ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

41
BAB II PEMBAHASAN A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh melalui cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf tulang belakang). Saraf-saraf tersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat dan membawa pesan- pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar- kelenjar di seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik (somatic nervous system).. Selain dari kedua macam saraf perifer yang termasuk sistem saraf somatic di atas,PNS juga terdiri dari sistem saraf autonomik (autonomic nervous system). Ketiganya akan kita bicarakan lebih lanjut di bawah ini. 1. NEURON (SEL SARAF) Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional system saraf. Neuron menjalankan fungsi sel saraf seperti mengingat, berfikir, dan mengontrol semua aktifitas tubuh. Neuron terdiri dari tiga bagian yaitu badan sel dendrit dan akson. Gambar 1. Sel Neuron 3

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh

melalui cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf tulang belakang).

Saraf-saraf tersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer yang membawa informasi

sensoris ke sistem saraf pusat dan membawa pesan-pesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot

dan kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik

(somatic nervous system).. Selain dari kedua macam saraf perifer yang termasuk sistem saraf

somatic di atas,PNS juga terdiri dari sistem saraf autonomik (autonomic nervous system).

Ketiganya akan kita bicarakan lebih lanjut di bawah ini.

1. NEURON (SEL SARAF)

Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional

system saraf. Neuron menjalankan fungsi sel saraf seperti mengingat, berfikir, dan

mengontrol semua aktifitas tubuh. Neuron terdiri dari tiga bagian yaitu badan sel

dendrit dan akson.

Gambar 1. Sel Neuron

Sumber: www.google.com/m/immage

Soma adalah inti sel (nucleus) dari sel saraf, didalamnya terdapat organel sel.

Nucleus yang mengandung informasi genetik neuron, mengarahkan produksi protein,

3

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

enzim, dan neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi tepatnya. Badan

sel mengantarkan zat tersebut ke bagian neuron lainnya sesuai kebutuhan.

Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan bercabang-

cabang, yang merupakan perluasan dari badan sel. Dendrite adalah penerima stimulasi

dari saraf lain.

Sedangkan axon adalah bagian yang menyampaikan impuls ke neuron lain, otot

dan kelenjar. Berukuran panjang dan berbentuk silinder tipis, tempat lewatnya sinyal

listrik yang dimulai dari dendrite dan badan sel. Akson mentransmisikan sinyal awal ke

neuron lain atau ke otot atau ke kelenjar. Akson juga disebut serabut saraf, banyak

serabut saraf yang melintas bersama disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson akan

ditutup lapisan lemak yang terisolasi, yang disebut myelin. Myelin diproduksi ketika sel

lemak membungkus membrane plasmanya di sekitar akson. Pada sistem saraf perifer,

myelin dibentuk oleh sel Schwann sedangkan pada sistem saraf pusat dibentuk oleh sel

oligodenrosit. Tiap sel Schwann membentuk satu segmen myelin. Tiap oligodenrosit

membentuk segmen multipel dari myelin yang membungkus beberapa akson. Karena

itu, myelin pada saraf perifer lebih tipis dan beregenerasi lebih efisien. Nodus Ranvier

adalah daerah yang terputus antara selubung myelin. Akson yang tidak bermielin

diselubungi sitoplasma sel Schwann. Struktur myelin pada SSP dan SST umumnya

sama, yaitu terbentuk oleh 70% lemak dan 30% protein. Namun ada perbedaan pada

protein yang membentuk struktur myelin tersebut. Perbedaan ini menjelaskan mengapa

reaksi alergi pada myelin SSP tidak menyebabkan demielinasi sentral dan sebaliknya.

Selubung myelin berfungsi sebagai isolator listrik, mencegah arus pendek antara

akson, dan mempasilitasi konduksi. Nodus ranvier adalah satu-satunya titik dimana

akson tidak tertutup myelin dan ion-ion dapat berpindah diantaranya dan cairan

ekstraseluler. Depolarisasi membrane aksonal pada nodus ranvier memperkuat potensial

aksi yang dihantarkan sepanjang akson dan ini adalah dasar konduksi saltatori

(meloncat).

Jenis neuron, berdasarkan struktur dibagi atas

a. Multipolar: terdiri atas beberapa dendrit dan satu akson

b. Bipolar: terdiri atas 1 dendrit dan 1 akson

c. Unipolar: dendrite dan akson menyatu

4

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Sedangkan berdasarkan fungsi sebagai berikut

a. Sensoris neuron (aferen), membawa impuls dari reseptor misalnya di kulit, otot,

dan bagian lain ke SSP

b. Motorik neuron (eferen), membawa impuls dari SSP ke efektor seperti otot dan

kelenjar

c. Interneuron, tidak termasuk sensorik atau motorik.

2. SISTEM SARAF SOMATIK

a. Saraf-saraf Tulang Belakang (Spinal Nerves)

Saraf tulang belakang yang merupakan bagian dari sistem saraf somatic,

dimulai dari ujung saraf dorsal dan ventral dari sumsum tulang belakang (bagian di

luar sumsum tulang belakang). Saraf-saraf tersebut mengarah keluar rongga dan

bercabang-cabang di sepanjang perjalanannya menuju otot atau reseptor sensoris

yang hendak dicapainya. Cabang-cabang saraf tulang belakang ini umumnya disertai

oleh pembuluh-pembuluh darah, terutama cabang-cabang yang menuju otot-otot

kepala (skeletal muscles).

