Audiometry

24
AUDIOMETRY TUTUR (SPEECH AUDIOMETRY) I. Anatomi Organ Telinga Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi suara, mengenal suara dan berperan dalam keseimbangan posisi tubuh. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan (Sloane, 2004). Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Bagian liar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan untuk memperkuat energi suara dalam proses tersebut. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik yang berbeda yaitu koklea, yang mengandung reseptor-reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, sehingga kita dapat mendengar dan aparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi keseimbangan (Sherwood,2001).

description

tht

Transcript of Audiometry

Page 1: Audiometry

AUDIOMETRY TUTUR (SPEECH AUDIOMETRY)

I. Anatomi Organ Telinga

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi suara, mengenal suara

dan berperan dalam keseimbangan posisi tubuh. Telinga mengandung bagian

vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap lingkungan juga

ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi telinga adalah

organ pendengaran dan keseimbangan (Sloane, 2004). Secara anatomi telinga dibagi

menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Bagian liar dan tengah telinga

menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan untuk

memperkuat energi suara dalam proses tersebut. Telinga dalam berisi dua sistem

sensorik yang berbeda yaitu koklea, yang mengandung reseptor-reseptor untuk

mengubah gelombang suara menjadi impuls-impuls saraf, sehingga kita dapat

mendengar dan aparatus vestibularis, yang penting untuk sensasi keseimbangan

(Sherwood,2001).

Page 2: Audiometry

a. Telinga Luar

Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari rawan yang diliputi kulit. Liang

telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah

medial. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan

ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang

telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis

meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus

stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang

telinga untuk memasuki kelenjar parotis (Higler, 2000). Pinna merupakan daun

kartilago yang menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori

eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm yang

merentang dari aurikula sampai membran timpani (Sloane, 2004).

b. Membrana Timpani

Membrana timpani atau gendang telinga adalah perbatasan telinga tengah. Membran

ini memisahkan telinga luar dari telinga tengah, dan memiliki tegangan, ukuran, dan

ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis

(Sloane, 2004). Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut

dengan puncaknya umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat.

Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum

yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas

membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui

batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan

epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus

dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas

prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran timpani yang

disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid) (Higler, 2000).

c. Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan

enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak

tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke

Page 3: Audiometry

arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian

tengah. Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media.

Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di

bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan

tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf

korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral

depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat

sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis

dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis

dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah. Dasar telinga tengah

adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus

dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama

rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari

dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis

ini, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang berinsersi pada leher maleus.

Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian

atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bagian

yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup

lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintasi promontorium

ini. Fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan

kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium.

Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis

mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior

(Higler, 2000).

d. Tuba Eustakius

Tuba Eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian

lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial

bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian

bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian

bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas

Page 4: Audiometry

otot konstriksor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat terbukan melalui

kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi

pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani (Higler, 2000).

e. Telinga dalam

Telinga dalam berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial

telinga tengah.Bentuk telinga tengah sedemikian kompleksnya sehingga disebut

sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin

membrana yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh

yang tinggi kalium dan rendah natrium.Labirin membrana dikelilingi oleh

cairanoerilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsul otika

bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian

koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan,

sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita

(Higler, 2000). Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah

putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebahai modiolus, berisi berkas saraf dan

suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu

lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ

Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis

yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli,

berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang

tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrane basilaris.

Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah

ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema.

Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks

(nada rendah) (Ganong,2002). Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke

apeks adalah organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk

mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut

dalam (3.000) dan tiga baris sel rambut liar (12.000). Sel-sel ini menggantung

Page 5: Audiometry

nglewat lubang-lubang dengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk

oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah

sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada

suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular,

dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus (Sherwood,2001).

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulum, utrikulus dan kanalis

semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel

rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus

oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan

dengan berat jenis yang lebih besar daripada ensolimfe. Karena pengaruh gravitasi,

maka gaya dari otkan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan

rangsangan pada reseptor (Higler, 2000).

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga

merupakan saluran menuju sakulus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada

bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis

bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang

melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut

menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis

semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan

silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor (Higler, 2000).

