ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

21
TINJAUAN PUSTAKA Tulang Kerangka tubuh terbentuk dari tulang rawan, tulang dan persendian. Tulang merupakan jaringan ikat khusus, karena mempunyai fungsi khusus serta komponennya terdiri dari sel-sel khusus yang berbeda dengan jaringan ikat lainnya (Astawan 2002). Tulang memiliki fungsi penting bagi tubuh yaitu melindungi dan menyokong organ-organ internal dan sebagai tempat melekatnya otot dan tendon (Price & Wilson 2006). Tulang juga berperan dalam fungsi metabolik dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan kadar kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan (growth factor) seperti transforming growth factor (TGF-ß) yang berperan dalam remodelling (Dellmann & Eurell 1998). Tulang dapat dibentuk dari differensiasi jaringan ikat secara langsung atau bagian dari perubahan dan pertumbuhan tulang rawan sebelumnya. Jaringan ini memiliki kemampuan sebagai tempat penyimpanan mineral, khususnya kalsium dan hampir sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit. Bahan tersebut yang membedakan tulang dengan jaringan ikat lainnya, termasuk tulang rawan (Samuelson 2007). Tulang memiliki komponen seluler yang terdiri dari berbagai macam sel tulang. Sel tersebut antara lain prekursor osteogenik atau osteoprogenitor, osteoblas, osteosit dan osteoklas serta elemen hematopoetik dari sumsum tulang (Kalfas 2001). Sedangkan komponen ekstraseluler terdiri dari bahan organik dan anorganik pembentuk matriks (Samuelson 2007). Komponen Seluler Tulang Bagian luar permukaan tulang dikelilingi oleh lapisan jaringan yang disebut periosteum, kecuali pada bagian ujung persendian sinovial (Samuelson 2007). Periosteum terdiri dari pembuluh darah, lapisan tebal jaringan ikat fibrosa (kapsul) dan stem sel atau sel osteogenik (Gambar 1A) yang akan berkembang menjadi sel osteoblas. Tulang memiliki ruang internal yaitu ruang sentral atau ruang sumsum tulang. Ruang tersebut dilapisi oleh selapis jaringan tipis yang disebut endosteum (Gambar 1B). Lapisan endosteum terdiri dari selapis sel

description

tulang

Transcript of ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

Page 1: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

4    

TINJAUAN PUSTAKA

Tulang

Kerangka tubuh terbentuk dari tulang rawan, tulang dan persendian.

Tulang merupakan jaringan ikat khusus, karena mempunyai fungsi khusus serta

komponennya terdiri dari sel-sel khusus yang berbeda dengan jaringan ikat

lainnya (Astawan 2002). Tulang memiliki fungsi penting bagi tubuh yaitu

melindungi dan menyokong organ-organ internal dan sebagai tempat melekatnya

otot dan tendon (Price & Wilson 2006). Tulang juga berperan dalam fungsi

metabolik dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan

kadar kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan

(growth factor) seperti transforming growth factor (TGF-ß) yang berperan dalam

remodelling (Dellmann & Eurell 1998).

Tulang dapat dibentuk dari differensiasi jaringan ikat secara langsung atau

bagian dari perubahan dan pertumbuhan tulang rawan sebelumnya. Jaringan ini

memiliki kemampuan sebagai tempat penyimpanan mineral, khususnya kalsium

dan hampir sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit. Bahan tersebut yang

membedakan tulang dengan jaringan ikat lainnya, termasuk tulang rawan

(Samuelson 2007).

Tulang memiliki komponen seluler yang terdiri dari berbagai macam sel

tulang. Sel tersebut antara lain prekursor osteogenik atau osteoprogenitor,

osteoblas, osteosit dan osteoklas serta elemen hematopoetik dari sumsum tulang

(Kalfas 2001). Sedangkan komponen ekstraseluler terdiri dari bahan organik dan

anorganik pembentuk matriks (Samuelson 2007).

Komponen Seluler Tulang

Bagian luar permukaan tulang dikelilingi oleh lapisan jaringan yang

disebut periosteum, kecuali pada bagian ujung persendian sinovial (Samuelson

2007). Periosteum terdiri dari pembuluh darah, lapisan tebal jaringan ikat fibrosa

(kapsul) dan stem sel atau sel osteogenik (Gambar 1A) yang akan berkembang

menjadi sel osteoblas. Tulang memiliki ruang internal yaitu ruang sentral atau

ruang sumsum tulang. Ruang tersebut dilapisi oleh selapis jaringan tipis yang

disebut endosteum (Gambar 1B). Lapisan endosteum terdiri dari selapis sel

 

Page 2: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

5    

osteogenik dan memiliki jaringan ikat yang sangat sedikit dibandingkan dengan

lapisan periosteum (Samuelson 2007).

Gambar 1 A. Gambaran permukaan luar tulang, lapisan fibrosa (3), lapisan

osteogenik (9), sumsum tulang (5), periosteum (10), B. Permukaan dalam tulang, endosteum (2), osteosit (8) dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (Bacha & Bacha 2000)

Komponen seluler tulang terdiri dari sel osteogenik atau osteoprogenitor,

osteoblas, osteosit, osteoklas, (Samuelson 2007; Dellman & Eurell 1998) dan

unsur-unsur hematopoetik dari sumsum tulang (Kalfas 2001).

Sel osteogenik atau sel osteoprogenitor memiliki peranan penting dalam

perkembangan dan remodelling tulang (Samuelson 2007). Sel tersebut terdapat

pada lapisan periosteum, saluran Haver’s, Volkmann, dan kanalis medullaris. Sel

osteoprogenitor merupakan sel primitif turunan sel mesenkimal yang dapat

membentuk sel osteoblas (Mills 2007).

Osteoblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk mensintesis,

mentransfer dan mengatur komponen bahan organik matriks tulang yang disebut

osteoid atau prebone (Mills 2007). Bahan organik tersebut berupa kolagen,

proteoglycans dan glycoprotein. Osteoblas berasal dari sel osteogenik yang ada

pada permukaan tulang. Bentuk osteoblas dalam keadaan metabolisme aktif

cenderung lebih kuboid dan basophilic. Saat osteoblas dalam keadaan tidak aktif

mensintesis osteoid, sel ini berbentuk gepeng dan bersifat kurang basophilic

(Samuelson 2007).

Osteoblas yang masuk ke dalam matrik tulang maka dinamakan osteosit.

