--- Asuhan ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Keperawatan Keluarga Tn
Asuhan Keperawatan kolisititis
-
Upload
sjamsul-bahri -
Category
Documents
-
view
16 -
download
2
description
Transcript of Asuhan Keperawatan kolisititis
Asuhan Keperawatan kolisititis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5
juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung
empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan
ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau
saat operasi untuk tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka
banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Semakin canggihnya peralatan dan
semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kolesistitis ?
2. Apa etiologi kolesistitis ?
3. Bagaimana patofisiologi kolesistitis ?
4. Apa tanda dan gejala kolesistitis ?
5. Bagaimana anatomi dan fisiologi kolesistitis?
6. Bagaimana pathway kolesistitis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari kolesistitis?
8. Bagaimana menifestasi klinis kolesistitis?
9. Apa pemeriksaan penunjang kolesistitis ?
10. Apa asuhan keperawatan pada pasien kolesistitis ?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas keperawatan medikal bedah berupa makalah kolesistitis
b. Tujuan khusus
1. Menjelaskan pengertian kolesistitis
2. Menjelaskan etiologi kolesistitis
3. Menjelaskan patofisiologi kolesistitis
4. Menjelaskan tanda dan gejala kolesistitis
5. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kolesistitis
6. Menjelaskan pathway kolesistitis
7. Menjelaskan Bagaimana penatalaksanaan dari kolesistitis
8. Menjelaskan menifestasi klinis kolesistitis
9. Menjelaskan penunjang kolesistitis
10. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien kolesistitis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Beberapa keainan mempengaruhi sistem bilier dan mengganggu drainase
empedu yang normal ke dalam duodenum. Kelainan ini mencakup karsinoma yang
menyumbat percabangan bilier dan infeksi pada sistem bilier. Meskipun tidak semua
dari kejadian infeksi pada kandung empedu ( kolesistitis ) berhubungan dengan batu
empedu ( kolelitiasis ). Kandung empedu dapat menjadi infeksi akut ( kolesistitis )
yang menyebabkan nyeri akut, nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran
kanan ats yang di sertai dengan gejala mual serta muntah dan tanda – tanda yang
umum di jumpai pada inflamasi akut.
Kolesistitis kalkulus terdapat pada lebih dari 90 % pasien kolesistitis akut.
Pada kolesistitis kalkulus batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu.
Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan suatu
reaksi kimia; terjadi otolisis serta edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu
akan terkompresi sehingga suplai veskulernya terganggu.
Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa
adanya obstruksi oleh batu empedu. Kolesistitis akulkulus timbul sesudah tindakan
bedah mayor, trauma berat atau luka bakar.
B. Etiologi
Pada kolisititis akut, darah mengalir ke kantong empedu mungkin menjadi
terganggu yang pada gilirannya akan menyebabkan permasalah dengan pengisian dan
pengosongan normal pada kantung empedu. Batu bisa menghalangi saluran pipa
cyctic yang akan mengakibatkan empedu menjadi terjerat di dalam kantung empedu
karena radang di sekitar batu di dalam saluran pipa. Darah yang mengalir ke area
radang akan di perkecil, melokalisir edema berkembang, kantung empedu
menggelembung karena empedu tertahan dan perubahan ischemic akan terjadi
didalam dinding kantung empedu. Kolesititis kronis terjadi ketika peristiwa
kemacetan saluran pipa cystic, yang umumnya karena batu. Pasien dapat terjangkit
penyakit kuning karena tertekannya empedu atau penyakit kuning yang bersifat
menghalangi. Jika pasien mempunyai suatu pewarnaan yang gelap pada kulit mereka,
periksa telapak tangan dan telapak kaki.
Ada peningkatan resiko untuk kantung empedu dan pengembangan batu
empedu dengan meningkatnya umur, wanita atau kelebihan berat badan, mempunyai
sejarah keluraga penyakit kantung empedu, orang- orang diet menurun berat badan
secara cepat.
C. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu :
1. Batu pigmen kemungkinan akan berbentuk bila pigmen yang tak-terkonyugasi dalam
empedu mengadakan presipitasi ( pengendapan ) sehingga terjadi batu. Resiko batu
semacam ini semakin besae pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan
bilier. Batu ini harus dikeluarkan dengan jalan operasi
2. Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus batu empedu lainnya di
Amerka Serikat. Kolesterol merupakan unsur normal pembentuk empedu yang
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutanya bergantung pada asam-basa empedu dan
lesitin dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan
terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang
kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentu batu.
D. Tanda dan Gejala
1. Perut atas, epigastric, atau sakit abdominal kanan atas yang dapat menyebar ke bahu
kanan
2. Rasa sakit pada Right Upper Quadrant ( RUQ ) meningkat dengan palpasi abdomen
kanan atas selama inspirasi menyebabkan pasien berhenti mengambil napas panjang.
