
0 2000 4000 6000 8000
Kelimpahan Fitoplankton (sel/l)
Klo
rofil
-a
31
-
Hubungan yang berbanding terbalik antara kelimpahan fitoplankton
dengan klorofil-a pada bulan Maret 2007 disebabkan karena beberapa faktor yaitu
bias perhitungan klorofil-a dimana kandungan klorofil-a didapatkan dari detritus
dan daun-daun atau serasah dari limbah pertanian yang terbawa dari sungai
menuju ke estuari, diameter atau ukuran fitoplankton yang ditemukan kecil dan
fitoplankton tersebut sudah tidak memiliki kandungan klorofil-a, sehingga hanya
terdapat cangkang dari fitoplankton tersebut. Selain itu terdapat perbedaan ukuran
mata jaring untuk plankton net dengan ukuran kertas saring untuk analisa klorofil-
a. Ukuran mata jaring plankton net yang digunakan lebih besar daripada ukuran
kertas saring. Sehingga fitoplankton yang terambil maupun yang tersaring
memiliki jumlah komposisi dan jenis yang berbeda pula.
Pada bulan Agustus 2007 (Gambar 10.b), hubungan korelasi linier antara
kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a sebesar 0,34. Hal ini menunjukkan
korelasi yang tidak erat antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a,
sedangkan pada Gambar 10.c. menunjukkan korelasi antara kelimpahan
fitoplankton dengan klorofil-a sebesar 0,25. Hubungan linier yang ditunjukkan
pada Gambar 10.b. dan Gambar 10.c. yaitu tingginya kelimpahan fitoplankton
diikuti dengan semakin tingginya konsentrasi klorofil-a.
D. Analisis hubungan parameter fisika, kimia, dan biologi di perairan Estuari Sungai Brantas (Porong)
Untuk mengetahui hubungan antara fisika-kimia dengan biologi perairan
(kelimpahan fitoplankton) di perairan digunakan Analisis Komponen Utama
(AKU) atau Principal Component Analysis (PCA). Beberapa parameter fisika,
kimia, dan biologi perairan yang diperhitungkan yaitu : kecerahan, suhu, pH,
salinitas, nitrat, nitrit, ammonia, ortofosfat, silikat, dan kelimpahan fitoplankton.
Hasil perhitungan analisis PCA pengamatan bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan
Maret 2008 terdiri atas akar ciri (eigenvalue), nilai kumulatif ragam, dan matriks
korelasi yang diperoleh dengan menggunakan software Statistica 6.0.
Pada analisis data ini dihasilkan tiga analisis komponen utama berdasarkan
waktu tiap bulan pengamatan. Pada analisis pertama pada bulan Maret 2007,
analisis kedua dan ketiga pada bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. Matriks
32
-
korelasi menunjukkan hubungan antar variabel yang ada. Nilai positif yang
mendekati satu menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar variabel.
Artinya banyaknya jumlah suatu variabel akan diikuti dengnan banyaknya jumlah
variabel lain. Nilai negatif mendekati minus satu menjelaskan hubungan yang
berbanding terbalik antar variabel. Artinya, banyaknya jumlah suatu variabel akan
diikuti dengan sedikitnya jumlah variabel lain. Nilai yang mendekati nol
menjelaskan bahwa antar variabel tidak dapat berpengaruh nyata.
1. Bulan Maret 2007 Analisis komponen utama pada bulan Maret 2007 menghasilkan dua
sumbu penyusun komponen utama dengan kontribusi total mencapai 82,47 %
(Lampiran 7) yang berarti analisis komponen utama ini dapat menjelaskan data
tersebut sampai dengan 82,47 %. Sehingga interpretasi analisis komponen utama
ini dapat mewakili keadaan yang terjadi dengan tidak mengurangi informasi yang
banyak dari data yang dianalisis. Matriks korelasi antar parameter pada bulan
Maret 2007 dari data (Lampiran 7), menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton
berkorelasi positif dengan silikat, kecerahan, pH, dan salinitas. Kelima variabel
tersebut memiliki korelasi positif yang erat dengan kelimpahan fitoplankton.
