ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA...

13
1 ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA RELEASE ASSAY PADA TUBERCULOSIS C. Martin Rumende 1. Pendahuluan Tuberculosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan global dan menempati tempat kedua sebagai penyebab kematian akibat infeksi di seluruh dunia setelah HIV dengan angka prevalensi mencapai 11 juta kasus (diantara 10 juta sampai 13 juta) kasus pada tahun 2013. Angka ini ekuivalen dengan 159 kasus per 100.000 populasi. Angka insidens TB sendiri pada tahun 2013 tersebut didapatkan sebesar 9 juta kasus baru dengan angka kematian mencapai 1,5 juta kasus dimana 400.000 kasus diantaranya dengan HIV (+). 1 Indonesia menempatkan ranking ke 5 kasus TB terbanyak di dunia dengan angka prevalensi 660.000 kasus, angka insidens 430.000 kasus pertahun dan angka kematian 61.000 pertahun. 2 Pemeriksaan immunoassays untuk mendeteksi respons imun hospes yang spesifik terhadap M.TB akhir-akhir ini telah menjadi alternatif lain untuk mendiagnosis TB ekstraparu. Myobacterium tuberculosis (M.TB) akan menginisiasi kaskade imunologis yang menyebabkan sekresi berbagai sitokin dan recruitment limfosit Th1. Interferon-γ merupakan salah satu sitokin yang dihasilkan oleh sel Th1 dimana kadarnya meningkat akibat adanya infeksi oleh M.TB. Pemeriksaan Interferon-Gamma Release Assay (IGRA) bertujuan untuk mengukur kadar interferon-γ yang dilepaskan dalam sampel darah secara invitro setelah distimulasi oleh purified protein derivate yang berasal dari M.TB. Untuk memahami manfaat pemeriksaan IGRA pada TB, harus dipahami lebih dahulu mengenai aspek imunologi pada infeksi TB.

Transcript of ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA...

Page 1: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

1

ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA RELEASE

ASSAY PADA TUBERCULOSIS

C. Martin Rumende

1. Pendahuluan

Tuberculosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan global dan menempati

tempat kedua sebagai penyebab kematian akibat infeksi di seluruh dunia setelah

HIV dengan angka prevalensi mencapai 11 juta kasus (diantara 10 juta sampai 13

juta) kasus pada tahun 2013. Angka ini ekuivalen dengan 159 kasus per 100.000

populasi. Angka insidens TB sendiri pada tahun 2013 tersebut didapatkan sebesar

9 juta kasus baru dengan angka kematian mencapai 1,5 juta kasus dimana

400.000 kasus diantaranya dengan HIV (+).1 Indonesia menempatkan ranking ke 5

kasus TB terbanyak di dunia dengan angka prevalensi 660.000 kasus, angka

insidens 430.000 kasus pertahun dan angka kematian 61.000 pertahun.2

Pemeriksaan immunoassays untuk mendeteksi respons imun hospes yang

spesifik terhadap M.TB akhir-akhir ini telah menjadi alternatif lain untuk

mendiagnosis TB ekstraparu. Myobacterium tuberculosis (M.TB) akan menginisiasi

kaskade imunologis yang menyebabkan sekresi berbagai sitokin dan recruitment

limfosit Th1. Interferon-γ merupakan salah satu sitokin yang dihasilkan oleh sel

Th1 dimana kadarnya meningkat akibat adanya infeksi oleh M.TB. Pemeriksaan

Interferon-Gamma Release Assay (IGRA) bertujuan untuk mengukur kadar

interferon-γ yang dilepaskan dalam sampel darah secara invitro setelah distimulasi

oleh purified protein derivate yang berasal dari M.TB. Untuk memahami manfaat

pemeriksaan IGRA pada TB, harus dipahami lebih dahulu mengenai aspek

imunologi pada infeksi TB.

Page 2: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

2

2. Komponen dinding sel kuman Mycobacterium tuberculosis

Kuman Mycobacterium mempunyai dinding sel dengan sifat-sifat fisik dan kimiawi

tertentu yang memungkinkannya untuk dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi di

dalam makrofag. Gambar 1 memperlihatkan secara skematis dinding sel

Mycobacterium.3,4

Gambar 1. Gambaran skematis dinding sel Mycobacterium tuberculosis.

