Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

download Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

of 80

Transcript of Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    1/193

     

    FAKTOR –  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

    HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY

    COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN

    TAHUN 2014

    Skripsi

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Kesehatan Masyarakat (SKM)

    Oleh :

    AYU WULAN SARI

    NIM : 1110101000045

    PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1435 H/ 2014 M

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    2/193

     

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1.  Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    2.  Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3.  Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

    merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

    Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Juni 2014

    Ayu Wulansari

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    3/193

     

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    Skripsi, Juli 2014Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045

    FAKTOR –  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

    HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary

    Counseli ng and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT,

    KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

    xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran

    ABSTRAK

    Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu

    rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS

    telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan

    terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah

    tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih

     besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke

     jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularanHIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing  

    khususnya pada kelompok ibu hamil.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor  –   faktor yang

     berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT diWilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan

    desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di

    wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster

    random sampling.  Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status

     pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif,

    dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk

    memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan

    kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk

    memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa

    variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku

     berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

    layanan VCT.

    Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk

    mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi

    kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai

    layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan

    VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

    Kata kunci : Niat VCT, HIV/AIDSDaftar Bacaan : 69 (1960 –  2014)

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    4/193

     

    ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

    PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

    Undergraduate, July 2014Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045

    FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE

    THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN

    THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG

    IN 2014

    xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments

    ABSTRACT

     Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence ofHIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children.

    HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause

    hampered the economic development and aggravate of households. Other than

    that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6

    million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts

     prevention of HIV transmission from mother to children through a program of

    voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman.

    This research aims to determine the factor of related to maternal intention

    to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This

    research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76

     pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by themethod of cluster random sampling . Variables examined in this study were age,

    employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm,

    and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize

    VCT services. These variables were measured using a questionnaire that

     processed by bivariate test using chi-square test.

    The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize

    VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge,

    attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly

    related with maternal intention to utilize VCT services.Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health

    socialization through cooperation with private health instance, cadres, and villagechief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to

    utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center.

    Keywords : VCT Intention, HIV/AIDS

    Reading List Of : 69 (1960 –  2014)

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    5/193

     

    PENYATAAN PERSETUJUAN

    JUDUL SKRIPSI

    FAKTOR –  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

    HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary

    Counsel ing and Testing ) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT

    KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

    Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Ciputat, 11 Juli 2014

    Mengetahui

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    6/193

     

    PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Ciputat, 11 Juli 2014

    Anggota I

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    7/193

     

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Ayu Wulan Sari

    Tempat, tanggal

    lahir

    : Palembang, 27 Juli 1991

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat

    Kota Tangerang Selatan 15419

    Agama : Islam

    Status Pernikahan : Lajang

    Nomor Handphone : +62 85269051331 atau +6289624632662

    Email : [email protected] 

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    2010-Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan,

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    2006-2009 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang

    2003-2006 SMP Negeri 52 Palembang

    1996-2003 SD Negeri 357 Palembang

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    8/193

     

    LEMB R PERSEMB H N

    Kebahagiaan yang selalu kalian berikan

    Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya

    Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan

     Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku

    Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya.

    Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada

    kalian,

    namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang

    tak pernah berujung itu…………. 

    I dedicate

    this work to

    “M y belove parents, My Family, and

    My Honey”   

    Whose untiring care and endles love have constantlysurrounded me and been a powerfull source of inspiration of

    which this is a partial reflection.

    Written by Ayuwulansari

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    9/193

     

    KATA PENGANTAR

     Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang

    telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga

    akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul Faktor – Faktor Yang

    Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

    (Voluntary Counseling And Testing Hiv ) Di Wilayah Kerja Puskesmas

    Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014.

    Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan

    gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini

    tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

     pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1.  Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2.  Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan

     promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

    membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

    3.  Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

     banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

    4.  Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D dan Ibu Julie

    Rostina, SKM, MKM yang telah menguji dan memberikan masukan yang

    sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    10/193

     

    5.  Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

    ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan

     penulis.

    6.  Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader

    Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman

    selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.

    7.  Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik

    tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do‟a dari awal kuliah sampai

     penyusunan skripsi ini.

    8.  Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan

    do‟anya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

    9.  Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti,

    Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan

    2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas

    kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu

    terjaga.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari

    sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan

    di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

    Amin.

    Ciputat, Juli 2014

    Penulis

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    11/193

     

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK……………………………………………………………………..

    ABSTRACT…………………………………………………………………… 

    LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… 

    LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………… 

    KATA PENGANTAR……………………………………………...................

