ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK...

91
ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E- COMMERCE) DI INDONESIA SKRIPSI Oleh ANITA SARI NIM : 11150480000099 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

Transcript of ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK...

Page 1: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-

COMMERCE) DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh

ANITA SARI

NIM : 11150480000099

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

Page 2: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

i

ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-

COMMERCE) DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh

ANITA SARI

NIM : 11150480000099

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

Page 3: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK
Page 4: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK
Page 5: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK
Page 6: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

v

ABSTRAK

ANITA SARI. NIM 11150480000099, “ASPEK HUKUM PERLAKUAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI

PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-Commerce) DI INDONESIA”.

Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440H/2019M.

Studi ini bertujuan untuk mengukur perlakuan pajak terhadap transaksi elektronik

yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah dalam transaksi perdagangan elektronik

(e-commerce. Dalam aktivitas transaksi yang terjadi pada E-Commerce pada

dasarnya terdapat potensi pajak yang dapat membantu perekonomian negara, akan

tetapi pemungutan pajak yang berlangsung belum disikapi dengan tepat. Kendala

lainnya dalam pemungutan Pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu

terkait sulitnya menentukan pihak yang terlibat dalam bertransaksi di E-

Commerce serta karakteristik barang tidak berwujud yang dipedagangkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Undang-Undang dengan jenis penelitian

normative empiris. Dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh berasal dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Metode

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah studi kepustakaan dan

wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa regulasi yang telah dikeluarkan oleh

Pemerintah yaitu PMK Nomor 210/PMK/010/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan

Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) belum

maksimal dalam menyikapi perdagangan elektronik (e-commerce) yang terjadi di

Indonesia terutama pada aturan yang menerapkan pengenaan pajak terhadap

transaksi elektronik. Untuk itu aturan yang masih berlaku diterapkan yaitu SE

Dirjen Pajak Nomor 62/PJ/2013 (SE-62) Tentang Penegasan kembali terkait

pengenaan pajak terhadap transaksi E-Commerce tetap mengacu kepada Peraturan

Perundang-Undangan Perpajakan yang telah ada seperti Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata

Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang KUP, serta Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2009 Tentang PPN.

Kata kunci : Pajak Pertambahan Nilai, E-Commerce, Kontrak Elektronik.

Pembimbing Skripsi : Syafrudin Makmur, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1990 Sampai 2019

Page 7: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرمحن الرحيم

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat, hidayat, dan

juga anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ASPEK

HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK (E-

COMMERCE) DI INDONESIA”. Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh

peneliti kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat

manusia dari zaman jahiliah, kepada zaman islamiyah pada saat ini. Penulisan

skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak dapat

diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama

penyusunan skripsi ini.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para pihak

yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas

pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MH., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan

waktu, arahan, dan kritik, serta saran yang diberikan demi penelitian yang saya

lakukan.

4. Syafrudin Makmur., S.H., M.H. Dosen Pembimbing Skripsi peneliti, saya

ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan waktu, arahan, dan kritik, serta

saran yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.

5. Linggo Saputro, selaku Pelaksana Seksi Peraturan PPN Perdagangan II, Subdit

Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan PTLL, Direktorat Peraturan Perpajakan

yang sudah memperbolehkan saya wawancara terkait Pajak Pertambahan Nilai

terhadap aktifitas perdagangan elektronik (e-commerce)

Page 8: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

vii

6. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Kepala Perpustakaan Nasional yang telah memberi fasilitas untuk

mengadakan studi kepustakaan, sehingga peneliti dapat memberikan fasilitas

bahan refrensi untuk melengkapi hasil studi penelitian.

7. Pihak-Pihak lain yakni Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Armadan dan

Ibunda Nurlely serta Erwin Saputra Muhammad selaku abang yang turut serta

mendoakan dan juga memberikan support dan motivasi kepada peneliti serta

sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan.

Jakarta, 14 Agustus 2019

Anita Sari

Page 9: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN BIMBINGAN ....................................................ii

LEMBAR PENGESEHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..............................iii

LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iv

ABSTRAK ........................................................................................................v

KATA PENGANTAR ......................................................................................vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 7

D. Metode Penelitian ................................................................................ 8

E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11

BAB II TINJAUAN HUKUM TERKAIT PERPAJAKAN

A. Kerangka Konseptual .......................................................................... 13

B. Kerangka Teoritis ................................................................................ 14

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu.................................................. 21

D. Tinjauan Hukum Terkait Pajak ........................................................... 23

E. Regulasi Perpajakan Di Indonesia ...................................................... 33

F. Tinjuan Hukum Terkait Pajak Pertambahan Nilai ............................. 36

BAB III GAMBARAN UMUM TRANSAKSI E-COMMERCE

DI INDONESIA

A. Gambaran Umum Transaksi E-Commerce Di Indonesia .................... 43

B. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ........................ 47

C. Undang-Undang Perdagangan ............................................................ 49

BAB IV ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) TERHADAP TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

A. Aspek Hukum Kontrak ....................................................................... 51

B. Identifikasi Anonimitas Terhadap Transaksi E-Commerce ............... 61

C. Identifikasi Barang Tidak Berwujud Dalam Transaksi Elektronik ..... 67

Page 10: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

ix

D. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi

E-Commerce ........................................................................................ 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 73

B. Rekomendasi ...................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75

Page 11: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami dampak

dari pesatnya perkembangan kemajuan teknologi di era globalisasi seperti

saat ini. Kemajuan teknologi informasi yang bergerak secara eksponensial

sudah merubah dunia menjadi semakin luas tanpa batasan. Perkembangan

teknologi telah membuat suatu fenomena perubahan yang cukup signifikan

terhadap kehidupan baik secara personal, bisnis, ekonomi, sosial dan

budaya.

Pada hakikatnya jika Indonesia bagian dari Negara berkembang

ingin bersaing dalam era globalisasi seperti saat ini, yang baru saja

memasuki Era Revolusi Industri 4.0 seharusnya masyarakat memiliki

kesadaran yang mampu bersaing dalam upaya mengakselerasi kemajuan

Teknologi agar terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang inovatif

serta kreatif.

Pesatnya laju pertumbuhan teknologi ini ditandai dengan adanya

internet yang hadir dengan kemasan yang berbeda-beda serta munculnya

inovasi-inovasi terbaru. Teknologi melalui jaringan internet ini sudah

membentuk masyarakat tidak tertinggal dengan suatu keadaan atau kondisi

yang sedang kontroversi di dunia ini. Dalam hal ini tentunya dapat

menggiring generasi-generasi muda ke dalam paradox kehidupan yang

dapat menguntungkan ataupun juga dapat menghancurkan kehidupan masa

depan maupun negaranya.

Konvergensi teknologi informasi dan telekomunikasi telah

mengakibatkan beragamnya fasilitas telekomunikasi dan canggihnya

produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media

informasi. Di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global

communication network) ini, internet menjadi popular dan membuat dunia

Page 12: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

2

semakin menciut (shrinking the world) sekaligus memudarkan batas

Negara berikut kedaulatan dan tatanan masyarakatnya.1

Bertepatan dengan berkembangnya Teknologi digital berbasis

internet, tentunya di dukung pula oleh beberapa faktor antara lain yaitu

maraknya kepemilikan Smartphone (Telepon Pintar) hingga murahnya

akses paket data sehingga kualitas internet di Indonesia sangat cepat

dinikmati oleh masyarakat. Beberapa tahun terakhir ini transisi tren yang

sangat mengagumkan terjadi dalam segala kegiatan digital di Indonesia

terutama dapat dilihat dengan hadirnya model baru dalam sistem

perdagangan berbasis digital.

Dengan internet pelaku bisnis tidak lagi mengalami kesulitan

dalam memperoleh informasi apapun, untuk menunjang aktivitas

bisnisnya, bahkan sekarang cenderung untuk mendapatkan informasi yang

tepat dan relevan. Hal tersebut mengubah abad informasi menjadi abad

internet. Penggunaan internet dalam bisnis berubah dari fungsi sebagai alat

untuk pertukaran informasi secara elektronik menjadi alat untuk aplikasi

strategi bisnis, seperti: pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan.

Pemasaran di Internet cenderung menembus berbagai rintangan,

batas bangsa, dan tanpa aturan-aturan yang baku. Sedangkan pemasaran

konvensional, barang mengalir dalam partai-partai besar, melalui

pelabuhan laut, pakai container, distributor, lembaga penjamin, importer,

dan lembaga bank. Pemasaran konvensional lebih banyak yang terlibat

dibandingkan pemasaran lewat internet. Pemasaran di Internet sama

dengan direct marketing, dimana konsumen berhubungan langsung dengan

penjual, walaupun penjualnya berada di luar negeri.2

1 Arsyad Sanusi, “Efektivitss UU ITE dalam Pengaturan Perdagangan Elektronik (E-

Commerce)”, Jurnal Hukum Bisnis, 29, (2010), h. 25

2 Dewi Irmawati, “Pemanfaatan E-Commerce Dalam Dunia Bisnis”, Jurnal Ilmiah Orasi

Bisnis, VI, (November 2011), h. 95

Page 13: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

3

Di era globalisasi bisnis perdagangan bebas sekarang ini

(WTO/AFTA/APEC), praktik bisnis sangat tergantung kepada IT

(Information Technology), khususnya internet. perdagangan dengan

menggunakan sarana internet, tentunya sangat memberikan kemudahan

dan efisiensi yang sangat tinggi bagi mereka yang memerlukan sarana

delivery antar negara.3

Internet juga akan merombak pemasaran retail dan pemasaran

langsung. Hanya dari rumah konsumen dapat berbelanja beragam produk

dari seluruh pengusaha pabrik dan seluruh pengecer di dunia. Konsumen

dapat melihat produk-produk tersebut pada layar computer atau TV,

mengakses informasi-nya, dan membayangkan apakah produk itu cocok

satu sama lain (contohnya, dalam hal ini menata ruangan menggunakan

furniture yang ditawarkan di computer atau TV). Konsumen kemudian

dapat memesan dan membayar pilihannya tersebut.4

Perusahaan media dari Inggris yaitu We Are Social yang

bekerjasama dengan Hootsuite per Januari 2018 mendapatkan hasil

terdapat penduduk Indonesia yang telah terkoneksi dengan internet pada

2018 mencapai penetrasi sebesar 53% dari total populasi penduduk sebesar

7,59 milyar jiwa. Artinya, separuh dari populasi masyarkat Indonesia telah

mengakses internet baik aktif maupun pasif dalam penggunannya.

Dengan ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia mulai

terbuka dengan adanya globalisasi melalui teknologi jaringan internet.

Tidaklah heran bila perkembangan digital ini telah membawa perubahan

atau masuknya model baru dalam sistem perdagangan yaitu E-Commerce

(Electronic commerce) atau Perdagangan elektronik. E-Commerce ini

menyodorkan beberapa keistimewaan nilai tambah baru, yang

3 Rizal Alif, “Perspektif E-Commerce di Era Globalisasi Perdagangan Bebas Dalam

Hukum Perjanjian Di Indonesia”, Jurnal Hukum International, Vol XV, 2016, h. 344

4 Riyeke Ustadiyanto, Framework E-Commerce, ( Yogyakarta : Andi Offset, 2002t) , h.

32

Page 14: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

4

mengantongi arti bahwa kelak perdagangan elektronik dapat menggantikan

bisnis konvensional secara keseluruhan.

E-Commerce ialah penggunaan internet dan Web untuk transaksi

bisnis; atau secara lebih formal E-Commerce didefinisikan sebagai

transaksi perdagangan yang dimungkinkan secara digital antar organisasi

dengan organisasi atau dengan individual serta antar individual dengan

individual.5

Era globalisasi kini menjadi stimulus dan juga angin baru dalam

pembangunan ekonomi di tengah perekonomian dunia yang bergerak

secara aktif. Dalam bidang hukum bisnis kualitas efisiensi serta

keefektivitasan yang lebih tinggi mengalami perkembangan yang cukup

signifikan. Hadirnya E-Commerce menjadi suatu fakta yang menarik

dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

E-Commerce telah menjadi ledakan ekonomi di abad 21,

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang juga menikmati

perkembangan E-Commerce. Banyak orang atau perusahaan mulai untuk

mengubah bisnis dari offline ke E-Commerce. Meskipun banyak ramalan

tentang akhir dari booming internet, kecenderungan ini belum berakhir dan

masih terus berkembang, terutama untuk usaha kecil dan menengah di

Indonesia.6

Mereka yang kemudian memanfaatkan momentum laju

pertumbuhan teknologi informasi khususnya E-Commerce, segera bangkit

dan dengan cepat merespon fluktuasi pasar, untuk menghadapi adanya

tekanan bisnis dihari-hari yang akan mendatang. Hal ini juga mendapatkan

perhatian lebih oleh pihak Pemerintah terkait pertambahan pada kas

Negara melalui perlakuan pajak terhadap kegiatan transaksi elektronik

khususnya pada platform E-Commerce.

5 Jonathan Sarwono, Perdagangan Online : Cara Bisnis di Internet (Jakarta : PT Elex

Media, 2012), h. 1

6 Nufransa Wira Sakti, Buku Pintar Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai

membayar (Jakarta : Transmedia Pustaka, 2014), h. 159

Page 15: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

5

Siapapun tidak bisa mengukur berapa besar dan sampai berapa

besar lagi pasar akan berkembang lewat di e-commerce. Diperkirakan,

lewat model ekonomi baru itu, pasar akan berkembang sangat

menakjubkan. Beberapa ramalan mengatakan, jika anda saat ini memiliki

perusahaan dengan omset miliaran rupiah tidak masuk dalam e-commerce,

dalam waktu sepuluh tahun mendatang perusahaan anda akan gulung tikar.

Tak heran jika seluruh perusahaan di dunia, termasuk di Indonesia, ramai-

ramai membuka situsnya di Internet.7

Laju pertumbuhan E-Commerce yang sangat cepat menimbulkan

beberapa masalah terhadap sistem pemungutan pajak. Transaksi E-

Commerce yang terjadi dengan sangat singkat menyebabkan sulitnya

untuk mengetahui siapa saja pelaku yang terlibat, terkait lokasi yang

bertransaksi dalam aktivitas transaksi E-Commerce tersebut. Kemudian

terkait dengan karakteristik atau jenis produk yang diperdagangkan dan

disajikan dalam bentuk digital (non fisik) sehingga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi sulitnya menerapkan perlakuan pajak terhadap

transaksi elektronik.

Dikarenakan pemakaian internet semakin berkembang, banyak

perusahaan dan para user internet prihatin bahwa nantinya pemerintah

akan menentukan peraturan yang luas bagi perdagangan internasional dan

e-commerce. Bidang yang potensial menimbulkan masalah dalam

peraturan tersebut adalah Pajak dan kewajiban-kewajiban, pelarangan

pengiriman informasi, serta pengontrolan terhadap perkembangan standar,

pemberian ijin terhadap syarat-syarat dan dasar peraturan bagi para

provider yang memberikan layanan.8

Terkait dengan perlakuan pengenaan pajak terhadap transaksi

elektronik, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung yang

dipungut atas penyerahan barang dan jasa yang menjadi objek Pajak

Pertambahan Nilai. Dalam hal melakukan pemungutan Pajak Pertambahan

7 Riyeke Ustadiyanto, Framework E-Commerce…, h. 13

8 Riyeke Ustadiyanto, Framework E-Commerce…, h. 33

Page 16: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

6

Nilai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti apa saja yang

menjadi objek pemungutan, apakah transaksi hanya merupakan transaksi

lokal atau transaksi yang melibatkan Negara lain, kapan waktu

pemungutan, nilai pemungutan, siapa yang berwenang untuk melakukan

pemungutan, tempat pemungutan serta bagaimana proses pengawasan dan

penegakan hukum dilakukan.9

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terkait anonimitas serta karakteristik barang tidak berwujud

yang diperdagangkan terkait perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dalam

transaksi perdagangan Elektronik. Peneliti menarik judul : “Aspek

Hukum Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Terhadap

Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Di Indonesia”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti memberikan

identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai

berikut :

a. Kehadiran teknologi telah mengubah pola kehidupan masayarakat.

b. Tingkat efisiensi dan efektivitas yang bergerak cepat membuat

ekonomi berbasis digital semakin ramai peminat.

c. Aktivitas perdagangan elektronik (E-Commerce) yang selalu

berubah dan semakin maju perlu respon dari pihak pemerintah

dalam menerapkan perlakuan pajak bagi para pelaku yang

bertransaksi.

d. Sulitnya menetapkan terkait objek pajak dalam transaksi elektronik

melalui platform E-Commerce.

e. Aspek hukum kontrak berbasis digital.