Kuman dilapisi oleh membran sitoplasma yang khas berupa 2 lapisan lemak yang

terdapat dibawah lapisan peptidoglikan (PG). Diantara lapisan membran

sitoplasma dan PG didapatkan sejumlah protein yang beberapa diantaranya

mungkin bersifat imunogenik. Kearah luar PG berikatan secara kovalen dengan

arabinogalaktam (AG) melalui ikatan fosfodiester. Selanjutnya bagian distal AG

Page 3: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

3

akan berikatan dengan asam mikolat yang merupakan asam lemak rantai cabang.

Asam mikolat yang berikatan dengan disakarida trehalosa (cord factor) dapat

merangsang pembentukan granuloma dan mengaktifkan komplemen. Komponen

dinding sel lainnya yaitu acylated trehalosa sulfates berperanan penting dalam

virulensi kuman. Trehalosa sulfat bersifat lisosomotropik dan akan menghambat

fusi antara lisosom dan fagosom. Trehalosa sulfat juga dapat meningkatkan

toksisitas cord factor. Dinding sel kuman juga mengandung lipoarabinomannan

(LAM) yang dapat mempengaruhi sistim imun karena dapat menghambat proses

blastogenesis limfosit T, meningkatkan sekresi TNF oleh makrofag dan

menghambat kerja IFN- dalam mengaktifkan makrofag.

3. Respons imun pada TB

Obat-obat antituberkulosis tidak dapat mengeradikasi kuman

Mycobacterium tanpa bantuan sistem imun yang efektif. infeksi tuberkulosis

memperlihatkan perjalanan penyakit, gejala klinik dan dampak yang sangat

berbeda pada masing-masing pasien. Keadaan ini disebabkan karena adanya

perbedaan dari virulensi kuman dan perbedaan dari respons imun hospes.

Mekanisme virulensi kuman Mycobacterium masih merupakan suatu misteri, tetapi

belakangan ini diketahui bahwa virulensi terjadi bukan akibat sintesis zat-zat toksik

melainkan akibat kemampuannya untuk tetap mempertahankan diri terhadap

mekanisme respons imun. Pada infeksi tuberkulosis respons imun hospes dapat

diumpamakan seperti pedang bermata dua karena selain memperlihatkan respons

proteksi dapat juga mengakibatkan destruksi jaringan sehingga mempermudah

berkembangnya penyakit.

Respons imun pada infeksi tuberkulosis dapat dibagi dalam 4 tahap4,5 :

a. Innate (natural) immunity

Page 4: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

4

Merupakan imunitas bawaan / alamiah dimana variabel utama yang berperan

secara imunologi adalah sel-sel makrofag alveoli dan sel NK. Mekanisme utama

yang berperan pada tahap ini adalah fagositosis. Tetapi kuman tuberkulosis yang

bersifat intraseluler relatif resisten terhadap proses degradasi yang dilakukan oleh

makrofag pada tahap ini, sehingga innate immunity umumnya tidak efektif dalam

mengontrol penyebaran infeksi. Innate immunity berperan pada tahap awal infeksi

sebelum timbulnya respon imun yang spesifik.

b. Adaptive / Acquired immunity

Merupakan bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi primer yang

dalam perkembangannya diawali oleh proses immune recognition yang terjadi

pada kelenjar getah bening. Immune recognition yang terjadi akan menghasilkan

respon imun dalam bentuk respon imun MHC class II pathway, terutama dalam

bentuk Th1-cytokine profile yang berperan untuk menekan bakteriemia.

c. Immune surveillance

Merupakan pertahanan tubuh untuk mengendalikan kuman tuberkulosis yang

dorman dalam set-sel fagosit dimana sel CD8+ merupakan variabel utama

sedangkan set CD4+ sebagai variable pendukung.

d. Macrophage activation.

Merupakan permasalahan utama dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap

infeksi tuberkulosis pasca primer dimana sel CD4+ merupakan variabel yang

memegang peranan utama.

4. Patogenesis infeksi TB

Secara alamiah manifestasi yang timbul akibat interaksi antara kuman

mikobakterium dengan makrofag pada infeksi primer dapat dibagi dalam 2 tahap

berdasarkan ada tidaknya aktifasi limfosit T. Pada tahap awal sebelum terjadi

Page 5: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

5

aktifasi limfosit T maka respon imun yang terbentuk bersifat aspesifik, dimana

interaksi antara kuman dengan makrofag tersebut dapat menyebabkan beberapa

kemungkinan. Kuman mikobakterium yang mencapai alveoli akan difagosit oleh

makrofag alveoli dan kemungkinan dapat dihancurkan. Sebaliknya kuman

mikobakterium dapat juga menghancurkan makrofag atau bahkan bermultiplikasi di

dalamnya. Kemungkinan lain yang dapat juga terjadi yaitu timbulnya pneumoni dan

tuberkulosis primer yang fulminan walaupun keadaan ini lebih jarang terjadi.

