Aza

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diskursus mengenai sampah masih menjadi problema hampir disetiap wilayah di Indonesia, terlebih di kota-kota besar yang kepadatan penduduknya sangat tinggi. Akan tetapi tidak hanya terbatas di kota-kota besar saja, problematika sampah juga terjadi di Kabupaten Garut. Permasalahan sampah ini tidak bisa dipandang biasa, karena tidak dapat di pungkiri bahwa permasalahan sampah ini dalam tingkat yang cukup serius dan sungguh sangat memprihatinkan. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena masalah pengelolaan yang minim, tapi juga karena suatu budaya buruk akan masyarakat yang senantiasa tidak peduli akan kebersihan lingkungan. Bagi sebagian besar orang sampah adalah masalah yang tidak menarik untuk di bicarakan karena ada hal lain yang lebih menarik dan lebih penting, sudah bertahun-tahun lamanya bahkan sejak dulu kala sampah dianggap bukanlah sebagai masalah bagi mereka. Jika sampah sudah di buang maka masalah sudah selesai. Tapi benarkah jika sampah sudah dibuang maka masalah selesai? Mereka lupa bahwa tempat dimana sampah dibuang itu sangat penting, karena sebenarnya sampah yang tidak dibuang pada tempatnya akan menimbulkan banyak masalah. Sampah yang dibuang secara sembarangan di jalan akan membuat kota menjadi kotor, sampah yang dibuang di sungai akan mencemari sungai dan menimbulkan banjir, bahkan sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir pun bisa menjadi masalah. Melihat kondisi tempat pembuangan akhir yang ada, sudah seberapa tinggi gundukkan sampah yang ada, bagaimana dengan penempatan tempat pembuangan akhir tersebut apakah telah sesuai dengan pengaturan penataan ruang yang ada di Kabupaten Garut ini, belum lagi tentang pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan apakah telah dikelola dengan baik sesuai mekanisme yang disarankan atau tidak jelas kita tidak tahu. Maka perlu dicermati setiap detail dari permasalah sampah tersebut diatas

Transcript of Aza

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGDiskursus mengenai sampah masih menjadi problema hampir disetiap wilayah di Indonesia, terlebih di kota-kota besar yang kepadatan penduduknya sangat tinggi. Akan tetapi tidak hanya terbatas di kota-kota besar saja, problematika sampah juga terjadi di Kabupaten Garut. Permasalahan sampah ini tidak bisa dipandang biasa, karena tidak dapat di pungkiri bahwa permasalahan sampah ini dalam tingkat yang cukup serius dan sungguh sangat memprihatinkan. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena masalah pengelolaan yang minim, tapi juga karena suatu budaya buruk akan masyarakat yang senantiasa tidak peduli akan kebersihan lingkungan.Bagi sebagian besar orang sampah adalah masalah yang tidak menarik untuk di bicarakan karena ada hal lain yang lebih menarik dan lebih penting, sudah bertahun-tahun lamanya bahkan sejak dulu kala sampah dianggap bukanlah sebagai masalah bagi mereka. Jika sampah sudah di buang maka masalah sudah selesai. Tapi benarkah jika sampah sudah dibuang maka masalah selesai? Mereka lupa bahwa tempat dimana sampah dibuang itu sangat penting, karena sebenarnya sampah yang tidak dibuang pada tempatnya akan menimbulkan banyak masalah. Sampah yang dibuang secara sembarangan di jalan akan membuat kota menjadi kotor, sampah yang dibuang di sungai akan mencemari sungai dan menimbulkan banjir, bahkan sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir pun bisa menjadi masalah. Melihat kondisi tempat pembuangan akhir yang ada, sudah seberapa tinggi gundukkan sampah yang ada, bagaimana dengan penempatan tempat pembuangan akhir tersebut apakah telah sesuai dengan pengaturan penataan ruang yang ada di Kabupaten Garut ini, belum lagi tentang pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan apakah telah dikelola dengan baik sesuai mekanisme yang disarankan atau tidak jelas kita tidak tahu. Maka perlu dicermati setiap detail dari permasalah sampah tersebut diatas karena tanpa kita ketahui dan sadari penempatan pembuangan akhir yang tidak sesuai dengan penataan ruang akan menjadi masalah yang mengancam.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian TPATempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul disumber, pengumpulan, pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas dibanding dengan pembangunan sektor lainnya. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