Osteosit muda sebenarnya tidak benar-benar bermigrasi ke dalam matriks tulang,

tetapi terisolasi di sekitar matriks, dengan demikian osteosit merupakan osteoblas

dewasa yang terkapsulasi dan termineralisasi oleh matriks tulang. Sel tersebut

berada pada ruang berbentuk oval atau disebut lakuna. Penjuluran dari sel-sel

A B

Page 3: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

6    

osteosit akan membentuk kanalikuli. Penjuluran kanalikuli terbentuk secara radial.

Antara kanalikuli tersebut saling dihubungkan dengan formasi gab junction.

Koneksi filopodial gap junctions ini berfungsi sebagai ”life support line” yaitu

menyediakan jalur lintasan nutrisi dan jalur lintasan sisa-sisa metabolisme dari sel

ke sel lainnya (Samuelson 2007).

Osteosit memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan osteoblas,

memiliki sedikit organel dan sitoplasma. Peranan osteosit adalah memelihara

lingkungan ekstraseluler yang termineralisasi. Ketika distimulasi oleh hormon

paratiroid (PTH), osteosit mampu mengeluarkan mineral berupa kalsium secara

cepat dengan mensekresikan enzim hidrolase. Proses ini dikenal dengan osteolisis

osteosit (Samuelson 2007).

Gambar 2 Osteoblas, osteosit, matriks tulang (Caceci 2007)

Osteoklas adalah multinukleat giant sel yang memiliki 6-50 atau lebih inti

sel yang berperan dalam penyerapan dan remodelling jaringan tulang (Samuelson

2007). Ukuran diameternya sekitar 40 sampai 100µm (Dellman & Eurell 1998).

Sitoplasma bersifat acidophilic, kaya akan lisosom, memiliki banyak mitokondria

dan apparatus Golgi. Osteoklas berasal dari organ sumsum tulang dan merupakan

derivat dari gabungan monosit. Pada proses pertumbuhan dan dalam remodelling

tulang, osteoklas akan secara kontinyu melakukan penyerapan (osteoclasia).

Proses ini merupakan hasil sekresi dari beragam material yaitu asam laktat dan

asam sitrat yang memiliki pH rendah dan memfasilitasi pembebasan mineral, serta

Page 4: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

7    

enzim hidrolitik kuat (acid hydrolase, collagenase, dll) yang mampu mencerna

matriks ekstraseluler (ECM).

Gambar 3 Osteoklas, Howslip’ lacuna atau resorption bay (Caceci 2007)

Setiap osteoklas melalui proses enzimatik kemudian mendepres bagian

matriks yang disebut Howslip’s lacuna atau resorption bay (Gambar 3). Selama

tulang aktif melakukan penyerapan, sel tersebut akan berkontak langsung dengan

bony matrik (Samuelson 2007; Mills 2007)

Komponen Matriks Ekstraseluler Tulang

Sebagian besar komposisi tulang berupa matriks ekstraseluler, dua

pertiganya adalah bahan anorganik dan sisanya merupakan bahan organik

(Samuelson 2007). Sebagian besar bahan organik tersebut berupa serabut kolagen

tipe I dan sejumlah kecil bahan dasar (dalam bentuk amorphous). Bahan

anorganiknya berupa bahan mineral kalsium yang ditemukan dalam beberapa

varian hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2]. Bahan mineral lainnya seperti

bikarbonat, magnesium, natrium, kalium, tembaga, seng, mangan dan lainnya.

Secara umum tulang tersusun oleh 30% substansi organik, 55% substansi

anorganik dan 10% air (Aoki 1994)

Kristal hidroksiapatit disusun dalam tata cara yang terorganisasi dalam

mengatur pembuatan serabut kolagen dan dengan gap regionya. Molekul-molekul

proteoglycan yang berjumlah sedikit memiliki komponen utama yang terdiri dari

glycosaminoglycans sulfat, chondroitin 4 sulfat dan keratin sulfat yang melekat

pada hyaluronans, dan membentuk komponen agrecans yaitu hyaloronic

proteoglycan aggregate yang melapisi kristal hidroksiapatit.

Page 5: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

8    

Proteoglycans dalam komposisi tersebut adalah instrumen dalam inisiasi

dan inhibisi (penghambat) mineralisasi tulang. Selama terjadi proses mineralisasi

secara normal berlangsung, jumlah proteoglycans di dalam matriks ekstraseluler

(ECM) relatif menurun. Jadi terdapat hubungan timbal balik antara jumlah

proteoglycans dan derajat mineralisasi pada pertumbuhan tulang (Samuelson

2007). Bahan dasar yang terutama terdiri dari komponen agregat tersebut,

memungkinkan air untuk berkontak dengan kristal dan terjadi pertukaran ion.

Glycoprotein terdiri dari osteocalcin dan osteopontin, keduanya dapat mengikat

kristal kemudian pada bahan lain integrin termasuk protein transmembran yang

berasosiasi dengan osteoblas dan osteoklas dan banyak tipe sel yang lain termasuk

fibroblast. Sialoprotein adalah matrik yang mempunyai fungsi adhesif, dapat

mengikat integrin dari sel pembentuk tulang dan komponen matriks tulang.

Proses mineralisasi di dalam ECM tulang tidak sepenuhnya diketahui.

Secara tidak pasti mempengaruhi kehadiran vesikel matriks, dikeluarkan ke

osteoid oleh osteoblas. Vesikel dipenuhi oleh kalsium dan ion fosfat dengan cyclic

adenosine monophosphate (AMP), adenosine triphosphate (ATP) dan adenosine

triphosphatase (ATPase) kemudian dua enzim lainnya yaitu alkaline phosphatase

dan pyrophosphatase, serta protein yang mengikat kalsium. Selain itu, vesikel

memiliki pompa kalsium yang memungkinkan pergerakan lebih jauh dari elemen

ini ke dalam ECM. Setiap vesikel berada pada beberapa level struktur autonom

yang dapat membentuk kristal hidroksiapatit di luar sitoplasma dari osteoblas dan

osteosit dan di daerah ECM prebone. Sebagai kristal yang dikeluarkan dari

vesikel dan ditimbun di sepanjang permukaan dekat dengan molekul kolagen,

kemudian daerah tersebut menjadi mikrosenter dari lanjutan kalsifikasi dan

mineralisasi setelah periode terakhir dengan berangsur-angsur kehilangan air.