9 Lilik Indrawati, “Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Transaksi E-Commerce di

Indonesia”, Setiadi Alim Lim, (2017), h. 43

Page 17: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

7

f. Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-62/PJ/2013 belum

penuh mengatur semua hal yang berkaitan dengan pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai dalam transaksi E-Commerce.

g. Perlunya suatu skema peraturan yang lebih komprehensif dalam

perlakuan Pajak Pertambahan Nilai untuk transaksi E-Commerce.

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan

yang dimaksud, peneliti membatasinya pada ruang lingkup penelitian

yaitu sebelum terbitnya Undang-undang khusus yang mengatur terkait

Pajak E-Commerce dan difokuskan kepada platform E-Commerce

tidak termasuk perdagangan elektronik melalui sosial media.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah peneliti paparkan dalam latar

belakang yaitu terkait anonimitas dan karakteristik benda tidak

berwujud dalam hal perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap

transaksi perdagangan elektronik (E-Commerce) di Indonesia.

Menyikapi hal tersebut peneliti merasa bahwa aturan terkait Pajak

Pertamabahan Nilai kurang efektif. Perumusan tersebut di atas peneliti

rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana perlakuan pajak atas transaksi perdagangan elektronik

terkait anonimitas serta dalam penarikan Pajak Pertambahan Nilai?

b. Bagaimana aspek hukum kontrak elektronik (e-contract) dalam

kegiatan transaksi di E-Commerce?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengukur perlakuan Pertambahan Nilai terhadap sulitnya

mendeteksi identitas para pelaku usaha (Anonimitas).

b. Untuk mengetahui aspek hukum kontrak elektronik dalma

bertransaksi melalui E-Commerce.

Page 18: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

8

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis :

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam

memberikan pemahaman dan pengembangan ilmu terkait

perlakuan pajak dalam transaksi E-Commerce khususnya Pajak

Pertambahan Nilai.

2) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain

yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

b. Manfaat Praktis :

1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi tambahan

guna mengetahui lebih lanjut tentang anonimitas dan

karakteristik benda tidak berwujud yang menjadi objek pajak

dalam transaksi E-Commerce.

2) Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan untuk

mengambil kebijakan yang diperlukan serta diharapkan

memberikan pendapat atau pandangan untuk instansi terkait

dengan ke akuratan terhadap penentuan objek pajak atas

transaksi perdagangan elektronik di Indonesia.

D. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka

peneliti menggunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Melihat lingkup masalah yang telah diuraikan, maka penelitian

yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum

normatif-empiris, yaitu penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat

hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum

di masyarakat. Fungsi dari penelitian hukum empiris adalah memberi

penjelasan sejelas-jelasnya tentang perilaku warga masyarakat

Page 19: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

9

terhadap hukum sehingga pejabat tidak salah dalma mengambil

kebijakan. Disisi lain, penelitian hukum normatif befungsi untuk

memberi argumentasi yuridis keika terjadi kekosongan, kekaburan, dan

konflik norma. 10

2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualtatif deskriptif, yaitu

penelitian yang pada umumnya, termasuk pula di dalamnya penelitian

ilmu hukum bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu atau kelompok tertentu, keadaan, gejala, atau untuk

menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada

tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat.11

Dalam penelitian ini bertujuan menggambarkan secara jelas terkait

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam transaksi

perdagangan Elekttronik (E-Commerce) yang sesuai dengan aturan

undang-undang yang mengaturnya.

3. Jenis Data

a. Data Primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan-

ketentuan peundang-undangan yang berlaku dan mempunyai

kekuasaan hukum mengikat. Bahan hukum primer dalam penelitian

ini antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)

3) SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas

Transaksi E-Commerce.

10

I Made Pasek Diatha, Metode Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori

Hukum ( Jakarta : Kencana, 2017), h. 12

11 I Made Pasek Diatha, Metode Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori

Hukum, …, h. 191

Page 20: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

10

b. Data Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh peneliti

dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil

penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam

bentuk buku-buku dan dokumentasi yang biasanya disediakan di

perpustakaan atau milik pribadi peneliti. Data sekunder antara lain

mencakup buku-buku terkait, jurnal, artikel, hasil penelitian, dan

sebagainya.

c. Data Tersier

Bahan hukum tersier yang akan diperoleh yaitu melalui

wawancara dengan narasumber. Wawancara adalah proses Tanya

jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana

dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung

informasi-informasi atau keterangan-keterangan.12

Metode ini

dilakukan kepada Pihak Direktorat Jenderal Pajak yaitu pada

bagian Seksi Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan PTLL,

Direktorat Peraturan Perpajakan I.

4. Metode Pengumpulan Data

Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengunakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara antara lain :

a. Studi Kepustakaan

Teknik kepustakaan yaitu dilaksanakan dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku atau dokumen

hukum yang terkait.

12

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),

h. 81

Page 21: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

11

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan untuk sebagai proses pelengkap

dalam penyusunan penelitian ini. Metode ini dilakukan kepada

pihak-pihak yang telah disebutkan dalam data tersier.

5. Metode penulisan

Penulisan ini akan mengacu kepada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Tahun 2017 yang disusun oleh tim penyusun Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun secara sistematik dan terbagi dalam lima bab.

Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab untuk lebih mengetahui

dan mempermudah dalam proses gambaran hasil penelitian ini. Adapun

sistematikanya sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar masalah, identifikasi,

pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Menyajikan kajian pustaka, pada bab ini peneliti

menguraikan tentang kerangka konseptual, kerangka teoritis,

, tinjauan (review) studi terdahulu, tinjauan hukum terkait

pajak, regulasi dalam perpajakan, dan tinjauan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

BAB III Menyajikan data penelitian, pada bab ini peneliti

Menguraikan tentang Gambaran Umum Regulasi Transaksi

Elektronik Di Indonesia, Undang-Undang ITE dan Undang-

Undang Perdagangan.

BAB IV Peneliti akan menyajikan terkait kesiapan identitas para

pelaku dalam transaksi E-Commerce, pengklasifikasian

barang tidak berwujud yang berbasis digital dalam

Page 22: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

12

memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksinya

dan Aspek Hukum Kontrak Elektronik di masa era elektronik

seperti sekarang ini.

BAB V Pada bab ini merupakan bab terakhir yaitu berisi kesimpulan

dari pembahasan bab-bab sebelumnya, serta memberikan

rekomendasi kepada para pihak terkait.

Page 23: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

13

BAB II

TINJAUAN HUKUM TERKAIT PERPAJAKAN

A. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Adapun literatur yang berkaitan dengan perlakuan Pajak terhadap

transaksi perdagangan elektronik adalah sebagai berikut :

1. Skripsi yang berjudul “Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan

dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi Elektronik” oleh

Melisa Rahmaini Lubis mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Lampung, 2017. Skripsi tersebut membahas mengenai bagaimana

Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan

Nilai terhadap Transaksi E-Commerce serta mengkaji mengenai

apakah Faktor penghambat Pemungutan Pajak Penghasilan dan

Pajak Pertambahan Nilai terhadap E-Commerce. Kesimpulan dari

skripsi tersebut adalah pengaturan PPN dan PPH terhadap transaksi

E-Commerce mengacu pada SE-62/PJ/2013 dan SE-06/PJ/2015

dan menjelaskan terkait faktor-faktor penghambat dalam

pemungutan pajak atas transaksi E-Commerce. Persamaan yang

ada pada skripsi ini adalah pembahasan sama membahas mengenai

aturan Pajak Pertambahan Nilai yang masih mengacu pada SE-

62/PJ/2013. Perbedaannya yaitu peneliti lebih berfokus dalam

menentukan objek pajak terkait anonimitas dan karakteristik benda

tidak berwujud dalam transaksi E-Commerce sedangkan dalam

skripsi yang ada hanya membahas terkait faktor penghambat terkait

pungutan PPN dan PPH.

2. Skripsi, “Tinjauan Hukum Dalam Pemungutan Pajak Penjuakan

Online (E-Commerce)” oleh Qurrotul Fuadzah Firza mahasiswi

Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang, 2017.

Skripsi ini meneliti permasalahan terkait bagaimana peraturan

seseorang dapat dikatakan dalam Wajib Pajak Peraturan

Page 24: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

14

Pemerintah dan apa yang menjadi hambatan dalam penerapan

Peraturan Pemerintah dan Dirjen Pajak Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2014 Tentang Perdagangan yang terkait E-Commerce dalam

pengenaan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu. Kesimpulan dari skripsi tersebut adalah seseorang yang

dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu dapat dilihat dalam ketentuan PER-32/PJ/ 2010. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam judul skripsi

ini, yaitu penulis mengkaji mengenai skema perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai atas objek pajak dalam transaksi E-Commerce.

Persamaannya terletak pada sama-sama membahas perlakuan pajak

terhadap transaksi perdagangan elektronik (E-Commerce).

3. Nufransa Wira Sakti dalam bukunya “Buku Pintar Pajak E-

Commerce dari mendaftar sampai membayar” membahas tentang

perpajakan untuk bisnis E-Commerce yang didalam buku tersebut

terdapat materi perlakuan PPN dan PPh untuk kegiatan transaksi E-

Commerce. Di dalam buku tersebut merupakan buku yang

membahas terkait aspek-aspek perlakuan pajak dalam perdagangan

online (E-Commerce). Persamaannya dengan peneliti adalah

peneliti juga membahas terkait Perpajakan antara lain Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Perbedaannya yaitu peneliti membahas terkait penentuan pajak

dalam ranah anonimitas dan bentuk-bentuk benda tidak berwujud

dalam pengenaan Pajak dalam transaksi E-Commerce.

4. Tansah Rahmatullah dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 1

Agustus 2017 dengan judul “Analisis Yuridis atas Perlakuan Pajak

Terhadap Transaksi E-Commerce” membahas tentang peraturan

perpajakan yang sesuai dalam menangani kegiatan E-Commerce

dan juga mengenai kedudukan hukum Pajak bila dibandingkan

dengan UU ITE dikaitkan dengan Security / Privacy. Dalam hal ini

sehingga mengakibatkan implikasi pajak yang agak rumit dalam

Page 25: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

15

diterapkannya pada transaksi e-commerce karena dapat

menimbulkan double taxation (pengenaan pajak ganda).

Persamaannya dengan peneliti adalah peneliti juga membahas

aturan perpajakan yang tepat dalam menangani kegiatan E-

Commerce. Perbedaannya yaitu peneliti tidak membahas terkait

PPh yang mengarah kepada penghindaran pajak berganda.

5. Abdul Rahman Tibahary dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh

UNPAS , Tahun 2016 dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap

Laporan Pajak Terutang Atas Transaksi E-Commerce Dalam

Rangka Mewujudkan Kepastian Hukum” membahas terkait

laporan pajak terutang atas transaksi E-Commerce. Menurut Abdul

dalam jurnalnya menyebutkan bahwa pajak terutang dalam

transaksi E-Commerce sama perlakuannya dengan transaksi

konvensional. Persamaannya dengan peneliti yaitu sama-sama

mengacu kepada Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada objek yang diteliti,

kalau peneliti membahas terkait perlakuan pajak terhadap

anonimitas dan karakteristik barang sedangkan pada jurnal Abdul

membahas terkait perlakuan pajak terutang yang terjadi dalam

transaksi perdagangan elektronik (E-Commerce).

B. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Konvergensi

Memasuki pergerakan Era Revolusi Industri 4.0. atau The

Fourth Industrial Revolution telah mendatangkan tantangan baru

ditandai dengan hubungan antara manusia, mesin, dan sumber daya

alam melalui konvergensi teknologi media dan informasi

(telematika). Era Revolusi 4.0. membuat hubungan antara dunia

digital dengan sektor industri semakin kuat.

Lahirnya teknologi digital mengakibatkan terjadinya

konvergensi (keterpaduan) dalam perkembangan teknologi

Page 26: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

16

telekomunikasi, media dan informasi (telematika). Pada awalnya

masing – masing teknologi tersebut seakan berjalan terpisah

(linier) antara satu dengan lainnya, namun kini semua teknologi

tersebut semakin menyatu (konvergen). Wujud konvergensi

telematika tersebut ditandai dengan lahirnya produk – produk

teknologi baru yang memadukan kemampuan sistem informasi dan

sistem komunikasi yang berbasiskan sistem komputer terangkai

dalam satu jaringan (network) sistem elektronik, baik dalam

lingkup lokal, regional maupun global. Kehadiran sistem

elektronik tersebut seakan – akan telah membuat suatu ruang baru

dalam dunia ini.1

Istilah konvergensi berdasarkan menurut Oxford Advanced

Learner’s Dictionary dimaknai sebagai “to move towards and meet

at the same place” atau dengan istilah mengumpul, dan “to become

similar or the same” atau diartikan dengan berpadu. Istilah

konvergensi untuk sektor-sektor telekomunikasi, media dan

teknologi informasi dapat juga dimaknai sebagai suatu kemampuan

dari beberapa jaringan (network platform) yang berbeda untuk

menyampaikan berbagai jenis layanan yang memiliki kesamaan

secara esensial yang dalam hal ini bentuknya menyatukan

perangkat (devices atau gadget) dari pengguna/konsumen secara

bersamaan.2

Konvergensi juga dipahami sebagai proses dari suatu

kondisi perubahan teknologi, dimana dua atau lebih produk

layanan teknologi yang sebelumnya diselenggarakan oleh beberapa

entitas yang terpisah kemudian diselenggarakan oleh satu entitas

produk atau layanan teknologi yang sama. Konvergensi antara

1 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2005), h. 35

2 Maskun, “Pengantar Hukum Telematika: Prospek dan Tantangan”, Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin, Vol.1 (July,2017), h. 5

Page 27: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

17

telekomunikasi, media, dan informatika telah mengarah kepada

produk-produk dan jasa-jasa yang baru, baik dalam kegiatan

perdagangan maupun bisnis.

Bersamaan dengan itu kesempatan untuk kegiatan

komersial, sosial, dan professional semakin meluas sebagian pasar

baru yang terbuka atas persaingan dan penanaman modal asing dan

partisipasinya. Proses yang dinamis tersebut dimaksud menjanjikan

perubahan yang mendasar dari keseluruhan aspek kehidupan,

termasuk diseminasi ilmu pengetahuan, interaksi sosial, praktik-

praktik bisnis dan ekonomi, komitmen politis, media, pendidikan,

kesehatan, hiburan, dan parawisata.3

Di sisi lain, Organization for Economic Cooperation and

Development (OECD) juga memberikan definisi tentang

konvergensi, yaitu proses-proses dimana komunikasi jaringan dan

layanan, yang sebelumnya dianggap terpisah, ditransformasikan

sehingga: jaringan dan layanan yang berbeda mampu membawa

layanan suara, audio, visual dan transmisi data yang serupa,

peralatan-peralatan konsumen yang berbeda-beda dapat

memperoleh rentang layanan yang serupa serta layanan baru yang

sedang dibuat.4

Kemudian Istilah Telematika pertama kali dikenal di

Indonesia berawal dengan dibentuknya Tim Koordinasi Telematika

Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 30 Tahun 1997 sampai

dengan Keppres Nomor 9 Tahun 2003, Pemerintah telah beberapa

kali merubah kebijakannya. Dalam perkembangannya istilah

telematika mengalami perkembangan makna yang menyatakan

bahwa telematika merupakan kepanjangan dari telecommunication

3 Maskun, “Pengantar Hukum Telematika: Prospek dan Tantangan”… h. 5

4 Djulaeka, dan Rhido Jusmadi, “Konvergensi Telematika, Arah Kebijakan dan

Pengaturannya Dalam Tata Hukum Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura,

VOL.2, NO.2 (September-Desember, 2013), h. 48

Page 28: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

18

and infromatics sebagai wujud dari perpaduan konsep komputer

dan komunikasi. Istilah telematika juga dikenal sebagai the hybrid

technology yang lahir karena perkembangan teknologi digital yang

selanjutnya telah mengakibatkan perkembangan teknologi

telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu

(konvergensi)5

Dalam pemahaman teknologi, konvergensi telematika

merupakan proses yang dikualifikasikan secara umum sebagai

teknologi telekomunikasi atau komunikasi (communication)

komputerisasi atau komputasi (computing); dan isi atau muatan

(content).

