aspek spiritual dan moral

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan usaha untuk menciptakan sejumlah tata-aturan dan upacara. Dengan aturan- aturan tersebut kita dapat menyelamatkan diri dari gangguan naluri serta dasar rasa takut karena agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan batin manusia. Agama berisi peraturan-peraturan untuk kebaikan umat manusia. Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan atau kelakuan, akhlak, dan sebagainya. Moral adalah suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai hal yang baik-baik. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari spiritual (agama) dan moral ? 2. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan penghayatan keagamaan ? 1

description

PPD

Transcript of aspek spiritual dan moral

Page 1: aspek spiritual dan moral

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama merupakan usaha untuk menciptakan sejumlah tata-aturan dan

upacara. Dengan aturan-aturan tersebut kita dapat menyelamatkan diri dari

gangguan naluri serta dasar rasa takut karena agama juga menyangkut

masalah yang berhubungan dengan batin manusia. Agama berisi peraturan-

peraturan untuk kebaikan umat manusia.

Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan atau

kelakuan, akhlak, dan sebagainya. Moral adalah suatu tindakan manusia yang

bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai hal yang

baik-baik. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara

perbuatan yang benar dan yang salah. Moral merupakan kendali dalam

bertingkah laku.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari spiritual (agama) dan moral ?

2. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan penghayatan keagamaan ?

3. Bagaimana menurut pandangan islam tentang aspek-aspek spiritual

(agama) dan moral ?

4. Bagaimanakah kaitannya dengan aspek-aspek yang lain ?

1

Page 2: aspek spiritual dan moral

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritual (Agama) dan Moral

1. Pengertian spiritual (agama)

Kata spritualitas berasal dari bahasa inggris yaitu “spirituality”,

kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwa, semangat (Echols & Shadily,

1997). Kata spirit sendiri berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti:

luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage), energi

atau semangat (vigor), dan kehidupan (Ingersoll, 1994). Kata sifat spiritual

berasal dari kata latin spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian)..

Menurut kamus webster (1963) kata “spirit” berasal dari kata

benda bahsa latin “spiritus” yang berarti nafas dan kata kerja “spirare”

yang berarti untuk bernafas. Melihat asal katanya, untuk hidup adalah

untuk bernapas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Menjadi

spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat

kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau

material.

Definisi tentang spiritualitas meliputi komunikasi dengan tuhan

(Fox, 1983) dan upaya seseorang untuk bersatu dengan tuhan (Magill &

McGreal, 1988). Sedangkan menurut Witmer (1989) mendefinisikan

spiritualitas sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau

suatu yang lebih agung dari diri sendiri.

Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam

mencapai tujuan dan makna hidup. Disamping itu spiritual (agama)

merupakan usaha untuk menciptakan sejumlah tata aturan dan upacara.

Dengan aturan-aturan tersebut, kita dapat menyelamatkan diri dari

gangguan naluri serta dasar rasa takut karena agama juga menyangkut

masalah yang berhubungan dengan batin manusia.

Agama berisi peraturan-peraturan untuk kebaikan umat manusia.

Manusia adalah makhluk yang berperasaan, beremosi, dan berafeksi.

Sikap-sikap yang amat berbeda terhadap perasaan itu menjadi peringatan

2

Page 3: aspek spiritual dan moral

bahwa bagi banyak orang agama memiliki kandungan rasa dan emosi

tinggi. Spiritualitas dapat merupakan ekspresi dari kehidupan yang

dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam

pandangan hidup seseorang, dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi.

2. Pengertian Moral

Istilah moral berasal dari kata latin “mores” yang artinya tatacara

kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Moral memiliki tiga komponen,

yaitu:

Komponen afektif moralitas (moral affect) merupakan berbagai jenis

perasaan yang menyertai pelaksanaan prinsip etika. Islam mengajarkan

pentingnya rasa malu untuk melakukan perbuatan yang tidak baik

sebagai sesuatu yang penting.

Komponen kognitif moralitas (moral reasoning) merupakan pikiran

yang ditunjukkan seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan

yang benar atau yang salah. Islam mengajarkan bahwa Allah

mengilhamkan ke dalam jiwa manusia dua jalan yaitu jalan kefasikan

dan ketakwaan. Manusia memiliki akal untuk memilih jalan mana

yang ia akan tempuh.