    DAFTAR ISI…………………………………………………………..............

    DAFTAR TABEL………………………………………………….................

    DAFTAR BAGAN…………………………………………………………….

    DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………..

    DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..

    BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..

    1.1. Latar Belakang…………………………………………………….............

    1.2. Rumusan Masalah………………………………………………................

    1.3. Pertanyaan Penelitian…………………………………………..…………. 

    1.4. Tujuan Penelitian……………………………………………….................

    1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………….…………..

    1.6. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………..….............

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 

    2.1. HIV/AIDS………………………………………………………………… 

    2.1.1. Definisi HIV/AIDS…………………………………………………… 

    2.1.2. Patogenisis HIV/AIDS………………………………………………. 

    2.1.3. Manifestasi Klinis……………………………………………………. 

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vii

    ix

    xiv

    xv

    xvi

    xvii

    1

    1

    7

    8

    9

    10

    12

    13

    13

    13

    14

    14

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    12/193

     

    2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium…………………… 

    2.2. HIV Pada Kehamilan……………………………………………………… 

    2.2.1. Definisi Kehamilan……………………………………………………… 

    2.2.2. Cara Penularan HIV Pada Kehamilan………………………………..

    2.2.3. Penatalaksanaan………………………………………………................

    2.2.4. Pencegahan HIV……………………………………………………...

    2.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT)…………………………….....

    2.3.1. Definisi Konseling Dalam VCT……………………………………...

    2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing …………………………… 

    2.3.3. Peran Voluntary Counseling and Testing ………………………….....

    2.3.4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing …………………………...

    2.3.5. Struktur Organisasi Voluntary Counseling and Testing ……………...

    2.3.6. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing ………………..

    2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)………...

    2.3.8. Ketersediaan Sar ana dan Prasarana VCT …………………………… 

    2.3.8.1. Klinik Konseling Voluntary Counseling and Testing  …………… 

    2.3.8.2. Konselor Untuk Voluntary Counseling and Testing  ………….....

    2.3.9. Tahapan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing ……………...

    2.3.9.1. Konseling Pra Testing……………………………………………. 

    2.3.9.2. Informed Consent ………………………………………………… 

    2.3.9.3. Testing HIV dalam Voluntary Counseling and Testing  ………… 

    2.3.9.4. Konseling Pasca Testing…………………………………………. 

    2.4. Teori Perilaku Berencana (Theory Of Planned Behavior )……………...

    2.4.1. Niat…………………………………………………………………...

    15

    15

    15

    15

    16

    16

    17

    17

    19

    20

    23

    25

    28

    29

    30

    30

    34

    36

    36

    38

    39

    41

    42

    47

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    13/193

     

    2.4.2. Sikap………………………………………………….........................

    2.4.3. Norma Subyektif ………………………………………......................

    2.4.4. Persepsi Kontrol Diri………………………………………………… 

    2.5. Pendidikan………………………………………………………………...

    2.6. Umur ………………………………………………….…………………...

    2.7. Status Pekerjaan…………………………………………………………...

    2.8. Pengetahuan………………………………………………………………. 

    2.9. Kerangka Teori…………………………………………………………… 

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN…………. 

    3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………….....

    3.2. Definisi Operasional………………………………………….....................

    3.3. Hipotesis Penelitian………………………………………………………..

    BAB IV METODELOGI PENELITIAN……………………………………… 

    4.1. Desain Penelitian…………………………………………………………..

    4.2. Lokasi Penelitian……………………………………………………….....

    4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………...

    4.3.1. Populasi Penelitian…………………………………………………… 

    4.3.2. Sampel Penelitian………………………………………………….....

    4.3.2.1. Jumlah Sampel………………………………………………….....

    4.4. Metode Pengumpulan Data………………………………………………. 

    4.5. Pengumpulan Data………………………………………………………..

    4.6. Instrumen Penelitian……………………………………………………… 

    4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas…………………………………………...

    4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data…………………………………….. 

    48

    50

    51

    52

    54

    55

    56

    58

    60

    62

    63

    66

    67

    67

    67

    67

    67

    68

    69

    72

    75

    75

    78

    80

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    14/193

     

    4.6.1. Analisis Data……………………………………………………….. 

    BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………………… 

    5.1. Univariat…………………………………………………………………...

    5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…………………..

    5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………… 

    5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…… 

    5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……......

    5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………. 

    5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…...

    5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

    5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………...

    5.2. Bivariat………………………………………………………………….....

    5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat………………………………………… 

    5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat…………………………………..

