ATENUASI

8
TUGAS AKHIR SEMESTER BENCANA ALAM DAN REKAYASA GEMPA “ATENUASI” Edited by.... Igun’z 0274-9194045 [email protected]

Transcript of ATENUASI

Page 1: ATENUASI

TUGAS AKHIR SEMESTER

BENCANA ALAM DAN REKAYASA GEMPA

“ATENUASI”

Edited by....

Igun’z0 2 7 4 - 9 1 9 4 0 4 5

[email protected]

Page 2: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

1

UJIAN SEMESTER AKHIR

BENCANA ALAM DAN REKAYASA KEGEMPAAN

JAWABAN NO 1

1. Persamaan atenuasi usulan dari beberapa peneliti.

Atenuasi adalah gerakan tanah (ground motion attenuation) adalah

proses/rumusan yang mana suatu gerakan tanah akibat gempa

(percepatan, kecepatan, simpangan) ataupun intensitas gempa akan

mengecil pada jarak yang semakin jauh dengan sumber gempa. Secara

matematis atenuasi gerakan tanah adalah suatu hubungan antara suatu

parameter gempa (percepatan, kecepatan, simpangan, intensitas gempa,

ukuran gempa) dengan jarak ke lokasi pencatat gempa (jarak episenter,

jarak hiposenter, jarak terdekat) (Widodo - Seismologi dan Teknik

Kegempaan).

Kejadian-kejadian gempa yang terjadi saat ini oleh beberapa ahli

dikelompokkan menjadi :

a) Kelompok atenuasi menurut mekanisme gempa shallow crustal

earthquake : (Tabel dan grafik terlampir)

� Sabetta dan Pugliese (1987)

Merupakan studi atenuasi berdasarkan gempa di Italia yang kebanyakan

merupakan jenis shallow crustal earthquake. Karakter gempa tersebut

mirip dengan gempa-gempa yang terjadi di western USA karena secara

seismotektonik kedua tempat tersebut hampir sama. Beberapa parameter

seperti jenis patahan dan jenis tanah juga dipertimbangkan karena akan

dapat mempengaruhi dan memberikan efek terhadap persamaan atenuasi.

Model Atenuasi :

Percepatan Tanah :

1. Jarak Terdekat : log (ah) = -1.562 + 0.306 Ms - log (Rc2+5.82)0.5+0.169S'

2. Jarak Episenter : log (ah) = -1.845 + 0.363 Ms - log (Rc2+5.02)0.5+0.195S'

Kecepatan Tanah :

Page 3: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

2

1. Jarak Terdekat : log (vh) = -0.71 + 0.455 M - log (Rc2+3.62)0.5+0.133S'

2. Jarak Episenter : log (vh) = -0.828 + 0.489 M - log (Rc2+3.92)0.5+0.116S'

S = 0 untuk stiff sites

S = 1 untuk jenis tanah lain (shallow&deep deposits)

� Espinosa (1980)

Data yang digunakan oleh Espinosa adalah Gempa yang terjadi di Western

USA (shallow crustal earthquake in active region). Data tersebut kemudian

Dihubungkan dengan ukuran gempa dalam ML.

Model Atenuasi :

ML = a + b log(ah) + c logR

Dengan R adalah jarak episenter dalam km, dan ah adalah percepatan

tanah dalam cm/dt²

Secara umum usulan atenuasi :

Untuk R < 10 km ML = 3.29 + log(ah) + 0.06 logR

Untuk 10 < R < 60 km ML = 1.76 + log(ah) + 1.59 logR

Untuk 60 < R < 300 km ML = -0.61 + log(ah) + 2.93 logR

� Hasegawa, Basham dan Berry (1981)

Menggunakan data dari Western USA, Western Canada dan Eastern Canada

meskipun tidak memiliki kondisi geologi yang sama persis namun secara

geografis Western Canada merupakan sambungan dari Western USA.

Daerah California merupakan daerah gempa dangkal (shallow crustal

earthquake), di daerah tektonik aktif dengan mekanisme gempa Strike-Slip.

Semakin ke utara, misalnya North-Western USA kondisi tektoniknya

berubah menjadi subdaksi, kemudian dikenal sebagai Megathrust. Western

Canada termasuk wilayah megathrust ini sehingga antara North-Western

USA dan Western Canada mempunyai kesamaan kondisi tektonik tetapi

berbeda dengan California.

Model Atenuasi :

Western Canada ah = 10 e 1.3M R -1.5

Page 4: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

3

vh = 0.0004 e 2.3M R -1.30

Eastern Canada ah = 3.4 e 1.3M R -1.1

vh = 0.00018 e 2.3M R -1.0

Dengan ah adalah percepatan tanah dalam cm/dt 2 , vh adalah kecepatan

tanah dalam cm/dt, M adalah ukuran gempa dan R adalah focal/hypocenter

distance.