Komponen perilaku moralitas (moral behavior) merupakan tindakan

yang konsisten terhadap tindakan moral seseorang dalam situasi di

mana mereka harus melanggarnya. Islam menggambarkan bahwa

memilih melakukan jalan yang benar seperti menempuh jalan yang

mendaki lagi sukar.

Pengertian moral menurut para ahli antara lain:

1. Menurut (purwadarminto, 1957:957), moral adalah ajaran tentang baik

buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya.

2. Menurut Rogers (2008), moral merupakan standar baik buruk yang

ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu

sebagai anggota sosial.

Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa moralitas

merupakan aspek kepribadian atau ajaran tentang baik buruk perbuatan

atau kelakuan, akhlak yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan

3

Page 4: aspek spiritual dan moral

kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral

diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan,

ketertiban, dan keharmonisan. Dan morallah yang membedakan manusia

dari makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah dalam moral

diatur segala perbuatan yang dimiliki baik dan perlu dilakukan, dan suatu

perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan

dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan

yang salah. Moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

B. Tahap-Tahap Perkembangan Penghayatan Keagamaan

Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan

penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan

intelektual, di samping emosional dan volisional (konatif), mengalami

perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, william

James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan

keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif

menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai

berikut:

1. Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai oleh:

Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya;

Pandangan ke-Tuhan-an yang anthropornmorph (dipersonifikasikan);

Penghayatan secara rohaniah masih superficial (masih belum

mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi

dalam berbagai kegiatan ritual;

Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideossyncritic (menurut

khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya

yang masih bersifat centric (memandang sesuatu dari sudut dirinya);

2. Masa anak sekolah (7-12 tahun) yang ditandai oleh:

Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian;

Pandangan danpaham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional

berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator

alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya;

4

Page 5: aspek spiritual dan moral

Penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan

kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.

3. Masa remaja (12-18) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu:

a. Masa remaja awal yang ditandai oleh:

Sikap negatif (meskipun tidak terang-terangan) disebabkan alam

pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama

secara hypocric (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak

selalu selaras dengan perbuatannya;

Pandangan dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia

banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran

atau aliran paham banyak tidak cocok atau bertentangan satu

sama lain;

Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik (diliputi kewas-

wasan) swehingga banyak yang enggan melakukan berbagai

kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh

kepatuhan.

b. Masa remaja akhir yang ditandai oleh:

Sikap kembali, pada umumnya, ke arah positif dengan

tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi

pegangan hidupnya menjelang dewasa;

Pandanga dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalan konteks

agama yang dianut dan dipilihnya;

Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses

identifikasi dan merindu pula ia dapat membedakan antara agama

sebagai doktrin atau ajaran dan manusia sebagai penganutnya,

yang baik (saleh) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa

terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh

toleransi seyogianya diterima sebagai kenyataan yang hidup di

dunia ini.

5

Page 6: aspek spiritual dan moral

C. Aspek-Aspek Spiritual Dan Moral Menurut Pandangan Islam

Menurut pandangan islam moral atau akhlak itu tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan beragama. Karena nilai-nilai yang tegas, pasti tetap tidak bisa

berubah karena keadaan. Tempat dan waktu adalah nilai-nilai yang bersumber

dari agama. Ari Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ (Emotional Spiritual

Question), juga menjelaskan bahwa kekuatan berfikir (manusia) memiliki

potensi bagi yang besar bagi hidup manusia. Dimana iman yang dimaksud

adalah keyakinan dalam hati, mengucapkan dalam lisan serta mengamalkan

perbuatan iman sebagai dasar rujukan dalam proses berfikir secara aktual yang

dimanifestasikan dalam bentuk amal soleh yaitu suatu bentuk aktivitas kerja,

kreatifitas yang ditempuh oleh semangat tauhid untuk mewujudkan rahmatan

lil alamin. Keseimbangan bagi alam dan segala isinya.

Hal ini sesuai dengan akhlak/moral islam yang merupakan suatu sikap

dan perilaku perbuatan yang luhur, yang mempunyai hubungan dengan dzat

yang maha kuasa:Allah SWT. Bahwasannya akhlak islam juga adalah produk

dari keyakinan atas kekuasaan dzat ke-Esa-an tuhan, jadi dia adalah produk

dari jiwa tauhid. Meskipun akhlak islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-

Sunnah, bukan berarti islam tidak memandang akal sebagai tolak ukur

perbuatan itu baik atau buruk. Peranan akal dalam mempertimbangkan baik

tau buruknya suatu perbuatan juga sangat besar. Karenanya perbuatan bisa

dinilai baik juga pikirannya bahwa perbuatan itu baik, dan buruk atau tercela

jika melakukan perbuatan yang diputuskan akalnya buruk.

