B08hkr

61
GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES PERSEMBUHAN LUKA HERY KRISTIANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of B08hkr

Page 1: B08hkr

GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG

DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN

RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES

PERSEMBUHAN LUKA

HERY KRISTIANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: B08hkr

ABSTRAK

HERY KRISTIANA. Gambaran Darah Mencit (Mus Musculus albinus)

yang Diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit (Curcuma

longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka. Dibimbing oleh IETJE

WIENTARSIH dan SUS DERTI WIDHYARI.

Penelitian ini bertujuan mengetahui aktivitas pemberian sediaan topikal

dalam bentuk salep dari ektrak rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) terhadap

persembuhan luka pada mencit putih (Mus musculus albinus) melalui pengamatan

gambaran darah. Sebanyak 40 ekor mencit albino berumur 2 bulan digunakan

dalam penelitian ini. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol positif

dengan obat komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%, kelompok kontrol

negatif tanpa sediaan, perlakuan dengan ekstrak etanol rimpang kunyit, dan

perlakuan dengan fraksi hexan rimpang kunyit. Kulit daerah punggung anterior

tiap mencit dilukai dengan skalpel sepanjang ±1.5 cm. Aplikasi sediaan salep

dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama 21 hari pasca perlukaan.

Pengamatan hematologi dilakukan pada hari ke- 2, 4, 7, 14, dan 21. Darah

disampling setelah mencit terlebih dahulu dianasthesi dengan eter dosis berlebih

secara perinhalasi. Parameter yang diamati pada pengamatan hematologi adalah

butir darah merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit), hematokrit (PCV), dan

hemoglobin (Hb). Data diuji menggunakan Analisa Sidik Ragam (ANOVA) dan

dilanjutkan dengan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan jika terdapat

perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan

(Duncan’s Multiple Range Test).

Hasil uji penapisan fitokimia bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit

mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan alkaloid dan kuinon.

Sedangkan fraksi hexan rimpang kunyit mengandung senyawa-senyawa kimia

dari golongan alkaloid, saponin dan kuinon. Gambaran darah mencit akibat

pemberian salep fraksi hexan rimpang kunyit memperlihatkan profil yang lebih

mendekati kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang

mengandung neomycin sulfat 5% sebagai kontrol positif (K+) daripada kelompok

mencit yang diberi ekstrak etanol rimpang kunyit hal ini terlihat dari profil

gambaran darah hingga akhir selama pengamatan. Secara umum sediaan salep

ekstrak rimpang kunyit yang dipakai mempunyai manfaat untuk mempercepat

persembuhan luka serta dapat digunakan sebagai obat luka, sehingga sediaan salep

ekstrak rimpang kunyit ini potensial dikembangkan menjadi obat komersial

Page 3: B08hkr

GAMBARAN DARAH MENCIT (Mus musculus albinus) YANG

DIBERI SALEP EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI HEXAN

RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) PADA PROSES

PERSEMBUHAN LUKA

HERY KRISTIANA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan di

Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 4: B08hkr

Judul Skripsi : Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) yang Diberi

Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpang Kunyit

(Curcuma longa Linn.) pada Proses Persembuhan Luka

Nama : Hery Kristiana

NRP : B04104028

Disetujui

Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc

Pembimbing I

Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, MSi

Pembimbing II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus :

Page 5: B08hkr

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil'alamiin. Tiada kata terindah selain ucap syukur

kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana kedokteran hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor. Sholawat serta salam semoga terlimpah kapada Rasulallah SAW.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

Ayah, Ibu, Kakakku Heny Kristanti, dan Adikku tersayang Sigit Bimo

Nugroho yang selalu memberikan do'a, semangat, dan kasihsayangnya kepada

penulis.

Dr. Dra. Hj. Ietje Wientarsih, Apt. MSc dan Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari,

MSi sebagai dosen pembimbing atas didikan, arahan, bimbingan, perhatian,

waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

Dr. Drh. Hera Maheswari, MSi. Sebagai dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan semangat, motivasi dan nasehat selama penulis kuliah.

Dr. Drh. Wiwin Winarsih. Msi atas bantuan dan arahannya.

Beasiswa GAKA, Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM), Beasiswa

Gennesis Plus dan Beasiswa Bank Ekspor Indonesia.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyeleseian

skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu

saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga

karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2008

Hery Kristiana

Page 6: B08hkr

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsat Hulu (Riau) pada tanggal 8 Juni 1987. Penulis

merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Parjiyo dan Ibu Sutini.

Penulis menempuh pendidikan di SDN 019 Langsat Hulu (1992-1998), kemudian

melanjutkan studi di SLTPN 5 Benai (1998-2001) dan SMUN 2 Benai (2001-

2002) serta pindah ke SMUN 1 Teluk Kuantan (2002-2004). Setelah lulus dari

SMUN 1 Teluk Kuantan (2004) penulis diterima di Fakultas kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis memilih dan diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran Hewan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi intra

dan ekstra kampus antara lain: Bendahara ROHIS angkatan 41 FKH periode

2004-2005, Sekretaris ROHIS angkatan 41 FKH periode 2006-2008, staf

Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia DKM An-Nahl FKH IPB

periode 2004-2005/2006-2007, staf Departemen Pengembangan Sumber Daya

Manusia DKM Al-Hurriyyah IPB periode 2004-2005, sekretaris Departemen

Jaringan Kebijakan Umum BEM FKH-IPB periode 2005-2006, staf keuangan

IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) periode 2005-2006,

staf Departemen Kajian Strategis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia) komisariat IPB periode 2005-2006, staf divisi Dana dan Usaha

Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas periode 2006-2007. Dalam bidang

akademik, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah PAI (Pendidikan Agama

Islam) semester genap (2006-2007) dan semester ganjil (2007-2008).

Page 7: B08hkr

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang .............................................................................. 1

Tujuan Penelitian .......................................................................... 2

Manfaat Penelitian ......................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Rimpang Kunyit............................................................................. 3

Sejarah Rimpang Kunyit ...................................................... 3

Taksonomi Rimpang Kunyit ............................................... 4

Komposisi Kimia Rimpang Kunyit ..................................... 4

Manfaat dan Khasiat Kunyit ............................................... 5

Zat Aktif Rimpang Kunyit .................................................. 6

Ekstraksi ....................................................................................... 8

Pelarut .................................................................................. 9

Salep .................................................................................... 11

Mencit ........................................................................................... 12

Persembuhan Luka ........................................................................ 15

Definisi ................................................................................ 15

Proses Persembuhan Luka .................................................... 15

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka ...... 16

Darah ............................................................................................. 17

Eritrosit ................................................................................ 18

Hematokrit ........................................................................... 19

Hemoglobin ......................................................................... 19

Leukosit ............................................................................... 20

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu ........................................................................ 25

Bahan dan Alat .............................................................................. 25

Hewan Percobaan ......................................................................... 25

Metode Penelitian .......................................................................... 25

Ekstraksi .............................................................................. 25

Penapisan Fitokimia ............................................................ 27

Pembuatan Salep ................................................................. 28

Pengelompokan Mencit ....................................................... 28

Perlukaan Mencit ................................................................. 28

Pemberian Ekstrak Terpilih Rimpang Kunyit ..................... 28

Pengambilan Darah ............................................................. 29

Pemeriksaan Darah .............................................................. 29

Page 8: B08hkr

Analisa Data ......................................................................... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penapisan Fitokimia ...................................................................... 32

Darah ............................................................................................. 33

Jumlah Eritrosit .................................................................... 33

Nilai Hematokrit .................................................................. 36

Kadar Hemoglobin .............................................................. 38

Jumlah Leukosit .................................................................. 40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan .................................................................................. 42

Saran ............................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 43

LAMPIRAN ............................................................................................ 47

Page 9: B08hkr

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data Biologis Mencit ................................................................................. 14

2 Hasil penapisan fitokimia ......................................................................... 32

3 Rataan jumlah eritrosit (juta/µl) pada mencit dalam kondisi luka

diberi ekstrak rimpang kunyit ................................................................... 34

4 Rataan nilai hematokrit (%) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi

ekstrak rimpang kunyit ............................................................................. 36

5 Rataan kadar hemoglobin (g/dl) pada mencit dalam kondisi luka yang

diberi ekstrak rimpang kunyit ................................................................... 38

6 Rataan jumlah leukosit (µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi

ekstrak rimpang kunyit ............................................................................. 40

Page 10: B08hkr

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.) ................................................... 3

2 Struktur Kimia Kunyit (Curcuma longa Linn.) ........................................ 5

3 Mencit (Mus musculs albinus) ................................................................... 13

4 Diagram alir metode ekstraksi rimpang kunyit ......................................... 26

5 Grafik rataan jumlah eritrosit pada mencit setelah perlakuan ................... 34

6 Grafik rataan nilai hematokrit pada mencit setelah perlakuan .................. 36

7 Grafik rataan kadar hemoglobin pada mencit setelah perlakuan .............. 38

8 Grafik rataan jumlah leukosit pada mencit setelah perlakuan .................. 40

Page 11: B08hkr

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisa data jumlah eritrosit setelah perlukaan ....................................... 51

2 Analisa data nilai hematorit setelah perlukaan ......................................... 52

3 Analisa data kadar hemoglobin setelah perlukaan ................................... 53

4 Analisa data jumlah leukosit setelah perlukaan ....................................... 54

Page 12: B08hkr

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis

sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

dan dijaga kelestariaannya untuk kepentingan manusia. Salah satunya adalah

tanaman kunyit (Curcuma longa Linn.), yang sudah lama dikenal dan

dibudidayakan. Tanaman kunyit merupakan tanaman yang memiliki berbagai

manfaat. Kunyit merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Di Indonesia, kunyit

menyebar secara merata di seluruh daerah (Winarto 2003).

Sudah sejak lama diketahui bahwa nenek moyang kita banyak

menggunakan bahan obat tradisional baik berupa bahan asal hewan maupun

tumbuhan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan, karena bahan alami asal

hewan dan tumbuhan di Indonesia sangat melimpah (Soewita 1995). Diketahui

pula bahwa khasiat obat tradisional tidak kalah dibanding obat buatan pabrik.

Harga obat buatan pabrik sekarang ini semakin tidak terjangkau terutama setelah

negara kita mengalami krisis ekonomi, sedangkan kebutuhan terhadap pengobatan

merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi. Kondisi seperti ini semakin

mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan, dan penggunaan

obat-obatan tradisional merupakan alternatif yang sering digunakan.

Kunyit termasuk tanaman yang memiliki banyak kegunaan. Diantaranya

adalah dapat dipakai sebagai bahan obat, bumbu masak, bahan pewarna dan

kosmetik. Bagian tanaman terpenting adalah “rimpangnya” (Thomas 1989).

Sekarang ini dunia kedokteran dan pengobatan sudah sangat maju, meskipun

demikian, obat tradisional atau jamu masih tetap digemari masyarakat, bahkan

semakin dibutuhkan. Di perusahaan jamu dan obat-obatan, kunyit termasuk bahan

baku utama ramuan obat (Winarto 2003).

Kunyit telah lama dikenal sebagai rimpang yang sangat berkhasiat dan

digunakan sebagai obat tradisional salah satunya sebagai obat luka. Oleh karena

itu dalam penelitian ini akan dikaji ekstrak rimpang kunyit dalam proses

persembuhan luka. Ketersediaan rimpang kunyit yang cukup berlimpah di

Indonesia merupakan potensi besar yang perlu digali. Penyediaan preparat obat

Page 13: B08hkr

yang mudah digunakan dan murah tapi mempunyai khasiat yang baik akan sangat

diharapkan. Hasil dari penelitian ini diharapkan menghasilkan alternatif

pengobatan untuk persembuhan luka.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui zat-zat aktif dalam kunyit yang dapat ditarik oleh pelarut

etanol dan hexan, sehingga salep ekstrak rimpang kunyit dapat digunakan

sebagai obat persembuhan luka.