Mekanisme input (masuknyainformasi-informasi sensoris ke sumsum tulang

belakang) dan output dari proses tersebut yang menghasilkan informasi-informasi

motorik. Soma sel dari axon-axon saraf tulang belakang yang membawa informasi

sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraf pusat

(kecuali untuk system visual karena retina mata adalah bagian dari otak). Axon-axon

yang datang membawa informasi sensoris ke susunan saraf pusat ini adalah saraf-

saraf afferent. Soma-soma sel dari axon yang membawa informasi sensoris tersebut

berkumpul di dorsal root ganglia.

Neuron-neuron ini merupakan neuron-neuron unipolar. Batang axon yang

bercabang di dekat soma sel, mengirim informasi ke sumsum tulang belakang dan ke

organ-organ sensoris. Semua axon di dorsal root menyampaikan informasi

sensorimotorik.

b. Saraf-saraf Kepala (Cranial Nerves)

Saraf-saraf kepala terdiri dari 12 pasang saraf kepala yang meninggalkan

permukaan ventral otak. Sebagian besar saraf-saraf kepala ini mengontrol fungsi

sensoris dan motorik di bagian kepala dan leher. Salah satu dari keduabelas pasang

5

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

tersebut adalah saraf vagus (vagus nerves/saraf yang "berkelana"), yang merupakan

saraf nomor sepuluh yang mengatur fungsi-fungsi organ tubuh di bagian dada dan

perut. Disebut "vagus" atau saraf yang berkelana karena cabang-cabang sarafnya

mencapai rongga dada dan perut.

Seperti yang telah dijelaskan di atas; soma sel dari axon-axon yang membawa

informasi sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraf

pusat (kecuali untuk sistem visual). Informasi somatosensoris juga dari indera perasa

di lidah diterima melalui saraf-saraf kepala oleh neuron-neuron unipolar. Informasi

pendengaran, vestibular, dan visual diterima melalui neuron-neuron bipolar.

Informasi indera penghidu (penciuman lewat hidung) diterima melalui olafctury

bulbs. Olfactory bulbs adalah salah satu bagian otak yang kompleks karena terdiri

dari jaringan-jaringan saraf yang rumit.

3. SISTEM SARAF AUTONOM (AUTONOMIC NERVOUS SYSTEM)

Autonomic Nervous System (sistem saraf autonom) mengatur fungsi otot-otot

halus, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar tubuh (autonom berarti mengatur diri sendiri).

Otot-otot halus terdapat di bagian kulit (berkaitan dengan folikel-folikel rambut di tubuh,

di pembuluh pembuluh darah, di mata (mengaturukuran pupil dan akomodasi lensa mata),

di dinding serta jonjot usus, di kantung empedu dan di kandung kemih. Jadi dapat

disimpulkan bahwa organ-organ yang dikontrol oleh sistem saraf autonom memiliki

fungsi untuk melangsungkan proses vegetatif' (proses mandiri dan paling dasar) di dalam

tubuh.

Sistem saraf autonom terdiri dari dua sistem yang berbeda secara anatomis, yaitu

bagian sympatetik dan bagian parasympatetik. Organ dalam tubuh dikontrol oleh kedua

bagian tersebut meskipun tiap bagian memberikan efek yang berlawanan. Contohnya,

bagian sympatetik meningkatkan detak jantung, sedangkan bagian parasympatetik

menurunkan detak jantung.

Saraf-saraf Kepala dan Fungsinya:

1. Olfactory: Penghidu (indera penciuman) S

2. Optic: Penglihatan S

3. Occulomotor: Gerakan Mata, Mengontrol Pupil, Lensa, dan Airmata MP

4. Trochlear: Gerakan Mata M

6

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

5. Trigeminal: Sensasi di bagianmuka dan mengonyah SM

6. Abducens: Gerakan mata M

7. Facial: Otot-otot muka, kelenjar air liur, dan rasa (lidah) SMP

8. Auditory: Cabang Akustik: Untuk Pendengaran S Cabang Vestibular: Untuk

keseimbangan S

9. Glossopharyngeal: Otot-otot Tenggorokan, Kelenjar Air Liur, dan rasa (lidah)

SMP

10. Vagus: Kontrol Parasimpatetik dari organ-organ internal, Sensasi dari organ-

organ Internal, dan rasa (lidah) SMP

11. Spinal Accessory: Otot-otot kepala dan leher M

12. Hypoglossal: Otot-ototLidah dan Leher

(Ket: S =sensoris, M =motoris, P =parasympathetic)

a. Saraf Sympatetik dari Sistem Saraf Autonom

Sebagian besar saraf sympatetik terIibat dalam aktivitas yang berhubungan

dengan pengeluaran energi dari tubuh. Contohnya meningkatan aliran darah ke otot-

otot kepala, sekresi epinephrine (meningkatkan detak jantung dan kadar gula dalam

darah) dan piloerection (ereksi bulu/rambut pada mamalia atau tegaknya bulu roma

pada manusia) yang terjadi karena kerja sistem saraf autonom yang sympatetik

selama periode peningkatan aktivitas. Soma sel dari neuron motorik sympatetik

terIetak di substansia grisea dari sumsum tulang belakang di bagian thorax (dada)

dan lumbar (panggul).