Telekomunikasi atau komunikasi (communication) merujuk

pada keberadaan sistem komunikasi yang juga merupakan

perwujudan dari sistem keterhubungan dan sistem pengoperasian

global antar sistem informasi/jaringan komputer maupun

penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.6

Proses terkonvergensinya bidang-bidang dalam telematika

diindikasikan memunculkan dampak, di antaranya adalah:7

1) Adanya perubahan teknologi dari yang berbentuk

teknologi analog ke bentuk teknologi digital

(digitalization)

2) Turunnya harga-harga yang melanda perangkat

komputasi.

3) Terkuranginya biaya yang muncul dari penggunaan

frekuensi atau bandwidth.

5 Djulaeka, dan Rhido Jusmadi, “Konvergensi Telematika, Arah Kebijakan dan

Pengaturannya Dalam Tata Hukum Indonesia” … h. 48 6 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi Kajian,…, h. 79

7 Djulaeka, dan Rhido Jusmadi, “Konvergensi Telematika, Arah Kebijakan dan

Pengaturannya Dalam Tata Hukum Indonesia”, …, h. 49

Page 29: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

19

4) Kompetisi industri telekomunikasi

Danrivanto Budhijanto menjelaskan dampak di atas ke

dalam beberapa dimensi yang mengakibatkan terjadinya

konvergensi telematika, yaitu:8

1) Perubahan teknologi yang dikenal dengan teknologi

digitalisasi (digitalization / digitalization) adalah suatu

proses transisi dari teknologi analog menjadi teknologi

digital dan penyampaian informasi dalam format analog

menjadi format biner (binary), ternyata telah

memungkinkan semua bentuk-bentuk informasi (suara,

data, dan video) untuk disampaikan melintasi jenis

jaringan yang berbeda. Digitalisasi telah dengan cepat

mengubah kondisi jaringan dimaksud di atas. Jaringan

telekomunikasi dan penyiaran menjadi menyatu dalam

layanannya. Jaringan telekomunikasi dan jaringan

siaran saat ini mempunyai kemampuan untuk

membawa transmisi dua arah secara sekaligus untuk

suara, data, dan video. Teknologi kompresi digital telah

juga meningkatkan kapasitas untuk membawa

informasi di dalam jaringan dan memungkinkan lebih

banyak informasi untuk dikirimkan melalui bandwidth

atau spektrum yang sama. Perubahan teknologi

dimaksud telah mendorong penciptaan baru, layanan

interaktif, layanan multimedia seperti video on demand,

teleshopping, telebanking, dan games (permainan)

interaktif serta pengembangan pita lebar (broadband),

sistem komunikasi dan informasi interaktif

berkecepatan tinggi (information superhighways).

8 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi:

Regulasi & Konvergensi (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 54

Page 30: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

20

2) Interaktivitas (interactivity) adalah karakteristik

pembeda dari konvergensi teknologi dalam suatu

layanan jaringan baik telekomunikasi maupun

penyiaran. Karakter pembeda yang lain dari

konvergensi adalah perangkat terminal pengguna

(handset atau gadget) yang berevolusi sangat luar biasa

dari waktu ke waktu seperti (TV, komputer, telepon

genggam, smartphone, Personal DigitalAssistants/

PDA) yang mampu menyampaikan sekaligus layanan

untuk suara, data dan video bagi penggunanya.

3) Kewenangan pengaturan telekomunikasi dan penyiaran

di bawah rezim pengaturan yang terpisah menganut

pemisahan regulator (regulatory authority) untuk

telekomunikasi dan penyiaran . Konvergensi teknologi

memberikan tekanan agar dilakukan pengubahan

pemahaman kewenangan regulator. Hal dimaksud

didasarkan kepada argumentasi untuk menghin darkan

adanya kemungkinan pengaturan/ regulasi yang

tumpang-tindih, konflik antara kedua rezim regulasi,

dan perbedaan penafsiran atas pemenuhan hak dan

kewajiban dalam perizinan, dan regulasi kompetisinya.

Seining dengan layanan yang terkonvergensi, maka

definisi tradisional dari telekomunikasi dan penyiaran

dalam menyiarkan dari satu titik untuk telekomunikasi

dan menuju pola muitipoint untuk penyiaran

menjadikan transmisi untuk sinyal tidak lagi dapat

berkesinambungan ketika diterapkan untuk layanan

baru interaktif yang dua jurusan seperti video on

demand.

Page 31: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

21

b. Teori Gaya Pikul

Pemungutan Pajak dalam lalu lintas transaksi perdagangan

elektronik (e-commerce) merupakan pungutan yang dilakukan oleh

negara kepada masayarakatnya yang melakukan daya beli atas ke

butuhan dan keinginannya. Pertumbuhan kebutuhan konsumsi

masyarakat tentunya dapat dilihat dari pendapatan rumah

tangganya, semakin tinggi penghasilan yang diperolehnya maka

semakin tinggi kemampuan untuk melakukan konsumsi, begitupun

sebaliknya jika penghasilan yang didapatnya menurun maka

kemampuan untuk melakukan konsumsi akan menurun. Hal ini

sesuai dengan Teori Daya Beli.

Dalam Teori Gaya Beli dikemukakan bahwa pajak

dipungut atas dasar kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut teori ini, pajak pada hakikatnya adalah memungut gaya

beli dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali

disalurkan kembali ke dalam masyarakat. Tujuannya adalah

mengatur kehidupan masyarakat dan membawanya ke arah

tertentu. Teori ini merupakan dasar bagi keadilan dalam

pemungutan pajak.9

Teori ini mengajarkan bahwa fungsi pemungutan pajak,

jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat disamakan dengan

POMPA, yaitu mengambil gaya beli rumah tangga dalam

masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian meyalurkan

kembali ke masyarakat dengan tujuan untuk memelihara hidup

masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan.10

Rasa keadilan pemungutan pajak di mana, mengambil gaya

beli dari rumah tangga dalam masyarakat ke rumah tangga Negara

9 Soemarso, Perpajakan: Pendekatan Komprehensif, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), h.

4

10 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 37-38

Page 32: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

22

kemudian disalurkan kembali kepada rumah tangga masyarakat

dengan maksud memelihara kehidupan masyarakat tersebut.11

c. Teori Pembangunan

Teori-teori yang disebutkan di atas berusaha memberi

justifikasi kepada pemerintah untuk memungut pajak. Untuk

Indonesia justifikasi yangpaling tepat adalah pembangunan, pajak

dipungut untuk pembangunan. Dalam kata pembangunan

terkandung pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur,

sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih lanjut akan meliputi

semua bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum,

pendidikan sosial budaya dst. Karena dana yang dipungut yang

berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan yang

membuat rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih

sejahtera, maka di sinilah letak justifikasinya. Pajak dipergunakan

untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan adanya suatu

teori pembangunan disamping teori gaya beli dan teori lainnya

yang disebut di atas.12

Negara Indonesia sebagai Negara berkembang tentunya

akan terus menerus berupaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakatnya. Hal yang dilakukan oleh Negara tidak terlepas dari

kegiatan Pembangunan Nasional, kegiatan ini merupakan salah

satu upaya yang akan selalu berjalan demi mewujudkan cita-cita

Negara. Salah satu langkah yang ditempuh dalam mensukseskan

pembangunan nasional yaitu dengan langkah menggali sumber

dana yang berasal dari Negara yaitu berupa Pajak.

Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu

masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual

11

Irwansyah Lubis, Menggali Potensi Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan

Hukum, (PT Elex Media Komputindo, 2010), h. 19

12

Yoyok Rahayu Basuki, Mengenal Perpajakan: A-Z Perpajakan, (Jakarta: Magic

Entertaiment, 2017), h. 67

Page 33: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

23

berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan

rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,

tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang

merdeka, bersahabat, tertib dan damai.13

Pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan

peranan hukum dalam pembangunan nasional dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dikenal dengan “Teori

Hukum Pembangunan”, mencerminkan suatu pemikiran: (i) hukum

itu hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan

masyarakat itu sendiri, (ii) perkembangan hukum juga dapat

diciptakan melalui pembentukan perundang-undangan, tidak hanya

putusan pengadilan, (iii) hukum itu sebagai sarana dalam

pembangunan, dan (iv) kepastian hukum tidak boleh

dipertentangkan dengan keadilan, dan keadilan tidak boleh hanya

ditetapkan sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan.14

2. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan ini akan di uraikan beberapa konsep-konsep

terkait beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam studi ini

yaitu:

a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang

dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa

dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

b. E-Commerce atau perdagangan elektronik adalah penyebaran,

pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui

sistem elektronik seperti internet atau televise, www, atau

jaringan computer lainnya.

13

Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 270

14 Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 16

Page 34: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

24

c. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang bergerak atau barang

tidak bergerak maupun barang tidak berwujud yang dikenalan

pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

d. Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu

barang/fasilitas/kemudahan/hak tersedia untuk diapaki,

termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan

bahan dan petunjuk pemesan, yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang PPN.

e. Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan

bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan

barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dikenai Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

f. Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh

Pengusaha Kena Pajak saat melakukan penjualan terhadap

barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau barang kena pajak

yang tergolong dalam barang mewah.

C. Tinjauan Hukum Terkait Pajak

1. Pengertian Pajak Secara Umum

Pajak adalah suatu kewajiban dan pengabdian serta peran aktif

warga Negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai

berbagai keperluan Negara berupa Pembangunan Nasional yang

pelaksaannya diatur dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan

untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.15

Dalam Undang-Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada

Pasal disebutkan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

15

Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan Tentang Kepastian

Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 5

Page 35: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

25

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Yang dimaksud pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran

rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang, yang dapat

dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan jasa yang langsung dapat

ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.16

Sedangkan menurut Adriani mendefinisikan Pajak adalah iuran

kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas

Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.17

Menurut Feldman, Pajak sebagai prestasi yang dipaksakan secara

sepihak dan terhutang kepada penguasa berdasarkan norma-norma

yang ditetapkan secara umum, tanpa adanya kontraprestasi (timbal-

balik), dan semata-mata hanya digunakan untuk menutup pengeluaran-

pengeluaran umum.18

Dari beberapa rumusan pajak oleh para pakar tersebut di atas

termasuk rumusan dari peraturan perundang-undangan perpajkaan ciri-

ciri yang melekat dalam pengertian pajak yaitu : (i) kontribusi

masyarakat kepada Negara yang bersifat memaksa, (ii) harus

berdasarkan undang-undang, artinya pajak tidak boleh dipungut secara

sewenang-wenang, (iii) dengan tidak mendapat imbalan secara

langsung, dan (iv) pajak itu harus digunakan untuk keperluan Negara

16

Hilarius Abut, Perpajakan, (Jakarta : Diadit Media, 2007), h. 1

17 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 25

18 Juli Ratnawati, dan Retno Indah, Dasar-dasar Perpajakan, (Yogyakarta: Deepublish,

2015), h. 1

Page 36: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

26

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dijumpai

dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.19

2. Definisi Pajak Menurut Syariah

Ada tiga ulama yang memberikan definisi tentang pajak, yaitu Yusuf

Qardhawi dalam kitabnya Fiqh az-Zakah, Gazi Inayah dalam kitabnya

Al-Iqtishad al-Islami az-Zakah wa ad-Dharibah, dan Abdul Qadim

Zallum dalam kitabnya Al-Amwal Fi Daulah al-Khilafah,

ringkasannya sebagai berikut:20

a. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa Pajak adalah kewajiban yang

ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada

Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali

dari Negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum di satu pihak dan merealisasi sebagian tujuan

ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai

oleh Negara.

b. Gazi Inayah berpendapat bahwa Pajak adalah kewajiban untuk

membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat

berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu.

Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan si pemilik

harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan secara

umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi

pemerintah.

c. Abdul Qadim Zallum berpendapat bahwa Pajak adalah harta yang

diwajibkan Allah Swt. Kepada kaum Muslim untuk membiayai

berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang

diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada

uang/harta

19

Bustamar Ayza, Hukum Pajak Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 27

20 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, …, h. 31-32

Page 37: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

27

3. Syarat Pemungutan Pajak

Berdasarkan asas pemungutan pajak dan untuk menghindari

perlawanan pajak maka memenuhi syarat-syarat berikut: .21

a. Pemungutan pajak harus adil

Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang dipungut

harus adil dan merata sehingga harus sebanding dengan

kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang

diminta Wajib Pajak dari Pemerintah.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang

Untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan

pajak harus dapat memberikan kepastian hukum bagi Negara dan

warga negaranya. Oleh Karen itu, pemungutan pajak harus

didasarkan atas Undang-Undang yang disahkan oleh lembaga

legislatif. Untuk mewujudkannya, pemungutan pajak dilandaskan

atas Undang-Undang Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945.

c. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Negara menghendaki agar perekonomian Negara dan

masyarakat dapat senantiasa meningkat. Pemungutan pajak yang

merupakan penyerapan sebagian sumber daya dari masyarakat

tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan

perdagangan yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian

Negara. Oleh karena itu, dimungkinkan pemberian fasilitas

perpajakan sejauh pemberian fasilitas ini berdampak positif bagi

perekonomian Negara.

d. Pemungutan pajak harus efisien

Biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal

mungkin dan hasil pemungutan pajak hendaknya digunakan secara

optimal untuk membiayai pengeluaran Negara seperti tercantum

dalam APBN. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus

21

Supramono, dan Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan

Perhitungan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), h. 4

Page 38: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

28

menggunakan prinsip cost and benefit analysis, dalam arti biaya

pemungutan pajak harus lebih kecil dari pada pajak yang dipungut.

e. Sistem Pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara

sederhana sehingga akan memudahkan Wajib Pajak untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak merupakan suatu pendekatan dari sisi

subjektif tentang siapakah pihak yang diberi kewenangan oleh

Undang-Undang untuk melakukan tugas pemungutan pajak. Sistem

pemungutan pajak dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu; self assessment,

withholding system dan official system, yang berdasarkan pada

pelaksanaannya dapat bersifat penuh (full) atau mutlak (absolute)

maupun sebagian (semi) atau terbatas (relative) dari masing sistem

dimaksud:

a. Self Assessment System

Sistem Self Assessment merupakan sistem pemungutan pajak

yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk

menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah

pajak terutang atas dirinya sendiri berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Ciri-ciri sistem pemungutan

pajak ini adalah:

1) Kewenangan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang

ada pada Wajib Pajak sendiri, sehingga setiap Wajib Pajak

harus bertindak aktif dengan menghitung/memperhitungkan,

membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang kepada

surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus;

2) Adanya kepastian hukum dan keadilan serta kesederhanaan

dalam pelaksanaannya, karena ketentuan mengenai syarat dan

tata cara untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan

melaporkan pajak terutang telah diatur dalam peraturan

Page 39: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

29

perundang-undangan perpajakan, sehingga tidak bergantung

kepada surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus;

3) Fiskus dalam hal ini berfungsi memberikan pelayanan dan

pengawasan kepada Wajib Pajak itu sesuai dengan peraturan

perpajakan yang berlaku. Fiskus tidak perlu menerbitkan surat

ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak, kecuali karena

dalam hal tertentu saja seperti Wajib Pajak tidak

membayar/melapor, terlambat membayar/melapor, atau telah

membayar/melaporkan pajak yang terutang namun terjadi salah

perhitungan sehingga terdapat utang pajak yang masih harus

(YMH) dibayar.