2. Mengetahui profil gambaran darah mencit yang diberi salep ekstrak etanol

dan fraksi hexan rimpang kunyit akibat adanya perlukaan.

3. Mengetahui secara umum khasiat pemberian sediaan salep ekstrak

rimpang kunyit dengan pelarut etanol dan hexan terhadap proses

persembuhan luka.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran

darah mencit (Mus musculus albinus) akibat pemberian salep ekstrak rimpang

kunyit (Curcuma longa Linn.) sebagai obat persembuhan luka dengan

menggunakan pelarut yang kepolarannya berbeda, sehingga dapat diketahui

potensi dan khasiatnya.

Page 14: B08hkr

TINJAUAN PUSTAKA

Rimpang Kunyit

Sejarah Rimpang Kunyit

Kunyit (Curcuma longa Linn.) adalah tanaman yang termasuk dalam

famili Zingiberaceae dan merupakan tanaman asli Asia Tenggara. Di Indonesia,

kunyit menyebar secara merata di seluruh daerah. Karena itu, kunyit dikenal

dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah (Winarto 2003). Misalnya

kunyir, koneng atau koneng temen (Sunda), kunyit (Aceh), kuning (Gayo), unik

(Batak), kunyit (Melayu), cahang (Dayak), kunyit (Lampung), kunyit janar

(Banjar), kunir (Jawa), konye, temu koneng (Madura), kunyik (Sasak), huni

(Bima), alawahu (Gorontalo), kuni (Toraja), kunnyi (Makasar), Unyi (Bugis),

uninum (Ambon), dan kandeifu (Irian) (Rukmana 1995).

Tanaman ini tumbuh baik di tanah yang berpengairan baik, curah hujan

sekitar 2.000 – 4.000 mm setiap tahunnya, dan di area yang sedikit terlindung.

Kunyit merupakan tanaman berbatang semu, tinggi dapat mencapai 1 m. Bentuk

batangnya bulat, berwarna hijau keunguan. Rimpang kunyit (Gambar 1) bila tua

berwarna jingga dan tunas mudanya berwarna putih, membentuk rumpun yang

rapat, berakar serabut dan berwarna cokelat muda. Setiap tanaman mempunyai

daun 3 – 8 helai, panjang daun beserta pelepahnya sampai 70 cm, helaian daun

berbentuk lanset memanjang, berwarna hijau dan hanya bagian atas dekat

pelepahnya berwarna agak keunguan, panjang 28 – 85 cm, lebar 10 – 25 cm.

Bunga muncul dari ujung batang semu panjang 10 – 15 cm (Marta Tilaar

Innovation Center 2002).

Gambar 1. Rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.)

Page 15: B08hkr

Taksonomi Rimpang Kunyit

Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan menurut Rukmana

(1995), tanaman kunyit termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa Linn.

Tanaman yang termasuk suku temu-temuan terdiri dari 45 genus dan lebih

kurang ada 500 spesies. Asal kata Zingiberaceae adalah zingiber yang berasal dari

bahasa Sanskerta singaberi. Kata singaberi dalam bahasa Sanskerta itu berasal

dari bahasa Arab zanzabil atau bahasa Yunani zingiberi. Curcuma berasal dari

bahasa Arab kurkum yang berarti kuning (Winarto 2003).

Komposisi Kimia Rimpang Kunyit

Menurut BADAN POM RI (2004), rimpang kunyit mengandung

kurkumin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, minyak atsiri dan

oleoresin. Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri yang terdiri dari turmeron,

simen, dan artumeron (Marta Tilaar Innovation Center 2002). Menurut

Aprilistyawati (2008) kurkuminoid dan minyak atsiri mengandung senyawa kimia

yang mempunyai keaktifan fisiologi. Kurkuminoid merupakan tepung kuning dari

kunyit. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang kunyit sebanyak 3-5%.

Kurkuminoid dapat digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman, atau

kosmetik. Komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas

biologik spektrum luas. Kurkuminoid pada rimpang kunyit terdiri dari tiga

komponen, yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin.

Struktur molekul ketiga kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 2. Gugus

hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur kurkuminoid diduga mempunyai

aktivitas bakteri (Sidik et al., 1995). Kurkumin dapat berfungsi sebagai anti

Page 16: B08hkr

oksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan

jantung (Aprilistyawati 2008).

Gambar 2. Struktur Kimia Curcuma longa Linn.

(http://www.indsaff.com/images/structure_pic1.gif.)

Menurut Aprilistyawati (2008) minyak atsiri, mempunyai rasa dan bau

khas. Minyak atsiri bersifat mudah menguap dan tidak larut dalam air. Kandungan

minyak atsiri pada rimpang kunyit yaitu 2-7%. Minyak atsiri bermanfaat untuk

memberi aroma harum dan rasa khas pada umbinya. Minyak atsiri ini

mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen alkohol, turmeron, dan

zingiberen. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri atas ar-tumeron, a dan ß-

tumeron, tumerol, a-atlanton, ß-kariofilen, linalol, dan 1,8 sineol. Minyak atsiri ini

bersifat sebagai pemusnah bakteri dan mengandung sifat anti inflamasi atau anti

radang.

Manfaat dan Khasiat Rimpang Kunyit

Sekarang ini dunia kedokteran dan pengobatan sudah sangat maju,

meskipun demikian, obat tradisional atau jamu masih tetap digemari masyarakat,

bahkan semakin dibutuhkan. Di perusahaan jamu dan obat-obatan, rimpang kunyit

termasuk bahan baku utama ramuan obat (Winarto 2003). Rimpang kunyit dapat

dijadikan ramuan untuk pengobatan berbagai penyakit seperti demam, displesia

(perut kembung, nyeri, mual, dan tidak nafsu makan), hidung tersumbat akibat flu,

eksim, diare/diare dengan lendir berdarah, keputihan, radang rahim, radang usus

Page 17: B08hkr

buntu, sakit kuning, menghilangkan bau badan, gatal akibat cacar air, radang gusi,

radang amandel, tekanan darah tinggi, luka di kaki, sesak nafas, mengembalikan

stamina, dan malaria (Winarto 2003). Selain itu menurut Thomas (1989) kunyit

juga berkhasiat untuk pengobatan penyakit diabetes mellitus, tifus, haid tidak

lancar, memperlancar ASI, memudahkan kelahiran bayi, menyapih bayi,

cangkrang (waterproken), morbili, tukak lambung, sembelit, susah buang air

besar, sakit kepala, sariawan, mabuk kendaraan, sakit gigi berlubang, penambah

darah, membersihkan darah, bisul, borok atau koreng, bengkak karena disengat

serangga atau bulu ulat, kurap, gatal-gatal, menghilangkan jerawat dan noda-noda

hitam di wajah, serta menghaluskan kulit wajah.

Zat Aktif Rimpang Kunyit

Alkaloid

Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang bersifat basa (Anonim

2008b).Menurut Hidayat (2008) alkaloid merupakan senyawa basa nitrogen asal

tumbuhan yg bersifat fisiologi aktif. Alkaloid bagi tumbuhan berfungsi sebagai:

1) Senyawa racun yang melindungi tumbuhan dari serangga & herbivora.

2) Produk akhir reaksi detoksifikasi senyawa-senyawa yang berbahaya bagi

tumbuhan.

3) Regulator faktor pertumbuhan.

4) Senyawa cadangan untuk sumber nitrogen atau elemen lain yang

berguna bagi tumbuhan.

Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang

pengobatan (Harborne 1987). Alkaloid berfungsi sebagai anti demam (anti

piretikum), anti cacing (anthelmintikum), aneleptikum, anti parasit (anti

plasmodium), anti radang (inflamasi), anti batuk (antitusif), insektisida,

narkotikum, merangsang sistem saraf pusat (stimulansia), memacu keluarnya

keringat (diaphoretic), merangsang muntah (emetikum), dan merangsang

keluarnya urin (diuretikum) (Anonim 2008b).

Page 18: B08hkr

Flavonoid

Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk

flavon yang terdapat berupa tepung putih dan semuanya mempunyai sejumlah

sifat yang sama. Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Flavonoid

mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi. Umumnya terdapat pada

tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid (Harborne

1987).

Flavonoid berfungsi menurunkan permeabilitas kapiler sehingga

perdarahan kapiler dapat dicegah serta kerapuhan dan kerusakan kapiler dapat

diperbaiki (Wardhana et al. 2001). Disamping itu flavonoid juga dapat digunakan

sebagai anti alergi dan anti trombik, dimana sebagai anti trombik senyawa ini

bekerja dengan membentuk sumbat trombosit dan memperbaiki endotel vaskuler

sehingga dapat menutup robekan kecil pada pembuluh darah (Evans 1989).

Polifenol dan Tanin

Polifenol merupakan kelompok bahan kimia yang ditemukan pada

tanaman, yang memiliki karakteristik mengandung lebih dari satu kelompok fenol

per molekul. Secara umum subdevisi polifenol terdiri atas tanin dan

phenylpropanoid seperti lignin dan flavonoid (Holmann 2005).

Tanin pada tumbuhan sub divisi angiospermae terdapat khusus dalam

jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein

membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin

adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan

yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung-silang

protein. Salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak

hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Harborne 1987).

Saponin

Saponin adalah deterjen alami yang ditemukan pada banyak tanaman yang

memiliki bahan surfaktan karena mengandung lemak dan air yang mudah terlarut.

Komponen struktur saponin terdiri dari gula-gula hexose dengan sejumlah atom

karbon, hidrogen dan oksigen. Keberadaan saponin dapat dicirikan dengan rasa

Page 19: B08hkr

yang pahit, pembentuk busa yang stabil pada larutan cair (busa berbentuk sarang

lebah pada air) dan mampu membentuk molekul dengan kolesterol (Cheeke

1999). Selain itu, saponin juga mempunyai kemampuan membunuh kuman

(Anonim 2008c).

Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti

kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang

berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Warna pigmen kuinon di

alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir hitam, dan struktur yang

telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat

dibagi menjadi empat kelompok: benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan

kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida larut sedikit

dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan

terekstraksi dari ekstrak tumbuhan kasar bersama-sama dengan karotenoid dan

klorofil (Harborne 1987). Senyawa antrakuinon dan kuinon mempunyai

kemampuan sebagai anti biotik dan penghilang rasa sakit serta merangsang

pertumbuhan sel baru pada kulit (Anonim 2008c).

Extraksi

Sejak zaman dahulu jamu berasal dari tanaman obat. Biasanya sebelum

jamu digunakan untuk mengobati manusia dan hewan melalui proses ekstraksi

terlebih dahulu. Pada dasarnya ada prosedur yang berbeda untuk membuat sediaan

obat tumbuhan yaitu cara peras dan cara ekstraksi.

Ekstraksi adalah pemisahan kandungan aktif dari simplisia menggunakan

cairan penyaring yang cocok. Simplisia adalah bahan alami yang digunakan

sebagai obat yang belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang dikeringkan

(Wientarsih dan Prasetyo 2006). Ekstraksi ada beberapa jenis:

1. Ekstrak : sediaan kering, kental/cair dari sampel nabati/hewan.

2. Tingtur : sediaan cair

3. Infus : sediaan cair dari simplisia nabati (90oC selama 15 menit)

4. Dekok : sediaan cair dari simplisia nabati (90oC selama 30 menit)

Page 20: B08hkr

Sedangkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi yaitu jumlah

simplisia, penambahan air ekstrak, derajat kehalusan, cara pemanasan, cara

penyaringan, dan perhitungan dosis pemakaian.