Axonnya keluar melalui ventralroot.Setelah bertemu dengan saraf-saraf tulang

belakang, axon tersebut bercabang dan melalui sympathetic ganglia jangan tertukar

pemahaman dengan dorsal root ganglia). Sebagai catatan, perlu diingat bahwa

berbagai sympathetic ganglia berhubungan dengan ganglia didekatnya, yaitu di

bagian bawah dan atasnya sehingga membentuk ikatan sympatetik (sympathetic

chain). Axon-axon yang meninggalkan sumsum tulang belakang melalui ventral root

disebut dengan neuron-neuron preganglion (preganglionic neuron), kecuali adrenal

medulla yang axon preganglionnya masuk ke ganglia dari ikatan sympatetik, tetapi

tidak semuanya bersynapsis ditempat tersebut. Beberapa neuron preganglion

meninggalkan sumsum tulang belakang menuju ganglia sympatetik lain yang terletak

7

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

di organ-organ internal. Semua axon darineuron preganglion bersinapsiske neuron di

salah satuganglia tujuannya. Neuron-neuron tempat bersinapsis disebut neuron

postganglion (postganglionic neuron). Selanjutnya, neuron postganglion mengirim

axon ke organ tujuan, seperti usus halus, perut, ginjal, dan kelenjar keringat.

b. Saraf Parasympatetik dari Sistem Saraf Autonom

Saraf parasympatetik dari sistem saraf autonom mendukung aktivitas tubuh

yang berkaitan dengan peningkatan penyimpanan energidalam tubuh. Memberikan

efek-efek seperti salivasi, sekresi kelenjar pencernaan, dan peningkatan aliran darah

ke system gastrointestinal. Soma sel yang mengandung axon-axon preganglion di

sistem saraf sympatetik terletak di dua bagian, yaitu sel-sel saraf di saraf-saraf kepala

(terutama saraf vagus) dan substansia grisea di sumsum tulang belakang bagian

sacral. Gangliaparasimpatetik terletak didekat organ tujuan; axon postganglion

cenderung lebih pendek. Terminal button dari axon postganglion parasimpatetik

mensekresikan acetylcholine.

B. PENGERTIAN

Guillain-barre sindrome adalah sebuah kelainan pada sistem imun yang

mempengaruhi sistem saraf tepi (anonym, 2010)

Sindrome guillain barre adalah penyakit saraf perifer yang ditandai dengan awitan

mendadak paralisis atau paresis otot (Corwin, 2009).

Guillain-barre syndrome atau yang juga dikenal dengan polyneuropaty akut idiopatik

atau polyradikuloneuropathy, adalah sebuah penyakit peradangan pada selaput myelin pada

sistem saraf tepi (Copstead & Banasik, 2005).

Guillain barre syndrome (GBS) adalah penyakit kelumpuhan yang paling banyak

terjadi di Negara berkembang (Khan, 2004).

Guillain-Barré Syndrome (GBS) atau Acute Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy (AIDP) atau Acute Febrile Polyneuritis adalah kelemahan motorik yang

progresif dan arefleksi. Sering disertai gangguan sensorik, otonomik dan abnormalitas

batang otak. Timbulnya didahului oleh infeksi virus (Saharso,2006).

Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraf yang bersifat

akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah

dan meluas keatas sampai tubuh dan  otot-otot wajah. Penyakit ini dapat mengancam jiwa

8

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari anggota gerak distal yang dengan cepat dapat

merambat ke proximal.

Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati inflamasi

akut atau PIA. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2 per 100.000. Penyakit

ini tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik dapat menyerang semua golongan

umur terutama pada usia 50-70 tahun, presentasi jumlah antara pria dan wanita sama.

Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi pada akar

saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam perdebatan.

Guillain-Barre Syndrome adalah gangguan di mana sistem kekebalan tubuh

menyerang bagian dari sistem saraf perifer.

Gambar 2. Kerusakan myelin pada GBS

Sumber: www.google.com/m/immage

C. ETIOLOGI

Corwin dalam bukunya Buku Saku Patofisiologi, menyebutkan bahwa walaupun

penyebab sindrom guillain barre tidak diketahui, penyakit ini biasanya terjadi 1-4 minggu

setelah infeksi virus atau imunisasi.

Sedangkan menurut Copstead & Banasik tahun 2005, penyebab dari sindrom guillain

barre belum diketahui, tetapi penyaki ini biasanya terjadi setelah adanya infeksi, suntikan,

atau prosedur medis 1-8 minggu sebelum timbulnya tanda dan gejala. Radang usus akibat

Camphylobacter jejuni juga berhubungan dengan sindrom ini. Pada dasarnya sindrom

guillain barre adalah masalah kesusakan imunologik, tapi mekanisme terperincinya belum

diketahui. Ini merupakan demyelinisasi segmental, dan banyak fakta menunjukkan bahwa

terjadi kerusakan pada sel T dan sel B. Peningkatan limfosit ditemukan pada bagian yang

9

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

mengalami demyelinisasi. Proses ini memperlambat atau menghentikan proses penghantaran

(konduksi) nervus. Terutama mempengaruhi neuron motorik, tetapi neuron sensorik juga

dapat terlibat.