� Ambraseys & Srbulov (1994)

Menggunakan data dari worldwide. Tidak dipertimbangkan efek geologi

lokasi setempat, namun bila dipertimbangkan secara statistik tidak

signifikan untuk PGA. Mean magnitude gempa dipertimbangkan 6.0±0.7.

Rata-rata direkam dari d<100 km, dengan focal depth, h<25 km. Mean focal

depth adalah 10±4 km. Hanya digunakan rekaman dengan PGA>0.01 g.

Rekaman terutama berasal dari SMA-1 yang berlokasi pada ground floor

atau basement bangunan atau struktur dan pada area free-field.

Model Atenuasi :

log a = -1.58 + 0.260 Ms + -0.00346 (d2 + 16)0.5 + (- 0.625 log((d2 + 16)0.5))

� Sharma & Free (1995)

Menggunakan data dari rekaman gempa-gempa di E.N. America dengan

membagi berdasarkan 2 kategori jenis tanah yaitu rock dan soil. Tidak

menggunakan ML atau MB disebabkan berbagai alas an, salah satunya

adalah nilai tertinggi dari ML dan MB berada pada magnitude tertinggi (ML,

MB > 6).

Model Atenuasi :

log(ah) = C1 + C2M + C3M2 + C4 log R + C5 R +C6S

R = √d² + h₀²

Dengan ah dalam g, C1 = -3.4360, C2 = 0.8532, C3 = -0.0192, C4 = -0.9011, C5

= -0.0020, C6 = -0.0316, h0 = 4.24 dan σ = 0.424

Page 5: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

4

S = 0 Rock

S = 1 Soil

� Gulkan & Kalkan (2002)

Menggunakan data dari gempa-gempa di Turki dengan pembagian 3

kategori site yaitu soft soil, soil, rock. Hanya menggunakan rekaman dari

gempa kecil yang direkam pada jarak dekat dibanding gempa yang besar

untuk meminimalisir dampak dari perbedaan wilayah pada atenuasi dan

untuk menghindari dampak perkembangan yang kompleks dari jarak yang

berasal dari jarak yang panjang.

Model Atenuasi :

ln Y = -0.682 + 0.253(M-6) + 0.036(M-6)² - 0.562 ln ((r²cl + 4.48²)½) - 0.297 ln

(Vs/1381)

Dengan Y dalam g

� Fukushima dan Tanaka (1990)

Menggunakan data gempa yang berasal dari gempa jarak menengah

Jepang dan ditambah dengan data gempa jarak dekat dari USA dan

beberapa Negara.

Model Atenuasi :

log(ah) = 1.3 + 0.41 M - log(R + 0.302 . 100.41M) - 0.0034 R

� Chang et al. (2001)

Menggunakan data dari beberapa kejadian gempa di Taiwan. Informasi

yang didapat mengenai kondisi site sangat terbatas sehingga tidak

dipertimbangkan efek kondisi tanah setempat. Menggunakan data strong

motion dari Central Weather Bureu dari tahun 1994 – 1998 karena data

tersebut lebih baik dibandingkan data lama yang ada.

Model Atenuasi :

ln A = c1+c2 M - c3 ln Dp - (c4-c5 Dp)ln De

dengan A (cm/dt2), c1= 2.8096, c2=0.8993, c3=0.4381, c4=1.0954,

c5=0.0079, σ= 0.60 De=264.4, Dp= 1.1- 43.7 km

Page 6: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

5

b) Kelompok atenuasi menurut mekanisme gempa subduction earthquake

: (Tabel dan grafik terlampir)

� McVerry et al. (1993) & McVerry et al. (1995)

Ditemukan bahwa gerakan tanah pada gempa sebelumnya secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan gerakan yang diprediksi melalui

persamaan dari data W.N. America. Hanya termasuk rekaman gempa Mw

yang diketahui karena buruknya korelasi antara ML dan Mw di New

Zealand. 140 rekaman gempa berasal dari reverse faulting. Gempa dalam

akan menghasilkan PGA yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan

gempa dangkal pada jarak yang ( r ) yang sama.

Model Atenuasi :

Type A log10 PGA = a + b Mw - cr - d log10 r

Type B log10 PGA = a + b Mw - d log10 r

Type C log10 PGA = a + b Mw - cr - log10 r

� Patwardhan dkk (1978)

Berdasarkan data dari 23 kejadian gempa subdaksi dengan 32 rekaman

yang terjadi di Jepang dan Amerika Selatan. Jenis tanah yang

diperhitungkan adalah jenis stif soil. Atenuasi yang dihasilkan dinyatakan

dalam level mean dan median.