Pada dasarnya metode ekstraksi ada beberapa macam diantaranya yaitu

maserasi (perendaman), perkolasi, digesti, infusi, dan dekoksi (Wientarsih dan

Prasetyo 2006). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan

jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope Indonesia (umumnya

terpotong-potong atau diserbuk-kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi.

Deposisi tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi

yang dikatalisis cahaya ataupun perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu

maserasi adalah berbeda-beda, setiap Farmakope mencantumkan 4-10 hari dengan

dilakukan pengocokan secara berulang (kira-kira tiga kali sehari). Melalui usaha

ini dijamin suatu keseimbangan konsentrasi bahan ekstratif yang lebih cepat ke

dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan

bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan ekstraksi, akan

semakin baik hasil yang diperoleh (Voight 1994).

Cara ekstraksi yang tepat secara alami tergantung pada tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang

diisolasi (Harborne 1973). Pada umumnya, diharapkan supaya jaringan mati

sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi ataupun hidrolisis enzimatik.

Pencelupan bahan jaringan ke dalam etanol yang mendidih merupakan cara yang

cukup baik untuk mematikan jaringan.

Ekstrak kental rimpang kunyit adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang

tumbuhan Curcuma longa, suku Zingiberaceae, mengandung minyak atsiri tidak

kurang dari 3.2% dan kurkuminoid tidak kurang dari 33.9% (BADAN POM RI

2004). Rendemen tidak kurang dari 11%. Ekstrak kental rimpang kunyit

berbentuk kental, berwarna kuning, berbau khas dan rasanya agak pahit.

Pelarut

Pelarut adalah suatu cairan yang digunakan dalam proses pemecahan

ikatan suatu persenyawaan untuk selanjutnya membentuk suatu larutan. Energi

yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan-ikatan ini diambil dari energi yang

Page 21: B08hkr

dilepaskan karena terbentuknya ikatan antara partikel yang dilarutkan dengan

partikel pelarut. Untuk memecahkan ikatan persenyawaan dibutuhkan energi yang

cukup besar. Oleh karena itu maka pada umumnya persenyawaan yang berikatan

ion hanya larut di dalam air atau pelarut sangat polar lainnya. Begitu juga

persenyawaan kovalen polar hanya larut didalam pelarut polar, dan persenyawaan

kovalen non-polar hanya larut didalam persenyawaan non-polar (Winarno et al.,

1973).

Etanol

Etanol merupakan senyawa yang mudah menguap, jernih (tidak berwarna).

Berbau khas dan meyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap

walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o serta mudah terbakar.

Larut dalam air dan sumua pelarut organik. Bobot jenis etanol tidak lebih dari

0.7964 (DepKes RI 1995).

Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki

stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya, untuk

mengendapkan bahan putih telur dan menghambat kerja enzim. Umumnya

berlaku sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang

berlainan, terutama campuran etanol-air. Dengan etanol (70% volume) sangat

sering dapat dihasilkan suatu hasil bahan aktif yang optimal, dimana bahan

pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi (Voight 1994).

Hexan

Hexan merupakan senyawa yang mengandung 98.0% - 100.5%

C13H6Cl6O2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berwarna putih agak

cokelat; tidak berbau dan agak berbau fenol. Tidak larut dalam air, namun mudah

larut dalam aseton, etanol, kloroform, eter, dan larutan encer alkali hidroksida

tertentu (DepKes RI 1995).

Page 22: B08hkr

Salep

Salep merupakan sediaan setengah padat dan mudah dioleskan. Digunakan

sebagai obat luar pada membran mukosa/kulit. Bahan obat haus larut atau

terdispersi homogeny dalam dasar salep yang cocok (Wientarsih dan Prasetyo

2006).

Menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006), fungsi salep ada tiga macam:

1. Sebagai pembawa (vehicle), substansi obat untuk pengobatan kulit.

2. Sebagai pelumas (emollient) pada kulit.

3. Sebagai pelindung (protective), untuk mencegah kontak permukaan kulit

dengan rangsangan dari luar.

Agar salep yang dihasilkan berkualitas baik. Ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi. Syarat-syarat dasar salep menurut Wientarsih dan Prasetyo (2006)

adalah sebagai berikut:

- Harus stabil, baik secara fisika/kimia.

- Warna dan bau harus stabil selama penyimpanan/pemakaian.

- Harus dapat dicampur dengan semua obat.

- Harus halus dan licin sehingga mudah dioleskan pada kulit.

- Daya kerjanya sama baik untuk kulit kering/berlemak.

- Tidak mengiritasi kulit.

- Tidak mudah tengik.

- Harus mudah dipakai/dioleskan.

Voight (1994) menjelaskan bahwa salep yang mengandung cairan dalam

jumlah besar harus dilindungi terhadap pengenceran cairan jika wadah tidak

terjamin kerapatannya. Ini dilakukan dengan menutup dengan folia logam atau

plastik atau bahan lain yang cocok. Menurut Ansel (1989) salep biasanya dikemas

baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna,

warna hijau, biru atau buram dan porselen putih. Botol plastik juga dapat

digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang

mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Kebanyakan salep harus disimpan

pada temperatur di bawah 300C untuk mencegah melembek apalagi dasar

salepnya bersifat mencair. Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering

Page 23: B08hkr

memerlukan penambahan pengawet kimia sebagai anti mikroba, pada formulasi

untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang mengkontaminasi.

Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode

umum: (1) pencampuran dan (2) peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu

terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya. Dalam metode pencampuran,

komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan

yang rata tercapai. Pada skala kecil, ahli farmasi dapat mencampur komponen-

komponen dari salep lumpang dengan sebuah alu dengan menggunakan mortar

stamphis (gelas yang besar atau porselen) untuk menggerus bahan bersama-sama

(Ansel 1989).

Mencit

Mencit (Mus musculus albinus) merupakan salah satu hewan dalam

kelompok rodentia yang mudah dipelihara, praktis juga dapat berkembang biak

dengan cepat sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah yang banyak

dalam waktu yang singkat serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan

baik (Malole dan Pramono 1998).

Klasifikasi mencit menurut Linnaeus (1758) adalah:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorphoa

Familia : Muridae

Sub familia : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Sub Spesies : Mus musculus albinus

Mencit luar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit

laboratorium. Hewan tersebut tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan di

Page 24: B08hkr

dekat atau di dalam gedung dan rumah yang dihuni manusia. Berat badan

bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20

g. Mencit liar dewasa dapat mencapai 30-40 g pada umur enam bulan atau lebih.

Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar,

tetapi setelah diternakkan secara selektif selama delapan puluh tahun yang lalu,

sekarang ada berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan

berbeda-beda (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Data biologis mencit

laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1.

Mencit laboratorium (Gambar 3) dapat dikandangkan dalam kotak sebesar

kotak sepatu. Kotak dapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastik,

aluminium, atau baja tahan karat (stainless steel). Prinsip dasar yang perlu

dicamkan kalau memilih kotak mecit ialah bahwa kotak harus mudah dibersihkan

dan disterilkan. Kotak mencit harus tahan lama, tahan gigit dan mencit tidak dapat

lepas. Apa pun sistem kandang yang dipakai, paling penting untuk diperhatikan

adalah persyaratan fisiologis dan tingkah laku mencit. Persyaratan ini meliputi

menjaga lingkungan tetap kering dan bersih, suhu yang memadai, dan memberi

ruang cukup untuk bergerak dengan bebas dalam berbagai posisi. Seluruh sistem

perkandangan harus dirancang sehingga mudah dirawat dan diperbaiki demi

kesehatan hewan. Kandang yang baik harus tersedia alas tidur (bedding) dengan

kualitas bagus dan bersih. Biasanya di daerah tropis dapat dipakai serbuk gergaji

atau sekam padi sebagai alas tidur. Alas tidur harus diganti sesering mungkin,

sekurang-kurangnya satu kali tiap minggu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Gambar 3 Mencit (Mus musculs albinus)

www.rooj.com/Radioprotection_files/image002.jpg

Page 25: B08hkr

Mencit laboratorium biasanya diberi makanan berbentuk pelet tanpa batas

(ad libitum). Setiap hari, seekor mencit dewasa makan 3 g sampai 5 g makanan.

Kalau mencit sedang bunting atau menyusui, nafsu makannya bertambah. Mencit

laboratorium tidak boleh dalam keadaan tanpa air minum. Air minum dapat

diberikan dengan botol-botol gelas atau plastik dan mencit dapat minum air dari

botol tersebut malalui pipa gelas atau pipa logam. Banyak faktor-faktor

lingkungan terutama kualitas makanan berpengaruh pada kondisi mencit secara

keseluruhan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kemampuan mencit

mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, umur, atau reaksi terhadap

pengobatan dan lain-lain (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Tabel 1 Data Biologis Mencit

Karakteristik Nilai

Berat dewasa

Jantan 20-40 g

Betina 18-35 g

Berat lahir 1.0-1.5 g

Umur sapih 18-21 hari

Suhu (rektal) 96.4-100 oF

Denyut jantung 600/menit

Range 328-780/menit

Pernapasan 84-230/menit

Tekanan darah 113 sistol, 81 diastol

Eritrosit 9.3 x 106/ul

Range 7.7-12.5 x 106/ul

Leukosit 8 x 103/ul

Range 4-12 x 103/ul

Hematokrit 41.5 %

Hemoglobin 14.8 g/100ml

Range 10-19 g/100 ml

Volume darah 75-80 ml/kg

(sumber : Arrington 1972; Smith 1988)

Page 26: B08hkr

Persembuhan luka

Definisi

Persembuhan luka adalah proses dalam tubuh yang sedapat mungkin

memperbaiki bagian luka menjadi bentuk yang paling mendekati kondisi normal

tubuh sebelumnya (Vegad 1995). Persembuhan luka dibagi menjadi dua macam

berdasarkan keadaan luka yang terjadi, yaitu persembuhan berdasar penyatuan

primer (primary union) dan persembuhan berdasar penyatuan sekunder

(secundary union). Suatu persembuhan luka dapat digolongkan menjadi

penyatuan luka primer apabila luka tertutup, mengakibatkan hilangnya sejumlah

kecil jaringan, luka berupa suatu garis insisi dengan skalpel yang steril, tidak

disertai infeksi sekunder oleh bakteri, dan celah luka segera ditutupi darah beku.

Persembuhan berdasar penyatuan luka sekunder ditandai dengan luka yang

terbuka dan mengalami kerusakan atau hilangnya jaringan dalam jumlah besar.

Selain itu, luka terinfeksi oleh bakteri, banyak pembuluh darah yang terkoyak,

serta dapat ditemui jaringan yang mengalami nekrosis dan peradangan di daerah

luka.

Proses Persembuhan Luka

Proses persembuhan luka terdiri dari tiga fase yaitu fase inflamasi

(peradangan), fase proliferasi (fibroplasia), serta fase maturasi (pematangan dan

penutupan kembali) (Vegad 1995). Peradangan merupakan suatu reaksi dari

jaringan hidup yang dialiri darah terhadap perlukaan lokal (Vegad 1995). Menurut

Rukmono (1979) yang menyebabkan luka/cedera pada jaringan, yang kemudian

diikuti oleh radang, ialah kuman, benda (pisau, peluru, dan sebagainya) suhu

(panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X, sinar ultra-violet), listrik, zat-zat

kimia, dan lain-lain). Peradangan dapat akut, yakni umurnya pendek, atau kronik,

yakni umurnya yang panjang, tergantung kepada sifat cedera dan keduanya

mempunyai pola khas pada peradangan kronik biasanya terdapat fase akut awal

dan terkadang terjadi berulang-ulang (Spector 1993). Peradangan ditandai dengan

adanya panca radang yaitu rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri), tumor

(pembengkakan), dan function laesa (perubahan fungsi) (Price dan Wilson 1995).

