ASMA word

50
PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit inflamasi kronik tersebut menyebabkan episode mengi (wheezing) berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam hari atau dini hari. Berdasarkan etiologi, faktor-faktor terjadinya asma secara umum dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berhubungan hipersensitivitas bronkus seseorang dan kerentanan seseorang mengalami asma berdasarkan adanya riwayat atopi dalam keluarga. World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. World Health Association (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Patogenesis asma berhubungan dengan banyak sel yang berperan seperti, sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan asma dibagi menjadi dua bagian yaitu pengobatan non-medikamentosa dan medikamentosa. Pengobatan non-medikamentosa meliputi meningkatktkan pemahaman pasien dan keluarga tentang asma, faktor penyebab ataupun pencetus, dan meningkatkan pola hidup 1

description

portofolio

Transcript of ASMA word

Page 1: ASMA word

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik tersebut menyebabkan

episode mengi (wheezing) berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,

khususnya pada malam hari atau dini hari. Berdasarkan etiologi, faktor-faktor

terjadinya asma secara umum dibagi menjadi faktor genetik dan faktor

lingkungan. Faktor genetik berhubungan hipersensitivitas bronkus seseorang dan

kerentanan seseorang mengalami asma berdasarkan adanya riwayat atopi dalam

keluarga.

World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta

penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus

bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. World Health

Association (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat

asma. Sedangkan  berdasarkan laporan National Center for Health Statistics

(NCHS) tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100  ribu

populasi.

Patogenesis asma berhubungan dengan banyak sel yang berperan seperti,

sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pengobatan asma dibagi menjadi dua bagian yaitu pengobatan non-

medikamentosa dan medikamentosa. Pengobatan non-medikamentosa meliputi

meningkatktkan pemahaman pasien dan keluarga tentang asma, faktor penyebab

ataupun pencetus, dan meningkatkan pola hidup sehat demi menurunkan insidensi

dan morbiditas asma. Pengobatan medikamentosa pada pasien asma dapat dibagi

dalam dua kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali

(controller).

Komplikasi asma dapat terjadi ringan sampai berat, tergantung derajat

asma dan durasi dari serangan. Prognosis asma ditentukan berdasarkan derajat

serangan, kepatuhan pasien dan keluarga dalam pengobatan, dan fasilitas

kesehatan yang mendukung pengobatan asma.

1

Page 2: ASMA word

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Asma merupakan suatu kelainan pada saluran napas yang diakibatkan oleh

proses inflamasi kronis yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi

kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran pernafasan yang

menyebabkan episode mengi (wheezing), apneu, sesak nafas dan batuk-batuk

terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas

obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan ataupun

dengan terapi.

Global Institute for Asthma (GINA) mendefinisikan asma adalah

gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak sel yang berperan

seperti, sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Inflamasi kronik tersebut menyebabkan

episode mengi (wheezing) berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,

khususnya pada malam hari atau dini hari.

Definisi asma menurut World Health Organization (WHO) pada tahun

1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat

penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak

menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.

Definisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK)

Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2004 menyebutkan

bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik

sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari

(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi

lain pada pasien dan/atau keluarganya.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor genetik

a. Hiperreaktivitas jalan napas

Berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas yang melibatkan sel-sel

inflamasi.

b. Atopi/ alergi bronkus

2

Page 3: ASMA word

Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma

persisten dan beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa

sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada

tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma

c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

d. Jenis kelamin

Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens

asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali

lipat anak perempuan.

e. Ras/ etnik

Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens

asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi

daripada kulit putih.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,

alternaria/jamur)

b. Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi, telur)

d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker

dan sebagainya)

e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

f. Ekspresi emosi berlebih

g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika

melakukan aktivitas tertentu

j. Perubahan cuaca

Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang

berhubungan dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma

bronkial. Beberapa literatur menyebutnya sebagai exercised induced

bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma harus dibedakan antara penderita

3

Page 4: ASMA word

asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap bronkodilator dan

metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak

ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB

adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable

maximum heart rate.

Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena

meningkatnya kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas

berusaha lebih untuk menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam

alveolus tetap optimal. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas

dari permukaaan saluran napas dimana terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel

kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya proinflamatory mediator berupa

histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada akhirnya menyebabkan

terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB atlit, tidak

terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil,

atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:

Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang

berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta

pajanan asap rokok.

Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.

Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang,

alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen

seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di

tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa,

hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal

refluks).

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

4

Page 5: ASMA word

Skema 1. Mekanisme terjadinya asma

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta

penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia

yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan

sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam

kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompatibility

complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks

antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada

kromosom 6 daerah 6p21.31.

C. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) tahun

2003, prevalensi  serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000

anak (jumlah anak 4,2  juta) dan pada dewasa dengan usia diatas 18 tahun, 38 per

1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita  yang mengalami serangan lebih

banyak daripada lelaki. World Health Association (WHO) memperkirakan

terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan  berdasarkan laporan

National Center for Health Statistics (NCHS) tahun 2000 terdapat 4487 kematian

akibat asma atau 1,6 per 100  ribu populasi.

Asma adalah penyakit kronik yang umum menyebabkan peningkatan

angka kesakitan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat

nasional Amerika Serikat pada tahun 1998, terdapat 8,65 juta anak-anak

dilaporkan menderita asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan

asma dalam waktu 12 bulan. Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap

5

Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Gejala Asma

Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan

Sensitisasi inflamasi

Page 6: ASMA word

sebagai penyebab tersering adanya kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat

(867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan tidak masuk sekolah (10.1 juta

kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan kematian, namun dilaporkan

164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998.

D. PATOGENESIS

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan

ditandai oleh serangan batuk, wheezing (mengi) dan dispnea pada individu dengan

jalan nafas yang hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak

semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula

pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama

kehidupan. Beberapa orang dengan gejala asma yang bermula dalam 2 dekade

pertama kehidupan, lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang

diperantarai oleh Immunoglobulin E (IgE) dan memiliki penyakit atopi terkait

lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T

oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang

melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II

pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik berperan

sebagai Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel

dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk

jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran

respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel

limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi

sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel

dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini,

dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai

Antigen Precenting Cells (APC) yang efektif.

Asma dapat terjadi berdasarkan proses inflamasi baik akut ataupun

kronik, dimana dari proses inflamasi tersebut terdapat dua reaksi yaitu reaksi

cepat dan reaksi lambat. Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-

sel yang sensitif terhadap alergen Immunoglobulin E (Ig-E) spesifik, terutama sel

mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap

6

Page 7: ASMA word

timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase cepat dapat terjadi kurang

lebih 10-20 menit setelah pajanan alergen, dan dapat berlangsung selama 1-2 jam.

Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 4-8 jam setelah pajanan alergen, dan

dapat berlangsung 12-48 jam. Reaksi fase lambat terutama dihasilkan oleh

aktivitas eosinofil dan sel lainnya seperti, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.

Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul

adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori

yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya

dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen,

serta produksi mediator pro inflamasi, seperti Interleukin 2 (IL2), Interleukin 5

(IL5), dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus

menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.

Teori terbaru mengenai patogenesis asma adalah hubungan antara suatu

proses inflamasi dengan proses remodeling sel epitel yang rusak akibat proses

inflamasi. Semakin lama suatu proses inflamasi terjadi, maka semakin besar pula

proses remodeling terjadi. Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian

proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur

saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan

maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang

berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue

Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan

profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta

diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang

penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi

faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi

sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas

mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf.

Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada

dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat

asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit.

7

Page 8: ASMA word

Gambar 1. Patogenesis Asma (Teori remodelling)

(Sumber: Pedoman Diagnonsis dan Penatalaksanaan di Indonesia: Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia. 2004)

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet

dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama pada proses

inflamasi kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma,

memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat

menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan

hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik,

terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau

yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari

obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.