Sindrom Guillain Barre juga telah berhubungan dengan diabetes, penyalahgunaan

alkohol, paparan logam berat atau industri racun, estetika epidural, dan obat (agen

thrombolitik, heroin) penyakit sistemik seperti lupus erythematosus, sarkoidosis, penyakit

Hodgkin, neoplasma dan lainnya telah dikenal untuk menyebabkan sejumlah kecil kasus

GBS (Khan, 2004).

GBS atau Guillain Barre Syndrome merupakan suatu penyakit autoimun oleh karena

adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan faktor pencetus. Sedangkan

etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena :

a. Infeksi, misal radang tenggorokan atau radang lainnya

b. Infeksi virus measles, Mumps, Rubela, Influenza A, Influenza B, Varicella zoster,

Infections mono nucleosis (vaccinia, variola, hepatitis inf, coxakie)

c. Vaksin rabies atau swine flu

d. Infeksi yang lain, misal Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,

campylobacter jejuni

e. Tindakan bedah

f. Keganasan, misal penyakit Hodgkin’s, karsinoma, limfoma

Dari faktor pencetus di atas disebutkan bahwa infeksi usus dengan campylobacter

jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan

struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia

myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga

menyerang myelin.

D. KLASIFIKASI

Sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang

lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C

jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan

motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi.

10

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid

meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik

dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.

AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya

aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa

inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih

kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.

Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya

jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak

terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan.

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala

neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan

kelemahan otot lebih berat pada bagian distal

5. Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi

dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi

postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis,penurunan salvias dan

lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.

E. PATOFISIOLOGI

Sindrom Guillain Barre akibat serangan autoimun pada myelin yang membungkus

saraf perifer. Dengan rusaknya myelin, akson dapat rusak. Gejala GBS menghilang pada

saat serangan autoimun berhenti dan akson mengalami regenerasi. Apabila kerusakan badan

sel terjadi selama serangan, beberapa derajat distabilitas dapat tetap terjadi.

Otot ekstremitas bawah biasanya terkena pertama kali, dengan paralisis yang

berkembang ke atas tubuh. Otot pernafasan dapat terkena dan menyebabkan kolaps

11

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

pernafasan. Fungsi kardiovaskular dapat terganggu karena gangguan fungsi saraf autonom

(Corwin, 2009).

Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan sistem imun lewat

mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated

demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responnya

terhadap antigen.

Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua

saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan

sistem penghantaran implus terganggu.

Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf perifer

dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan cabangnya merupakan target potensial, dan

biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok

konduksi atau karena axon telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses

remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setelah proses keradangan terjadi.

Dimielinasi merupakan keadaan dimana lapisan myelin hancur serta hilang pada

beberapa segmen. hal tersebut menyebabkan hilangnya konduksi saltatori yang

mengakibatkan penurunan kecepatan konduksi serta terjadinya hambatan konduksi.

Kelainan ini terjadi cepat namun reversibel karena sel Schwann dapat berdegenerasi dan

membentuk myelin baru. Namun pada banyak kasus, demielinasi menyebabkan hilangnya

akson dan deficit permanen (Djamil, 2010).

12

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

13

Faktor predisposisi: Usia Jenis kelamin

Faktor presipitasi: infeksi hygiene yg buruk stress diet gaya hidup

Pajanan campilobakter jejuni

Masuk ke tubuh melalui berbagai faktor

respon imun bawaan mengakibatkan pengambilan patogen oleh antigen matang kedalam sel

Limfosit menarik makrofag ke saraf perifer

Pengaktifan sel B dan antibody

Respon limfosit berubah

terhadap antigen.

Limfosit dan makrofag

menyerang myelin

selubung myelin terlepas

Antibody terbentuk dan mengaktifasi sistem complemen dan polimononuklear

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Secara umum, sindrom guillain-barre ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1. Stadium AkutPada stadium ini penderita menunjukan kelemahan otot yang komplit atau sedang

berjalan. 2. Stadium Subakut

Pada fase ini ada pebaikan, umumnya setelah 1 sampai 2 bulan

14

System penghantaran implus

terganggu.

Guillain barre syndrom

Perubahan sensori

Rasa kebas (paresthesias) atau mati rasa di kaki /tangan

Kelemahan (paralisis)

Perubahan otonom nyeri tumpul di tulang belakang, punggung, dan ekstremitas bagian proksimal

Pengaruh terhadap saraf cranial

Gg. Saraf simpatis dan parasimpatis

Tachycardia Bradikardi Muka kemerahan Hipertensi paroksismal Hipotensi ortostatik

Kesulitan bicara Kesulitan mengunyah, menelan

MK: kerusakan komunikasi verbal

MK: gangguan pemenuhan nutrisi

Perubahan motorik

Kelemahan pernafasan

MK: gangguan rasa nyaman: nyeri

dispnea

Pengaruh terhadap pernafasan

MK: pola nafas tidak efektif

Kelemahan (paralisis)

MK: gg. mobilitas fisik

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

3. Stadium KronisJika penderita tidak menunjukan perbaikan motorik setelah lebih dari 6 bulan

berarti terdapat kerusakan akson yang luas sampai menunggu kesembuhan selanjutnya, program pencegahan imobilisasi lama harus dilakukan sebaik-baiknya.