Page 27: B08hkr

Pada radang, cairan pada jaringan mengandung banyak larutan protein

sehingga tekanan osmotik tinggi dan hal ini menyebabkan plasma tidak dapat

mengalir kembali ke dalam pembuluh darah sehingga volume darah berkurang.

Pembuluh darah menjadi kekurangan plasma dan butir-butir darah terhenti

mengalir, yaitu terjadi stasis. Jaringan mengandung banyak cairan sehingga

membengkak (tumor). Setelah aliran dalam pembuluh darah lambat, maka

leukosit-leukosit melekat pada sel-sel endotel pembuluh (marginasi). Makin lama

makin banyak sel leukosit yang melekat. Sehingga mendadak sel-sel endotel pada

radang tampak menggelembung. Dengan pergerakan amoeboid (pergerakan

seperti amoeba) leukosit menyusup antara sel endotel dan kemudian keluar

(emigrasi) (Rukmono 1979).

Terjadinya luka juga menginduksi pelepasan beberapa substansi kimia

yang bertindak sebagai mediator dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada

sistem vascular di daerah luka tersebut (Vegad 1995). Mediator inflamasi yang

mempengaruhi persembuhan luka yaitu histamin, enzim-enzim lisosom, faktor

pengaktifasi platelet (Platelet Activating Factor-PAF), dan Sitokin.

Pada beberapa jenis radang proliferasi sel mencolok sekali. Pada radang

akut proliferasi sel tidak seberapa. Kelenjar getah bening yang menerima cairan

limfe dari daerah jaringan yang meradang menahun sering menunjukkan

proliferasi sel makrofag sehingga limfonodulinya tampak membesar dan jelas.

Kemampuan proliferasi epitel kulit atau sel mukosa mudah sekali sehingga bila

sebagian epitel ini rusak, maka akan diganti oleh sel epitel baru. Bila terjadi luka

yang steril maka proliferasi tidak akan mulai dan luka tidak akan menyembuh

akan tetapi bila luka ini kemasukan sedikit kuman atau bila tersentuh oleh kapas,

maka proliferasi dan proses penyembuhan akan mulai (Rukmono 1979).

Sebenarnya proses radang dan pemulihan jaringan sukar saling dibedakan,

keduanya berlangsung bersama-sama, radang merupakan iritans/stimulans yang

menyebabkan proses pemulihan dimulai (Rukmono 1979).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persembuhan Luka

Persembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jaringan yang

terlibat, vaskularisasi, infeksi, gizi, umur, suhu, ukuran jaringan yang rusak dan

Page 28: B08hkr

benda asing (Spektor 1993). Menurut Vegad (1995), beberapa faktor tersebut

seperti nutrisi memegang peranan penting pada proses persembuhan luka,

misalnya protein, dimana tingkat asupan protein yang rendah akan menyebabkan

adanya defisiensi pada asam amino metionin dan sistin, yang menyebabkan

sintesis kolagen terhambat. Rukmono (1979), menambahkan bahwa dasar proses

persembuhan jaringan sama pada semua jenis luka, yaitu terjadi organisasi yang

menghasilkan jaringan ikat, proses ini dapat mengalami modifikasi yaitu

bergantung kepada jumlah nekrosis, infeksi dan keadaan kesehatan pada

umumnya, misalnya keadaan gizi. Kekurangan vitamin C akan menghambat

pembentukan serabut kolagen sehingga pemulihan jaringan ikat terhambat.

Kortison menghambat terjadinya jaringan ikat. Kekurangan protein dalam diet

sangat menghambat proses pemulihan jaringan.

Darah

Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen selular yaitu sel-

sel darah dan komponen cairan yang kaya akan protein yaitu plasma darah

(Schalm et al., 1975). Darah bagi tubuh sangat penting peranannya terutama

sebagai alat pertahanan tubuh dan alat transportasi nutrisi, hormon dan sisa-sisa

hasil metabolisme (Sturkie 1976). Darah dianggap sebagai jaringan ikat khusus

yang terdiri dari sel-sel bebas dan cairan interseluler atau plasma (Copenhaver et

al., 1978). Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin

dalam eritrosit (Dellmann dan Brown 1989).

Unsur seluler dari darah terdiri dari sel darah putih (leukosit), sel darah

merah (eritrosit), dan platelet (trombosit) yang tersuspensi di dalam plasma

(Ganong 1995). Darah memiliki banyak fungsi, diantaranya sebagai: 1) penyerap

dan pembawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju ke jaringan, 2) pembawa

oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke

paru-paru, 3) pembawa produk buangan metabolisme, 4) pembawa hormon yang

dihasilkan oleh kelenjar endokrin, dan 5) pengatur kandungan cairan tubuh

(Sturkie dan Grimingger 1976). Selain itu darah juga berperan penting dalam

pengaturan suhu, menjaga sistem buffer tubuh, serta mengandung faktor penting

untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit (Schalm et al., 1975).

Page 29: B08hkr

Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah

juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara

internal dan eksternal. Secara internal seperti pertambahan umur, status gizi,

latihan, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal

akibat infeksi kuman, fraktura dan perubahan suhu lingkungan (Guyton 1997).

Eritrosit

Eritrosit mamalia dewasa tidak berinti, berbentuk cawan bikonkaf serta

tidak memiliki aparatus golgi, sentriol dan sebagian besar mitokondria karena

lenyap selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki aliran

darah (Dellmann dan Brown 1989). Eritrosit normal berdiameter kira-kira 7.8 μm

dan dengan ketebalan 1 sampai 2.5 μm. Volume rata-rata sel darah merah adalah

90 sampai 95 μm3 (Guyton 1997). Menurut Ganong (1995), sel darah merah

dibentuk di sumsum tulang. Pada mamalia, sel ini kehilangan intinya sebelum

memasuki peredaran darah.

Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya

mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Sel darah merah juga banyak

mengandung karbonik anhidrase, yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi

antara karbon dioksida (CO2) dan air, sehingga akan meningkatkan kecepatan

reaksi bolak-balik beberapa ribu kali lipat (Guyton 1997). Tekanan oksigen yang

tinggi, temperatur yang lebih rendah dan pH yang lebih tinggi dalam kapiler paru-

paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi

tekanan oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi dan pH yang lebih rendah di

jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari oxyhemoglobin (Ganong 1995).

Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, hormon, keadaan

hipoksia dan berbagai faktor lainnya (Sturkie dan Grimingger 1976). Swenson

(1984), menambahkan faktor status nutrisi, volume darah, spesies dan ketinggian

juga mempengaruhi jumlah eritrosit. Faktor-faktor ini tidak hanya mempengaruhi

jumlah eritrosit tetapi juga kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan konsentrasi

kandungan darah lainnya. Menurut Ganong (1995), eritrosit juga mengalami lisis

karena obat dan infeksi. Bila terjadi perdarahan atau hipoksia, sintesis

Page 30: B08hkr

haemoglobin akan meningkat, dan pembentukan serta pelepasan sel darah merah

dari sumsum tulang (eritropoesis) meningkat.

Hematokrit

Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran

yang mewakili eritrosit di dalam 100 ml darah, sehingga dilaporkan dalam bentuk

persentase (Schalm et al., 1975). Sedangkan menurut Guyton (1997), hematokrit

adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang ditentukan melalui

sentrifugasi darah dalam “tabung hematokrit” sampai sel-sel ini menjadi benar-

benar mampat pada bagian bawah tabung. Pada hewan normal PCV sebanding

dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Eritrosit berpengaruh terhadap

viskositas darah yaitu semakin besar persentase sel darah merah semakin banyak

timbul gesekan antar lapisan darah sehingga viskositas darah meningkat yang

berakibat pada derajat aliran darah yang malalui pembuluh darah kecil.

Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu eritrosit di bagian dasar, leukosit dan trombosit yang merupakan lapisan

berwarna putih sampai abu-abu (buffy coat) serta plasma darah pada bagian paling

atas (Schalm et al., 1975).

Pada saat perdarahan jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan

plasma darah sehingga nilai hematokrit tidak berubah. Namun anemia

menyebabkan nilai hematokkrit turun (Duncan dan Prase 1977).

Nilai hematokrit sangat bervariasi pada setiap individu. Angka ini

bergantung pada apakah individu tersebut menderita anemia atau tidak, derajat

aktivitas tubuh dan ketinggian tempat dimana individu tersebut berada (Guyton

1997).

Hemoglobin

Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah hewan

vertebrata adalah hemoglobin, suatu protein yang mempunyai berat molekul

64.450 (Ganong 1995). Fungsi hemoglobin adalah sebagai pengangkut oksigen

dimana tiap gram hemoglobin akan mengangkut sekitar 1.34 ml oksigen

(Frandson 1996). Menurut Guyton (1997), pigmen merah yang membawa oksigen

Page 31: B08hkr

dalam sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel

sampai sekitar 34 g/dl sel. Bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang

berkurang, maka persentase hemoglobin dalam sel dapat turun sampai di bawah

nilai ini, dan volume sel darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk

mengisi sel berkurang. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah

merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh,

terutama di hati (sel-sel Kupffer), limpa, dan sumsum tulang.

Pembentukan hemoglobin dimulai dalam eritroblas dalam stadium

retikulosit kemudian diteruskan sampai sel eritrosit matang. Jika sel darah merah

meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah maka akan tetap

melanjutkan pembentukan sedikit hemoglobin selama beberapa hari atau

sesudahnya (Schalm et al.,1975).

Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim

(Jones dan Johansen 1972). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi

eritropoesis dan jumlah sel darah merah juga mempengaruhi kadar hemoglobin

misalnya keadaan hipoksia dan anemia (Sturkie 1976).

Leukosit

Sel darah putih (leukosit) merupakan unit yang aktif dari sistem

pertahanan tubuh (Guyton 1997). Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum

tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan

limfe (limfosit dan sel-sel plasma).

Terdapat 3 jenis leukosit, yaitu polimorfonuklir, monosit dam limfosit

Rukmono (1979). Menurut Ganong (1995) sebagian besar dari sel

polimorfonuklear mengandung granula netrofilik (netrofil), sedangkan sebagian

kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna asam

(eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Jumlah

leukosit yang beredar ialah antara 4.000 – 12. 000/µl (Rukmono 1979). Persentase

normal dari sel darah putih kira-kira 62.0% netrofil polimorfonuklir, 2.3%

eosinofil polimorfonuklear, 0.4% basofil polimorfonuklear, 5.3% monosit, dan

30.0% limfosit (Guyton 1997).

Page 32: B08hkr

Granulosit (Lekosit polimorfonuklear, PMN)

Semua sel granulosit memiliki granula sitoplasmik yang mengandung

substansi biologik aktif, yang berperan dalam reaksi peradangan dan alergi

(Ganong 1995).

Masa hidup granulosit sesudah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya

4 sampai 8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4 sampai 5 hari berikutnya dalam

jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan

seringkali berkurang sampai hanya beberapa jam, karena granulosit dengan cepat

akan menuju daerah infeksi, juga akan melakukan fungsinya, serta akan masuk

dalam proses di mana sel-sel itu sendiri dimusnahkan (Guyton 1997).

Neutrofil (mikrofag)

Neutrofil dewasa memiliki nukleus yang bersegmen. Sedangkan neutrofil

muda disebut juga Band cell memiliki nukleus yang menggulung atau seperti

batang tanpa segmentasi (Swenson 1984). Sel neutrofil berukuran 12-15 mikron.