Namun perlu diketahui pula bahwa akal manusia hanya merupakan

suatu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan

dan keputusannya. Bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah

menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh keputusan yang diberikan akal

hanya bersifat subyektif.

D. Aspek Spiritual (Agama) kaitannya Dengan Aspek Lain

Kaitan antara Agama, Emosional, Moral, dan Sosial yaitu dengan

adanya aturan-aturan dalam agama itu maka manusia dapat mengetahui,

memahami serta merealisasikan aturan-aturan yang ada di dalam agama

6

Page 7: aspek spiritual dan moral

tersebut. Dengan adanya aturan-aturan yang ada dalam agama itu, manusia

dapat mengendalikan emosinya dan selain itu manusia juga harus memiliki

kemampuan dan strategi untuk mengatur emosinya.

Adapun strategi yang dapat digunakan untuk mengendalikan emosi.

Nabi Muhammad SAW. Mengajarkan :” apabila salah seorang dari kalian

marah sambil berdiri, maka hendaklah dia duduk. Jika rasa marah itu hilang

dari dirinya(maka hal itu sudahlah cukup). Namun jika masih belum pulang

juga hendaknya dia berbaring. Sesungguhnya rasa marah itu termasuk godaan

setan dan sesungguhnya setan itu di ciptakan dari api. Sesungguhnya api

hanya bisa di padamkan dengan air. Oleh karena itu jika salah satu diantara

kalian marah, hendaknya dia berwudhu”. (HR Abu Dawud).

Selain itu, islam juga mengajarkan agar manusia itu tidak berlebih –

lebihan dalam meluapkan emosinya. Intensitas emosi yang terlalu tinggi

dapat membuat seseorang kehilangan kontrol, baik emosi negatif maupun

positif.

Dan juga dengan adanya aturan-aturan itu manusia bisa membedakan

yang baik dan buruk. Disamping itu dengan kita memahami agama itu kita

dapat berkerja sama atau bersosialisasi antar sesama manusia.

1. Spiritual Dan Religiusitas

Meskipun keduanya (agama dan spiritualitas) terlanjur dipisahkan,

namun untuk pemenuhan makna hidup manusia yang sejati, nampaknya

harus ada upaya pemaduan antara spiritualitas dan agama. “Agama

memang tidak sama dengan spiritualitas, namun agama merupakan bentuk

spiritualitas yang hidup dalam peradaban”, dengan pernyataan William

Irwin Thompson (dalam Aliah B.Puewakania Hasan, 2006). Bahkan

Mickley et al (dalam Achir Yani S.Hamid, 2000), menyebutkan bahwa

agama merupakan salah satu dimensi eksistensial. Dimensi eksistensial

dari spiritualitas berfokus pada tujuan dan makna hidup, sedangkan

dimensi agama dari spiritualitas berfokus pada hubungan seseoang dengan

Tuhan Yang Maha Penguasa. Singkatnya, agama bisa dikatakan tidak

sama dengan spiritualitas, tetapi keduanya tidak bisa dipisahkan.

Betapapun, agama tanpa spiritualitas adalah kering, dan spiritualitas tanpa

7

Page 8: aspek spiritual dan moral

agama lumpuh. Atau seperti apa yang dikemukakan oleh Nasr,

“mengembangkan spiritualitas tanpa agama seperti menanam pohon di atas

angin, tidak akan tumbuh sempurna.”

2. Spiritualitas Dalam Psikologi Humanistik

Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya

memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya

daripada buruknya. Psikologi humanistik memusatkan perhatian untuk

menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat kemampuan khusus

manusia yang terpatri pada eksistensinya, seperti kemampuan abstraksi,

daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak,

tanggung jawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi,

humor, sikap etis dan rasa estetika. Psikologi humanistik memandang

manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya

sendiri. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang

sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan hampir segalanya.

Viktor frankl adalah salah seorang tokoh psikologi humanistik

yang sangat mempercayai dan banyak mempelajari fenomena makna

hidup, kehendak untuk hidup bermakna dan bagaimana mengembangkan

makna hidup. Perhatiannya yang besar terhadap fenomena makna hidup (

the meaning of life ) ini kemudian melahirkan sebuah aliran

psikologis/psikiatri yang dikenal dengan logoterapi.