Kuman mikobakterium dapat juga memasuki pembuluh darah atau pembuluh limfe

dan menyebar ke seluruh tubuh serta kemudian menyebabkan peradangan pada

organ ekstrapulmonal seperti kelenjar getah bening, ginjal, tulang, dll. Proses

imunologis pada keadaan ini merupakan manifestasi dari innate imunity dimana

pada belum terjadi aktifasi limfosit T.

Pada tahap selanjutnya (setelah 4 sampai 8 minggu infeksi) akan terjadi

aktifasi limfosit T untuk membentuk respon imun spesifik melalui mekanisme CMI

yang akan menyebabkan meningkatnya kemampuan makrofag untuk membunuh

kuman melalui pembentukan tuberkel, terhambatnya penyebaran kuman Iebih

lanjut, serta timbulnya respon DTH. Terbentuknya respon DTH ditandai dengan

adanya nekrosis kaseosa pada granuloma dan secara klinis penderita akan

memberikan hasil reaksi positif dengan penyuntikan tuberkulin intradermal.4,5,6

Aktifasi limfosit T yang ditandai dengan adanya respons CMI dan DTH merupakan

manifestasi dari adaptive immnunity. Respons CMI akan menentukan apakah

infeksi akan terhenti disini atau akan semakin berlanjut. Respons yang adekwat

menyebabkan infeksi akan menghilang secara permanen dan granuloma akan

menyembuh dengan meninggalkan lesi fibrotik atau kalsifikasi. Tetapi bila respon

CMI tidak adekwat, maka akan timbul respon DTH yang mempunyai efek

merugikan karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan. Pada

sebagian besar pasien walaupun jumlah kuman Mycobacterium yang viable akan

berkurang secara bertahap namun sebagian kecil akan tetap hidup di dalam

makrofag dan mengalami dorman. Perbaikan klinis yang disertai dengan

Page 6: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

6

pembentukan jaringan fibrosis, kalsifikasi dan granuloma yang tidak aktif yang

mengandung kuman yang dorman merupakan ciri-ciri fase immune surveillance.

Fase immune surveillance ini merupakan manifestasi dari infeksi TB laten yang

banyak didapat pada Negara-negara berkembang dengan prevalensi TB yang

tinggi. Pada TB laten pasien tidak memperlihatkan gejala sama sekali,

pemeriksaan mikrobiologis tidak didapatkan adanya kuman BTA dan pada foto

toraks bisa paru normal atau bisa juga didapatkan lesi-lesi TB yang tidak aktif.

Infeksi TB laten ini perlu diterapi secara adekwat terutama pada pasien-pasien

imunokompromais karena sebagian dari mereka dapat mengalami reaktifasi

menjadi TB aktif. Diagnosis TB laten dapat dipastikan dengan pemeriksaan

Mantoux test dan pemeriksaan Interferon-Gamma Release Assay.8-10

Pada sebagian besar penderita respons CMI berperanan untuk

mempertahankan keadaan dorman, bahkan untuk seumur hidup. Bila pada suatu

saat terjadi supresi respon CMI maka akan terjadi multiplikasi kuman hingga

mencapai jumlah yang lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi misalnya pada

keadaan stress, pemakaian steroid, obat-obat imunosupresif dan lain-lain.

Selanjutnya dengan membaiknya respon CMI akan terjadi infiltrasi limfosit yang

kemudian berinteraksi dengan antigen dalam jumlah yang lebih banyak sehingga

akan diproduksi banyak sitokin yang dapat menyebabkan nekrosis kaseosa yang

luas serta pembentukan kavitas. Reaktifasi TB laten menjadi TB aktif (TB pasca

primer) ini merupakan manifestasi dari fase macrophage activation. Pada sebagian

pasien, TB pasca primer terjadi akibat re-infeksi eksogen melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman BTA. Skema patogenesis infeksi TB dapat dilihat pada

gambar 2.10

Page 7: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

7

Pasien terpapar droplet nuclei Yang berasal dari sumber infeksi TB

Infeksi Tidak terjadi infeksi Pertumbuhan bakteri tidak terkontrol (primary progressive TB) Pertumbuhan awal bakteri terbatas

Gambar 2. Gambaran skematis patogenesis infeksi tuberkulosis

5. Peran limfosit dan sitokin dalam regulasi sistem imun

Kuman Mycobacterium yang telah difagosit oleh makrofag dapat dihancurkan

melalui beberapa cara. Antigen kuman dapat dipresentasikan melalui molekul

Major Histocompatibility Complex class I ( MHC class I ) ke sel CD8 yang bersifat

Lama dan tingkat paparan, Pertahanansistem imun.