Beberapa syarat yang diharapkan ada dalam diri Wajib

Pajak, yaitu:

a) Kesadaran Wajib Pajak (tax consciousness);

b) Kejujuran Wajib Pajak (good faith)

c) Kemauan atau hasrat untuk membayar pajak (tax mindness)

d) Kedisiplinan (tax discipline) dan kepatuhan (tax voluntary

compliance) Wajib Pajak dalam melaksanakan peraturan-

peraturan perpajakan.22

b. Withholding Tax System

Pada sistem withholding merupakan sebuah perhitungan,

pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak

dipercayakan kepada pihak ketiga oleh pemerintah. Withholding

sytem adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga oleh Wajib Pajak. Withholding tax

merupakan payment system.23

22

M. Farouq, Hukum Pajak Di Indoneia: Suatu Pengantar Ilmu Hukum Terapan Di

Bidang Perpajakan, (Jakarta: Kencana, 2018), h. 157-158

23 Irwansyah Lubis, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan

Hukum, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 31

Page 40: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

30

Dengan ciri-ciri yaitu, wewenang memotong atau

memungut pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, yaitu pihak

selain fiskus dan Wajib Pajak.24

c. Official Assessment System

Sistem Official Assessment System adalah sistem pemungutan

yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Dengan ciri-ciri sebagai berikut:25

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

oleh fiskus.

5. Asas Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak ada beberapa asas-asas yang dijadikan

sebagai tolak ukur dalam menentukan adil atau tidaknya suatu

pemungutan pajak tersebut. Adam smith dalam bukunya Wealth of

Nations mengemukakan 4 (Empat) asas pemungutan pajak yang lazim

dikenal dengan “four canons taxation” atau sering disebut “The Four

Maxims, dengan uraian sebagai berikut:26

a. Equality (Asas Persamaan).

Asas ini menekankan bahwa pada warga Negara atau wajib

pajak tiap Negara seharusnya memberikan sumbangannya

kepada Negara, sebanding dengan kemampuan mereka masing-

masing yaitu sehubungan dengan keuntungan yang mereka

terima dibawah perlindungan Negara. Yang dimaksud dengan

“keuntungan” disini adalah besar-kecilnya pendapatan yang

24

Mardiasmo, Perpajakan, (Yogyakarta: Andi Offset, 2018), H. 10

25 Mardiasmo, Perpajakan, …, h. 9

26 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 41

Page 41: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

31

diperoleh di bawah perlindungan Negara. Dalam asas equality

ini tidak diperbolehkan suatu Negara mengadakan diskriminasi

di antara wajib pajak.

b. Certainty (Asas Kepastian)

Asas ini menekankan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas

dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak.

Dalam asas ini kepastian hukum sangat dipentingkan terutama

mengenai subjek dan objek pajak.

c. Conveniency of Payment (Asas Menyenangkan)

Menurut asas ini Pajak seharusnya dipungut pada waktu

dengan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak,

misalnya: pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap

para petani, sebaiknya dipungut pada saat mereka memperoleh

uang yaitu pada saat panen.

d. Law Cost of Collection (Asas Efisiensi)

Dalam asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak

tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima.

Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan

Anggaran Belanja Negara.

Adolf Wagner mengemukakan 4 (empat) asas untuk terpenuhinya

pajak yang ideal yaitu :27

a. Asas Politik Finansial, yaitu meliputi :

1) Perpajakan hendaknya menghasilkan jumlah penerimaan

yang memadai, dalam arti cukup untuk menutup biaya

pengeluaran Negara.

2) Pajak hendaknya bersifat dinamis, artinya penerimaan

Negara dari pajak diharapkan selalu mengingat kebutuhan

27

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, … h. 43

Page 42: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

32

penduduknya selalu meningkat baik secara kualitatif

maupun secara kuantitatif.

a. Asas Ekonomis

Dalam asas ekonomis disebutkan bahwa Pemilihan

mengenai perpajakan yang sangat tepat apakah hanya dikenakan

pada pendapatan ataukah juga terhadap modal, dan atau

pengeluaran. Pada umumnya yang paling adil untuk dikenakan

pajak bagi wajib pajak adalah pajak pendapatan.

b. Asas Keadilan, sebagai berikut :

1) Pajak hendaknya bersifat umum atau universal. Ini berarti

bahwa pajak tidak boleh bersifat diskriminatif, artinya

seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya

diperlakukan yang sama.

2) Kesamaan beban, artinya bahwa setiap orang hendaknya

dikenakan beban pajak kira-kira sama. Untuk mengenakan

pajak hendaknya memperhatikan daya-pikul (kemanapun

membayar) seseorang.

c. Asas Administrasi, disebutkan sebagai berikut:

1) Kepastian perpajakan: artinya bahwa pemungutan pajak

hendaknya bersifat “pasti” dalam arti harus jelas disebutkan

siapa atau apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya,

bagaimana cara pembayarannya, bukti pembayarannya, apa

sanksinya jika terlambat membayar dan sebagainya.

2) Keluwesan dalam penagihan: artinya dalam penggunaan

atau penagihan pajak hendaknya “luwes” dalam arti harus

melihat keadaan pembayar pajak, apakah sedang menerima

uang, apakah tidak mengalami bencana alam, atau apakah

tidak mengalami pailit dan sebagainya.

3) Ongkos pemungutan hendaknya diusahakan sekecil-

kecilnya.

d. Asas Yuridis atau Asas Hukum

Page 43: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

33

1) Kejelasan Undang-undang perpajakan

2) Kata-kata dalam undang-undang hendaknya tidak bermakna

ganda, dalam arti kata-kata dalam undang-undang tidak

menimbulkan interprestasi yang berbeda-beda.

6. Fungsi Pemungutan Pajak

Ada 2 (Dua) Fungsi dalam pemungutan Pajak antara lain:28

a. Fungsi Budgetair, yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke

kas Negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran Negara. Pajak dipergunakan sebagai alat untuk

memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan

Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Fungsi ini disebut

fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali

timbul. Berdasarkan fungsi ini, peemerintah membutuhkan dana

untuk membiayai berbagai kepentingan memungut pajak dari

rakyatnya.

b. Fungsi Reguler, yaitu sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik

di bidang ekonomi, sosial maupun politik dan hukum dengan

tujuan tertentu. Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat

untuk mencapai tujuan tertentu yakni untuk mengatur dan

melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Fungsi ini

disebut sebagai tambahan dari pajak karena fungsi ini merupakan

pelengkap dari fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgetair. Fungsi

mengatur merupakan salah satu usaha pemerintah untuk turut

campur dalam segala bidang dalam penyelenggara tujuan-tujuan

yang ingin dicapai pemerintah. Fungsi mengatur banyak ditujukan

kepada sektor swasta. Akhir-akhir ini fungsi mengatur mempunyai

peranan yang sangat penting yaitu sebagai kebijakan pemerintah

dalam menyelenggarakan politik di segala bidang.

28

M. Farouq, Hukum Pajak Di Indonesia: Suatu Pengantar Ilmu Hukum Terapan Di

Bidang Perpajakan, … h. 139

Page 44: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

34

D. Regulasi Perpajakan di Indonesia

1. Pajak Penghasilan

Salah satu jenis pajak yang telah diundangkan dan telah

berlaku di Indonesia adalah Pajak Penghasilan dengan dasar

hukumannya adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah

Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah

Merupakan pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-

beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau

wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pajak yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Dengan berlakunya Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak

yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan

dan/ atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang

atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh

manfaat dari padanya. Pajak Bumi dan Bangunan dapat dilihat

pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi

dan Bangunan.

Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2007 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah maka kewenangan

pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan

Page 45: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

35

Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke Pemerintah

kabupaten/kota. PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan

Perkebunan (PBB P3) masih berada di bawah kewenangan

pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak Daerah dan Retrbusi Daerah merupakan salah satu

sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai

pelaksanaan pemerintahan daerah.

4. Ketentuan Umum Perpajakan

Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dilandasi

filsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dasar Hukum

Ketentuan Umum Perpajakan yaitu Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2009.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pada dasarnya

berisikan terkait

a. Istilah-istilah perpajakan.

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pengusaha Kena Pajak

(PKP), Hak, Kewajiban dan Sanksi Perpajakan.

c. Surat Pemberitahuan, meliputi:

1) Dasar Hukum, Fungsi, Bentuk Kelengkapan SPT.

2) Pengambilan dan Penyampaian SPT, Hal-hal yang

berhubungan dengan SPT.

3) Pelaporan SPT.

4) Pembetulan dan Penundaan SPT Tahunan.

5) Tata Cara Pelaporan dengan E-SPT.

6) Sanksi yang berkaitan dengan SPT

d. Pembayaran/Penyetoran Pajak

1) Jatuh Tempo Pembayaran.

2) Surat Setoran Pajak (SSP).

3) Tata Cara Penyetoran.

Page 46: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

36

4) Batas Waktu Pembayaran

5) Dasar Hukum Jatuh Tempo.

6) Tata Cara Pemindahbukuan (Dollar)

e. Penetapan/Ketetapan Pajak

1) Dasar Hukum Penetapan dan Ketetapan Pajak

2) Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP),

Surat Keterangan Imbalan Bunga.

3) Wajib Pajak Patuh

4) Pemebetulan Ketetapan Pajak.

5) Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi.

f. Penagihan Pajak

1) Dasar Hukum Penagihan Pajak

2) Jurusita Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa

3) Penyitaan, Gugatan, Lelang

4) Pencegahan dan Penyenderan

g. Keberatan

h. Banding, Gugatan & Peninjauan Kembali

i. Pembukuan

j. Pemeriksaan

k. Penyidikan

l. Ketentuan Pidana

m. Wakil dan Kuasa Wajib Pajak

n. Surat Keterangan Fiskal

o. Surat Keterangan Bebas

p. Sunset Policy

E. Tinjauan Hukum Terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM) pertama kali dikenakan berdasarkan Undang-undang

No. 8 Tahun 1983. Undang-undang ini kemudian telah beberapa kali

diubah yaitu melalui Undang-undang tentang PPN dan PPnBM itu

Page 47: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

37

sendiri menggantikan Undang-undang No. 19 Tahun 1951 Tentang

Pajak Penjualan. Sebetulnya, Pajak Pertambahan Nilai maupun Pajak

Penjualan termasuk dalam jenis pajak yang sama, yaitu pajak atas

konsumsi yang dikenakan secara tidak langsung.

Perbedaan antara Pajak Pertambahan Nilai dengan Pajak Penjualan

terletak pada cara pemungutannya. Kelemahan utama yang terdapat

dalam Pajak Penjualan adalah efek kumulatif atau efek pengenaan

pajak berganda. Efek kumulatif tersebut berupa pengenaan pajak atas

pajak yang telah dikenakan sehingga mengakibatkan beban pajak yang

berlipat bagi konsumen akhir. Adanya efek kumulatif itu pulalah yang

menjadi alasan utama mengapa Pajak Penjualan diganti dengan Pajak

Pertambahan Nilai. Walaupun demikian, sistem Pajak Penjualan masih

tetap diterapkan untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Itupun

hanya dikenakan sekali pada tingkat pabrikan (importir).29

Sebagai pajak atas konsumsi, sebenarnya tujuan akhir PPN adalah

pengenaan atas pengeluaran untuk konsumsi (a tax on consumption

expenditure),baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun oleh

badan baik swasta maupun pemerintah dalam bentuk belanja barang

atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja Negara. Oleh sebab

itu, sebagai pajak atas konsumsi, berarti dalam kegiatan bisnis PPN

bukanlah pajak yang dibebankan kepada pedagang. Untuk konsumsi

dalam negeri, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bermuara ke

konsumen Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)

sebagai pemikul beban pajak (user) yang menyerahkan. Jadi dalam hal

ini, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak hanya sebagai sasaran antara sebelum

29

Soemarso, Perpajakan : Pendekatan Komprehensif, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), h.

530

Page 48: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

38

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai ke sasaran akhir (destinataris

pajak), yaitu konsumen.30

Pajak Pertambahan Nilai hanya akan dikenakan atas pertambahan

nilai dari suatu barang atau jasa dan dikenakan di setiap mata rantai

jalur produksi dan distribusi. Pertambahan nilai itu sendiri muncul

karena digunakan faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan

dalam rangka menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan

memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para

konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan

laba, termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja, dan laba

perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar

dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).31

2. Objek Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

Ketentuan Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2000 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) menentukan bahwa objek

PPN adalah:32

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

dilakukan oleh pengusaha. Penyerahan barang yang dikenakan

pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Barang berwujud yang diserahkan merupakan barang kena

pajak (BKP)

2) Barang yang tidak berwujud yang diserahkan merupakan

barang kena pajak tidak berwujud;

3) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean, dan;

30 Chairil Anwar Pohan, Pedoman Lengkap Pajak Pertambahan Nilai: Teori, Konsep,

dan Aplikasi PPN, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 32

31 Supramono, dan Theresia Worodamayanti, Perpajakan Indonesia: Mekanisme dan

Perhitungan, … h. 125

32 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, … h. 88

Page 49: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

39

4) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

b. Impor Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh siapapun;

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah

Pabean di dalam daerah Pabean;

e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean di

dalam daerah pabean;

f. Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) oleh Pengusaha Kena Pajak

(PKP)

Berdasarkan Pasal 1A Undang-undang Pajak Pertamabahan Nilai

Tahun 1984 termasuk penyerahan adalah sebagai berikut:33

a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.

Penyerahan ha katas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian

seperti jual belim tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau

perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

b. Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa

beli dan perjanjian leasing.

Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian

sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang

dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha

(leasing) adalah penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha

(leasing) dengan Hak Opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan

hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran

Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap,

tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah

dari penjual kepada pembeli atau dari leasor kepada lessee, maka

undang-undang ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena

33

Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis, PELAPORAN: Pajak Pertambahan Nilai &

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 18-21

Page 50: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

40

Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani,

kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas

Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada sat

ditandayanganinya perjanjian.

c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau

melalui juru lelang.

Pedagang perantara ialah orang pribadi atau badan yang dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan

perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain

dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya

komisioner. Yang dimaksud juru lelang di sini adalah juru lelang

pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah.

d. Penyerahan pemakaian sendiri

Pemakaian sendiri mengandung pengertian bahwa Barang Kena

Pajak yang merupakan barang dagangan atau hasil produksi

digunakan untuk kepentingan Pengusaha Kena Pajak sendiri atau

digunakan untuk kepentingan pengurus atau karyawannya. Atas

pemakaian sendiri Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

atau untuk pengurus dan karyawannya, tentang PPN dan harus

dibuatkan Fiktur Pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan

Pajak (DPP) sebesar harga jual Barang Kena Pajak tersebut, tidak

termasuk laba kotor.

e. Penyerahan Pemberian Cuma-Cuma

Pemberian Cuma-Cuma: sebagai pemberian Barang Kena Pajak

oleh Pengusah Kena Pajak yang diberi tanpa pembayaran baik dari

hasil produksi sendiri, maupun bukan produksi sendiri antara lain

pemberian contoh barang dagangan untuk kegiatan promosi kepada

relasi atau kepada calon pembeli, termasuk dalam pengertian

penyerahan Barang Kena Pajak.

Atas pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak oleh Pengusaha

Kena Pajak terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dengan

Page 51: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

41

menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar harga jual

Barang Kena Pajak yang diberikan.

f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau

penyerahan BKP antar cabang.

Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau

sebaliknya dan penyerahan BKP antarcabang dikenakan pajak.

Karena menganut prinsip desentralisasi Pengusaha Kena Pajak,

maka baik kantor pusat maupun kantor cabang dengan nama dan

dalam bentuk apa pun, masing-masing dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak oleh PKP oleh KPP setempat. Akhirnya

penyerahan BKP dari kantor pusat ke kantor cbang atau sebaliknya

dan penyerahan antar cabang dikenakan pajak.

g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara Konsinyasi

Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak

Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena

Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat

dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak terjadinya

penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut.

Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku

dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang

Kena Pajak, Pengusaha yang menerima titipan tersebut dapat

menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena

Pajak (retur)

Penyerahan Barang Kena Pajak pedagang perantara

terutang PPN. Yang dimaksud pedagang perantara adalah

pengusaha dengan nama atau dalam bentuk apa pun yang

melakukan usaha perdagangan perantara termasuk perdagangan

dalam konsinyasi, kecuali makelar yang di angkat dan disumpah

oleh Departemen Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal

62 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Page 52: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

42

Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran) harus dipungut

oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan pada saat

penyerahan BKP kepada Pedagang Konsinyasi.

h. Penyerahan Persediaan Barang Kena Pajak (BKP) dan aktiva yang

menurut tujuan semua tidak diperjual belikan yang masih tersisa

pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan

aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1A UU PPN Tahun 1984 menetapkan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan

persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva oleh Pengusaha Kena

Pajak (PKP) yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga

dianggap sebagai penyerahan kena pajak. Khusus untuk aktiva

yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan tersebut,

hanya dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa

PPN yang dibayar pada saat perolehnya dapat dikreditkan.

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena

Pajak adalah:34

a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada makelar

sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata)

b. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) untuk jaminan utang

piutang;

c. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dari pusat ke cabang

atau sebaliknya di mana Pengusaha Kena Pajak (PKP)

memperoleh izin musatan tempat pajak terutang.

34

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, … h. 89

Page 53: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

43

3. Barang Kena Pajak

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas Barang Kena Pajak (BKP)

dan Jasa Kena Pajak (JKP). Istilah “Barang” dapat berupa barang

berwujud atau tidak berwujud. Contoh barang tidak berwujud adalah

hak merek, hak cipta atau hak paten. Sementara itu, barang berwujud

dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak. Barang Kena Pajak

adalah barang yang menjadi ruang lingkup pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.35

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut

sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak

bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM.36

Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud”

adalah:37

a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan,

kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana,

formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak

kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.

b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan

industrial, komersial, atau ilmiah.

c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,

industrial, atau komersial.

d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan

penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a,

penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan

35

Soemarso, Perpajakan : Pendekatan Komprehensif, … 539

36 Waluyo, Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundang-

undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru, (Jakarta: Salemba Empat,

2004), h. 341

37 Mardiasmo, Perpajakan, … h. 323

Page 54: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

44

tersebut pada huruf (b), atau pemberian pengetahuan atau informasi

tersebut pada huruf (c), berupa:

1) Penerimaan atau hak menerima hak rekaman gambar, atau

rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada

masyarakat melalui satelit, kabel, serat optic, atau teknologi

yang serupa;

2) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau

rekaman suara atau keduanya untuk siaran televise atau radio

yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optic,

atau teknologi yang serupa;

3) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh

spektrum radio komunikasi.

e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion

picture films), film atau pita video untuk siaran televise, atau pita

suara untuk siaran radio,

f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan

penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial

atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Page 55: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

45

BAB III

Gambaran Umum Transaksi Perdagangan Elektronik Di Indonesia

A. Gambaran Umum Transaksi E-Commerce Di Indonesia

Ada beberapa komponen yang terlibat dalam lalu lintas bertansaksi

melalui E-Commerce , antara lain:

1. Penawaran

Dengan pesatnya perkembangan internet para pelaku yang

terlibat dalam transaksi E-Commerce menemukan kemudahan dan

nilai praktis terhadap sesuatu yang diinginkannya. Saat ini

penyajian barang atau produk disajikan dalam bentuk format

gambar pada wadah platform E-Commerce yang dipilih oleh

konsumen. Para konsumen diringankan dengan adanya kemajuan

teknologi ini. Mereka tidak perlu lagi datang ke toko untuk

menemukan produk yang diinginkannya.

Pada umumnya, proses transaksi E-Commerce diawali

dengan pemilihan produk oleh pembeli melalui Website penjual

atau marketplace. Informasi produk itu ditampilkan dalam katalog

Website yang juga dilengkapi dengan beberapa gambar (foto)

produk. Dalam meneliti produk yang akan ditransaksikannya,

pembeli dapat menanyakan ketersediaan dan spesifikasi produk

lebih jauh kepada penjual melalui fitur online chat atau email.1

Jika pembeli tertarik pada produk yang telah dipelajarinya,

ia dapat memasukkannya ke dalam Shopping Cart (kereta belanja

online) sambil menelusuri lagi produk lainnya. Sebelum menutup

transaksinya dengan melakukan order final, pembeli terlebih

dahulu mengisi form pemesanan. Form ini biasanya berisi

informasi mengenai jenis dan jumlah barang, cara pembayaran, dan

1 Dadang Sukandar, Panduan Membuat Kontrak Bisnis, (Jakarta: Visimedia, 2017), h.

201

Page 56: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

46

alamat pengiriman. Dengan mengisi form pemesanan , pembeli

dianggap telah menyetujui segala ketentuan jual beli, termasuk

jenis barang, harganya, cara pembayaran, dan alamat pengiriman.2

Cara-cara mengkomunikasikan penawaran dan penerimaan

secara elektronik dapat dilakukan melalui e-mail dan World Wide

Web (WWW) meskipun akses ke sebagian besar informasi yang

dibutuhkan mungkin dapat tersedia (ditawarkan) di Web dan

perincian selanjutnya diberikan atas permintaan melalui e-mail,

hanya e-mail saja yang dapat digunakan untuk menerima. Hingga

sekarang kelompok yang terlibat secara langsung perlu

berkomunikasi untuk membuat kontrak, e-mail terlihat lebih aktif

dibandingkan dengan World Wide Web. Tidak akan menjadi

masalah ketika jawaban terhadap permintaan informasi melalui e-

mail berasal dari manusia atau mesin (database).3

Berbelanja dengan menggunakan order form (Formulir

Pemesanan) merupakan salah satu cara belanja yang sering

digunakan dalam bisnis e-commerce. dengan cara ini merchant

menyediakan daftar atau katalog barang (product table) yang

dijual. Saat tahap order dilaksanakan, biasanya produk yang dijual

tidak divisualisasikan dalam bentuk gambar, akan tetapi dalam

bentuk deskripsi produk. Dalam sebuah halaman order form, sesi

penawaran produk terbagi dalam empat bagian, yaitu:

a. Check Box (Kotak Persetujuan) yang dibuat untuk

memberi kesempatan kepada customer untuk memilih

produk yang ditawarkan dengan mengklik kotak

tersebut sehingga bertanda check.

b. Penjelasan produk yang ditawarkan

2 Dadang Sukandar, Panduan Membuat Kontrak Bisnis, (Jakarta: Visimedia, 2017), h.

201

3 Assafa Endeshaw, Hukum E-Commerce Dan Internet, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008),

h. 247

Page 57: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

47

c. Kuantitas barang yang dipesan.

d. Harga untuk tiap-tiap produk.

2. Pembelian

Setelah pengisian order form dilakukan, selanjutnya

disediakan tombol untuk konfirmasi order, biasanya digunakan

tombol Submit dan tombol Riset. Jika diklik Riset proses akan

mereset semua pilihan dan informasi yang telah dimasukkan oleh

customer dan dapat diulang dari awal. Jika yang ditekan adalah

tombol Submit, maka proses akan dilanjutkan ke tahap

pengesahan dan pengecekan order. Pada bagian ini dipasang sistem

keamanan, misalnya SSL (Secure Sockets Layer) untuk melindungi

dari tindakan penipuan.

Jika seseorang berbelanja di salah satu pasar swalayan

tertentunya membutuhkan kereta belanja untuk meletakkan barang-

barang yang akan dibeli. Selama belum membayar di kasir, ia bisa

membatalkan pembelian barang tersebut atau menukarkannya

dengan yang lain. Demikian pula halnya dengan berbelanja melalui

E-Commerce. Dalam E-Commerce, untuk memilih barang yang

akan dibeli, ada semacam formulir yang harus diisi dalam Web

tempat ia akan melakukan transaksi. Formulir pengisian barang

yang akan dibeli dinamakan shopping cart yang berfungsi seperti

kereta belanja. Shoppung Cart merupakan sebuah software di

dalam Web yang mengijinkan seorang customer untuk melihat toko

yang dibuka dan kemudian membelinya saat melakukan check out.

Software ini akan melakukan penjumlahan terhadap biaya

transportasi pengiriman barang (jika ada), kuantitas barang dan

harga total barang yang dibeli. Seseorang bisa memilih barang

yang dibutuhkan untuk dimasukkan ke dalam shopping cart dan

masih bisa membatalkan sebelumnya mengadakan transaksi.

Setelah semua barang yang akan dibeli dimasukkan ke

dalam shopping cart, kemudian dilakukan check out. Selanjutnya

Page 58: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

48

adalah mengisi formulir transaksi yang berupa data identitas

pembeli dan jenis pembayaran yang digunakan setelah semua

ketentuan terpenuhi, merchant segera mengirim barang yang

dipesan kepada customer.

3. Pembayaram

Jika dikaji lebih dalam, proses transaksi niaga dalam bentuk

e-commerce meliputi kegiatan-kegiatan, seperti marketing dan

penjualan produk serta pembayaran atau payment. Pada prinsipnya,

mekanisme pembayaran yang dikenal selama ini ada dua cara,

yaitu tunai dan non-tunai. Pembayaran tunai adalah pembayaran

yang langsung dilaksanakan sesaat setelah terjadi transaski dan

dibayarkan dengan uang. Sementara itu, pembayaran non-tunai

dilakukan melalui suatu proses yang melibatkan lembaga pembayar

atau bank. Proses pembayaran non-tunai dapat dilakukan dengan

beberapa cara, di antaranya menggunakan cek atau giro, kartu

kredit, maupun transfer dana antar-rekening.4

Prinsip pembayaran dalam e-commerce sebenarnya tidak

jauh berbeda dengan dunia nyata, hanya saja internet (dunia maya)

berfungsi sebagai POS yang dapat dengan mudah diakses melalui

sebuah computer personal (PC), dan semuanya serba digital serta

didesain serba elektronik (tidak ada uang kertas, koin, atau cek

yang ditandatangani dengan pena).

Di dunia internet saat ini banyak terdapat metode

pembayaran yang ditawarkan. Semua metode yang ditawarkan

menggunakan teknologi canggih. Ini dilakukan karena bisnis yang

dijalankan internet adalah remote business yang selama perjalanan

transaksi menggunakan media elektronik yang sudah tentu banyak

terdapat “penyamun” ditengah jalan, yang siap melakukan

sabotase, atau mencuri uang kita. Sebagian besar merchant

4 Bonifasius Aji Kuswiratno, Memulai Usaha Itu Gampang!: Langkah-Langkah Hukum

Mendirikan Badan Usaha Hingga Mengelolanya, (Jakarta: Visimedia, 2016), h. 76

Page 59: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

49

menjalankan bisnis mereka di internet dengan menawarkan sistem

pembayaran dengan kartu kredit. Tapi jelasnya tersedia sejumlah

solusi yang berbeda-beda, selain dengan kartu kredit/debit, pada

pembayran online melalui, seperti dengan menggunakan cek

elektronik (e-check) dan uang digital (digital cash).

Dijelaskan oleh Laudon dan Traver beberapa macam sistem

pembayaran dalam E-Commerce adalah sebagai berikut:5

1) Kartu kredit online

Merupakan bentuk utama sistem pembayaran online. Ada 5

pihak yang terlibat dalam pembelian kredit online yaitu

konsumen, penjual, clearinghouse, bank penjual (kadang

disebut dengan acquiring bank) dan bank yang mengeluarkan

kartu kredit milik konsumen. Bagaimanapun, sistem kartu

kredit memiliki sejumlah batasan yang melibatkan keamanan,

resiko penjualan, biaya, dan keadilan sosial.

2) Dompet digital (digital wallets)

Berusaha menandingi fungsionalitas dari dompet tradisional

yang mengandung informasi identifikasi pribadi dan nilai yang

tersimpan dalam beberapa bentuk.

3) Tunai digital (Digital cash)

Merupakan token numeric online berdasar deposit bank atau

akun kartu kredit.

4) Sistem stored-value online

Memperbolehkan konsumen untuk melakukan pembayaran

instan, online untuk penjual dan individu lain. Berdasar sistem

penyimpanan nilai online butuh agar user mengunduh dompet

digital, sementara yang lain butuh user untuk sekedar sign up

dan transfer uang dari akun yag telah ada ke akun nilai yang

tersimpan online.

5 Hestin Mulyasari, Thanh Thi Bi, Dan Bima Murti Wijaya, “Analisis Jenis Sistem

Pembayaran Elektronik Dalam Transaksi E-Commerce Di Indonesia”, (Maret: 2014), h. 167

Page 60: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

50

5) Sistem digital accumulating balance

Memperbolehkan user untuk melakukan pembelian pada web,

mengakumulasi keseimbangan (balance) debit yang nanti akan

ditagihkan pada akhir siklus (missal akhir hari, atau akhir

bulan); konsumen lalu menghitung bayaran semua balance

dengan menggunakan cek atau akun kartu kredit. Sistem

akumulasi keseimbangan (balance), ideal untuk pembelian

konten digital seperti trek music, bagian buku, artikel maupun

Koran.

6) Sistem pembayaran cek digital

Perpanjangan dari infrastruktur checking dan banking saat ini.

7) Sistem pembayaran wireless

Sistem pembayaran berbasis telepon seluler yang

memungkinkan untuk melakukan pembayaran mobile.

4. Pengiriman

Toko online adalah sebuah toko atau tempat berjualan yang

sebagian besar aktivitasnya berlangsung secara online di internet.

Dari pengertian tersebut, kita bisa mengidentifikasi bahwa tidak

semua aktivitas di toko online berlangsung secara online.

Terdapat aktivitas pengiriman barang, hal ini harus

dilakukan secara manual dari lokasi pengelola ke alamat pembeli.

Biasanya, biaya pengiriman dibebankan pada konsumen, meski ada

juga toko yang membebaskannya untuk produk-produk tertentu,

atau pada saat menggelar program promosi.

B. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Kehadiran internet telah memberikan kemudahan akses bagi

konsumen utuk mencari kebutuhan yang diinginkannya. Manfaat internet

secara tidak langsung dapat mambuat peningkatan persaingan pasar serta

harga yang lebih diperhatikan oleh para konsumen sebagai opsi dan

layanan serta efisiensi dalam berbelanja. Kini E-Commerce menjadi alat

Page 61: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

51

penting dalam perekonomian di Negara-negara berkembang khususnya

Indonesia.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah dirubah dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) merupakan cyberlaw yang dimiliki oleh Indonesia.

Pengaturan bertransaksi secara online di E-Commerce dalam Undang-

Undang ini ditujukan agar dapat memberikan kepastian serta satu

pemahaman mengenai apa saja yang hal-hal yang berlaku dalam

bertransaksi melalui platform E-Commerce.

Pengaturan Transaksi E-Commerce jika dilihat dalam Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik dijabarkan sebagai berikut:

1. Dibutuhkannya Informasi yang lengkap dan benar dalam menjalankan

transaksi (Pasal 9);

2. Dibutuhkannya Lenbaga Sertifikasi Keandalaan guna melakukan

sertifikasi terhadap pihak-pihak yang akan melakukan transaksi

Elektronik (Pasal 10);

3. Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum dalam Tanda Tangan Elektronik

(Pasal 11)

4. Pengaturan Penyelenggaraan Transaksi Elektronik (Pasal 17 Ayat (3))

5. E-Contract (kontrak elektronik) (Pasal 18)

6. Sisem elektronik dalam melakukan Transaksi Elektronik (Pasal 19)

7. Ketentuan Agen Elektronik (Pasal 21 dan Pasal 22)

C. Undang-Undang Perdagangan

Dengan kemudahan dalam mengakses internet mambuat pola

perilaku konsumen menggeser secara perlahan menjadi masyarakat

digitalisasi yaitu para konsumen menikmati melakukan transaksi jual beli

secara online. Tentunya banyak kenikmatan yang dapat dirasakan oleh

konsumen yang melakukan transaksi secara online antara lain kemudahan

mencari produk yang diinginkan, praktis, menghemat waktu, kemudahan

Page 62: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

52

dalam sistem pembayaran, serta menariknya harga promo yang ditawarkan

dari para pelaku usaha online.

Melihat pertumbuhan perdagangan secara elektronik memberikan

potensi cukup besar untuk Indonesia. Pertumbuhan bisnis berbasis digital

tersebut dirasa perlu diantisipasi dengan sigap. Tidak sedikit pula dalam

bertransaksi secara online menghadirkan kekhawatiran yang akan

ditimbulkan baik dari si pelaku usaha maupun konsumen yang

bertransaksi secara online. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2014 diatur mengenai sistem perdagagan konvensional maupun

perdagangan melalui online.