Inti bergelambir 2-5. Sitoplasama bergranul eosinofilik dan basofilik. Setelah 6-10

jam di dalam darah, memasuki jaringan dan tahan 1-2 hari. Waktu paruh rata-rata

sel neutrofil di dalam sirkulasi adalah 6 jam. Untuk dapat mempertahankan kadar

normal di dalam peredaran darah diperlukan pembentukan lebih dari 100 miliar

sel neutrofil per hari (Ganong 1995).

Neutrofil merupakan sel lukosit dengan mobilitas tinggi sehingga menjadi

sel pertama yang sampai ke jaringan penghasil substansi kimia yang bersifat

kemotaksis (Martini et al., 1992). Substansi kimia tersebut mampu merangsang

neutrofil keluar dari pembuluh darah melalui proses diapedesis atau gerakan

amuboid (Swenson 1984). Neutrofil yang berhasil migrasi ke jaringan tidak akan

kembali ke dalam sirkulasi darah (Jubb et al., 1993).

Sel neutrofil merupakan sel pertahanan pertama terhadap kontaminasi

mikroba pada peradangan. Neutrofil bertugas membunuh dan memfagosit

partikel-partikel asing yang terdapat pada luka dengan cara fagositosis (Vegad

1995). Setelah menfagosit partikel asing (termasuk sisa nekrosa sel inang),

neutrofil akan mati dan akan digantikan oleh makrofag sebagai sel pertahanan

Page 33: B08hkr

kedua. Menurut Guyton (1997) sebuah sel neutrofil dapat memfagositosis 5

sampai 20 bakteri sebelum sel netrofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati.

Lekositosis ialah keadaan bila jumlah leukosit meningkat, yaitu melebihi

10.000/µl. Dalam prakteknya lekositosis berarti meningkatnya jumlah leukosit

neutrofil, sehingga melebihi 60% jumlah seluruh leukosit. Lekositosis merupakan

suatu reaksi terhadap adanya cidera. Lekositosis ini disebabkan produksi sumsum

tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam darah cukup untuk

menyelenggarakan emigrasi pada waktu ada jaringan cidera atau radang

(Rukmono 1979).

Eosinofil

Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, dikelilingi butir-butir asidofil

yang cukup besar berukuran 0.5-1.0 μm. Diameter eosinofil 10-15 μm dan jangka

waktu hidup dalam sirkulasi darah selama 3-5 hari (Dellmann dan Brown 1989).

Eosinofil memiliki waktu paruh yang singkat di dalam sirkulasi. Eosinofil

melepaskan protein, sitokin dan kemokin yang mengakibatkan reaksi peradangan

tetapi mampu membunuh organisme yang menyusup ke dalam tubuh. Jumlah

eosinofil yang beredar dalam sirkulasi akan meningkat pada penyakit alergi,

seperti asma serta berbagai penyakit saluran pernapasan dan saluran

gastrointestinal lainnya (Ganong 1995).

Eosinofil berperan sebagai sel fagosit tapi bukan terhadap bakteri atau

runtuhan-runtuhan sel, melainkan terhadap komponen asing yang telah bereaksi

dengan antibodi (Martini et al., 1992). Eosinofil ditarik ke lokasi terjadinya reaksi

antigen-antibodi kemudian memakan kompleks antigen-antibodi tersebut

(Swenson 1984). Eosinofil mampu membunuh bakteri tapi kurang efisien

dibandingkan dengan neutrofil (Jubb et al., 1993). Mobilisasi eosinofil ke dalam

jaringan terjadi karena adanya substansi yang bersifat kemotaktik terhadap

eosinofil seperti kompleks antigen-antibodi, histamin, interleukin, fibrinogen dan

fibrin. Sel eosinofil yang sudah bermigrasi ke jaringan tidak dapat masuk kembali

ke dalam darah (Jain 1993).

Page 34: B08hkr

Basofil

Basofil berdiameter 10-12 μm dengan inti bergelambir dua atau tidak

teratur. Butirnya 0.5-1.5 μm berwarna biru tua sampai ungu sering menutupi inti

yang berwarna agak cerah. Butir-butir tersebut mengandung heparin, histamin,

asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik

(Delmann dan Brown 1989).

Basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak

tepat di sisi luar kebanyakan kapiler dalam tubuh (Ganong 1995). Basofil juga

akan masuk ke jaringan dan melepaskan berbagai protein serta sitokin. Basofil

mengandung histamin dan heparin. Sel-sel ini melepaskan histamin dan mediator

radang lain apabila diaktifkan oleh faktor penglepas-histamin yang disekresi oleh

limfosit T, dan penting pada reaksi hipersensitifitas yang berkisar dari urtikaria

ringan dan rinitis, sampai syok anafilaktik berat (Ganong 1995). Basofil memiliki

fungsi utama dalam membangun reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang

bersifat vasoaktif (Delmann dan Brown 1989).

Agranulosit

Limfosit

Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan

bentuk belum dewasa, berdiameter 12-15 μm, memiliki lebih banyak sitoplasma,

nukleus lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan limfosit kecil. Sementara

limfosit kecil merupakan bentuk dewasa berdiameter 6-9 μm, nukleus besar dan

kuat mengambil zat warna, dikitari sedikit sitoplasma berwarna biru pucat.

Lazimnya inti memiliki sedikit lekuk pada satu sisi (Dellmann dan Brown 1989).

Limfosit merupakan unsur kunci pada proses kekebalan tubuh (sistem

imun). Limfosit merupakan sel yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma

sedikit Limfosit dibentuk di sumsum tulang pasca kelahiran, tetapi sebagian besar

dibentuk dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekursor yang berasal

dari sumsum tulang, setelah mengalami pemrosesan di dalam timus atau bursa

ekivalen menjadi prekursor sel T atau sel B. Pada umumnya limfosit memasuki

sistem peredaran darah melalui pembuluh limfe lebih dari satu kali (resirkulasi)

(Ganong 1995).

Page 35: B08hkr

Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau

bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini bergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-

sel tersebut (Guyton 1997).

Monosit

Monosit adalah leukosit terbesar berdiameter 15-20 μm. Sitoplasma lebih

banyak daripada sitoplasma sel limfosit. Nukleus seperti ginjal atau mirip tapal

kuda. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke

dalam jaringan menjadi makrofag tetap pada sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli

paru-paru dan jaringan limfoid (Dellmann dan Brown 1989). Monosit

mengandung banyak sitoplasma tidak bergranula dan mempunyai inti berbentuk

menyerupai ginjal (Ganong 1995).

Monosit berfungsi mengawasi daerah infeksi dan memfagositosis bakteri,

benda asing dan sel-sel mati (Ganong 1995). Menurut Guyton (1997), monosit

juga berfungsi melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan

cara fagositosis. Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10 sampai 20

jam, berada dalam darah sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam

jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak dengan ukuran

yang sangat besar untuk membentuk makrofag jaringan, dan dalam bentuk ini, sel-

sel tersebut dapat hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun kecuali bila

mereka dimusnahkan karena melakukan fungsi fagositik. Makrofag/monosit

sering memakan partikel yang sama atau lebih besar darinya. Saat benda asing

terlalu besar untuk dicerna, beberapa makrofag bergabung menjadi satu yang

dikenal dengan nama phagocytic giant cell sampai cukup besar untuk melakukan

tugasnya (Martini et al., 1992).

Page 36: B08hkr

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Juli hingga Desember 2007. Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Patologi Klinik dan

Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain simplisia rimpang

kunyit (Curcuma longa Linn.), etanol 96%, hexan, amonia, kloroform, Meyer,

pelarut Rx Wagner, metanol, logam Magnesium, NaOH 10%, FeCL3 1%, NaOH

15%, pakan (pelet apung), eter, cairan pengencer (Hayem), cairan pengencer

(Turk), larutan HCl 0.01 N dan aquadest steril.

Peralatan yang digunakan antara lain timbangan, sendok tanduk,

erlenmeyer, plastik penutup cawan, maserator, batang pengaduk, kertas saring,

cawan penguap, oven, evaporator, vacum, corong pisah, mortar, tube tidak

berwarna, spatula, tabung reaksi, penangas air, spoit, kandang tikus, skalpel,

gunting, pinset, venul jek, tabung kapiler, sentrifuse, mikrohematokrit reader, alat

penyumbat tabung kapiler (crestoseal), hemoglobinometer Sahli (hemeometer),

pipet tetes (Mohr), gelas objek, cover glass, mikroskop, dan hand counter.

Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 46 ekor

Mencit putih (Mus musculus albinus) jantan dengan berat 20-40 gram, berumur 2

bulan.

Metode Penelitian

Ekstraksi

Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi sesuai dengan farkmakope

Indonesia (1995) dengan menggunakan etanol 96% dan hexan. Satu bagian

simplisia rimpang kunyit dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 10 bagian

etanol 96%, direndam selama 6 jam sekali-kali diaduk sampai homogen dan

Page 37: B08hkr

kemudian ditutup rapat agar tidak terjadi penguapan dan kontaminasi dari luar,

kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan diproses ulang 3 kali

(triplo) dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua filtrat dikumpulkan

dan diuapkan (evaporasi) dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak semi padat.

Hasilnya kemudian dioven dengan temperatur 40oC hingga diperoleh ekstrak

kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.

Rendemen = Berat ekstrak kental

x 100% Berat simplisia

Ekstrak kental dilarutkan dengan etanol 96% hingga terbentuk larutan

ekstrak. Kemudian ditambahkan larutan hexan (non polar) dengan perbandingan

1:1 dan dimasukkan ke dalam corong pisah. Dikocok dengan kecepatan sedang

dan berhati-hati agar tidak terjadi emulsi (busa), sehingga terbentuk dua lapis

pelarut. Lapisan di bawah adalah hexan, sedangkan etanol di lapisan atas.

Kemudian ditampung secara terpisah. Fraksinasi ini diulangi hingga 3 kali (triplo)

agar optimal. Fraksi hexan yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan (evaporasi)

dengan avaporator hingga diperoleh ekstrak semi padat. Hasilnya kemudian di

oven dengan temperatur 40oC. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat.

Setelah diperoleh ekstrak etanol dan fraksi hexan selanjutnya dilakukan

penapisan fitokimia terhadap alkaloid, flavonoid, polifenol, tannin, saponin, dan

kuinon. Secara garis besar skema/bagan alur cara ekstraksi rimpang kunyit terlihat

pada Gambar 4.

Kunyit

Maserasi ethanol 96% (pelarut polar)

Filtrat etanol Maserat

Diuapkan

Ekstrak kental (etanol)

Fraksinasi hexan (pelarut non polar)

Fraksi hexan

Bahan bioaktif terpilih Bahan bioaktif terpilih

Uji in vitro pada mencit

Gambar 4. Diagram alir metode ekstraksi rimpang kunyit

Page 38: B08hkr

Penapisan Fitokimia

Dilakukan penapisan fitokimia dari hasil ekstraksi untuk mengetahui

kandungan bahan aktif dengan manggunakan metode Harbone (1987) sebagai

berikut :

Uji Alkaloid

Serbuk simplisia dibasakan dengan 3 tetes amonia, kemudian ditambahkan

kloroform. Filtrat ditambahkan 10 tetes H2SO4 2M. Hasil positif apabila

ditambahkan Meyer menjadi endapan putih dan coklat dengan penambahan

pelarut Rx Wagner.

Uji Flavonoid

Serbuk simplisia dipanaskan dengan campuran metanol dan logam

Magnesium. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah setelah

penambahan 5 tetes NaOH 10%.

Uji Saponin

Serbuk simplisia dipanaskan dengan air dalam tabung reaksi. Kemudian

dikocok kuat-kuat selama lebih kurang 30 detik. Pembentukan busa 10 menit

kemudian menunjukkan bahwa dalam sampel terdapat saponin.