    5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat……………………………..

    5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat………………………….……… 

    5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat………………………………………… 

    5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat……………………………. 

    5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat………………………..

    BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………......

    6.1. Keterbatasan Penelitian…………………………………………………… 

    6.2. Hasil Penelitian.......………………………………………………….……. 

    6.2.1. Gambaran Umur Responden…………………………………….……. 

    6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden…………………………………… 

    82

    84

    84

    84

    85

    86

    86

    87

    88

    89

    90

    91

    92

    93

    94

    95

    96

    97

    99

    101

    101

    101

    102

    103

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    15/193

     

    6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden……………………………… 

    6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden……………………………..…… 

    6.2.5. Gambaran Sikap Responden…………………………………………. 

    6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden………………………………...

    6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden………………………… 

    6.2.8. Gambaran Niat Responden…………………………………………… 

    6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat………………………… 

    6.3.1. Hubungan Umur dengan Niat VCT……………………………….......

    6.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat VCT…………………………….. 

    6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat VCT………………………. 

    6.3.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat VCT…………………………… 

    6.3.5. Hubungan Sikap dengan Niat VCT……………………………….......

    6.3.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat VCT………………………. 

    6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat VCT………………….. 

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………………………… 

    7.1. Simpulan…………………………………………………….......................

    7.2. Saran………………………………………………………………………. 

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............

    104

    106

    108

    110

    112

    113

    115

    115

    119

    122

    125

    129

    134

    138

    141

    141

    142

    145

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    16/193

     

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Halaman

    Tabel 3.2

    Tabel 4.1

    Tabel 4.2

    Tabel 5.1

    Tabel 5.2

    Tabel 5.3

    Tabel 5.4

    Tabel 5.5

    Tabel 5.6

    Tabel 5.7

    Tabel 5.8

    Tabel 5.9

    Tabel 5.10

    Tabel 5.11

    Tabel 5.12

    Tabel 5.13

    Tabel 5.14

    Tabel 5.15

    Definisi Operasional

    Sampel Rw Terpilih

    Uji Validitas Dan Reabilitas

    Frekuensi Umur Ibu Hamil

    Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil

    Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil

    Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil

    Frekuensi Sikap Ibu Hamil

    Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil

    Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil

    Frekuens Niat Ibu Hamil

    Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil

    Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil

    63

    68

    78

    84

    85

    86

    87

    88

    89

    90

    91

    92

    93

    94

    96

    97

    98

    99

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    17/193

     

    DAFTAR BAGAN

    Nomor Judul Halaman

    Bagan 2.1. Kerangka Teori 59

    Bagan 3.1. Kerangka Konsep 62

    Bagan 4.1. Alur Pengumpulan Data 75

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    18/193

     

    DAFTAR SINGKATAN

    AIDS : Aqciured Immunodeficiency syndrome

    ANC : Antenatal Care

    ARV : Anti Retrovirus

    ELISA : Enzyme Linked Imunosorbent Assay

    HIV : Human Immunodeficiency Virus

    IMS : Infeksi Menular Seksual

    KIE : Komunikasi Informasi Edukasi

    ODHA : Orang Dengan Hiv/Aids

    PMTCT : Prevention Of Mother To Child Transmition

    TB : Tuberculosis

    TPB : Theory Planned Behavior

    TRA : Theory Reaction Action

    UNAIDS : United Nations

    VCT : Voluntary Counseling and Testing

    WHO : World Health Organization

    WPS : Wanita Pekerja Seksual

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    19/193

     

    DAFTAR LAMPIRAN

    1.  Kuisioner Penelitian

    2.  Ouput Penelitian

    3.  Izin Penelitian

    4.  Surat Permohonan Permintaan Data

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    20/193

     

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar belakang

    Penyakit  Human Immunodeficiency Virus  (HIV) merupakan penyakit

    infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan

    angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis

    dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang

    sel darah putih (limfosit ) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan

    tubuh manusia sehingga menyebabkan  Aqciured Immunodeficiency Syndrome

    (AIDS). 

    Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat,

     penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat

     pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi

    lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012

     jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013).

    Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah komulatif kasus

    HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang

    tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Sejak tahun 1998

    sampai dengan Maret 2013 tercatat sebanyak 1.844 warga Banten telah terdeteksi

    terjangkit HIV. Provinsi Banten masuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan

     jumlah komulatif kasus HIV/AIDS sebesar 851 orang (KPA, 2013). Menurut

    laporan triwulan III Juli  –  September 2013 dari Direktorat Jendral Pengendalian

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    21/193

     

    Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus

    HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013).

    Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus

     pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling

     banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan

    data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap

     penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan

    umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah

    satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap

    harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan

    dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak  –   anak usia 15 tahun

    meninggal akibat AIDS (WHO, 2011).

    Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38%

    (2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang

    memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga

    akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada

    tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular

    HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari

    4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka

    kematian anak akibat AIDS. Hingga September 2013, prevalensi kasus HIV pada

    Ibu rumah tangga sebanyak 43% atau 108 kasus. Peningkatan ini juga diikuti

    dengan meningkatnya persentase kasus HIV pada anak dari 1,8% pada tahun 2010

    menjadi 4,3% akhir tahun 2013 (Kemenkes, 2013).

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    22/193

     

    Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi

    umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari

     peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok

     beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada

    kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya

     jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil

    sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi.

    Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap

    tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan

    lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013).

    HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang

    menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk

    kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan

     produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6

     juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di

    Asia, 2008).

    Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24  –  25%. Namun, resiko

    ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV

     positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat

    antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi

    (Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV,

    WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on

     HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in

     Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    23/193

     

    telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary

    Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).

    Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang

    Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang

    melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan

    diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan

     penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013).

    Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing  (VCT)

    merupakan pintu masuk (entry point ) untuk membantu masyarakat mendapatkan

    akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan

     psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan

    informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan

     perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan

    untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang

     pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat

    suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain

    (Kemenkes, 2006).

    Jumlah institusi pelayanan kesehatan di Indonesia yang melayani VCT

    terus mengalami peningkatan. Hingga Desember 2011, Kementerian Kesehatan

    melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27

     provinsi pada tahun 2009. Di Indonesia layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan

    kasus sebanyak 503 layanan Konseling dan Tes HIV (Kemenkes, 2013).

    Sementara itu, di Provinsi Banten, sebanyak 3,709 orang bersiko yang berkunjung

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    24/193

     

    ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi

     berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang

    (Kemenkes, 2012).

    Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang

    menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat.

    Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang

    yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV

     positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data

    tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu  –  satunya Puskesmas di

    Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT.

     Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat,

    selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci,

    terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi

    metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil

    kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar

    Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010,

    namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut

     berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan

    layanan VCT.

    Di tahun 2013 Puskesmas Ciputat memperluas layanan VCT pada

    kelompok ibu hamil yang melakukan layanan  Antenatal care  (ANC). Namun,

    layanan ini belum aktif. Dari hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas

    Ciputat, hal ini dipengaruhi oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    25/193

     

     belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor

    tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang

    keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat.

    Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat

     bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan

    VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau

    dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT.

    Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling

     berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan

    terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT.

    Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen

     penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok

    dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik

    tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan

    kelompok ekonomi rendah.

    Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006),

    melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi

    menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki

     persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan

     persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk

    VCT sebanyak (52,6%) orang.

    Menurut Mugisha (2010) dalam Wati (2013) adapun yang diperlukan

    untuk mendukung seseorang memanfaatkan layanan VCT meliputi sensitifitas

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    26/193

     

    terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas

    VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang

    mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai

    keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan

     pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya

    masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan

    informasi terkait VCT.

    Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh

    kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini

    dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT

    sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

     penelitian yang berkaitan dengan faktor  –   faktor yang berhubungan dengan niat

    ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota

    Tangerang Selatan tahun 2014.

    1.2. Rumusan masalah

    Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul

    dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian

    khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya

     peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan

    melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status

    HIV dirinya.

    Berdasarkan studi pendahuluan terlihat bahwa masih rendahnya

     pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Puskesmas Ciputat.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    27/193

     

    Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok

    ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang

     belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja

    Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi

    dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara

    mengaksesnya. 

    Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya

    dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan

    VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja

    yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT

    diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.

    1.3.  Pertanyaan penelitian

    1.  Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

    pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    2.  Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah

    Kerja Puskesmas Ciputat ?

    3.  Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

    Puskesmas Ciputat ?

    4.  Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    5.  Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    6.  Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    28/193

     

    7.  Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

    pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja

    Puskesmas Ciputat ?

    8.  Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan

    layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    9.  Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk

    memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    10. Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

    memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

    1.4.  Tujuan Penelitian

    1.4.1.  Tujuan Umum

    Untuk mengetahui faktor  –  faktor yang berhubungan dengan niat Ibu

    hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

    Tahun 2014. 