3. Mual dan muntah, terutama setelah makan makanan berlemak
4. Selera makan hilang
5. Demam
6. Udara bertambah pada saluran usus ( bersendawa, kentut )
7. Kulit gatal – gatal karena terbentuknya garam empedu
8. Feses berwarna tanah liat karena kurangnya urobilinogen didalam usus
9. Penyakit kuning – kulit berwarna kekuningan dan membran mukosa berubah warna
10. Icterus – perubahan warna kekuningan pada sklera
11. Urin berwarna gelap dan berbusa karena ginjal berusaha membersihkan bilirubin
E. Anatomi dan Fisiologi kolesistitis
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus
dan collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan
arahnya keatas, belakang dan kiri.Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
membentuk duktus koledokus.Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan
sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica
kanan.V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus
F. Manifestasi Klinis
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu enepdu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang di sebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu
sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu
empedu. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan atas abdomen. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang di goreng.
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistukusi tersumbat oleh batu empedu, kantung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami koik bilier di sertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan;
rasa nyeri ini biasanya di sertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontruksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran empedu
oleh batu.
2. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita pemyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulakn gejala yang khas
yaitu : getah emepdu yang tidak lagi di bawa ke dalam duodenum akan disertai oleh
darah dan penyerapan emepdu ini membuat kulit dan mukosa menjadi kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal – gatal yang mencolok pada kulit.
3. Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang di sebut “ clay-colored “
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E dan K
yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin –
vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekua darah yang normal. Apabila batu empedu terlepas dan tidak
lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan
proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu
terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses,
nekrosis,dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
G. Pathway kolesistitis
H. Penatalaksanaan Kolesistitis
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Kurang lebih 80 % dari pasien – pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Diet yang diterapkan segera setelah serangan yang akut biasanya dibatasi
pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat
dapat dia aduk dalam susu skim. Makanan berikut ini di tambahkan jika pasien dapat
menerimanya : buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang
yang di lumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan
seperti : telur, krim , daging babi, gorengan, keju dan bumbu – bumbu yang berlemak,
dan sayuran yang membentuk gas serta alkohol harus di hindari.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat ( urdafalk ) dan kenodeoksiklat ( chenodial, chenofalk )
telah digunakan untuk melarutkan batu emepdu radiolusen yang berukuran kecil dan
terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat di bandingkan dengan asam
kenideoksikla jarang menimbulkan efek samping dan dapat di berikan dengan dosis
yang lebih kecil untuk mendapat kan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi
getah empedu. Pada banyak pasien diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk
melarutkan batu empedu dan selama terapi keadaan pasien di pantau. Dosis yang
efektif bergantung pada berat badan pasien.
Pembentukan kembali batu empedu telah dilaporkan pada 20 % hingga 50 %
pasien sesudah terapi di hentikan; dengan demikian pemberian ini dengan dosis
rendah dapat dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan tersebut.
Pemantauan dan pemerikasaan tindak lanjut terhadap enzim – enzim hati
merupakan indikasi. Kepada pasien diberitahukan agar segera melapor jika terjadi
efek samping yang merugikan dari pemakaian obatnya dan bila gejala kolesistitis
tersebut timbul kembali.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut ( monooktanin atau metil tertier buti eter (MTBE))
ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat di infuskan melalui jalur berikut :
melalui selang atau keteter yang di pasang perkutan langsung ke dalam kandung
empedu; melalui selang atau drain yang di masukkan melalui saluran T-tube untuk
melarutkan batu yang belum di keluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop
ERCP atau kateter bilier transnasal.
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum
terangkat pada saat kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah
kateter dan alat disertai jaring terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau
lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T-tube; jaring digunakan untuk
memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus.
Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Sesudah endoskop
terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater
dari duktus koledokus.
d. Extracorporeal Shock- Wave Lithotripsy ( ESWL )
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa
pembedahan. Kata litotripsi berasal dari lithos yang bearti batu, dan tripsis yang
berarti penggesekan atau friksi.
Prosedur noninvasih ini menggunakan gelombang kejut berulang yang
diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus
dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi seumlah fragmen. Geombang
kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau oleh
muatan elektromagnetik. Energi ini di salurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air
atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut
diarahkan kepada batu empedu yang akan di pecah.
2. Penatalaksanaan bedah
a. Penatalaksanaan praoperatif
Persiapan sebelum operasi kandung empedu serupa dengann persiapan bagi
setiap tindakan laparotomi abdominal bagian atas. Instruksi dan penjelasan tentang
mobilisasi tubuh dan napas dalam harus sudah disampaikan sebelum pembedahan
dilakukan. Karena insisi abdomen dilakukan pada lokasi yang lebih tinggi, pasien
sering enggan untuk bergerak dan membalikkan tubuhnya. Pneumonia dan atelektasis
merupakan komplikasi pascaoperatif yang mungkin terjadi tetapi sering dapat di
hindari dengan latihan napas dalam serta sering membalik tubuh.
b. Intervensi bedah dan sistem drainase
1. Kolesistektomi
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus
sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistitis akut
dan kronis. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dn dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah
empedu ke dalam kasa absorben.
2. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk mengeluarkan
batu kandung empedu yang berukuran lebih besar.
3. Kolesistetomi laparoskopik ( atau endoskopik ).
Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen di tiup dengan gas
karbon dioksida untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong doker bedah
melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat-optik dipasang melalui luka insisi
umbilikus yang kecil. Keuntungan pada prosedur ini adalah bahwa pasien tidak
mengalami ileus paralitik seperti yang terjadi pada operasi abdomen terbuka, dan rasa
nyeri abdominal pascaoperatif tidak begitu hebat.
4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter
kedalam duktus tersebut untuk di drainase getah empedu sampai edema mereda.
5. Bedah kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat sistem
bilier tidak jelas.
6. Kolesistostomi perkutan
Kolesistostomi perkutan dilakukan dalam penanganan dan penegakkan
diagnosis kolesistitis akut ada pasien-pasien yang beresiko jika harus menjalani
tindakan pembedahan atau anestesi umum. Pasien – pasien ini mencakup para
penderita sepsis atau gagal jantung yang berat dan pasien – pasien gagal ginjal, paru
atau hati.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasaan sinar X abdomen
2. Ultrasound pada kantung empedu memperlihatkan koletiasis, peradangan.
3. Ultrasonografi
Prosedur ini akan memberikan hasil yang akurat jika pasien berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.
4. Kolesistografi
Kolesistografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta menggosongkan isinya.
5. CT scan memperlihatkan peradangan atau koletiasis
6. ERCP ( endoscopic Retrograde Cholangiopancreato graphy )
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung dan
hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparatomi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada
kuadran kanan atas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q)
yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
Biasanya pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu
beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Biasanya pasien akan
membolak – balikkan tubuhnya dengan gelisah karna tidak mampu menemukan posisi
yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis
3. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas dan istirahat:
a. subyektif : kelemahan
b. Obyektif : kelelahan, gelisah
2. Sirkulasi :
a. Obyektif : Takikardia, Diaphoresis, berkeringat
3. Eliminasi :
a. Subyektif : Perubahan pada warna urine dan feces
b. Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas,
urine pekat, feces warna tanah liat, steatorea.
4. Makan / minum (cairan)
a. Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
b. Obyektif :
Kegemukan.
Kehilangan berat badan (kurus).
5. Nyeri/ Kenyamanan :
a. Subyektif :
Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.
Nyeri apigastrium setelah makan.
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
b. Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini
dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus ,
cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).
8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu
kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran
cerna bagian bawah.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2. Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah,
distensi, dan hipermortilitas gaster.
3. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap berhubungan
dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah
4. Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah
sakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam pasien
mengatakan nyeri hilang/terkontrol
KH : 1. Meningkatkan istirahat
2. Menghilangkan nyeri
No Intervensi Rasional
1 Dorong menggunakan teknik relaksasi,contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam.
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping.
2 Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.
3 Berikan obat sesuai indikasi; antikolinergik.
Menghilangkanreflexspasme ataukontraksiotot halus dan membantu dalam manajemen nyeri
4 Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuanatau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi.
2. Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah,
distensi, dan hipermortilitas gaster.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam keseimbangan
cairan adekuat
KH : 1. Muntah (-)
2.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
No Intervensi Rasional
1 Awasitanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.
2 Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan
Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
pengisian kapiler.
3 Berikan antimetik. Menurunkan mual dan mencegah muntah.
4 Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.
Mempertahankan volume sirkulasi danmemperbaiki ketidakseimbangan
3. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap berhubungan
dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam nutrisi terpenuhi
KH : 1. nafsu makan (+)
2. mual (-)
3. Rangsangan pada gangguan empedu (-)
No Intervensi Rasional
1 Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas.
2 Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau.
Untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.
3 Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang napsu makan sampai minimal.
Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
4 Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat.
5 Tambahkan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi makanan penghasil gas dan makanan/makanan tinggi lemak.
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandungan empedu.
4. Kurang pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah
sakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa health
educationselama 1x24jam pasien bisa mengerti tentang merawat diri sendiri.
KH : 1. Pasien bisa mengerti tentang penyakit, pengobatan dan prognosis.
2. Pasien menunjukkan perubahan pola hidup.
NO Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit/ prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan.
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. Kaji ulang program obat, kemunkinan efek samping.
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka pnjang. Terjadinya diare/kram selama terapi senodiol dapat dihubungkan dengan dosis/dapat diperbaiki.
3. Anjurkan istirahat pada posisi semi fowler setelah makan.
Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung
empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang
disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen
empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C.
Long, 1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering
pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin
meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari
3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).
B. Saran
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah
terjadinyakolelitiasis adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien kolelitiasis harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian kolelitiasis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddarth .1997.keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Doengoes E Marilymn.1993. rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
Digiulio mary, Jackson donna.2007. keperawatan medikal bedah. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Dorland newman. 2008. Kamus saku kedokteran dorland. Jakarta: EGC