Respons proteksi imun lemah

Respons proteksi imun kuat. e response

Faktor pejamu, Faktor bakteri

Pertumbuhan Bakteri terhambat, beberapa bacilli menetap (latent infection)

Pertumbuhan Bakteri terhambat Seluruh bacilli dieliminasi (sterilizing immunity)

Respons Imun melemah

Respons Imun tetap adekwat (dormant bacilli)

Reaktifasidari infeksi latent (TB reactivation)

Infeksi latent tereliminasi

Page 8: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

8

sitotoksik sehingga dapat melisiskan makrofag yang mengandung kuman. Antigen

kuman yang telah diproses dapat juga dipresentasikan ke set CD4 melalui molekul

MHC class II. Sel CD4 sendiri terdiri dari dua subpopulasi yaitu sel Th1 dan Th2

yang masing-masing dapat menghasilkan beberapa sitokin yang berperan dalam

regulasi sistem imun. Sel Th1 menghasilkan IL-2 dan IFN- yang akan

mengaktifkan makrofag untuk melisiskan kuman yang telah difagosit. Sedangkan

sel Th2 masing-masing akan menghasilkan IL-4 yang dapat menghambat aktifitas

makrofag dan IL-6 yang berperan dalam pematangan sel B.4-9

6. Respons Cell mediated immunity (CMI) dan delayed-type hypersensitivity

(DTH) pada infeksi TB.

Cell-mediated immunity dan DTH merupakan fenomena yang satu sama lain

sangat erat hubungannya yang timbul dalam tubuh akibat terjadinya aktifasi sel T

yang bersifat spesifik dan merupakan bagian dalam proses immune recognition.

Kedua fenomena yang belum dapat dipisahkan tersebut terjadi melaiui mekanisme

imunologi yang sama dan mengubah respon tubuh terhadap paparan antigen

berikutnya.DTH merupakan reaksi imunologi dari host terhadap infeksi tetapi tidak

berperanan langsung terhadap penghancuran kuman dan sebaliknya bertanggung

jawab terhadap berbagai efek destruksi jaringan khususnya bila didapatkan

antigen kuman dalam jumlah yang banyak. Cell-mediated immunity berperan

penting dalam meningkatkan kemampuan makrofag sehingga dapat

menghancurkan kuman yang telah difagosit. Jadi DTH merupakan proses yang

menyebabkan kerusakan jaringan sedangkan CMI memberikan efek yang

menguntungkan.4-9

Cell-mediated immunity. Imunitas ini terdiri dari 2 mekanisme reaksi yaitu

penghancuran kuman oleh makrofag yang telah diaktifasi oleh sel CD4+ dan lisis

makrofag yang mengandung kuman oleh sel CD8+. Kuman mikobakterium dalam

sel makrofag akan dipresentasikan ke sel Th1 melalui MHC class II, Sel Th1

Page 9: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

9

selanjutnya akan mensekresi IFN- yang akan mengaktifkan makrofag sehingga

dapat menghancurkan kuman yang telah difagosit. Jika kuman tetap bertahan

hidup dan melepaskan antigennya ke dalam sitoplasma maka akan merangsang

sel CD8+ melalui sistim MHC class I. Sel CD8+ yang bersifat sitolitik selanjutnya

akan melisiskan makrofag. Tetapi tidak semua sel makrofag akan teraktifasi oleh

IFN- yang dihasilkan sel Th1 sehingga sel-sel yang luput tersebut selanjutnya

akan dilisiskan melalui mekanisme DTH.4,5

Delayed-type hypersensitivity. Sitokin IFN- yang disekresi oleh sel Th1

yang teraktifasi tidak hanya berguna untuk meningkatkan kemampuan makrofag

untuk melisiskan kuman, tetapi juga mempunyai efek penting lainnya yaitu

merangsang sekresi TNF oleh sel makrofag. Hal ini terjadi karena adanya

substansi aktif dalam komponen dinding sel kuman yaitu lipoarabinomannan

(LAM) yang dapat merangsang sel makrofag untuk memproduksi TNF. Dalam

keadaan normal TNF berfungsi untuk proteksi karena dapat merangsang

terbentuknya granuloma dimana didalamnya terdapat sel-sel makrofag. Respon

DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan sensitifitas sel

makrofag yang tidak teraktifasi terhadap efek toksik TNF sehingga terjadi distorsi