    1.4.2.  Tujuan Khusus

    1.  Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status

    pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 

    2.  Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. 

    3.  Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

    Puskesmas Ciputat. 

    4.  Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    5.  Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    29/193

     

    6.  Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    7.  Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan

    status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

    Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    8.  Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk

    memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    9.  Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya

    untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    10. Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

    memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat 

    1.5.  Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

    1.5.1.  Bagi Masyarakat Umum

    Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada

    masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta

    prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan

    layanan klinik VCT.

    1.5.2.  Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat

    1.5.2.1. Manajemen

    Sebagai masukan dalam mengembangkan manajemen yang baik

    dalam efektivitas pelaksanaan program layanan VCT di Puskesmas

    Ciputat khususnya pada kelompok ibu hamil.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    30/193

     

    1.5.2.2. Petugas Kesehatan

    Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan

    kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja

    Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV

    dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan.

    1.5.3.  Bagi Dinas Kesehatan 

    Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi

    program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu,

    sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna

    meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan.

    1.5.4.  Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 

    Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi

    kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan

     penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama

    yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.

    1.5.5.  Bagi Peneliti 

    a.  Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan

    melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT.

    b.  Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan

    yang telah didapatkan di perkuliahan.

    c.  Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah

    khusunya dalam bidang Kesehatan.

    1.6.  Ruang lingkup penelitian

    Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor  –  faktor yang

    berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di wilayah

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    31/193

     

    kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian

    ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan

    Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

    bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu

    hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan

    diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan

    Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT

    oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan

    metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional . Data ini

    didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan

    ibu hamil pada layanan Antenatal Care (ANC). 

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    32/193

     

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. HIV/AIDS

    2.1.1.  DEFINISI HIV DAN AIDS

     Human Immunodeficiency Virus  (HIV) adalah virus yang

    menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit ) yang mengakibatkan

    turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat

    virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan.

     Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila

    melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang

    lain (KPAN, 2012).

    AIDS ( Acquired immunodeficiency syndrome)  merupakan

    sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker

    tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV

    ( Human  Immunodeficiency Virus) (Daili et al,  2009). HIV merupakan

    virus sitopatik diklasifikasikan dalam  Famili retrovirus, subfamili

    lentivirinae, genus lentivirus. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV

    manifestasi dari menurun kekebalan tubuh akibat Virus HIV. Akibat

    menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat

    mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada

    kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS

    membutuhkan pengobatan  Antiretroviral   (ARV) untuk menurunkan

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    33/193

     

     jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN,

    2012).

    2.1.2.  PATOGENESIS HIV/AIDS

    Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke

    dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV

    menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber

    kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan

    memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th  untuk memperbanyak

    dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian

    limfosit Th  itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah

    terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit)

    sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS.

    Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang

    lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.

    Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik

    (racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi

    lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008).

    2.1.3.  Manifestasi Klinis

    Gejala  –   gejala ( symptom) secara klinis pada seseorang penderita

    AIDS adalah diidentifikasi sulit karena  symptomasi  yang ditujukan pada

    umumnya adalah bermula dari gejala  –  gejala umum yang lazim didapati

    seperti rasa lelah dan lesu, berat badan menurun secara drastis, demam

    yang sering dan berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, bercak-

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    34/193

     

     bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang

     paru  –   paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS

     pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan

    manifestasi neurologi.

    2.1.4.  Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium

    Diagnosis adanya infeksi dengan HIV dapat ditegakkan

    dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus

    tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut

    menggunakan metode ELISA ( Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila

    hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap

     positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu

    metode Western Blott.

    2.2. HIV PADA KEHAMILAN

    2.2.1.  DEFINISI KEHAMILAN

    Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam

    tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan

    kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan

    suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak

    dapat diabaikan (Cunningham, 2005)

    2.2.2.  Cara Penularan HIV pada kehamilan

    Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada

    masa intrauterine  dan masa intrapartum  (Setiawan, 2009). Distribusi

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    35/193

     

     penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari

    sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding

    uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi

    terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian

    memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya

    saat dalam kandungan sebesar 23  –   30%, ketika proses persalinan 50  –  

    65% dan saat menyusui 12 –  20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu

    ke fetus sebesar 15  –  25% sementara di negara berkembang sebesar 25  –  

    35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar

    virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009).

    2.2.3.  Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan

    Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka

     penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV

    sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah

    diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan

    untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan

     genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat

    anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat

    digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan

    terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009).