II. Fisiologi Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara

adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan

tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang

seling dengan daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut

(Sherwood, 2001). Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval,

tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan

menyebabkan perpindahan mirip gelombang pada membran basilaris terhadap

Page 6: Audiometry

membrane tektorium Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut

bertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila

deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan

sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal

disalurkan ke otak (Corwin, 2001). Frekuensi gelombang tekanan menentukan

sel-sel rambut yang akan berubah dan neuron aferen yang akan melepaskan

potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membranan

basilaris dekat jendela oval adalah selsel yang mengalami perubahan oleh suara

berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak di membrana

basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami

perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan

suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diakftifkan. Otak

menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan

jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin,2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam

melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur

utama untuk pengdengaran normal, dosebut hantaran osikular. Gelombang

bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi

fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal,

disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang adalah penyaluran

getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang

yangcukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain

yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam

penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).

III. Macam-macam Gangguan Pendengaran

Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji

pendengaran yaitu gangguan konduktif, gangguan sensorineural dan gabungan

keduanya atau tipe campuran. Gangguan pendengaran konduktif adalah akibat

kelainan telinga luar atau tengah. Gangguan pendengaran sensorineural timbul

Page 7: Audiometry

sekunder dari kelainan koklearis, saraf kedelapan atau saluran auditorik sentral

(Higler, 2000). Tuli konduktif disebabkan oleh hal yang menggangu hantaran

normal daripada gelombang suara ke organ corti. Jadi merupakan gangguan

konduksi rangsangan suara melalui liang telinga, membran timpani, ruang

telinga tengah, dan tulang pendengaran (Hassan et al, 2007).

Pada telinga luar misalnya serumen prop atau benda asing dalam liang telinga,

otitis eksterna, eksostosis. Pada telinga tengah misalnya OMA supurativa dan

nonsupurativa, otitis media kronik dengan atau tanpa mastoiditis, perforasi

membranan timpani, otitis media serosa (glue ear), otitis media adesiva,

otosklerosis, sumbatan tuba eustachii, barotrauma, trauma kepala disertai

gangguan fungsi telinga oleh ossicular chain disruption atau oleh hematoma

dalam telinga tengah, neoplasma (Hassan et al, 2007).

Pada tulis sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam,

nervus VIII atau di pusat pendengaran (Soepardi et al, 2007). Tuli saraf

disebabkan oleh hal yang merintangi atau mengurangi reaksi normal dari sel

/rambut terhadap stimulasi oleh gelombang suara atau hal yang merintangi atau

mengganggu reaksi normal dari jalan serabut saraf organ corti ke korteks

serebral (Hassan et al, 2007).

Kerusakan pada saraf atau koklea dapat disebabkan oleh trauma kepala disertai

kerusakan os petrosus, trauma akustik misalnya ketulian akibat bising di pabrik,

infeksi (virus pada parotitis, campak, influenza dan sebagainya), neoplasma

(akustik neuroma, glomus jugulare), obat ototoksi (streptomisin, kanamisin,

preparat kina), gangguan serebrovaskular (Hassan et al, 2007).

IV. Macam-macam Evaluasi Pendengaran

a. Uji Rinne

Uji Rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran

pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid pasien

(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar. Penala kemudian

dipindahkan ke dekat telinga sisi yang sama (hantaran udara). Telinga

normal masih akan mendengar penala melalui hantaran udara, temuan ini

Page 8: Audiometry

disebut Rinne positif ( HU>HT). Hasil ini dapat dijelaskan sebagai

hambatan yang tak sepadan (Higler, 2000). Pasien dengan gangguan

pendengaran sensorineural juga akan memberi Rinne positif seandainya

sungguh-sungguh dapat mendengar bunyi penala, sebab gangguan

sensorineural seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun

hantaran tulang ( HU>HT) (Hassan et al,2007). Istilah Rinne negatif dipakai

bila pasien tidak dapat mendengar melalui hantaran udara setelah penala

tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang (HU<HT). (Stach, 1998).

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus

b. Uji Schwabach

Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.

Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada

mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu, pemeriksa

memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan menghitung beberapa lama

(dalam detik) ia masih dapat menangkap bunyi (Higler, 2000). Uji

Schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa

hampir sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila hantaran

tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus

gangguan pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat

mendengar penala setelah pasien tidak lagi mendengarnya, maka dikatakan

Schwabach memendek. Interpretasi uji Schwabach (Hassan et al, 2007).