Uji Tanin

Serbuk simplisia ditambahkan dengan air, kemudian dididihkan. Kepada

filtrat ditambahkan larutan 5 tetes FeCL3 1%. Sehingga terbentuk warna biru tua

atau hitam kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut positif

mengandung tanin.

Uji Kuinon

Serbuk simplisia ditambahkan air kemudian dididihkan. Kepada filtrat

diberi NaOH 15%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna

kuning hingga merah.

Uji Fenol

Serbuk simplisia ditambahkan larutan pereaksi FeCl3 1% sebanyak 5 tetes.

Adanya senyawa fenol ditandai dengan terbentuknya warna ungu, biru atau hijau.

Page 39: B08hkr

Pembuatan Salep

Fraksi etanol rimpang kunyit dan fraksi hexan rimpang kunyit dibuat

salep. Satu bagian fraksi etanol rimpang kunyit ditambah dengan empat bagian

vaselin kuning. Dihomogenkan di mortar dengan stamphis dan kemudian

disimpan dalam tube tidak berwarna yang tertutup. Begitu juga dengan fraksi

hexan rimpang kunyit. Salep siap digunakan.

Pengelompokan Mencit

Mencit diadaptasikan selama 10 hari sebelum diberikan perlakuan. Mencit

dipelihara dalam kandang plastik yang berukuran 20 x 30 cm. Pada bagian atas

kandang ditutup dengan kawat kasa, hal ini bertujuan agar mencit tidak lepas dan

aman dari pemangsa namun udara tetap bebas bersirkulasi. Pada bagian dasar

diberi serbuk gergaji/sekam untuk menjaga agar suhu tetap optimal. Mencit diberi

makan pelet dan minum. Sebanyak 6 ekor mencit digunakan sebagai kontrol

sebelum dilakukan perlukaan. Sedangkan 40 ekor mencit lainnya dikelompokkan

menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 10 ekor.

K+ : kelompok kontrol positif, yaitu kelompok mencit yang diberi obat

persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%.

K- : kelompok kontrol negatif yang tidak diberi sediaan apapun.

P1 : kelompok mencit yang diberi salep ekstrak etanol rimpang kunyit.

P2 : kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit.

Perlukaan mencit

Perlukaan dilakukan pada punggung mencit dengan membuat sayatan

sepanjang ±1.5 cm sejajar os vertebrae dengan menggunakan skalpel steril.

Sebelum dilakukan perlukaan, bulu disekitar punggung dicukur dan dibersihkan

dengan alkohol.

Pemberian ekstrak terpilih rimpang kunyit

Ekstrak yang terpilih akan diberikan dengan cara mengoleskan pada

bagian luka mencit setiap hari. Pemberian ekstrak dilakukan dua kali sehari dari

hari ke-1 sampai hari ke-21 pasca perlukaan. Sebagai pembanding digunakan

Page 40: B08hkr

kontrol negatif yaitu mencit yang tidak diberi sediaan apapun serta kontrol positif

yaitu mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung

neomycin sulfat 5%.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-2, 4, 7, 14, dan 21 setelah

perlukaan secara intra cardial. Karena volume darah yang diperlukan dalam

jumlah banyak, pengambilan darah diperoleh dari jantung. Agar tidak menyakiti

hewan sebelum pengambilan darah dilakukan anasthesi. Eter adalah obat paling

sering dipakai untuk anasthesi mencit. Eter diberikan dengan cara tetes terbuka,

misalnya kapas dibasahi dengan eter diletakkan dalam sebuah piala, hewan

dimasukkan dan piala ditutup sampai terjadi anasthesi. Sistem ini mudah dan

murah. Mula-mula mencit diletakkan pada punggungnya sesudah dianestesi,

bagian dada didesinfeksi, lalu dengan jarum sepanjang 2.5 cm, ukuran 25 (25

gauge) dengan spoit 2 ml, jarum ditusukkan sedikit di belakang cartilago

xyphoidea dan sedikit ke bawah dan ke depan sehingga jarum tersebut menusuk

jantung. Darah yang telah diambil dengan spoit segera dimasukkan kedalam

tabung yang sudah berisi antikoagulan EDTA (Ethylendiamine tetraacetic acid).

Kemudian dilakukan pemeriksaan aspek hematologis. Parameter yang diamati

adalah jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan jumlah leukosit.

Sampel darah diambil dari 2 ekor mencit dari setiap kelompok perlakuan.

Pemeriksaan Darah

Perhitungan Jumlah Eritrosit (RBC)

Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga

mencapai tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan

menggunakan tissue, kemudian cairan pengencer (Hayem) dihisap hingga

mencapai tanda 101. untuk menghomogenkan, pipet diputar dengan membentuk

angka delapan selama tiga menit. Setelah homogen cairan yang tidak terkocok

pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada tissue. Setelah

itu dengan hati-hati diteteskan satu tetes ke dalam haemocytometer agar udara

tidak masuk. Setelah dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap,

Page 41: B08hkr

perhitungan dapat dilakukan. Agar tidak terjadi penghitungan yang berulang

(ganda), sebaiknya menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan

pembesaran 45x10. Untuk menghitung eritrosit dalam haemocytometer,

digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 kotak dengan mengambil bagian

sebagai berikut : satu kotak pojok kiri atas, satu kotak pojok kanan atas, satu kotak

di tengah, satu kotak pojok kiri bawah dan satu kotak pojok kanan bawah. Untuk

membedakan kotak eritrosit dengan leukosit, luas kotak eritrosit relatif lebih kecil

dibandingkan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit didapatkan maka jumlah

darah dikalikan dengan 104, untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 µl darah.

Perhitungan Nilai Hematokrit

Sampel darah dimasukkan ke dalam pipa mikrokapiler dengan cara

memiringkan venul jek yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung

mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa mikrokapiler diisi hingga mencapai ⅔

bagian kemudian ujung pipa ditutup dengan crestoseal. Setelah itu pipa

mikrokapiler yang telah berisi sampel darah disentrifuse selama 15 menit dengan

kecepatan 2500 rpm. Nilai hematokrit dapat dibaca dengan menggunakan

hematokrit reader.

Perhitungan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam

penelitian ini adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.01 N diteteskan ke dalam

tabung sahli hingga mencapai tanda tera 0.1 atau garis batas bawah, kemudian

sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera

atas (2.0 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu

selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi cokelat kehitaman akibat

reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu

larutan ditambah dengan aquadest sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga

warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer.

Page 42: B08hkr

Perhitungan Jumlah Leukosit (WBC)

Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga

mencapai tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan

menggunakan tissue, lalu cairan pengencer (Turk) dihisap hingga tanda 11. Untuk

menghomogenkan, pipet kemudian diputar dengan membentuk angka delapan

selama 3 menit. Setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet

dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada tissue. Setelah itu dengan hati-

hati satu tetes cairan diteteskan ke dalam haemocytometer agar udara tidak masuk.

Setelah dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, perhitungan dapat

dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10. Agar tidak terjadi

penghitungan yang berulang (ganda), sebaiknya menggunakan hand counter.

Untuk menghitung leukosit dalam haemocytometer, digunakan kotak leukosit.

Jumlah kotak leukosit yang diperoleh dalam penghitngan dikalikan 50 untuk

mengetahui jumlah leukosit dalam setiap 1 µl.

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Analisis Sidik Ragam

(ANOVA) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan dilanjutkan dengan Uji

Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk mengetahui

perbedaan perlakuan yang ada (Mattjik dan Sumertajaya 1999).

Page 43: B08hkr

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penapisan Fitokimia

Pada penelitian ini rendemen ekstrak kental rimpang kunyit diperoleh

14.35%. Hal ini menujukkan bahwa rimpang kunyit tersebut berkualitas baik.

Karena menurut BADAN POM RI, 2004 rendemen ekstrak kental rimpang kunyit

tidak kurang dari 11%. Hasil penapisan fitokimia terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia.

Parameter Simplisia

Rimpang Kunyit

Ekstrak Etanol Fraksi Hexan

Alkaloid + + +

Flavonoid - - -

Tanin dan Polifenol - - -

Saponin - - +

Kuinon + + +

Ket :

+ = Pelarut menarik senyawa tersebut.

- = Pelarut tidak menarik senyawa tersebut.

Menurut Hidayat (2008) alkaloid merupakan senyawa basa nitrogen asal

tumbuhan yang bersifat fisiologi aktif. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia

dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan

secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Pada penelitian ini pelarut

etanol dan hexan mampu menarik senyawa alkaloid yang ada dalam rimpang

kunyit. Salah satu fungsi alkaloid yang sangat penting adalah sebagai anti radang,

sehingga sediaan salep ekstrak etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit

diharapkan mampu sebagai salah satu alternatif dalam mempercepat proses

persembuhan luka.

Saponin adalah deterjen alami yang ditemukan pada banyak tanaman yang

memiliki bahan surfaktan karena mengandung inti lemak dan air yang mudah

terlarut. Komponen struktur saponin terdiri dari gula-gula hexose dengan

sejumlah atom karbon, hydrogen dan oksigen (Cheeke 1999). Selain itu, saponin

juga mempunyai kemampuan membunuh kuman (Anonim 2008c).

Page 44: B08hkr

Senyawa antrakuinon dan kuinon mempunyai kemampuan sebagai anti

biotik, penghilang rasa sakit dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit

(Anonim 2008c). Pada penelitian ini pelarut etanol dan hexan mampu menarik

senyawa kuinon yang berada di dalam rimpang kunyit. Pada kasus persembuhan

luka, kuinon berperan dalam proses merangsang pertumbuhan sel baru pada luka

kulit sehingga dapat mempercepat proses persembuhannya.

Darah

Darah merupakan indikator penting untuk mengetahui perubahan fisiologi

dan patologi pada binatang. Persembuhan suatu penyakit dapat diidentifikasi salah

satunya melalui pemeriksaan darah. Jika tubuh hewan mengalami perubahan

fisiologis maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan

fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal. Secara internal

seperti pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus estrus dan

suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat infeksi kuman, fraktura dan

perubahan suhu lingkungan (Guyton 1997).

Penelitian ini menggunakan mencit putih (Mus musculus albinus) berumur

2 bulan. Pengamatan terhadap jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin

dan jumlah leukosit pada hari ke-2, 4, 7, 14, dan 21 setelah perlukaan terhadap

seluruh kelompok perlakuan. Pengambilan darah dilakukan secara intra cardial

sehingga volume darah yang diperoleh mencukupi untuk pemeriksaan gambaran

darah. Sebelum pengambilan darah dilakukan anasthesi dengan mengunakan eter

karena dengan cara ini mudah dan murah (Smith 1988).

Jumlah Eritrosit

Rataan jumlah eritrosit mencit yang diberi salep ekstrak etanol dan fraksi

hexan rimpang kunyit pada hari ke-2, 4, 7, 14, dan 21 ditampilkan pada Tabel 3

dan Gambar 5.

Page 45: B08hkr

Tabel 3. Rataan jumlah eritrosit (juta/µl) pada mencit dalam kondisi luka yang

diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari

ke-

Perlakuan

K+ K- P1 P2

2 4.26 ± 0.14

a 5.67

± 0.96

a 6.16

± 0.09

a 5.37

± 3.82

a

4 4.46 ± 0.16

a 6.06

± 1.46

a 7.08

± 1.13

a 5.95

± 0.92

a

7 7.88 ± 1.46a

10.13 ± 3.54

a 7.74

± 2.50

a 7.43

± 0.46

a

14 9.27 ± 0.67

a 6.43

± 0.30

c 7.14

± 0.75

bc 8.20

± 0.17

ab

21 6.77 ± 2.91

a 6.10

± 1.91

a 7.17

± 0.48

a 7.56

±1.23

a

Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada

taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin

sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak

etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit.