    2.2.4.  Pencegahan HIV 

    Upaya pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila

    dilaksanakan dengan komitmen seluruh lapisan masyarakat dan komitmen

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    36/193

     

     politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko

    tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi :

    1. Abstinence  – Tidak berhubungan seks (selibat)

    2. Be Faithful   – Selalu setia pada pasangan

    3.Condom  – Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko

    4. Drugs  – Jauhi narkoba

    2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)

    2.3.1. 

    Definisi Konseling dalam VCT

    Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang

    menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan

    HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan

     perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan

     pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).

    Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai  VCT

    (Voluntary Conseling and Testing ) adalah proses konseling pra testing,

    konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat

    rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang

     penting untuk pencegahan dan perawatannya (Anastasya, 2010). Menurut

    haruddin dkk (2007), VCT juga merupakan salah satu model untuk

    memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk mengubah

     perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan

    konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan

     pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    37/193

     

     perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan

    memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS

    (Depkes, 2006).

    Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang

    menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin

    kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah

     penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang

     bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan

     berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.

    1.  Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada

    saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan

    memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan

    HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

    dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,

    dan ART.

    2.  VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

    memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

    bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko

    infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status

    dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

    beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

    mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    38/193

     

    3.  Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

    segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

    dan risiko.

    Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes

    HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih

    untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh

    memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT

    adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar

     pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan

    sebelum dan sesudah tes HIV.

    Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni

    konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif.

     Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang

    sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT

    yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat,

    konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi

    kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai

    klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.

    2.3.2.  Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

    a.  Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk

    mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi

    kemungkinan tertular HIV.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    39/193

     

    b.  Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif,

    karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak

    melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila

    mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV.

    c.  Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS)

    untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA

    merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau

    HIV/AIDS merupakan vonis kematian.

    d.  Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan

    pengobatan ODHA.

    e.  Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang

    memudahkan penularan HIV.

    f.  Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang

    lebih sehat dan aman dari infeksi HIV.

    Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting

    menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan

     penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis

     penyakit  –   penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian

     penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum

    (Anastasya, 2010).

    2.3.3.  Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT)

    a.  Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat

    klien mencari pertolongan medik dan testing  yaitu dengan

    memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    40/193

     

    HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

    dukungan, akses untuk terapi suportif , terapi infeksi oportunistik , dan

    ART.

    b.  VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

    memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

    bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko

    infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status

    dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

    berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

    mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

    c.  Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

    segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

    dan risiko.

    Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary

    Counseling and Testing   (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan

    masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan

    AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan

    kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik

    kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk

     pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi

    dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke

    anak ( Prevention of Mother To Child Transmission  –  PMTCT) dan akses

    terapi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular

    seksual.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    41/193

     

    VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

    memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

     bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi

    HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya,

    mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan

    mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan

    meningkatkan perilaku sehat.

    VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan

    kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di

    laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami

    dan menandatangani informed consent   yaitu surat persetujuan setelah

    mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal

     penting karena :

    1.  Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS

    2.  Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif

    maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas

    kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental,

    dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan

    AIDS.

    3.  Mengurangi stigma masyarakat.

    4.  Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental.

    5.  Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien

    baik kesehatan maupun psikososial.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    42/193

     

    Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan

     bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya,

    atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah

    melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di

    masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun

     berisiko tinggi.

    2.3.4.  Prinsip Pelayanan VCT

    Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen

    Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah :

    1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV 

    Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,

    tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya

    testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di

    unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing

    dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk

    testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja

    seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan

    asuransi kesehatan.

    2.  Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas 

    Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan

    martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus

    dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak

    diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    43/193

     

    informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat

    dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus

    klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat

    diketahui.

    3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif  

    Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil

    testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk

    mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan

    perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan

    hasil testing positif.

    4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT

    WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan

    pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.

    Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing

    oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien

    (Depkes, 2008).

    Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs

     perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang

    harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan

    :

    a.  Sukarela, tanpa paksaan

    b.  Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya

    diketahui dokter/konselor dan klien

    c.  Harus dengan konseling

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    44/193

     

    d.  VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan

    secara diam – diam

    e.  Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘

    Lembar Persetujuan’ (informed consent) 

    Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan

    hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang

    membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya

    dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain.

    Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di

    klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal  –  hal

    yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,

     perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil

    negatif atau positif.

    2.3.5.  Struktur Organisasi

    Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan

    VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari :

    1.  Kepala Klinik VCT

    Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial

    dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan

    penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan

    HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur

    Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh

    pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    45/193

     

    terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi

    pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.