8

Page 9: ASMA word

Skema 2. Peranan faktor risiko terhadap terjadinya asma

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag

alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal

menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan

oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan

memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi

yang terjadi.

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

(Sumber: Global Initiative For Asthma. Medical Communications

Resources, Inc. 2006)

9

GejalaFaktor Risiko

Hiperaktivitas

Bronkus

Obstruksi

Bronkus

Faktor Risiko Faktor Risiko

Inflamasi

Page 10: ASMA word

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan

serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, trombosit

dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti

leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis

memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya

menimbulkan hiperaktivitas bronkus.

E. PATOFISIOLOGI ASMA

E.1 Obstruksi saluran respiratori

Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat

disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos

bronkial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi

seperti histamin, triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan

oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan

asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang

ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari

otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.

Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret

yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari

mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.

Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh

penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon

trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran

nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk

mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan

hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat

mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya

compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot

diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga

kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja

otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas.

10

Page 11: ASMA word

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

(Sumber: Pediatric and Review Article, volume 25. 2004,p 299-304

E.2 Hiperaktivitas saluran respiratori

Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang

menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun

dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi

sekunder serta berpengaruh terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai

tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot

polos tersebut.

Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada

pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan

penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik

asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic

Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.

Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki

pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan

metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel

lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.

E.3 Otot polos saluran respiratori

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.

Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian 11

Page 12: ASMA word

elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan

kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan

pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur

filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi

hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.

Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui

hipotesis pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas

mengalami kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai

pada tahap akhir, yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan

saluran nafas yang menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang

timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan

timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis.

Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan

protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk

berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin.

Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung

ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.

E.4 Hipersekresi mukus

Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan

pada saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas

merupakan karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan

mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi

penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang

tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.

Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa

peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan

dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja

tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal dari

mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi

yang mengalami lisis.

Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu

mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan

mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel

12

Page 13: ASMA word

Goblet yang dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena

adanya pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.

Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh

mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase,

kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.

Gambar 4. Patofisiologi asma

(Sumber: Global Initiative For Asthma. Medical Communications

Resources, Inc. 2006)

F. DIAGNOSIS

Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan

gejala batuk dan/ atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam

atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat

asma dan/ atau atopi pada pasien atau keluarga (lihat alur diagnosis di lampiran

1).

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan

bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi

lebih definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal

13

Page 14: ASMA word

paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow

meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan

histamine, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau

dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna

untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya.

1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%

2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi

bronkodilator.

3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

F.1 Anamnesis

Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan

gejala batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan

batuk dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala

yang timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala

yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya

tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit

mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis

dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.

F.2 Pemeriksaan Fisik

Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya.

Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai

adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam

batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing

terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut

nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi,

seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.

Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi

kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding

bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas

mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi

14

Page 15: ASMA word

basah kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak

dengan komponen ekspiratori yang lebih menonjol.

F.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah

analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada

AGD dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2

(hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru

bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya

penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal.

Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat

membantu penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total

umum dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan

pemeriksaan uji provokasi dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi

positif, maka diagnosis asma secara definitive dapat ditegakkan.

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak menurut PNAA

Parameter klinisKebutuhan obat, dan faal paru

Asma episodic jarang (asma ringan)

Asma episodic sering(asma sedang)

Asma persisten(asma berat)

1.Frekuensi serangan

3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan

2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang tahun, tidak ada remisi

3.Intensitas serangan

Ringan Sedang Berat

4.diantara serangan

Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

5.Tidur dan aktivitas

Tidak terganggu <3x/minggu

Sering terganggu>3x/minggu

Sangat terganggu

6.Pemeriksaan fisis diluar serangan

Normal, tidak ditemukan kelainan

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ steroid inhalasi dosis 100-200 ụg