a) b) Gambar 11. Grafik analisis komponen utama-PCA (Maret 2007) ; a) Parameter
lingkungan yang teramati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2)
Active
Fitoplankton
Nitrat
Nitrit Ammonia
Fosfat
Silikat
Kecerahan Suhu
pH
Salinitas
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0
Factor 1 : 66.33%
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Fact
or 2
: 16
.14%
Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2)Cases with sum of cosine square >= 0.00
Active
1 2
3
4
5
6
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Factor 1: 66.33%
-3.5
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Fact
or 2
: 16.
14%
33
-
Keberadaan fitoplankton juga mempunyai hubungan korelasi yang negatif
dengan nitrat, nitrit, ammonia, fosfat, dan suhu. Korelasi positif kelimpahan
fitoplankton terhadap silikat dilihat dari matriks korelasi (Lampiran 7) memiliki
nilai korelasi tertinggi yaitu sebesar 0,98, dibandingkan dengan nilai variabel
lainnya. Korelasi positif ini berkaitan dengan kebutuhan silikat bagi makhluk
hidup. Beberapa algae, terutama diatom (Bacillariophyceae), membutuhkan silikat
untuk membentuk frustule (dinding sel) (Effendi, 2003). Hal ini sesuai dengan
hasil pada setiap bulan pengamatan baik komposisi maupun kelimpahan
fitoplankton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, sehingga terdapat hubungan
antara tingginya konsentrasi silikat dengan melimpahnya fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae di perairan Estuari Sungai Porong. Korelasi positif nilai
kedalaman dengan kecerahan menunjukkan nilai sebesar 0,88 (Lampiran 7).
Peningkatan kedalaman akan menyebabkan peningkatan pada nilai kecerahan, lalu
diikuti dengan meningkatnya kelimpahan fitoplankton di perairan.
Korelasi positif fitoplankton dengan salinitas menggambarkan bahwa
peningkatan gradien salinitas akan diikuti dengan peningkatan kelimpahan
fitoplankton. Nybakken (1992) menjelaskan, tingginya salinitas di daerah
intertidal bagian atas (arah ke hulu) seringkali memungkinkan binatang laut
menyusup lebih jauh ke hulu estuaria di daerah intertidal bagian atas daripada di
daerah intertidal bagian bawah. Untuk korelasi positif fitoplankton dengan pH
pada kenyataannya, peningkatan nilai pH tidak terlalu berpengaruh terhadap
peningkatan kelimpahan fitoplankton. Arinardi et al., (1997) menjelaskan bahwa
perubahan pH kurang begitu mempengaruhi kondisi lingkungan perairan estuari.
Hal ini merupakan kelemahan penggunaan analisa PCA dimana antar variabel
yang diolah cenderung saling mencari keterkaitan satu sama lain, walau pada
kenyataannya beberapa variabel tidak mempunyai hubungan yang berarti satu
sama lain.
Korelasi yang negatif antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat, nitrit,
ammonia, fosfat, dan suhu menggambarkan bahwa keenam variabel tersebut
memberikan pengaruh terbalik kepada kelimpahan fitoplankton. Semakin tinggi
kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan rendahnya nilai variabel yang terkait
dan begitu pula sebaliknya. Dilihat dari nilai korelasi kelima parameter tersebut
34
-
yang mendekati nilai minus satu yaitu nitrit, ammonia, fosfat, klorofil-a, dan suhu,
sedangkan untuk parameter nitrat tidak berpengaruh nyata kepada kelimpahan
fitoplankton karena memiliki nilai korelasi yang rendah.