fungsi TNF. Distorsi ini menyebabkan terjadinya dualisme fungsi TNF dimana

selain bersifat proteksi, TNF juga akan melisiskan makrofag yang tidak teraktifasi.

Sel-sel makrofag yang lisis akan melepasan enzim-enzim protease dan lipase

yang dapat merusak jaringan sekitarnya sehingga terjadi nekrosis sentral (nekrosis

kaseosa) pada granuloma. Nekrosis terjadi juga pada pembuluh kapiler

disekitarnya dan menyebabkan terjadinya hipoksia sehingga respon ini diduga

turut berperan secara tidak langsung sebagai salah satu mekanisme proteksi.

Keadaan ini menyebabkan sebagian besar kuman tidak dapat bermultiplikasi,

sedangkan sebagian kecil akan mengalami dorman selama bertahun-tahun.4,5

7. Peran IGRA dalam mendiagnosis TB.

Page 10: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

10

Menurut pedoman International Standard for Tuberculosis Care tahun 2013

pemeriksaan IGRA bermanfaat untuk mendiagnosis adanya TB laten.12 Namun

demikian belakangan ini didapatkan adanya bukti klinis manfaat pemeriksaan

IGRA pada TB aktif terutama yang mengenai organ ekstraparu. Dalam

menginterpretasikan hasil pemeriksaan IGRA harus selalu dikaitkan dengan gejala

klinis dan kelainan radiologis yang didapat. Pemeriksaan QuantiFERON-TB Gold

(QTF-G) merupakan pemeriksaan IGRA generasi kedua yang lebih superior

dibandingkan dengan pemeriksaan tes Mantoux karena tidak dipengaruhi baik

oleh vaksinasi BCG maupun infeksi oleh Mycobacterium other than tuberculosis

(MOTT). Pemeriksaan QuantiFERON-TB Gold menggunakan dua antigen spesifik

yaitu early secreted antigenic target 6 (ESAT-6) dan cultur filtrate protein 10 (CFP

10) yang hanya didapatkan pada M.TB dan tidak didapatkan baik pada strain BCG

maupun pada sebagian besar MOTT.13

Yun Feng dkk mendapatkan nilai sensitifitas pemeriksaan Interferon-

Gamma Release Assay (IGRA) untuk mendiagnosis TB paru dan TB ekstraparu

masing-masing 95,6 % dan 93,3 %, dengan spesifisitasnya masing-masing 69,2

% dan 8,9 %.13 Penelitian meta-analisis mengenai manfaat IGRA untuk

mendiagnosis TB ekstraparu dilakukan oleh Li Fan dkk dan didapatkan nilai

sensitifitas dan spesifisitas masing-masing 79 % dan 82 %. Dalam meta-analisis

tersebut didapatkan juga bahwa IGRA menunjukkan sensitifitas yang lebih baik

dibandingkan dengan tes Mantoux (79 % vs 59 %), namun dengan spesifisitas

yang tidak jauh berbeda yaitu masing-masing 83 % vs 71 %.14 Fatima Khalil dkk

dalam penelitiannya mendapatkan bahwa sensitifitas Quantiferon-TB Gold jauh

lebih baik dibandingkan dengan tes Mantoux dalam mendiagnosis TB paru aktif

dengan hasil masing-masing 80 % vs 28 %.15 Penelitian meta-analisis yang

dilakukan oleh Si-Biao Su dkk untuk menilai manfaat pemeriksaan interferon-

gamma pada peritonitis TB didapatkan nilai sensitifitas 93 % dan spesifisitas 99 %