Perlu, steroid inhalasiDosis ≥400 ụg/hari

8.Uji faal paru(di luar serangan0

PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%

9.Variabilitas faal paru(bila ada serangan)

≥20% ≥30% ≥50%

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma

15

Page 16: ASMA word

Parameter klinis,Fungsi paru, Laboraturium

Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas

Sesak (breathless) BerjalanBayi :Menangis keras

BerbicaraBayi :Tangis pendek& lemahKesulitan menetek dan makan

IstirahatBayi :Tidak mau minum / makan

Posisi Bisa berbaring Lebih sukaDuduk

Duduk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran Mungkin Irritable

Biasanyairritable

BiasanyaIrritable

kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, sering

hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring,Sepanjang ekspirasi± inspirasi

Sangat nyaring, Terdengar tanpa stateskop

Sulit /Tidak terdengar

Penggunaan ototBantu respiratorik

Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoxTorako- Abdominal

Retraksi Dangkal,Retraksi Interkosta

Sedang, ditambahRetraksi suprasternal

Dalam, ditambahNapas cuping hidung

Dangkal/Hilang

Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu BradipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:Usia frekuensi napas normal<2 bulan < 60 / menit2-12 bulan < 50 /menit1-5 tahun < 40 / menit6-8 tahun < 30 / menit

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :Usia Frekuensi nadi normal2-12 bulan < 160 / menit1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada<10 mmHg

Ada10-20 mmHg

Ada>20 mmHg

Tidak ada,Tanda kelelahanOtot respiratorik16

Page 17: ASMA word

PEFR atau FEV1PrabronkodilatorPascabronkodilator

(% Nilai dugaan/>60%>80%

Nilai terbaik)40-60%60-80%

<40%<60%Respon < 2 jam

SaO2 % >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHgPaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

G. TATALAKSANA ASMA

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin

tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi

genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Mengupayakan aktivitas normal dimana pasien dapat menjalani

aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan berolah

raga.

2. Mencegah eksaserbasi akut sehingga pasien sedikit mungkin absensi di

sekolah.

3. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, dalam hal ini gejala

tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)

4. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

yang dapat dinilai dari uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada

variasi diurnal yang mencolok pada PEF.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga

hari, dan tidak ada serangan.

6. Mencegah efek samping obat, terutama yang mempengaruhi tumbuh

kembang anak.

7. Mencegah kematian karena asma

Pada dasarnya terapi asma dapat dinagi menjadi dua kelompok besar yaitu

terapi non-medikamentosa dan terapi medikamentosa.

G.1 Terapi Non-Medikamentosa

Terapi non-medikamentosa pada pasien asma terutama ke arah edukasi

kepada pasien dan atau keluarga pasien. Terapi non-medikamentosa sangat

penting dan perlu mendapat perhatian yang cukup demi menurunkan insidensi dan

morbiditas asma.

17

Page 18: ASMA word

Edukasi pasien asma dapat meliputi:

1) Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga pasien mengenai asma

secara umum dan pola penyakit asma.

2) Meningkatkan pengetahuan pasien atau keluarga pasien dalam identifikasi

faktor penyebab gejala asma pada pasien, baik dalam hal kontrol terhadap

alergen debu, bulu binatang, asap rokok, atau penyebab lainnya.

3) Meningkatkan pola hidup sehat, terutama konsumsi makanan yang

mengandung gizi baik. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan imunitas

seseorang yang sudah terkena asma dan menurunkan morbiditas asma.

G.2 Tatalaksana Medikamentosa

Terapi medikamentosa meliputi terapi saat terjadinya serangan

maupun terapi untuk jangka panjang.

Tujuan tatalaksana saat serangan:

1. Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

2. Mengurangi hipoksemia

3. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

4. Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah

kekambuhan.

Tatalaksana serangan perlu diketahui baik penanganannya di rumah

ataupun di rumah sakit. (Terlampir)

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya

apakah perlu tingkat pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan

perubahan pengobatan atau bila tujuan telah tercapai dan stabil 1 – 3 bulan

apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan – pelan (step down).