Klasifikasi Tulang

Klasifikasi tulang dapat dilihat dari segi perkembangannya, konfigurasi

dan pengaturannya. Berdasarkan perkembangannya, tulang dibedakan menjadi

tulang dewasa (mature) dan tulang yang masih belum dewasa (immature). Tulang

yang belum dewasa ada pada tulang fetus, primer, spogiosa dan postnatal.

Kemudian tulang dewasa (mature) adalah tulang yang secara umum lebih kompak

Page 6: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

9    

dari pada tulang yang belum dewasa, tersusun dari matriks yang tertimbun oleh

serabut kolagen.

Berdasarkan konfigurasinya, tulang dibagi ke dalam dua tipe yaitu

spongiosa (trabekular) dan tipe kompakta (kortikal). Tulang spongiosa terdiri dari

tulang cancellous merupakan jaringan yang umumnya memiliki bentuk

berlubang-lubang seperti spon. Jarak antara lubangnya (interoseus) lebih besar

dari pada tulang kompakta. Tipe tulang ini sering dideskripsikan sebagai tulang

yang belum dewasa (immature bone), terutama pada pertumbuhan bagian dari

epifisis dan diafisis dari tulang panjang (Samuelson 2007). Tulang trabekular

(cancellous atau medullary) memiliki berat 20% dari keseluruhan massa tulang.

Didapatkan pada bagian dalam tulang dan terutama pada tulang vertebra. Terdiri

dari spikula tipis tulang yang meluas dari korteks menuju ruang medula. Jaring-

jaring spikula tulang terlihat sebagai garis yang muncul pada beberapa daerah

yang terdapat osteoblas dan osteoklas serta sel-sel yang terlibat pada remodelling

tulang. Tulang trabekula secara konstan akan disintesa dan diserap oleh elemen

seluler. Tulang kompak (kortikal) menempati 80% dari keseluruhan massa tulang

dan merupakan lapisan terluar (korteks) tulang. Sel tulang kortikal terdiri dari

jaringan padat yang sebagian besar tersusun dari mineral tulang dan elemen

matriks ekstraseluler, terpisahkan oleh penetrasi pembuluh darah dan sekumpulan

osteosit yang ada di dalam tulang. Osteosit ini saling berhubungan satu sama lain

dengan osteoblas pada permukaan tulang yang disebut kanalikuli dimana terjadi

proses penyebarluasan osteosit seluler. Hubungan ini memungkinkan perpindahan

Ca2+ dari dalam tulang ke permukaan, proses ini biasa disebut osteolisis osteosit.

Kepadatan tulang kortikal menghasilkan suatu kekuatan terhadap beban yang

berat yang mengenai tulang-tulang panjang (Baron & Emile 2003).

Berdasarkan pengaturannya tulang padat dibedakan antara tulang lamellar

dan tipe tulang osteon. Tulang lamellar terdiri dari lapisan-lapisan atau lamel-

lamel tulang yang berada pada daerah periosteum dan endosteum. Sedangkan tipe

tulang osteonal terdiri dari lamel-lamel yang tersusun secara silinder atau disebut

osteon (Haversian sistem).

Tulang dewasa sebagian besar komponennya terdiri dari satu unit struktur

yang bersifat silindris dinamakan osteon atau sistem Haversian. Setiap osteon

Page 7: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

10    

terdiri atas: a) matriks tulang yang berupa lamel-lamel konsentris (lamel-lamel

khusus) yang mengelilingi saluran Haver’s (canalis centralis). Pada saluran ini

terdapat pembuluh darah dan syaraf yang menyuplai nutrisi ke osteon; b) lakuna

yang berisi osteosit, terletak pada lamel-lamel tulang; c) kanalikuli, merupakan

penjuluran-penjuluran osteosit yang tersusun secara radial terhadap saluran

Haver’s. Kanalikuli ini berhubungan dengan saluran Haver’s dan membantu difusi

nutrisi maupun sisa metabolisme baik dari pembuluh darah ke osteosit maupun

sebaliknya (Samuelson 2007; Dellmann & Eurell 1998)

Diantara osteon-osteon terdapat sisa-sisa lamel osteon sebelumnya dan

dinamakan lamel-lamel interstitial. Panjang sumbu osteon sejajar atau paralel

dengan sumbu tulang. Serabut kolagen tulang tersusun paralel satu dengan lainnya

pada lamel-lamel khusus, sehingga potongan memanjangnya menyerupai kayu.

Pada sisi luar osteon, terdapat lamel-lamel umum luar (outer circumferential

lamellae), sedangkan lamel-lamel umum dalam (inner circumferential lamellae)

terdapat disebelah dalam osteon berbatasan dengan sumsum tulang (Samuelson

2007; Dellmann & Eurell 1998).

Saluran Volkmann (perporating canal) merupakan saluran yang

menghubungkan dua saluran Haver’s dan juga merupakan saluran tempat

pembuluh darah dan syaraf berjalan mulai dari permukaan periosteum dan

endosteum sampai mencapai saluran Haver’s (Gambar 4). Saluran ini tidak

dikelilingi oleh lamel dan merupakan ciri khusus dalam identifikasi secara

histologi (Samuelson 2007; Dellmann & Eurell 1998). Berikut gambaran sistem

Haversian dan lamelar ditunjukkan pada Gambar 4.

Page 8: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

11    

Gambar 4 Struktur tulang (Lerro 2007).

Osteogenesis (Proses Pembentukan Tulang)

Osteogenesis atau proses pembentukan tulang dapat diklasifikasikan

menjadi dua cara, yaitu osifikasi intramembranous dan osifikasi endokhondral.

Pembentukan tulang langsung dari jaringan ikat, proses ini dinamakan osifikasi

intramembranous sedangkan proses pembentukan tulang dimulai dari tulang

rawan disebut osifikasi endokhondral atau osifikasi intrakartilagous (Samuelson

2007).

Osifikasi Intramembranous

Proses terjadinya osifikasi intramembranous dimulai dari vaskularisasi di

jaringan ikat. Kemudian terjadi kondensasi sel-sel mesenkim ke tempat tulang

yang akan dibentuk. Sel osteoprogenitor berdeferensiasi menjadi osteoblas. Sel

tersebut mulai mensintesis dan mensekresikan osteoid. Komponen utama yang

disekresikan oleh osteoid adalah kolagen. Selama awal osifikasi

intramembrenous, osteoblas dikelilingi oleh sebagian matriks yang dimineralisasi

dan berisi serabut kolagen. Osteoid banyak diproduksi, diikuti oleh mineralisasi

Page 9: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

12    

lengkap. Sebagian osteoblas menjadi terisolasi di lakuna dan menjadi osteosit.

