ASTROSITOMA
-
Upload
leonita-budi-utami -
Category
Documents
-
view
111 -
download
0
description
Transcript of ASTROSITOMA
ASTROSITOMA
TINJAUAN PUSTAKA
ASTROSITOMA
I. Definisi
Merupakan neoplasma otak yang berasal dari salah satu bentuk sel glia, yaitu sel berbentuk
bintang yang disebut astrosit. Astrositoma merupakan glioma yang paling sering dijumpai
pada bagian utama otak, yaitu serebrum.
II. Epidemiologi
Astrositoma terjadi pada semua usia, tersering antara 40-60 tahun. Pria:wanita = 2:1. Lokasi
primer sering ditemukan pada regio frontal, temporal, parietal dan ganglia basalis, paling
jarang di lobus oksipital. Klasifikasi mikroskopik dibagi empat tingkat (Kernohan I-IV),
namun ketepatannya terbatas. Penjelasan paling praktis untuk klinisi adalah membagi tumor
kedalam ‘maligna’ dan ‘derajat rendah’.
III. Klasifikasi
Klasifikasi astrositoma secara umum dan yang paling banyak dipakai, menurut World Health
Organization dibagi dalam beberapa tipe dan grade:
1. Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumbuh lambat dan jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda. Mereka dapat disembuhkan secara tuntas dan memuaskan.
Namun demikian, apabila mereka menyerang pada tempat yang sukar dijangkau, masih dapat
mengancam hidup.
1. Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa dapat berlanjut ke tahap
berikutnya. Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.
1. Astrositoma Anaplastik (Grade III)
Sering disebut sebagai astrositoma maligna. Tumbuh dengan cepat dan menyebar ke jaringan
sekitarnya. Sel-sel tumornya terlihat berbeda dibanding dengan sel-sel yang normal. Rata-rata
pasien yang menderita tumor jenis ini berumur 41 tahun.
1. Gliobastoma multiforme (Grade IV)
Tumbuh dan menyebar secara agresif. Sel-selnya sangat berbeda dari yang normal.
Menyerang pada orang dewasa berumur antara 45 sampai 70 tahun.
Tumor ini merupakan salah satu tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.
Grade I dan II juga dikenal sebagai Astrositoma berdifrensiasi baik (Well differentiated
astrocytomas). Sedangkan Grade III dan IV sering disebut Astrositoma maligna.
1. IV. Gambaran Klinis
Gejala-gejala yang umumnya terjadi pada tumor astrositoma merupakan akibat peningkatan
tekanan intra kranium. Gejala-gejala tersebut antara lain sakit kepala, muntah, dan perubahan
status mental. Gejala lainnya, seperti mengantuk, lethargy, penurunan konsentrasi, perubahan
kepribadian, kelainan konduksi dan kemampuan mental yang melemah terlihat pada awal-
awal timbulnya gejala. Biasanya terdapat pada satu dari empat penderita tumor otak maligna.
Pada anak, peningkatan intra kranium yang disebabkan oleh tumor astrositoma bisa
memperbesar ukuran kepala. Perubahan-perubahan (seperti pembengkakkan) dapat
diobservasi di bagian belakang retina mata, dimana terdapat bintik buta, yang disebabkan
oleh terjepitnya Nn.Optici. Biasanya tidak terdapat perubahan pada temperatur, tekanan
darah, nadi atau frekuensi pernafasan kecuali sesaat sebelum meninggal dunia. Kejang-kejang
juga dapat ditemukan pada astrositoma diferensiasi baik.
Gejala yang terjadi dapat juga berupa tanda dan gejala kerusakan otak fokal; disfasia,
hemiparesis, perubahan personal.
Walaupun spektrum dari gejala-gejala sama pada semua jenis tumor glia namun frekuensi
dari gejala-gejala yang berbeda bervariasi tergantung dari apakah lesinya grade rendah atau
tinggi. Sebagai contoh, glioma grade rendah dimulai dengan kejang-kejang terdapat pada
sekitar 80% dari pasien dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki kelainan pada
pemeriksaan neurologis; sekitar 25% pasien-pasien dengan glioblastoma mengalami kejang-
kejang tetapi yang paling banyak memiliki gejala-gejala sensoris atau motoris terlateralisasi
yang jelas terlihat.