2.2 Metoda Pembuangan SampahPembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:a. Open DumpingOpen dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:o Perkembangan vektor penyakitseperti lalat, tikus, dllo Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkano Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbulo Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

b. Control LandfillMetoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:1) Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan2) Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan3) Pos pengendalian operasional4) Fasilitas pengendalian gas metan5) Alat beratAdapun metoda pembuangan sampah yang digunakan oleh tempat pembuangan akhir Pasirbajing adalah metoda control landfill. Dari hasil data yang diperoleh bahwa saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan di TPA Pasirbajing tidak berfungsi, hal ini disebabkan oleh fasilitas yang tidak memadai karena dana yang dialokasikan untuk pengelolaan dan perawatan TPA itu sendiri tidak maksimal. Selain itu saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan tidak berfungsi dikarenakan hilang dan pengelola menyatakan bahwa untuk mengembalikan fungsi dari lindi tersebut perlu dana yang cukup dan perencanaan yang matang. Untuk pos pengendalian operasional di TPA Pasirbajing sendiri berfungsi dengan baik. Kemudian fasilitas pengendalian gas metan menggunakan pipa pengamanan gas yang ditanam dengan kedalaman 3m dan diatas permukaan tanah 3m. Dan untuk fasilitas alat berat sendiri terdiri dari Loader 2 unit, Buldozer 1 unit fasilitas alat berat ini dirasa kurang memadai mengingat jumlah volume sampah tidak sebanding dengan ketersediaan alat berat.

c. Sanitary LandfillMetode ini merupakan metode standar yang dipakai secara interansional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.2.3 Persyaratan Lokasi TPAMengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara PemilihanLokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan :1) Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)2) Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)3) Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 3 km)4) Bukan daerah/kawasan yang dilindungiDari hasil data yang diperoleh mengenai lokasi penempatan TPA Pasirbajing sudah dikategorikan ideal karena telah memenuhi syarat diatas. TPA Pasirbajing berada di lokasi perbukitan dengan kemiringan 30-40 derajat, jauh dari pemukiman, jauh dari sungai, tidak ada sumber air resapan dan lain-lain.

2.4 Jenis dan Fungsi Fasilitas TPAUntuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang meliputi:a. Prasarana JalanPrasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi :a) Hotmixb) Betonc) Aspald) Perkerasan situe) Kayu

Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:1) Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia2) Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA3) Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya4) jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.Dari hasil data yang diperoleh kontruksi jalan di TPA Pasirbajing adalah 500 meter jalan masuk adalah aspal sedangkan selanjutnya jalan penghubung dan jalan operasi kontruksinya adalah pasir dan batu yang telah bercampur dengan air limbah dari sampah,karena tidak berfungsinya fasilitas drainase dan saluran penampung lindi.