Sebagian kecil menjadi pusat osifikasi. Dari pusat osifikasi kemudian menyebar

ke beberapa arah membentuk trabekular (Dellman & Eurell 1998).

Saat osteoblas mensintesis dan mensekresikan bahan organik matriks,

plasmalemmma buds, disebut vesikel matriks, bentuk selnya panjang dan saling

berdekatan di pinggir dengan osteoid dan dalam posisi menjepit. Vesikel matriks

berisi lipid, akumulasi ion kalsium, dan memiliki ativitas alkaline phosphatase,

semua ini dibutuhkan untuk menginisiasi dan memelihara mineralisasi

(Samuelson 2007).

Osifikasi Endokhondral

Osifikasi endokhondral merupakan proses pertumbuhan atau pembentukan

tulang yang berasal dari tulang rawan hialin atau kartilago (Mills 2007). Hampir

semua tubuh awalnya tumbuh sebagai tulang rawan pada tingkat embrio, namun

pertumbuhannya dilanjutkan dengan proses osifikasi endokhondral. Pada tingkat

seluler, sel-sel kartilago akan berubah menjadi osteoblas kemudian osteosit. Pada

osifikasi ini dikenal pusat osifikasi primer (primary center of ossification) di

diafisis serta pusat osifikasi sekunder (secondary ossification center) di epifisis

(Samuelson 2007; Mills 2007).

Pada diafisis, sel-sel kartilago mengalami tiga hal, yaitu hipertropi,

kalsifikasi matriks serta kematian sel-selnya. Selain itu, perikhondrium akan

mengalami vaskularisasi sehingga sel-sel kartilago akan berubah menjadi

osteoblas. Perikhondrium yang merupakan bagian permukaan dari kartilago

berubah menjadi periosteum. Pemanjangan tulang berlangsung hanya pada

perbatasan antara diafisis dan epifisis (lempeng epifisis). Hal ini dikarenakan

hanya sel-sel kartilago di bagian inilah yang mampu berproliferasi. Mendekati

diafisis, sel-sel ini mengalami hipertropi dan matriksnya akan mengalami

kalsifikasi. Osifikasi pertama kali terjadi di diafisis, yaitu pusat osifikasi primer,

pada akhir masa embrionik.

Pada waktu lahir, sebagian besar diafisis telah mengalami osifikasi,

sedangkan epifisis masih berupa kartilago. Osifikasi sekunder baru berlangsung

pada tahun-tahun pertama usia bayi. Karena osifikasi dari dua arah, dari epifisis

Page 10: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

13    

dan diafisis, hanya daerah di tengah-tengah kedua daerah itulah (lempeng epifisis)

yang masih berupa kartilago. Kartilago ini akan terus berproliferasi yang diikuti

dengan osifikasi. Saat seluruh lempeng epifisis telah mengalami osifikasi, berarti

masa pertumbuhan tulang telah berhenti.

Remodelling Tulang

Remodelling merupakan reorganisasi atau renovasi struktur tulang lama.

Terjadi resorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru pada tulang

normal, kedua proses ini berada dalam keseimbangan yang dinamis (Dorland

2002). Menurut Mills (2007) remodelling adalah proses yang dinamis, pada

proses ini terjadi pengurangan dan penggantian tulang baik kortikal atau tulang

trabekular. Proses ini akan berlanjut sepanjang hidup untuk mempertahankan

massa tulang, integritas kerangka dan fungsi kerangka. Kejadiannya sangat

komplek dan sebagian dikontrol oleh sistem syaraf pusat melewati hormon

(contohnya leptin) dan induksi mekanik dari kerusakan kecil. Prosesnya juga

sangat bergantung pada integrasi gerakan dari osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Sel-sel tersebut secara bersamaan membentuk basic sellular unit dari tulang, pada

saat dewasa resorpsi dalam remodelling tulang kira-kira terjadi sebanyak 10% dari

jumlah kerangka pertahunnya (Mills 2007). Proses remodelling diawali pada

permukaan bony dan tergabung dalam beberapa tahapan aktivitas sel yaitu

aktivasi, resorpsi, reversal (pengembalian), dan formasi atau pembentukan tulang.

Rangkaian aktivitas remodelling tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Tahap aktivasi bergantung pada sel yang berdeferensiasi menjadi

osteoblas, yang ada di permukaan tulang atau sumsum tulang, bertindak pada

prekursor sel darah (hemapoetic cells) untuk membentuk osteoklas yang akan

menyerap tulang. Proses resorpsi terjadi di bawah lapisan sel (lining sel) (Gambar

5). Setelah fase reversal, osteoblas memulai untuk pembentukan tulang baru. Sisa

osteoblas di dalam tulang akan berubah menjadi osteosit. Masing-masing osteosit

akan berhubungkan satu sama lain dan dihubungkan juga ke permukaan osteoblas.

Fase resorpsi berakhir hanya pada beberapa minggu tetapi fase formasi terjadi

lebih lambat, yaitu berlangsung selama beberapa bulan untuk melengkapinya,

Page 11: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

14    

sebagai lapisan yang banyak pada tulang baru dibentuk oleh berturut-turut

gelombang dari osteoblas.

Gambar 5 Proses remodelling tulang ( Lerro 2007).

Proses Persembuhan Fraktur Tulang

Kerusakan pada fraktur dapat terjadi karena trauma atau tenaga fisik.

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang

menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya (Price & Wilson

2006). Dalam kasus ini penggunaan bone graft mungkin diperlukan untuk

memperbaiki kerusakan tersebut.

Salah satu aplikasi bone graft yaitu dengan menanamkannya pada

kerusakan spinal fusion. Menurut Boden et al. (1995), proses penyatuan bone

graft di dalam spinal fusion model hampir sama dengan proses persembuhan

tulang yang terjadi dalam keadaan persembuhan fraktur.

Persembuhan fraktur akan mengembalikan jaringan yang rusak menjadi

jaringan tulang yang sesuai. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal

maupun sistemik. Persembuhannya terjadi dalam empat tahap berbeda tetapi

saling tumpang tindih, antara lain: 1. Tahap hemoragi dan tahap awal inflamasi, 2.