Dalam Bab VIII Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang

Perdagangan perdagangan secara elektronik telah di atur khususnya pada

Pasal 65 dan Pasal 66 yaitu mengenai penggunan, penyajian data ataupun

informasi harus dilakukan secara lengkap dan benar. Data atau informasi

yang dimaksud antara lain terkait identitas pelaku usaha, informasi barang

atau produk yang ditawarkan, terkait kualifikasi jasa yang ditawarkan, tata

cara pembayaran produk atau jasa serta informasi mengenai cara

penyerahan barang.

Page 63: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

53

BAB IV

ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

TERHADAP TRANSAKSI ELEKTRONIK (E-COMMERCE)

A. Aspek Hukum Kontrak Elektronik

Dengan cepatnya arus lalu lintas dunia teknologi dan informasi,

kebutuhan akan sebuah kontrak atau perikatan ataupun perjanjian yang

mengikat antara para pihak yang terlibat dalam bertransaksi secara online.

Kontrak yang dibuat dalam bertransaksi elektronik merupakan perjanjian

model baru karena e-contract tercipta akibat adanya arus perkembangan

zaman dan kepentingan dalam dunia perdagangan. Dalam bertransaksi

elektronik perlunya diperhatikan aspek hukum kontrak karena perjanjian

yang terjadi tidak seperti kontrak konvensional, namun tetap memiliki

kekuatan hukum.

Proses globalisasi saat ini mengemban keterkaitan terhadap sistem

ekonomi yang baru. Globalisasi dijadikan sebagai wadah perubahan

struktur ekonomi, maka dengan itu semua pelaku yang terlibat didorong

untuk lebih berdaya guna dalam menghadapi cepatnya perubahan dan daya

saing agar tidak tertinggal. Dalam hal ini tak terlepas peran pemerintah

dalam mewadahi pergerakan potensi ekonomi yang lebih maju.

Pada lazimnya kontrak elektronik dipergunakan untuk

melangsungkan transaksi yang diawali dengan adanya penawaran dari si

penjual kemudian adanya kesepakatan dari pihak pembeli maka setelah itu

timbullah kesepakatan bersama (pihak pembeli dan pembeli). Kesepakatan

bersama tersebut merupakan sebuah persetujuan untuk melanjutkan

transaksi dengan baik, sehingga para pihak benar-benar mengetahui atas

hak-hak dan kewajibannya dalam proses transaksi.

Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya. Kata sepakat

dalam perjanjian pada dasarnya adalah pertemuan atau persetujuan

kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan

memberikan persetujuannya dan kesepakatannya jika memang

Page 64: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

54

dikehendaki apa yang disepakati. Mariam Darus Badrulzaman melukiskan

pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui

(overeenstemende wilsverklaring) antar para pihak. Pernyataan para pihak

yang menawarkan dinamakan offerte. Pernyataan para pihak yang

menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

Pada prinsipnya subjek hukum, baik manusia maupun badan

hukum dapat melakukan transaksi E-Commerce. Menjadi masalah karena

para pihak tidak cakap apabila ia berdasarkan Undang-Undang dinyatakan

tidak mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian dengan akibat hukum

yang sempurna. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1330 KUH

Perdata merupakan perkecualian atas asas yang terdapat pada Pasal 1329

KUH Perdata, yakni setiap orang adalah cakap untuk mambuat perikatan-

perikatan, kecuali jika dinyatakan oleh Undang-Undang tidak cakap.

Kontrak elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama layaknya

kontrak konvensional, hanya saja yang membedakannya yaitu cara

pembuatannya. Dalam kontrak elektronik para pihak tidak perlu bertatap

muka secara langsung atapun bertemu. Dalam hal ini kontrak elektronik

mempersembahkan nilai efesiensi yang cukup besar bagi para pelaku

usaha dan konsumen.

Jullian Ding memberikan definisi tentang E-Commerce sebagai

berikut: “Electronic Commerce, or E-Commerce as it also known, is a

commercial transaction between a vendor and purchaser or parties in

similar contractual relationship for the supply of goods, services or the

acquisition of “right”. This commercial transaction is executed or entered

into in an electronic medium (or digital medium) where the physical

presence of the parties is not required, and the medium exist in a public

network or system as opposed to a private network (closed system). The

public network ir system must be considered an open system (e.g. the

Internet or the World Wide Web). The transactions are concluded

regardless of national boundaries or local requirements”.

Page 65: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

55

Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut:

Electronic Commerce Transaction adalah transaksi dagang antara

penjual dengan pembeliuntuk menyediakan barang, jasa atau mengambil

alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan media elektronik (digital medium)

di mana para pihak tidak hadir secara fisik. Medium ini terdapat di dalam

jaringan umum dengan sistem terbuka yaitu internet atau World Wide

Web.1.

Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat nasional.

Jadi ada 6 (enam) komponen dalam kontrak dagang elekronik, yaitu:2

1. Ada kontrak dagang

2. Kontrak itu dilaksanakan dengan media elektronik (digital)

3. Kehadiran fisik dari para pihak tidak diperlukan

4. Kontrak itu terjadi dalam jaringan public

5. Sistemnya terbuka, yaitu dengan internet atau WWW

6. Kontrak itu terlepas dari batas, yurisdiksi nasional

Adapun Jenis-jenis kontrak elektronik (e-contract) dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

1. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa

barang/jasa yang bersifat atau bersifat nyata, contoh barang

berupa buku atau jasa les privat. Kontrak jenis ini, para pihak

(penjual dan pembeli ) melakukan komunikasi pembuatan

kontrak melalui jaringan internet. Jika telah terjadi kesepakatan,

pihak penjual akan mengirimkan barang/jasa yang dijadikan

objek kontrak secara langsung ke alamat pembeli (physical

delivery). Jasa les privat dalam hal ini diwujudkan dalam

bentuk kunjungan guru les privat ke rumah konsumen, jadi

1 Sukarmi, CYBER LAW: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha,

(Bandung: Pustaka Sutra, 2008), h. 63-64

2 Syafrudin Makmur, Hukum Informasi Transaksi Elektronik, (Ciputat: UIN FSH Press,

2019), h. 37

Page 66: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

56

bukan les privat berbentuk digital atau yang berbentuk interaksi

online;

2. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa

informasi/jasa non fisik. Pada kontrak jenis ini, para pihak pada

awalnya berkomunikasi melalui jaringan internet untuk

kemudian mambuat kontrak secara elektronik. Jika kontrak ini

telah disepakati, pihak penjual akan mengirimkan

informasi/jasa yang dijadikan objek kontrak melalui jaringan

internet (cyber delivery). Contohnya, kontrak pembelian buku

elektronik (e-book), surat kabar elektronik (e-newspaper),

majalah elektronik (e-magazine) atau kontrak untuk mengikuti

les privat bahasa inggris melalui jaringan internet (e-school)

Beberapa bentuk kontrak elektronik yang umum dilakukan dalam

transaksi perdagangan secara online, yaitu:3

1. Kontrak melalui elektronik mail (e-mail) adalah suatu kontrak

yang dibentuk secara sah melalui komunikasi email. Penawaran

dan penerimaan dapat dipertukarkan melalui email atau

dikombinasi dengan komunikasi elektronik lainnya, dokumen

tertulis atau faks;

2. Suatu kontrak dapat juga dibentuk melalui website dan jasa

online lainnya, yaitu suatu website menawarkan penjualan

barang dan jasa, kemudian konsumen dapat menerima

penawaran dengan mengisi suatu formulir yang terpampang

pada layar dan monitor dan mentrasmisikannya;

3. Kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi

dan jasa. Website digunakan sebagai medium of communication

dan sekaligus sebagai medium of exchange;

3 Syafrudin Makmur, Hukum Informasi Transaksi Elektronik, (Ciputat: UIN FSH Press,

2019), h. 37

Page 67: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

57

4. Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu

pertukaran informasi bisnis melalui secara elektronik melalui

komputer milik para mitra dagang (trading partners);

5. Kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap

dan shrink wrap. Software yang didownload melalui internet

lazimnya dijual dengan suatu lisensi click wrap. Lisensi

tersebut muncul pada monitor pembeli ditanya tentang

kesediannya menerima persyaratan lisensi tersebut. Pengguna

diberikan alternative “I Accept” atau “I don’t accept”.

Sedangkan shrink wrap lazimnya merupakan lisensi software

yang dikirim dalam suatu bungkusan (package) misalnya disket

atau compact disc.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik, dan atau hasil cetaknya baru sah

dianggap sebagai alat bukti, apabila dihasilkan dari sistem

elektronik. Perjanjian dalam transaksi elektronik berbentuk

perjanjian baku/standard contract, kondisi tersebut dilandasi

dengan adanya “konsep hukum sistem terbuka” yang diatur dalam

Pasal 1338 ayat (1) KUHPer atau yang lebih dikenal sebagai asas

kebebasan berkontrak, yang dimana dalam paal disebutkan bahwa

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas tersebut

mengandung arti bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk

mambuat perjanjian sesuai dengan kehendak atau kepentingan

mereka. Kebebasan yang dimaksud meliputi:4

1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan

mamba perjanjian atau tidak mamba perjanjian.

4 Pande Putus, I gusti, I Dewa, dkk, “Kekuatan Mengikat Kontrak Baku Dalam Transaksi

Elektronik”, (Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana), h. 3

Page 68: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

58

2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa akan mamba

suatu perjanjian.

3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian.

4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.

5. Kebebasan para pihak utnuk menentukan cara pembuatan

perjanjian.

Masalah yang lebih spesifikasi lagi bila dihubungkan dengan

kontrak, antara lain adalah :5

1. Masalah saat kapan terjadi atau lahirnya atau timbulnya

kesepakatan dalam transaksi telematika atau e-commerce dan e-

business. Secara konvensional kesepakatan lahir atau terjadi

pada saat kehendak penjual dan pembeli itu bertemu dalam arti

kata “riil” tidak melalui dunia maya. Dasar yuridis mengenai

kesepakatan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian secara

konvensional dapat ditemukan di dalam Pasal 1320 ayat (1)

Burgelijk Wetboek Indonesia. Dalam perkembangan bisnis

modern sudah sering terjadi pembuatan kontrak tanpa para

pihak bertemu muka atau face to face, namun melalui media

telekomunikasi seperti e-commerce dan e-busniness.

2. Masalah yurisdiksi atau tempat di mana terjadinya transaksi,

masalah pilihan hukum atau pilihan hakim dan masalah

pembuktian. Transaksi bisnis melalui e-commerce dan e-

business tidak menjelaskan tempat di mana transaksi itu terjadi.

Mengapa persoalan tempat, pilihan hukum ini menjadi sangat

penting secara yuridis karena berkaitan dengan yuridiksi

pengadilan yang berwenang jika timbul sengketa dan masalah

pilihan hukum atau choice of law atau applicable law serta

masalah pembuktiannya. Oleh karena kebanyakan transaksi e-

commerce dan e-business dilakukan oleh para pihak yang

5 Daeng Naja, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis: Contract Drafting (Citra

Aditya Bakti: 2006), h. 344

Page 69: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

59

berasa pada yurisdiksi hukum Negara yang berbeda. Sementara

dalam terms and conditions pada saat kesepakatan secara on

line dibuat tidak secara tegas dan jelas menunjuk atau memuat

klausula choice of law, maka menjadi persoalan hukum Negara

atau hakim manakah yang berwenang mengadili jika

dikemudian hari terjadi sengketa.

3. Masalah bagaimana melacaknya jika transaksi itu dibuat oleh

orang yang di bawah umur atau orang yang mempunyai

maksud jahat. Di samping tidak diketahui apakah orang yang

telah melakukan transaksi tersebut masih di bawah umur atau

sudah dewasa, juga (masalahnya) karena ukuran atau kriteria di

bawah umur pun berbeda-beda antara satu Negara dengan

Negara lain.

4. Masalah keabsahan digital signature dan message data. Apakah

tanda tangan digital dapat diakui secara yuridis sebagai alat

bukti yang sah atau dapat dikatakan sebagai data asli atau

sebagai tulisan asli. Masalah message data erat kaitannya

dengan confidentiality, integrity, dan authenticity dari pihak

pemesan. Bagaimanakah memastikan bahwa data pesan yang

sangat erat kaitannya dengan privacy pemesan, confidentially

pemesan dan pesanan, integrity dan authenticity, benar-benar

data asli yang disepakati dan diakui oleh para pihak, khususnya

pemesan?

Pihak-pihak di dalam Kontrak Dagang Elektronik adalah

sebagai berikut:6

1. Penyedia Jasa Internet (Internet Service Provider:ISP)

ISP adalah pemilik ruang elektronik disebut

website/keybase yang terdiri dari site yang satu dan lainnya

dapat dibedakan. Untuk mengembangkan saluran elektronik

6 Syafrudin Makmur, Hukum Kontrak Dagang, (Ciputat: UIN FSH Press, 2016), h. 157-

159

Page 70: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

60

ini, ISP dipasarkan ke masyarakat untuk akses ke internet.

Dengan mempergunakan usaha pengemban/ penyalur jasa

internet (internet dienstverleneri) Pengembang ini disebut

intelligent agent dari ISP. Agen ini membantu ISP untuk

mengembangkan konsep ISP yang mempermudah tugas-

tugasnya. Misalnya akses terhadap infrstruktur yang

diperlukan antara lain: pemeliharaan (maintenance)

perangkat lunak, mengudarakan site serta infrastruktur

teknis lainnya. Pengembang ini disebut intelligent agent

dari ISP. Agen ini membantu.

2. Pengembang (Intelectual agent) adalah pelaku bisnis yang

mengadakan e-kontrak langsung dengan ISP.

ISP dan agen harus online selama 24 (dua puluh empat) jam

setiap hari selama 7 (tujuh) hari per minggu agar dapat

dikunjungi para calon consumer/pemakai (customer). Di

samping itu, ditentukan prosedur untuk mengaktifkan

online situs tersebut. ISP dan agen pada tanggal tertentu

harus mengudara bersama situsnya untuk memenuhi janji-

janji terhadap para investor.

Terhadap langganan ISP dan pengembang berada dalam 1

(Satu) kategori. Batas penyediaan jasa ISP atau agen tidak

dibedakan secara tegas (Aspek privaatrecht). Di dalam

doctrine ditemukan bermacam-macam jenis penyedia jasa

sebagai berikut:

a. Access Provider;

b. Content of Information Provider;

c. Site Server Provider;

d. Value Added Service Provider;

e. Internet Service Provider;

f. Extranet Service Provider;

Page 71: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

61

Dalam prakteknya yang banyak dipakai oleh user/konsumen saat ini dalam

bertransaksi yang menggunakan kontrak adalah model transaksi sebagai berikut:7

1. Business to Business (BB)

a. Para Pihak dalam Kontrak

Pihak-pihak yang mengadalam kontrak pada model B2B ini adalah

Internet Service Provider (ISP) dengan Keybase (ruang elektronik).

ISP adalah pengusaha yang menawarkan akses kepada internet. Dan

internet adalah suatu jalan bagi komputer-komputer untuk mengadakan

komunikasi.

Keybase mengadakan perjanjian dengan ISP dalam rangka

mengembangkan konspenya. Keybase membantu ISP tersebut untuk

mengembangkan konsep site-nya, misalnya akses terhadap

infrastruktur yang diperlukan untuk pemeliharaan (maintenance) dari

perangkat lunak, mengudarakan site tersebut serta infrastruktur teknis.

b. Proses Terjadinya Kontrak

Lazimnya kontrak antara ISP dengan Keybase dituangkan di dalam

take it or leave it contract. Di Nederland ketentuan tentang standard

contract sudah diatur, sedangkan di Indonesia hal itu belum di atur di

dalam KUH Perdata.

Adapun komponen-komponen dalam kontrak antara ISP dengan

Keybase, antara lain adalah sebagai berikut:

1) Domain name, alamat e-mail. Mengenal izin menentukan alamat

ini yang ditentukan setelah mendapat izin dari pemerintah. Untuk

itu perlu di atur mengenai registrasi bagi domain name tersebut.