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala neurologik diawali dengan parestesia (kesemutan dan kebas) dan

kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh atau otot

wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap. Saraf

kranial yang paling sering terserang, yang menunjukkan adanya paralisis pada okular, wajah

dan otot orofaring dan juga menyebabkan kesukaran bicara, mengunyah, dan menelan.

Disfungsi autonom yang sering terjadi dan memperlihatkan bentuk reaksi berlebihan atau

kurang bereaksinya sistem saraf simpatis dan parasimpatis, dengan manifestasi gangguan

frekuensi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah, dan gangguan vasomotor lainnya.

Keadaan ini juga dapat menyebabkan nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah

kaki. Seringkali pasien menunjukkan adanya kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama

seperti keterbatasan atau tidak adanya reflex tendon (Smeltzer & Bare, 2004).

Menurut Corwin (2009), gambaran klinis sindrom guillain barre berupa kelemahan

dan paralisis otot yang bersifat asenden.

Kebanyakan pasien mencapai puncak kecacatan dalam 10-14 hari. Nervus sensori juga

dapat dipengaruhi tapi lebih sedikit daripada nervus motorik (Copstead & Banasik, 2005).

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

a. Terjadinya kelemahan yang progresif

b. Hiporefleksi

2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

1) Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal

dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3

minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

2) Relatif simetris

3) Gejala gangguan sensibilitas ringan

15

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

4) Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf

otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot

menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler

atau saraf otak lain

5) Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat

memanjang sampai beberapa bulan.

6) Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi

dangejala vasomotor.

7) Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

1) Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan

pada LP serial

2) Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

3) Varian:

Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: Perlambatan

konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar

kurang 60% dari normal

Sedangkan menurut Rachel (2010), gambaran klini dari pasien dengan Guillain Barre

Syndrome adalah:

a. Kelemahan

Gambaran klinis klasik kelemahan adalah asenden dan simetris. Anggota tubuh

bagian bawah biasanya terlibat sebelum anggota badan atas. Otot-otot

proksimal mungkin terlibat lebih awal dari yang lebih distal. Batang tubuh,

kelenjar, dan otot pernafasan dapat dipengaruhi juga.

Kelemahan berkembang akut selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan

bisa berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia yang komplit dengan

kegagalan ventilasi. Puncak defisit dicapai oleh 4 minggu setelah

pengembangan awal gejala. Pemulihan biasanya dimulai 2-4 minggu setelah

kemajuan berhenti.

16

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

b. Perubahan Sensori

Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik

serupa. Gejala sensori sering didahului oleh kelemahan. Kemudian naik dan

menjalar kearah distal

Gejala sensori biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, temuan kehilangan

sensori cenderung minim dan variabel.

Pada studi konduksi saraf (NCS), 58-76% pasien menunjukkan kelainan

sensorik

c. Keterlibatan saraf kranial

Keterlibatan saraf kranial diamati pada 45-75% pasien dengan GBS. keluhan

umum mungkin termasuk yang berikut:

Kelumpuhan pada wajah

Diplopias

Dysarthria

Disfagia

Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah batang tubuh dan

anggota badan yang terpengaruh.

d. Nyeri

89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan GBS di beberapa waktu selama

penyakit mereka. Pada awal presentasi, hampir 50% dari pasien digambarkan

sebagai rasa sakit parah dan menyedihkan.

Mekanisme nyeri tidak pasti dan mungkin produk dari beberapa faktor. Nyeri

dapat hasil dari cedera saraf langsung atau dari kelumpuhan dan immobilisasi

berkepanjangan.

Kebanyakan pasien mengeluh sakit punggung dan kaki, seringkali

digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Mekanisme nyeri dianggap akibat

akar saraf meradang. Gejala dysesthetic diamati pada sekitar 50% pasien

selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai

sensasi terbakar atau kesemutan dan seringkali lebih umum di ekstremitas

bawah daripada ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas di 5-

10% pasien. sindrom nyeri lainnya di GBS meliputi:

17

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Keluhan Myalgic, dengan kram dan tenderness otot lokal

Nyeri visceral

Rasa sakit yang terkait dengan kondisi tidak bergerak (misalnya, palsies

tekanan saraf, ulkus dekubitus)

Intensitas nyeri pada masuk berkorelasi buruk dengan cacat neurologis tentang

pendaftaran masuk dan dengan hasil akhir.

e. Perubahan Otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS.

Perubahan otonom dapat mencakup hal berikut:

Tachycardia

Bradikardi

Muka kemerahan

Hipertensi paroksismal

Hipotensi ortostatik

Anhidrosis dan / atau diaforesis

Retensi urin dan ileus paralitik juga dapat diamati. Usus dan disfungsi kandung

kemih jarang menyajikan sebagai gejala awal atau berlangsung selama jangka

waktu yang signifikan.

Dysautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan yang parah dan

gagal pernafasan.

perubahan otonom jarang bertahan pada pasien dengan GBS.

f. Efek pada respiratori

40% pasien memiliki kelemahan pernapasan atau orofaringeal.

keluhan khas meliputi:

Dyspnea

Sesak napas

Kesulitan menelan

Cadel pidato

18

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

kegagalan ventilasi dengan dukungan pernafasan yang dibutuhkan terjadi pada

hingga sepertiga pasien dalam beberapa waktu selama perjalanan penyakit

mereka.

Gambar 3. Manifestasi klinis GBS

Sumber: www.google.com/m/immage

G. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital: aritmia jantung, termasuk tachycardi dan bradycardi, dapat diamati

sebagai hasil dari keterlibatan sistem saraf otonom.

b. Takipnea mungkin merupakan tanda dyspnea berkelanjutan dan kegagalan pernafasan

yang progresif.

c. Keseimbangan tekanan darah adalah ciri lain yang sama dengan perubahan antara

hipertensi dan hipotensi.

d. Saraf kranial

kelemahan Facial (VII saraf kranial) yang diamati paling sering, diikuti oleh

gejala yang berhubungan dengan saraf cranial VI, III, XII, V, IX, dan X.

Keterlibatan hasil otot wajah, orofaringeal, dan mata di wajah terkulai, disfagia,

dysarthria, dan temuan yang terkait dengan gangguan mata.

Ophthalmoparesis dapat diamati pada sampai dengan 25% dari pasien dengan

GBS. Pembatasan gerakan mata yang paling sering hasil dari lumpuh simetris

19

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

yang terkait dengan saraf kranial VI. Ptosis dari saraf cranial palsy III

(oculomotor) juga sering dikaitkan dengan gerakan mata terbatas. kelainan pupil,

terutama yang ophthalmoparesis atas, relatif umum juga.

e. Pemeriksaan motorik

kelemahan biasanya dimulai dari ekstremitas bawah kemudian naik simetris dan

progresif selama beberapa hari pertama.

Ekstremitas atas, batang, wajah, dan kelemahan orofaringeal diamati untuk

sebagian variabel.

f. Pemeriksaan Sensorik

Meskipun sering terjadi parestesia, perubahan sensorik yang nyata adalah

minimal.

g. Perubahan Refleks

Refleks tidak ada atau hyporeflexic di awal perjalanan penyakit dan merupakan

temuan klinis utama pada pemeriksaan pasien dengan GBS.

Refleks patologis, seperti tanda Babinski

Hypotonia dapat diamati dengan kelemahan signifikan.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Cairan Serebro Spinal (CSS): hasil analisa CSS normal dalam 48 jam pertama,

kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II tanpa atau disertai

sedikit kenaikan lekosit (albuminocytologic dissociation).

b. Pemeriksaan elektrofisiologi

EMG dan Nerve Conduction Velocity (NCV):

a. Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya F-response (88%), prolong distal

latencies (75%), blok pada konduksi (58%) dan penurunan kecepatan konduksi

(50%).

b. Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot (100%), prolong distal latencies

(92%) dan penurunan kecepatan konduksi (84%).

20

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

c. Pemeriksaan radiologi

MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala

SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan kontras gadolinium memberikan

gambaran peningkatan penyerapan kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda

equina. Sensitivitas pemeriksaan ini pada SGB adalah 83% (Saharso,2006).

d. Tes fungsi paru

Tekanan inspirasi maksimal dan kapasitas vital pernapasan pengukuran fungsi

neuromuskuler dan memprediksi kekuatan diafragma. Tekanan maksimal expiratory

juga mencerminkan kekuatan otot perut. Sering evaluasi parameter ini harus

dilakukan di samping tempat tidur untuk memonitor status pernafasan dan perlunya

bantuan ventilasi.

Pernafasan bantuan harus dipertimbangkan ketika kapasitas vital ekspirasi

menurun hingga <18 mL / kg atau ada penurunan saturasi oksigen (PO 2 arteri <70

mm Hg).

e. Temuan histologis

Infiltrasi limfosit dan makrofag diamati pada pemeriksaan mikroskopis dari

saraf perifer. Makrofag masuknya diyakini bertanggung jawab atas demielinasi

multifokal terlihat di GBS. Tingkat variabel degenerasi Wallerian juga dapat diamati

dengan perubahan inflamasi parah. Cellular infiltrat tersebar di seluruh saraf kranial,

akar syaraf, ganglion akar dorsal, dan saraf perifer.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada prognosis yang lanjut adalah

1. Kolaps pernafasan dan kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian

2. Kelemahan beberapa otot dapat menetap (Corwin, 2009).

3. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke

dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,

paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi (Israr, dkk,

2009).

I. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

21

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

a. Plasma exchange therapy (PE)

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor

autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan

hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu

nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.

Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10

hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.

b. Imunoglobulin IV

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi

autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg

juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari

virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk.

Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.

Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis

0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau

IVIg.

c. Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak

mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Tetapi, digunakan pada SGB

tipe CIDP.