Page 12: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

15    

tahap perbaikan (pembentukan kalus) dan 3. tahap pembentukan tulang rawan dan

terakhir 4. tahap remodelling (Kalfas 2001).

1. Tahap Hemoragi dan Tahap Awal Inflamasi

Saat terjadi fraktur maka pembuluh darah akan mengalami kerusakan atau

ruptur dan terjadi hemoragi di dalam daerah fraktur, jika darah merembes

melewati periosteum di dalam otot. Kemudian darah mengalami koagulasi dan

mengisi ruang terjadinya fraktur (Cheville 2006), atau terjadi hematoma dalam

ruang fraktur (Kalfas 2001). Adanya trauma pada kejadian fraktur akan

menginduksi tahap inflamasi (Cheville 2006). Pada tahap ini, sel-sel peradangan

seperti monosit, limfosit, sel-sel polimorfonuklear dan fibroblast menginfiltrasi

tulang yang diperantarai oleh prostaglandin (Kalfas 2001). Monosit yang masuk

ke dalam daerah fraktur akan bertransformasi menjadi makrofag yang memainkan

peranan penting dalam persembuhan tulang (Tabel 1) (Cheville 2006). Hal ini

akan menyebabkan pembentukan jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan

pembuluh darah (neovaskularisasi), dan migrasi dari sel-sel mesenkimal (Kalfas

2001). Tahap ini terjadi pada awal kerusakan yaitu satu sampai lima hari pertama

setelah terjadi kerusakan.

2. Tahap Perbaikan (Pembentukan Kalus)

Tahap perbaikan fraktur diawali dengan pembentukan kalus kemudian

sampai 48 jam setelah fraktur, darah yang mengendap akan diinfiltrasi oleh sel

osteogenik yang ada pada lapisan periosteum, endosteum dan sumsum tulang. Sel

tersebut berproliferasi di pinggir fraktur dan dengan cepat menghampiri endapan

dan perbatasan area nekrotik. Kalus merupakan jaringan baru antara dua ujung

fraktur yang kemudian akan berubah menjadi jaringan tulang (Dorland 2002).

Awalnya, terjadi jaringan granulasi (kalus lunak) dan kemudian berubah menjadi

kartilago atau tulang (kalus keras). Fase jaringan granulasi diperpanjang dan

formasi jaringan tulang rawan hialin akan menyokong sampai terjadi

pembentukan tulang di kalus.

3. Tahap Pembentukan Tulang Rawan

Dalam waktu satu minggu, proliferasi sel akan mulai berdeferensiasi

menjadi khondroblas. Material matriks yang dilepaskan dari permukaan

khondroblas yang tertimbun dalam lingkaran yang mengeliling sel. Dalam proses

Page 13: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

16    

kalsifikasi tulang rawan, vesikel matriks kecil keluar dengan proses enzimatik

(alkaline fosfatase dan enzim untuk ATP-dependent calcium transport) yang

meningkatkan konsentrasi lokal dari orthofosfat yang akan berfungsi untuk

membentuk hidroksiapatit. Pada hari ke 7-10, pH di dalam kalus meningkat dan

akan menyokong endapan garam kalsium.

Tulang rawan yang terbentuk keberadaannya hanya sementara dan pada

akhirnya akan digantikan dengan tulang sebenarnya (woven bone) melalui tahap

remodelling, dan membutuhkan waktu untuk menjadi tulang lamellar (lamellar

bone). Matriks ekstraseluler tulang rawan mengalami kalsifikasi, kemudian

menyebabkan khondrosit mati. Tulang baru terbentuk sebagai tulang rawan yang

disintegrasi. Osteosit berkembang dari pluripoten mesenkim sel, fibroblast, dan

deposit osteoid. Selama tahap perbaikan, fibroblast menuju stroma yang akan

membantu pertumbuhan pembuluh darah (vaskular). Tahap perubahan tulang

rawan menjadi tulang terjadi melalui mekanisme osifikasi endokhondral.

4. Tahap Remodelling

Persembuhan fraktur akan sempurna selama tahap remodelling. Pada tahap

ini kerusakan tulang telah kembali mempunyai bentuk, struktur, dan kekuatan

mekanik seperti semula. Remodelling tulang terjadi secara perlahan selama

beberapa bulan bahkan tahun. Kekuatan tulang yang memadai akan dicapai dalam

tiga sampai enam bulan (Kalfas 2001).

Dalam pemasangan bone graft terdapat penggabungan antara tulang dan

biomaterialnya. Persembuhan ini tidak sepenuhnya mirip dengan keadaan

persembuhan fraktur. Seperti pemasangan bone graft (autograft) pada prosedur

cangkok tulang belakang, selama proses persembuhannya tulang dan graft

digabungkan oleh proses yang terintegrasi. Tulang lama mengalami nekrosis

secara perlahan dan diserap kembali dan sekaligus digantikan dengan tulang baru

yang lebih baik. Proses penggabungannya disebut “creeping subtitution’’(Lane et

al. 1992), sel-sel primitif mesenkim berdeferensiasi menjadi osteoblas yang

tersimpan di sekitar inti osteoid dari tulang yang nekrosis. Proses dari penggantian

dan remodelling pada akhirnya akan digantikan dari tulang yang nekrosis dalam

graft tersebut.

Page 14: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

17    

Masa yang paling kritis dalam penyembuhan tulang adalah minggu-

minggu pertama sampai minggu kedua. Pada saat ini peradangan dan

revaskularisasi terjadi. Penggabungan dan remodelling tulang dari sebuah bone

graft membutuhkan sel-sel mesenkim yang memiliki akses vaskuler ke graft

untuk berdeferensiasi menjadi osteoblas dan osteoklas. Berbagai faktor sistemik

dapat menghambat penyembuhan tulang, contohnya malnutrisi, diabetes, rematik

arthritis, dan osteoporosis. Bone graft juga sangat dipengaruhi oleh faktor

mekanikal lokal selama tahap remodelling tulang, kepadatan, geometri, ketebalan,

dan orientasi trabekular tulang dapat berubah tergantung pada persyaratan

mekanik dari graft.