Sesuai dengan akar kata “logos” yang dalam bahasa yunani berarti

“meaning” (makna) dan juga “sprituality” (kerohanian), maka logoterapi

atau spiritualitas disamping dimensi-dimensi ragawi,, kejiwaan dan

lingkungan sosial budaya, Frankl beranggapan bahwa keinginan yang

paling fundamental dari manusia adalah keinginan untuk memperoleh

makna bagi eksistensinya, yang dalam bahasa Frankl disebut sebagai

“kehendak akan makna” ( the will to meaning).

3. Spiritualitas Dalam Psikologi Transpersonal

Psikologi transpersonal sebenarnya merupakan kelanjutan atau

lebih tepatnya pengembbangan dari psikologis humanistik. Aliran

psiologis ini disebut aliran keempat psikologi. S.I. Shapiri dan Denise H.

8

Page 9: aspek spiritual dan moral

Lajoie (1992) menggambarkan psikologi transpoersonal sebagai berikut:

“transpersonal psychology is concerned with the study of humanitys

highest potential, and with the recognation, understanding, and

realization of unitive, spiritual, and trancendent states of consciousness.

Dari rumusan diatas terlihat dua unsur penting yang menjadi

perhatian psikologis transpersonal, yaitu, potensi-potensi luhur (the

highest potentials) dan penomena kesadaran, (state of coniousness)

manusia. Dengan perkataan lain, psikologi transpersonal mempokuskan

perhatian dimensi speritual dan pengalaman-pengalaman rohaniah

manusia.

The states of consciousness atau lebih populernya disebut the

altered states of consciousness adalah pengalaman seorang melewati

batas-batas kesadaran biasa, seperti pengalaman-pengalaman ahli dimensi,

memasuki alam-alam kebathinan, kesatuan mistik, komunikasi batiniah,

pengalaman meditasi dan sebagainya. Demikian juga mengenai potensi-

potensiluhur manusia menghasilkan telaah-telaah seperti altered states of

consciousness, extra sensory perception, transendensi diri, kerohanian,

potensi luhur dan paripurna, dimensi di atas alam kesadaran, pengalaman

mistik, ekstasi, parapsikologi, paranormal, daya-daya batin, pengalaman

spritual dan praktek-praktek keagamaan di kawasan timur dan dan di

berbagai belahan dunia lainnya, dan sebagainnya.

Psikologi transpersonal, seperti halnya psikologi humanistik,

menaruh perhatian pada dimensi spritual manusia yang ternyata

mengandung berbagi potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini

terabaikan dari telaah psikologi kontenporer. Bedanya adalah; psikologi

humanistik lebih memanfaatkan potensi-potensi ini untuk peningkatan

hubungan antara manusia, sedangkan psikologi transpersonal lebih tertarik

untuk meneliti pengalaman luar biasa dari potensi spritual ini ( bastaman,

1997 ).

Gambaran selintas mengenai psikologi transpersonal menunjukkan

bahwa aliran ini mencoba untuk menjajagi dan melakukan telaah ilmiah

terhadap suatu dimensi yang sejauh ini lebih dianggap sebagai bidang

9

Page 10: aspek spiritual dan moral

garapan kaum kebatinan, agamawan, dan mistik. Meskipun masih dalam

taraf telaah awal, psikologi transpersonal menunjukkan bahwa di luar alam

kesadaran biasa terhadap ragam dimensi lainyang luar biasa potensialnya.

10

Page 11: aspek spiritual dan moral

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas kita menyimpulkan bahwa spiritual(agama) itu

merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan

makna hidup, serta merupakan untuk menciptakan tata aturan. Sedangkan

moral adalah aspek kepribadian atau ajaran tentang baik buruk perbuatan atau

kelakuan, akhlak yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan

kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Perilaku moral di

perlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai, penuh keteraturan,

ketertiban, dan keharmonisan.

Adapun berbagai aspek perkembangan yang mempengaruhi individu

yaitu pertumbuhan fisik, pertumbuhan intelektual, perkembangan

psikomotorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial, dan

perkembangan emosi.

11

Page 12: aspek spiritual dan moral

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Aliah B. Purwakania Hasan. 2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Abin Syamsuddin Makmun. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Abu Ahmadi ddk. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.

Muhammad Asrori ddk. 2006. psikologi perkembangan-Perkembangan Peserta

Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Mustaqim dkk. 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta.

Sunarto dan Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka

Cipta.

12