b. Prasarana DrainaseDrainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.Berdasarkan data yang diperoleh,drainase yang terdapat di TPA pasirbajing ada yang aktif dan ada yang tidak aktif,itu artinya sebagai komponen penting dalam pengolahan sampah drainase ini menjadi titik pangkal yang apabila kinerjanya tidak maksimal maka akan menimbulkan ekses yang cukup mengkhawatirkan.jelas tidak begitu berarti ketika musim kemarau, namun akan menjadi bencana ketika musim penghujan dimana intensitas hujan yang sering dengan curah hujan yang tinggi,maka tanpa drainase yang memadai rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah dengan volume yang banyak akan mengakibatkan semakin banyak pula debit lindi yang dihasilkan sehingga aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah akan mengalir ke tempat yang lebih rendah yang ada disekitarnya hal ini jelas masuk ke dalam kategori pencemaran.c. Fasilitas PenerimaanFasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan postersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.Dari hasil data yang diperoleh sampah yang masuk ke TPA pasirbajing bisa mencapai 70 ton/hari. Jumlah ini memang tidak tetap per harinya, namun berdasarkan materi diatas dapat diketahui bahwa kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari, maka dianjurkan untuk menggunakan jembatan timbang. Namun pada kenyataan di lapangan, jembatan timbang di Pasirbajing sudah tidak berfungsi. Kembali lagi alasan krusialnya adalah dana sebagai sumber penyokong dalam pelaksanaan kegiatan maupun perawatan.

d. Lapisan Kedap AirLapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal +50 cm merupakan alternative yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.Berdasarkan data yang diperoleh, untuk lapisan kedap air di TPA Pasirbajing ternyata tidak ada, alhasil air lindi yang terbentuk di dasar TPA menjadi bersatu dengan sisa-sisa sampah yang ada di sepanjang jalan zona aktif dan tidak aktif di TPA. Hal ini membuat akses menuju zona aktif pengolahan sampah menjadi begitu becek dan tak karuan.

e. Fasilitas Pengamanan GasGas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida dan metan dengan komposisi hampir sama, disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan, karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.Dari data yang diperoleh fasilitas pengamanan gas yang ada di TPA Pasirbajing telah tersedia dengan baik dimana hampir di sekeliling zona aktif pengolahan sampah telah terpasang pipa-pipa ventilasi dengan kedalaman 3meter dan 3meter diatas permukaan tanah, hal ini tentu sangat baik mengingat gas metan yang dihasilkan dari tumpukan sampah akan menjadi penyumbang terbesar terjadinya efek pemanasan global jika terlepas bebas ke atmosfer, hal ini tentu akan mengakibatkan semakin menipisnya lapisan ozon dan mengancam keberlangsungan kehidupan di bumi.

f. Fasilitas Pengamanan LindiLindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA. Sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan. Namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah. Dari hasil data yang diperoleh fasilitas pengaman lindi di TPA Pasirbajing ternyata tidak ada, entah karena SDM yang kurang memadai atau karena dana yang menjadi hambatan utama namun apapun alasannya fasilitas pengamanan lindi ini seharusnya menjadi konsen penting dari pihak pengelola sampah di TPA mengingat banyaknya senyawa yang memiliki kandungan pencemar yang sangat tinggi sehingga memicu pencemaran air tanah maupun permukaan tanah.menurut salah satu pengelola TPA mengatakan bahwa warga Desa Leuweung Tiis sampai Desa Warung Peuteuy tidak ada yang menggunakan air tanah (sumur) dirumah mereka, melainkan menggunakan air yang berasal dari mata air sekitar gunung di kawasan tersebut. Tentu hal tersebut tidak menjadi pembenar dalam ketiadaan fasilitas pengaman lindi di TPA karena jelas selain mencemari air tanah, lindi juga merusak unsur hara tanah yang ada disekitarnya akibat terserapnya air ke dalam tanah.

g. Alat BeratAlat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer,excavator dan loader. Setiap jenis perlatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut. Dari hasil data yang diperoleh jumlah alat berat yang terdapat di TPA Pasirbajing adalah Buldozer sebanyak 1 unit dan loader sebanyak 2 unit. Bisa dibayangkan dengan jumlah volume sampah yang tak menentu setiap harinya, jumlah alat berat yang ada di TPA Psirbajing ini masihlah jauh dari kategori memadai, mengingat masing-masing dari peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, otomatis antara satu alat berat dengan alat berat yang lain tentu akan saling melengkapi dalam hal operasionalnya, minimal TPA Pasirbajing ini memliki baik bulldozer, loader dan excavator meskipun dalam unit yang terbatas tapi ada, sehingga proses pengolahan sampah mulai dari perataan, pemadatan, penggalian, ataupun pemindahan tanah dan sampah dapat berjalan secara efektif dan efisien.

h. PenghijauanPenghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll)Berdasarkan data yang diperoleh kegiatan di TPA Pasirbajing ini ternyata tidak begitu baik, bila merujuk pada salah satu tujuan penghijaun adalah sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Hal ini berdasarkan pada kenyataan yang ditemukan dilapangan bahwa 200 meter dari zona aktif pengolahan sampah saja bau menyengat itu telah begitu jelas tercium terlebih ketika berada di zona aktif pengolahan sampah, lalat yang berterbangan begitu banyaknya, sehingga sampai pada kesimpulan bahwa indikasi penghijauan di TPA Pasirbajing ini memang tidak maksimal.

i. Fasilitas PenunjangBeberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya : pemadam kebakaran, mesin pengasap/ mistblower, kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.Dari data yang berhasil diperoleh sarana atau fasilitas penunjang di TPA Pasirbajing ini nyaris tidak ditemukan, mistblower atau alat pemadam kebakaran tidak ada, kemudian toilet tidak berfungsi sementara fasilitas penunjang kesehatan yang paling sederhana seperti masker atau tergos tidak ada, hal ini atas apa yang terlihat di lapangan bahwa petugas baik kordinator lapangan, petugas kantor sampai operator alat beratpun tidak ada yang menggunakan alat atau fasilitas penunjang kesehatan seperti itu.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanSampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai hasis ekonomi, bahkan dapat mempunyai hasil ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerukan biaya yang sangat besar. Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penangan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara. Karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan semakin majunya kebudayaan. Oleh karena itu penangan sampah di perkotaan relative lebih sulit dibanding sampah di desa-desa.Tempat pembuangan akhir (TPA) Pasirbajing yang telah menerapkan sistem control landfill, pada kenyataannya masih memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga secara operasional diperlukan penyempurnaan melalui proses monitoring dan evaluasi secara berkala. Dampak negatif yang perlu mendapat perhatian secara serius adalah teradinya akumulasi berbagai bahan pencemar baik pada air, udara dan tanah dan adanya bencana longsor sampah. Strategi pengelolaan sistem lama yang mengandalkan sistem pengangkutan, pembuangan, dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost centre). Disamping memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar jug amenimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli akan lingkungannya.

3.2 SaranPada dasarnya penempatan pengelolaan sampah harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berkenaan dengan tata ruang. Namun dalam pelaksanaannya di TPA Pasirbajing sendiri masih jauh dari konsep tata ruang yang ideal, artinya dari segi tempat yang dikatakan telah masuk kategori sesuai dengan tempat pembuangan akhir yakni jauh dari sumber mata air, jauh dari sungai, jauh dari pemukiman namun sebenarnya jika meruntut pada teknis operasional pengelolaan sampah sendiri banyak hal yang mesti dibenahi dan diperbaiki mulai dari sarana yang menjadi unsur utama dalam pengelolaan sampah seperti lahan yang tidak akan mencemari lingkungan, kemudian peralatan yang mendukung dalam operasional pengolahan sampah seperti alat berat, drainase, saluran lindi, pipa ventilasi pengaman gas dan lain sebagainya. Namun memang jika permasalahan-permasalahan yang timbul juga akibat kurangnya pendanaan dari pemerintah maka perlu dicermati hal ini menjadi tanggungjawab kita bersama terlebih unsur pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan, unsur tata ruang, dinas kebersihan, lingkungan hidup dan semua unsur yang ikut terlibat dalam pengelolaan tata ruang yang ada di Kabupaten Garut, karena ini semua tak lebih untuk kepentingan dan kebaikan kita bersama.