Tabel 1 Persembuhan luka pada fraktur tulang tipe sederhana (uncomplicated) Waktu Proses persembuhan

Immediate 1-5 hari 3-7 hari 1-4 minggu >4 minggu

Hemoragi dan pembentukan hematoma Pembekuan darah pada perbatasan fraktur Invasi makrofag untuk menghilangkan debris, RBC, dan fibrin Nekrosis sel osteosit pada daerah fraktur Edema dan pengendapan fibrin pada jaringan sekitar fraktur Invasi jaringan granulasi Proliferasi khondrosit dan osteoblas dari pinggir periosteal dan endosteal Pembentukan provisional kalus sebagai tulang yang merupakan penghubung oleh jaringan dan pulau-pulau granulasi dari tulang rawan Bony kalus terbentuk oleh proses kalsifikasi, penghubung (jembatan) dari provisional kalus dari hubungan trabekula osteoid yang diproduksi oleh osteoblas Remodelling tulang: proses osteoclasia terus berlangsung dan pembentukan oleh osteoblas; Penghilangan eksternal kalus; Pelekukan internal kalus untuk membentuk sumsum tulang

(Cheville 2006)

Biomaterial (Bone graft)

Bone graft merupakan bahan pengganti tulang yang digunakan dalam

perbaikan fraktur yang kompleks. Bahan ini digunakan juga untuk perbaikan

kerusakan (defek) tulang karena cacat bawaan, traumatik, operasi kanker tulang

dan rekontruksi kranial atau fasial. Bone graft yang sering digunakan dalam

kasus-kasus tersebut adalah bahan autograft yaitu bahan cangkok tulang yang

diperoleh dari individu atau spesies itu sendiri, tulang pengganti yang sering

Page 15: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

18    

digunakan adalah os ilium. Jaringan autograft memang merupakan jaringan yang

sangat ideal untuk bone graft karena memiliki karakteristik yang sesuai dalam

memicu pertumbuhan tulang seperti osteokonduktif, osteogenik dan osteoinduktif

(Laurencin & Yusuf 2009). Pemanenan tulang pengganti di bagian tulang lain

dapat menimbulkan komplikasi seperti inflamasi, infeksi, kerusakan kronis

apabila operasi tidak dilakukan dengan baik. Selain itu, jumlah jaringan yang

dapat dipanen sangat sedikit, sehingga menjadi kendala dalam ketersediaan.

Bone graft lainnya yang dapat digunakan yaitu allograft. Allograft adalah

bahan pengganti tulang yang diperoleh dari individu lain dari spesies yang sama.

Sebagai alternatif dari autograft, allograft dapat diambil dari donor manusia atau

kadaver. Namun penggunaannya memiliki resiko seperti adanya bahan pengawet

jaringan dan perlakuan jaringan sebelum dicangkokkan mengandung bahan

berbahaya seperti bahan pengawet ethylene oxide. Resiko lainnya, allograft

berpotensi menjadi transmisi penyakit-penyakit infeksius dari danor ke resipien

seperti hepatitis dan HIV AIDS. Sedangkan bone graft yang berasal dari hewan

sering disebut xenograft. Kedua bone graft ini terkadang menimbulkan reaksi

penolakan dari tubuh (Ratih et al. 2003). Sebagai alternatif lain pengganti tulang

(bone graft) juga dapat disintesis dari berbagai biomaterial, seperti hidroksiapatit,

trikalsium fosfat, hidrogel dan lain-lain.

Klasifikasi Bone Graft

Menurut (Laurencin et al. 2001), klasifikasi bone graft berdasarkan bahan

dasarnya antara lain:

• Allograft-based bone graft substitutes, menggunakan allograft itu sendiri

atau dikombinasi dengan material lainnya.

• Factor-based bone graft substitutes adalah berupa faktor pertumbuhan

yang alami atau rekombinan, digunakan dengan growth factor itu sendiri

atau dikombinasi dengan material lainnya, seperti transforming growth

factor-beta (TGF-beta), platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast

growth factor (FGF) dan bone morphogenetic protein (BMP).

Page 16: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

19    

• Cell-based bone graft substitutes menggunakan sel-sel untuk

membangkitkan jaringan baru, digunakan bahan ini sendiri atau ditanam

ke dalam bahan pendukung matrik (contohnya, mesenchymal stem cells).

• Ceramic-based bone graft substitutes seperti kalsium fosfat, kalsium sulfat

dan bioglass, dapat digunakan dari bahan itu sendiri atau dikombinasikan.

• Polymer-based bone graft substitutes, degradable dan nondegradable

polymer, dapat digunakan dari bahan itu sendiri atau dikombinasikan

dengan material lainnya.

Dalam penelitian ini digunakan implan bone graft ceramic-based bone

graft substitutes. Bahan yang digunakan adalah hidroksiapatit (HA) dan trikalsium

fosfat (TKF). Penggunaan keramik, khususnya kalsium fosfat merupakan bagian

dari komponen anorganik primer tulang yang berupa kalsium hidroksiapatit, yang

termasuk ke dalam keluarga kalsium fosfat. Kalsium fosfat juga memiliki

karakteristik oseokonduktif, osteointegratif (formula jaringan baru yang

termineralisasi membentuk ikatan yang kuat dengan bahan implan) dan beberapa

menyatakan osteoinduktif (Laurencin & Yusuf 2009). Bahan ini membutuhkan

temperatur yang tinggi untuk membentuk scaffold dan mempunyai sifat rapuh.

Mineral Apatit

Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat. Kalsium fosfat

terdiri dari beberapa fase yaitu oktakalsium fosfat, dikalsium fosfat dihidrat

(DKFD), trikalsium fosfat (TKF) dan hidroksiapatit (HA). Komponen mineral

apatit memiliki rumus kimia M10(ZO4)6X2. Unsur pada bagian M, Z dan X dapat

digantikan dengan unsur-unsur lain, yakni sebagi berikut; M= Ca, Se, Ba, Cd, Pb,

dll; Z= P, V, As, S, Si, Ge, dll; X = F, Cl, OH, O, Br, CO3, dll. Kristal apatit

mengandung banyak karbon dalam bentuk karbonat. Karbonat di dalam tubuh

dapat mensubtitusi formula hidroksiapatit dengan menempati dua posisi yakni

menggantikan posisi OH yang disebut sebagai apatit karbonat tipe A yang

terbentuk pada suhu tinggi. Karbonat menggantikan posisi PO43- disebut apatit

karbonat tipe B yang dapat dibentuk pada suhu rendah. Kalsium fosfat (Ca-P)

dapat ditemukan di alam (coralline hidroksiapatit) atau disintesa menggunakan

regen kimia dengan metode presipitasi (Aoki 1994)