2) Pemilik dan perangkat yang dipakai. Dalam hal ini kontrak

seharusnya memuat kepemilikan dan perangkat lunak yang

digunakan perancang untuk website tersebut.

3) Harga dan cara pembayaran. Harus pula dimuat di dalam kontrak

ini, harga dan cara pembayaran, apakah berupa pembayaran

7 Daeng Naja, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis: Contract Drafting, (Citra

Aditya Bakti: 2006), h. 353-356

Page 72: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

62

sekaligus, kredit ataupun pembayaran berdasarkan jumlah tertentu

dari tugas yang telah diselesaikan.

4) Hak cipta, dalam hal penggunaan perangkat lunak untuk

menciptakan dan mendesain website tersebut harus diperhatikan

dan diindahkan hak cipta dan software yang digunakan.

5) Kerahasiaan, dalam hal ini perlu dibuat untuk memastikan agar

pengembang terikat untuk menjaga segala kerahasiaan informasi

yang terdapat di dalam kontrak.

6) Jaminan, bahwa di dalam kontrak tersebut harus dinyatakan

jaminan yang harus dibuat oleh pengembang Website atas hasil

karya yang dibuat yang harus bebas dari unsur penjiplakan,

memperhatikan hak intelektual dan tidak melanggar ketentuan

hukum yang ada.

7) Pengunguman, agar Website mempunyai kemampuan untuk

melampaui batas-batas yurisdiksi nasional, oleh karena itu kontrak-

kontrak internasional yang terjadi dalam E-Commerce harus

mengandung komponen pilihan hukum

8) Cara berkomunikasi, kedua belah pihak harus memperhatikan

bahwa situs tidak dipakai untuk memberikan informasi untuk hal

yang tidak pantas, informasi yang dilarang (illegal)

9) Biaya-biaya para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa

kewajiban untuk membayar ganti rugi dilakukan dengan risk

sharing (pembagian risiko)

2. Business to Consumer

Pihak-pihak dalam kontrak model B2C ini adalah antara Keybase atau

E-Commerce Merchant dengan Consumers atau Customers.E-Commerce

Merchant yang menawarkan suatu produk atau jasa dan pihak E-Customer

yang menggunakan jasa atau membeli barang. Pihak-pihak yang terlibat di

dalam suatu kontrak, yang umumnya kita lakukan di dalam kehidupan

nyata kita sehari-hari adalah juga sama dengan pihak-pihak yang terlibat

dalam suatu kontrak E-Commerce. Pihak pelaku usaha, yaitu dapat berupa

Page 73: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

63

pedagangn (E-Commerce Merchant) yang melakukan penawaran atas

produk atau jasa dan pihak yang membeli atau menggunakan jasa yang

disediakan (E-Customer)

Para pihak menentukan substansi hubungan hukum antara keduanya,

sepeti pembatasan tanggung jawab atas pemakaian. Penyedia jasa internet

akan mengesampingkan tanggung jawabnya terhadap ISP terutama dalam

hal pemakaian sebuah situs dan komunikasinya, malah dia dapat

menginginkan sebuah pembebasan terhadap tuntutan dari atau oleh para

klien ISP. Gilirannya penting untuk ISP meneruskan tuntutan serupa

kepada para kliennya.

B. Identifikasi Anonimitas Terhadap Transaksi E-Commerce

Transaksi E-commerce pada dasarnya memiliki kesamaan dengan

transaksi penjualan secara konvensional, yang membedakannya dalam

transaksi E-Commerce jarang sekali adanya interaksi secara langsung atau

bertatap muka. Sedangkan dalam transaksi yang dilakukan secara

konvensional para pelaku bertemu langsung.

Dalam hal meningkatnya popularitas internet dalam dunia bisnis

modern memberikan dampak kepada omset para pembisnis. Jangkauan

internet yang sangat luas bahkan tidak mengenal batas geografis kini

banyak dimanfaakan oleh para pelaku bisnis. Dengan demikian praktik

bisnis secara elektronik mempunyai manfaat dan nilai untung baik untuk

orang pribadi, perushaan, maupun pemerintah. Namun, hal ini tidak

menyampingkan beberapa kendala bagi pemerintahan khususnya pihak

Direktorat Jenderal Pajak. Dengan meningkatnya arus lalu lintas transaksi

secara elektronik, menimbulkan permasalahan terkait Anonimitas.

Tanpa kita sadari Transaksi E-Commerce terjadi dalam waktu yang

sangat singkat dan cepat, sehingga hal ini merupakan salah satu faktor

yang menyulitkan bagi Pihak Ditjen Pajak karena, dalam mengantisipasi

adanya penghasilan dari transaksi elektronik tersebut dan kendala lainnya

yang terjadi dalam transaksi elektronik yaitu sangat sulit untuk melacak

siapa saja pelaku yang terlibat dalam transaksi E-Commerce.

Page 74: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

64

Penarikan pajak terhadap transaksi E-Commerce merupakan suatu

keadilan bagi setiap Wajib Pajak karena dalam perdagangan secara

konvensionalpun . diterapkan aturan kewajiban membayar pajak. Perlu

kita ketahui bahwa dalam lalu lintas perdagangan secara online meliputi

aspek pemasaran, penjualan, pengiriman, dan pembayaran. Dengan

cepatnya penetrasi internet di Indonesia membuat sedikit pergeseran

terhadap kebiasaan para konsumen.

Dengan munculnya internet para konsumen dipermudah, karena

kini konsumen yang berbelanja secara online mendapatkan keringanan dan

nilai praktis. Namun, ada juga kendala yang diterimanya yaitu para

konsumen tidak dapat menilai produk yang diinginkannya secara langsung

karena produk yang diinginkan hanya ditampilkan berupa gambar.

Model belanja melalui Platform E-Commerce merupakan suatu

bentuk pembelian yang dilakukan secara online, segala bentuk produknya

ditampilkan dalam bentuk digital. Pada umumnya berupa bentuk artikel,

buku, lagu, dan sebagainya dikirim ke perusahaan lain atau pengguna

akhir, hal ini salah satu bentuk yang menyulitkan untuk dilacak dari mana

ia pergi dan dimana disampaikan. Produk-produk atau layanan berbentuk

digital rawan untuk diterapkan perpajakan.

Permasalahan lainnya yang muncul saat ini adalah Pemerintah

belum maksimal memecahkan masalah anonimitas data pelaku E-

Commerce. beberapa permasalahan yang dihdapi seperti sulitnya

mengetahui pemilik sebenarnya dari situs E-Commerce, sulitnya

mengetahui lokasi sebenarnya dari pelaku yang banyak menggunakan

domain dot com, mudahnya membuka dan menutup usaha melalui E-

Commerce, pelaku E-Commerce di luar negeri yang tidak diwajibkan

membuka kantor cabang atau perwakilan di Indonesia, keterbatasan dalam

mendeteksi data transaksi E-Commerce, mudahnya pelaku E-Commerce

menghapus informasi ataupun memberikan informasi yang dapat terjadi

kesalahan dalam bertransaksi, metode pembayaran yang sebagian

dilakukan secara tunai (cash on delivery), dan melalui banyak payment

Page 75: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

65

gateway yang berbeda-beda. Beberapa hal ini menyebabkan sulitnya

mengetahui nilai transaksi yang sebenarnya.8

Dalam lalu lintas perdagangan E-Commerce sedikit sekali para

pelaku menggunakan identitas yang terpercaya. Hal ini dimungkinkan

karena kurangnya regulasi yang mengatur pendaftaran identitas sesuai

dengan identitas sebenarnya. Hal ini dianjurkan guna menyediakam

keamanan yang dapat dipercaya oleh para pengguna dalam menjalankan

pertukaran informasi ataupun transaksi secara elektronik. Seharusnya ada

aturan khusus yang merumuskan tolak ukur tertentu untuk pelaku yang

melaksanakan transaksi online.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyampaikan

bahwa pasar E-Commerce berkembang pesat di Indonesia namun baru

segelintir pelaku E-Commerce yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP). Menurut data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal

Pajak ada 1.600 (seribu enam ratus) sampling (pelaku E-Commerce) yang

dicoba, dari jumlah itu ada 600 (enam ratus) yang belum teridentifikasikan

dan 1.000 (seribu) sudah teridentifikasikan. Dari 1.000 (seribu) pelaku

usaha baru 620 (Enam ratus dua puluh) yang sudah memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dari yang sudah memiliki Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) itu sebagian besar sudah melaporkan tapi tidak

diketahui dilaporkannya itu sudah sesuai fakta yang terjadi pada saat

bertransaksi.9

Beberapa waktu lalu tepatnya pada Bulan Februari Tahun 2019

Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan

(PMK) Nomor 210/PMK.10/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas

Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Dalam

aturan Pmk 210/PMK.10/2018 tersebut sebenarnya telah dikeluarkannya

8 https://www.kompasiana.com/verus/5c546cb1bde5754cac3e5612/urgensi-pengenaan-

pajak-atas-produk-e-commerce. diakses pada tanggal 6 Mei 2019.

9 Ririn Puspita Sari, “Kebijakan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce”, Jurnal FEB

Universitas Airlangga, 2018, h. 64

Page 76: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

66

aturan yang dapat menangani ataupun meminimalisir popularitas

Anonimitas dalam transaksi elektronik di Indonesia. Karena dalam aturan

tersebut dituangkan manfaat rasa keadilan kesamarataan antara pelaku

usaha konvensional maupun pelaku usaha E-Commerce.

Pada dasarnya aturan PMK 210 tersebut hanya menegaskan terkait

perlakuan perpajakan untuk E-Commerce dan Konvensional sama persis

tidak ada perbedaan didalam aturannya terkait Tarif, Objek serta Subjek

Pajak. PMK 210 merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan

Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-Commerce) Tahun 2017-2019

yang pada intinya mengatur terkait permasalahan perizinan, ,perpajakan,

serta perlindungan hukum kepada masyarakat.

Adapun aturan yang terkait penegasan terhadap tingginya tingkat

Anonimitas dalam lalu lintas bisnis online yang dikeluarkan Ditjen Pajak

yaitu Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomro

210/PMK.010/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi

Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) antara lain sebagai

berikut:

1. Bagi Pedagang dan Penyedia jasa yang berjualan melalui

platform marketplace:

a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

kepada pihak penyedia platform marketplace;

b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1)

mendaftarkan diri untuk memberitahukan Nomor Induk

Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;

c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final

dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak

melebihi Rp. 4,8 miliar dalam setahun, serta;

d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal

omzet melebihi Rp. 4,8 miliar dalam setahun, dan

Page 77: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

67

melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang

berlaku;

2. Kewajiban Penyedia Platform Marketplace

a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;

b. Memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPh terkait

penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang

dan penyedia jasa;

c. Memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPh terkait

penjualan barang dagangan milik penyedia platform

marketplace sendiri, serta;

d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh

pedagang pengguna platform;

Bagi penyedia platform marketplace merupakan pihak yang

menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik, di mana

pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang

dan jasa kepada calon pembeli. Di Indonesia yang menjadi sebagai

penyedia platform marketplace antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia,

Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku

overthe-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia

platform marketplace.

Peraturan Menteri Nomor-210 sebelumnya akan dijadwalkan

berlaku pada tanggal 1 April 2019 dengan kebijakan pemerintah akan

melangsungkan sosialisasi sebelum Peraturan tersebut diberlakukan. Akan

tetapi, Pemerintah menarik kembali aturan tersebut dan Menteri Keuangan

menegaskan perlakuan perpajakan tetap mengacu kepada ketentuan

perlakuan perundang-undangan yang berlaku. Namun jika dilihat

peraturan yang ditekankan yaitu termaktub di dalam SE-62/PJ/2013

Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce.

Page 78: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

68

Perlu diketahui bahwa Surat Edaran tidaklah termasuk bagian dari

hirarki Perundang-undangan. Bagir Manan dan Kuntan Magnar

menjelaskan bahwa Surat Edaran (SE) tidak mengikat secara hukum

(wetmatigheid) sehingga kedudukannya sering disebut bukan hukum.

Dalam bukunya “Perluhal Undang-Undang”, Jimly Asshidiqie

menjabarkan bahwa Surat Edaran sebagai aturan kebijaksanaan.

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang

memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui

prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Urutannya UUD 1945, TAP MPR, UU/Perppu, PP, Perpres, Perda

Provinsi, dan Perda kabupaten/kota. Tidak ada penyebutan SE secara

eksplisit.

Jika melihat majunya konvergensi telematika khususnya pada

transaksi secara elektronik yaitu lebih khusus perdagangan berbasis digital

ini membutuhkan suatu aturan yang berbentuk Peraturan Perundang-

Undangan bukan hanya berjenis Pemberitahuan atau Petunjuk seperti

Surat Edaran. Konvergensi telematika melahirkan sebuah fenomena yang

berujung kepada tuntutan adanya perubahan dalam sistem pengaturan

hukum di Indonesia guna memberikan pemenuhan kebutuhan dalam

hukum.

Maraknya perdagangan elektronik di Indonesia tentunya implikasi

dari kemajuan konvergensi telematika sehingga terjadinya pergeseran

nilai-nilai dan perubahan pola hidup atau pola kebiasaan manusia. Dimana

sebelumnya keseharian manusia dilakukan secara manual kini segala

kegiatannya bersentuhan oleh kecanggihan teknologi. Hasil konvergensi

tersebutlah menghadirkan berbagai tantangan baru sehingga

dibutuhkannya suatu aturan baru ataupun dilakukannya pembaharuan

dalam peraturan yang ada agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.

Page 79: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

69

C. Identifikasi Barang Tidak Berwujud Dalam Transaksi Elektronik

Transaksi Elektronik secara umum memiliki kesamaan dengan

transaksi penjualan secara konvensional, maka dengan itu untuk

memenuhi hakikat keadilan dalam transaksi yang terjadi secara elektronik

tidak terlepas dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini

merujuk pada saat penyerahan barang. Barang atau produk yang

diperdagangkan dalam perdagangan elektronik tidak hanya berupa barang

berwujud melainkan tersedia barang tidak berwujud.

Dalam perkembangan saat ini bentuk produk yang diperjual

belikan dalam perdagangan melalui sistem elektronik dewasa ini terus

maju. Banyak barang-barang yang tidak berwujud beredar dalam transaksi

antar Negara. Barang digital (digital goods) adalah barang yang dapat

dikirimkan melalui jaringan digital. Musik, Video, Peranti Lunak, Koran,

Majalah, dan buku semuanya dapat dinyatakan, disimpan, dikirim, dan

dijual sebagai barang yang benar-benar digital. Saat ini, sebagian besar

abrang ini dijual dalam bentuk fisik, misalnya dalam bentuk CD, DVD,

atau buku. Tetapi Internet menawarkan kemungkinan pengiriman semua

barang ini sesuai pesanan sebagai barang digital.10

Nilai jual Barang Tidak Berwujud mendapatkan perlakuan yang

sama dengan Barang yang ada di dalam toko offline atau toko

konvensional. Jika Barang Tidak Berwujud dikenakanan pajak, maka

perlakuan tersebut sama diterapkan dalam transaksi perdagangan secara

online.

Perlakuan Pajak terhadap Barang Tidak Berwujud dijelaskan pada

Pasal 3A Ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah yang berbunyi sebagai berikut: “Orang Pribadi atau badan yang

memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah

Pabean Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan atau yang

10

Kenneth, Jane, Laudon, dkk, Sistem Informasi Manajemen: Mengelola Perusahaan

Digital Edisi 10, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), h. 56

Page 80: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

70

memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 Huruf e wajib memungut, menyetor, dan

melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang perhitungan

dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”.

Penyerahan barang tidak berwujud atau jasa yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak (PKP) didalam daerah pabean Indonesia kemudian

atas pengalihan atau penyerahan tersebut Pengusaha Kena Pajak

diharuskan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap penggunaan

atau mengkonsumsi tanpa melihat siapa yang mendayagunakan, apabila

pendayagunaan barang tidak berwujud atau jasa tertera dari luar wilayah

pabean maka dapat dikatakan sebagai konsep place of consumption atau

dapat diartikan berdasarkan wilayah penyerahan berlangsung melainkan

dimana sebenarnya barang atau jasa tersebut dinikmati.

D. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-

Commerce

Dalam kegiatan ekonomi yang semakin beragam tentunya dapat

merubah laju pertumbuhan pendapatan Negara. Sistem perdagangan dalam

model online telah mambuat pengaruh dampak terhadap aturan

pemungutan Pajak yang tepat. Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal

Pajak telah mengantisipasi dalam merancang dan mengeluarkan aturan

yang dapat memantau laju transaksi electronic tersebut. Pemasukan pajak

terhadap kas Negara merupakan impresi terhadap pembangunan-

pembangunan bagi kepentingan umum.

Aturan pajak sepatutnya dapat menambahkan laju pertumbuhan

ekonomi nasional, maka demikian regulasi yang dirancang oleh

pemerintahan seharusnya dapat memberikan peluang sebesar-besarnya

untuk para pelaku usaha yang sedang berkembang maupun sudah maju.

Akan tetapi, hal ini patut adanya kerjasama yang selaras dengan para

wajib pajak (Orang/Badan). Dalam mensukseskan kemajuan pertumbuhan

ekonomi para wajib pajak diharapkan dapat mengimplementasikan

Page 81: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

71

kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hukum pajak yang seharusnya

dipenuhi.

Pada Transaksi Elektronik yang terjadi begitu cepat dan luas

memiliki kesamaan terhadap penarikan dan penerapan pajak seperti pada

transaksi yang terjadi seperti konvensional. Maka dengan itu aturan yang

berlaku merupakan regulasi yang dibentuk guna masyarakat serta para

pelaku usaha merasa adil dan terlindungi. Dalam perspektif hukum di

dalam syariat islam, pengaturan tentang pemungutan pajak diatur dalam

surat at-taubah ayat 29, yang berbunyi sebagai berikut:

ول ورسوله ول يدينون دين قاتلوا الذين ل يؤهنون بالل م للا هون ها حز باليوم الخز ول يحز

الحق هن الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهن صاغزون

Artinya : “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan

tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa

yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan

agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-

Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh

sedang mereka dalam keadaan tunduk”

Kata “Jizyah” di atas memiliki makna yang sama dengan “Pajak”.

Jizyah adalah pajak tahunan bagi setiap dzimmi yang mampu secara

finansial dan fisik, sesuai tingkat kekayaan mereka. Adapun dzimmi yang

miskin dan lemah, tidak ada kewajiban jizyah bagi mereka.11

Pemungutan pajak dimaksudkan guna mencapai keadilan bagi para

pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya. Para pemungut pajak dalam

melakukan tugasnya tentunya memperhatikan prinsip-prinsip yang harus

dijalankan dalam pelaksanannya, antara lain sebagai berikut:12

11

Qasim A. Ibrahim, dan M. A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah

Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Zaman, 2014), h. 1160

12 https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prinsip-pajak-di-indonesia/. KlikPajak, Diakses

Pada 4 July 2019, 15:56

Page 82: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

72

1. Prinsip Keadilan (Equity)

Keadilan vertical maupun keadilan horizontal dalam

pemungutan pajak harus dipenuhi. Prinsip keadilan intinya

memperhatikan pengenaan pajak secara umum serta sesuai

dengan kemampuan Wajib Pajak atau sebanding dengan

tingkat penghasilannya. Keadilan vertkal yaitu pembayarpajak

dengan kondisi sama atau sejajar akan dikenai beban pajak

yang sama. Sementara keadilan horizontal yaitu ketika

pembayar pajak dengan jumlah penghasilan lebih besar

disbanding pembayar pajak dengan penghasilan kecil.

2. Prinsip Kepastian (Certainty)

Pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan

terdapat kepastian dan jaminan hukum. Prinsip kepastian

memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak mengenai objek

pengenaan pajak, besaran pajak atau dasar pengenaan pajak,

serta segala tata cara dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Hal tersebut dimaksudkan agar mudah dimengerti oleh Wajib

Pajak dan memudahkan administrasi.

3. Prinsip Kecocokan/Kelayakan (Convience)

Pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan Wajib

Pajak serta hendaknya sejalan dengan sistem self assessment.

Artinya, pemerintah mengutamakan serta memperhatikan layak

atau tidaknya seseorang dikenakan pajak, sehingga orang yang

dikenai pajak akan senang hati dan tulus memenuhi dan

membayar kewajiban pajaknya.

4. Prinsip Ekonomi (Economy)

Pada saat menetapkan dan memungut pajak harus

mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan harus

proporsional. Pemerintah akan menerapkan sistem perpajakan

yang efektif dan efisien, seperti biaya pemungutan pajak yang

Page 83: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

73

rendah. Jangan sampai biaya pemungutan lebih tinggi dari

beban pajak yang dikenakan.

Pada kenyataannya mengidentifikasi pihak-pihak yang bertransaksi

dalam E-Commerce lebih sulit dibandingkan mengidentifikasi pihak-pihak

yang melangsungkan transaksi secara konvensional. Mengingat banyak

kendala atau kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah untuk

mengidentifikasi para pihak yang terlibat. Dilihat dari kesiapan dan

ketaatan para pihak sebagai Wajib Pajak ataupun bukan Wajib Pajak serta

pihak-pihak yang belum berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Dalam menanggapi hal seperti diatas pemerintah Indonesia telah

mengantisipasi dalam menjamin kepastian hukum terhadap transaksi

electronic di dunia perdagangan Internet yaitu dengan menerbitkan

regulasi yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor:

29/PERM/M.KOMINFO/11/2018 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Sertifikasi Elektronik.

Menurut BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Angka 3dan 4 pada

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2018

disebutkan bahwa:

(3) Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik

yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan

status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang

dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik.

(4) Penyelenggara Sertfikasi Elektronik adalah kegiatan

menyediakan, mengelola, mengoperasikan infrastruktur Penyelenggara

Sertifikasi Elektronik, dan/atau memberikan dan mengaudit Sertifikat

Elektronik.

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11

Tahun 2018 disebutkan bahwa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri

atas:

Page 84: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

74

1. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia adalah Penyelenggara

Sertifikasi Elektronik berbentuk badan hukum dan berdomisili di

Indonesia (Pasal 1 angka 6)

2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Asing

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Asing adalah Penyelenggara

Sertifikasi Elektronik yang telah beroperasi sebagai penyelenggara

sertifikasi elektronik di luar negeri (Pasal 1 angka 7)

Dijelaskan pula wewenang Penyelenggara Sertifikasi Elektronik pada

Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik sebagai berikut:

1. Pemeriksaan calon pemilik dan/atau pemegang Sertifikat Elektronik;

2. Penerbitan Sertifikat Elektronik;

3. Perpanjangan masa berlaku Sertifikat Elektronik;

4. Pemblokiran dan pencabutan Sertifikat Elektronik;

5. Validasi Sertifikat Elektronik; dan

6. Pembuatan daftar Sertifikat Elektronik yang aktif dan yang dibekukan.

Kegunaan Sertifikasi Elektronik sebenarnya sangat membantu dalam

menentukan pihak-pihak yang berperanserta dalam sebuah transaksi

elektronik sehingga memudahkan Direktorat Jenderal Pajak dalam menjaring

para Wajib Pajak ataupun Pengusaha Kena Pajak khususnya dalam bidang

pembuatan e-Faktur Pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Page 85: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan dari permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan terhadap E-Commerce di

Indonesia dan sangat berpotensi dalam meningkatkan pendapat

Negara. Pengaturan mengenai hal itu dapat dilihat dalam Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan

Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Sedangkan Surat

Edaran bukanlah bagian dari Peraturan Perundang-Undangan maka

diharapkan Pemerintah menerbitkan aturan yang termasuk dalam

Peraturan Perundang-Undangan.

2. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik bahwa suatu transaksi perdagangan

elektronik (E-Commerce) dikatakan sah apabila menggunakan sistem

elektronik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan

informasi elektronik tersebut dalam bentuk asli dimana informasi yang

tercantum didalamnya dapat dijamin keutuhannya,

dipertanggungjawabkan, diakses, ditampilkan, sehingga menerangkan

suatu keadaan. Sistem tersebut juga menggunakan sistem elektronik

yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan perkembangan

teknologi informasi.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran ataupun rekomendasi yang dapat

diberikan terhadap Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai serta Aspek

Hukum Kontrak Elektronik terhadap Transaksi E-Commerce sebagai

berikut:

Page 86: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

76

1. Direktorat Jenderal Pajak segera merancang aturan khusus pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai terhadap tingginya laju pertumbuhan

perdagangan elektronik melalui e-commerce di Indonesia. Serta dapat

dilakukan penyempurnaan ataupun ketentuan-ketentuan yang terdapat

di Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan

Nilai dalam menghadapi arus globalisasi sekarang ini agar tidak

tertinggal zaman. Khususnya penyempurnaan terkait kepastian hukum

serta keadilan antara transaksi konvensional dan transaksi elektronik

melalui e-commerce,terutama penjelasan terminology terkait

pemanfaatan barang tidak berwujud.

2. Pemerintah tetap harus memperhatikan terkait keabsahan kontrak

elektronik yang didalamnya terdapat tanda tangan digital. Dimana

tanda tangan digital belum tentu dapat diakui secara yuridis sebagai

alat bukti yang sah ataupun dapat dikatakan sebagai data asli atau

sebagai tulisan asli.

Page 87: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

77

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abut, Hilarius, Perpajakan, Jakarta : Diadit Media, 2007.

Aji Kuswiratmo, Bonafisius, Memulai Usaha Itu Gampang!: Langkah-Langkah

Hukum Mendirikan Badan Usaha Hingga Mengelolanya, (Jakarta:

Visimedia, 2016)

Achmadi, Cholid Narbuko dan Abu, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara,

2001.

Ayza, Bustamar, Hukum Pajak Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017

Basuki, Yoyok Rahayu, Mengenal Perpajakan: A-Z Perpajakan, Jakarta: Magic

Entertaiment, 2017

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Budhijanto, Danrivanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi

Informasi: Regulasi & Konvergensi (Bandung: Refika Aditama, 2010)

Damayanti, Woro Theresia dan Supramono, Perpajakan Indonesia: Mekanisme

dan Perhitungan, Yogyakarta: Andi, 2010.

Diatha, I Made Metode Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori

Hukum, Jakarta : Kencana, 2017.

Endeshaw, Assafa, Hukum E-Commerce dan Internet, (Jakarta: Pustaka Pelajar,

2008)

Farouq, M, Hukum Pajak Di Indoneia: Suatu Pengantar Ilmu Hukum Terapan Di

Bidang Perpajakan, Jakarta: Kencana, 2018.

Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditua Bakti, 2002.

Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2007.

Indah, Retno dan Juli Ratnawati, Dasar-dasar Perpajakan, Yogyakarta:

Deepublish, 2015.

Page 88: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

78

Judisseno, Rimsky, Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan Tentang Kepastian

Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2005.

Laudon, Kenneth dan Jane, SISTEM INFORMASI MANAJEMEN: Mengelola

Perusahaan Digital Edisi 10, (Jakarta: Salemba Empat, 2007)

Lubis, Irwansyah, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan

Pelaksanaan Hukum, Jakarta: Kompas Gramedia, 2010.

Lubis, Irwansyah dan Gustian Djuanda, PELAPORAN: Pajak Pertambahan Nilai

& Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2002

Makarim, Edmon, Pengantar Hukum Telematika: Suatu Kompilasi Kajian

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)

Makmur, Syafrudin, Hukum Informasi Transaksi Elektronik, Ciputat: UIN FSH

Press, 2019.

Hukum Kontrak Dagang, Ciputat: UIN FSH Press, 2016.

Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta: Andi Offset, 2018.

Pohan, Chairil Anwar, Pedoman Lengkap Pajak Pertambahan Nilai: Teori,

Konsep, dan Aplikasi PPN, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016

Rerung, Rintho Rante, E-Commerce Menciptakan Daya Asing Melalui Teknologi

Informasi, Yogyakarta: Deepublish, 2018

Sakti, Nurfansa Wira, Buku Pintar Pajak E-Commerce Dari Mendaftar Sampai

Menbayar, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2014.

Saleh, dan Ibrahim, A. Qasim, Buku Pintar Sejarah Islam: Jejak Langkah

Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta: Zaman,

2014)

Sarwono, Jonathan, ’’Perdagangan Online: Cara Bisnis di Internet’’, Jakarta : PT

Elex Media, 2012.

Soekonto,Soerjono dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2011, cet.XII, edisi I.

Soemarso, Perpajakan : Pendekatan Komprehensif, Jakarta: Salemba Empat,

2007

Soetrisno, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 1992

Page 89: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

79

Sore, B. Uddin dan Sobiri, Kebijakan Publik, Makassar: CV Sah Media, 2017

Sukandar, Dadang, Panduan Membuat Kontrak Bisnis, Jakarta: Visimedia, 2017.

Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku

Usaha,Bandung: Pustaka Sutra, 2008

Suyanto, M, Strategi Periklanan Pada E-Commerce Perusahaan Top Dunia,

Yogyakarta : Andi Offset, 2003.

Ustadiyanto, Riyeke, Framework E-Commerce, ( Yogyakarta : Andi Offset, 2002)

JURNAL

Alif, Rizal “Perspektif E-Commerce di Era Globalisasi Perdagangan Bebas Dalam

Hukum Perjanjian Di Indonesia”, Jurnal Hukum International, VOL XV,

2016

Dewa, I, Pande Putus, dan I gusti, “Kekuatan Mengikat Kontrak Baku Dalam

Transaksi Elektronik”, (Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Universitas Udayana)

Irmawati, Dewi, “Pemanfaatan E-Commerce Dalam Dunia Bisnis”, Jurnal Ilmiah

Orasi Bisnis, VOL VI, (November 2011)

Indrawati,Lilik “Perlakuan Pajak Pertambahan NilaiTransaksi E-Commerce Di

Indonesia”. Jurnal Bisnis Perspektif, 2017.

Jusmadi, Ridho dan Djulaeka, “Konvergensi Telematika, Arah Kebijakan dan

Pengaturannya Dalam Tata Hukum Indonesia”, Fakultas Hukum

Universitas Trunojoyo Madura, VOL.2, NO.2 (September-Desember,

2013

Maskun, “Pengantar Hukum Telematika: Prospek dan Tantangan”, Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, Vol.1 (July,2017

Murtiwijaya, Bima, Hestin Mulyasari, Thanh Bi, “Analisis Jenis Sistem

Pembayaran Elektronik Dalam Transaksi E-Commerce Di Indonesia”,

(Maret: 2014)

Naja, Daeng, SERI KETERAMPILAN MERACANG KONTRAK BISNIS:

CONTRACT DRAFTING (Citra Aditya Bakti: 2006)

Nuryanti, “Peran E-Commerce Untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan

Page 90: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

80

Menengah (UKM)”, Vol. 21, (Desember, 2013)

Puspitasari, Ririn, “Kebijakan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce”, (Jurnal

FEB Universitas Airlangga, 2018)

Sanusi, Arsyad, “Efektivitss UU ITE dalam Pengaturan Perdagangan Elektronik

(E-Commerce)”, Jurnal Hukum Bisnis, VOL NO. 29, 2010

Wirdasari, Dian, “Teknologi E-Commerce Dalam Proses Bisnis”, Vol. 7, No. 2

(Agustus, 2009

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tentang Perlakuan

Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-

Commerce)

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan

Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce

Internet

KlikPajak, Artikel diakses pada tanggal 4 July 2019, 15:56

https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prinsip-pajak-di-indonesia/.

Kompas, Artikel Pada tanggal 6 Mei 2019

https://www.kompasiana.com/verus/5c546cb1bde5754cac3e5612/urgensi-

pengenaan-pajak-atas-produk-e-commerce.

Page 91: ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47128...ASPEK HUKUM PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) TERHADAP TRANSAKSI PERDAGANGAN ELEKTRONIK

81

Interview

Interview Pribadi dengan Linggo Saputra Seksi Peraturan PPN Perdagangan, Jasa

dan PTLL, Direktorat Peraturan Perpajakan I, 18 April 2019.