Gejala-gejala tumor astrositoma juga memiliki variasi yang tergantung pada bagian mana dari
otak yang terkena. Terkadang tipe kejang dapat membantu untuk menentukkan lokasi di
mana tumor tersebut berada.
Dengan pengecualian kejang, gejala biasanya timbul bertahap, berjalan beberapa minggu,
bulan atau tahun, kecepatan tergantung derajat keganasan. Perburukan mendadak
menunjukkan perdarahan pada daerah nekrotik.
1. V. Pemeriksaan
A. Foto polos tengkorak
Kurang begitu bermanfaat, pergeseran pineal yang berkalsifikasi atau erosi dorsum sella
menunjukkan adanya massa intrakranial.
1. CT scan
Bervariasi, umumnya lesi maligna dan derajat rendah menunjukkan karakter berbeda. Pada
astrositoma maligna/glioblastoma multiforme dijumpai daerah berdensitas campuran,
penguatan ireguler dengan kontras. Tak ada daerah pembatas antara tumor dan otak
menunjukkan infiltrasi. Daerah sentralnya berdensitas rendah menunjukkan area nekrotik
atau ruang kistik; masing-masing tidak terdapatenhancement. Efek massa berupa kompresi
ventrikuler serta pergeseran garis tengah yang jelas. Daerah sekitarnya berdensitas rendah
menunjukkan edema atau tumor infiltratif. Pada astrositoma derajat rendah tampak daerah
densitas rendah, biasanya tidak diperkuat kontras, menunjukkan lesi infiltratif derajat rendah;
deteksi sering sulit pada tahap dini. Terkadang terjadi kalsifikasi. Beberapa tumor derajat
rendah mensekresikan cairan yang bisa mengelilingi lesi: ‘astrositoma sistika jinak’.
1. MRI
MRI Scan dengan penampakan tumor pada potongan axial dan sagital ialah metode pilihan
pada kasus-kasus curiga astrositoma. MRI memberikan garis batas tumor lebih akurat
dibandingkan dengan CT Scan, dan MRI Scan yang teratur dapat dilakukan sebagai follow
up pasca penatalaksanaan. Astrositoma biasanya terlihat sebagai daerah dengan peningkatan
densitas dan menunjukkan enhancement setelah dimasukkan bahan kontras. Pergeseran
struktur-struktur garis tengah dan penipisan dinding ventrikel lateralis di sisi tumor dapat
terlihat.
Gambar 2.1. Posisi Axial (kiri) dan Posisi Coronal (kanan) MRI scan menunjukkan
astrositoma regio mesial lobus mid-temporal.
VI. Penatalaksanaan
Tumor pilositik hemisfer harus dieksisi sebisa mungkin, karena hampir seratus persen pasien
dapat bertahan hidup sepuluh tahun setelah dioperasi. Garis tengah astrositoma harus dieksisi
sebisa mungkin, tetapi tumor-tumor yang anaplasia cenderung untuk menyebar dalam
neuraxis, dan direkomendasikan penatalaksanaan lanjutan berupa radiasi lokal sampai radiasi
craniospinal ditambah dengan kemoterapi.
Semua model utama pengobatan kanker, yaitu operasi, radiasi, dan kemoterapi, dipakai untuk
menatalaksana astrositoma maligna. Pendekatan ini identik baik untuk astrositoma anaplastik
maupun glioblastoma, namun memiliki prognosis yang berbeda. Dengan penatalaksanaan
yang identik, median lamanya bertahan untuk pasien dengan astrositoma anaplastik ialah 3
tahun, dengan beberapa pasien yang masih bisa bertahan sampai satu dekade atau lebih.
Namun demikian, angka bertahan hidup secara keseluruhan untuk pasien glioblastoma ialah
hanya sekitar 1 tahun, dan jarang sekali yang dapat bertahan sampai 3 tahun.
Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap angka bertahan hidup pasien. Dewasa
muda secara signifikan dapat bertahan hidup lebih lama daripada pasien yang tua, walaupun
memakai metode terapi yang identik. Dapat dikatakan, pasien berumur 65 tahun memiliki
prognosis yang buruk. Keadaan umum juga menunjukkan suatu pengaruh yang kuat. Pasien
dengan keadaan umum baik dapat bertahan hidup lebih lama daripada yang kurang baik.