Pengelompokkan stasiun selama bulan Maret 2007 dapat dilihat pada
Gambar 11.b. Stasiun 1 dan 2 dicirikan oleh sumbu 1 karena berada dekat dengan
sumbu 1, sehingga memiliki ciri parameter yang mempengaruhinya yaitu :
fitoplankton, kecerahan, silikat, pH, salinitas, suhu, nitrit, ammonia, dan fosfat
(Gambar 11.a.). Stasiun 3, 4, dan 5 dicirikan oleh sumbu 2 yang memiliki ciri
parameter yaitu : nitrat (Gambar 11.a.), sedangkan pada stasiun 6 terletak terpisah,
yang menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dari stasiun lain berdasarkan
parameter yang diuji.tidak dicirikan oleh salah satu sumbu. Gambar 11.b.
menunjukkan kedekatan stasiun berdasarkan parameter-parameter yang terkait,
dimana stasiun-stasiun yang berdekatan memiliki kesamaan nilai dari parameter-
parameter tersebut. Dengan membandingkan Gambar 11.a. dan 11.b., dapat
dikatakan bahwa stasiun 4 dan 6 pada bulan Maret 2007 di Muara Sungai Porong
cenderung memiliki nilai orthofosfat, ammonia, serta suhu yang tinggi, yaitu
masing-masing berkisar antara 0,0832-0,4535 mg/l; 0,2535-0,3865 mg/l; dan
32,1-33,6 C. Sementara nilai silikat, kecerahan, pH, serta salinitas relatif rendah
yaitu berkisar antara 1,6998-1,7587 mg/l; 0,1-0,8 m; 8,2; dan 9-10 (Lampiran
4).
2. Bulan Agustus 2007 Pada bulan Agustus 2007 analisis komponen utama dapat menjelaskan
data sampai dengan 69,17 %. Hal ini berarti analisis komponen utama dapat
menjelaskan data sampai dengan 69,17 % (Lampiran 8), sehingga interpretasi
analisis komponen utama dapat mewakili keadaan yang terjadi dengan tidak
mengurangi informasi yang banyak dari data yang dianalisis. Matriks korelasi
antar parameter dari data yang dianalisis (Lampiran 8), menunjukkan bahwa
keberadaan fitoplankton berkorelasi positif dengan fosfat, dan salinitas. Namun
ketiga parameter tersebut memiliki nilai korelasi positif yang cenderung rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga parameter tersebut tidak terlalu berpengaruh
nyata terhadap kelimpahan fitoplankton pada bulan Agustus 2007.
35
-
a) b) Gambar 12. Grafik hasil analisis komponen utama-PCA (Agustus 2007) ; a)
Parameter yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi
Untuk nilai yang berkorelasi negatif yang mendekati minus satu yaitu
parameter suhu, sedangkan untuk parameter nitrat, nitrit, ammonia, silikat,
kecerahan, dan pH tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan fitoplankton
karena memiliki nilai korelasi yang rendah. Pengelompokkan stasiun setiap bulan
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12.b. Stasiun 4 dan 9 dicirikan sumbu 1
dan memiliki ciri parameter yang mempengaruhinya yaitu : salinitas, pH,
ammonia, silikat, nitrat, dan nitrit (Gambar 12.a.). Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 8
dicirikan sumbu 2 karena berada dekat dengan sumbu 2 dan memiliki ciri
parameter yang mempengaruhinya yaitu : fitoplankton, fosfat, suhu, dan
kecerahan. Pada Gambar 12.b. menunjukkan kedekatan stasiun berdasarkan
parameter-parameter yang terkait, dimana stasiun-stasiun yang berdekatan
memiliki kesamaan nilai dari parameter-parameter tersebut.
3. Bulan Maret 2008
Pada bulan Maret 2008 analisis komponen utama dapat menjelaskan data
sampai dengan 78,46 %. Hal ini berarti analisis komponen utama dapat
menjelaskan data sampai dengan 78,46 % (Lampiran 9), sehingga interpretasi
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2)
Active
Fitoplankton
Nitrat Nitrit
Ammonia
Fosfat
Silikat
Kecerahan
Suhu
pH
Salinitas
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0
Factor 1 : 49.56%
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0Fa
ctor
2 :
19.6
1%
Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2)Cases with sum of cosine square >= 0.00
Active
1 2
3 4 5
6
7
8
9
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
Factor 1: 49.56%
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
Fact
or 2
: 19.