Model Atenuasi :

ln(an) = ln(363) + 0.587 Ms - 1.05 ln(R + 0.864 e0.463 Ms)

� Chang et al. (2001)

Model Atenuasi :

ln A= c'1+ c'2M-c'3lnDp-c'4ln Dh

dengan A(cm/dt2), c'1= 4.7141, c'2=0.8468, c'3=0.17451, c'4=1.2972, σ=0.56

Dh= 272.4, Dp= 39.9-146.4 km

Page 7: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

6

c) Data gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 disajikan oleh Elnashai dkk (2006).

(Tabel dan grafik terlampir)

Plot percepatan tanah untuk gempa Yogyakarta 27 Mei 2006 dengan data

yang disajikan Elnashai dkk (2006) menggunakan usulan atenuasi dari

Ambraseys & Srbulov (1994) karena data yang digunakan pada usulan

tersebut menggunakan data worldwide. Meskipun dianggap kurang akurat

namun mempertimbangkan pengelompokan jenis shallow crustal

earthquake yang umum.

log a = -1.58 + 0.260 Ms + -0.00346 (d2 + 16)0.5 + (- 0.625 log((d2 + 16)0.5))

Bila pada data Elnashai dkk data gempa yang diketahui adalah

Ms = 6.3, d = 20 km, maka :

log a = -1.58 + 0.260 (6.3) + -0.00346 (202 + 16)0.5 + (- 0.625 log((202 + 16)0.5))

log a = -0.83104

a = 0.147558 g = 144.6069 cm/dt²

Selain itu diplotkan pula data gempa Yogyakarta pada usulan atenuasi dari

Fukushima dan Tanaka (1990) sebagai pembanding. Usulan atenuasi ini

diajukan untuk jarak dekat (near field).

log(ah) = 1.3 + 0.41 M - log(R + 0.302 . 100.41M) - 0.0034 R

log(ah) = 1.3 + 0.41 (6.3) – log(20 + 0.302 . 100.41 . 6.3 ) – 0.0034 . 20

log(ah) = 2.465548

a = 292.1107 cm/dt² = 0.298072 g

Terlihat bahwa percepatan tanah dari kedua usulan tersebut cukup jauh

berbeda. Hal ini dikarenakan berbedanya parameter yang dipertimbangkan

dari kedua usulan tersebut sehingga hasilnyapun kurang akurat bila

diterapkan untuk gempa Yogyakarta.

Dari beberapa usulan model atenuasi yang diajukan oleh para ahli dapat

dilihat bahwa penelitian mengenai atenuasi dengan pengelompokan

Page 8: ATENUASI

Iwan gunawan

08914017

7

berdasarkan mekanisme gempa lebih banyak usulan untuk shallow crustal

earthquake. Setiap gempa memiliki karakter sendiri-sendiri. Respon tanah

pada reverse fault, strike-slip fault di shallow crustal earthquake akan

mempunyai karakter yang berbeda demikian juga gempa-gempa yang lain.

Karakter shallow crustal earthquake di daerah geologi aktif (active region) dan

stable plate continent juga akan berbeda.

Masing-masing usulan mengenai atenuasi memiliki parameter yang

berbeda-beda sehingga penerapan usulan tersebut seharusnya sesuai dengan

karakter usulan atenuasi yang diajukan. Seperti pengaruh jenis tanah yang

berbeda akan memiliki dampak perbedaan atenuasi. Dari hasil analisis para ahli

menunjukkan bahwa PGA di atas rock site lebih tinggi dibandingkan PGA pada

soil-site. Pada batuan yang keras penyerapan energi dapat berlangsung lebih

efektif sehingga gelombang gempa dapat beratenuasi lebih cepat. Parameter

lainnya adalah jarak episenter dan jenis patahan. Nilai koefisien dari masing-

masing parameter tersebut tentunya akan berbeda-beda pada masing-masing

usulan, hal ini tergantung pada penelitian para ahli di suatu wilayah tertentu.

Percepatan tanah adalah parameter gerakan tanah akibat gempa yang

paling sering digunakan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa suatu gaya

akan terjadi pada suatu massa yang bergerak yang mempunyai percepatan.

Gaya merupakan hal yang penting di dalam mekanika rekayasa, baik yang

bersifat statik maupun dinamik, maka jelas bahwa percepatan tanah

merupakan hal yang sangat penting. Dari beberapa usulan para ahli tersebut

terlihat bahwa lebih banyak yang menggunakan percepatan tanah sebagai

parameter dari atenuasi.

Plot grafik disajikan dalam bentuk perbandingan antara percepatan tanah

dengan jarak. Terlihat bahwa semakin jauh jarak dari sumber gempa maka

atenuasi akan semakin kecil. Jika perbandingan yang dilakukan adalah antara

percepatan tanah dengan magnitudo, semakin besar nilai magnitudo maka

semakin besar pula atenuasi yang terjadi.