2. Penatalaksanaan Nonmedis

a. Fisioterapi dada

Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps

paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera

setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk

melatih dan meningkatkan kekuatan otot.

b. Rehabilitasi medis

1) Pada stadium akut, sasaran rehabilitasi medisnya adalah:

22

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Memelihara luas gerak sendi (mencegah kontraktur) Pasif atau aktif assistif (tergantung kekuatan otot) Tidak boleh sampai lelah. Latihan dikerjakan hati-hati jangan sampai terjadi peregangan yang

berlebihan karena akan mencederai otot yang dilatih. Restling splint dapat diprogramkan untuk tangan (untuk dapat

mempertahankan posisi pergelangan tangan pada posisi fungsional) dan unutk kaki ( mencegah kontraktur tendo achilles)

Mencegah terjadinya ulkus dekubitus Ubah posisi penderita tiap 2 jam Hindari penekanan pada daerah yang mudah mengalami iskemik

misalnya dengan memberi bantalan yang lembut.

2) Pada stadium subakut, program rehabilitasi mediknya meliputi: Pelatihan luas gerak sendi jangan sampai terjadi over stretching Latihan penguatan otot disesuaikan dengan kemajuan motorik Gait training

Latihan berdiri hanya boleh dilakukan jika kekuatan otot betis mencapai lebih dari 3.

Latihan jalan hanya dapat dimulai jiak otot gluteus, hamstring dan quadriceps kekuatannya

sudah lebih dari 3. Jika kekuatan otot masih 2, latihan jalan dapat dilakukan dalam air

(hidroterapi) Latihan ADL (Activity of Daily Living)

Penderita hanya boleh makan sendiri jika kekuatan otot anggota gerak atas lebih dari 3, kadang diperlukan splint untuk pergelangan tangan dan kaki.

Kegiatan yang menyebabkan kerja berlebih harus dihindari.3) Stadium kronis

Program pencegahan imobilisasi lama harus dilakukan sebaik-baiknya.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Pengkajian

1) Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status

2) Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan

3) Riwayat keperawatan :sejak kapan, semakin memburuknya kondisi /

kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita penyakit.

b. Pemeriksaan Fisik

1) B1 (Breathing)

23

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya

kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret.

2) B2 (Bleeding)

Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.

3) B3 (Brain)

Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun,

perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, afasis

(kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan.

4) B4 (Bladder)

Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat

berkemih.

5) B5 ( Bowel)

Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus

turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.

6) B6 (Bone)

Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera / injuri fraktur tulang, hemiplegi,

paraplegi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan progresif

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis

c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mempuan

menelan

d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan disfungsi saraf cranial

e. Ansietas berhubungan dengan kehilangan kontrol dan paralisis.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Mempertahankan fungsi pernafasan

Ventilasi mekanik diperlukan pada pasien yang memperlihatkan kemunduran

pernafasan yang mengindikasikan kearah memburuknya kekuatan otot-otot

pernafasan. Pasien dengan GBS berada pada resiko tinggi aspirasi dan bersihan

jalan nafas tidak efektif akibat kelemahan. Fisioterapi dada dan peninggian kepala

tempat tidut memudahkan pernafasan dan meningkatkan batuk efektif.

24

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

b. Mengurangi efek immobilisasi

Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan memberikan latihan

rentang gerak secara pasif sedikitnya dua kali sehari. Perawat melakukan kolaborasi

dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan

menggunakan perubahan posisi yang hati-hati dan latihan rentang gerak.

c. Memberikan nutrisi yang adekuat

Untuk pencegahan kelemahan otot karena kurang nutrisi. Jika pasien tak mampu

menelan, makanan diberikan melalui selang lambung. Bila pasien dapat menelan,

makanan diberikan melalui rute oral dengan sangat hati-hati.

d. Meningkatkan komunikasi

Karena paralisis, trakeostomi dan intubasi, maka pasien tidak mampu berbicara,

tertawa atau menangis dan juga tidak dapat mengekspresikan emosinya. Masalah-

masalah ini dipersulit dengan adanya kebosanan, ketergantungan, isolasi, dan

frustasi. Untuk mengembangkan beberapa bentuk komunikasi, berupa memahami

kata-kata orang lain dengan gerakan bibir dan menggunakan kartu-kartu gambar,

yang dikombinasi dengan sistem mengedipkan mata untuk mengidentifikasi ya atau

tidak, dapat dicoba pada pasien ini.

e. Mengurangi rasa takut dan ansietas.

Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan

pengalihan misalnya membaca akan menurunkan perasaan terisolasi. Intervensi

keperawatan yang dapat membantu meningkatkan control sensasi pasien dan dalam

menurunkan ketakutan dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien,

menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping pertahanan diri,

yang positif, membentu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan

memberikan respon balik yang positif.

f. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah.

Banyak pasien GBS mengalami pemulihan yang sempurna dalam beberapa minggu

atau bulan. Pasien-pasien yang pernah mengalami paralisis total atau lama mungkin

membutuhkan beberapa tipe rehabilitasi yang dilakukan terus setalah keluar dari

rumah sakit. Program yang luas akan bergantung pada pengkajian yang dibutuhkan

dibuat oleh anggota tim kesehatan. Alternatif program yang komprehensif bagi

25

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

pasien jika dikurangi adalah penting dan dukungan sosial dibatasi untuk program

dirumah terhadap terapi fisik dan okupasi. Fase pemulihan mungkin lama dan akan

membutuhkan kesabaran serta keterlibatan pihak pasien dan keluarga untuk

mengembalikan kemampuan sebelumnya

4. STUDI KASUS

a. Kasus

Tuan L 40 tahun datang ke poliklinik RS. Arifin Ahmad Pekanbaru dengan keluhan

merasa baal yang diulai dari telapak kakinya kemudian lama-lama menjadi susah

digerakkan. Setelah itu keluhan seperti merambat naik ke paha kemudian perut.