61%
36
-
analisis komponen utama dapat mewakili keadaan yang terjadi dengan tidak
mengurangi informasi yang banyak dari data yang dianalisis. Matriks korelasi
antar parameter dari data yang dianalisis (Lampiran 9), menunjukkan bahwa
keberadaan fitoplankton berkorelasi positif dengan ammonia, kecerahan, suhu,
pH, dan salinitas. Tetapi memiliki korelasi yang negatif dengan nitrat, nitrit,
fosfat, dan silikat.
a) b) Gambar 13. Grafik analisis komponen utama-PCA (Maret 2008) ; a) Parameter
lingkungan yang diamati ; b) Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi
Hubungan kelimpahan fitoplankton dengan pH, salinitas, dan kecerahan
memiliki nilai yang cukup besar yaitu mendekati nilai satu dengan nilai korelasi
berturut-turut 0,75 ; 0,76 ; dan 0,62, dan artinya parameter tersebut berpengaruh
nyata terhadap kelimpahan fitoplankton. Namun untuk peningkatan pH pada
kenyataannya tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan kelimpahan
fitoplankton. Korelasi yang negatif antara kelimpahan fitoplankton dengan nitrat,
nitrit, fosfat, dan silikat menggambarkan bahwa kelima variabel tersebut
memberikan pengaruh yang terbalik kepada kelimpahan fitoplankton.
Meningkatnya kelimpahan fitoplankton diikuti dengan rendahnya nutrien di
perairan. Hal ini disebabkan oleh pemanfaatan nutrien yang optimal oleh
fitoplankton.
Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2)
Active
Fitoplankton Nitrat Nitrit
Ammonia
Fosfat
Silikat Kecerahan
Suhu
pH Salinitas
-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0
Factor 1 : 66.59%
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Fact
or 2
: 11
.87%
Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2)Cases with sum of cosine square >= 0.00
Active
1 2 3
4
5
6
7 8
9
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Factor 1: 66.59%
-3.0
-2.5
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Fact
or 2
: 11.
87%
37
-
Pengelompokkan stasiun setiap bulan pengamatan dapat dilihat pada
Gambar 13.b. Stasiun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dicirikan sumbu 1 karena berada dekat
dengan sumbu 1 dan memiliki ciri parameter yang mempengaruhinya yaitu fosfat,
silikat, nitrat, nitrit, fitoplankton, salinitas, pH, kecerahan, dan ammonia (Gambar
13.a.). Stasiun 7 dan 8 dicirikan sumbu 2 dan memiliki ciri parameter yang
mempengaruhinya yaitu suhu. Pembentukan kelompok pada stasiun 9 tidak
mencirikan salah satu sumbu karena terletak terpisah, yang menunjukkan adanya
perbedaan karakteristik dari stasiun lain berdasarkan parameter yang diuji.tidak
dicirikan oleh salah satu sumbu. Stasiun 9 pada bulan Maret 2008 di Muara
Porong dicirikan dengan nilai nitrat dan nitrit yang cenderung tinggi yaitu masing-
masing memiliki nilai sebesar 1,183 mg/l; 0,113 mg/l; (Lampiran 4). Stasiun 7
dan 8 berkorelasi erat dengan keragaman data yang berbeda, dan stasiun-stasiun
lainnya mengelompok, yang menunjukkan adanya kesamaan karakteristik, dengan
stasiun 1, 3 dan 6 terletak agak terpisah (Gambar 13.b.). Pada Gambar 13.b.
menunjukkan pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan nilai pada masing-
masing parameter yang terkait.
E. Perbandingan komposisi dan kelimpahan fitoplankton berdasarkan
variasi musim (hujan dan kemarau)
Komposisi dan kelimpahan fitoplankton yang akan di