Page 9: Audiometry

c. Uji Weber

Uji Weber membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.

Cara melakukan uji weber dengan menggetarkan garpu tala 512 Hz lalu

tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Gagang penala

yang bergetar ditempelkan di tengah dahi dan pasien diminta melaporkan

apakah suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya (Hassan et al,

2007). Umumya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan

konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang

lebih besar. Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk,

maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada

telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pada telingga yang

terganggu. Fakta bahwa pasien mengalami lateralisasi pendengaran pada

telinga dengan gangguan konduksi dan bukannya pada telinga yang lebih

baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadangkadang juga pemeriksa

(Higler, 2000). Uji Weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan

unilateral, namun dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif

maupun sensorineural (campuran), atau bila hanya menggunakan penala

frekuensi tunggal (Stach, 1998).

d. Audiometri

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan

mengukur. Audiometri dikembangkan awal 1920-an, mencontoh rangkaian

Page 10: Audiometry

oktaf dari skala C seperti pada penala. Intensitas nada dapat dipertahankan

pada tingkat tertentu, tidak seperti penla di mana intensitas nada segera

berkurang setelah dibunyikan. Nada dapat pula diinterupsi sesuai kehendak,

atau intensitas dapat dilemahkan pada interval tertentu dengan hambatan

elektris, dengan demikian intensitas bunyi dapat dihitung. Hanya tinggal

menambahkan satuan intensitas, suatu notasi desibel dan kontinuitas

intensitas, dan lahirlah suatu era modern audiometri nada murni. Desibel

(dB) adalah satuan yang sangat cocok yaitu, logaritma dari rasio dua daya

atau tekanan (Higler, 2000).

1) Audiometri Nada Murni

Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan

bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada kelebihan

nada, karenanya disebut “murni”. Terdapat beberapa pilihan nada

terutama dari oktaf skala C : 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000

Hz. Tersedia pula nada-nada dengan interval setengah oktaf (750, 1500,

3000 dan 6000 Hz). Audiometer memiliki tiga bagian penting yaitu

suatu osilator dengan berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi,

suatu peredam yang memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya

dengan peningkatan 5 dB), dan suatu transduser (earphone atau

penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara) untuk mengubah

energi listrik menjadi energi akustik (Stach, 1998). Ada dua sumber

bunyi, yang pertama adalah dari earphone yang ditempelkan pada

telinga. Masing-masing telinga diperiksa secara terpisah dan hasilnya

digambarkan sebagai audiogram hantaran udara. Sumber bunyi kedua

adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang ditempelkan

pada mastoid (atau dahi) melalui suatu head band. Vibrator

menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan cairan dalam

koklea. Hasil pemeriksaan digambar sebagai audiogram hantaran tulang,

dan biasanya diinterpretasikan sebagai suatu metoda yang memintas

Page 11: Audiometry

telinga tengah, sebagai alat pengukur cadangan koklearis dan

mencerminkan keadaan sistem saraf pendengaran (Higler, 2000).

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran

pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi

yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yangnormal grafik

berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala desibel, suara dipresentasikan

dengan aerphon (air conduction) dan skala skull vibrator (bone

conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya

CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction

menggambarkan SNHL (Stach, 1998). Langkah-langkah melakukan tes

audiometri nada murni yaitu (Stach, 1998) :

Tes telinga yang normal terlebih dahulu yang ditanya kepastiannya

melalui anamnese. Ambang batas telinga normal akan berperan

penting untuk tujuan masking. Jika pendengaran kedua telinga

dilaporkan sama maka dimulai dari telinga kanan,

Ambang batas dimulai pada 1000 Hz yang mudah diterima dan

biasanya frekuensi yang baik untuk pendengaran,

Nada terus-menerus atau bergelombang diperdengarkan selama 1

detik,

Mulai dengan memberikan nada pada intensitas dimana penderita

dapat mendengarnya secara jelas. Apabila pendengarannya normal,

maka dimulai pada 40 dB. Jika pendengaranya mengalami

gangguan ringan, maka dimulai pada intensitas yang lebih tinggi,

Jika pasien tidak merespon, tingkatkan intensitas sebanyak 20 dB

sampai ada respon. Jika pasien merespon maka mulai mencari

ambang batas pendengaran,

Untuk mencari ambang batas dipakai aturan “naik 10, turun 5”.

