ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
Yuni Fajri
A/KP/VI
04.07.1607
A. DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak
kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50
tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab
umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu
kelainan.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid
hidung terdiri dari :
pangkal hidung (bridge)
dorsum nasi (dorsum=punggung)
puncak hidung
ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung adalah untuk :
1. jalan napas
2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. penyaring udara
4. sebagai indra penghidu (penciuman)
5. untuk resonansi udara
6. membantu proses bicara
7. refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan
berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga
hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus
kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
C. KLASIFIKASI
1. Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan
jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat
belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau
tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan
ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan,
yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke
paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang
hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti
menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat
mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke
rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang
digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam
perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit
kedepan.
2. Mimisan Belakang
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih
berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak
menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami
perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan
masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa
kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian
ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan
balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut
tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan
perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari
pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini
dinamakan ligasi.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :
sinusitis
septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
deformitas (kelainan bentuk) hidung
aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
kerusakan jaringan hidung
infeksi
E.ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,bena asing di hidung,trauma
pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik
seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada
penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat
dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau
busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia)
F. PATOFISIOLOGI
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya
pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh
darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat
banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri
sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian
depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut
sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua
jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke
tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan
berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga
hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi
posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah
faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas
1. hentikan perdarahan
tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor
pencetus epistaksis dan hindari
2. jika perdarahan berlanjut :
dapat akibat penekanan yang kurang kuat
bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi
perdarahan
dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-
semprot hidung) ke daerah perdarahan
apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia
(perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung
Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi
oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan
salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat
vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan
darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin
time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan
crossmatching
H. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu
yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- AnemiA
I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut
J. Perncanaan Keperawatan
1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi
(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan
otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1 Mandiri
Kaji bunyi atau kedalaman
pernapasan dan gerakan dada.
Catat kemampuan mengeluarkan
mukosa/batuk efektif
Penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan
wheezing menunjukkan akumulasi
sekret
Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
paru atau luka bronchial
Berikan posisi fowler atau semi
fowler tinggi
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea
Pertahankan masuknya cairan
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
Posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan
Mencegah obstruksi/aspirasi
Membantu pengenceran sekret
1 2 3
2 Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi
mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator
Mukolitik untuk menurunkan batuk,
ekspektoran untuk membantu
memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk
menurunkan ketidaknyamanan
3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1 Kaji tingkat kecemasan klien
Berikan kenyamanan dan
ketentraman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang
dengan menyentuh klien )
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang
dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas,
singkat mudah dimengerti
Singkirkan stimulasi yang
berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan
yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
Menentukan tindakan selanjutnya
Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih
kooperatif
Dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
Mengetahui perkembangan klien
secara dini.
Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1 Kaji tingkat nyeri klien
Jelaskan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya
Ajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi
Observasi tanda tanda vital dan
keluhan klien
Kolaborasi dngan tim medis
- Terapi konservatif :
a. obat Acetaminopen; Aspirin,
dekongestan hidung
Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya
Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam
perawatan untuk mengurangi nyeri
Klien mengetahui tehnik distraksi dan
relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami
nyeri
Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..
2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC).
Mosby. Philadelpia
5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.
6. http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.html
7. blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html