Page 17: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

20    

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit (HA) merupakan material keramik bioaktif dengan

bioafinitas tinggi, bersifat biokompatibel dan bioaktif. Bioaktif adalah

kemampuan material bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia

yang sangat baik sedangkan biokompatibel adalah kemampuan material untuk

menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima (Purnama 2006). Hidroksiapatit

merupakan unsur mineral terbesar yang terdapat pada tulang dan gigi (Aoki

1991). Hidroksiapatit termasuk ke dalam senyawa kalsium fosfat yang merupakan

senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia

[Ca10(PO4)6(OH)2] yang mempunyai struktur heksagonal serta memiliki rasio

Ca/P sekitar 1,67 (Aoki 1991). Senyawa ini adalah salah satu dari sedikit material

yang diklasifikasikan sebagai bioaktif material. Material tersebut dapat

mendukung pertumbuhan tulang tanpa adanya penghancuran ketika digunakan

untuk implantasi pada manusia. Hidroksiapatit dapat melekat secara biointegrasi.

Implan yang terbuat dari bahan ini dapat berkontak dan menyatu secara kimiawi

dengan tulang. HA dalam bentuk keramik dan kristal lambat dalam penyerapan

dan pembentukan tulang, sebaliknya pada non keramik, bentuk non kristal cepat

dalam penyerapan dan dalam pembentukan tulang (Reddy & Swamy 2010).

Trikalsium Fosfat

TKF merupakan salah satu jenis kalsium fosfat yang memiliki rasio Ca/P

sebesar 1,50 dan memiliki struktur kimia Ca3(PO4)2 (Aoki 1991). TKF memiliki 4

polymorph yaitu α, ß, γ dan super-α. ß polymorph adalah fase bertekanan tinggi

dan super-α polymorph dapat diobservasi pada temperatur kira-kira diatas 1500oC.

Oleh karena itu, TKF polymorph yang sering digunakan dalam penelitian

biokeramik adalah α dan ß-TKF (Shi 2004).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa TKF memiliki sifat biodegradabel,

walaupun sedikit berbeda dengan karakteristik material yang digunakan (Shi

2004). Strukturnya juga berupa kristal, laju biodegradasi TKF lebih baik daripada

HA. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Takatoshi (2007) menyatakan

bahwa implantasi material ß-TKF ke dalam os femur kelinci menunjukkan

bioresorbabel atau dapat diserap namun tidak pada HA. TKF mempunyai peranan

Page 18: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

21    

penting sebagai bioresorbabel keramik. Bahan ini memperlihatkan tingginya daya

larut dan bioaktifitas. Hasilnya menunjukkan mikrostrutur ß-TKF berefek pada

aktifitas dari sel-sel tulang dan kemudian dapat menggantikan tulang. ß-TKF

dapat diterima dan digunakan di dalam tubuh atau dikenal sebagai biokompatibel,

bioresorbabel material untuk perbaikan tulang yang dibentuk menjadi keramik

blok, granul, atau fosfat semen (Shi 2004).

Karakteristik Implan (Bone Graft) Komposit Hidroksiapatit-Trikalsium

Fosfat (HA-TKF)

Implan yang ditanamkan dalam penelitian ini merupakan kombinasi

hidroksiapatit dan trikalsium fosfat. Keduanya merupakan grup kalsium fosfat

namun berbeda fase. Hidroksiapatit memiliki sifat stabil namun memiliki

kemampuan penyerapan yang kecil. Untuk mengimbanginya ditambahkanlah

TKF (trikalsium fosfat) yang memiliki daya penyerapan lebih tinggi. Kombinasi

keduanya sering disebut bifase kalsium fosfat (BKF) keramik.  Bifase kalsium

fosfat keramik memiliki keuggulan potensi sebagai osteokonduktif dan memiliki

tingkat resorpsi optimal untuk pembentukan tulang (Xue et al. 2009)

Implan (bone graft) yang digunakan merupakan hasil pembuatan yang

dilakukan oleh Nur Aisyah Nuzulia dari Departemen Fisika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Bikalsium fosfat (BKF) ini merupakan hasil

presipitasi material Na2HPO4.2H2O dengan butiran dari CaCl2.2H2O dengan rasio

Ca/P adalah 1,67. Hasil dari metode ini adalah bubuk BKF dan memiliki massa

sebesar 1,3162 gram. Hasil karakterisasi menggunakan scanning electron

microscopy (SEM) menujukkan bahwa BKF keramik memiliki morfologi berupa

kumpulan seperti bola besar yang tebal menunjukkan terbentuknya BKF dan bola

kecil yang mengelilinginya dan jumlahnya sangat banyak merupakan

hidroksiapatit (Fellah 2007 diacu dalam Nuzulia 2009). Dari hasil tersebut BKF

terlihat jelas dan terlihat juga pembentukan OCP yang terdiri dari piringan kecil

seperti partikel di permukaan sampel (Imaizumi 2006 diacu dalam Nuzulia 2009)

Kalsium fosfat keramik juga merupakan bahan yang memiliki sifat

osteokonduktif, sehingga penggunaannya dapat menjadi alternatif autogenous

cortico cancellous bone graft untuk mengisi defek tumor, tibial plate fraktur,

Page 19: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

22    

spinal fusion, operasi scoliosis, dll (Saikia et al. 2008). Pemeriksaan histologi

menunjukkan adanya pertumbuhan tulang baru ke dalam struktur pori-pori dari

implan HA. Di dalam hasil pengamatan preparat tersebut tidak ada bukti yang

meyakinkan bahwa implan terbiodegradasi meskipun terdapat histiosit,

multinukleat giant sel, osteoklas (Saikia et al. 2008). Sedangkan Levin et al

(1975) melaporkan bahwa pada percobaan menggunakan hewan model terjadi

resorpsi ß-TKF secara sempurna.

Fisiologi Perbaikan Tulang dan Bone Graft (Implan)

Penggunaan bone graft untuk mencapai tujuan arthodesis (membuat kaku

sendi melalui pembedahan, sehingga tidak terjadi gerakan lagi pada sendi yang

bersangkutan) atau dalam pengisian tulang dipengaruhi oleh karakter anatomi,

histologi dan prinsip biokimiawi. Sebagai tambahan, beberapa sifat fisiologis

bone graft (cangkok tulang) akan mempengaruhi secara langsung keberhasilan

atau kegagalan penggabungan graft. Sifat tersebut antara lain osteogenesis,

osteoinduktif, dan osteokonduktif (Prolo 1990; Kalfas 2001).