Syarat step up:

1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma

sudah dilakukan.

2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.

3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu.

4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada.

Syarat step down:

1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.

18

Page 19: ASMA word

2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.

3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan

dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.

4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah

dikoreksi, ICS dapat diturunkan bersama dengan penambahan

LABA dan atau LTRA

Terapi medikamentosa pada pasien asma dapat dibagi dalam dua

kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali

(controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau

gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah

tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila

perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat

pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi

masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan

demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah

tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan

yaitu 25 % setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8

minggu.

Obat – obat Pereda (reliever)

1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma

akut pada anak. Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot

pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot

lurik, hepar, dan pankreas.

Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan

perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot

polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek

lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas

vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

19

Page 20: ASMA word

b. Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak

ada β2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor

β1, β2, dan α sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit

kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi

efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek

samping, terutama pada jantung dan sistem saraf pusat.

c. β2 agonis selektif

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.

1) Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6

jam.

2) Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6

jam.

3) Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

4) Dosis salbutamol nebulisasi: 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis

maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi

kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum

15 mg/jam).

5) Dosis terbutalin nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30

menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5

jam. Pemberian inhalasi (inhaler/ nebulisasi) memiliki onset kerja 1

menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.

Serangan ringan : Metered Dose Inhaler (MDI)2 – 4 semprotan tiap

3 – 4 jam.

Serangan sedang : Metered Dose Inhaler (MDI) 6 – 10 semprotan

tiap 1 – 2 jam.

Serangan berat : Metered Dose Inhaler (MDI) 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat

karena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal

20

Page 21: ASMA word

obstruksi jalan napas. Efek samping berupa takikardi lebih sering

terjadi.

1) Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan

0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4

mcg/kgBB/menit.

2) Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10

menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan

infuse kontinu.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala,

agitasi, palpitasi, dan takikardi.

d. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi Methyl xanthine setara dengan β2 agonist

inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas

keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan

kombinasi β2 agonist dan antikolinergik. Contoh obat golongan Methyl

xanthine adalah teofilin dan aminofilin.

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap

reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methyl xanthine cepat

diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal, atau parenteral. Pemberian

teofilin (intramuskular) IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri

setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan

memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi

derajat besarnya absorpsi. Methyl xanthine didistribusikan keseluruh

tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya

terutama melalui metabolisme hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.

Dosis aminofilin intravena (IV) inisial bergantung kepada usia :

a. 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

b. 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

c. 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam

d. > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

21

Page 22: ASMA word

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi

yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

2. Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi

dengan nebulisasi β2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih

baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :

untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek

sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.

Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka

panjang pada anak.

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:

a. Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan

yang cukup lama.

b. Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan

kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.

c. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam

untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12

– 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau

triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari

selama 3 – 5 kali sehari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai

bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin

dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan

basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan

permeabilitas vaskular.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan

penetrasi ke jaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan

efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon intravena (IV)

22

Page 23: ASMA word

yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Selain itu

dapat digunakan Hidrokortison intravena (IV) dengan dosis 4 mg/kgBB

tiap 4 – 6 jam. Dexamethasone bolus intravena (IV) juga dapat digunakan

dengan dosis 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8

jam.

Obat – obat Pengontrol (controller)

Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik

glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, teofilin, ,

dan long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang

paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur.

Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan

dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan

obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi

glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma,

mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah

sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif

bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis,

mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi

terjadinya down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat

digunakan sampai 400 ug/hari (respire anak). Efek samping berupa

gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan

gangguan pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan

dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka

panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan dan Leukotriene

Receptor Antagonist (LTRA). Keuntungan memakai Leukotriene Receptor

Antagonist (LTRA) adalah sebagai berikut :

23

Page 24: ASMA word

a. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil

leukotriane;

b. Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap

bronkokonstriktor;

c. Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

d. Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per

hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati;

sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia;

e. Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan

meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan

transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan

terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan

mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada dua preparat LTRA :

1. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali

sehari. Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg.