Pasien dengan riwayat gejala-gejala yang banyak, seperti kejang-kejang, dapat bertahan
hidup lebih lama daripada yang gejalanya minimal.
Operasi, radioterapi, kemoterapi dapat membantu mengontrol penyakit dalam satu waktu,
tapi tumor timbul kembali pada kebanyakan pasien, terutama pada tempat yang sebelumnya.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada astrositoma maligna:
1. 1. Operasi: Reseksi agresif dengan pengangkatan seluruh massa yang
mengganggu ialah tujuan utama dari operasi. Pada kebanyakan pasien, eksisi total
secara umum meningkatkan fungsi neurologis, mengurangi oedema didaerah
sekitar dan memperpanjang ketahanan hidup. Walau ketika tumor melibatkan area
yang penting di otak, evaluasi pre-operasi dengan fungsional MRI (fMRI) dan
pemetaan intra-operatif terkadang dapat memudahkan ahli bedah saraf yang
terampil untuk mengeksisi lesi-lesi ini secara keseluruhan. Eksisi total juga
memudahkan ahli Patologi Anatomi untuk menegakkan diagnosis yang akurat.
Batas reseksi harus diukur dengan post-operatif MRI, dilakukan 72 jam post-
operatif, karena pengangkatan tumor intra-operatif terkadang tidak akurat. Tumor
yang bersifat multifokal, bilateral, atau yang melibatkan struktur yang peka seperti
thalamus, tidak boleh diangkat pada operasi. Pada pasien-pasien tersebut dilakukan
biopsy stereotaktis pada jaringan tumor.
2. 2. Radioterapi: Paling aktif pada tumor maligna yang tumbuh cepat, derajat III
dan IV. Radioterapi memperpanjang usia, namun tidak menyembuhkan.
3. 3. Kemoterapi: Dari penelitian yang dilakukan para ahli, 20% pasien yang
memakai kemoterapi nitrosourea terlihat memiliki angka ketahanan hidup yang
lebih panjang. Namun banyak dokter sekarang ini memakai temozolomide.
Temozolomide ialah obat yang bersifat alkylating agent, diberikan per oral. Secara
empiris sangat baik pengaruhnya untuk perawatan pasien yang menderita glioma
ganas yang kambuh kembali dan telah menjadi standard pengobatan untuk kasus-
kasus seperti itu.
4. 4. Medikamentosa
- Terapi Steroid untuk pasien dengan peninggian TIK, dosis pembebanan 12 mg. i.v. diikuti
4 mg q.i.d. mengurangi edema peritumoral dan menyebabkan perbaikan gejala secara cepat.
Setelah beberapa hari, dosis diturunkan bertahap untuk mencegah toksisitas.
1. VII. Aspek Rehabilitasi Pasien dengan Tumor Otak
Program rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin dan berorientasi pada pemulihan fungsi
seoptimal mungkin atau memanfaatkan fungsi yang masih ada untuk kesejahteraan penderita
melalui pendekatan tim yang terpadu. Tidak hanya melihat kecacatan fisik penderita tetapi
keseluruhan baik psikologik, sosial, vokasional, pendidikan dan rekreasi penderita.
1. 1. Fisioterapi
Fisioterapis bertanggung jawab untuk evaluasi, pengembangan dan supervisi program latihan
terapi. Program latihan yang dapat diberikan antara lain: latihan gerak sendi bisa pasif, aktif
dibantu atau aktif sesuai kekuatan otot penderita untuk mencegah kontraktur, latihan untuk
meningkatkan kekuatan otot dan mencegah atropi otot-otot, latihan fasilitasi / redukasi otot,
latihan mobilisasi. Positioning dan turning (merubah posisi tiap 2 jam) untuk cegah ulkus
dekubitus, ROM exercise aktif dan pasif
Program latihan tersebut akan berhasil bila:
1. Penjelasan yang baik dan demonstrasi yang mudah dimengerti dan dilakukan.
2. Supervisi latihan dan koreksi bila salah.
3. Pertimbangan toleransi nyeri dan kelelahan.
4. Penjadwalan dan diselingi penilaian ulang.
5. Pasien memerlukan latihan tersendiri dan perhatian khusus kasus demi kasus.
6. Adakalanya perlu latihan berkelompok dalam melakukan gerakan secara bersama-
sama.