dengan nilai duga positif 41,49 % (95 % CI, 97-100 %).16 Muhammad A. Saleh dkk

Page 11: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

11

membandingkan pemeriksaan QuantiFERON-G dan ADA untuk mendiagnosis

peritonitis TB. Dalam penelitiannya didapatkan sensitifitas dan spesifisitas

pemeriksaan QTF-G masing-masing 92,9 % dan 100 %, sedangkan pemeriksaan

ADA didapatkan masing-masing 100 % dan 92,6 %.17

8. Kesimpulan

Infeksi TB masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

berkembang. Manifestasi klinis infeksi TB dapat berupa TB laten dan TB aktif baik

paru maupun ekstraparu. Pemahaman mengenai aspek imunologis infeksi dapat

meningkatkan kemampuan dalam mendiagnosis TB. Pemeriksaan IGRA terutama

direkomendasikan untuk mendiagnosis adanya infeksi TB laten, namun demikian

semakin banyak penelitian yang membuktikan manfaat IGRA tersebut dalam

membantu menegakkan diagnosis TB aktif terutama yang menyerang organ

ekstraparu. Dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan IGRA harus selalu

dikaitkan dengan gejala klinik, kelainan radiologis dan data penunjang

laboratorium lainnya.

9. Daftar Pustaka

1. World Health Organization. The burden of disease caused by TB. Global

tuberculosis report 2014. Geneva : WHO Library Cataloguing-in-Publcation

Data; 2014.

2. Kemenkes. Situasi TB di Indonesia. Dalam : Mustikawati DE, Surya A,

penyunting. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

DIRJEN Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011: 12-4.

3. Lopes-Marin LM. Nonprotein structures from Mycobacteria : Emerging actors

for Tuberculosis Control. Clinical and Developmental Immunology. 2012 : 1-9.

Page 12: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

12

4. Welin A. Survival strategies of Mycobacterium tuberculosis inside the human

macrophage. Linkoping University 2011.p. 14-5.

5. Ahmad S. Pathogenesis, immunology and diagnosis of Latent Mycobacterium

tuberculosis infection. Clinical and Developmental Immunology. 2011 ; 1-16.

6. Mortaz E, Varahram M, Farnia P, Bahadori M, Masjedi MR. New aspect in

immunopathology of Mycobacterium tuberculosis. ISRN Immunology. 2012: 1-

11.

7. Brighenti S, Anderson J. Local immune respons in human tuberculosis :

Learning from the site of infection. The journal of infectious diseases. 2012;

205: S316-24.

8. Schwander S, Dheta K. Human lung immunity against Mycobacterium

tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med. 2011; 183: 696-707.

9. Raja A. Immunology of tuberculosis. Indian J Med Res. 2004; 120: 213-32.

10. Bin-Eng Chee C, Sester M, Zhang W, Lange C. Diagnosis and treatment of

latent infection with Mycobacterium tuberculosis. Respirology. 2013; 18: 205-

16.

11. Rovina N, Panagiotou M, Pontikis K, Kyriakopoulou M, Koulouris N,

Koutsoukou A. Immune response to Mycobacterial infection : Lessons from flow

cytometry. Clinical and Developmental Immunology. 2013: 1-9.

12. International Standards for Tuberculosis Care.3rd edition, 2014; 9-13.

13. Feng Y, Diao N, Shao L, Wu J, Zhang S, JinJ, et al. Interferon-Gamma Release

Assay performance in pulmonary and extrapulmonary tuberculosis. March 13,

2012. http://www.plosone.org

14. Fan L, Chen Z, Hao XH, Hu ZY, Xiao HP. Interferon-gamma release assays for

diagnosis of extrapulmonary tuberculosis: a systematic review and meta-

analysis. FEMS Immunol Med Microbiol. 2012: 1-11.

15. Khalil KF, Ambreen A, Butt T. Comparison of Sensitivity of QuantiFERON-TB

Gold Test and Tuberculin Skin Test in Active Pulmonary Tuberculosis. Journal

of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 2013; 23: 633-6.

Page 13: ASPEK IMUNOLOGIS PEMERIKSAAN INTERFERON-GAMMA …staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/pit... · DTH pada infeksi tuberkulosis ditandai dengan adanya peningkatan

13

16. Su SB, Qin SY, Guo XY, Luo W, Jiang HX. Assessment by meta-analysis of

interferon-gamma for the diagnosis of tuberculous peritonitis. March 14, 2013.

http://www.wjgnet.com

17. Saleh MA, Hammad E, Ramadan MM, El-Rahman AA, Enein AF. Use of

Adenosine Deaminase measurements and QuantiFERON in rapid diagnosis of

tuberculous peritonitis. Journal of Medical Microbiology. 2012; 61: 514-9.