Gambar 5. Grafik rataan jumlah eritrosit pada mencit setelah perlakuan.

Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, hormon, keadaan

hipoksia dan berbagai faktor lainnya (Sturkie dan Grimingger 1976). Swenson

(1977) menambahkan faktor status nutrisi, volume darah, dan spesies juga

mempengaruhi jumlah eritrosit. Faktor-faktor ini tidak hanya mempengaruhi

jumlah eritrosit tetapi juga kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan konsentrasi

kandungan darah lainnya.

Pada penelitian ini jumlah eritrosit mencit sebelum dilakukan perlukaan

rata-rata berjumlah 7.2 x 106/µl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari

mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) jumlah eritrosit mencit normal

Page 46: B08hkr

berkisar antara 7.7-12.5 x 106/ul. Jumlah eritrosit hari ke 2 pada semua kelompok

perlakuan menurun (Tabel 3), hal ini diduga bahwa sebagian eritrosit lisis akibat

dilakukan perlukaan dan pada awal fase peradangan akut. Menurut Price dan

Wilson (1995) pada awal peradangan akut, arteriol disekitar luka berdilatasi

sehingga aliran darah ke daerah radang bertambah. Dengan dilatasinya pembuluh

darah, darah yang mengalir didaerah tersebut menjadi lebih banyak dan tergenang

karena lamban. Suhu lokasi radang menjadi hangat (kalor).

Jumlah eritrosit antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7 dan 21 tidak

menunjukkan perbedaan (P>0,05). Jumlah eritrosit pada kelompok mencit yang

diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5%

(K+), kelompok mencit yang diberi salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan

kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) pada hari ke

2 sampai hari ke 7 pasca perlukaan terus mengalami peningkatan dan kemudian

stabil hingga akhir pengamatan (Gambar 5).

Pada hari ke-14 jumlah eritrosit pada kelompok mencit yang diberi salep

fraksi hexan rimpang kunyit (P2) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap

kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung

neomycin sulfat 5% (K+) sebagai kontrol positif. Sedangkan kelompok mencit

yang diberi salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang

tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-) tidak berbeda nyata jika

dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka

komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+). Jumlah eritrosit mencit

akibat pemberian salep fraksi hexan rimpang kunyit memperlihatkan profil yang

lebih mendekati kontrol positif daripada kelompok yang diberi salep ekstrak

etanol rimpang kunyit hingga akhir pengamatan. Hal ini salah satunya karena

pelarut hexan sebagai pelarut yang bersifat non polar mampu menarik senyawa

saponin yang merupakan deterjen alami sebagai anti bakteri yang baik dalam

mempercepat proses persembuhan luka. Selain itu, diduga pada hari ke 14

neovaskularisasi sudah sempurna dan fase pemulihan sudah dimulai.

Page 47: B08hkr

Nilai Hematokrit

Tabel 4. Rataan nilai hematokrit (%) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi

ekstrak rimpang kunyit.

Hari

ke-

Perlakuan

K+ K- P1 P2

2 23.50 ± 0.71

a 28.00

± 2.83

a 32.00

± 2.83

a 29.50

± 4.95

a

4 30.50 ± 2.12

a 29.5

± 3.54

a 29.50

± 3.54

a 32.50 ± 3.54

a

7 36.00 ± 2.83

a 30.00

± 2.83

a 35.50

± 6.36

a 31.00 ± 9.90

a

14 36.50 ± 4.95

a 32.50

± 3.54

a 37.50

± 0.71

a 35.50

± 2.12

a

21 31.50 ± 3.54

a 30.00

± 0

a 36.00

± 0

a 33.00

± 2.83

a

Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada

taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin

sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Ekstrak etanol

rimpang kunyit; P2 : Fraksi hexan rimpang kunyit.

Gambar 6. Grafik rataan nilai hematokrit pada mencit setelah perlakuan.

Untuk mengetahui hewan dalam kondisi anemia salah satu indikatornya

adalah dengan melihat nilai hematokrit hewan tersebut. Perhitungan nilai

hematokrit dimaksudkan untuk mengetahui persentase sel darah merah dalam 100

ml darah. Menurut Guyton (1997), hewan normal memiliki nilai hematokrit yang

sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Nilai hematokrit sangat

bervariasi pada setiap individu. Angka ini bergantung pada apakah individu

tersebut menderita anemia atau tidak, derajat aktivitas tubuh dan ketinggian

tempat dimana individu tersebut berada (Guyton 1997).

Page 48: B08hkr

Pada penelitian ini nilai hematokrit mencit sebelum dilakukan perlukaan

rata-rata 29%, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit. Sedangkan

menurut Arrington (1972) kadar normal nilai hematokrit mencit 41.5 %. Jika

dibandingkan dengan nilai hematokrit mencit sebelum dilakukan perlukaan, pada

Tabel 4 diatas secara umum terlihat bahwa nilai hematokrit pada semua kelompok

perlakuan berada pada kisaran normal.

Nilai hematokrit pada kelompok mencit yang diberi obat persembuhan

luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% (K+), kelompok mencit

yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-), dan kelompok

mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) terus mengalami

peningkatan sejak hari ke-2 sampai hari ke-4 pasca perlukaan (Gambar 6).

Adanya variasi rataan nilai hematokrit antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7, 14 dan

21 tidak menunjukkan perbedaan signifikan (P>0,05) (Tabel 4). Meskipun

demikian, profil nilai hematokrit kelompok mencit yang diberi salep fraksi hexan

rimpang kunyit (P2) cenderung lebih mendekati kelompok mencit yang diberi

obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% sebagai

kontrol positif (K+) daripada kelompok mencit dengan salep ekstrak etanol

rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun

sebagai kontrol negatif (K-).

Page 49: B08hkr

Kadar Hemoglobin

Tabel 5. Rataan kadar hemoglobin (g/dl) pada mencit dalam kondisi luka yang

diberi ekstrak rimpang kunyit.

Hari

ke-

Perlakuan

K+ K- P1 P2

2 9.0 ± 1.410

a 9.0

± 1.410

a 10.3

± 0.707

a 9.2

± 1.131

a

4 9.6 ± 1.131

a 11.0

± 1.410

a 9.5

± 0.707

a 11.7

± 0.99

a

7 9.8 ± 0.566

a 11.1

± 1.273

a 10.6

± 0.566

a 11.0

± 0

a

14 11.7 ± 0.424

a 9.6

± 0.283

b 11.3

± 0.707

a 10.4

± 0.566

ab

21 11.7 ± 0.99

a 11.6

±0.566

a 12.7

± 0.424

a 12.5

± 0.707

a

Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada

taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin

sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak

etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit

Gambar 7. Grafik rataan kadar hemoglobin pada mencit setelah perlukaan.

Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan musim

(Jones dan Johansen 1972). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi

eritropoesis dan jumlah sel darah merah juga mempengaruhi kadar hemoglobin

misalnya keadaan hipoksia dan anemia (Sturkie 1976).

Pada penelitian ini kadar hemoglobin mencit sebelum dilakukan perlukaan

rata-rata 9.2 g/dl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari mencit.

Sedangkan menurut Arrington (1972) kadar hemoglobin normal pada mencit

adalah 10-19 g/dl. Jika dibandingkan dengan kadar hemoglobin mencit sebelum

dilakukan perlukaan, meskipun terjadi peningkatan dan penurunan, secara umum

Page 50: B08hkr

pada Gambar 7 terlihat bahwa kadar hemoglobin pada semua kelompok perlakuan

berada pada kisaran normal.

Kadar hemoglobin antar perlakuan pada hari ke 2, 4, 7 dan 21 tidak

menunjukkan perbedaan (P>0,05) (Tabel 5). Meskipun demikian, kadar

hemoglobin hari ke 14 pada kelompok mencit yang diberi obat persembuhan luka

komersial yang mengandung neomycin sulfat 5% sebagai kontrol positif (K+),

kelompok mencit dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1), dan kelompok

mencit yang diberi salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) berbeda nyata (P<0.05)

terhadap kelompok mencit yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol

negatif (K-). Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke 14 khasiat salep ekstrak

rimpang kunyit untuk obat persembuhan luka sudah terlihat. Hasil uji penapisan

fitokimia ekstrak etanol dan fraksi hexan rimpang kunyit mengandung senyawa-

senyawa kimia dari golongan alkaloid dan kuinon. Alkaloid sering kali digunakan

secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Salah satu fungsi alkaloid

yang sangat penting adalah sebagai anti radang, sehingga sediaan salep ekstrak

etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit diharapkan mampu sebagai salah satu

alternatif dalam mempercepat proses persembuhan luka. Begitu pula dengan

kuinon yang mempunyai kemampuan sebagai anti biotik, penghilang rasa sakit

dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Pada kasus persembuhan luka,

kuinon berperan dalam proses merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit yang

luka sehingga dapat mempercepat proses persembuhannya.

Page 51: B08hkr

Jumlah Leukosit

Tabel 6. Rataan jumlah leukosit (µl) pada mencit dalam kondisi luka yang diberi

ekstrak rimpang kunyit.

Hari

ke-

Perlakuan

K+ K- P1 P2

2 2875 ± 813

a 5675

± 3217

a 4200

± 283

a 4200

± 566

a

4 1925 ± 1025

a 1925

± 1803

a 4700

± 3111

a 2300

± 1344

a

7 5525 ± 2227

a 7575

± 3500

a 2300

± 283

a 2075

± 35.4

a

14 3600 ± 919

a 2075

± 35.4

a 3800

± 1344

a 3075

± 247

a

21 2900 ± 70.7

a 2625

± 318

a 2950

± 212

a 2200

± 636

a

Ket :

Huruf (superscript) yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pada

taraf uji (P<0.05)

K+ : Kontrol positif (obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin

sulfat 5%); K- : Kontrol negatif (yang tidak diberi sediaan apapun); P1 : Salep ekstrak

etanol rimpang kunyit; P2 : Salep fraksi hexan rimpang kunyit

Gambar 8. Grafik rataan jumlah leukosit pada mencit setelah perlukaan.

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton

1997). Peradangan pada suatu area lokal dapat menyebabkan beberapa perubahan

baik pada tingkat vaskuler maupun pada tingkat seluler (Vegad 1995).

Pada penelitian ini jumlah leukosit mencit sebelum dilakukan perlukaan

rata-rata berjumlah 5.7 x 103/µl, hal ini diasumsikan sebagai kondisi normal dari

mencit. Sedangkan menurut Arrington (1972) jumlah leukosit mencit normal

berkisar antara 4-12 x 103/ul. Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa jumlah leukosit

pada semua kelompok perlakuan berada dibawah kisaran normal. Hal ini diduga

karena leukosit bergerak ke bagian peradangan yang ada pada jaringan luka,

Page 52: B08hkr

sehingga leukosit yang ada dalam sirkulasi darah sistemik menurun hingga

dibawah normal.

Salah satu fungsi alkaloid yang sangat penting adalah sebagai anti radang,

sehingga sediaan salep ekstrak etanol maupun fraksi hexan rimpang kunyit

diharapkan mampu sebagai salah satu alternatif dalam mempercepat proses

persembuhan luka. Penurunaan jumlah leukosit hari ke 7 pada kelompok mencit

dengan salep ekstrak etanol rimpang kunyit (P1) dan kelompok mencit yang diberi

salep fraksi hexan rimpang kunyit (P2) diduga karena pada hari ke 7 adalah

puncak peradangan. Dengan adanya zat aktif alkaloid dalam ekstrak etanol dan

fraksi hexan rimpang kunyit mampu memobilisasi sebagian besar leukosit untuk

bergerak ke pusat peradangan yaitu jaringan yang luka. Dengan demikian jumlah

leukosit di dalam sirkulasi menjadi menurun. Berbeda dengan kelompok mencit

yang tidak diberi sediaan apapun sebagai kontrol negatif (K-) jumlah leukosit

pada hari ke 7 meningkat signifikan, hal ini karena diduga respon peradangan

yang merupakan salah satu fase proses persembuhan luka berjalan sangat lambat,

sehingga leukosit sebagian besar masih berada dalam sirkulasi.