    2.  Sekretaris / Administrasi

    Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki

    keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal

    setingkat SLTA.

    3.  Koordinasi Pelayanan Medis

    Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang

    bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan

    layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab

    langsung kepada kepala klinik VCT.

    4.  Koordinator Pelayanan Non Medis

    Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu

    mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan

    HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan

    non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang

    berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu

    sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung

     jawab terhadap kepala unit VCT.

    5.  Konselor

    Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non

    kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT

    minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah

    SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5  –  8 orang

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    46/193

     

    klien perhari terbagi antara klien konseling  pra testing  dan klien

    konseling pasca testing.

    Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

    a.  Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan

    melakukan tindakan medik.

    b.  Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

    c.  Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV

    d.  Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling

    dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan

    klien.

    Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :

    a.  Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti

    tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan

    dengan gangguan kesehatan fisik dan mental.

    b.  Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul

    pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan

    oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

    6.  Petugas Penanganan Kasus

    Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan

    yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal

    pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang

    petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu

    kali periode penanganan.

    7.  Petugas Laboraturium

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    47/193

     

    Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah

    yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi

    telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV

    dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing

    yang diadopsi dari WHO.

    2.3.6.  Model Pelayanan VCT

    Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait

    yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya.

    Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga

    mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup

    mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana

     pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.

    Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai  setting ,

    dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat,

    kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan,

     perempuan atau laki –  laki, dewasa atau anak muda.

    Model layanan VCT terdiri dari :

    1.  Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling)

    Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model

    penjangkaun dan keliling (mobile  VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM

    atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok

    masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular

    HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    48/193

     

    penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey

    tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah

    setempat.

    2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap)

    Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam

    sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan

    menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana

    kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan

    memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS,

    layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait

    dengan HIV/AIDS.

    2.3.7.  Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

    Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV

    agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan

     penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT

    disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah

    satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses

    konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama

    mendiskusikan hal –  hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap

    tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang

    terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006).

    2.3.8.  Ketersediaan Sarana Dan Prasarana

    2.3.8.1. Klinik Konseling VCT

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    49/193

     

    Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh

    dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah

     pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang

    yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul

     –   betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut

    Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan

     prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah :

    1. Papan nama / petunjuk 

    Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga

    memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan

    ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.

    2. Jam Kerja Layanan 

    Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi

    dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.

    Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat

    dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama.

    Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan

     jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien.

    Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari

    sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun

    bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber

    daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap

    hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT disesuaikan dengan

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    50/193

     

     jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan

    testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN.

    3. Ruang Tunggu 

    Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi

    dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster,

    Leaflet , brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan

    AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana,  Ante-

    natal Care  (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan

    napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks

    aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran;

    Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin

    sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis

    untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat

    data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender.

    4. Ruang konseling dilengkapi dengan :

    Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan

    perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent ;

    catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku

    rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan

    alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi

    perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai

    infeksi oportunistik dan alat peraga menunyuntik yang aman;

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    51/193

     

    Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan;

    Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.

    5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan :

    Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat

    penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan

    desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan

    tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah

    barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam;

    petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan

    pasca pajanan okupasional.

    6.  Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan

    dilengkapi dengan :

    Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop

    dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya;

    KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik ; blangko resep;

    Alat timbangan berat badan.

    7.  Ruang Laboraturium dilengkapi dengan :

    Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan

    karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang

    penyimpanan testing kit; Buku – buku register; Cap tanda positif

    atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi;

    Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.

    Ruang konseling harus memenuhi persyaratan aman dan

    nyaman oleh karena konseling merupakan waktu yang lama serta

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    52/193

     

    harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat

    didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan

    keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar

     proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat

    dengan jelas dilakukan.

    Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan

    terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat

     pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang

    letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling

    dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.

    2.3.8.2. Konselor untuk VCT

    Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non

    kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT

    minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah

    SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien

     perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling

     pasca testing. Tugas konselor VCT :

    a.  Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien,

    pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan

    menimpannya agar terjaga kerahasiaannya.

    b.  Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    53/193

     

    c.  Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan

    dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai

    bagian rumah sakit yang terkait.

    d.  Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat,

    sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk

    melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan

    testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul

    menyetujui melalui penandatanganan informed consent  tertulis.

    e.  Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya

    adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca

    testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut

    seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini

    diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.

    f.  Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan

    mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan

    terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.

    Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

    a.  Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan

    melakukan tindakan medik.

    b.  Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

    c.  Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.

    d.  Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat

    dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.

    Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    54/193

     

    a.  Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang

    HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan

    gangguan kesehatan fisik dan mental.

    b.  Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan

    konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh

    Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

    2.3.9.  Tahapan Pelayanan VCT

    2.3.9.1. Konseling Pra Testing

    Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling

     pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan

     berkut ini :

    a.  Penerimaan klien

    -  Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa

    nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan.

    -  Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak

    menunggu

    -  Jelaskan tentang prosedur VCT

    -  Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap

    klien mempunyai nomor kodenya sendiri.

    Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai

    kartu dengan nomer kode. Data ditulis oleh konselor. Untuk

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    55/193

     

    meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh

    konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien

    dalam konseling adalah sebagai berikut :

    -  Bersama konselor mendiskusikan hal  – hal yang terkait

    dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,

    perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang

    terkait dengan hasil negatif atau positif

    -  Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan

    dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari

    penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai

    informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi

    mereka.

    -  Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan

    atau keluarganya akan status HIV dirinya dan

    merencanakan kehidupan lebih lanjut.

    b.  Konseling pra testing HIV/AIDS

    -  Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.

    -  Perkenalan dan arahan.

    -  Membangun kepercayaan klien pada konselor yang

    merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan

    sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling

    memahami.

    -  Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos

    tentang HIV/AIDS

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    56/193

     

    -  Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui

    faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan

    darah

    -  Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau

    tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang

    cara menyesuaikan diri dengan status HIV.

    -  Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT

    harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian

    informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan

    emosi klien.

    -  Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan.

    -  Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed

    consent ) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS.

    2.3.9.2.  Informed Consent

    a.  Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan

    persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan

    tertulis itu adalah sebagai berikut :

    -  Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan

    dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien

    menyetujuinya.

    -  Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian

    dan mampu menyatakan persetujuannya (secara

    intelektual dan psikiatris).

    -  Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan

    persetujuan bagi dirinya karena keterbatasan dalam

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    57/193

     

    memahami informasi maka tugas konselor untuk

    berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan

    informasi sehingga klien memahami dengan benar dan

    dapat menyatakan persetujuannya.

    b.  Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing

    HIV.

    Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan

     pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran

    abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara

    hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki  –  

    laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun

    atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia

    dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan

     persetujuan orang tua.

    Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua

    atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan

    (informed consent ), jika ia tidak punya orang tua atau

     pengempu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala

    rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung

     jawab atas diri anak harus menandatangani informed

    consent . Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan

    testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus

    mendampingi secara penuh.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    58/193

     

    2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT

    Prinsip testing  HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya.

    Testing  diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian

    testing   yang berbeda  –   beda karena perbedaan prinsipp metoda yang

    digunakan. Testing   yang digunakan adalah testing   serologis untuk

    mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah

    darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada

    saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan  spot  

    darah kering. Penggunaan metode testing   cepat (rapid testing )

    memungkinkan klien medapatkan hasil testing  pada hari yang sama.

    Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan

    diagnosis, pengamanan darah donor ( skrining ), untuk surveilans, dan

    untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah

     benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan

    konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical

    error ) dan admisintratif (administratif error ). Petugas laboraturium

    (perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par

    testing.

    Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus

    memperhatikan hal –  hal sebagai berikut :

    a.  Sebelum testing  harus didahului dengan konseling dan

    penandatanganan informed concent  

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    59/193

     

    b.  Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis

    atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab

    laboraturium.

    c.  Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.

    d.  Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode

    pengenal.

    e.  Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap

    hasil yang psotif dan negatif.

     f.  Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya

    yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah

    menerima konseling dan menandatangani informed

    consent.

    2.3.9.4. Konseling Pasca Testing

    Konseling pasca testing   membantu klien memahami dan

    menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien

    untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing.   Konselor

    mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil

    testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak

    klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci

    utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :

    a.  Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini

    sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.

    b.  Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.

    c.  Berhati – hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu.

  • 8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked

    60/193

     

    d.  Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada

    klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di

    ruang tunggu.

    e.  Hasil testing tertulis.

    2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior )

    Theory of Planned Behaviour  (TPB) ini adalah pengembangan dari

    Theory of Reasoned Action  (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek

    Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action  (TRA), seseorang akan

     berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut.

     Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif   dan sikap terhadap

     perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari

    keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif

     berasal dari keyakinan normatif .

    Theory Of Planned