Keluhan tersebut dirasakan simetris dikedua kakinya. Dari hasil pemeriksaan tanda-

tanda vital: TD: 160/90 mmHg. N: 90x/mnt, RR: 40x/menit, suhu 37,8oC. Pasien

dilakukan pemeriksaan lumbal fungsi dan didapatkan kadar proteinnya meningkat.

b. Analisa Data

DO DS Masalah Keperawatan

TD: 160/90 mmHg. N: 90x/mnt,

RR: 40x/menit, suhu 37,8oC

Pola nafas tidak efektif

Klien merasa baal yang

dimulai dari telapak kakinya

kemudian lama-lama menjadi

susah digerakkan. Setelah itu

keluhan seperti merambat naik

ke paha kemudian perut.

Keluhan tersebut dirasakan

simetris dikedua kakinya

Resiko kerusakan mobilitas

fisik.

TD: 160/90 mmHg. N: 90x/mnt,

RR: 40x/menit, suhu 37,8oC

Gangguan termoregulasi:

hipertermia

c. WOC

26

Faktor predisposisi dan presipitasi

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

d. Diagnosa Keperawatan dan intervensi keperawatan

27

Respon tubuh terhadap infeksi

Pajanan campilobakter jejuni

Rx. Fagositik ileh limposit

Respon limfosit terhadap antigen berubah

Kelemahan akut progresif yang bersifat asenden Kelemahan otot-otot

pernafasan

MK: resiko kerusakan mobilitas fisik

Limfosit dan makrofag

menyerang myelin

selubung myelin terlepas

System penghantaran implus

terganggu.

Guillain barre syndromPerubahan sensori

Rasa kebas (paresthesias) atau mati rasa di kaki /tangan

Pengaruh pada pernafasan

P↑ suhu tubuh

MK: gangguan termoregulasi: hipertermi

MK: pola nafas tidak efektif

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional1. Pola nafas tidak efektif

B.D paralisis otot pernafasan

Tujuan: setelah 1x24 jam

dilakukan tindakan fugsi pernafasan adekuat sesuai dengan kebutuhan individu.

Kriteria hasil: Pasien menunjukkan

ventilasi adekuat dengan tidak ada distress pernafasan, bunyi nafas bersih GDA dalam batas normal.

2. Kerusakan mobilitas fisik B.D kerusakan neuromuskuler.

Tujuan:

1. Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernafasan. Catat peningkatan kerja nafas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.

2. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon pada daerah lengan atas/ bahu.

3. Catat adanya kelelahan pernafasan selama berbicara (kalau pasien masih dapat berbicara).

4. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi duduk bersandar.

5. Berikan obat/ bantu dengan tindakan pembersihan pernafasan, seperti latihan pernafasan, perfusi dada, vibrasi, dan drainase postural.

1. Kaji kekuatan motorik/kemampuan secara fungsional dengan skala 0-5. lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai dasarnya.

2. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan

1. Peningkatan distress pernafasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernafasan atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi mekanik.

2. Penurunan sensasi seringkali (walaupun tidak selalu) mengarah pada kelemahan motorik yang mempengaruhi otot intercostal. Oleh karena itu tangan/ lengan yang terkena seringkali mengarah pada masalah gaagal nafas.

3. Merupakan indikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernafasan atau menurunnya kapasitas vital paru.

4. Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernafasan dan membatasi terjadinya risiko aspirasi sekret.

5. Memperbaiki ventilasi dan menurunksn atelektasis dengan memobilisasi sekret dan meningkatkan ekspansi alveoli paru.

1. Menentukan perkembangan atau munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan atau harapan pasien.

2. Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksas, menurunkan risiko

28

Page 27: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Diagnosa Keperawatan Intervensi RasionalKriteria Hasil:Pasien akan mempertahankan posisi fungsi dengan tidak ada komplikasi (kontraktur, dekubitus). Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian yang sakit

3. Gangguan termoregulasi: hipertermi B.D proses penyakit.

Tujuan:Pemeliharaan suhu tubuh yang normal

Kriteria Hasil:Suhu tubuh berada pada suhu normal (36,5-37,2)

perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.

3. Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.

4. Konfirmasi dengan atau rujuk ke bagian terapi fisik atau terapi okupasi.

1. Monitoring dan catat suhu tubuh secara teratur

2. Motivasi asupan cairan

3. Hindari kontak dengan infeksi

4. Jaga agar pasien tetap beristirahat

5. Berikan kompres hangat

6. Berikan antipiretik sesuai dengan yang diresepkan.

terjadimya iskemi atau kerusakan pada kulit.

3. Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi.

4. Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual atau latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu atau brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

1. Memberikan dasar deteksi dini dan evaluasi intervensi

2. Memperbaiki asupan cairan akibat pebris dan meningkatkan kenyamanan pasien

3. Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik

4. Mengurangi laju metabolik

5. Menurunkan panas melalui proses kondusi dan evaporasi

6. Membantu menurunkan panas dengan obat-obat an.

29

Page 28: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN

Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional

30