Adanya variasi jumlah leukosit antar perlakuan pada hari ke-2, 4, 7, 14 dan

21 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan (P>0.05). Jumlah leukosit mencit

akibat pemberian salep fraksi hexan rimpang kunyit memperlihatkan profil yang

relatif lebih stabil shingga akhir pengamatan (Gambar 8). Hal ini salah satunya

karena pelarut hexan sebagai pelarut yang bersifat non polar mampu menarik

senyawa saponin yang merupakan deterjen alami sebagai anti bakteri yang baik

dalam mempercepat proses persembuhan luka.

Page 53: B08hkr

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil uji penapisan fitokimia bahwa ekstrak etanol rimpang kunyit

mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan alkaloid dan kuinon.

Sedangkan fraksi hexan rimpang kunyit mengandung senyawa-senyawa

kimia dari golongan alkaloid, saponin dan kuinon.

2. Gambaran darah mencit akibat pemberian salep fraksi hexan rimpang

kunyit memperlihatkan profil yang lebih mendekati kelompok mencit yang

diberi obat persembuhan luka komersial yang mengandung neomycin

sulfat 5% sebagai kontrol positif (K+) daripada kelompok mencit yang

diberi ekstrak etanol rimpang kunyit hal ini terlihat dari profil gambaran

darah hingga akhir selama pengamatan

3. Secara umum sediaan salep ekstrak rimpang kunyit yang dipakai

mempunyai manfaat untuk mempercepat persembuhan luka serta dapat

digunakan sebagai obat luka, sehingga sediaan salep ekstrak rimpang

kunyit ini potensial dikembangkan menjadi obat komersial

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang khasiat ekstrak rimpang

kunyit dalam persembuhan luka dengan frekuensi pengambilan darah yang

lebih sering.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan pemeriksaan diferensial leukosit dari

pembuluh darah perifer.

Page 54: B08hkr

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008a. http://www.indsaff.com/images/structure_pic1.gif. [21 juli

2008].

. 2008b.http://habibfa07.multiply.com/journal/item/11. [18 Agustus

2008].

. 2008c. http://www.f-buzz.com/2008/08/06/inilah-manfaat-lidah-buaya/.

[18 Agustus 2008].

. 2008d. Mencit. www.rooj.com/Radioprotection_files/image002.jpg

Ansel H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia (UI press).

Aprilistyawati A. 2008. Tanaman Obat Indonesia.

http://toiusd.multiply.com/journal?&page_start=80. [7 Juli 2008].

Arrington LR. 1972. Introductory Laboratory Animal Science. The Breeding,

Care and Management of Exerimental Animal. Danville: The Interstate.

BADAN POM RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indoesia.

Cheeke PR. 1999. Actual and Potential Applications of Yucca schidigra and

Quilaja saponaria Saponin in Human and Animal Nutrition.

http://www.asa.org/jas/syposia/prceedings/0909.pdf. [7 Juli 2008].

Copenhaver WM, Douglas EK dan Richard LW. 1978. Biley’s Textbook of

Histology. Ed ke-17. Baltimore. USA: Waverly press, inc

Dellmann HD dan Brown EM. 1989. Histology veteriner. Ed ke-3. Jakarta: UI-

Press.

Deparetemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-

4.

Duncan JR dan Prase KW. 1977. Veterinary Laboratory Medicine. Ame. Lowa.

Clinical Pathology: The Lowa State University press.

Evans WC. 1989. Trease and Pharmacognosi Basis of Therapeutics. Ed ke-4.

Bailliere. London: W.B Saunders.

Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. B Srigandono, Koen

P, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan

dari : Anatomy and Physiology of Farm Animals.

Page 55: B08hkr

Ganong W.F; alih bahasa, Brahm U.Pendit, et al. 1995. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Diterjemahkan oleh Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC.

Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Irawati Setiawan,

Penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari Textbook of Medical

Physiology.

Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Ed ke-2. London New York: Chapman and hall.

Hidayat MA. 2008. http://elearning.unej.ac.id/courses/FAR314/document/alkaloid

Hollman PC. 2005. Polyphenols and disease risk in epidemiologic studies.

Http//www. Id.wikipedia.org/wiki/polifenol. [19 Agustus 2008].

Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea & Febiger.

Jones dan Johansen. 1972. Avian Biology Volume 2. New York: Academic Press.

Jubb KVF, Kennedy PC dan Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals. Ed

ke-4. USA: Academic press,inc.

Linneus. 1758. Mus musculus. http://id.wikipedia.org/wiki/Mencit [18September

2008].

Malole MBM, CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di

Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Marta Tilaar Innovation Center. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat

Rimpang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Martini FH, Ober WC, Garrison C dan Welleh K. 1992. Fundamentals of

Anatomy and Physiology. Ed ke-2. New jersey : Prentice Hall, Englewood

Cliffs.

Mattjik AA dan Sumertajaya M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Price SA dan Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Terjemahan dari Pathophysiology Clinical Concepts of Disease

Processes. Jakarta: EGC

Rukmana, R. 1995. Kunyit. Yogyakarta: Kanisius.

Page 56: B08hkr

Rukmono. 1979. Patologi Umum. Di dalam: Sutisna Himawan, editor. Patologi.

Jakarta: Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Schalm OW, NC Jain dan Carrol. 1975. Veterinary Haematology. Ed ke-3.

Philadelpia: Lea & Febiger.

Sidik, Mulyono MW dan Ahmad M. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza R).

Bogor: Yayasan Pengembangan Obat ALam, Phyto Media.

Smith JB dan Mangkoewidjojo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI press).

Soewita, OS. 1995. Ramuan Pusaka Prima Raga, Resep-Resep Pengobatan

Tradisional untuk Penyembuhan Berbagai Penyakit. Jakarta: Titik Terang.

Spector WG. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Terjemahan dari An

Introduction To General Pathology Third Edition. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Swenson MJ. 1984. Dukes Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Ithaca and

London: Cornell University Press.

Sturkie PD dan Grimingger. 1976. Blood : Physical Characteristic, Formed

Elements, Hemoglobin, and Coagulation. Di dalam : PD Sturkie, editor.

Avian Physiology. New York: Spinger-Verleg.

Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. Ed ke-3. New York: Spinger Verleg.

Thomas ANS. 1989. Tanaman Obat Tradisional 1. Yogyakarta: Kanisius.

Ungerer T. 1985. Biologi Reproduksi Hewan Laboratorium. Direktorat

Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Vegad JL. 1995. Texbook of Veterinary General Pathology. New Delhi: Vikas

Publishing PVT LTD

Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Wardhana AH, Kencanawati E, Nurmawati, Rahmaweni, dan Jatmiko CB. 2001.

Pengaruh Pemberian Sediaan Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit pada

ayam yang diinfeksi dengan Eimeria tenella. Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner.

Page 57: B08hkr

Wientarsih I dan Prasetyo BF. 2006. Diktat Farmasi dan Ilmu Reseptir. Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB

Winarno FG, Fardiaz D, Ansori R, dan Ketaren S. 1973. Kimia Organik 1.

Departemen Teknologi Hasil Pertanian Intitut Pertanian Bogor. Bogor:

IPB

Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Page 58: B08hkr

LAMPIRAN

Page 59: B08hkr

Lampiran 1 Analisa data jumlah eritrosit setelah perlukaan

1.1 Jumlah eritosit hari ke 2 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 3.90825000 1.30275000

0.34 0.8021 Error 4 15.55030000 3.88757500

Corrected Total 7 19.45855000

1.2 Jumlah eritosit hari ke 4 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 6.93343750 2.31114583

2.15 0.2368 Error 4 4.30235000 1.07558750

Corrected Total 7 11.23578750

1.3 Jumlah eritosit hari ke 7 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 9.16305000 3.05435000

0.58 0.6602 Error 4 21.17610000 5.29402500

Corrected Total 7 30.33915000

1.4 Jumlah eritosit hari ke 14 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 9.29305000 3.09768333

10.73 0.0220 Error 4 1.15450000 0.28862500

Corrected Total 7 10.44755000

1.5 Jumlah eritosit hari ke 21 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 2.31483750 0.77161250

0.22 0.8763 Error 4 13.86035000 3.46508750

Corrected Total 7 16.17518750

Lampiran 2 Analisa data nilai hematorit setelah perlukaan

2.1 Nilai hematokrit hari ke 2 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 76.5000000 25.5000000

2.49 0.1997 Error 4 41.0000000 10.2500000

Corrected Total 7 117.5000000

2.2 Nilai hematokrit hari ke 4 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 12.00000000 4.00000000

0.38 0.7730 Error 4 42.00000000 10.50000000

Corrected Total 7 54.00000000

Page 60: B08hkr

2.3 Nilai hematokrit hari ke 7 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 56.3750000 18.7916667

0.49 0.7099 Error 4 154.5000000 38.6250000

Corrected Total 7 210.8750000

2.4 Nilai hematokrit hari ke 14 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 28.00000000 9.33333333

0.89 0.5193 Error 4 42.00000000 10.50000000

Corrected Total 7 70.00000000

2.5 Nilai hematokrit hari ke 21 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 39.37500000 13.12500000

2.56 0.1928 Error 4 20.50000000 5.12500000

Corrected Total 7 59.87500000

Lampiran 3 Analisa data kadar hemoglobin setelah perlukaan

3.1 Kadar hemoglobin hari ke 2 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 2.33500000 0.77833333

0.54 0.6808 Error 4 5.78000000 1.44500000

Corrected Total 7 8.11500000

3.2 Kadar hemoglobin hari ke 4 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 6.98000000 2.32666667

1.96 0.2627 Error 4 4.76000000 1.19000000

Corrected Total 7 11.74000000

3.3 Kadar hemoglobin hari ke 7 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 2.09500000 0.69833333 1.24 0.4066

Error 4 2.26000000 0.56500000

Corrected Total 7 4.35500000

3.4 Kadar hemoglobin hari ke 14 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 5.30000000 1.76666667 6.54 0.0506

Error 4 1.08000000 0.27000000

Corrected Total 7 6.38000000

Page 61: B08hkr

3.5 Kadar hemoglobin hari ke 21 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 1.85500000 0.61833333 1.25 0.4031

Error 4 1.98000000 0.49500000

Corrected Total 7 3.83500000

Lampiran 4 Analisa data jumlah leukosit setelah perlukaan

4.1 Jumlah leukosit hari ke 2 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 7851250.00 2617083.33 0.92 0.5086

Error 4 11412500.00 2853125.00

Corrected Total 7 19263750.00

4.2 Jumlah leukosit hari ke 4 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 10721250.00 3573750.00 0.91 0.5130

Error 4 15787500.00 3946875.00

Corrected Total 7 26508750.00

4.3 Jumlah leukosit hari ke 7 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 42315937.50 14105312.50 3.26 0.1416

Error 4 17293750.00 4323437.50

Corrected Total 7 59609687.50

4.4 Jumlah leukosit hari ke 14 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 3571250.000 1190416.667 1.76 0.2941

Error 4 2712500.000 678125.000

Corrected Total 7 6283750.000

4.5 Jumlah leukosit hari ke 21 setelah perlukaan

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 708437.500 236145.833 1.70 0.3041

Error 4 556250.000 139062.500

Corrected Total 7 1264687.500