ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

17
ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS Yuni Fajri A/KP/VI 04.07.1607 A. DEFINISI Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun. Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan. B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari : pangkal hidung (bridge) dorsum nasi (dorsum=punggung) puncak hidung ala nasi (alae=sayap) Fungsi hidung adalah untuk : 1. jalan napas 2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara) 3. penyaring udara 4. sebagai indra penghidu (penciuman)

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Yuni Fajri

A/KP/VI

04.07.1607

A. DEFINISI

Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak

kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50

tahun.

Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab

umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu

kelainan.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid

hidung terdiri dari :

pangkal hidung (bridge)

dorsum nasi (dorsum=punggung)

puncak hidung

ala nasi (alae=sayap)

Fungsi hidung adalah untuk :

1. jalan napas

2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)

3. penyaring udara

4. sebagai indra penghidu (penciuman)

5. untuk resonansi udara

6. membantu proses bicara

7. refleks nasal

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus

epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga

hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang

hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti

mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan

pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus

kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.

C. KLASIFIKASI

1. Mimisan Depan

Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut

'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan

jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun

lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.

Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik

melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat

belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau

tengadah.

Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat

hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat :

1. Mengorek-ngorek hidung

2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC

3. Terlalu lama terpapar sinar matahari

4. Pilek atau sinusitis

5. Membuang ingus terlalu kuat

Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti

sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan

mengompres hidung dengan air dingin.

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:

1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.

Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.

Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan

ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan,

yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke

paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.

2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang

hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti

menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat

mulut.

3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu

mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.

4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan

menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.

5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke

rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang

digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam

perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit

kedepan.

2. Mimisan Belakang

Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah

rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih

berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak

menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.

Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami

perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan

masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa

kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.

Beberapa penyebab mimisan belakang :

1. Hipertensi

2. Demam berdarah

3. Tumor ganas hidung atau nasofaring

4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.

5. Kekurangan vitamin C dan K.

6. Dan lain-lain

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus

segera dibawa ke puskesmas atau RS.

Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter

dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian

ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan

balon. Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut

tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan

perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan

kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari

pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini

dinamakan ligasi.

D. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul :

sinusitis

septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)

deformitas (kelainan bentuk) hidung

aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)

kerusakan jaringan hidung

infeksi

E.ETIOLOGI

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Penyebab lokal :

1.      Trauma misalnya karna mengorek hidung,taerjatuh,terpukul,bena asing di hidung,trauma

pembedahan,atau iritasi gas yang merangsang.

2.      Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik

seperti lepra dan sifilis.

3.      Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.

4.      Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada

penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat

dingin.

5.      Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau

busuk.

6.      Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.

Penyebab sistemik :

1.      Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah

2.      Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.

3.      Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.

4.      Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.

5.      Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia)

F. PATOFISIOLOGI

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya

pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh

darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat

banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri

sphenopalatina.

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)

interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina.

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian

depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,

arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut

sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua

jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke

tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus

epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan

berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga

hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang

hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti

mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan

pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

G. PENATALAKSANAAN

Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC

- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk

- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan

darah yang   mengalir ke belakang tenggorokan

- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,

pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi

posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah

faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas

1. hentikan perdarahan

tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit

tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk

jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor

pencetus epistaksis dan hindari

2. jika perdarahan berlanjut :

dapat akibat penekanan yang kurang kuat

bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi

perdarahan

dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-

semprot hidung) ke daerah perdarahan

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia

(perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung

Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi

oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan

salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat

vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.

Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan

darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin

time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan

crossmatching

H. PENGKAJIAN

1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,

2. Riwayat Penyakit sekarang :

3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu

yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial

a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0

b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek

samping

b. Pola nutrisi dan metabolisme :

- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

c. Pola istirahat dan tidur

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri

- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun

e. Pola sensorik

- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik

purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik

a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.

b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :

- Mengeluh badan lemas

Data Obyektif

- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak

- Gelisah

- Penurunan tekanan darah

- Peningkatan denyut nadi

- AnemiA

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. PK : Perdarahan

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

3. Cemas

4. Nyeri Akut

J. Perncanaan Keperawatan

1. PK : Perdarahan

Tujuan : meminimalkan perdarahan

Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis

INTERVENSI

- Monitor keadaan umum pasien

- Monitor tanda vital

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

- Monitor jumlah perdarahan psien

- Awasi jika terjadi anemia

- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian

transfusi, medikasi

(Diagnosa NANDA,NIC,NOC)

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif

Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan

otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1 Mandiri

Kaji bunyi atau kedalaman

pernapasan dan gerakan dada.

Catat kemampuan mengeluarkan

mukosa/batuk efektif

Penurunan bunyi nafas dapat

menyebabkan atelektasis, ronchi dan

wheezing menunjukkan akumulasi

sekret

Sputum berdarah kental atau cerah

dapat diakibatkan oleh kerusakan

paru atau luka bronchial

Berikan posisi fowler atau semi

fowler tinggi

Bersihkan sekret dari mulut dan

trakea

Pertahankan masuknya cairan

sedikitnya sebanyak 250 ml/hari

kecuali kontraindikasi

Posisi membantu memaksimalkan

ekspansi paru dan menurunkan upaya

pernafasan

Mencegah obstruksi/aspirasi

Membantu pengenceran sekret

1 2 3

2 Kolaborasi

Berikan obat sesuai dengan indikasi

mukolitik, ekspektoran,

bronkodilator

Mukolitik untuk menurunkan batuk,

ekspektoran untuk membantu

memobilisasi sekret, bronkodilator

menurunkan spasme bronkus dan

analgetik diberikan untuk

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

menurunkan ketidaknyamanan

3. Cemas

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :

- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1 Kaji tingkat kecemasan klien

Berikan kenyamanan dan

ketentraman pada klien :

- Temani klien

- Perlihatkan rasa empati( datang

dengan menyentuh klien )

Berikan penjelasan pada klien

tentang penyakit yang

dideritanya perlahan, tenang seta

gunakan kalimat yang jelas,

singkat mudah dimengerti

Singkirkan stimulasi yang

berlebihan misalnya :

- Tempatkan klien diruangan

yang lebih tenang

- Batasi kontak dengan orang lain

/klien lain yang kemungkinan

mengalami kecemasan

Observasi tanda-tanda vital.

Bila perlu , kolaborasi dengan tim

medis

Menentukan tindakan selanjutnya

Memudahkan penerimaan klien

terhadap informasi yang diberikan

Meningkatkan pemahaman klien

tentang penyakit dan terapi untuk

penyakit tersebut sehingga klien lebih

kooperatif

Dengan menghilangkan stimulus yang

mencemaskan akan meningkatkan

ketenangan klien.

Mengetahui perkembangan klien

secara dini.

Obat dapat menurunkan tingkat

kecemasan klien

4. Nyeri Akut

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

Kriteria hasil :

- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang

- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional

1 2 3

1 Kaji tingkat nyeri klien

Jelaskan sebab dan akibat nyeri

pada klien serta keluarganya

Ajarkan tehnik relaksasi dan

distraksi

Observasi tanda tanda vital dan

keluhan klien

Kolaborasi dngan tim medis

- Terapi konservatif :

a. obat Acetaminopen; Aspirin,

dekongestan hidung

Mengetahui tingkat nyeri klien dalam

menentukan tindakan selanjutnya

Dengan sebab dan akibat nyeri

diharapkan klien berpartisipasi dalam

perawatan untuk mengurangi nyeri

Klien mengetahui tehnik distraksi dan

relaksasi sehinggga dapat

mempraktekkannya bila mengalami

nyeri

Mengetahui keadaan umum dan

perkembangan kondisi klien.

Menghilangkan /mengurangi keluhan

nyeri klien

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,

Jakarta..

2. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta

3. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

4. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC).

Mosby. Philadelpia

5. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.

Philadelpia.

      6. http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.html

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

      7. blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html