2. Zafirlukast

Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun

dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai

tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine.

Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan

transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol.

Pemberian inhalasi kortikosteroid 400 ug dengan tambahan LABA lebih

baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan

steroid oral, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

Kombinasi inhalasi kortikosteroid dan LABA sudah ada dalam 1 paket,

yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),

budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan

24

Page 25: ASMA word

Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan

meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama

kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi

dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah

daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala,

stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan

jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari

10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial

5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

2.7.2 Terapi Suportif

1. Terapi oksigen

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula

hidung, masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen,

sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

2. Campuran Helium dan oksigen

Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit

sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama

dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon intravena (IV), secara

bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan

mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki

oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran

turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai

alveoli.

3. Terapi cairan

25

Page 26: ASMA word

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang

adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta

efek diuretik teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat

terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan

terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak

inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang

diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Cara Pemberian Obat

UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun NebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan BubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam

mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga

mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga

didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering

(Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat.

Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu

yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat

dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau

menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil

dan bayi.

H. PREVENSI DAN INTERFENSI DINI

26

Page 27: ASMA word

1. Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak

memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan,

mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu

rumah dan tungau.

2. Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan

3. Menghindari makanan berpotensi alergen

I. KOMPLIKASI

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan

terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks

membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat

diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan

kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung

dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat

sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis

berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi

bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta

berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila

tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal

jantung, bahkan kematian.

J. PROGNOSIS

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang

jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di

pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis

baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan

dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–

10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata

46%, akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relatif berat

(6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti

sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.

27

Page 28: ASMA word

KESIMPULAN

28

Page 29: ASMA word

Asma merupakan penyakit yang cukup banyak dijumpai pada anak-anak.

Asma didefenisikan sebagai wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai

berikut : timbul secara episodik dan/atau kronis, cenderung pada malam hari

(nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan

bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya

riwayat asma atau atopi pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain

sudah disingkirkan. Karena asma merupakan penyakit yang berhubungan dengan

imunologi, maka penderita asma dapat mengalami serangan berulang. Asma dapat

diklasifikasikan sebagai asma episodik jarang, episodik sering, dan asma

persisten. Sedangkan jika terjadi serangan, dapat diklasifikasikan sebagai asma

serangan ringan, sedang, dan berat. Serangan asma yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan terjadinya apnea. Oleh karena itu, penatalaksanaan serangan asma

tergantung kepada derajat serangannya. Serangan asma ditanggulangi dengan

pemberian bronkodilator, baik secara oral, parenteral, maupun inhalasi.

Tatalaksana asma di luar serangan dapat dilakukan dengan menghindari

faktor pencetus asma serta penggunaan obat pengendali (controller). Diharapkan

dengan dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat mengurangi

terjadinya serangan asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari

penderita asma.

LAMPIRAN

Lampiran 129

Page 30: ASMA word

Lampiran 2

30

Page 31: ASMA word

31

Page 32: ASMA word

32

Page 33: ASMA word

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan

RI. 2009; h.5-11.

2. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,

Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.

edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

3. Mangunnegoro H, Widjaja A, Kusumio D, et al. ASMA. Pedoman

Diagnonsis dan Penatalaksanaan di Indonesia: Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia. 2004

4. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,

Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.

edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008. h.105-18.

5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak.

Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI. 2009

6. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, et al. Global Initiative For Asthma.

Medical Communications Resources, Inc. 2006

7. Guill M. Asthma update: Epidemiology and Pathophysiology. Pediatric

and Review Article, volume 25. 2004,p 299-304

8. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science

(USA);2003.

9. Setiawati A, Gan S. Obat Adrenergik. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008, h 75-81

10. Suherman S K, Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid,

Analog Sintetik dan Antagonisnya. Gunawan SG, penyunting.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008, h.

496-500.

33