Osteogenesis adalah kemampuan suatu graft untuk memproduksi tulang

baru. Pada proses ini dipengaruhi oleh kehadiran sel-sel tulang di dalam graft

tulang. Material osteogenik graft terdiri dari sel dengan kemampuan untuk

membentuk tulang (sel osteoprogenitor) atau berpotensi untuk berdiferensiasi

menjadi sel pembentuk tulang (diinduksi sel prekursor osteogenik/sel

osteoprogenitor). Sel yang berpartisipasi dalam tahap awal proses persembuhan

untuk menyatukan graft dengan tulang. Osteogenesis hanya ditemukan dalam

properti autogenous tulang segar dan dalam sel sumsum tulang, meskipun

penelitian mengenai sel dalam graft menunjukkan sangat sedikit yang

ditransplantasikan dapat bertahan (Muschler et al. 1990).

Osteokonduktif adalah sifat fisik dari graft dalam menjalankan fungsi

sebagai scaffold untuk mendukung dalam persembuhan tulang. Osteokonduktif

memungkinkan untuk pertumbuhan neovaskularisasi dan infiltrasi sel-sel

prekursor osteogenik ke dalam ruang graft. Sifat osteokonduktif ditemukan di

autograft dan allograft, demineralisasi tulang matrik, hidroksiapatit, kolagen dan

kalsium fosfat (Kalfas 2001).

Page 20: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

23    

Osteoinduktif adalah kemampuan dari material graft untuk menginduksi

stem sel agar dapat berdeferensiasi menjadi sel-sel tulang dewasa. Proses ini

biasanya berkaitan dengan adanya faktor pertumbuhan tulang dalam material graft

atau suplemen pendukung dalam graft tulang. Bone morphogenic protein (BMP)

dan mineralisasi matriks tulang merupakan bahan pokok osteoinduktif (Muschler

et al. 1990).

 

Domba sebagai Hewan Coba

Penggunaan domba dalam penelitian di bidang ortopedik semakin

meningkat dalam dekade terakhir ini, meskipun anjing masih menjadi pilihan

yang paling baik. Pada periode 1990-2001, sebanyak 9-12% domba digunakan

dalam penelitian ortopedik yang melibatkan patah tulang, osteoporosis, bone

lengthenin, dan osteoarthritis. Pada periode 1980-1989 yang hanya digunakan

kurang lebih sebanyak 5% (Martini et al. 2001). Peningkatan penggunaannya

terkait dengan isu-isu etis dan persepsi negatif masyarakat dalam penggunaan

hewan kesayangan untuk penelitian medis.

Ditinjau dari segi makroskopisnya, sebagian besar literatur menyatakan

bahwa anjing lebih cocok digunakan sebagai model untuk tulang manusia dilihat

dari sudut pandang biologis, namun domba dewasa menawarkan keuntungan

diantaranya berat tubuh domba mirip dengan manusia. Kemudian keuntungan

lainnya domba memiliki dimensi tulang panjang yang sesuai untuk implantasi dan

percobaan prosthesis manusia (Newman et al. 1995) yang tidak mungkin

dilakukan pada spesies yang lebih kecil seperti kelinci atau anjing dengan ras

kecil.

Penggunaan domba dalam eksperimental sering digunakan untuk menguji

biokompatibilitas berbagai biomaterial (Hunziker 2003), hal ini dilakukan untuk

mengetahui bioaktivitas yang berkaitan dengan resorpsi atau integrasi dari bahan

yang ditanamkan ke dalam tulang (Hing et al. 1998). Struktur khusus dan

morfologi tulang panjang pada domba sesuai dengan fungsi dan beban mekanik

daerah tulang tertentu. Penggunaan domba memiliki hasil yang lebih baik

daripada hewan laboratorium kecil seperti tikus karena memiliki kesamaan

metabolisme tulang yang sesuai dengan manusia. Pada hasil penelitian yang

Page 21: ASM12 BAB II Tinjauan Pustaka

24    

dilakukan oleh Nuss et al. (2006) juga menunjukkan bahwa pengujian dengan

mengimplantasikan dengan cara membuat lubang bor pada domba terbukti dapat

menjadi model hewan yang sangat baik untuk menguji biokompatibilitas

biomaterial yang harus tertanam dalam tulang.

Secara histologi, struktur tulang domba dan manusia memiliki perbedaan.

Struktur tulang domba didominasi oleh struktur tulang primer (osteonnya

berdiameter kurang dari 100 µm) mengandung pembuluh darah sentral dan tidak

memiliki cement line (deKleer 2006). Komponen tulang pada manusia struktur

tulang sekunder lebih mendominasi (Pearce et al. 2007). Perbedaan lainnya

terlihat dari densitas atau kepadatan dari kedua tulang. Dalam penelitian Nafei et

al. (2000) melaporkan kepadatan (massa/volume, mencerminkan tingkat porositas

dari tulang) dari trabekular tulang domba yang diambil dari proksimal tibia domba

dewasa sebesar 0,61 g/cm3 dengan kerapatan abu 0,41 g/cm3 (massa/volume,

mencerminkan tingkat mineralisasi tulang). Data tersebut lebih tinggi dibanding

nilai untuk trabekular tulang femur manusia, dengan kerapatan 0,43 g/cm3 didapat

kepadatan abunya sebesar 0,26 g/cm3 sehingga domba memiliki kepadatan tulang

1,5-2 kali lebih besar dari manusia (Liebschner 2004).

Perbedaan kepadatan tersebut dapat pula berbeda pada lokasi tulang yang

berlainan. Sebagai contoh, Liebschner (2004) melaporkan bahwa kepadatan

trabekular tulang belakang domba sebesar 60±0,16 g/cm3 berbeda dengan tulang

belakang manusia yang kepadatan adalah 0,14±0,06 g/cm3. Dari segi komposisi

mineral tulang, menyimpulakan bahwa selain dari tahap awal fisiologis

pertumbuhan terdapat subsitusi parsial Mg2+ untuk Ca2 di trikalsium magnesium

fosfat, komposisi mineral manusia dan hewan tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan (Ravaglioli et al. 1996). Dalam hal remodelling tulang, berbagai riset

melaporkan bahwa domba dan manusia memiliki pola yang sama dalam

pertumbuhan tulang ke implan berpori (Pearce et al. 2007)