7. Melanjutkan program latihan di rumah dan memberi pengertian kepada keluarga.
Komunikasi fisioterapis dengan anggota tim lain terutama mengenai kemampuan fisik atau
kognitif dan keterbatasan dalam melakukan latihan.
1. 2. Okupasi terapi
Ditujukan untuk memulihkan penderita hingga mandiri dan hidup normal, serta produktif.
Evaluasi penampilan penderita baik ADL sederhana maupun rumit berpakaian, berdandan,
kordinasi motorik halus, persepsi visuospasial dan assesmen lingkungan.
Penatalaksanaan yang direncanakan berupa:
1. Evaluasi dan pemulihan kemampuan penderita dalam hubungannya dengan ADL
dan pekerjaan.
2. Memanfaatkan fungsi yang tersisa dengan alat bantu.
3. Memperbaiki pengertian akan cacat yang disandang dan fungsi psiko sosial
sebagai bagian dari kemanusiaan.
4. 3. Terapi bicara
Gangguan komunikasi dapat terjadi akibat tumor otak. Dalam hal ini ditangani olehspeech
therapist yang terlatih mengatasi gangguan berbahasa, persepsi, evaluasi dan pembentukan
bahasa. Apabila suara belum ada maka modalitas berkomunikasi harus dilatih seperti
memakai tulisan, lambang jari atau cara lain yang bisa dimengerti.
Speech therapist juga melatih penderita yang mengalami gangguan menelan.
1. 4. Ortotik Prostetik
Pilihan alat ortosa atau protesa yang cocok harus mempertimbangkan anatomi, fisiologi dan
aspek patologi juga harus melihat faktor-faktor keindahan gerak, terhindar dari nyeri,
pekerjaan, sikap psikologik dan sosio ekonomi penderita.
Harus diusahakan sedemikian rupa bila memakai ortosa dan protesa, penderita mendekati
kehidupan biasa dan produktif.
Alat-alat yang dapat digunakan antara lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee
back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot
orthotic (KAFO).
1. 5. Psikologi
Penderita tumor otak sebelum dan sesudah pengobatan mungkin akan mengalami suatu
situasi baru terutama bila ada defisit fungsi. Dalam hal ini psikolog sebagai anggota tim
rehabilitasi berperan untuk menilai dan mengevaluasi fungsi perasaan dan kognitif penderita;
termasuk di dalamnya adalah:
1. Efek psikologik dan intelek yang terganggu akibat tumor otak.
2. Fungsi sebelum menderita dan sekarang.
3. Akibat kronik tumor otak.
4. Kemampuan penderita menerima keadaannya.
5. Persepsi penderita tentang keadaannya dan pandangan orang lain terhadap dia.
6. Peranan lingkungan.
Sikap emosi dan mental sangat menentukan keberhasilan proses rehabilitasi. Rata-rata 50%
pada orang dewasa dan lebih tinggi lagi pada anak-anak.
1. 6. Pekerja Sosial Medik
Diagnosis sosial termasuk kemampuan penderita menerima defisit fungsinya dan penerimaan
penderita terhadap program rehabilitasi.
Pelayanan pekerja sosial medik yang diberikan kepada penderita dan keluarga adalah :
Penerangan tentang cacatnya, kehidupan sex, bantuan keuangan dan badan sosial, situasi
tempat tinggal yang hams sesuai pada keadaan penderita, halangan bangunan yang mesti
diubah, kamar mandi yang cocok dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Astrocytoma. http://www.wikipedia.com
Chandra, 1994. Neurologi Klinik. Stroke, Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas
Kedokteran Unair/ RSUD Dr Soetomo. Hal:29-34.
Djamil, M. 2009. Tumor Intra Kranial. http://www.neurosurgery.com
Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 2004 Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Hal:
392-402.
Simatupang, P.T. 1992. Rehabilitasi Pasien dengan Tumor Otak. Cermin Dunia Kedokteran
No.77