Aturan ini menyatakan bahwa jika pasien mendengar nada maka

diturunkan 10 dan apabila tidak mendengar nada maka dinaikkan 5,

Page 12: Audiometry

Dikatakan ambang batas bila penderita merespon 50 % saat

diperika. Misalnya, merespon dua atau tiga kali dari enam kali

diberikan nada,

Ketika ambang batas sudah ditentukan pada 1000 Hz, lakukan tes

pada 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz, 8000 Hz, 1000z, 500

Hz dan 250 Hz. Mengulangi tes pada 1000 z pada telingan yang

sudah diperiksa untuk memastikan bahwa respon tidak membaik

walaupun pasien sudah mengetahui cara kerja pemeriksaan,

Lakukan tes pada telinga yang lain dengan cara yang sama.

Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk

audiogram. Audiogram nada murni yang lengkap terdiri dari 4 plots

yang berbeda yaitu hantaran tulang dan tulang masingmasing untuk

telingan kanan dan kiri. Juga mempunyai symbol untuk hantaran udara

(O) dan hantaran tulang (Δ). Kombinasi audiometri hantaran tulang dan

udara akan membagi gangguan pendengaran menjadi konduktif,

sensorineural dan campuran (Stach, 1998).

Kedua telinga yang tidak ditutup secara rapat akan menyebabkan

telinga yang tidak diuji juga ikut mendengar nada yang diterima telinga

yang diuji karena suara tsb akan dihantarkan melalui hantaran tulang.

Karena itu, salah satu cara untuk mencegah hal tsb adalah dengan

melakukan masking atau memberikan suara ke telinga yang tidak diuji.

Hantaran tulang dan udara juga sering megalami persilangan nada

(crossover) yaitu apabila nada diberikan kepada telinga hingga

intensitas tertentu maka telinga lainnya juga akan menerima nada

tersebut. Sedangkan interaural attenuation adalah ketika nada

diberikan pada telinga maka akan berkurang intensitasnya saat sampai

ke telinga lainnya. Jumlah dari interaural attenuation tergantung dari

tipe transduser yang digunakan, Jika memakia supra-aural earphone

adalah 40 dB sedangkan insert earphone adalah 50 dB dan hantaran

tulang 0 dB. Insert earphone mempunyai jumlah interaural attenuation

Page 13: Audiometry

yang tinggi tetapi crossover yang kecil karena insert earphone

menghasilkan getaran suara yang tidak langsung atau jarang

berhubungan langsung dengan kulit sehingga getaran yang

ditransmisikan ke tulang sangat kecil. Supra-aural earphone

berhubungan langsung dengan kulit sehinnga mengurangi jumlah

interaural attenuation tetapi meningkatkan resiko crossover.

Transduser pada hantaran tulang menggetarkan kulit dan tulang secara

langsung yang mengakibatkan penurunan jumlah interaural attenuation

dan meningkatkan resiko crossover (Stach, 1998).

2) Audiometri Tutur

Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran pasien yang

menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui

suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek

kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan

audiometri nada murni, hanya disini sebagai alat uji pendengaran

digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata

tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon

Page 14: Audiometry

yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan

melalui telepon kepada telinga yang diperiksa pendengarannya, atau

kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman,

kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometri tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setiap kata yang

didengar, dan apabila katakata yang didengar makin tidak jelas karena

intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk menebaknya.

Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar

dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada

suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang

didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yang

diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua

dimensi kemampuan pendengaran yaitu:

- Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50 % dari sejumlah

kata-kata yang dututurkan pada suatu intensitas minimal dengan

benarm yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT dan

dinyatakannya dengan satuan desibel (dB),

- Kemampuan maksimal pendengaran untuk mendiskriminasikan

tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang ditutukan yang

dinyatakan dengan nilai diskrimiasi tutur atau NDT. Satuan

pengukuran NDT itu adalah presentasi maksimal kata-kata yang

ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suata beberapa saja.

Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada

audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada

tingkat nilai ambang (NPT) tetapi juga diatasnya (Stach, 1998).